2.5 Radionuklida Alam
238
U dan
232
Th di Lingkungan Perairan Pesisir
PLTU-batubara  di  Indonesia  sebagian  besar  berlokasi  di  daerah  pesisir sehingga  radionuklida  alam  primordial  seperti
238
U  dan
232
Th  yang  terlepas  dari proses  pengoperasiannya  dapat  masuk  ke  perairan  laut  pesisir  salah  satunya
melalui  jatuhan  abu  terbang  dari  atmosfer.    Radionuklida  tersebut  akan  tersebar dalam ekosistem perairan dan yang tidak melarut secara cepat senyawa karbonat
akan  terakumulasi  pada  sedimen  di  sekitar  instalasi  pembangkit  Connel  dan Miller  1995.    Peningkatan  radionuklida  di  perairan  laut  mengakibatkan
perubahan  dalam  latar  beckground  lingkungan  laut,  di  air  laut,  padatan tersuspensi, sedimen, dan biota Strezov dan Nonova 2009.
Secara  umum,  perairan  pesisir  laut  memiliki  kedalaman  yang  lebih  dangkal dan  beban  materi tersuspensi  yang  lebih  besar, bila dibandingkan dengan di  laut
lepas.  Oleh karena itu, proses scavenging dari radionuklida atau unsur-unsur lain melalui  asosiasi  dengan  materi  partikulat  dan  deposisi  ke  dasar  perairan  dapat
terjadi dengan lebih intensif dalam kawasan pesisir.  Massa air fluvial dan materi partikulat yang keluar melalui sistem sungai dapat mempengaruhi persediaan dan
distribusi radionuklida di wilayah pesisir Nagaya dan Nakamura 1992.
2.5.1 Radionuklida alam
238
U dan
232
Th di air, padatan tersuspensi dan sedimen perairan
Ketika radionuklida alam masuk ke kolom perairan laut pesisir maka proses fisik  di  kolom  perairan  tersebut  memainkan  peranan  utama  dalam  mengontrol
perilaku  kontaminan  di  lingkungan  air.    Proses-proses  ini  dapat  menentukan secara  langsung distribusi  spasial polutan  melalui pergerakanperpindahan  massa
air arus, gelombang, turbulensi dan dapat mempengaruhi kondisi ekologi sistem akuatik  Monte  et  al.  2009.    Radionuklida  juga  akan  dipartisi  antara  fase  padat
dan  terlarut.    Berbagai  proses  yang  mungkin  terlibat  dalam  partisi  ini,  termasuk diantaranya penyerapan sorption oleh material organik maupun non organik dari
partikel  tersuspensi,  presipitasi  dan  disolusi,  koloid  agregasi  dan  disagregasi, aktivitas mikroba, dan uptake maupun release kembali oleh biota.  Partisi berupa
padatan  dan  larutan  dari  suatu  radionuklida  merupakan  parameter  yang  sangat penting  dan  menggambarkan  perilakunya,  kecuali  untuk  pengambilan  secara
biologis biological uptake, hal ini dapat didefinisikan dengan koefisien distribusi K
d
yang  diperkenalkan  oleh  NEA  OECD  1983  in  Warner  dan  Harrison 1993.
=
.........................................................................  4 Keterangan:
As =
ℎ ℎ
c =
ℎ ℎ
Penggunaan  K
d
secara  umum  adalah  untuk  menggambarkan  parameter sederhana  yaitu  distribusi  padatanlarutan  untuk  tujuan  pemodelan  distribusi
biogeokimia  radionuklida.    Konsep  K
d
menggambarkan  keseimbangan equilibrium  dan  reversible.    Karakteristik  kimia  air  penting  dalam  penentuan
perilaku  radionuklida  dan  K
d
.    Spesiasi  radionuklida  dalam  larutan  mungkin tergantung  pada  komposisi  ionik  dan  ionic  strength  dalam  air,  kehadiran  ligan
organik,  potensial  redoks  Eh  dan  keasaman  pH;  perbedaan  penting  dalam perilaku  radionuklida  adalah  pengamatan  pada  kondisi  air  yang  aerobik  dan  non
aerobik.    Perbedaan  utama  komposisi  ionik  dan  kekuatan  ionik  ionic  strength ada  antara  air  asin  dan  air  tawar,  dan  di  antara  air  basa  dan  asam,  memainkan
peran penting dalam menentukan spesiasi dan perilaku radionuklida Warner dan Harrison  1993.    Akan  tetapi,  kelarutan  beberapa  jenis  radionuklida  alam  dalam
air  sangat  rendah,  sehingga  biasanya  mudah  tersedimentasi. WHO  2001
menyatakan  bahwa ada potensi  ion-ion
238
U dengan densitas 19 gcm
3
dan
232
Th dengan  densitas  11  gcm
3
membentuk  senyawa  tidak  terlarut  dan  akan  berada pada fase padat yang kemudian turun ke dasar perairan.
Migrasi  radionuklida  dari  kolom  air  ke  sedimen  dan  sebaliknya  merupakan proses  yang  kompleks  melibatkan  interaksi  antara  fase  terlarut  dan  padat  dari
kontaminan  dan  sedimantasi  dan  resuspensi  materi  partikulat.    Proses  interaksi radionuklida  terlarut  dengan  partikel  padat  yang  tersuspensi  maupun  terdeposit,
biasanya  dimodelkan  berdasarkan  konsep  K
d
.    Nilai  K
d
untuk  beberapa radionuklida baik untuk air laut maupun tawar telah dilaporkan oleh IAEA 1982,
2001.    Proses  fisik  utama  yang  terlibat  dalam  migrasi  radionuklida  ke  dan  dari sedimen adalah settling dari partikel tersuspensi yang terkontaminasi radionuklida
dan resuspensi dari partikel sedimen yang terkontaminasi radionuklida.
-  Fluks kontaminan dari kolom air ke dasar sedimen: F
ws
= v
ws
C
w
;    ......................................................................................   5 -  Fluks kontaminan dari dasar sedimen ke kolom air:
F
sw
= K
sw
D
s
.     ......................................................................................   6 Dimana v
ws
adalah kecepatan migrasi radionuklida dari kolom air ke sedimen; K
sw
adalah  tingkat  migrasi  radionuklida  dari  sedimen  ke  kolom  air;  C
w
adalah konsentrasi radionuklida di kolom air; D
s
adalah radionuklida yang terdeposisi ke sedimen Bqm
2
Monte et al. 2009. Beberapa  hasil  investigasi  melaporkan  bahwa  radionuklida  lebih  banyak
terkonsentrasi dalam sedimen dengan ukuran butiran halus fine-grained daripada di sedimen dengan ukuran butiran lebih kasar coarse-grained.  Radionuklida di