Penyelesaian Sengketa Pemilihan Kepala Daerah

37 menjaga kemandirian, integritas, dan kredibilitas anggota Penyelenggara PemiluPilkada. Tugas DKPP meliputi; Pertama, menerima pengaduan atau laporan dugaan adanya pelanggaran kode etik oleh Penyelenggara PemiluPilkada. Kedua, melakukan penyelidikan dan verifikasi, serta pemeriksaan atas pengaduan atau laporan dugaan adanya pelanggaran kode etik oleh Penyelenggara PemiluPilkada. Ketiga, menetapkan putusan dan menyampaikan putusan kepada pihak-pihak terkait untuk ditindaklanjuti. Putusan DKPP ini bersifat final dan mengikat. 49 Dalam menjalankan tugasnya, DKPP memiliki beberapa kewenangan, diantaranya: untuk memanggil penyelenggara Pemilu yang diduga melakukan pelanggaran kode etik untuk memberikan penjelasan dan pembelaan, selanjutnya memanggil pelapor, saksi pihak-pihak yang terkait untuk dimintai keterangan termasuk dokumen atau bukti lain yang mendukung proses pelanggaran kemudian memberikan sangsi kepada penyelenggara PemiluPilkada yang terbukti melanggar kode etik. Sebagai bentuk putusannya terdiri atas teguran tertulis, pemberhentian sementara dan pemberhentian tetap. 50 Pengaduan atau laporan dugaan pelanggaraan Kode Etik disampaikan secara tertulis langsung melalui petugas penerima pengaduan atau melalui media elektronik. Setelah itu dilakukan penelitian kelengkapan administrasi Laporan oleh DKPP. Dalam hal hasil verifikasi materil DKPP menyampaikan pemberitahuan kepada pelapor dalam waktu paling lama tiga hari. Selanjutnya 49 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011. 50 Achmad Ali, “DKPP Memiliki Tugas dan Kewenangan Bersama-sama KPU dan Bawaslu”. 38 DKPP menetapkan jadwal sidang dalam waktu paling lama dua hari sejak pengaduan atau laporan dicatat dalam buku registrasi perkara. Penetapan putusan dilakukan dalam rapat pleno DKPP paling lama tiga hari setelah sidang pemeriksaan dinyatakan selesai. 51 d. Pengadilan Tata Usaha Negara PTUN Mekanisme penyelesaian sengketa administrasi Pilkada yang terjadi antara penyelenggara Pilkada dengan peserta Pilkada diselesaikan melalui beberapa tahap. Tahap pertama adalah keberatan yang diajukan oleh peserta Pilkada yang merasa dirugikan atas dikeluarkannya keputusan KPUD, keberatan tersebut diajukan kepada KPUD yang mengelurakan keputusan tersebut. Tahap kedua dilakukan apabila peserta Pilkada yang merasa dirugikan tidak puas dapat mengajukan ke PTUN. 52 Kenapa demikian? Karena pada pelaksanaan penyelenggaraan Pilkada di lapangan, sebelum memasuki tahap pemungutan suara dan penghitungan suara, telah dilakukan berbagai pentahapan, misalnya tahap pendaftaran pemilih, tahap pencalonan peserta, tahap masa kampanye, dan sebagainya. Pada tahapan tersebut sudah ada keputusan-keputusan yang dikeluarkan oleh Pejabat Tata Usaha Negara beschikking, yaitu keputusan Komisi Pemilihan Umum di tingkat Daerah. Tata Usaha Negara adalah administrasi negara yang melaksanakan fungsi untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan baik di pusat maupun di daerah. 51 Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pedoman Beracara Kode Etik Penyelenggara Pemilu. 52 Veri Junaidi, Mahkamah Konstitusi Bukan Mahkamah Kalkulator, h. 88. 39 Pejabat TUN adalah badan atau pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, KPUD adalah salah satu Pejabat TUN. Jadi, keputusan yang dikeluarkan oleh KPUD merupakan Keputusan TUN. Keputusan TUN merupakan suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata. 53 Jadi, sengketa administrasi Pilkada antara Penyelenggara Pilkada dengan Peserta Pilkada atas dikeluarkannya keputusan oleh Penyelenggara Pilkada adalah sengketa TUN, yaitu sengketa yang timbul dalam bidang TUN antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha negara, baik di pusat maupun di daerah sebagai akibat dikeluarkannya keputusan TUN. 54 Ruang lingkup kewenangan PTUN terhadap sengketa administratif yang berkaitan dengan pemilukada Pilkada pada hakekatnya hanya mencakup proses administratif pra pelaksanaan Pilkada, antara lain: Pertama, keputusan KPUD mengenai proses pendaftaran dan verifikasi bakal calon peserta Pilkada, termasuk 53 Dr. Titik Triwulan T., S.H, M.H dan Kombes Pol. Dr. H. Ismu Gunadi Widodo, Sh., C.N., M.M, Hukum Tata Usaha Negara dan Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Indonessia Jakarta: Kencana, 2011, h. 313. 54 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. 40 keputusan mengenai penerimaan atau penolakan bakal calon. Kedua, Keputusan KPUD mengenai penetapanpengumuman calon yang dapat mengikuti Pilkada. 55 Jenis-jenis keputusan KPUD yang merupakan keputusan tata usaha negara tersebut dimungkinkan untuk digugat di PTUN. Akan tetapi gugatan tersebut tentu saja harus memenuhi syarat prosedural-formal atau tidak karena dismissal process gugatan yang tidak dapat diterima, persyaratan tersebut diantaranya: 56 1 Pokok gugatan nyata-nyata tidak termasuk dalam wewenang pengadilan. 2 Syarat-syarat gugatan tidak dipenuhi oleh penggugat sekalipun ia telah diberitahu dan diperingatakan. 3 Gugatan tidak didasarkan pada alasan-alasan yang layak. 4 Apa yang dituntut dalam gugatan sebenarnya sudah terpenuhi oleh keputusan TUN yang digugat. 5 Gugatan diajukan sebelum waktunya atau telah lewat waktunya. Dimana jangka waktu pengajuan gugatan adalah 90 hari sejak diterimanya keputusan objek sengketa bagi pihak yang dituju, atau 90 hari sejak diketahuinya keputusan tersebut bagi pihak yang tidak dituju. e. Mahkamah Konstitusi Mahkamah Konstitusi merupakan lembaga yang berwenang untuk menyelesaikan sengketa hasil Pilkada, hal ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun 2008 tentang perubahan UU No 32 tahun 2004 yang mengatakan bahwa penanganan sengketa hasil penghitungan suara Pilkada dialihkan dari Mahkamah Agung ke Mahkamah Konstitusi. 57 Kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam memutus perselisihan hasil Pilkada berfungsi 55 Priyatmanto Abdoellah, SH. MH, “Kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara dalam Mengadili Sengketa Pemilukada”, artikel diakses pada 1 Juli 2014 dari http:www.scribd.comdoc128370181Kewenangan-Pengadilan-Tata-Usaha-Negara-Dalam- Mengadili-Sengketa-Pemilukada 56 Zairin Harahap, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, 3 th ed. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002, h. 94. 57 Veri Junaidi, Mahkamah Konstitusi Bukan Mahkamah Kalkulator, h, Viii. 41 sebagai mekanisme kontrol terhadap kinerja KPUD sebagai penyelenggara Pilkada, dan juga untuk menjamin prinsip keadilan fairness dalam Pemilu. 58 Dalam menyelesaikan sengketa hasil Pilkada, MK lebih banyak membatasi perselisihan hasil pemilu sebagai perselisihan mengenai kesalahan penghitungan. Kemudian MK memperluas pengertian dari perselisihan hasil Pilkada yang tidak terbatas hanya salah penghitungan, akan tetapi termasuk kesalahan dalam proses yang mempengaruhi hasil Pilkada. 59 Sebagaimana yang diketahui, MK telah melakukan redefenisi terhadap sengketa hasil Pilkada melalui beberapa putusannya. Dalam Undang-Undang dan peraturan yang ada, sengketa hasil Pilkada diartikan hanya sebagai perselisihan hasil perhitungan suara. Namun, MK dalam praktiknya tidak mau hanya terbatas pada penyelesaian sengketa angka atau hasil penghitungan, akan tetapi termasuk memeriksa dan mengadili pelanggaran yang mempengaruhi hasil Pilkada tersebut. MK beralasan bahwa hak konstitusional setiap orang dalam Pilkada harus dilindungi dari berbagai praktik kecurangan atau pelanggaran yang terjadi dalam penyelenggaraan Pilkada. Pelanggaran-pelanggaran yang dianggap mampu mempengaruhi hasil Pilkada adalah yang memenuhi syarat pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan massive. 60 Sebagai Peradilan perselisihan hasil Pilkada, peradilan MK bersifat cepat dan sederhana. Peradilan ini merupakan tingkat pertama dan terakhir yang 58 Ramlan Surbakti, dkk, Penanganan Sengketa Pemilu, h. 1. 59 Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Perludem, Menata Kembali Pengaturan Pemilukada, h. 114-115. 60 Veri Junaidi, Mahkamah Konstitusi Bukan Mahkamah Kalkulator, h. Xi. 42 putusannya bersifat final dan mengikat. Objek perselisihan hasil Pilkada yang dapat diajukan oleh termohon kepada MK adalah yang mempengaruhi penentuan pasangan calon yang dapat mengikuti putaran kedua Pilkada atau terpilihnya pasangan calon sebagai Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Permohonan pembatalan penetapan hasil penghitungan suara Pilkada diajukan ke MK paling lambat tiga hari kerja setelah termohon menetapkan hasil penghitungan suara Pilkada di daerah yang bersangkutan. Permohonan yang diajukan setelah melewati tenggat waktu tiga hari maka tidak dapat diregistrasi. 61

C. Dilema Politisi dan Pilihan Rasional Politisi

Para politisi sering menghadapi situasi dilematis dalam memutuskan sesuatu yang lebih banyak didasari oleh kalkulasi pragmatis. Dikatakan dilema karena politisi idealis selalu sulit dalam memperjuangkan kepentingan riil publik. Jadi, sesungguhnya tidak semua politisi bersifat super pragmatis, tetapi sayangnya yang idealis selalu berada di posisi marjinal. Dalam Politician’s Dilemma Barbara Geddes menggambarkan perilaku bernegara merupakan hasil akhir dari Rational Choices yang dilakukan oleh para pejabat yang memiliki kepentingan pribadi tetapi bertindak dalam kerangka institusi tertentu. Mereka memposisikan diri membela kepentingan masyarakat apabila kepentingan itu selaras dengan kepentingan mereka sendiri. 62 61 Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 15 Tahun 2008 tentang Pedoman Beracara dalm Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah. 62 Barbara Geddes, P olitician’s Dillemma: Building State Capacity in America Los Angeles : university of California press Berkeley, 1994, h. 132. 43 Kerangka pikir ini dipinjam dari tradisi berfikir teori pilihan rasional di level individual yang mengasumsikan bahwa kepentingan dan motivasi individu selalu menyetir segala tindakan yang akan diambilnya dengan terlebih dahulu menghitung peluang keuntungan dan kerugian yang akan diperoleh dari tindakannya. Teori ini mengasumsikan bahwa semua individu berwatak rasional dalam mengambil tindakan dan memiliki kebebasan dalam mengambil langkah- langkah yang mendukung kepentingannya. Semua politisi memiliki target untuk terus bertahan dalam posisinya setidaknya dalam satu periodenya. Selanjutnya menurut Geddes, penentuan struktur insentif individual politisi disesuaikan dengan institusi yang didiaminya. Dalam kasus politisi eksekutif di daerah, strategi untuk mencapai popularitas bagi dirinya mungkin harus ditempuh dengan melakukan penerobosan terhadap struktur birokrasi yang kaku dan tidak fleksibel. Barbara Geddes mengatakan ketika seorang terpilih di puncak kekuasaan eksekutif ada tiga hal yang akan dilakukan, yaitu: Pertama, memastikan bahwa ia akan bertahan setidaknya dalam periode kepemimpinannya. Kedua, menciptakan mesin politik yang loyal yang akan mendukungnya. Ketiga, menciptakan pemerintah yang efektif. Itulah mengapa pada dasarnya praktek desentralisasi menumbuhkan dilematis pada politisinya. 63 63 Barbara Geddes, P olitician’s Dillemma: Building State Capacity in America, h. 8. `BAB III GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG PELAKSANAAN PILWALKOT TANGERANG 2013 A. Gambaran Umum Kota Tangerang Pertumbuhan perekonomian Kabupaten Tangerang sebagai daerah lintasan perdagangan dan berdekatan dengan Ibukota Negara melesat dengan pesat. Terlebih lagi setelah diterbitkannya Inpres No.13 Tahun 1976 tentang pengembangan Jabotabek, di mana Kabupaten Tangerang menjadi salah satu daerah penyanggah Ibu Kota dan berdasarkan undang-undang Nomor 14 Tahun 1950 Kota Tangerang ditetapkan sebagai Ibu Kota Kabupaten Tangerang. 1 Pembangunan Kota Administratif Tangerang secara makro berpijak pada kebijaksanaan pembangunan berdasarkan prioritas tahapan Repelita yang dimulai sejak Pelita pertama sampai dengan Pelita kelima.Pembangunan Kota Administrasif dilatar belakangi juga oleh beberapa faktor, diantaranya: merupakan Ibukota Kabupaten Tangerang, pesatnya pertumbuhan ekonomi yang memungkinkan dapat memperbaiki kualitas kehidupan dan banyak tersedianya sumber daya alam yang membuat daya tarik para investor. Sebagai daerah yang termasuk wilayah pengembang Jabotabek, Tangerang dipersiapkan untuk mengurangi ledakan jumlah penduduk di DKI Jakarta, mendorong kegiatan 1 Diakses pada 01 Juli 2014 dari Website Resmi Pemerintah Kota Tangerang http:www.tangerangkota.go.id. 45 perdagangan dan industri yang berbatasan dengan DKI jakarta dan mengembangkan pusat-pusat pemukiman. 2 Kemudian pada tanggal 28 Pebruari 1993 terbit Undang-Undang No. 2 Tahun 1993 tentang Pembentukan Kota Tangerang. Berdasarkan UU tersebut wilayah Kota Administratif Tangerang dibentuk menjadi daerah otonomi Kota Tangerang, yang lepas dari Kabupaten Tangerang. Adapun beberapa orang yang telah menjabat sebagai Walikota Tangerang sebagai berikut:Tahun 1982-1986 : Karso Permana,1986-1990 Drs. H. Yitno, 1990-1993 dan 1993-1998 Drs. H. Djakaria Mahmud, 1998-2003 Drs. H. Moc. Thamrin, 2003-2008 dan 2008-2013 Drs. H. Wahidin Halim, dan 2013-2018H.Arief R. Wismansyah, BSc., Mkes. 3

1. Kondisi Geografis

Secara geografis, Kota Tangerang yang berjarak 60 km dari Ibukota Provinsi Banten dan berjarak 27 km dari Ibukota DKI Jakarta. Kota Tangerang terletak pada posisi 106036’ - 106042’ Bujur Timur dan 606’- 6013’ Lintang Selatan. Batas-batas wilayah Kota Tangerang adalah: Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Teluknaga, Kosambi dan Sepatan Timur di Kabupaten Tangerang. Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Curug dan Kelapa Dua di Kabupaten Tangerang serta Kecamatan Serpong Utara dan Pondok Aren di Kota Tangerang Selatan. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Pasar 2 Drs. H. Saeful Rohman, M. Si., Buku Saku Pelayanan Pengaduan Online Kota Tangerang: Dinas Infokom, 2010,h. 7. 3 Drs. H. Saeful Rohman, M. Si., Buku Saku Pelayanan Pengaduan Online, h. 8. 46 Kemis dan Cikupa di Kabupaten Tangerang.Sebelah timur berbatasan dengan Jakarta Barat dan Jakarta Selatan di Provinsi DKI Jakarta. 4 Tabel III.I. Luas Wilayah Menurut Kecamatan di Kota Tangerang No. Nama Kecamatan Kelurahan RW RT Luas Wilayah 1. Ciledug 8 102 356 8,769 Km2 2. Larangan 8 89 407 9,611 Km2 3. Karang Tengah 7 74 358 10,474 Km2 4. Cipondoh 10 97 585 17,910 Km2 5. Pinang 11 74 438 21,590 Km2 6. Tangerang 8 78 398 15,785 Km2 7. Karawaci 16 127 528 13,475 Km2 8. Jatiuwung 6 41 220 14,406 Km2 9. Cibodas 6 86 450 9,611 Km2 10. Periuk 5 60 373 9,543 Km2 11. Batu Ceper 7 45 216 11,583 Km2 12. Neglasari 7 50 240 16,077 Km2 13. Benda 5 42 199 5,919 Km2 Sumber: Pemerintah Kota Tangerang LKPJ AMJ Walikota Tangerang Tahun 2009-2013 Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa Kota Tangerang memiliki 13 kecamatan, 104 kelurahan dengan jumlah rukun warga RW 981 dan rukun tetangga RT sebanyak 4.900. Kota Tangerang memiliki luas wilayah 184,24 km 2 , Dari luas wilayah tersebut pertumbuhan fisik Kota yang ditunjukkan oleh besarnya kawasan terbangun kota seluas 10.127,231 Ha 57,12 dari luas kota.

2. Kondisi Ekonomi

Letak Kota Tangerang sangat strategis karena berada di antara DKI Jakarta, Kota Tangerang Selatan dan Kabupaten Tangerang. Posisi strategis tersebut membuat perkembangan Kota Tangerang berjalan sangat pesat. Pada satu sisi Kota Tangerang menjadi daerah limpahan berbagai kegiatan dari DKI Jakarta, 4 Pemerintah Kota Tangerang Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Akhir Masa Jabatan LKPJ AMJ Walikota Tangerang Tahun 2009-2013.