Analisis Kandungan Merkuri (Hg) dan Kadmium (Cd) pada Beberapa Jenis Ikan Asin yang di Produksi di Kelurahan Bahari Kecamatan Medan Belawan tahun 2015

(1)

OLEH :

IRENE SILITONGA NIM. 111000264

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

Skripsi ini diajukan sebagai Salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH :

IRENE SILITONGA NIM. 111000264

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(3)

(4)

ABSTRAK

Ikan asin merupakan salah satu produk perikanan yang mempunyai kedudukan penting dan termasuk salah satu dari sembilan bahan pokok makanan berdasarkan skala nasional. Pengasinan bertujuan untuk mengawetkan ikan tidak untuk menghilangkan logam berat pada ikan. Logam yang terdapat pada ikan akan sulit hilang, karena sifat logam yang tidak bisa dihancurkan. Logam akan terlarut dalam air dan terserap oleh mikroorganisme yang kemudian dimakan oleh ikan dan pada akhirnya akan terjadi bioakumulasi dan biomagnifikasi, sehingga ikan tersebut meskipun dilakukan pengolahan tidak menghilangkan kadar logam yang terkandung pada ikan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survey bersifat deskriptif. Sampel yang diperoleh dari produsen ikan asin di kelurahan Bahari kecamatan Medan Belawan, diperiksa di Laboratorium Kesehatan provinsi Sumatera Utara dan Balai Riset dan Perindustrian kota Medan.Adapun jenis ikan asin yang diperiksa adalah ikan Lemuru (Sardinella Aurta), ikan Gelama (Pseudoceina amoyensis), ikan Kresek (Trissa mytax), ikan Gembung (Restreluger kenagona), dan ikan Cincaru (Eleutheronema aurta). Untuk mengetahui kandungan Merkuri (Hg) dan Kadmium (Cd) dilakukan dengan metode Spektrofotometri Serapan Atom (SSA). Hasil penelitian menunjukan bahwa kandungan Merkuri (Hg) pada ikan asin yang di produksi di kelurahan Bahari memenuhi syarat sesuai yang ditetapkan BPOM tahun 2009 yaitu 0,5 ppm. Sedangkan kandungan Kadmium (Cd) terdapat ikan asin yang melebihi nilai ambang batas yang ditetapkan oleh BPOM yaitu ikan asin Lemuru 0,480 ppm. Sedangakan empat ikan asin yang berbeda memenuhi syarat BPOM tahun 2009 yaitu 0,1 ppm. Masyarakat boleh mengkonsumsi ikan asin yang diproduksi di kelurahan Bahari dengan batas yang diperbolehkan dan tidak terus-menerus.


(5)

finally that’s happen bioaccumulation and biomagnification so that fish which make processing, it doesn’t relieve metal properties that contained the fish.

The method used in this research is descriptive survey. Samples were obtained from salted fish producers in kelurahan Bahari, Subdistrict of Medan Belawan, checked in Health Laboratory, Province of North Sumatra and Center for Research and Industry of Medan.The five samples of salted fish are ikan Lemuru (Sardinella Aurta), ikan Gelama (Pseudoceina amoyensis), ikan Kresek (Trissa mytax), ikan Gembung (Restreluger kenagona), dan ikan Cincaru (Eleutheronema aurta). To determine the content of mercury (Hg) and Cadmium (Cd) is performed by Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) method.

The result showed that the content of Mercury (Hg) in salted fish produced in Kelurahan Bahari has been qualified according to BPOM in 2009, which is 0.5 ppm. The content of Cadmium (Cd) contained in a salted fish which exceed the NAB set by BPOM, namely Lemuru fish 0.480 ppm. While the four different salted fish are qualify according to BPOM in 2009, which is 0.1 ppm. Society may consume salted fish produced in Kelurahan Bahari with the exposure limit and not constantly.


(6)

senantiasa melimpahkan berkat dan kasih karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ ANALISIS KANDUNGAN MERKURI (Hg) DAN KADMIUM (Cd) PADA BEBERAPA JENIS IKAN ASIN YANG DI PRODUKSI DI KELURAHAN BAHARI KECAMATAN MEDAN BELAWAN TAHUN 2015.” yang merupakan salah satu prasyarat guna memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr.dr.Wirsal Hasan, M.PH dan Ibu Ir. Evi Naria, M.Kes selaku Dosen Pembimbing yang dengan sabar dan penuh perhatian membimbing penulis mulai dari awal sampai selesainya penulisan skripsi ini.

2. Ibu Ir.Indra Cahaya, M.Si selaku Dosen Penguji I yang telah banyak memberi masukan dan saran demi kesempurnaan skripsi ini.

3. Ibu dr.Devi Nuraini Santi, M.Kes selaku Dosen Penguji II yang telah banyak memberi masukan dan saran demi kesempurnaan skripsi ini. 4. Bapak Dr.Drs.Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan


(7)

6. Seluruh Dosen dan Pegawai di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara khususnya di Departemen Kesehatan Lingkungan.

7. Kepala Lurah dan Staff Kelurahan Bahari Kecamatan Medan Belawan yang telah membantu dalam penelitian saya.

8. Kepala Laboratorium Instrumen Balai Riset Industri Medan dan Laboratorium Kesehatan Daerah Medan yang telah bersedia memfasilitasi pemerikasaan sampel yang diperlukan pada penelitian ini.

9. Ayahanda, Jenner Silitonga dan Ibunda tercinta Rosmawati Pakpahan, S.Pdk yang selalu memberikan dukungan, nasihat, semangat dan doa yang tiada putus kepada penulis dalam menjalani pendidikan saya, terkhusus selama penulis menyelesaikan skrispsi ini dengan baik.

10. Abangnda dr.Jos Arno M Silitonga dan Willy Simon,S.Pd yang telah memberikan dukungannya kepada penulis selama menjalani pendidikan ini.

11.Sahabat terkasih yaitu Irma Siburian, Martharia Panjaitan, Putri Lubis, Riris Manurung, Windy Pranita Sari yang menjadi sahabat dalam susah dan senang serta tetap memberikan motivasi dan penghiburan selama masa kuliah.

12.Kelompok kecil “Radical Disciple” dan kak Jojorita yang telah memberikan dukungannya kepada penulis.


(8)

Monalisa.

15.Teman-teman satu peminatan Kesehatan Lingkungan 2011

16.Kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dalam kelancaran pembuatan skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan, oleh karenanya penulis mengharapkan saran dan kritik yang konstruktif demi perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Medan, Juli 2015


(9)

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan ... 6

1.3.1 Tujuan Umum ... 6

1.3.2 Tujuan Khusus ... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Ruang Lingkup Lingkungan. ... 8

2.2 Ikan Asin ... 9

2.3 Dampak Mengkonsumsi Ikan Asin ... 10

2.4 Klasifikasi Laut Berdasarkan Kedalaman ... 11

2.5 Pencemaran Logam Berat di Perairan ... 12

2.6 Jenis-jenis Ikan Asin... 18

2.7 Merkuri(Hg). ... 20

2.7.1 Karakteristik Merkuri ... 20

2.7.2 Sumber Logam Merkuri ... 23

2.7.3 Kegunaan Logam Merkuri ... 23

2.7.4 Bentuk Merkuri di Lingkungan ... 24

2.7.5 Toksikokinetika ... 26

2.7.6 Efek Pencemaran Merkuri ... 29

2.7.7 Kadar Batas Aman ... 32

2.8 Kadmium(Cd) ... 33

2.8.1 Karakteristik Kadmium ... 33

2.8.2 Sumber Logam Kadmium(Cd) ... 34

2.8.3 Kegunaan Kadmium ... 35

2.8.4 Toksikokinetika Kadmium ... 36

2.8.5 Efek Pencemaran Kadmium ... 40

2.8.6 Kadar Batas Aman ... 42


(10)

3.3 Objek Penelitian ... 44

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 44

3.5 Pengolahan dan Analisis Data ... 45

3.6 Teknik Pengambilan Sampel ... 45

3.7 Instrumen dan Bahan Pemeriksaan Sampel ... 46

3.8 Cara Kerja Penelitian ... 47

3.9 Definisi Operasional ... 48

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 50

4.1 Gambaran Umum Kelurahan Bahari ... 50

4.2 Pengolahan Ikan Asin di Lapangan ... 51

4.3 Hasil Uji Laboratorium ... 57

4.3.1 Hasil Uji Laboratorium Kandungan Merkuri(Hg) Secara Kualitatif dan Kuantitatif ... 57

4.3.2 Hasil Uji Laboratorium Kadmium(Cd) Secara Kuantitatif dan Kuantitatif ... 60

4.4 Hasil Wawancara Pada Produsen Ikan Asin di Kelurahan Bahari ... 62

BAB V PEMBAHASAN ... 64

5.1 Analisis Pemeriksaan Laboratorium secara kualitatif dan Kuantitatif ... 64

5.1.1 Merkuri(Hg) ... 64

5.1.2 Kadmium(Cd) ... 68

5.2 Hasil Wawancara Pada Produsen Ikan Asin di Kelurahan Bahari ... 72

BAB VI PENUTUP ... 73

6.1 Kesimpulan ... 73

6.2 Saran ... 74

DAFTAR PUSTAKA ... 76 LAMPIRAN


(11)

1. Gambar 2.1 Perjalanan Logam Sampai ke Tubuh Manusia ... 14

2. Gambar 2.2 Kerangka Konsep ... 42

3. Gambar 4.1 Proses Pengolahan Ikan Asin Yang Tidak Dibelah(Bulat) ... 53


(12)

1. Tabel 2.1 Konsentrasi Merkuri(Hg) Pada Berbagai Organ Induk dan

Janin ... 32 2. Tabel 2.2 Kandungan Kadmium(Cd) Dalam Beberapa Jenis Air

Buangan ... 35 3. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Kandungan Merkuri(Hg) Secara

Kualitatif ... 58 4. Tabel 4.2 Hasil Pemeriksaan Kandungan Merkuri(Hg) Secara

Kuantitatif ... 59 5. Tabel 4.3 Hasil Pemeriksaan Kandungan Kadmium(Cd) Secara

Kualitatif ... 60 6. Tabel 4.4 Hasil Pemeriksaan Kandungan Kadmium(Cd) Secara

Kuantitatif ... 61 7. Tabel 4.5 Data Umum Produsen Ikan Asin di Kelurahan Bahari... 62 8. Tabel 4.6 Proses Pengolahan Ikan Asin yang Dilakukan Produsen di


(13)

Sumatera Utara

4. Hasil Pemeriksaan Merkuri(Hg) dari Balai Riset dan Perindustrian Kota Medan

5. Surat Izin Penelitian Fakultas

6. Surat Keterangan Telah Selesai Penelitian


(14)

Tanggal Lahir : 30 Juli 1992

Suku Bangsa : Batak Toba

Agama : Kristen Protestan

Status Pernikahan : Belum Menikah

Nama Ayah : Jenner Silitonga

Suku Bangsa Ayah : Batak Toba

Nama Ibu : Rosmawati Pakpahan, S.Pdk

Suku Bangsa Ibu : Batak Toba Jumlah Anggota Keluarga : 5 (lima) orang

Alamat Rumah : Jln. Laksana No.29 pasar 1 Tanah Merah Kec.Binjai Selatan Kota Binjai, Sumatera Utara.

Riwayat Pendidikan

Tahun 1998-2003 SD Negeri 023891 Kota Binjai Tahun 2003-2004 SD Negeri 026793 Kota Binjai Tahun 2004-2007 SMP Negeri 2 Kota Binjai Tahun 2007-2010 SMA Negeri 2 Kota Binjai


(15)

ABSTRAK

Ikan asin merupakan salah satu produk perikanan yang mempunyai kedudukan penting dan termasuk salah satu dari sembilan bahan pokok makanan berdasarkan skala nasional. Pengasinan bertujuan untuk mengawetkan ikan tidak untuk menghilangkan logam berat pada ikan. Logam yang terdapat pada ikan akan sulit hilang, karena sifat logam yang tidak bisa dihancurkan. Logam akan terlarut dalam air dan terserap oleh mikroorganisme yang kemudian dimakan oleh ikan dan pada akhirnya akan terjadi bioakumulasi dan biomagnifikasi, sehingga ikan tersebut meskipun dilakukan pengolahan tidak menghilangkan kadar logam yang terkandung pada ikan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survey bersifat deskriptif. Sampel yang diperoleh dari produsen ikan asin di kelurahan Bahari kecamatan Medan Belawan, diperiksa di Laboratorium Kesehatan provinsi Sumatera Utara dan Balai Riset dan Perindustrian kota Medan.Adapun jenis ikan asin yang diperiksa adalah ikan Lemuru (Sardinella Aurta), ikan Gelama (Pseudoceina amoyensis), ikan Kresek (Trissa mytax), ikan Gembung (Restreluger kenagona), dan ikan Cincaru (Eleutheronema aurta). Untuk mengetahui kandungan Merkuri (Hg) dan Kadmium (Cd) dilakukan dengan metode Spektrofotometri Serapan Atom (SSA). Hasil penelitian menunjukan bahwa kandungan Merkuri (Hg) pada ikan asin yang di produksi di kelurahan Bahari memenuhi syarat sesuai yang ditetapkan BPOM tahun 2009 yaitu 0,5 ppm. Sedangkan kandungan Kadmium (Cd) terdapat ikan asin yang melebihi nilai ambang batas yang ditetapkan oleh BPOM yaitu ikan asin Lemuru 0,480 ppm. Sedangakan empat ikan asin yang berbeda memenuhi syarat BPOM tahun 2009 yaitu 0,1 ppm. Masyarakat boleh mengkonsumsi ikan asin yang diproduksi di kelurahan Bahari dengan batas yang diperbolehkan dan tidak terus-menerus.


(16)

finally that’s happen bioaccumulation and biomagnification so that fish which make processing, it doesn’t relieve metal properties that contained the fish.

The method used in this research is descriptive survey. Samples were obtained from salted fish producers in kelurahan Bahari, Subdistrict of Medan Belawan, checked in Health Laboratory, Province of North Sumatra and Center for Research and Industry of Medan.The five samples of salted fish are ikan Lemuru (Sardinella Aurta), ikan Gelama (Pseudoceina amoyensis), ikan Kresek (Trissa mytax), ikan Gembung (Restreluger kenagona), dan ikan Cincaru (Eleutheronema aurta). To determine the content of mercury (Hg) and Cadmium (Cd) is performed by Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) method.

The result showed that the content of Mercury (Hg) in salted fish produced in Kelurahan Bahari has been qualified according to BPOM in 2009, which is 0.5 ppm. The content of Cadmium (Cd) contained in a salted fish which exceed the NAB set by BPOM, namely Lemuru fish 0.480 ppm. While the four different salted fish are qualify according to BPOM in 2009, which is 0.1 ppm. Society may consume salted fish produced in Kelurahan Bahari with the exposure limit and not constantly.


(17)

1.1Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang luas akan wilayah perairan laut dan perairan darat dibandingkan dengan negara Asean lainnya. Adapun sumber daya yang dihasilkan di wilayah perairan laut adalah ikan dan hasil perikanan lainnya. Oleh karena luasnya perairan laut yang menjadikan produksi akan hasil perikanan tinggi, pemerintah mengintensifkan usaha penangkapan dan budidaya perikanan dalam upaya meningkatkan devisa negara yang lebih besar. Usaha ataupun program yang dibuat pemerintah dalam rangka meningkatkan devisa negara tersebut tidak akan berguna apabila tidak diberikannya pengetahuan tentang penanganan ikan setelah penangkapan dan pemanenan ( Junianto,2003).

Ikan merupakan salah satu sumber penghasilan dari perikanan bagi masyarakat terutama masyarakat yang tinggal di pinggir laut. Ikan juga salah satu sumber protein hewani yang banyak dikonsumsi masyarakat, mudah didapat dan harganya murah. Oleh karena itu selain dalam bentuk segar ikan juga dikonsumsi dalam bentuk diawetkan. Pengolahan ikan dengan berbagai cara dan rasa itu yang membuat masyarakat lebih banyak mengkonsumsi ikan daripada daging. Salah satu bentuk pengolahan ikan yaitu penggaraman ikan yang merupakan pengetahuan tradisional yang sudah turun temurun sudah ada di Indonesia (Urip,2000).

Ikan merupakan produk yang memiliki karakteristik mudah rusak dan mudah membusuk sehingga perlu menambahakan garam sebagai upaya untuk


(18)

menghambat atau menghentikan aktivitas mikroorganisme pembusuk (Rahardi,dkk,2001). Proses pembusukan ikan tidak bisa dihindari tetapi bisa untuk dihambat. Mikroba akan berkembang dengan cepat apabila kondisi lingkungan mendukung untuk hidup dan tersedia bahan makanan yang dibutuhkan. Sehingga untuk pencegahannya dapat dilakukan dengan menciptakan kondisi lingkungan yang bisa mematikan mikroba salah satunya dengan penambahan garam (Siregar,1995).

Penggaraman pada ikan bertujuan untuk menghambat, mencegah, dan menghentikan ikan dari proses pembusukan tidak mengurangi dan menghilangkan kandungan logam berat yang terdapat pada ikan tersebut. Logam berat pada lingkungan mempunyai sifat tidak bisa dihancurkan (non-degradable) oleh organisme hidup yang ada di lingkungan sehingga logam-logam tersebut terakumulasi ke lingkungan, terutama di dasar perairan dan membentuk senyawa kompleks bersama bahan organik dan anorganik (Palar,2008). Logam berat yang larut dalam air akan terserap oleh mikroorganisme yang kemudian akan dimakan oleh ikan sehingga akhirnya akan terjadi bioakumulasi dan biomanifikasi pada ikan tersebut, yang pada akhirnya ikan tersebut meskipun dilakukan pengolahan tidak akan menghilangkan kadar logam yang terkandung pada ikan tersebut akan dimakan oleh manusia (Budiono,2002).

Kandungan logam berat dalam ikan erat kaitannya dengan pembuangan limbah industri di sekitar tempat hidup ikan tersebut, seperti sungai, danau, dan laut (Supriyanto,2007). Air sungai yang mengalir ke laut sering tercemar oleh komponen-komponen anorganik yang diantaranya berbagai logam berat.


(19)

Penggunaan logam-logam berat tersebut dalam berbagai keperluan sehari-hari telah secara langsung maupun tidak langsung, atau sengaja atau tidak sengaja, telah mencemari lingkungan melebihi batas yang berbahaya bagi kehidupan lingkungan. Logam-logam yang berbahaya dan sering mencemari lingkungan terutama adalah merkuri (Hg), timbal (Pb), arsenik (As), Kadmium (Cd), khromium (Cr) dan nikel (Ni). Logam-logam tersebut diketahui dapat mengumpul di dalam suatu organisme, dan tetap tinggal dalam tubuh dalam jangka waktu lama sebagai racun yang terakumulasi( Fardiaz ,1992).

Dalam penelitian Irvina tahun 2010 mengenai kandungan logam berat berdasarkan ukuran sampel pada ikan Gulama didapatkan bahwa rata-rata kandungan logam berat Cd, Cu, Pb, dan Zn secara umum ikan yang berukuran kecil menunjukan kandungan logam berat yang lebih tinggi dibandingkan dengan ikan yang berukuran besar. Hal ini sesuai dengan pendapat Leung at all(dalam Panjaitan,2006) yang menyatakan bahwa kecilnya kandungan logam berat yang terakumulasi pada suatu organisme yang berukuran besar disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu perbedaan laju pertumbuhan, kecepatan merabolisme, tingkat sensitivitas tubuh terhadap pemasukan logam berat tertentu dan kebutuhan fisiologis terhadap logam berat. Al Yousuf et all (2000) juga mengemukakan bahwa kandungan logam akan sedikit berkurang dengan meningkatnya ukuran ikan.

Menurut Widowati,dkk (2008) tingkat toksisitas logam berat terhadap hewan air dan manusia mulai dari yang paling toksik adalah merkuri(Hg) dan kadmium(Cd). Merkuri di air akan dikonversi menjadi metil merkuri yang


(20)

terdapat pada ikan dan kerang-kerangan akan masuk ke dalam tubuh manusia. Dalam tubuh manusia, merkuri ini akan diretensi dalam jaringan otak dan menimbulkan gangguan neurotoksik (Winarno,1991). Sedangkan menurut Watts dalam Istrani (2014) kadmium(Cd) dapat terakumulasi dalam tubuh manusia serta baru dapat keluar dalam tubuh , tetapi dengan waktu tunggu berkisar antara 20-30 tahun lamanya. Efek dalam tubuh beragam, mulai daari hipertansi sampai kanker. Laut belawan merupakan salah satu muara buangan limbah industri logam yang berdomisili di sepanjang alur sungai Deli sebelah Utara Kotamadya Medan. Hal ini disebabkan di daerah aliran sungai ini, mulai dari daerah kecamatan Medan Timur sampai kecamatan Medan Belawan terdapat beberapa industri yang merupakan kontributor utama logam berat (Azhar,2004). Logam berat yang terdapat pada laut belawan secara tidak langsung akan terakumulasi pada ikan dan akan tentunya ikan tersebut akan dikonsumsi oleh manusia yang mana efeknya akan mengganggu kesehatan manusia. Kasus keracunan makanan akibat logam berat pernah terjadi di Minamata Jepang tahun 1953-1960. Merkuri adalah limbah cair yang terbuang ke laut, dengan adanya Methanobacterium ommenlanski maka senyawa merkuri anorganik diubah menjadi metil merkuri yang dikonsumsi oleh ikan dan kerang di daerah tersebut dan selanjutnya ikan dan kerang tersebut dikonsumsi masyarakat minamata (Polson,1997).

Berdasarkan hasil penelitian Muchlisyam (1998) dalam Nauli tentang analisis pencemaran logam berat pada ikan asin kepala batu(pseudoceina amoyensis) dari hasil nelayan tradisional di daerah laut belawan, menunjukan bahwa ikan asin kepala batu telah tercemar logam Cu sebesar 3,470-6,305 ppm, logam Cd


(21)

0,685-0,910 ppm, logam Pb 8,910-16,710 ppm sedangkan logam Hg tidak terdeteksi.dari keempat logam yang diperiksa ternyata logam Cd dan Pb melebihi persyaratan kadar yang diperbolehkan Departemen Kesehatan RI. Sedangkan pada tahun 2000, Pusat Penelitian Lingkungan Lembaga Penelitian USU Medan melakukan penelitian tentang kandungan logam Pb pada bahan baku pembuatan ikan asin kepala batu ( Pseudoceina amoyensis) di pesisir Belawan kota Medan. Hasil penelitian menunjukan bahwa ikan asin kepala batu segar tercemar dengan logam Cd berkisar antara 0,2772-0,2891 ppm dan logam Pb 2,43-2,49 ppm. Dari hasil tersebut menunjukan bahwa ikan asin kepala batu segar melebihi batas yang diizinkan Dirjen POM RI yaitu sebesar 0,2 ppm dan sebesar 2 ppm (Urip,2000).

Upaya penurunan kadar logam berat dapat dilakukakan dengan perendaman larutan asam. Hal ini disebabkan karena larutan asam dapat merusak ikatan kompleks logam protein. Berdasarkan penelitian Ella Salamah (1997) perendaman ikan bandeng dengan menggunakan larutan cuka, jeruk nipis, dan asam jawa dapat menurunkan Timbal (Pb), meningkatkan protein, dan meningkatkan kadar air.

Kelurahan Bahari merupakan salah satu kelurahan di kecamatan Medan Belawan. Kelurahan bahari memiliki beberapa lingkungan yang rata-rata penduduknya bekerja sebagai nelayan. Lingkungan atau kampung kurnia merupakan lingkungan yang berada di kelurahan Bahari. Selain nelayan warga di lingkungan kurnia juga memproduksi ikan asin yang sudah dimulai sejak tahun 90-an. Warga tersebut memproduksi ikan yang berasal dari tempat pelelangan ikan yang disalurkan melalui agen-agen.


(22)

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis belum menemukan adanya penelitian mengenai kandungan Merkuri(Hg) dan Kadmium(Cd) pada jenis-jenis ikan asin yang di produksi di kelurahan Bahari yang sumber ikan sebelum diasinkan berasal dari perairan Belawan. Dalam hal ini penulis ingin melihat kandungan Merkuri (Hg) dan Kadmium(Cd) pada beberapa jenis ikan asin yang di produksi di kelurahan bahari kecamatan Medan Belawan.

1.2Perumusan Masalah

Pengolahan ikan dengan penggaraman merupakan salah satu cara untuk meningkatkan daya tahan ikan akan tetapi tidak menghilangkan kandungan logam berat yang terdapat pada ikan tersebut. Dalam hal ini perlu diketahui berapa kadar Merkuri (Hg) dan Kadmium (Cd) pada beberapa jenis ikan asin yang di produksi di kelurahan bahari kecamatan Medan Belawan.

1.3Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

1. Untuk mengetahui kadar Merkuri (Hg) pada ikan asin Lemuru (Sardinella aurita), Ikan asin Gelama (Pseudoceina amoyensis), ikan asin kresek (Tryssa Mystax), ikan asin kembung (Rastrelliger kanagurta), dan ikan asin cincaru (Eleutherona tetradactylum) yang di produksi di kelurahan bahari kecamatan Medan Belawan.

2. Untuk mengetahui kadar Kadmium (Cd) pada ikan asin Lemuru (Sardinella aurita), Ikan asin Gelama (Pseudoceina amoyensis), ikan asin kresek (Tryssa Mystax), ikan asin kembung (Rastrelliger


(23)

kanagurta), dan ikan asin cincaru (Eleutherona tetradactylum) pada yang di produksi di kelurahan bahari kecamatan Medan Belawan. 1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui kadar Merkuri (Hg) yang ada pada beberapa jenis ikan asin tersebut apakah memenuhi syarat atau tidak memenuhi syarat yang telah ditetapkan oleh Badan POM NOMOR HK.00.06.1.52.4011 tahun 2009

2. Untuk mengetahui kadar Kadmium (Cd) yang ada pada beberapa jenis ikan asin tersebut apakah memenuhi syarat atau tidak memenuhi syarat yang telah ditetapkan oleh Badan POM NOMOR HK.00.06.1.52.4011 tahun 2009

1.4 Manfaat Penelitian

1. Sebagai informasi bagi konsumen untuk mengetahui keamanan mengkonsumsi berbagai jenis ikan asin.

2. Memberikan informasi dan bahan masukan bagi Dinas Kesehatan, Badan POM tentang pencemaran logam berat pada makanan hasil laut.

3. Sebagai informasi untuk memperkaya ilmu pengetahuan yang dapat digunakan untuk mendukung penelitian lainnya.


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ruang Lingkup Lingkungan

Lingkungan merupakan media atau suatu areal, tempat atau wilayah yang di dalamnya terdapat bermacam-macam bentuk aktivitas yang berasal dari ornamen-ornamen penyusunnya. Ornamen-ornamen yang ada dalam dan membentuk lingkungan, merupakan suatu bentuk sistem yang saling mengikat, saling menyokong kehidupan mereka. Keadaan yang saling mengikat sering menyebabkan ketidakseimbangan dalam lingkungan yang sering disebut keadaan tercemar. Lingkungan dikatakan tercemar sebagai akibat masuk dan atau dimasukkannya suatu zat atau benda asing ke dalam tatananan lingkungan itu. Perubahan sebagai akibat dari kemasukkan benda asing itu, memberikan pengaruh (dampak) buruk terhadap organisme yang sudah ada dan hidup dengan baik dalam tatanan lingkungan tersebut (Palar,2008).

Perubahannya yang terjadi pada lingkungan juga merupakan akibat dari adanya interaksi antara manusia dengan lingkungan. Interaksi yang terjadi antara manusia dengan lingkungan tidak selalu mendapatkan keuntungan, tetapi bisa juga mendapatkan kerugian (Soemirat,2009). Perubahan dalam lingkungan sebagai akibat dari adanya interaksi antara manusia dengan lingkungan menyebabkan banyak hal terjadi. Salah satunya ialah adanya limbah yang memberikan perubahan pada lingkungan dan perubahan tersebut tentunya


(25)

memberi dampak pada manusia. Menurut Palar (2008) Limbah dapat digolongkan atas beberapa jenis yaitu :

a. Limbah berdasarkan jenis yaitu limbah padat dan limbah cair.

b. Limbah berdasarkan pada sifatnya yaitu limbah organik dan limbah an-organik.

c. Limbah berdasarkan pada sumbernya yaitu limbah rumah tangga (domestik) dan limbah industri.

2.2 Ikan Asin

Ikan asin merupakan bahan makanan yang banyak dikonsumsi masyarakat (Esti,2000). Pada dasarnya proses pembuatan ikan asin yang paling pokok adalah penggaraman dan pengeringan. Menurut Siregar (2005) secara umum proses penggaraman dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu:

a. Penggaraman kering (Dry salting)

Penggaraman kering dilakukan dengan menaburkan garam kristal pada lapisan ikan yang disusun rapi. Selama penggaraman berlangsung terjadi penetrasi ke dalam tubuh ikan karena adanya perbedaan konsentrasi. Cairan tersebut akan cepat melarutkan kristal-kristal garam (Afrianto dan Liviawaty, 1994). Dalam proses penggaraman ini cairan tubuh ikan akan diserap oleh kristal-kristal garam. Akibatnya, kristal garam akan mencair dan terbentuk larutan garam pekat.dalam kondisi demikian larutan garam pekat tersebut akan meresap ke dalam daging ikan sehingga akan mengubah rasa dan tekstur(kekenyalan) daging ikan tersebut. Jumlah garam yang dibutuhkan sekitar 20-30% dari berat total ikan.


(26)

b. Penggaraman basah (Wet salting)

Penggaraman basah dilakukan dengan merendam ikan dalam larutan garam pekat. Pada dasarnya cara ini mirip dengan penggaraman kering. Bedanya larutan garam perendaman ikan dibuat lebih dulu sehingga konsentrasi kepekatan larutan ini dapat dibuat sesuai dengan selera dan keperluan. Untuk perendaman ikan berukuran besar dan waktu perendamannya cukup singkat diperlukan larutan garam jenuh dengan konsentrasi yang cukup tinggi . Dalam hal ini bisa pula menggunakan larutan garam yang konsentrasinya lebih rendah, tetapi selama proses perendaman harus ditambahkan kristal garam secukupnya untuk meningkatkan konsentrasinya.

c. Pelumuran garam (Kench salting)

Pada proses ini, pengawetan ikan dengan kristal garam pada dasarnya mirip dengan penggaraman kering, tetapi larutan garam yang terbentuk dibiarkan mengalir ke luar wadah. Wadah yang digunakan tidak kedap air tetapi berupa keranjang. Ikan yang dilumuri garam ditumpuk dalam keranjang dan dipadatkan serta ditutup rapat. Menurut Agus (1995) untuk ukuran kristal garam yang digunakan sebaiknya juga disesuaikan dengan besar kecilnya ukuran ikan. Untuk ikan-ikan kecil sebaiknya menggunakan butiran garam yang lebih halus agar meresapnya lebih mudah sedangkan untuk ikan-ikan sedang dan besar, sebaiknya menggunakan butiran garam ukuran sedang.

2.3 Dampak Mengkonsumsi Ikan Asin

Menurut Hendrawan Ariwibowo (2013) paparan non-viral yang paling konsisten dan berhubungan kuat dengan resiko karsinoma nasofaring adalah


(27)

konsumsi ikan asin. Konsumsi ikan asin meningkatkan risiko 1,7 sampai 7,5 kali lebih tinggi dibandingkan yang tidak mengkonsumsi. Potensi karsinogenik ikan asin didukung dengan penelitian pada tikus disebabkan proses pengawetan dengan garam tidak efesien sehingga terjadi akumulasi nitosamin yang dikenal karsinogen pada hewan. Enam puluh dua persen pasien karsinoma nasofaring mengkonsumsi secara rutin makanan fermentasi yang diawetkan.

2.4 Klasifikasi Laut Berdasarkan Kedalaman

Menurut Nyabekken (1988) berdasarkan kedalamannya, laut dibagi menjadi 4 zona, yaitu zona lithoral, zona neritis, zona bathial, dan zona abisal.

a. Zona Lithoral

Zona Lithoral adalah wilayah pantai atau pesisir atau shore. Pada saat air laut pasang wilayah ini tergenang air dan pada saat air laut surut wilayah ini berubah menjadi daratan. Zona Lithoral juga merupakan daerah pantai yang terletak di antara pasang tertinggi dan surut terendah. Oleh karena itu wilayah ini sering juag disebut wilayah pasang surut.

b. Zona Neritis

Zona Neritis (wilayah laut dangkal) yaitu batas wilayah pasang surut hingga kedalaman 50 m. Pada zona ini masih dapat ditembus oleh sinar matahari, sehingga pada wilayah ini paling banyak terdapat berbagai jenis kehidupan baik hewan maupun tumbuh-tumbuhan.


(28)

c. Zona Bathial

Zona Bathial (wilayah laut dalam) adalah wilayah laut yang memilki kedalaman antara 50 m hingga 1800 m. Wilayah ini tidak dapat tertembus sinar matahari. Oleh karena itu kehidupan organismmenya tidak sebanyak yang terdapat di wilayah Neritis. Menurut Darmono (2001) kandungan logam berat di laut dalam lebih rendah daripadan di laut dangkal. Hal ini disebabkan karena lautan dapat melarutkan dan menyebarkan bahan-bahan tersebut sehingga konsentrasinya menjadi menurun, terutama di daerah laut dalam. Kehidupan laut dalam juga terbukti lebih sedikit terpengaruh daripada laut dangkal. Daerah pantai, terutama daerah muara sungai sering mengalami pencemaran berat, yang disebabkan karena proses pencemaran yang berjalan terus-menerus secara perlahan sehingga terjadi akumulasi.

d. Zona Abisal

Zona Abisal (wilayah laut sangat dalam) yaitu wilayah laut yang memilki kedalaman di atas 1800 m. Di wilayah ini suhunya sangat dingin dan tidak ada tumbuh-tumbuhan. Jenis hewan yang dapat hidup di wilayah ini sangat terbatas.

2.5 Pencemaran Logam Berat di Perairan

Pesatnya pembangunan dan penggunaan berbagai bahan baku logam bisa berdampak negatif, yaitu munculnya kasus pencemaran yang melebihi batas sehingga mengakibatkan kerugian dan meresahkan masyarakat yang tinggal di sekitar daerah perindustrian maupun masyarakat penggunaan produk industri tersebut. Logam berat yang dihasilkan dari perindustrian tersebut dapat


(29)

menimbulkan efek gangguan terhadap kesehatan manusia. Efek logam berat secara langsung akan menghalangi kerja enzim yang menyebabkan metabolisme tubuh terganggu, alergi, bersifat mutagen atau karsinogen bagi manusia maupun hewan (Wahyu dkk,2008).

Logam berat menjadi berbahaya disebabkan sistem bioakumulasi. Bioakumulasi berarti peningkatan konsentrasi unsur kimia tersebut dalam tubuh makhluk hidup. Akumulasi atau peningkatan konsentrasi logam berat di alam mengakibatkan konsentrasi logam berat di tubuh manusia sangat tinggi. Jumlah yang terakumulasi setara dengan jumlah logam berat yang tersimpan dalam tubuh ditambah yang diambil dari makanan, minuman, atau udara yang terhirup. Jumlah logam berat yang terakumulasi lebih cepat dibandingkan dengan jumlah yang terekskresi dan terdegradasi (Martaningtyas,2005).

Menurut Wahyu (2008) polutan logam yang mencemari lingkungan baik di lingkungan udara, air, dan tanah berasal dari proses alami dan kegiatan industri. Proses alami antara lain siklus alamiah sehingga bebatuan gunung berapi bisa memberikan kontribusi ke lingkungan udara, air, dan tanah. Kegiatan manusia yang bisa menambah polutan bagi lingkungan berupa kegiatan industri, pertambangan, pembakaran bahan bakar, serta kegiatan domestik lain yang mampu meningkatkan kandungan logam di lingkungan udara, air, dan tanah. Pencemaran logam di darat, yakni di tanah, selanjutnya akan mencemari bahan pangan, baik yang berasal dari tanaman atau hewan dan akhirnya dikonsumsi oleh manusia. Pencemaran logam, baik dari industri, kegiatan domestik, maupun sumber alami dari batuan akhirnya sampai ke sungai/laut dan selanjutnya


(30)

mencemari manusia melalaui ikan, air minum, atau sumber irigasi lahan pertanian sehingga tanaman sebagai sumber pangan manusia tercemar logam. Pencemaran logam melalui udara terjadi beberapa jalur. Salah satunya adalah melaui kontak langsung dengan manusia atau proses inhalasi. Hal ini bisa dilihat lebih jelas pada gambar berikut

Gambar 2.1 Perjalanan Logam Sampai ke Tubuh Manusia (Klaassen et al, 1986; Marnonof, 2003)

Salah satu dampak tercemarnya lingkungan, adanya keberadaan logam di badan perairan. Keberadaan logam di perairan dapat berasal dari sumber-sumber alamiah dan dari aktivitas yang dilakukan oleh manusia. Di samping itu, partikel-partikel

Batuan, gunung berapi

Industri

Limbah logam

Darat

Sungai

Laut

Udara

Fitoplankton

Zooplankton

Pertanian, Peternakan Kolam

Air minum

Pangan, Tanaman, Hewan Ikan


(31)

logam yang ada di udara, dikarenakan oleh hujan, juga dapat menjadi sumber logam di badan perairan. Logam-logam berat yang terlarut pada badan perairan pada konsentrasi tertentu akan berubah fungsi menjadi sumber racun bagi kehidupan perairan. Ada banyak faktor yang mempengaruhi daya racun logam berat yang terlarut dalam air yaitu :

a) Bentuk logam dalam air

Bentuk logam dalam air akan mempengaruhi tingkat keracunan logam berat tersebut pada kehidupan perairan. Adapun bentuk logamnya terbagi menjadi dua senyawa yaitu senyawa organik dan senyawa anorganik. Senyawa organik dan senyawa anorganik ini terbagi lagi menjadi dua yaitu yang larut dalam air dan yang tidak dapat larut dalam air. Senyawa-senyawa organik yang larut dalam air mempunyai tingkat racun yang lebih tinggi, karena dengan mudah diserap oleh biota yang ada dalam air. Bryan (1976) menyatakan bahwa logam berat yang mencemari perairan mengalami perpindahan minimal melalui tiga proses yaitu pengendapan, adsorbsi, dan adsorbsi oleh ikan, kerang, udang, dan tumbuhan air. Jika konsentrasi logam berat lebih tinggi daripada daya larut minimal komponen yang terbentuk dari logam dan anion, maka akan terjadi endapan.

b). Keberadaan logam-logam lain

Adanya logam-logam lain dalam perairan dalam air dapat menyebabkan logam-logam tertentu menjadi sinergentis atau sebaliknya, menjadi antagonis bila telah membentuk suatu ikatan. Di samping itu, interaksi antara logam-logam tersebut bisa juga gagal atau tidak terjadi sama sekali. Tetapi untuk logam-logam berat yang bersifat sinergentis, apabila bertemu dengan pasangannya dan


(32)

membentuk senyawa dapat berubah fungsi menjadi racun yang sangat berbahaya dan atau mempunyai daya racun yang berlipat ganda. Sebaliknya, untuk logam-logam berat yang bersifat antagonis, apabila terjadi persenyawaan dengan pasangannya maka daya racun yang ada pada logam berat tersebut akan berkurang(semakin kecil).

c). Fisiologis dari biota (organismenya)

Proses fisiologi yang terjadi pada setiap biota turut mempengaruhi tingkat logam berat yang menumpuk (akumulasi) dalam tubuh dari biota perairan. Besar kecilnya jumlah logam berat yang terkandung dalam tubuh akan daya racun yang ditimbulkan oleh logam berat. Di samping itu proses fisiologi ini turut mempengaruhi peningkatan kandungan logam berat dalam badan perairan. Ada biota-biota tertentu yang mempunyai kemampuan untuk menetralisasi(mentoleransi) logam-logam berat tertentu sampai pada konsentrasi tertentu pula (mempunyai toleransi tinggi). Sementara itu, biota-biota lainnya tidak memiliki kemampuan untuk menetralisasi daya racun dari logam-logam berat yang masuk(toleransi rendah). Menurut Moriaty (1987) , logam berat yang masuk ke perairan dapat merubah struktur komunitas perairan, jaringan makanan, genetik, bentuk fisik , dan resistensi biota air. Logam berat dapat merusak stabilitas, keanekaragaman, dan kedewasaan ekosistem perairan.

d). Kondisi biota

kondisi dari biota-biota berkaitan dengan fase-fase kehidupan yang dilalui oleh biota dalam hidupnya( Palar,2008). Menurut Manahan (2002) akumulasi logam berat dalam tubuh hewan air dipengaruhi banyak faktor antara lain : kadar


(33)

logam berat dalam air, kadar logam berat dalam sedimen, Ph air dan Ph sedimen dasar perairan, tingkat pencemaran air dalam bentuk COD (Chemical Oxygen Demand), kandungan sulfur dalam air dan sedimen, jenis ikan, umur dan ukuran tubuh. Bila konsentrasi logam berat tinggi dalam air, ada kecenderungan konsentrasi logam berat tinggi dalam air, ada kecenderungan konsentrasi logam tersebut tinggi dalam sedimen, dan akumulasi logam berat dalam tubuh ikan semakin tinggi.

Pergerakan logam berat serta ketersediaanya di lingkungan perairan tentunya akan memberikan dampak yang buruk pada biota perairan salah satunya adalah ikan yang mana akan berdampak juga pada manusia. Hal ini terlihat dari adanya hasil penelitian. Sedangkan menurut hasil penelitian Rosmidah pada tahun 2004 diketahui bahwa kadar merkuri pada ikan tongkol sebesar 0,0001265 ppm, ikan gembung 0,0000779 ppm, ikan dencis sebesar 0,0001151 ppm, ikan pari sebesar 0,0001122 ppm, ikan kerapu sebesar 0,0001179 ppm, ikan gabus pasir sebesar 0,0001322 ppm, ikan mujair sebesar 0,0001408 ppm dan pada kerang sebesar 0,0000493 ppm. Sedangkan menurut hasil penelitian Uly (2011) kadar kadmium pada ikan sembilang dan ikan asin kepala batu ditemukan masing-masing adalah 0,033-0,04 ppm dan 0,004-0,06 ppm.

Akumulasi kadmium pada rantai makanan tertinggi yaitu manusia menurut hasil penelitian Ida (2004) di rambut konsumen dari keluarga nelayan Bagan Deli Belawan antara 4,342-5,107 ppm. Sedangkan pada keluraga bukan nelayan dari kelurahan sicanang ditemukan logam kadmium pada rambut antara 2,67-3,10 ppm.


(34)

2.6 Jenis-jenis Ikan Asin

1. Ikan Lemuru (Sardinella aurita)

Ikan lemuru merupakan ikan yang berukuran kecil, ramping, dan mempunyai panjang tubuh sekitar 15 cm. Ikan lemuru dilekatkan pada beberapa spesies dari marga Amblygaster yang mana kerabat terdekatnya Sardinella. Ikan lemuru yang lebih dikenal dengan ikan dencis yang sering digunakan pada ikan kaleng sering ditemukan dekat permukaan laut tidak jauh dari pantai. Lemuru diketahui memangsa plankton yang ada di lingkungannya. Ikan lemuru biasa dijual dalam keadaan segar, akan tetapi kebanyakan ikan ini diolah menjadi ikan asin, ikan pindang atau sarden.

Sebagai salah satu hasil perairan laut, ikan lemuru merupakan jenis ikan yang tergolong mudah rusak (perishable food). Tubuh ikan lemuru ini mempunyai kadar air yang tinggi (60-84%). Di perairan Indonesia ikan lemuru (Sardinella sp) banyak dijumpai di Indonesia (Afrianto dan Liviawaty,1989) .Menurut Nontji (1993) dalam Rosmidah ikan ini biasanya hidup bergerombol. Badannya langsing dengan warna biru kehijau-hijaun pada bagian punggung dan keperak-perakan pada bagian bawahnya. Makanan utamanya adalah plankton. Untuk itu, ia dilengkapi dengan tapis insang (gill rakers) untuk menapis atau menyaring plankton makanannya.


(35)

2. Ikan Gelama (Pseudoceina amoyensis)

Ikan Gelama atau ikan kepala batu merupakan salah satu ikan yang tidak hanya ditemukan dalam bentuk segar tetapi jugan dalam bentuk diasinkan. Menurut Sunyoto (2000) ikan gelama atau ikan kepala batu merupakan ikan yang habitatnya di daerah laut dangkal terutama di daerah muara sungai dan selalu dimanfaatkan sebagai salah satu ikan yang diproduksi secara tradisional dalam bentuk ikan asin. Ikan ini memiliki nilai ekonomis yang baik dan dalam proses pengangkapannya juga tidak sukar.

3. Ikan Kresek (Tryssa mystax)

Ikan kresek termasuk ikan pelagis yang suka bergerombol. Ikan kresek hidup di perairan pantai dan muara sungai. Ikan ini memilki bentuk badan sangat pipih, bagian atas badan berwarna sawo matang atau kuning agak pucat dan siripnya berwarna putih perak. Adapun panjang ikan ini pada umumnya 17,5 cm sampai 20 cm. Ikan kresek merupakan ikan yang digemari masyarakat dalam bentuk ikan asin. Ikan kresek juga merupakan bahan dalam pembuatan terasi (Direktorat jendral perikanan, 1979). Menurut Weber dan Beaufort (1965) ikan ini sering memasuki perairan manggrove dan perairan payau.

4. Ikan Kembung (Rastrelliger kanagurta)

Ikan kembung mempunyai dua jenis yaitu kembung jantan dan kembung betina. Kembung jantan mempunyai tubuh yang lebih lansing, dan biasanya terdapat di perairan yang agak jauh dari pantai. Sedangkan kembung betina mempunyai tubuh yang lebih lebar dan lebih pendek, dijumpai di perairan dekat


(36)

pantai. Ikan kembung termasuk jenis ikan yang hidupnya secara bergerombol di tengah-tengah laut, yaitu antara dasar dan permukaan yang kondisi airnya hangat (Agus,1995).

Ikan kembung termasuk ikan benthopelagik, yang kadang-kadang hidup bentik (hidup di dasar daerah tepian landasan benua bawah air, antara jurang continental shelf dan tepi pantai), kadang-kadang hidup dekat permukaan laut bergantung kepada musim, seringkali ikan ini berkumpul bergerombolan dan banyak sekali ke permukaan pada musim tertentu (Ridwansyah,2002).

5. Ikan Cincaru (Eleutheronema tetradactylum)

Ikan Cincaru mempunyai nilai ekonomis yang penting. Ikan ini selain dalam bentuk segar jugan dikelola dalam bentuk ikan asin (Ratna,2001). Di Indonesia terdapat banyak jenis ikan Cincaru. Habitat dari ikan Cincaru ini yaitu di air payau, air laut, dan air tawar. Ikan ini juga terdapat di tambak-tambak dan sungai-sungai. Jika sungai tersebut terhubung ke danau, maka ikan cincaru ini akan menetap di danau tersebut. Ikan ini banyak dikonsumsi di beberapa negara salah satunya adalah Indonesia (Anugerah,1993).

2.7 Merkuri

2.7.1 Karakteristik merkuri

Logam merkuri atau air raksa, mempunyai nama kimia hydragyrum yang berarti perak cair. Logam merkuri dilambangkan dengan Hg. Pada tabel periodika unsur-unsur kimia menempati urutan (NA) 80 dan mempunyai bobot atom (BA200,59). Merkuri telah dikenal manusia sejak manusia mengenal peradaban.


(37)

Logam ini dihasilkan dari sebijih sinabar, HgS, yang mengandung unsur merkuri antara 0,1%-4% (Palar,2008).

Merkuri(Hg) pada udara yang jenuh mengandung 15 mg/m³ pada suhu 20ᵒC dan 68 mg/m³ pada suhu 40ᵒC. Merkuri dan senyawa garamnya mempunyai batas yang diperbolehkan. Dosis fatal garam merkuri, misalnya sublimat 1 gram. Sedangkan batas paparan senyawa alkil merkuri adalah 0,01 mg/m³. Batas kadar alkil merkuri dalam makanan tidak lebih dari 0,5 mg/kg dan konsumsinya tidak lebih dari 0,5 kg (Robbert et all,1987).

Kelimpahan Hg di bumi menempati urutan ke-67 di antara elemen lainnya pada kerak bumi. Merkuri (Hg) akan memadat pada tekanan 7.640 Atm. Merkuri dapat larut dalam asam sulfat atau asam nitrit, tetapi tahan terhadap basa. Hg juga mudah membentuk alloy amalgama dengan logam lainnya, seperti emas (Au), perak (Ag), platinum (Pt), dan tin (Sn). Salah satu gabungan senyawa merkuri yang bersifat toksik adalah HgCl2 (Wahyu dkk,2008).

Menurut Palar (2008), secara umum logam merkuri memiliki sifat-sifat yaitu ;

a. Berwujud cair pada suhu kamar (25ᵒC) dengan titik beku paling rendah sekitar -39ᵒC.

b. Masih berwujud cair pada suhu 396ᵒC. Padatemperatur 396ᵒC ini telah terjadi pemuaian secara menyeluruh.

c. Merupakan logam yang paling mudah menguap jika dibandingkkan dengan logam-logam yang lain.


(38)

d. Tahanan listrik yang dimiliki sangat rendah, sehingga menempatkan merkuri sebagai logam yang sangat baik untuk menghantarkan daya listrik. e. Dapat melarutkan bermacam-macam logam untuk membentuk alloy yang

disebut juga amalgam.

f. Merupakan unsur yang sangat beracun bagi semua mahkluk hidup, baik itu dalam bentuk unsur tunggal (logam) ataupun dalam bentuk persenyawaan.

Organisme perairan dapat mengakumulasi merkuri (Hg) dari air, sedimen, dan makanan yang dikonsumsi. Pengambilan melalui makan merupakan sumber penting keberadaan logam berat yang terdapat dalam tubuh organisme. Pentreath (1976) membandingkan akumulasi dan distribusi merkuri (Hg) dalam jaringan ikan plaice yang dikontaminasikan pada merkuri anorganik dan MeHg dalam makanan dan dalam air, serta menemukan bahwa hanya hewan uji yang dikontaminasi melalui makananlah yang mengakumulasi merkuri secara efektif dan merkuri tersebut terdistribusi di dalam jaringan. Melalui proses akumulasi secara biologi (bioakumulasi), proses perpindahan secara biologi (biotransfer), dan pembesaran secara biologi (biomagnifikasi) yang terjadi secara alamiah organisme laut mengakumulasi merkuri dalam konsentrasi tinggi dan selanjutnya terjadi keracunan pada manusia yang mengkonsumsinya (Yasuda,2000).

Menurut Palar (2008), logam merkuri yang masuk ke badan air atau sungai dan mengendap pada sedimen akan diubah oleh aktivitas bakteri pada sedimen dasar perairan menjadi senyawa Hg2+ dan Hg0. Karena dipengaruhi oleh faktor

fisika maka senyawa-senyawa tersebut mudah menguap ke udara. Kemudian merkuri menguap ke lingkungan udara kembali masuk ke badan air oleh


(39)

datangnya hujan. Selanjutnya ion merkuri yang mengendap dalam lumpur kembali akan mengalami perubahan metil merkuri yang mana mudah larut dalam air dan dimakan oleh biota perairan seiring dengan rantai makanan.

2.7.2 Sumber Logam Merkuri

Sumber Hg secara alami dari kerak bumi termasuk tanah, sungai, dan laut, diperkirakan sebesar 25.000-150.000 ton/tahun. Sementara itu, Hg di atmosfer sebagian besar berasal dari sektor transportasi. Pada tahun 1976, sumber Hg yang berasal dari aktivitas manusia tercatat sebesar 8.000-10.000 ton/tahun. Bahan bakar mengandung Hg sebanyak 1 ppm dan diperkirakan kurang lebih 5.000 ton/tahun emisi gas Hg berasal dari pembakaran batu bara, gas alam, dan pemurnian bahan bakar minyak (BBM) (Klaassen et al,1986).

Dalam bidang industri sumber Hg berasal dari indusri yang memproses klorin, reduksi coustic soda,industri pertambangan, dan proses pengolahan bijih Hg, industri metalurgi dan electroplating, industri kimia, pabrik tinta, pabrik kertas, penyamakan kulit, pabrik tekstil, serta perusahaan farmasi (Wijayanto,2005).

2.7.3 Kegunaan Logam Merkuri

Dalam keseharian, pemakaian bahan merkuri telah berkembang sangat luas. Merkuri digunakan dalam bermacam-macam perindustrian, untuk peralatan elektris, digunakan untuk alat-alat ukur,dalam dunia pertanian, dan keperluan-keperluan lainnya. Adapun kegunaan dari logam merkuri ini adalah :


(40)

a. Dalam industri khor-alkali, merkuri digunakan untuk menangkap logam natrium (Na). Logam natrium tersebut dapat ditangkap oleh merkuri melalui prses elektrolisa dari larutan garam natrium khlorida (NaCl). b. Pada peralatan listrik, merkuri digunakan pada pembuatan lampu listrik. c. Pada laboratorium, logam merkuri digunakan sebagai alat ukur.

Contohnya sepeti termometer.

d. Dalam bidang pertanian, senyawa merkuri banyak digunakan sebagai fungisida yang berfungsi untuk membunuh jamur. Senyawa yang digunakan yang sering digunakan dalam bidang pertanian adalah senyawa metil merkuri disiano diamida (CH2-Hg-NH-CNHNHCN)2 metil merkuri

nitrit (CH2-Hg-CN), metil merkuri asetat (CH2-Hg-COOH)2 dan senyawa

etil merkuri khlorida (C2H5-Hg-Cl).

e. Pada industri pulp dan kertas, merkuri digunakan adalah senyawa FMA (Fenil Merkuri Asetat) yang bertujuan untuk mencegah pembentukan kapur pada pulp dan kertas basah selama proses penyimpanan (Palar,2008).

2.7.4 Bentuk Merkuri di Lingkungan

A. Merkuri Anorganik

Toksisitas senyawa merkuri anorganik tergantung pada berbagai faktor, antara lain bentuk senyawa Hg, jalur paparan Hg, lamanya paparan, serta kandungan unsur lain yang terdapat di dalam makanan. Merkuri anorganik memiliki afinitas yang tinggi terhadap fosfat, sistin, dan histidil rantai samping


(41)

dari protein, purin, pteridin, dan porfirin, sehingga Hg bisa terlibat dalam proses seluler. Toksisitas ini terjadi pada umumnya karena interaksi Hg dengan kelompok thiol dari protein (Wahyu dkk,2008).

Salah satu contoh bentuk dari merkuri anorganik yaitu garam merkuri anorganik. Garam merkuri anorganik dapat mengakibatkan presipitasi protein, merusak mukosa alat pencernaan, termasuk mukosa usus besar, dan merusak membran ginjal ataupun membran filter glomelurus, menjadi lebih permeabel terhadap protein plasma yang sebagian besar akan masuk ke dalam urin.

Senyawa merkuri anorganik, seperti Hg(NO3), HgCl2, dan HgO pada

toksisitas akut akan terjadi gelaja muntah, kehilangan kesadaran, mulut terasa tebal, sakit abdominal, diare disertai darah dalam feses, oliguria, albuminuria, anuria, ureamia, ulserasi, dan stomatitis. Sedangkan toksisitas kronis dari merkuri anorganik akan terjadi gejala gangguan sistem syaraf, antara lain berupa tremor, terasa pahit di mulut, gigi tidak kuat dan rontok, anemia, albuminuria, dan gejala lain berupa kerusakan ginjal serta kerusakan mukosa usus.

B. Merkuri Organik

Senyawa merkuri organik seperti metil merkuri dan alkil merkuri lebih toksik dibandingkan merkuri anorganik. Hal ini disebabkan karena alkil merkuri yang merupakan salah satu senyawa dari merkuri organik bisa membentuk senyawa liphophilus yang mampu melintasi membran sel dan lebih mudah diabsorpsi serta berpenetrasi menuju sistem saraf. Demikian juga alkil merkuri mampu mempenetrasi placental barier dan akan lebih lama tersimpan dalam


(42)

tubuh. Sedangkan metil merkuri juga memiliki toksisitas yang tinggi sehingga mengakibatkan disfungsi blood-brai barrier , merusak permeabilitas membran, menghambat beberapa enzim, menghambat sintesis protein, dan menghambat penggunaan substrat protein. Namun demikian, alkil merkuri ataupun metil merkuri tidak mengakibatkan kerusakan membran mukosa sehingga toksisitas merkuri organik lebih lambat dari toksisitas merkuri anorganik(Wahyu dkk,2008).

Senyawa merkuri organik lainnya adalah akil-merkuri. Senyawa ini di lingkungan banyak ditemukan dalam bentuk FMA (fenil merkuri asetat). Sama halnya dengan senyawa merkuri organik lainnya, fenil merkuri asetat setelah sampai dalam darah akan mengalami oksidasi dan berubah menjadi senyawa merkuri anorganik. Beberapa pengujian yang dilakukan bahwa senyawa fenil merkuri asetat tersebut akan berikatan dengan sel-sel darah merah (eritrosit). Meski untuk penyerapan senyawa ini sangat ditentukan oleh kelarutan dan ukuran partikelnya, fenil merkuri asetat cenderung untuk lebih mudah diserap dibandingkan senyawa merkuri anorganik (Palar,2008).

2.7.5 Toksikokinetika Merkuri

Perjalanan suatu bahan toksik dalam tubuh sampai timbulnya efek terhadap tubuh mengalami beberapa tahapan atau proses yaitu : absorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi (Soemirat,2009). Adapun tahap atau proses perjalanan merkuri di dalam tubuh sampai dibuang sebagai hasil samping dari metabolisme tubuh:


(43)

1. Absorbsi

Absorbsi metal merkuri di dalam tubuh manusia dapat terjadi melalui makanan, minuman, dan pernafasan serta kontak kulit. Paparan merkuri melalui jalur kulit biasanya berupa senyawa HgCl2, yang mana jumlah Hg yang diabsorbsi

tergantung kepada jalur masuknya, lama paparan, dan bentuk senyawa merkuri. Menurut beberapa penelitian metal merkuri akan diserap melalui saluran cerna, uap senyawa metal merkuri seperti uap metil merkuri klorida yang dapat diserap melalui pernafasan. Penyerapa metil merkuri dapat juga melalui kulit. Merkuri setelah di absorbsi di jaringan mengalami oksidasi membentuk merkuri divalent (HG2+) yang dibantu oleh enzim katalase. Inhalasi merkuri bentuk uap akan di absorbsi melalui sel darah merah, lalu ditransformasikan menjadi merkuri divalen. Sebagian akan menuju otak, yang kemudian diakumulasi di dalam jaringan.

2. Distribusi

Pada saat terpapar oleh logam merkuri dan di absorbsi dalam jaringan, logam merkuri akan ditransper ke dalam darah, seperti uap logam merkuri (Hg) akan terserap oleh alveoli dan diteruskan ke dalam darah. Dalam darah akan mengalami proses oksidasi dengan bantuan enzim hidrogeperoksida katalase sehingga berubah menjadi divalen, selanjutnya dibawa ke seluruh tubuh bersama peredaran darah dan terakumulasi di hati dan ginjal. Sebagian merkuri dikeluarkan bersama urine.

Selain menumpuk, ternyata merkuri dapat menembus membran plasenta pada wanita hamil. Senyawa merkuri tersebut masuk bersama makanan melewati


(44)

plasenta karena dibawa oleh peredaran darah ke janin. Sehingga dapat merusak otak janin dan bayi lahir kemungkinan akan cacat.

3. Metabolisme

Pada proses metabolisme dalam tubuh setelah di absorbsi di dalam jaringan, merkuri organik dan anorganik akan sangat mudah berikatan dengan protein dan berbagai jenis enzim katalase. Sebagian dari senyawa merkuri organik seperti alkil merkuri akan diubah menjadi senyawa anorganik. Setelah leawt waktu paruh senyawa merkuri akan dikeluarkan dari dalam tubuh sebagai hasil samping metabolisme. Hanya sebagian kecil yang dikeluarkan jika dibandingkan dengan jumlah uap atau senyawa merkuri yang masuk ke dalam tubuh. Sebagian besar senyawa atau uap merkuri akan ditranspormasikan melalui sel darah merah selanjutnya akan terakumulasi dalam berbagai organ bagian dalam tubuh seperti hati, ginjal, dan otak.

4. Ekskresi

Ekskresi merkuri dari tubuh melalui urin dan feses dipengaruhi oleh bentuk senyawa merkuri, besar dosis merkuri, serta waktu paparan. Merkuri yang masuk ke dalam hati akan terbagi dua. Sebagian akan terakumulasi di dalam hati, dan sebagian lainnya akan dikirim ke empedu. Di dalam kantung empedu merkuri organik dirombak menjadi merkuri anorganik kemudian akan dikirim lewat darah ke ginjal, dimana sebagian akan terakumulasi dalam ginjal dan sebagian lagi akan dibuang bersama dengan urine. Sedangkan ekskresi merkuri organik sebagian besar terjadi dengan ekskresi feses. Waktu paruh pada merkuri untuk bisa dibuang atau terakumulasi dalam jaringan adalah 40 hari (Palar,2008).


(45)

2.7.6 Efek Pencemaran Merkuri

Toksisitas logam berat dapat dikelompokan menjadi 3 sifat ¸ yaitu bersifat toksik tinggi yang terdiri dari unsur-unsur Hg, Cd, Pb, Cu, dan Zn; bersifat toksik sedang, yang terdiri dari unsur-unsur Cr,Ni, dan Co; dan bersifat toksik rendah, yang terdiri atas unsur Mn dan Fe. Logam berat tersebut bersifat toksik karena tidak bisa dihansurkan (non-degradable) oleh organisme hidup yang ada di lingkungan sehingga logam-logam tersebut terakumulasi ke lingkungan (Wahyu dkk,2008).

Ion merkuri dapat menyebabkan toksik terhadap manusia karena dapat berikatan dengan protein, menghambat kerja enzim dan bersifat korosif. Ion merkuri juga dalam darah dapat berikatan dengan gugus sulfuhidril fosforil, amida dan amina, dimana dalam gugus tersebut reaksi fungsi enzim akan terganggu. Pengaruh toksisitas merkuri pada manusia, seperti bentuk merkuri (HgCl2) lebih toksik daripada merkuri HgCl karena bentuk divalent lebih mudah

larut dibandingkan dengan bentuk monovalen, dan juga lebih cepat dan mudah di absorbsi sehingga daya toksisitasnya lebih tinggi (Darmono,2001).

Masuknya merkuri ke dalam tubuh dan kemudian tubuh mengakumulasinya menyebabkan efek terhadap tubuh. Adapun efek yang bisa ditimbulkan adalah :

1. Keracunan Akut

Keracunan akut yang disebabkan oleh logam merkuri umumnya terjadi pada pekerja-pekerja industri, pertambangan dan pertanian, yang menggunakan


(46)

merkuri sebagai bahan baku, katalis dan pembentuk almagam atau pestisida (Palar,2008).

Menurut Robert (1987) masuknya logam merkuri kedalam tubuh yang menyebabkan keracunan akut dapat melalui:

1. Melalui mulut

Keracunan merkuri melalui mulut menimbulkan rasa logam, haus, sakit perut yang berat, muntah, dan diare berdarah. Diare berdarah dapat terjadi selama beberapa minggu. Antara 1 sampai ¸ minggu setelah keracunan, pengeluaran urin dapat berhenti, dan kematian terjadi disebabkan oleh uremia. Pada keracunan merkuri klorida dapat terjadi penyempitan esofagus, usus, dan lambung.

2. Melalui inhalasi

Keracunan uap merkuri kadar tinggi melalui inhalasi dapat segera menimbulkan dispnea, batuk, demam, mual, muntah, diare, stomatis, salivasi, dan rasa logam. Gejala ini dapat berkembang menjadi pneumonitis, bronkitis kronik nekrotik, edema paru, dan pneumotoraks. Pada saat anak-anak gejala ini dapat berakibat fatal. Selain itu dapat terjadi asidosis dan kerusakan ginjal dengan gagal ginjal. Sedangkan pada keracunan senyawa merkuri organik yang mudah menguap dengan kadar tinggi dapat menimbulkan rasa logam, kepala pening, diare, bicara tidak jelas, dan kadang-kadang konvulsi yang berakibat fatal.

2. Keracunan kronik

Keracunan kronis merupakan keracunan yang terjadi secra perlahan dan berlangsung dalam selang waktu yang panjang. Pada keracunan kronis biasanya


(47)

penderita tidak mengetahui bahwa di dalam tubuhnya telah menumpuk sejumlah racun, sehingga pada batas daya tahan yang dimiliki tubuh, racun yang telah mengendap dalam selang waktu yang panjang akan terus bekerja dan pengobatan akan menjadi sangat sulit untuk dilakukan (Palar,2008).

Menurut Robbert (1987) masuknya logam merkuri ke dalam tubuh dapat melalui:

a. Melalui mulut dan suntikan

Keracunan karena suntikan senyawa merkuri organik, atau keracunan melalui senyawa merkuri organik atau garam merkuri organik yang tidak larut atau sedikit terdisosiasi dalam waktu lama dapat menyebabkan urtikaria yang dapat berkembang menjadi dermatitis, stomatitis, salivasi, diare, anemia, leukopenia, kerusakan hati, dan kerusakan ginjal yang dapat berkembang menjadi gagal ginjal akut dengan anuria. Suntikan senyawa organik sebagai obat diuretika, menyebabkan fungsi jantung tidak teratur atau depresi, dan reaksi anafilatik.

b. Melalui inhalasi dan kontak kulit

Inhalasi debu dan uap merkuri serta senyawa merkuri organik, atau absorpsi merkuri dan senyawa merkuri melalui kulit dalam waktu lama, dapat menyebabkan “merkurialisme” dengan gejala yang timbul bervariasi, termasuk tremor, salivasi, stomatitis, gigi rontok, garis biru hitam pada gusi, rasa sakit dan kebas pada anggota badan, nefritis, diare, gelisah, sakit kepala, berat badan menurun, anoreksia, depresi mental, insomnia, iritabilitas, instabilitas, halusinasi, dan kemerosotan mental.


(48)

Merkuri (Hg) selain diakumulasi pada berbagai organ juga mampu menembus membran plasenta sehingga bisa mencapai janin. Hasil penelitian menunjukan bahwa otak janinlebih rentan terhadap metil merkuri dibandingkan otak orang dewasa. Hal ini bisa terlihat pada tabel berikut

Tabel 2.1 Konsentrasi Hg Pada Berbagai Organ Induk dan Janin

Organ Hg pada induk (µg/g) Hg pada janin (µg/g)

Ginjal 518 5,8

Paru-paru 77,5 0,6

Hati 8 10,1

Cerebrum 10,9 0,05

Cerebellum 5,8 0,24

Jantung 3,¸ 0,15

Limpa 5,¸ 1,8

Darah 15 µg/100 ml 2,35µg/100ml

Sumber : Smith dalam Palar, 1994

2.7.7 Kadar Batas Aman

Kadar batas aman yang diperbolehkan di perairan menurut Kepmen LH No.54 tahun 2004 untuk merkuri di perairan adalah 0,001. Sedangkan menurut M Peraturan Pemerintah No 82 tahun 2001 kadar batas aman merkuri yang diperbolehkan di perairan adalah 0,03 mg/L. Konsentrasi merkuri (Hg) pada makanan yang diolah di Indonesia diatur dalam Surat Keputusan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) NOMOR HK.00.06.1.52.4011 tahun 2009 kadar batas aman yang diperbolehkan adalah 0.5 ppm. Sedangkan standar yang dikeluarkan oleh Food and Drug Agency (FDA USA) juga 0,5 ppm (Standar di Jepang Hg total 0,4 ppm).


(49)

2.8 Kadmium (Cd)

2.8.1 karakteristik Kadmium

Kadmium memiliki nomor atom 40 dan berat atom 112,4 gr/mol. Kadmium mempunyai titik didih 767 dan juga titik leleh 321ᵒC (Wahyu dkk, 2008).Logam Cd atau cadmium(Kadmium) mempunyai penyebaran yang sangat luas di alam. Hanya ada satu jenis mineral kadmium di alam, taitu greennockite (CdS) yang selalu ditemukan bersamaan dengan mineral spalerite (ZnS). Mineral greennockite ini sangat jarang ditemukan di alam, sehingga dalam eksploitasi kadmium, biasanya merupakan produksi sampingan dari peristiwa peleburan dan refining bijih-bijih seng (Zn). Biasanya pada konsentrasi bijih Zn, didapatkan 0,2-0,3% logam kadmium. Di samping itu kadmium (Cd) juga di produksi dari peleburan bijih-bijih Pb (timah hitam) dan Cu (tembaga). Namun demikian, Zn merupakan sumber utama dari logam kadmium, sehingga produksi dari logam tersebut sangat dipengaruhi oleh Zn (Palar,2008).

Kadmium (Cd) merupakan logam yang paling banyak ditemukan pada lingkungan khususnya lingkungan perairan, serta memiliki efek toksik yang tinggi bahkan pada konsentrasi yang rendah (Almeida et al,2009). Menurut Patrick (2003) kadmium diketahui memiliki waktu paruh yang panjang dalam tubuh organisme dan pada umumnya akan terakumulasi di dalam hepar dan ginjal.

Seperti halnya unsur-unsur kimia lainya terutama golongan logam, logam kadmium mempunyai sifat tersendiri. Menurut Palar (2008) adapun sifat-sifat dari logam kadmiun meliputi :


(50)

a. Kadmium merupakan logam yang lunak, ductile, berwarna putih seperti putih perak akan kehilangan kilapnya bila berada dalam udara yang basah atau lembab serta akan mengalami kerusakan bila terkontaminasi oleh uap amonia (NH3) dan sulfur hidroksida (SO2)

b. Kadmium merupakan logam yang mudah bereaksi dan tahan terhadap tekanan.

c. Kadmium bisa bersifat tidak stabil jika membentu ion Cd2+ d. Kadmium akan menghasilkan kadmium oksida bila dipanaskan e. Kadmium dapat dimanfaatkan untuk pencampuran logam lain

seperti: nikel (Ni), emas (Au), cuprum (Cu), dan besi (Fe).

2.8.2 Sumber logam Kadmium

Sumber kadmium yang ada di lingkungan berasal dari dari alam dan aktivitas manusia. Kadmium yang berasal dari alam terdapat pada kerak bumi bersamaan dengan seng (Zn). Sedangkan yang berasal dari aktivitas manusia bersumber dari bidang industri yang melibatkan Cd dalam proses operasional industrinya menjadi sumber pencemaran kadmium. Penelitian yang pernah dilakukan Klein (1974) dapat diketahui kandungan rata-rata Cd dalam air bungan rumah tangga dan buangan industri ringan, seperti pada tabel berikut.


(51)

Tabel 2.2 Kandungan Cd Dalam beberapa jenis Air Buangan

Jenis Industri Kons.Cd(ug/l)

Pengolahan roti 11

Pengolahan ikan 14

Makanan lain 6

Minuman ringan ¸

Pencelupan tekstil 30

Bahan kimia 27

Pengolahan lemak 6

Bakery ¸

Minuman 5

Es cream 31

Pengolahan dan pencelupan bulu binatang 115

Laundry 134

Sumber : Klein et al, 1974 ; Palar, 2008

2.8.3 Kegunaan Kadmium (Cd)

Logam kadmium sangat banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari manusia. Logam ini telah digunakan semenjak tahun 1950 dan total produksi dunia adalah sekitar 15.000-18.000 per tahun. Prinsip dasar atau prinsip utama dalam penggunaan kadmium adalah sebagai bahan “stabilisasi” sebagai bahan pewarna dalam industri plastik dan pada elektroplating. Namun sebagian dari substansi logam Kadmium ini juga digunakan untuk solder dan alloy-alloynya digunakan pula pada baterai. Umumnya logam Kadmium (Cd) senyawa oksidasi dari Kadmium (CdO), hidrat (CdH2), dan khloridanya paling banyak digunakan


(52)

Adapun penggunaan dan pemanfaatan Kadmium meliputi :

1. Senyawa CdS dan CdSes yang banyak digunakan sebagai zat warna.

2. Senyawa Cd sulfat (CdSO4) yang digunakan dalam industri baterai

yang berfungsi sebagai pembuatan sel wseton karena memiliki potensial voltase stabil, yaitu 1,0186 volt.

3. Senyawa Cd-bromida (CdBr) dan Cd-ionida (CdI2) yang digunakan

untuk fotografi.

4. Senyawa dietil-Cd [(C2H2)2Cd] yang digunakan untuk pembuatan

tetraetil-Pb.

5. Senyawa Cd-Stearat untuk perindustrian manufaktur polyvinikhlorida (PVC) sebagai bahan untuk stabilizer (Wahyu dkk, 2008).

2.8.4 Toksikokinetika Kadmium (Cd)

Masuknya logam kadmium kedalam tubuh hewan atau manusia dapat melalui beberapa cara meliputi ;

1. Dari udara yang tercemar, misalnya asap rokok dan asap pembakaran batu bara.

2. Melalui wadah/tempat berlapis Cd yang digunakan untuk tempat makanan atau minuman

3. Melalui kontaminasi perairan dan hasil pertanian yang tercemar kadmium


(53)

5. Melalui konsumsi daging yang diberi obat anthelminthes yang mengandung kadmium

Dari beberapa cara tersebut, kadmium yang masuk ke tubuh akan mengalami proses absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi di dalam tubuh. Adapun tahap-tahap tersebut meliputi ;

a. Absorpsi

Kadmium yang masuk akan diabsorpsi baik di dalam tubuh. Menurut Supriharyono (2009) logam berat kadmium mudah diabsopsi dalam bentuk garam Cd terlarut . Namun kadmium tidak diabsorpsi dengan baik ketika kadar kadmium 5-8%. Akan tetapi, itu tetap lebih tinggi dibandingkan absorpsi mineral dan sulit dieleminasi dalam tubuh sehingga akan di deposit di dalam tubuh. Tubuh yang terpapar dengan kadmium akan diabsorpsi yang mana proporsi kadmium dalam tubuh organisme dipengaruhi oleh umur. Hal ini bisa terlihat dari mencit muda bisa menyimpan 10% dari kadmium yang diberikan secara oral ¸ minggu setelah pemberian, sedangkan mencit dewasa hanya mengabsorpsi 1%. Mencit dan tikus yang baru lahir mengabsorpsi kadmium lebih besar daripada mencit dewasa (Wahyu dkk, 2008).

Dalam pencernaan absorpsi kadmium dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain ; spesies, jenis, dan susunan kimia kadmium serta dosis dan frekuensi paparan kadmium (Cd), absorpsi kadmium dalam saluran pencernaan meliputi 2 tahap yaitu:


(54)

1. Penyerapan kadmium dari lumen usus melewati membran brush border ke dalam sel mukosa

2. Transpor kadmium ke dalam aliran darah dan deposisi dalam jaringan terutama di deposit di hati dan ginjal. Seperti halnya Zn, kadmium(Cd) memiliki afinitas yang tinggi pada testis sehingga konsentrasi pada jaringan testis juga lebih tinggi dibandingkan pada jaringan lainnya. b. Distribusi

Kadmium yang diabsorpsi oleh tubuh kemudian akan ditransportasikan dalam darah yang berikatan dengan sel darah merah dan protein berat molekul tinggi dalam plasma, khususnya oleh albumin. Sedangkan pada kadar yang kecil kadmium akan ditransformasikan oleh metalotionin. Kadar kadmium dalam darah pada orang dewasa yang terpapar kadmium secara berlebihan biasanya 1ug/l, sedangkan pada bayi baru lahir mengandung kadmium cukup rendah, yaitu kurang dari 1mg dari beban total tubuh.

c. Metabolisme

Kadmium yang ditranformasikan dalam darah berikatan dengan protein yang memiliki berat molekul rendah, yaitu metalotionin yang memiliki berat molekul 6.000. metalotionin merupakan protein yang sangat peka dan akurat sebagai indikator pencemaran. Menurut Hall (2002), pada dasarnya metalotionin dapat terbentuk dari tionein yang berikatan dengan segala macam logam baik logam esensial maupun non esensial/logam berat. Hal itu didasarkan pada suatu fenomena alam dimana logam-logam dapat terikat di dalam jaringan tubuh


(55)

organisme karena adanya protein tersebut. Setelah toksikan kadmium memasuki darah, toksikan didistribusikan dengan cepat ke seluruh tubuh. Pengikatan toksikan dalam jaringan tersebut menyebabkan lebih tingginya kadar toksikan dalam jaringan tersebut. Kadmium memiliki afinitas yang kuat terhadap hepar dan ginjal. Sekitar 50-70% kadmium yang berada di dalam tubuh terdapat pada organ tersebut. Apabila protein metalotionin hepar dan ginjal tidak mampu lagi melakukan detoksifikasi, maka akan terjadi kerusakan hepar dan ginjal (Wahyu,dkk, 2008).

d. Ekskresi

Kadmium(Cd) yang masuk ke dalam tubuh yang masuk melalui pencernaan akan dibuang melalui feses sekitar 2-4 minggu setelah terpapar Cd dan sebagian kecil dikeluarkan melalui urin (Haas, 2005). Pada umumnya, kadmium yang ada di dalam tubuh manusia akan diekskresikan melalui urin, sedangkan pada hewan, sebagian besar diekskresikan melalui feses.

Cardenas (1991) meneliti pada wanita yang berhubungan dengan kegiatan peleburan kadmium yang bekerja selam 8 tahun membuktikan bahwa kandungan kadmium pada urin wanita yang tidak terpapar memiliki kadar 0,31µg/g kreatinin dan wanita yang terpapar kadmium memiliki kadar 35,7µg/g kreatinin . Sementara itu, kadar kadmium dalam darah wanita yang tidak terpapar kadmium adalah sebesar 1,85 µg/l, sedangkan pada wanita yang terpapar sebesar 22,4µg/l.


(56)

2.8.5 Efek pencemaran Kadmium (Cd)

Toksisitas logam dapat bersifat akut dan kronis selain tergantung pada lamanya pajanan, juga dikarenakan oleh tinggi rendahnya dosis pajanan (Kosnett, 2007). Orang yang rentan terpapar kadmiun adalah pekerja di lingkungan industri, perokok aktif, perokok pasif , pekerja di penanmbangan seng (Zn), dan orang yang mengkonsumsi makanan yang tercemar kadmium. Akan tetapi rentannya tubuh terhadap toksisitas kadmium dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah kemampuan tubuh untuk menyediakan tempat ikatan pada protein metalotionin. Ketika tubuh tidak mampu menyediakannya maka akan terjadi efek terhadap tubuh. Menurut Wahyu (2008) efek yang ditimbulkan dapat bersifat akut dan juga kronis.

A. Keracunan Akut

Menurut Rand (2000) keracunan akut terjadi bila tanggapan terhadap suatu ransang berisfat berat dan cepat, biasanya dalam waktu 4 hari untuk ikan dan organisme akuatik lainnya. Keracunan akut disebabkan oleh kadmium, sering terjadi pada pekerja di industri-industri yang berkaitan dengan logam ini. Peristiwa keracunan akut ini dapat terjadi karena para pekerja tersebut terkena paparan uap logam kadmium (Cd) atau CdO. Gejala-gejala keracunan akut yang disebabkan oleh logam kadmium adalah timbulnya rasa sakit dan panas pada bagian dada. Akan tetapi gejala keracunan akut tersebut tidak langsung muncul begitu si penderita terpapar oleh uap logam kadmium Cd atau CdO. Gejala keracunan akut ini muncul setelah 4-10 jam sejak si penderita terpapar oleh uap logam Kadmium. Akibat dari keracunan kadmium ini, dapat menimbulkan


(57)

penyakit paru-paru yang akut. Penyakit paru-paru akut ini terjadi bila penderita terpapar oleh uap kadmium dalam waktu 24 jam, lebih jauh keracunan akut yang disebabkan oleh uap kadmium (Cd) atau CdO dapat menimbulkan kematian bila konsentrasi yang mengakibatkan keracunan tersebut berkisar dari 2500 sampai 2900mg/m³.

B. Keracunan kronis

Keracunan yang bersifat kronis yang disebabkan oleh daya racun yang dibawa oleh logam kadmium, terjadi dalam selang waktu yang sangat panjang. Keracunan akut terjadi bila adanya tanggapan organisme terhadap rangsang bersifat ringan, berlangsung dalam waktu yang panjang, sampai 1/10 atau lebih masa hidupnya (Klaassen, 2001). Peristiwa ini terjadi karena logam kadmium yang masuk ke dalam tubuh dalam jumlah kecil, sehingga dapat ditolerir oleh tubuh. Akan tetapi karena proses masuknya logam kadmium ke dalam tubuh terjadi terus-menerus secara berkelanjutan, maka tubuh pada batas akhir tidak lagi mampu memberikan toleransi terhadap daya racun yang dibawa oleh logam kadmium. Keracunan yang bersifat kronis ini membawa akibat yang lebih buruk dan lebih berbahaya dari pada penderita keracunan akut.

Keracunan kronis yang disebabkan oleh logam kadmium, umumnya berupa kerusakan-kerusakan pada banyak sistem fisiologis pada tubuh. Sistem tubuh yang dirusak oleh keracunan kronis logam kadmium adalah pada sistem urinaria (ginjal), sistem respirasi (pernafasan/paru-paru), sistem sirkulasi (darah) dan jantung. Disamping itu, keracunan kronis juga merusak kelenjar reproduksi,


(58)

sistem penciuman dan bahkan dapat mengakibatkan kerapuhan pada tulang (Palar, 2008).

2.8.6 Kadar Batas Aman

Menurut Kepmen LH No.54 tahun 2004 kadar batas aman merkuri di perairan yang diperbolehkan adalah 0,001. Sedangkan konsentrasi kadmium (Cd) pada makanan yang diolah di Indonesia yang diatur dalam Surat Keputusan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) NOMOR HK.00.06.1.52.4011 tahun 2009 kadar batas aman yang diperbolehkan adalah 0.1 ppm dan menurut FAO/WHO kadar batas aman yang diperbolehkan pada dalam tubuh hewan laut yang dapat dikonsumsi manusia yakni 0,1 ppm.

2.9 Kerangka Konsep

Gambar.2.2 Kerangka Konsep IKAN ASIN

1. Ikan Lemuru 2. Ikan Layang 3. Ikan kresek 4. Ikan Kembung 5.Ikan Cincaru Kadar Merkuri(Hg) pada ikan asin Kadar kadmium (Cd) pada ikan asin Memenuhi syarat Tidak memenuhi syarat Pemerikasaan laboratorium

NAB dalam Badan POM


(59)

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah survey bersifat deskriptif yaitu mengetahui gambaran hasil analisis kandungan Merkuri ( Hg) dan Kadmium (Cd) pada beberapa jenis ikan asin yang di produksi di kelurahan bahari kecamatan Medan Belawan.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

a. Lokasi sumber ikan asin adalah dari Kelurahan bahari kecamatan Medan Belawan. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive sampling dengan alasan bahwa kelurahan bahari kecamatan Medan Belawan merupakan tempat produksi ikan asin yang terbesar di kota Medan. Hasil produksi ikan asin dari kampung kurnia kelurahan bahari ini tidak hanya didistribusikan di kota Medan, tetapi juga di luar kota Medan.

b. Lokasi tempat penelitian dilakukan yaitu di Balai Riset dan Standarisasi Industri Kota Medan dan Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Utara.


(60)

3.2.2 Waktu Penelitian

Pemeriksaan kadar Merkuri (Hg) dan Kadmium (Cd) pada beberapa jenis ikan asin dilakukan pada bulan Maret-Mei 2015.

3.3 Objek Penelitian

Yang menjadi objek penelitian ini adalah beberapa jenis ikan asin yang di produksi di kelurahan bahari kecamatan Medan Belawan yaitu : ikan lemuru, ikan Gulama, ikan kresek, ikan kembung dan ikan cincaru.

Adapun pembagian tempat dan jenisnya adalah :

A. Habitatnya di daerah laut dangkal 1. Ikan lemuru (Sardinella aurita) 2. Ikan kresek (Thryssa miytax)

3. Ikan Gelama (Pseudoceina amoyensis) B. Habitatnya di daerah laut dalam

1. Ikan kembung (Rastrelliger kanagurta) 2. Ikan Cincaru (Eleutheronema tetradactylum)

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Pengambilan data diambil secara :

1. Data Primer : data ini diperoleh dengan cara observasi langsung ke tempat produksi ikan asin yang berasal dari kelurahan bahari kecamatan Medan Belawan, kemudian diperiksa di Balai Riset dan Standarisasi Industri kota


(61)

Medan untuk mengetahui kadar Merkuri ( Hg) dan Kadmium (Cd) pada beberapa jenis ikan aisn dengan metode spektrofotometri sinar tampak. 2. Data Sekunder : data ini diperoleh dari :

a. Badan Pengawasan Obat dan Makanan ( BPOM)

b. Literatur-literatur yang berhubungan dan mendukungan penelitian

3.5 Pengolahan dan Analisa Data

Data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan laboratorium Balai Riset dan Standarisasi Industri Kota Medan dan Laboratorium Kesehatan Daerah Medan diolah secara manual dan penyajian data dalam bentuk tabel yang berdasarkan jenis ikan asin dan pembahasan dilakukan secara deskriptif yang mengacu NAB Badan Pemeriksaan Obat dan Makanan No HK.00.06.1.52.4011 tahun 2009 tentang batas maksimum cemaran logam berat pada makanan.

3.6 Teknik Pengambilan Sampel

1. Mempersiapkan segala yang dibutuhkan untuk pengambilan sampel, meliputi catatan tentang jenis, kondisi dan sumber sampel serta plastik sebagai wadah sampel.

2. Mengumpulkan sampel dengan teknik random sampling berdasarkan jenis ikan yang akan diteliti yang di produksi di kelurahan bahari kecamatan Medan Belawan.

3. Membawa sampel tersebut ke laboratorium dengan tujuan pemeriksaan kandungan Merkuri ( Hg) dan Kadmium (Cd) pada sampel tersebut.


(62)

4. Pemeriksaan dilakukan di laboratorium Balai Riset dan Standarisasi Industri Kota Medan dan Laboratorium Kesehatan Provinsi Sumatera Utara pada bulan Maret 2015 dengan metode spektrofotometri sinar tampak

3.7 Instrumen dan Bahan Pemeriksaan Sampel 3.7.1 Instrumen ( Alat-alat) yang diperlukan

a. spektrofotometer sinar tampak b. Gelas ukur 100 ml

c. Labu Kjehdal d. Corong pisah e. Beaker glass 250 ml f. Labu takar

g.Pipet volumetri h. Buret

i. Spektronik 20 j. Tabung reaksi k. Rak tabung reaksi

l. Kertas Saring Whatman no.42 3.7.2 Bahan-bahan Kimia

a. Larutan HNO3

b. Aquadest

c. Larutan KCN 5 % d. Larutan Buffer e. Larutan Ditizone


(1)

Jalan Percetakan Negara 23, Jakarta 10560 Indonesia Telephone : 62-21 – 4244688, Fax.: 62-21 - 4250764

23

No. Jenis makanan Batas maksimum

(ppm atau mg/kg)

28 Minuman keras 0,03

29 Pangan olahan lainnya 0,03

4. Timah (Sn)

No. Jenis makanan Batas maksimum

(ppm atau mg/kg)

1 Daging olahan dalam kemasan kaleng 200,0

2 MP-ASI bubuk instan 152

3 MP-ASI biskuit 40

4 MP-ASI siap masak 152

5 MP-ASI siap santap 40

6 Minuman dalam kemasan kaleng 150,0

7 Pangan olahan yang diolah dengan proses panas dan dikemas dalam kaleng.

250,0 8 Pangan olahan yang tidak dikemas dalam kaleng. 40,0

5. Timbal (Pb)

No. Jenis makanan Batas maksimum

(ppm atau mg/kg)

1 Susu olahan 0,02

(dihitung terhadap produk siap konsumsi)

2 Lemak dan minyak nabati 0,1

3 Lemak dan minyak hewani 0,1

4 Mentega 0,1

5 Margarin 0,1

6 Minarin 0,1

7 Buah olahan dan sayur olahan 0,5

8 Pasta tomat 1,0

9 Kembang gula/permen dan cokelat 1,0

10 Serealia dan produk serealia 0,3

11 Tepung terigu 1,0

12 Produk bakeri 0,5

13 Daging olahan 1,0

14 Ikan olahan 0,3

15 Ikan predator olahan misalnya cucut, tuna, marlin dll 0,4 16 Kekerangan (bivalve) moluska olahan dan teripang

olahan

1,5 17 Udang olahan dan krustasea olahan lainnya 0,5


(2)

No. Jenis makanan Batas maksimum (ppm atau mg/kg)

18 Terasi 1,0

19 Madu 2,0

20 Garam 10,0

21 Rempah/Bumbu 7,0

22 Kecap 1,0

23 Ragi 5,0

24 Saus 1,0

25 Susu formula bayi 0,02

(dihitung terhadap produk siap konsumsi)

26 Susu formula lanjutan 0,02

(dihitung terhadap produk siap konsumsi)

27 MP-ASI siap santap 0,3

28 MP-ASI biskuit 0,3

29 MP-ASI siap masak 1,14

30 MP-ASI bubuk instant 1,14

31 Air mineral alami 0,01 mg/l

32 Air minum dalam kemasan 0,005 mg/l

33 Sari buah dan nektar buah 0,2

34 Sari buah konsentrat 1,0

35 sirup 1,0

36 Minuman ringan 0,2

37 Minuman bubuk 1,0

38 Minuman beralkohol 0,2

39 Kopi bubuk 2,0

40 Teh 2,0


(3)

Jalan Percetakan Negara 23, Jakarta 10560 Indonesia Telephone : 62-21 – 4244688, Fax.: 62-21 - 4250764

25 C. JENIS DAN BATAS MAKSIMUM KANDUNGAN MIKOTOKSIN DALAM

MAKANAN

1. Aflatoksin

No. Jenis makanan Batas maksimum

(ppb atau mcg/kg)

1 Susu dan minuman berbasis susu M1 0,5

2 Susu fermentasi dan produk susu hasil hidrolisa enzim renin (plain)

M1 0,5

3 Susu kental dan analognya M1 0,5

4 Krim (plain) dan sejenisnya M1 0,5

5 Susu bubuk dan krim bubuk dan bubuk analog (plain) M1 5

6 Keju dan keju analog M1 0,5

7 Makanan pencuci mulut berbahan dasar susu (misalnya puding, yogurt berperisa atau yogurt dengan buah)

M1 0,5

8 Whey dan produk whey, kecuali keju whey M1 0,5

B1 15

9 Produk olahan kacang-kacangan

Total 20

B1 15

10 Produk olahan Jagung

Total 20

B1 15

11 Rempah-rempah bubuk

Total 20

2. Deoksinivalenol

No. Jenis makanan Batas maksimum

(ppb atau mcg/kg) 1 Produk olahan jagung sebagai bahan baku 1000

2 Produk olahan gandum sebagai bahan baku 1000 3 Produk olahan terigu siap konsumsi (pastri, roti,

biskuit, makanan ringan)

500 4 Pasta dan mi serta produk sejenisnya 750

5 MP-ASI berbasis terigu 200

3. Fumonisin B1+B2

No. Jenis makanan Batas maksimum

(ppb atau mcg/kg) 1 Produk olahan jagung sebagai bahan baku 2000

2 Produk olahan jagung siap konsumsi 1000


(4)

4. Okratoksin A

No. Jenis makanan Batas maksimum

(ppb atau mcg/kg) 1 Produk olahan serealia sebagai bahan baku 5

2 Produk olahan serealia siap konsumsi 3

3 MP-ASI berbasis serealia 0,5

4 Buah anggur kering termasuk kismis 10

5 Sari buah anggur 2

6 Kopi sangrai termasuk kopi bubuk 5

7 Kopi instan 10

8 Bir 0,2

5. Patulin

No. Jenis makanan Batas maksimum

(ppb atau mcg/kg)

1 Buah apel dalam kaleng 50

2 Puree apel 25

3 Sari buah apel 50

4 Nektar apel 50

5 Puree apel untuk bayi dan anak 10


(5)

Jalan Percetakan Negara 23, Jakarta 10560 Indonesia Telephone : 62-21 – 4244688, Fax.: 62-21 - 4250764

27 D. JENIS DAN BATAS MAKSIMUM CEMARAN KIMIA (Benzo[a]piren, Dioksin

(2,3,7,8-TCDD), 1,3-Dikloropropan-2-ol (1,3-DCP), dan 3-Monokloropropan-1,2-diol (3-MCPD)) DALAM MAKANAN

1. Benzo[a]piren

No. Jenis makanan Batas maksimum

(ppb atau mcg/kg)

1 Minyak dan lemak 2

Makanan bayi dan anak 1

a. Makanan bayi dan anak berbasis serealia 1

b. Susu formula dan formula lanjutan 1

2

c. Makanan diet khusus untuk keperluan

kesehatan, termasuk untuk bayi dan anak-anak 1

3 Daging asap olahan 5

4 Ikan olahan, selain ikan asap 2

5 Ikan asap, kecuali kekerangan 5

6 Kekerangan olahan 10

7 Krustase olahan dan sefalopoda olahan selain

yang diasapkan 5

8 Air minum 0,2 mcg/l

2. Dioksin (2,3,7,8-TCDD)

No. Jenis makanan

Batas maksimum (pg

WHO-PCDD/F-TEQ/g lemak)

1 Daging olahan 3

2 Hati olahan 6,1

3 Ikan olahan 3 (pg/g berat basah)

4 Susu olahan, termasuk lemak mentega 3

5 Telur olahan 0,91

6 Minyak dan lemak 1,82

7 Serealia 0,46

3. 1,3-Dikloropropan-2-ol (1,3-DCP)

No. Jenis makanan Batas maksimum

(ppb atau mcg/kg)

1 Kecap, saus kedelai dan saus tiram 5

Dihitung berdasarkan 40% total padatan


(6)

4. 3-Monokloropropan-1,2-diol (3-MCPD)

No. Jenis makanan Batas maksimum

(ppb atau mcg/kg) 1 Semua makanan yang mengandung protein nabati

terhidrolisis secara asam (makanan cair) 20 2 Semua makanan yang mengandung protein nabati

terhidrolisis secara asam (makanan padat) 50


Dokumen yang terkait

Analisis Kandungan Kadmium (Cd), Timbal (Pb) dan Formaldehid Pada Beberapa Ikan Segar Di KUB(Kelompok Usaha Bersama) Belawan, Kecamatan Medan Belawan Tahun 2015

5 131 146

Kandungan Logam Kadmium (Cd), Timbal (Pb) dan Merkuri (Hg) pada Air dan Komunitas Ikan di Daerah Aliran Sungai Percut

3 140 76

Potensi Pengembangan Usaha Ikan Asin Di Kelurahan Belawan Bahari Kecamatan Medan Belawan Kota Medan.

7 79 91

Analisis Tataniaga Ikan Asin Di Kelurahan Belawan Bahari, Kecamatan Medan Belawan, Kotamadya Medan

6 75 99

Analisis Kandungan Kadmium (Cd), Timbal (Pb) dan Formaldehid Pada Beberapa Ikan Segar Di KUB(Kelompok Usaha Bersama) Belawan, Kecamatan Medan Belawan Tahun 2015

0 0 41

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Analisis Kandungan Kadmium (Cd), Timbal (Pb) dan Formaldehid Pada Beberapa Ikan Segar Di KUB(Kelompok Usaha Bersama) Belawan, Kecamatan Medan Belawan Tahun 2015

0 0 9

ANALISIS KANDUNGAN CADMIUM (Cd), TIMBAL (Pb) DAN FORMALDEHID PADA BEBERAPA IKAN SEGAR DI KUB (KELOMPOK USAHA BERSAMA) BELAWAN, KECAMATAN MEDAN BELAWAN TAHUN 2015 SKRIPSI

0 0 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Lingkup Lingkungan - Analisis Kandungan Merkuri (Hg) dan Kadmium (Cd) pada Beberapa Jenis Ikan Asin yang di Produksi di Kelurahan Bahari Kecamatan Medan Belawan tahun 2015

0 0 35

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Analisis Kandungan Merkuri (Hg) dan Kadmium (Cd) pada Beberapa Jenis Ikan Asin yang di Produksi di Kelurahan Bahari Kecamatan Medan Belawan tahun 2015

0 0 7

ANALISIS KANDUNGAN MERKURI (Hg) DAN KADMIUM (Cd) PADA BEBERAPA JENIS IKAN ASIN YANG DI PRODUKSI DI KELURAHAN BAHARI KECAMATAN MEDAN BELAWAN TAHUN 2015

0 0 14