D. Pe mbahasan
Dalam sub bab ini, peneliti menyajikan pembahasan hasil penelitian terhadap kesepadanan makna terjemahan dan keberterimaan terjemahan
dilihat dari makna dan kandungan style bahasa informal. Dari presentase hasil penelitian yang dihasilkan, terlihat bahwa terjemahan slang dalam novel P.S . I
Love You bisa dikategorikan sebagai terjemahan yang memiliki kualitas baik. Namun demikian, diperlukan tinjauan-tinjauan teori yang dapat menguatkan
hasil penelitian yang telah dipaparkan diatas. Oleh karena itu, dalam sub bab ini, peneliti melakukan tahap analisis terakhir, yaitu mengkorelasikan hasil
penelitian dengan teori-teori yang ada. Pembahasan hasil penelitian ini berfokus pada pembahasan mengenai
kualitas terjemahan yang terdapat pada data-data terjemahan yang dianalisa dengan dibagi dalam aspek 1 kesepadanan makna, 2 keberterimaan makna,
dan 3 keberterimaan style bahasa informal.
1. Kesepadanan Makna
Dari hasil penelitian, peneliti menemukan sejumlah 85,26 atau 81 dari 95 data terjemahan yang dianalisis memiliki kesepadanan makna
yang tepat. Dalam data-data yang dinilai sepadan ditemukan penggunaan teknik penerjemahan reductio n, variation dan calque baik secara terpisah
maupun bersamaan. Dalam analisa, peneliti menemukan bahwa tidak ada terjemahan yang sepadan dalam bentuk slang dalam bahasa sasaran. Hal
ini disebabkan oleh adanya perbedaan budaya bahasa sumber dan bahasa
sasaran; bentuk slang yang digunakan dalam bahasa sumber pun berbeda dengan
yang digunakan
dalam bahasa
sasaran. Secara
natural, penerjemahan unit linguistik yang memuat aspek budaya seperti ini
menggunakan teknik yang bisa menghasilkan padanan makna yang sesuai dan berterima pula dalam bahasa sasaran. Seperti halnya definisi
penerjemahan oleh Nida dan Taber dalam Widyamartaya, 1989 yang mengungkapkan bahwa “Tran slation con sists in reprod ucin g …., first in
terms o f mean in g an d secon dly in terms o f style. “ ; bentuk merupakan hal kedua setelah makna yang dipertimbangkan dalam menerjemahkan suatu
unit linguistik. Penerjemah banyak menggunakan teknik reductio n, calqu e dan
va riation dalam menerjemahkan bentuk slang yang merupakan kasus tersendiri karena berkenaan dengan unsur budaya dalam novel ini. Dalam
kategori 1, slang ‘b lo od y’ yang memiliki bentuk sebagai kata sifat dalam bahasa sumber tidak memiliki padanan bentuk yang sama dalam bahasa
sasaran. Penerjemah menggunakan bentuk dan makna ad jective yang muncul mengikuti kata benda sesuai dengan konteks tuturan. Hal tersebut
terlihat pada con toh 3 dan con to h 4 ketika penerjemah memilih pemakaian padanan sia lan dan b reng sek untuk con to h 5 dan con to h 6. Sedangkan
penggabungan adjective dan n oun terlihat sama dengan menggunaakan teknik ca lque.
Terjemahan sepadan
lain menggunakan
teknik n aturalized
borrowing pada penerjemahan slang ‘Hiya’. Secara unit linguistik dan
makna, terjemahan h alo ataupun h ai dinilai sepadan meskipun keduanya bukan merupakan bentuk slang dalam bahasa sasaran.
Sedangkan dalam data terjemahan kurang sepadan, peneliti
menemukan adanya penghilangan bentuk yang menyebabkan adanya makna yang tidak tersampaikan. Seperti terlihat pada con to h 17 dan
co ntoh 18 , makna dari slang ‘b lood y’ kurang terlihat dalam terjemahan. Meskipun tuturan makna streng thening dari slang tersebut tidak
seluruhnya hilang, seharusnya penerjemah bisa menyampaikan makna dengan memberikan bentuk padanan yang lain, semisal memberikan
penekanan dengan penulisan huruf kapital. Selain itu, data terjemahan kurang sepadan yang lain seperti
terlihat pada co ntoh 1 9, co ntoh 2 0 dan conto h 21 disebabkan oleh kurang tepatnya pemilihan kata sebagai padanan. Kurang tepatnya pemberian
padanan kata muncul karena penerjemah kurang jeli dalam memahami makna implisit dari makna slang dalam data-data tersebut. Seperti dalam
co ntoh 22 , makna sebenarnya dari slang feck o ff kurang tersampaikan dalam bahasa sasaran meskipun secara eksplisit si penutur berseru agar
orang yang berbicara tersebut diam. Namun, makna implisit yang juga merupakan makna sebenarnya dari slang tersebut tidak tersampaikan
sehingga menyebabkan seolah-olah penutur hanya bermaksud meminta seseorang tersebut untuk diam.
Berikutnya, dalam ketiga data tidak sepadan yang ditemukan dalam hasil penelitian disebabkan karena penerjemah tidak memberikan
padanan atau memberikan padanan yang artinya menyimpang sama sekali. Dalam con to h 2 3, slang yang muncul dalam bahasa sumber tidak
diberikan padanan sehingga makna tidak tersampaikan. Sedangkan dalam data con toh 24 dan con to h 25, penerjemah melakukan kesalahan fatal
dengan memberikan padanan yang sama sekali menyimpang dari makna aslinya.
Dari pembahasan mengenai kesepadanan makna terhadap data yang digunakan, disimpulkan bahwa penggunaan teknik penerjemahan
ca lq ue untuk tuturan slang dalam novel P. S . I Love You menghasilkan terjemahan yang secara umum sepadan, sedangkan penggunaan teknik
redu ction berpengaruh pada
kurang sepadannya
terjemahan yang dihasilkan.
2. Keberterimaan Makna
Selain kesepadanan, keberterimaan makna dalam bahasa sasaran menentukan kualitas suatu terjemahan. Rangkaian tuturan yang digunakan
sebagai padanan bahasa sumber dalam terjemahan harus dapat diterima dalam makna dan penggunaannya dilihat dari aspek sosial dan budaya.
Teks dalam penelitian ini adalah sebuah novel yang tentu saja memiliki kandungan budaya dan norma sosial sesuai dengan setting yang digunakan
di dalamnya. Seperti pernyataan Kusmaul 1995 bahwa bentuk suatu teks dipengaruhi oleh situasi dan budaya suatu teks berasal, begitu pula teks
yang digunakan dalam penelitian ini mengandung aspek sosial dan budaya
yang melatarbelakanginya. Dalam mengatasi kasus perbedaan kebudayaan ini, penerjemah menggunakan teknik variation dalam menerjemahkan
tuturan slang dengan memberikan terjemahan yang mempertimbangkan dialek sosial bahasa sasaran. Hal ini berpengaruh pada kualitas terjemahan
dilihat dari keberterimaannya dalam budaya bahasa sasaran. Dalam penelitian ini, persentase terjemahan berterima adalah
sebanyak 90,52 dari keseluruhan data terjemahan, sedangkan persentase terjemahan kurang berterima adalah 6,31 dan persentase terjemahan
tidak berterima sebanyak 2,10. Dalam terjemahan berterima, penerjemah memberikan padanan
dalam bentuk dan makna yang berterima sesuai dengan budaya dalam bahasa sasaran. Pada beberapa data yang memiliki makna kurang sepadan,
keberterimaan bisa ditemukan karena adanya pemunculan kandungan aspek sosial dalam padanan yang dianggap sesuai dengan budaya bahasa
sasaran berkaitan dengan konteks situasinya. Pada con to h 17 dan con toh 22, makna kurang sepadan yang muncul dalam terjemahan tetap bisa
dinilai berterima karena pilihan padanan yang mengandung makna yang bisa diterima dalam bahasa sasaran.
Sedangkan yang
muncul sebagai
terjemahan yang
kurang berterima
ditemukan dalam
data-data yang
berkebalikan dengan
penjelasan sebelumnya. Pada con to h 48, co ntoh 49 dan con toh 50 , kesepadanan makna tidak selalu menjamin keberterimaan makna dalam
bahasa sasaran. Meskipun makna ‘Da’ diterjemahakan secara sepadan
dengan terjemahan Pak , keberterimaan dari konteks tuturan dinilai kurang berterima. Dalam bahasa sasaran, sebutan Pak dinilai kurang memberikan
makna keintiman antara seorang anak kepada ayahnya, meskipun memang tidak semua anak menggunakan panggilan Pa atau Yah sebagai panggilan
terhadap ayahnya yang dinilai lebih berterima karena mewakili makna keintiman yang ada.
Terjemahan tidak berterima muncul pada terjemahan yang tidak memiliki padanan makna yang tepat. Tidak adanya makna yang
seharusnya muncul tentu saja membuat makna hilang dan selanjutnya tidak berterima. Sedangkan penyimpangan makna tentu saja berpengaruh
pada keberterimaan makna yang dihasilkan dalam bahasa sasaran. Berbeda dengan data pada co ntoh 1 7 dan con toh 22 yang memiliki koherensi
situasi dengan makna kalimat sekitarnya sehingga kekurang sepadanan makna terjemahan bisa dinilai berterima, terjemahan lo ca l pada conto h 24
tidak memiliki koherensi situasi dengan makna di sekitarnya sehingga terjemahan no mor bu s pun menjadi tidak berterima dalam bahasa sasaran.
3. Keberterimaan Style Bahasa Informal
Berbeda dengan hasil penilaian keberterimaan makna yang dinilai oleh para pengamat ahli, penilaian terhadap keberterimaan style bahasa
informal yang digunakan dalam terjemahan dilakukan oleh pembaca awam yang membaca terjemahan tanpa melihat bahasa sumbernya.
Dari hasil kuesioner yang diberikan kepada para pembaca awam, terjemahan yang dinilai berterima dengan penggunaan style bahasa
informal dalam bahasa sasaran adalah sejumlah 65,26 dan sisanya merupakan jumlah persentase terjemahan yang kurang mengandung
keberterimaan dalam penggunaan bahasa menurut style bahasa informal. Pembaca awam menilai bahwa terjemahan-terjemahan yang dinilai
berterima sesuai dengan style informal bahasa sasaran adalah yang mengandung penanda-penanda bahasa informal seperti penggunaan kata
ganti a ku , ka mu , sebutan siala n, g ombal, ataupun sapaan h ai atau S ay. Dalam hal ini penerjemah berhasil mengakomodasi kesan informal yang
menjadi ciri slang meskipun beberapa slang tidak memiliki padanan dalam bentuk yang sama dalam bahasa sasaran.
Sedangkan 34,73 sisa data yang merupakan terjemahan yang dinilai kurang mengandung kesan informal merupakan bukti lain bahwa
penerjemah masih kurang jeli dalam memberikan terjemahan yang berterima
pada beberapa
data yang ditemukan. Kekurang jelian
penerjemah seringkali terlihat pada data-data yang mengandung penanda informal namun tidak koheren dengan pola kalimat formal disekitarnya,
seperti pada con to h 1. Kata Baik la h dan mematika n dinilai kaku dan kurang berterima untuk menemani penanda aku dan sialan yang berkesan
informal dalam kalimat ini. Tuturan Ok, biar k umatik an lampu sialan in i akan dirasa lebih informal daripada tejemahan yang diberikan oleh
penerjemah sebagai padanan Fine th en , I’ll turn off th e blood y lig ht.
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
Dalam bab ini, peneliti memaparkan mengenai simpulan yang diperoleh dari hasil penelitian dan pembahasan serta memberikan saran yang diharapkan bisa
memberi kontribusi membangun dalam perkembangan dunia penerjemahan.
A. Simpulan
Setelah melakukan proses penelitian sebagaimana yang tercantum dalam langkah-langkah penelitian dalam bab III, peneliti mendapatkan hasil penelitian
beserta pembahasan mengenai kualitas terjemahan dilihat dari kesepadanan dan keberterimaan makna serta keberterimaan bahasa informal yang digunakan seperti
yang telah disajikan dalam bab IV. Peneliti menggunakan sejumlah 95 data tersampling yang dibagi menjadi 26
kategori, yaitu 1 Penerjemahan slang ‘bloody’ sejumlah 30 data, 2 Penerjemahan slang ‘Hiya’ sejumlah 10 data, 3 Penerjemahan slang ‘Da’ sejumlah 3 data, 4
Penerjemahan slang ‘arse’ sejumlah 3 data, 5 Penerjemahan slang ‘shite’ sejumlah 8 data, 6 Penerjemahan slang ‘dry shite’ sejumlah 2 data, 7 Penerjemahan slang
‘Jaysus’ sebanyak 3 data, 8 Penerjemahan slang ‘screw’ sejumlah 6 data, 9 Penerjemahan slang ‘kip’ sejumlah 2 data, 10 Penerjemahan slang ‘nuts’ sebanyak 2
data, 11 Penerjemahan slang ‘quid’ sejumlah 1 data, 12 Penerjemahan slang ‘ride’ sejumlah 1 data, 13 Penerjemahan slang ‘scarlet’ sejumlah 1 data, 14