Analisis Kesepadanan Makna dan Keberterimaan Bahasa Informal pada Terjemahan Tuturan Slang dalam Novel P.S. I Love You Karya Cecelia Ahern

(1)

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian P ersyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Linguistik Minat Utama Penerjemahan

Ole h

PRISTINIAN YUGASMARA NIM S1 309 08 01 2

PROGRAM STUDI LINGUISTIK

MINAT UTAMA LINGUISTIK PENERJEMAHAN PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURA KARTA


(2)

ii

P.S. I LOVE YOU KARYA CECELIA AHERN

Disusun ole h:

PRISTINIAN YUGASMARA NIM S1 309 08 01 2

Telah Dise tujui o leh Tim Pembimbing untuk Diujik an pada tangg al __ ___ __ __ __ ___

Jabatan Nama Tanda Tangan /Tgl Pembimbing I Prof. Drs. M.R. Nababan, M.Ed, M.A, Ph.D

NIP 19630328 199201 1 001

Pembimbing II P rof. Dr. H. Joko Nurkamto, M. P d NIP 19610124 198702 1 001

Mengetahui,

Ketua Program Studi Linguistik

Prof. Drs. M.R. Nababan, M.Ed, M.A, P h.D NIP 19630328 199201 1 001


(3)

iii

INFORMAL PADA TERJEMAHAN TUTURAN SLANG DALAM NO VEL P.S. I LOVE YOU KARYA CECELIA AHERN

Disusun ole h:

PRISTINIAN YUGASMARA NIM S1 309 08 01 2

Te lah Disetujui o le h De wan Pe mbimbing

Jabatan Nama Tanda Tangan

1. Ketua : Drs. Riyadi Santosa, M.Ed, Ph. D

NIP. 19600328 198601 1 001 ____________ 2. Sekretaris : Dr. Tri Wiratno, MA

NIP. 19610914 198703 1 001 ____________ 3. Anggota : a. Prof. Drs. M.R. Nababan, M.Ed, M.A, P h.D

NIP. 19630328 199201 01 001 ____________ b. Prof. Dr. H. Joko Nurkamto, M.P d

NIP. 19610124 198702 1 001 ____________

Mengetahui,

Direktur Pascasarjana UNS Ketua Program Studi Linguistik

Prof. Drs. Suranto, M. Sc., Ph.D Prof. Drs. M.R. Nababan, M.Ed, M.A, Ph.D NIP. 19570820 198503 1 004 NIP 19630328 199201 01 001


(4)

iv

Nama : Pristinian Yugasmara NIM : S130908012

menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis berjudul ANALISIS

KESEPADANAN MAKNA DAN KEBERTERIMAAN BAH ASA

INFORMAL PADA TERJEMAHAN TUTURAN SLANG DALAM NO VEL P.S. I LOVE YOU KARYA CECELIA AHER N adalah betul-betul karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam tesis ini diberi tanda kutipan dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti bahwa pernyataan saya ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis ini.

Surakarta, Juni 2010 Yang membuat pernyataan,


(5)

v

To Go d Lord , Jesus

To Mom a nd Dad , for th eir who le ba ck -u p To my lovely brothers an d sisters, for bein g my gua rd ian s

To Tata, this is fo r you, girl To Yuù , fo r being h ere and there

To my cuties in my ba ck yard , for th e joy (a nd the scratch es) To you, if you ha ve willing ly op en ed th is for reason s


(6)

vi

A fie ld w orker sh ou ld be able t o ... sw e ep t h e flo or, carry o ut th e garbage , carry in t h e lau ndry, coo k for large grou ps, go w it ho ut fo od and slee p, read an d w rite by

can dl e light , see in th e dark, se e in t he light , coo pe rat e w i th ou t o ffe ndi n g, su pp re ss sarcast ic remarks, smi le t o express b ot h p ain and hurt , e xp erience bot h pain an d hu rt , sp en d time alon g, respo nd t o o rd ers, t ake side s, st ay ne ut ral, t ake risks, avo id harm, b e confu se d, se em con fu sed, care t errib ly, be co me att ach ed t o

n ot hi ng...


(7)

vii

menyelesaikan tesis ini sebagai salah satu syarat untuk mencapai derajat Magister Program Studi Linguistik dengan Minat Utama P enerjemahan.

Proses yang dijalani penulis dalam penulisan tesis ini tidak lepas dari persetujuan, bimbingan, bantuan, dukungan, keterlibatan, serta saran-saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah terlibat dalam penelitian ini, yaitu kepada:

1. Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta

2. Direktur Program P ascasarjana, Prof. Drs. Suranto, M. Sc., Ph. D

3. Prof. Drs. Nababan, M.Ed, M.A, Ph.d, selaku ketua program studi Linguistik P ascasarjana Minat Utama P enerjemahan Universitas Sebelas Maret, atas persetujuan yang diberikan terhadap tesis ini dan selaku pembimbing pertama, atas bimbingan, kritik, dan saran yang diberikan kepada penulis dalam proses penulisan tesis ini.

4. Prof. Dr. H. Joko Nurkamto, M.P d selaku pembimbing kedua, atas bimbingan, saran, dan masukan yang diberikan kepada penulis selama proses penulisan tesis ini.

5. Seluruh dosen Linguistik Penerjemahan P ascasarjana tahun 2008, atas bimbingan dan pengetahuan yang diberikan kepada penulis.


(8)

viii

7. Andy Bayu Nugroho, S.S dan Sumardiyono, S.S, atas kerjasama yang diberikan kepada penulis sebagai rater yang telah membantu dalam memberikan penilaian, masukan, dan saran yang bermanfaat bagi penulis dalam proses penulisan tesis ini.

8. Prisdytia Endrayanti, S.Pd dan Sri Rahayu, S.Pd, atas kerjasama yang diberikan kepada penulis sebagai responden dalam penelitian ini dan atas semangat yang diberikan kepada penulis.

9. Keluarga besar penulis, atas doa, semangat dan dukungan yang diberikan. 10. The sisters, Nova, Nita, Renita yang senantiasa memberikan semangat

dalam kebersamaan kepada penulis.

11. Para sahabat, Tantè, Die2, Nina, Nuni, atas kebersamaan yang diberikan. 12. Kak Ophet, untuk ‘Gu d morning’, ‘Gu d afterno on’, dan ‘Gud eve’ yang

diberikan kepada penulis.

13. Teman-teman angkatan 2008, mbak Lusi, mbak Afin, mbak Diah, mbak Ima, Bu Endri, mas Havid, P ak Johny, mas Miko, atas dukungan, kebersamaan, dan keceriaan yang diberikan kepada penulis.

14. Para staf administrasi dan perpustakaan Pascasarjana, atas kerjasamanya baik secara langsung maupun tidak langsung telah berperan dalam membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini.


(9)

ix

karena itu, penulis menghargai adanya saran, komentar, maupun kritikan yang membangun terhadap tesis ini. Semoga tesis ini bisa bermanfaat bagi para pembaca.

Surakarta, Juni 2010


(10)

x

PERNYATAAN ... iv

PERSEMBAHA N ……….. v

MOTTO ... vi

KATA P ENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR DIAGRAM ... xiii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR LAMPIRA N ... xv

ABSTRAK ... xvi

ABSTRACT ... xviii

BAB I. PENDA HULU AN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 11

BAB II. KAJ IAN TEORI DA N KERANGKA PIKIR A. Kajian Teori 1. Penerjemahan a. Definisi P enerjemahan ……… 12

b. Proses Penerjemahan ……… 14

c. Metode Penerjemahan ……… 17

d. Teknik Penerjemahan ……… 18


(11)

xi

c. Kesepadanan Makna dalam Penerjemahan ... 34

3. Style ... 35

4. Slan g a. Definisi S lan g ……… 38

b. Tuturan Slan g sebagai Ciri Suatu Budaya ……… 42

B. Kerangka P ikir ……… 45

BAB III. METOD OLOGI PENELITIAN A. Jenis P enelitian ... 46

B. Data dan Sumber Data ... …. 47

C. Teknik Pengumpulan Data ...…. 50

D. Pemeriksaan Kredibilitas Data ... 52

E. Teknik Analisis Data ...… 53

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHA SAN A. Pendahuluan ... 54

B. Sekilas Tentang P.S. I Love You ... 55

C. Hasil P enelitian 1. Bentuk-bentuk Terjemahan Slang dalam Novel P.S. I Love You ... 56


(12)

xii

D. Pembahasan ... 93

BAB V. SIMPULAN DAN SAR AN A. Simpulan ... 100

B. Saran ... 102

DAFTAR PUSTAKA ... 104


(13)

xiii


(14)

xiv

Tabel 2 Kategori, Kode, dan Jumlah Data ... 56

Tabel 3 Sebaran Data Terjemahan Sepadan ... 60

Tabel 4 Sebaran Data Terjemahan Kurang Sepadan ... 68

Tabel 5 Sebaran Data Terjemahan Tidak Sepadan ... 72

Tabel 6 Sebaran Data Terjemahan Berterima dalam Makna ... 75

Tabel 7 Sebaran Data Terjemahan Kurang Berterima dalam Makna 81

Tabel 8 Sebaran Data Terjemahan Tidak Berterima dalam Makna 84 Tabel 9 Sebaran Data Terjemahan Berterima dalam Bahasa Informal ... 85

Tabel 10 Sebaran Data Terjemahan Kurang Berterima dalam Bahasa Informal ... 90

Tabel 11 Sebaran Data Terjemahan Tidak Berterima dalam Bahasa Informal ... 92


(15)

xv

Lampiran 2. Tabel Penilaian Tingkat Kesepadanan Makna ... 121 Lampiran 3. Tabel Penilaian Tingkat Keberterimaan Makna ... 127 Lampiran 4. Tabel Penilaian Tingkat Keberterimaan Bahasa Informal ... 133


(16)

xvi

AHERN. Tesis. Surakarta: P rogram P ascasarjana Program Studi Linguistik Minat Utama Penerjemahan, UNS, Juni 2010.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui bentuk tuturan slang yang terdapat dalam novel P.S. I Love You karya Cecilia Ahern dan terjemahannya dalam novel dengan judul yang sama oleh Monica Dwi Chresnayani, (2) mengetahui teknik penerjemahan yang digunakan oleh penerjemah dalam menerjemahkan tuturan sla ng yang terdapat dalam novel P.S . I Love You karya Cecelia Ahern, dan (3) mengetahui tingkat kesepadanan dan keberterimaan makna serta keberterimaan bahasa informal teks terjemahan tuturan slang yang terdapat dalam novel P.S. I Lo ve You karya Cecilia Ahern.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan bentuk co ntent an alysis. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data objektif dan afektif. Data objektif dalam penelitian ini berupa bentuk slang dalam novel P.S . I Love You baik dalam Bsu maupun terjemahannya dalam Bsa serta dokumen mengenai Irish Slang. Sedangkan data afektif diambil dari penilaian pembaca dan pengamat ahli. Dengan menggunakan teknik p urpo sive sa mpling , ditemukan 95 data slang terjemahan dan Irish Slan g Dictiona ry sebagai data objektif, dan kuesioner penilaian dari pembaca dan pengamat ahli sebagai data afektif.

Hasil penelitian terbagi menjadi temuan terhadap bentuk slang, teknik yang digunakan dalam menerjemahkan slang, kesepadanan makna terjemahan slang, keberterimaan makna terjemahan slang, dan keberterimaan kandungan bahasa informal dalam terjemahan slang. Bentuk slang yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi 26 kategori dengan makna masing-masing. Teknik yang digunakan dalam menerjemahkan bentuk slang dalam novel P .S. I Love You adalah redu ction, ca lq ue, dan va ria tion atau gabungan dari ketiganya. P ada tingkat kesepadanan makna, ditemukan 81 (85,56%) data yang dinilai sepadan, 11 (12,63%) data kurang sepadan, dan 3 (2,10%) data tidak sepadan. Dari penilaian terhadap keberterimaan makna, ditemukan 86 (90,52%) data berterima, 6 (6,31%) data kurang berterima, dan 3 (2,10%) data tidak berterima. Sedangkan terhadap keberterimaan kandungan bahasa informal data, pembaca awam memberikan penilaian berterima terhadap 62 (65,26%) data dan kurang berterima terhadap 33 (34,73%) data.

Secara keseluruhan, data-data terjemahan slang dalam novel P.S. I Love You sudah memiliki kualitas yang cukup baik. Namun, sebagai catatan bagi penerjemah dan orang-orang yang memiliki ketertarikan di bidang penerjemahan, perlu diperhatikan lagi mengenai pemilihan padanan makna yang tepat untuk


(17)

(18)

xviii

AHERN. A thesis. Surakarta: Post-Graduate Program of Linguistic in Translation of Sebelas Maret University. June 2010.

This research is intended to find out (1) the form of slang terms used in P.S. I Love You and their translations by Monica Dwi Chresnayani, (2) the translation techniques used by the translator in translating the slang terms occurred in P.S. I Love You by Cecelia Ahern, and (3) the meaning accuracy and acceptability and also the acceptability upon the use of informal language in the slang terms translation in P.S . I Lo ve You by Cecelia Ahern.

The method used in this research is a qualitative method using content analysis. The data used in this research are both from objective and affective sampling. The objective data are the slang terms translation occurred in P.S . I Love You in both source language and target language and also the documents found about the Irish Slang while the affective data are the views and evaluation given by translation viewers and readers. By taking the purposive sampling technique, the researcher finds 95 slang terms data and their translations and also the Irish Slang Dictionary as the objective data whereas the affective data are taken from the questionnaire distributed to the translation viewers and the readers. The research finding consists of four parts, namely the kinds of slang terms found, the translation techniques used, the level of meaning accuracy and acceptability, and the level of acceptability upon the use of informal language of the data. The kinds of slang found in this research varied in 26 different categories. There were three kinds of translation technique used by translators in translating the slang data in this research; reduction, calque, and variation. In the level of meaning accuracy, the researcher found 81 (85,56%) accurate data, 11 (12,63%) less accurate data, and 3 (2,10%) non-accurate data. For the meaning acceptability evaluation, the researcher found 86 (90,52%) acceptable data, 6 (6,31%) less acceptable data, and 3 (2,10%) non-acceptable data. And for the level of acceptability upon the use of informal language given by the readers, the researcher found 62 (65,26%) acceptable data and 33 (34,73%) less acceptable data.

In general, the slang terms translations occur in P .S. I Love You have the acceptable quality of a good translation. As a note for translators and people interested in the translation matters, the choices taken in giving the equivalent meaning of a certain term related to the characteristic of a certain culture need to be taken seriously as well as its level of acceptability in the target language.


(19)

(20)

BAB I PENDA HULU AN

A. Latar Be lakang

Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan di segala bidang dalam beberapa dekade ini bergerak dengan kecepatan yang luar biasa. Hal ini diikuti pula oleh berbagai aspek politik, budaya, dan ekonomi yang terus berkesinambungan di setiap negara. Fenomena ini mengakibatkan semakin diperlukannya adaptasi dan komunikasi antar negara untuk saling berbagi informasi, sebagaimana pula untuk tetap menjalin kerjasama yang baik. Sampai saat ini belum ada satu hal yang bisa menggantikan kendala bahasa sebagai masalah utama yang dihadapi oleh setiap negara di dunia.

Sebagai bahasa internasional, sudah ditetapkan bahwa bahasa Inggris mempunyai peranan penting sebagai alat komunikasi antar negara. Namun, dengan adanya bahasa internasional saja tidaklah cukup. Setiap negara memiliki bahasa yang diikuti oleh aspek-aspek lain yang berbeda dengan negara lain. Disinilah peranan sebuah penerjemahan muncul.

Seandainya masyarakat ingin mengetahui informasi mengenai suatu kejadian yang terjadi di Negara lain, pemilihan P residen Amerika Serikat, sebagai contohnya, ada dua media yang menyediakan informasi mengenai hal tersebut. Media cetak, koran dan majalah, dan media lisan, baik audio (misalnya, radio) ataupun audiovisual (televisi). Kedua media tersebut sama-sama menggunakan bahasa Inggris sebagai sumbernya. Bagi orang-orang


(21)

yang memiliki akses ke bahasa sumber, tentu saja hal ini tidak menjadi masalah. Namun, pemenuhan informasi tidak bisa hanya dibedakan menjadi (1) penting, untuk mereka yang mempunyai akses ke bahasa sumber dan (2) tidak penting, bagi mereka yang tidak mempunyai akses ke bahasa sumber.

Diperlukan adanya media yang berfungsi sebagai jembatan akses ketika kita menghadapi sebuah informasi yang menggunakan bahasa asing selain bahasa yang kita gunakan sebagai sumbernya. Dalam tesis ini, bahasa sumber yang sekaligus menjadi sumber dari permasalahan yang akan dibahas adalah bahasa Inggris. Dan media yang dimaksudkan penulis adalah terjemahan bahasa Indonesia sebagai jembatan akses komunikas i.

Proses membangun jembatan akses inilah yang dikenal sebagai penerjemahaan. Pada dasarnya, penerjemahan adalah kegiatan mengubah dari suatu ‘bentuk’ ke ‘bentuk’ lain. Penerjemahan bisa dilihat dari sudut pandang pengguna terjemahan ataupun dari sudut pandang penerjemah sendiri (Robinson, 2003: 6). Bagi seorang pengguna terjemahan (orang yang membaca buku terjemahan, misalnya), terjemahan hanyalah dipandang sebagai suatu teks yang bisa digunakan sebagai media perantara ketika dia tidak mempunyai cukup kemampuan akses ke BSu. Bagi seorang penerjemah, penerjemahan merupakan sebuah kegiatan (yang bertujuan menghasilkan sebuah teks) yang dipandang dari bagaimana proses tersebut terjadi, hambatan apa yang dihadapi, dan strategi apa yang bisa digunakan untuk mengatasi hambatan tersebut.


(22)

Salah satu bentuk media umum yang biasa dikaji oleh seorang peneliti penerjemahan adalah novel terjemahan. Novel terjemahan sudah menjadi media komunikasi sekaligus hiburan yang dikenal umum oleh masyarakat Indonesia. Dalam sebuah novel terjemahan, pembaca tidak hanya disuguhi dengan alur cerita maupun tema yang bermacam-macam, namun juga informasi budaya yang terdapat di dalamnya.

Novel terjemahan bukan lagi menjadi suatu hal yang asing dalam dunia media komunikasi di Indonesia. Berbagai novel dalam berbagai genre bisa kita temukan di toko-toko buku ataupun tempat persewaan dan perpustakaan. Kebanyakan para pembaca pun lebih menyukai novel terjemahan daripada novel aslinya karena bahasanya adalah bahasa Indonesia yang tentu saja mudah dimengerti. Melalui novel terjemahan pula lah, para pembaca bisa memperoleh pengetahuan mengenai kebudayaan lain yang terdapat dalam ceritanya.

Salah satu bentuk kebudayaan adalah tuturan bahasa. Setiap daerah tentu memiliki tuturan-tuturan yang dianggap khas sebagai ciri kebudayaan daerah tersebut. Dalam novel asing, sudah barang tentu tuturan-tuturan tersebut muncul. Sebagai contohnya adalah istilah brun ch dalam sebuah novel bersetting Amerika pada abad pertengahan (tahun 1970an). Jika seorang penerjemah menggunakan kamus pada masa itu, bisa dipastikan kata tersebut tidak akan muncul. Hal ini bisa menghambat penerjemah dalam mengartikan kata tersebut ke dalam Bsa. Namun, dengan melihat konteks dalam kalimat dan cerita secara keseluruhan, penerjemah pada akhirnya tetap


(23)

mempertahankan kata brun ch tersebut dengan memberikan keterangan arti bahwa bru nch merupakan akronim dari b reak fast an d lunch. Hal seperti inilah yang menjadikan penerjemahaan akhirnya menjadi sebuah kasus.

Selanjutnya, tuturan bahasa slan g adalah termasuk dalam yang dianggap khas dalam suatu kebudayaan, karena selain mempunyai bentuk yang beragam tuturan slan g juga mengandung muatan ekspresif penuturnya. Oleh sebab itu, tentu saja penerjemahan tuturan sla ng juga merupakan salah satu kasus tersendiri yang dihadapi oleh penerjemah novel asing.

Penulis tertarik untuk mengambil masalah terjemahan tuturan slang ini karena ingin mengkaji bentuk, makna, serta kandungan budaya yang muncul dalam versi Indonesia-nya. P ersoalan ketepatan dan keberterimaan makna terjemahan tuturan slang juga dikaji dalam penelitian ini. Seperti apakah bentuk terjemahan tuturan slang yang muncul maupun bagaimakah makna yang terkandung berkaitan dengan budaya (baik Bsu maupun Bsa) merupakan hal yang penting untuk dikaji karena Indonesia sendiri juga mempunyai tuturan sla ng sendiri.

Dalam menerjemahkan, penerjemah akan berusaha mencari padanan makna maupun bentuk yang sedekat mungkin dengan bahasa sasaran. Widyamartaya (1989) menyebutkan bahwa `ekuivalen` yang dimaksud dalam penerjemahan adalah `wajar`(sesuai dengan langgam atau idiom bahasa kita sendiri, i.a. bahasa sasaran). Jika demikian, sudah seyogyanya apabila sebuah kata diterjemahkan menjadi kata, kalimat diterjemahkan menjadi kalimat, peribahasa menjadi peribahasa, dan slan g juga menjadi sla ng . Namun, pada


(24)

kenyataannya, kasus mengenai padanan lah yang umum ditemui dalam sebuah penerjemahan.

Baker (1992) menyebutkan bahwa,

Mo st la ng uag es are lik ely to ha ve equ iva lents for th e mo re g en eral verbs o f speech such a s say a nd sp eak, but man y ma y not h ave eq uivalen ts for th e specific on es. Lan gu ag es u nderstandably tend to mak e on ly tho se distinctio ns in meaning wh ich a re relevan t to their pa rticular en viro nmen t,

Dari pengertian tersebut bisa dipahami bahwa tidak semua unit linguistik dari suatu bahasa mempunyai padanan dalam bahasa lainnya. Namun, dalam penyelesaiannya, unit-unit tersebut tidak mungkin tidak dapat diterjemahkan. Suatu istilah asing bisa dimunculkan dengan diberi keterangan, sebuah idiom bisa dijelaskan dengan cara parafrase, begitu pula dengan sla ng . Seandainya tidak ditemukan padanan slang yang tepat dalam bahasa sasaran, penerjemah bisa saja mengubahnya dengan memunculkan konsep makna yang terkandung saja dengan mengorbankan bentuk slan g nya. Hal ini bisa dilakukan relevan dengan peryataan Larson (dalam Riazi, 2002) bahwa yang berubah adalah bentuk dan bukan pesan/makna.

Penelitian ini mengkaji mengenai tuturan bahasa slang yang terdapat dalam novel P.S. I Love You karya Cecilia Ahern. P enulis mengambil novel tersebut sebagai sumber data karena dalam rentang waktu tahun 2004-2009, karya tersebut merupakan salah satu best seller baik dalam buku asli maupun terjemahannya, bahkan telah dibuat ma jor filmnya pada tahun 2008 dengan bintang Hillary Swank dan Gerard Butler. Novel aslinya dibuat dengan latar belakang tahun 2003/2004 dengan setting negara Irlandia, sedangkan


(25)

terjemahannya terbit di Indonesia pada tahun 2008. Dalam novel asli, penulis menemukan banyak tuturan deklaratif yang mengandung slang , dan karena setting novel itu adalah Irlandia, maka tuturan-tuturan slang tersebut juga memuat budaya Irlandia di dalamnya.

Rentang waktu antara settin g penulisan novel asli pada tahun 2004 dan terjemahannya pada tahun 2008 juga menjadi persoalan yang perlu diperhatikan, karena sifat dari slang sendiri adalah berubah-ubah menurut perkembangan waktu. Fromkin (2003) menyatakan bahwa “on e generatio n’s sla ng is a no th er genera tion’s sta nd ard vo ca bu la ry”. Istilah p ho ne dan TV dulunya merupakan slan g dari teleph one dan televisio n, namun, dalam perkembangannya, istilah-istilah tersebut menjadi kosakata umum yang diketahui dan digunakan orang dari berbagai kalangan masyarakat. Maka, hal yang perlu diperhatikan dalam meneliti kasus terjemahan tuturan slan g dalam penelitian ini adalah kapan dan dalam konteks apa sla ng digunakan, serta siapa penuturnya.

Selain kesepadanan makna, kajian mengenai keberterimaan kandungan bahasa informal juga dibahas dalam penelitian ini. Dikutip dari Kusmaul (1995), terdapat pengertian slang yang diambil dari Collins Dictionary of the English Language, yaitu, “sla ng refers to wo rds o r senses that are informa l a nd restricted in co ntext, for examp le to members of a pa rticu la r social o r cultural grou p. Slang wo rd s a re in ap prop riate in fo rma l speech o r writin g.” Dari pengertian tersebut, jelas bahwa dalam slang terkandung muatan bahasa informal yang digunakan dalam kelompok atau komunitas tertentu. Oleh


(26)

karena itu, menarik untuk dikaji lebih lanjut mengenai kandungan bahasa informal suatu tuturan bahasa asli dengan kandungan dan keberterimaannya dalam bahasa sasaran.

Dalam penggunaannya, bahasa mengandung suatu pengertian. Jika seseorang mengatakan sesuatu, dia mempunyai maksud dalam perkataannya itu. Tidak akan menjadi masalah jika maksud yang terkandung adalah makna literal, namun dalam beberapa kesempatan, orang akan menyampaikan maksud ‘non-literal’ melalui perkataannya dan hal itu mungkin saja bisa menyebabkan kesalahpahaman.

Dalam satu contoh kalimat pada novel P.S. I Love You , disimbolkan sebagai berikut:

Co ntoh 1

BSu: Ciara eventua lly ag reed to leave the h ou se when Ho lly’s usua lly calm da d screa med a t the to p of his voice, a nd to everyon e’s a ma zement, ‘Ciara, this is Holly’s bloody day, NOT YOURS ! And you WILL go to the wed ding and en joy you rself AND when Ho lly walk s do wn stairs you WILL tell her h ow bea utiful she looks a nd I do n’t wan t h ea r a p eep ou t of you FOR THE REST OF THE DAY!’(10/CA 10)

Dalam ucapannya, sang ayah mengucapkan frasa ‘bloody da y’ yang jika penerjemah tidak hati-hati dalam mengetahui maksudnya, akan terjadi kesalahan pengalihan pesan yang sangat fatal. ‘bloo dy’ dalam Wojowasito (1974) dikatakan sebagai “ks. berdarah; hendak menumpahkan darah”. Namun dalam kalimat di atas, sang ayah menggunakan maksud slang ‘b lo od y’ yang


(27)

berupa kata sifat untuk menguatkan arti kata lain yang mengikutinya (Everyd ay Eng lish a nd S la ng in Irela nd. Diakses 26 November 2008).

Dalam novel terjemahannya, penerjemah menerjemahkan kalimat tersebut sebagai berikut:

BSa: Ciara akhirnya mau juga berangkat ke gereja setelah ayah Holly yang biasanya tenang berteriak dengan suara menggeledak hingga mengagetkan semua orang, `Ciara, ini hari istime wa Holly, bukan harimu! Dan kau harus pergi ke pernikahan dan menikmati hari ini, dan bila nanti Holly berjalan menuruni tangga, kau harus mengatakan padanya bahwa dia cantik, dan aku tidak mau mendengar rengekanmu lagi sepanjang sisa hari ini!` (10/MDC 20)

Penerjemah mengetahui bahwa kata ‘b lo od y’ dalam BSu di atas bukan berarti ‘berdarah’ seperti makna literalnya, namun mengetahui bahwa kata tersebut mengandung makna slang untuk menegaskan makna hari pernikahan Holly yang dimaksud dan menerjemahkannya menjadi ‘hari istimewa Holly’. Hal ini merupakan salah satu contoh cara yang dilakukan penerjemah untuk memberikan kesepadanan makna dalam terjemahan ketika tidak ditemukan makna dengan bentuk yang ekuivalen.

Contoh lain terdapat dalam kalimat berikut: Co ntoh 2

BSu: ‘Fine then , I’ll tu rn off the bloo dy light’ (CA, p.8)

BSa: “Baiklah, biar aku yang mematikan lampu sialan itu sekarang” (MDC, p.17)


(28)

Penerjemah mengambil keputusan untuk menerjemahkan kata ‘bloo dy’ menjadi ‘sialan’. Bisa dilihat bahwa dalam konteks yang berbeda, dalam kalimat ini kata ‘blood y’ sebagai sla ng mewakili makna yang berbeda pula. Sudah bisa dipastikan bahwa masalah pasti akan muncul ketika seorang penerjemah berhadapan dengan bahasa sla ng . Selain konteks situasi dan latar belakang budaya bahasa sumber, penerjemah juga harus berhati-hati dalam memutuskan apakah tepat menerjemahkan ‘bloo dy da y’ menjadi ‘hari istimewa’ ataupun ‘b lo od y lig ht’ menjadi ‘lampu sialan’.

Dalam dua contoh kasus di atas, kandungan bahasa informal dalam tuturan terlihat melalui penggunaan istilah ‘bloo dy’. Dalam terjemahannya, penerjemah memberikan kesan kandungan bahasa informal melalui penanda istilah sialan dalam kasus kedua dan meskipun tidak ditemukan penanda dalam bentuk tuturan, terjemahan kasus yang pertama mengandung gaya bahasa informal tersebut dalam intonasi baca dan kesan makna di dalamnya.

Uraian di atas melandasi penyusunan tesis ini bahwa masalah penerjemahan tuturan sla ng perlu untuk dikaji lebih lanjut karena bahasa dan budaya yang melatarbelakanginya lah yang menjadi ladang yang perlu diolah oleh seorang penerjemah. Dalam penelitian ini, dibahas pula mengenai teknik apa saja yang digunakan penerjemah untuk menerjemahkan berbagai tuturan sla ng yang ditemukan dan juga tinjauan kualitas terjemahan dari aspek kesepadanan makna dan keberterimaan bahasa informal oleh pembaca dan para responden yang berkompeten dalam bidang bahasa dan penerjemahan.


(29)

B. Rumusan Masalah

Masalah yang akan dikaji dalam tesis ini akan dipaparkan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah bentuk tuturan slan g yang terdapat dalam novel P.S . I Love You karya Ceceilia Ahern dan terjemahannya dalam novel dengan judul yang sama oleh Monica Dwi Chresnayani?

2. Apa saja teknik penerjemahan yang digunakan oleh penerjemah dalam menerjemahkan tuturan slan g yang terdapat dalam novel P.S. I Love Yo u karya Cecilia Ahern?

3. Bagaimanakah kesepadanan dan keberterimaan makna serta keberterimaan bahasa informal terjemahan tuturan sla ng dalam novel P.S . I Love You dalam bahasa sasaran?

C. Tujuan Pene litian

Sesuai dengan rumusan masalah yang dipaparkan di atas, penulis memiliki tujuan untuk mendapatkan informasi yang mendalam tentang:

1. Bentuk tuturan sla ng yang terdapat dalam novel P.S. I Love You karya Cecilia Ahern dan terjemahannya dalam novel dengan judul yang sama oleh Monica Dwi Chresnayani.

2. Teknik penerjemahan yang digunakan oleh penerjemah dalam menerjemahkan tuturan slang yang terdapat dalam novel P.S. I Love You karya Cecilia Ahern.


(30)

3. Kesepadanan dan keberterimaan makna serta keberterimaan bahasa informal teks terjemahan tuturan slan g yang terdapat dalam novel P.S . I Lo ve You dalam bahasa sasaran.

D. Manfaat Penelitian

Secara teoritis, manfaat penelitian yang bisa diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Memberikan pengertian dan pemahaman yang lebih mendalam mengenai teknik penerjemahan yang digunakan oleh penerjemah dalam menerjemahkan suatu satuan terjemahan

2. Memberikan pengertian dan pemahaman mengenai kualitas terjemahan yang dilihat dari segi kesepadanan dan keberterimaan makna serta keberterimaa n gaya bahasa yang digunakan.

3. Memberikan pengertian dan pemahaman mengenai kasus yang terjadi dalam proses penerjemahan yang dihadapi oleh penerjemah, khususnya tentang penerjemahan tuturan slan g.

Secara praktis, penelitian ini bisa diharapkan untuk bisa membantu memberikan pedoman bagi para peneliti lain di bidang penerjemahan pada khususnya yang ingin melakukan penelitian kualitas teks terjemahan bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia yang ditinjau dari aspek ketepatan dan keberterimaan makna.


(31)

BAB II

KAJ IAN TEORI DA N KERANGKA PIKIR

A. Kajian Te ori

Pada bab ini, penulis mendeskripsikan teori-teori yang digunakan sebagai landasan dalam melakukan penelitian ini serta kerangka pikir yang digunakan oleh peneliti. Teori-teori yang relevan dibagi dalam 4 sub teori yang masing-masing memiliki sub-sub teorinya sendiri-sendiri. Keempat sub teori tersebut adalah (1) penerjemahan, (2) makna dalam penerjemahan, (3) style dan (3) sla ng . Sub teori yang pertama meliputi (a) definisi penerjemahan, (b) proses penerjemahan, (c) metode penerjemahan, (d) teknik penerjemahan, dan (e) kualitas terjemahan. Sub teori yang kedua meliputi (a) definisi makna dalam penerjemahan, (b) jenis makna dalam penerjemahan, dan (c) kesepadanan makna dalam penerjemahan. P ada sub teori yang ketiga terdapat penjelasan mengenai makna style dan penggunaannya dalam gaya berbahasa. Dalam sub teori yang keempat diberikan penjelasan mengenai (a) definisi slan g, dan (b) tuturan slang sebagai ciri suatu budaya.

1. Pe ne rje mahan

a. De finisi Pene rje mahan

Menurut Larson (dalam Simatupang, 2000), menerjemahkan pada dasarnya adalah mengubah suatu bentuk menjadi bentuk lain. Dalam hal ini, ‘bentuk’ yang kita hadapi adalah bahasa, baik yang berwujud verbal ataupun


(32)

non verbal. Fokus penelitian dalam tesis ini adalah mengkaji terjemahan tuturan slan g bahasa Inggris dalam bahasa Indonesia. Definisi lain diungkapkan oleh Nida dan Taber (dalam Widyamartaya, 1989), bahwa tra nslation co nsists in repro ducing in the receptor langu ag e the closest na tural eq uiva lent o f the so urce lang ua ge message, first in terms o f mean ing an d secon dly in terms of style.

Dari definisi di atas terlihat bahwa dalam menerjemahkan suatu teks dari BSu ke BSa, masalah pilihan kata yang tepat dan sepadan menjadi hal pertama yang harus dihadapi seorang penerjemah sebelum mempermasalahkan bentuknya. Ketepatan pilihan kata mempersoalkan kesanggupan sebuah kata untuk menimbulkan gagasan-gagasan yang tepat pada imajinasi pembaca atau pendengar, seperti apa yang dipikirkan atau dirasakan oleh penulis atau pembicara (Keraf, 2006: 87). Masalah ini pada umumnya dihadapi oleh seorang penulis ataupun pembicara dalam menghasilkan suatu teks. Namun, dalam suatu kasus penerjemahan, menjadi tugas penerjemah juga untuk menemukan pilihan kata yang tepat sehingga gagasan yang dimaksudkan oleh penulis ataupun pembicara bisa tepat dirasakan oleh pembaca ataupun pendengar teks terjemahan.

Jika ada yang harus dipertahankan dalam menerjemahkan suatu bahasa ke dalam bahasa lain adalah makna atau pesan yang terkandung dalam bahasa tersebut. Hal ini selaras dengan pendapat Larson (dalam Riazi, 2002) yang mengatakan bahwa “n aturally an d sup posedly, wh at ch ang es is the fo rm a nd the cod e an d wha t sho uld remain u ncha nged is the mean ing an d the


(33)

messa ge”. Diperkuat oleh House (2001), “Translation is essentially an o pera tion in which th e mean in g of lingu istic un its is to b e kept eq uivalent a cross lang ua ges,”, dijelaskan bahwa makna yang terkandung dalam suatu bentuk yang diterjemahkan (suatu unit linguistik) harus diberikan secara ekuivalen/sepadan dalam setiap terjemahannya dalam bahasa apapun.

Terkait dengan penjelasan mengenai ketepatan pilihan kata yang diterjemahkan di atas, Widyamartaya (1989) menambahkan bahwa ekuivalen haruslah natural (wajar, sesuai dengan langgam atau idiom bahasa kita sendiri). Seperti halnya sebuah karya dari seorang penulis asli, sebuah novel terjemahan pun haruslah terasa wajar ketika dibaca oleh pembaca bahasa sasaran.

b. Pros es Penerje mahan

Dikutip dari Merriam-Webster’s Dictionary AND Thesaurus (2006:1093), “trans·la·tion \trans- la-shәn\ n 1 ♦ : an act, process, or instance of translating “, dan dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (1994:1047) tertulis, “pe.ner.je.mah.an n proses, perbuatan, cara menerjemahkan; pengalihbahasaan”. Dari pengertian-pengertian leksikal tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam penerjemahan memang terjadi suatu proses menerjemahkan.

Sebelum melakukan kegiatan menerjemahkan, seorang penerjemah sebaiknya menentukan terlebih dahulu pendekatan apakah yang akan dia gunakan dalam proses tersebut. Ada 2 macam pendekatan penerjemahan


(34)

yang bisa digunakan oleh seorang penerjemah. Pertama, dia bisa menggunakan pendekatan top -down dengan membaca keseluruhan teks terlebih dulu dua atau tiga kali, menemukan konteks, register dan kemudian mulai menerjemahkan setelah pola teks terlihat. Penerjemah juga bisa menggunakan pendekatan bottom-u p dengan mulai menerjemahkan setiap tran slation u nit dari konteks yang terkecil (micro) kemudian ke macro teks. Selanjutnya, secara umum, Nababan (2008) menyebutkan bahwa proses yang terjadi dalam sebuah penerjemahan berlangsung dalam tiga tahap, yaitu (1) analisis, (2) pengalihan pesan, dan (3) restrukturisasi

1) Analisis

Dalam tahap ini, penerjemah mengenali dan menganalisa teks bahasa sumber dengan segala unsur linguistiknya. Termasuk di dalamnya, penerjemah akan melakukan analisa teks pada tataran kalimat, klausa, frasa, dan kata. Penerjemah juga melakukan analisis makna dalam rangka mencari padanan makna suatu unit bahasa dalam bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran dan bagaimana padanan gramatikalnya.

2) Pengalihan/transfer

Proses pengalihan ini berlangsung dalam pikiran seorang penerjemah, dan bila perlu dia bisa menuliskannya sebagai rincian kegiatan transfer yang dilakukan. Di sini seorang penerjemah akan berusaha untuk menangkap pesan sebenarnya dalam teks bahasa sumber dengan tidak terpancang pada struktur linguistik bahasa sumbernya.


(35)

3) Restrukturisa si

Kegiatan yang dilakukan penerjemah pada tahap ini adalah menyusun kembali pokok-pokok pikiran dan analisis yang telah didapat dari tahapan sebelumnya. Nababan memberikan istilah `penyelarasan` untuk tahap restrukturisasi ini. Istilah tersebut digunakan karena dalam tahap ini, penerjemah berusaha untuk mengolah terjemahan agar menjadi selaras dalam bahasa sasaran dan tentu saja bagi pembaca ataupun pendengar terjemahan. Ditambahkan dalam penjelasannya, penerjemah perlu memiliki pengetahuan mengenai untuk siapa, dan dengan tujuan apa suatu terjemahan itu dibuat. Dengan begitu, dalam tahap restrukturisasi ini, proses penyelarasan akan lebih berjalan dengan lancar karena dengan mengetahui hal-hal tersebut, niscaya terjemahan yang dihasilkan juga akan selaras dengan yang diharapkan. Hoed (1999) menambahkan bahwa dalam tahapan ini, penerjemah bisa menentukan ideologi apa yang akan dia gunakan. Bila ia cenderung memilih untuk menggunakan pola gramatikal ataupun menggunakan padanan makna sedekat mungkin dengan bahasa sasaran maka ia menggunakan ideologi do mestica tion . Jika penerjemah memilih untuk mempertahankan sebanyak mungkin ciri kebahasaan dan budaya bahasa sumber dalam suatu teks maka ia cenderung menggunakan ideologi foreigniza tio n.


(36)

c. Metode Pe ne rjemahan

Menurut Newmark (1988) dalam Hoed (2006), metode adalah prinsip yang mendasari cara kita menerjemahkan yang sudah barang tentu bermuara pada bentuk (jenis) terjemahannya. Dalam kaitan ini, metode dibedakan menjadi (1) yang berorientasi kepada Bsu dan (2) yang berorientasi kepada Bsa. Seorang penerjemah dalam menerjemahkan harus memperhatikan siapa pembacanya dan untuk keperluan apa terjemahan itu, sehingga dia bisa menentukan metode apa yang akan digunakan dalam menerjemahkan teks tersebut. Pemilihan metode ini mempengaruhi keseluruhan teks yang diterjemahkan.

Newmark (1988) mengemukakan delapan "metode" penerjemahan yang didasari oleh "tujuan" di samping pertimbangan "untuk siapa" penerjemahan dilakukan. Empat dari kedelapan metode itu berorientasi pada "bahasa sumber", empat lainnya berorientasi pada "bahasa sasaran". Selanjutnya, Newmark menggambarkan kedelapan metode penerjemahan itu dalam suatu diagram yang disebutnya diagram-V.

Diagram 1. Metode Penerjemahan Newmark (1988)

SL e mphasis TL emphasis

Word-for-word translation Adaptation

Literal translation Free translation Faithful translation Idiomatic translation


(37)

Senada dengan Newmark, Molina dan Albir (2002) juga memberikan deskripsi yang menjelaskan mengenai peran dan kedudukan metode dalam penerjemahan sebagai berikut, tra nslatio n meth od refers to the way a pa rticu la r tra nslation pro cess is carried ou t in terms o f the tran slato r’s ob jective, i.e., a globa l op tio n tha t a ffects the who le text.

Dari pengertian di atas, bisa dipahami bahwa peran suatu metode dalam proses penerjemahan adalah cara yang dipilih oleh penerejemah berkaitan dengan tujuan menerjemahkan suatu teks yang tentu saja berpengaruh pada keseluruhan teks dalam konteks makro. Sebagai contoh, jika seorang penerjemah berorientasi pada bahasa sumber, maka sebisa mungkin wujud terjemahan ( pada tataran makro) akan cenderung banyak mengandung istilah ataupun bentuk bahasa sumber dalam unit linguistik-nya (tataran mikro) tanpa banyak diubah menjadi padanannya (walaupun ada) dalam bahasa sasaran.

d. Tek nik Pe ne rje mahan

P ada pembahasan di atas, mengenai metode penerjemahan, disebutkan bahwa dalam lingkup makro suatu teks, seorang penerjemah menggunakan metode tertentu dalam proses penerjemahan. Metode apa yang digunakan oleh seorang penerjemah akan mengarah pada langkah yang digunakannya ketika menemui hambatan dalam penerjemahan, yaitu strategi.

P ada penelitian ini, akan dianalisa lingkup mikro suatu teks terjemahan yang digunakan dalam mengidentifikasi teknik yang digunakan penerjemah


(38)

sebagai realisasi dari strategi yang digunakan dalam menerjemahkan satuan lingual tuturan slan g dalam novel P.S. I Love You . Molina dan Albir (2002) menyebutkan kegunaan teknik penerjemahan sebagai “... to describ e the a ctual step s tak en by the tra nsla tors in each textu al micro-u nit a nd o btain clear da ta ab ou t the genera l metho do lo gical o ption cho sen.”

Mereka juga memberikan lima karakteristik dasar teknik penerjemahan. 1) They a ffect the resu lt of th e translation

2) They a re classified by compa rison with the origina l 3) They a ffect micro u nits of text

4) They a re by n ature discursive a nd con textu al 5) They a re functio na l

Molina dan Albir (2002) juga merumuskan teknik sebagai prosedur untuk menganalisa dan mengklasifikasikan masalah kesepadanan dalam penerjemahan. Hal ini juga yang digunakan sebagai dasar penelitian ini, selain mengidentifikasi teknik, untuk menganalisa ketepatan dan keberterimaan makna sebagai hasil dari teknik penerjemahan yang digunakan.

Selanjutnya, Molina dan Albir memberikan 18 klasifikasi teknik yang bisa digunakan oleh seorang penerjemah. Berikut diberikan penjelasan mengenai kedelapan belas teknik tersebut.

1) Adaptasi (Ada ptation )

Teknik ini bertujuan untuk mengganti unsur budaya pada Bsu ke dalam budaya Bsa.

Bsu : How’s Joh n?


(39)

2) Amplifikasi (Amplification )

Cara yang digunakan dalam teknik ini adalah mengungkapkan detail pesan secara eksplisit atau memparafrasekan suatu informasi yang implisit dari Bsu ke dalam Bsa.

Bsu : There were some Texa n atten ding th e con ference.

Bsa : Beberapa penduduk negara bagian Texas ikut menghadiri konferensi itu.

3) Borrowing

Borrowing adalah teknik penerjemahan yang memungkinkan penerjemah meminjam kata atau ungkapan dari Bsu , baik sebagai peminjaman murni (p ure bo rrowin g) ataupun peminjaman yang sudah dinaturalisasikan (na tu ra lized b orro wing ) baik dalam bentuk morfologi ataupun pengucapan yang disesuaikan dalam Bsa

a. Pure Borro wing Bsu : h yd ra ng ea Bsa : hydrangea b. Naturalized Borrowing

Bsu : Polyju ice1 Bsa : P olijus2

1

Istilah yang dipakai dalam novel anak H arry Potter and The Cham ber of Secret sebagai nama ramuan ajaib yang bisa merubah penampilan seseorang menjadi orang lain untuk jangka waktu tertentu


(40)

4 ) Calq ue

Teknik ini merujuk pada penerjemahan secara literal, baik kata maupun frasa dari Bsu ke dalam Bsa.

Bsu : Prima ry Scho ol Bsa : Sekolah Dasar 5) Compensation

Melalui teknik ini, penerjemah memperkenalkan unsur-unsur pesan atau informasi teks Bsu yang mengandung unsur stilistika ke dalam teks Bsa.

Bsu : Enter, strang er, but tak e heed Of wha t a waits the sin o f g reed3

Bsa : Masuklah, orang asing, tetapi berhati-hatilah

Terhadap dosa yang harus ditanggung orang serakah4 6) Description

Teknik ini diterapkan untuk mengganti sebuah istilah atau ungkapan dengan deskripsi baik dalam bentuk maupun fungsinya.

Bsu : S an dra, mix me up the usua l

Bsa : Sandra, buatkan aku pewarna rambut yang biasa 7) Discursive Creation

Teknik ini dimaksudkan untuk menampilkan kesepadanan sementara yang tidak terduga atau keluar konteks. Teknik ini biasa dipakai untuk menerjemahkan judul buku atau judul film.

3

K ata-kata yang terpahat pada pintu Gringotts (Bank Penyihir) – diambil dari buku cerita anak Harry Potter and The Sorcerer’s Stone, p.72


(41)

Bsu : And Then There Were None5 Bsa : Sepuluh Orang Negro6 8) Esta blihed Eq uivalen t

Dalam menggunakan teknik ini, penerjemah akan lebih cenderung untuk menggunakan istilah atau ekspresi yang sudah dikenal baik dalam kamus atau penggunaan bahasa sehari-hari dari Bsa.

Bsu : Great Britain Bsa : Britania Raya 9) Generalization

Penerapan teknik ini dalam penerjemahan adalah merubah istilah asing yang bersifat khusus menjadi istilah yang lebih dikenal umum dan netral dalam Bsa.

Bsu : cha let7

Bsa : pondok peristirahatan 10) Ling uistic Amplification

Teknik ini digunakan untuk menambah unsur-unsur linguistik dalam teks Bsa agar lebih sesuai dengan kaidah Bsa. Teknik ini biasa digunakan dalam con secutive in terpreting atau dub bing (sulih suara).

Bsu : ‘Sh all we? ’

Bsa : ‘Bisa kita berangkat sekarang?’

5

Salah satu judul seri novel misteri karya Agatha Christie

6

dan judul novel terjemahannya di Indonesia

7 M empunyai arti khusus sebagai istilah untuk menyebut villa yang terletak di daerah pegunungan


(42)

11) Ling uistic Compression

Linguistic Compression merupakan teknik penerjemahan yang dilakukan dengan cara mensintesa unsur-unsur linguistik dalam teks Bsa yang biasanya diterapkan oleh penerjemah dalam pengalihbahasaan secara simultan (simu ltaneous interpreting ) atau dalam penerjemahan teks film (su btitling )

Bsu : ‘I wan t you to u nd erstand’ Bsa : ‘Pahamilah’

12) Literal Tran slation

Ketika menggunakan teknik ini, penerjemah akan menerjemahkan sebuah kata atau ekspresi secara kata per kata.

Bsu : Ministry of Mag ic Bsa : D epartemen Sihir 13) Mod ulation

Dalam teknik ini, penerjemah mengubah sudut pandang, fokus, atau kategori kognitif dalam kaitannya dengan Bsu.

Bsu : Hagrid’s reco rd is a ga ints h im

Bsa : Catatan tentang Hagrid sama sekali tidak mendukungnya. 14) Particu la rization

Teknik ini merupakan kebalikan dari generalization. Penerjemah akan menggunakan istilah yang lebih konkrit atau jelas dalam Bsa bila dalam Bsu hanya diberikan istilah umumnya saja.


(43)

Bsu : He calls the chief to check the engine.

Bsa : D ia memanggil kepala montir untuk memeriksa mesin. 15) Reductio n

Teknik ini berfokus pada pemadatan teks dari Bsu ke dalam Bsa. Teknik ini biasa disebut sebagai kebalikan dari amplifica tio n.

Bsu : Ramada n-the mon th of fa sting for Moslem Bsa : Ramadan

16) Sub stitution

Teknik ini dilakukan dengan cara mengubah unsur-unsur linguistik ke dalam paralinguistik atau sebaliknya. Teknik ini biasa digunakan dalam pengalihbahasaan.

Bsu (paralinguistik) : The b oth Japa nese bo ws each other Bsa : K edua orang Jepang itu saling memberikan salam 17) Tran sp osition

Dalam teknik ini, penerjemah mengubah kategori grammatikal Bsu ke dalam Bsa yang dianggap lebih sesuai.

Bsu : Would you like to co me in o r a re you ju st pa ssing thro ug h? Bsa : K au mau masuk sebentar?

18) Variation

Cara yang digunakan oleh penerjemah dalam teknik ini adalah mengubah unsur-unsur linguistik dan paralinguistik yang mempengaruhi variasi linguistik, perubahan ton secara tekstual, gaya


(44)

bahasa, dialek sosial, dan juga dialek geografis. Teknik ini biasa ditemukan dalam penerjemahan teks drama.

Bsu : `Hi, Love` Bsa : `Halo, Say`

Tabel 1. Klasifikasi Teknik P enerjemahan oleh Molina dan Albir (2002)

Adaptation H ow’s Joe? → Bagaim ana kabar Joko? Am plification There were som e Texan attending the

conference. → Beberapa penduduk negara bagian Texas ikut menghadiri konferens i itu. Borrowing H ydrangea → hydrangea, Polyjuice → Polijus

Calque Primary School → Sekolah Dasar

Compensation Enter, stranger, but take heed O f what awaits the sin of greed

M asuklah, orang asing, tetapi berhati-hatilah T erhadap dosa yang harus ditanggung orang serakah

Description Sandra, m ix me up the usual → Sandra, buatkan aku pew arna rambut yang biasa Discursive creation And Then There Were None → Sepuluh Anak

N egro

Establish ed equivalent G reat Britain → Britania Raya Generalization Chalet → pondok peristirahatan

Linguistic amplification ‘Shall we?’→ ‘Bisa kita berangkat sekarang?’ Linguistic compression I want you to understand → Pahamilah Literal translation Ministry of Magic → Departemen Sihir Modulation H agrid’s record is againts him → Catatan

tentang H agrid sama sekali tidak mendukungnya

Particularization H e calls the chief to check the engine → D ia memanggil kepala montir untuk memeriksa mesin.

Reduction the month of fasting for Moslem → Ramadan Substitution The both Japanese bows each other → Kedua

orang Jepang itu saling memberikan salam Transposition K au mau masuk sebentar? → Would you like to

com e in or are you just passing through? Variation H i, Love → Halo, Say

Dalam penelitian ini, tabel 1 diatas digunakan sebagai pedoman dalam menanalisa teknik penerjemahan yang muncul dan digunakan


(45)

sebagai wujud strategi menghadapi masalah penerjemahan tuturan slang dalam novel P.S. I Lo ve You.

e. Kualitas Terjemahan

P ada akhirnya, suatu terjemahan harus memenuhi syarat ketepatan, keberterimaan dan keterbacaan untuk menjadi terjemahan yang baik dan berkualitas. Berikut diberikan penjelasan singkat mengenai masing-masing aspek kualitas yang dimaksud.

1) Kesepadanan Teks Terjemahaan

Kesepadanan terjemahan diartikan sebagai ketepatan pengalihan pesan asli dalam bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran. Terjemahan harus akurat dalam hal makna untuk bisa disebut terjemahan berkualitas. Selain ketepatan pemilihan padanan, keakuratan makna bisa dilihat dari aspek linguistik, semantik, dan pragmatik (Machali, 2000); ketepatan gramatikal, kesepadanan makna dan konteks dari suatu teks.

2) Keberterimaan Teks Terjemahaan

Aspek keberterimaan berkaitan erat dengan norma, aturan, atau kebiasaan dalam suatu budaya. Kussmaul (1995) menyatakan bahwa ‘the influence of situa tio n an d cu ltu re on what we sa y or write may sometimes be so stron g tha t they determine th e form of texts’. Dalam suatu teks bahasa sumber terkandung aspek sosial dan budaya asli


(46)

yang seringkali berbeda dengan dengan aspek sosial dan budaya yang dimiliki bahasa sasaran.

Suatu kebiasaan dalam suatu budaya belum tentu bisa diterima dalam kebudayaan lain. Bahkan, kebiasaan atau norma yang berlaku dalam suatu kelompok atau komunitas pun belum tentu bisa diberlakukan ke dalam kelompok atau komunitas lain. Hal ini memberikan landasan bagi penerjemah untuk memperhatikan aspek keberterimaan suatu pilihan unit bahasa yang akan diberikan sebagai padanan dalam bahasa sasaran. P ernyataan tersebut sesuai dengan Newmark (1981) bahwa

he (a tran slato r) ca nno t reject an y item as grammatica lly or lexically un acceptable or co rrigible, b ut h e still h as to asses the d eg ree o f its a cceptab ility/co rrigibility befo re decidin g wh ether o r n ot to norma lize it.

Dari pernyataan Newmark tersebut, jelas bahwa penerjemah tidak bisa hanya melihat keberterimaan dari segi gramatikal atau makna namun juga dari derajat keberterimaan dalam konteks sebelum menentukan pilihan untuk menggunakan suatu padanan tertentu sebagai terjemahan.

3) Keterbacaan Teks Terjemahan

Keterbacaan atau read ab ility menunjuk pada derajat kemudahan sebuah tulisan untuk dipahami maksudnya (Sakri dalam Nababan, 1999). Keterlibatan pembaca dalam hal ini juga sama pentingnya seperti keterlibatannya dalam keberterimaan suatu teks karena bagaimanapun juga adanya suatu teks terjemahan (dalam penelitian ini pada khususnya) adalah untuk dibaca.


(47)

Tingkat keterbacaan suatu teks ditentukan oleh beberapa faktor. Richards et al (dalam Nababan, 1999) menyebutkan beberapa diantaranya seperti (a) panjang rata-rata kalimat, (b) jumlah kata baru, dan (c) kompleksitas bahasa yang digunakan.

Sebagai faktor pendukung dari kualitas suatu terjemahan adalah kualitas seorang penerjemah itu sendiri sebagai ‘tran slation maker’. Secara umum, Riazi (2002) memberikan penjelasan bahwa tra nsla tors shou ld meet three requirements, namely: 1) familia rity with the sou rce lan gu ag e, 2) familiarity with th e target la ng ua ge, an d 3 ) familiarity with th e sub ject ma tter.

Kemampuan (baik secara gramatikal ataupun budaya) menguasai kedua bahasa (sumber dan sasaran) merupakan mutlak dimiliki oleh seorang penerjemah. Apa jadinya sebuah penerjemahan jika dilakukan oleh seorang yang meskipun menguasai bahasa sasaran dengan baik, namun hanya setengah memiliki kemampuan bahasa sumber (sekedar bisa). Selain secara gramatikal sangatlah tidak mendukung, secara makna pun akan dipertanyakan ketepatannya. Jadi, kemampuan menguasai kedua bahasa secara (mendekati) sempurna merupakan modal pertama yang harus dimiliki penerjemah. Modal umum yang berikutnya adalah kemampuan menguasai bidang yang menjadi obyek penerjemahan (su bject ma tter co mp etence). Penerjemah harus menguasai bidang yang akan diterjemahkan, karena hal ini akan berpengaruh pada pemilihan strategi yang digunakan untuk memecahkan masalah yang timbul, khususnya penggunaan istilah asing ataupun ragam budaya yang terkandung dalam teks asli. Dengan


(48)

memiliki su bject matter comp etence, penerejemah bisa, sebagai contohnya, menggunakan kamus dan buku-buku referensi yang bisa mendukung proses penerjemahan yang dilakukan. Jika hal-hal tersebut sudah dikuasai, penting bagi penerjemah untuk mempertahankan dan terus mengembangkan kemampuannya tersebut agar terjemahan yang dihasilkan juga tetap berkualitas.

Penelitian ini hanya mengkaji mengenai kesepadanan dan keberterimaan makna serta keberterimaan bahasa informal terjemahan slang sebagai objek penelitian. Kajian penelitian ini berfokus pada teknik penerjemahan yang digunakan penerjemah serta kesepadanan dan keberterimaan makna serta keberterimaan bahasa informal tuturan sla ng Irlandia ke dalam terjemahannya dalam bahasa Indonesia. Aspek keterbacaan tidak dibicarakan dalam usulan tesis ini karena tinjauan yang dilakukan hanyalah pada unit linguistik mikro dalam suatu teks.

2. Makna dalam Pe ne rjemahan

a. De finisi Makna dalam Pe ne rjemahan

Dalam penelitian ini, kesepadanan makna merupakan hal penting yang menjadi dasar analisis data. Dikatakan demikian karena nantinya analisa yang dilakukan bukan hanya bagaimana seorang penerjemah mengalihkan makna suatu kata atau kalimat, namun meluas pada pengalihan pesan dalam makna tersebut. Oleh karena itu, penulis akan memberikan pengertian makna terlebih dahulu dan kesepadanan makna pada poin yang berikutnya.


(49)

“1. maksud pembicara; 2. pengaruh satuan bahasa dalam pemahaman persepsi atau perilaku manusia atau kelompok manusia; 3. hubungan, dalam arti kesepadanan atau ketidaksepadanan antara bahasa dan alam di luar bahasa, atau antara ujaran dan semua hal yang ditunjuknya; 4. cara menggunakan lambang-lambang bahasa.” (Kridalaksana: 2008).

Setiap satuan komunikasi yang dilakukan melalui media apapun pasti mengandung suatu makna. Nida dan Taber (1982) menyebutkan bahwa sebuah kata bisa mempunyai beberapa arti dan kata-kata yang berbeda bisa memiliki keterkaitan makna dalam suatu satuan komponen makna tertentu.

Satuan komponen makna yang dimaksud adalah komponen umum (common comp on en ts), komponen diagnostis (diag no stic co mp onents), dan komponen tambahan (su pplementary co mp onents). Nida dan Taber (1982) menyebutkan bahwa komponen umum atau common comp on en ts merupakan “those wh ich are sh ared b y all the mean ing s of a wo rd ”. Sebagai contohnya, makna yang berbeda dari kata field dalam They h ad the flag ceremon y in the field , The farmers p la nt their seed in th e no rth ern field, dan The warrior died g racefully in a ba ttle field mempunyai komponen umum yang sama yaitu an a rea.

Komponen diagnostis mempunyai pengertian sebagai “komponen makna yang gunanya memisahkan satu makna dari makna yang lain, baik makna-makna itu kepunyaan satu kata atau beberapa kata.” (Kridalaksana: 2008). Sepadan dengan pengertian di atas, Nida dan Taber (1982) juga mengungkapkan bahwa komponen ini membedakan makna satu dengan


(50)

yang lainnya. Dalam contoh di atas, masing-masing makna dibedakan oleh komponen fla g ceremony, farm, dan war.

Nida dan Taber (1982) menjelaskan bahwa komponen ini memberikan kesan terhadap suatu makna secara fleksibel tanpa merubah makna yang ada. Dalam kamusnya, Kridalaksana (2008) menunjukan komponen tambahan sebagai “komponen makna yang khusus mewakili makna suatu unsur tetapi yang tidak bertujuan memisahkannya dari makna lain”. Makna kata h it dalam Ha rry hit Bob mengandung komponen kesan inten tio na lity bahwa hal itu dilakukan dengan sengaja, sedangkan dalam The ba ll hit Bob tidak akan ditemukan kesan bahwa ‘Bola itu mengenai Bob dengan sengaja’. Komponen in ten tion ality inilah yang dimaksud dengan komponen tambahan dalam makna.

b. Jenis Makna dalam Pe ne rjemahan

Selanjutnya akan dijelaskan pula mengenai jenis-jenis makna yang harus dikenali oleh seorang penerjemah sebelum dan selama melakukan proses penerjemahan. Nababan (1999) dalam bukunya merumuskan 5 jenis makna yang terkait dalam penerjemahan.

1. Makna Leksikal

Kridalaksana (2008) menjelaskan bahwa makna leksikal adalah makna unsur-unsur bahasa sebagai lambang benda, peristiwa dan lain-lain. Sebagai contohnya, kata-kata ru n, up , ag ainst mempunyai makna leksikal ‘berlari’, ‘keatas’, dan ‘bertentangan’ (Wojowasito, 1974).


(51)

Biasa juga disebut sebagai makna kata yang tercantum dalam kamus. Dengan kata lain makna ini merupakan makna yang lepas dari penggunaan maupun konteksnya.

2. Makna Gramatikal

Makna gramatikal ditemukan dalam hubungan antara unsur- unsur bahasa dalam satuan-satuan yang lebih besar, misalnya hubungan antara satu kata dengan kata lain dalam frase atau klausa (Kridalaksana, 2008). Makna kata pa rk adalah ‘taman’ jika posisinya dalam kalimat adalah sebagai objek, seperti dalam contoh We walk ed throu gh the p ark. Sementara itu, jika kata pa rk menempati posisi predikat kalimat seperti dalam We park the car, maka makna yang ditemukan adalah ‘memarkir’.

3. Makna Kontekstual atau Situasional

Sesuai dengan istilah yang dipakai, makna ini terhubung erat dengan konteks atau situasi penggunaan suatu kata baik saat berdiri sendiri maupun dalam kalimat. Kridalaksana (2008) mendefinisikan makna ini sebagai “hubungan antara ujaran dan situasi di mana ujaran itu dipakai”. Ujaran Great tidak selalu bermakna ‘bagus’ atau ‘hebat’, namun ujaran ini juga bisa berarti ‘keluhan’ ketika diucapkan oleh seorang siswa yang mendapatkan tugas tambahan dari gurunya. Penerjemah harus mengenali betul konteks dan situasi sebuah kata berada.


(52)

4. Makna Tekstual

Makna ini akan ditentukan oleh register sebuah teks. Seperti halnya konteks maupun situasi, isi atau tema dari suatu teks juga berperan penting dalam menentukan makna sebuah kata. Contoh sederhananya bisa dilihat sebagai berikut.

Left click on table a nd choose Table Autoformat. Mo ve th e curso r up o r do wn to cho ose the ta ble style you wan t.

Dalam teks di atas, ‘table’ merupakan istilah dalam program komputer. 5. Makna Sosiokultural

Makna sosiokultural adalah makna yang berkaitan dengan keadaan sosial budaya masyarakat pengguna bahasa. Makna ini bisa muncul dari suatu istilah budaya bahasa sumber yang mungkin ada padanannya ataupu tidak dalam bahasa sasaran. Seorang penerjemah harus sangat berhati-hati dalam menerjemahkan istilah-istilah seperti b itch, d amn, karena tidak selamanya kata-kata tersebut mengandung makna negatif. Dalam suatu komunitas pengguna bahasa Inggris di Irlandia, ujaran Where’s yo ur bitch ? adalah biasa dilontarkan antar teman sebaya untuk merujuk pada ‘Dimana pacarmu (perempuan)?’. Dari uraian di atas, bisa disimpulkan bahwa perbedaan makna sebuah kata atau kalimat disebabkan perbedaan struktur posisi gramatikal, konteks kalimat, dan juga register. Teks kedokteran menggunakan bahasa kedokteran, teks hukum menggunakan bahasa hukum, dan sebagainya (Hatim dan Mason, 1997).


(53)

c. Ke sepadanan Makna dalam Penerje mahan

Kesepadanan makna merupakan masalah umum yang ada dalam penerjemahan. Tidak ada dua bahasa yang memiliki padanan makna yang sama persis untuk setiap unit bahasanya. Seorang penerjemah akan dihadapkan pada situasi yang mengharuskannya memiliki kemampuan menganalisa suatu teks bahasa sumber dan mengalihkan pesan dan mencari padanan yang paling dekat dalam bahasa sumber. Berikut jenis padanan dalam terdapat dalam suatu teks seperti yang diungkapkan oleh Baker (1992)

1) Padanan pada Tataran Kata

Sebagai unit terkecil dari bahasa yang mempunyai makna, kata merupakan titik awal kajian dalam rangka memahami keseluruhan makna dalam suatu teks bahasa sumber. Baker menjelaskan ketaksepadanan makna pada tataran kata menjadi 11 jenis, yaitu (a) konsep khusus, (b) konsep BSu tidak tersedia dalam BSa, (c) konsep BSu yang sangat kompleks secara semantik, (d) perbedaan persepsi BSu dan BSa terhadap suatu konsep, (e) BSa tidak mempunyai unsur atasan, (f) BSa tidak mempunyai unsur bawahan atau hiponim, (g) perbedaan persepsi BSu dan BSa terhadap konsep interpersonal dan fisik, (h) perbedaan dalam hal makna ekspresif, (i) perbedaan bentuk kata, (j) perbedaan dalam hal tujuan, dan (k) perbedaan tingkat penggunaan bentuk-bentuk tertentu.


(54)

2) Padanan di atas Tataran Kata

Yang dimaksud dengan tataran di atas kata adalah frasa, kalimat, dan paragraf. Suatu kata mempunyai kecenderungan untuk berkolokasi dengan kata lain sehingga menghasilkan frasa. Seringkali penerjemah berhadapan dengan ungkapan idiomatik pada suatu teks. Maka dari itu ia perlu menguasai strategi untuk mengidentifikasikan dan menginterpretasikan ungkapan idiomatik dalam bahasa sumber dengan tepat untuk memperoleh padanan yang tepat dan paling dekat dalam bahasa sasaran.

3) Padanan Gramatikal

Pembahasan tentang padanan gramatikal dikaitkan dengan tata bahasa yang dibagi menjadi dua dimensi, yaitu dimensi morfologis dan dimensi sintaksis. Sama seperti kata maupun frasa, tidak ada satu bahasa yang memiliki padanan gramatikal yang sama persis dengan bahasa lain. Bahasa Inggris, misalnya, mempunyai perubahan bentuk tunggal atau jamak yang akan mempengaruhi bentuk kata baik dalam tataran frasa, klausa, ataupun kalimat. Sedangkan bahasa Indonesia juga membedakan konsep tunggal atau jamak, namun tidak secara morfologis.

3 . Style

Permasalahan pernejemahan slang yang akan dibahas dalam makalah ini sangat erat berkaitan dengan style yang digunakan oleh penutur slang. Dalam kajian teori sebelumnya disebutkan bahwa register yang muncul berpengaruh


(55)

pada konteks situasi yang melatarbelakangi suatu teks dan cerita yang ada di dalamnya. Fromkin et.al (2003) menyebutkan bahwa register bisa juga disebut sebagai style; suatu “situational dialects” yang melibatkan cara seseorang menggunakan bahasa dalam situasi tertentu, misalnya, berbicara dengan teman, percakapan pada saat wawancara pekerjaan, melakukan presentasi dalam kelas, berbicara dengan anak kecil, ataupun berbicara dengan orang tua. Bisa ditambahkan bahwa suatu register atau style memainkan peranan penting dalam membentuk kesatuan dan mempertahankan keutuhan cerita dalam suatu teks. Untuk menunjukan konsistensi penggunaan istilah, dalam makalah ini, selanjutnya, akan digunakan istilah style untuk merujuk pada suatu “situational dialect”.

Suatu style pastilah mengandung muatan budaya di dalamnya. Jika kita menilik sebentar, kembali ke persoalan penerjemahan, bisa ditemukan banyak contoh bahwa dalam kasus penerjemahan, suatu istilah yang mengandung muatan budaya sulit untuk diberikan padanan dalam level on e-to-on e correspo nd en ce. Istilah-istilah seperti Halloween, kilt, ataupun Thanksgiving tidak bisa begitu saja diberikan padanan dalam level one-to -one correspo ndence dalam bahasa lain karena muatan budaya yang terkandung di dalamnya. Kecuali sebuah istilah ataupun bentuk suatu budaya mempunyai padanan dalam budaya lain, maka penerjemahan yang dilakukan pun tidak bisa dalam level o ne-to-o ne co rrespo nd en ce. Mengarah pada bentuk yang lebih besar lagi dari sebuah wujud budaya adalah, salah satunya, pada style tuturan yang digunakan dalam berkomunikasi. Cook (1989) menyebutkan bahwa, oleh karena penggunaannya


(56)

dalam rangka berkomunikasi, style dipengaruhi oleh jenis pembicaraan, pendengar sasaran, dan tujuan pembicaraan. Pernyataan ini sepadan dengan konsep ‘situational dialect’ yang diberikan oleh Fromkin; bahwa dalam masing-masing bentuk pembicaraan yang berbeda, pendengar sasaran dan tujuan yang ingin dicapai pun berbeda pula.

Selanjutnya, Fromkin et.al menyatakan bahwa hampir setiap orang mempunyai in formal ataupun formal style yang digunakan dalam kebutuhannya berkomunikasi. Meskipun sama sama mempunyai aturan dalam penggunaannya, in formal style mempunyai aturan yang lebih longgar daripada formal style dengan grammar rules-nya. Hal ini menyebabkan suatu informal style menjadi lebih unp redictable. Sebagai contoh8, seseorang bisa berkata dalam wujud informal You ru nn in g the maratho n? daripada Are you run ning th e ma ra th on ? dengan makna yang sama namun dalam style yang berbeda. Penerjemahan kedua tuturan tersebut juga haruslah sepadan dengan style yang digunakan. Kamu iku t lari maratho n? atau Kau iku t lari maratho n, ya? bisa dipilih sebagai terjemahan info rmal style dari You runn ing the marathon daripada Apak ah Anda ik ut lari ma ra tho n?. Hal ini perlu diperhatikan agar tidak terjadi pergeseran style dalam terjemahan yang diberikan; karena, jika suatu style berubah, maka kesatuan makna dalam suatu tuturan akan berubah pula.

Sebagai salah satu penanda in formal style dalam suatu komunitas, slang merupakan inti permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini. Oleh karena sifatnya yang kontemporer, berubah-ubah sesuai dengan suatu waktu atau masa


(57)

(Fromkin, 2003), slang menimbulkan kasus tersendiri bagi penerjemah untuk mempunyai pemikiran secara kontemporer serta mampu merepresentasikannya secara praktis ketika menerjemahkan suatu istilah slang yang digunakan dalam komunikasi. Sebagai bahasa sasaran yang dipakai dalam pembahasan makalah ini, bahasa Indonesia juga mempunyai perbedaan penggunaan style tuturan. Seperti pada padanan makna yo u (formal) dan you (informal) menjadi Anda dan Kau /Kamu.

4 . Sla ng

a. De finisi Sla ng

Menurut Kridalaksana (2008), slang merupakan

ragam bahasa tak resmi yang dipakai oleh kaum remaja atau kelompok-kelompok sosial tertentu untuk komunikasi sebagai usaha supaya orang-orang kelompok lain tidak mengerti: berupa kosakata yang serba baru dan berubah-ubah.

Dari definisi di atas, terlihat bahwa penggunaan slan g terbatas pada komunikasi dalam kelompok masyarakat tertentu. Jika suatu sla ng dari suatu kelompok digunakan untuk ataupun oleh kelompok lain (dengan catatan bahwa kelompok tersebut tidak menanyakan ataupun mengetahui artinya), bisa dipastikan bahwa tidak akan terjadi komunikasi yang baik. Hal ini didukung dengan definisi dalam Duden-Oxford (dalam Kusmaull, 1995) bahwa sla ng merupakan tuturan yang “especially colloqu ial a nd expressive; often used o nly by p articular grou ps”. Selain mendukung pernyataan bahwa penggunaan slang adalah terbatas pada komunikasi


(58)

dalam kelompok tertentu, disebutkan pula bahwa slan g merupakan bahasa ‘tak resmi’ (Kridalaksa na) atau co llo qu ia l (Duden-Oxford).

Slan g dianggap sebagai bahasa ‘tak resmi’ karena penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari yang biasanya menghindari kesan formal untuk lebih mengungkapkan ekspresi penutur secara bebas (expressive). Dengan kata lain, sla ng tidak bisa digunakan dalam setting formal, karena dalam situasi formal, seseorang hendaknya mengikuti suatu aturan-aturan tertentu. Definisi dalam Oxford Advance Learner’s Dictionary of Current English (1963) mendukung pernyataan tersebut dengan menyebutkan bahwa slan g merupakan words, ph ra ses, meanin gs of words, etc. co mmo nly used in talk bu t n ot suitab le for go od writin g or forma l occasion s. Disebutkan pula bahwa penggunaan slan g terbatas pada tuturan dan tidak umum dalam bentuk tulisan. Hal ini sangat mungkin terjadi jika pernyataan ini bertolak pada definisi yang menyebutkan bahwa sla ng merupakan bahasa yang bersifat expressive dan co lloquial. Seseorang akan lebih mudah untuk mengekspresikan maksudnya secara bebas dalam bentuk langsung secara oral dan ekspresi penutur pun lebih bisa terungkapkan ketika masing-masing orang yang berkomunikasi bisa mendengar atau berhadapan secara langsung. Sedangkan dalam bentuk tulisan, hal tersebut akan lebih sukar untuk dilakukan.

Definisi lain mengenai slang diungkapkan oleh Fromkin et.al (2003) bahwa slang merupakan Words an d phrases used in ca su al sp eech, often inven ted a nd spread b y close-k nit so cial or ag e grou ps, and fa


(59)

st-ch ang ing . Fromkin menekankan bahwa tuturan sla ng mempunyai sifat yang cepat berubah-ubah. Faktor penggunaan bahasa yang bebas dalam setting informal lah yang memungkinkan hal ini terjadi. Sesuai dengan pengertian dari bahasa sebagai suatu budaya, tuturan slang merupakan hasil ciptaan manusia yang hidup dalam suatu budaya dan dalam perkembangannya manusia bisa mencipta, merubah, ataupun menggunakannya kembali dalam kehidupannya. Allan dan Burridge (2006) menyebutnya sebagai bahasa dalam bentuk contemp orary type. Istilah TV yang dulunya adalah slang sekarang merupakan kosakata umum yang dipakai untuk menyebut television . Perubahan ini bisa terjadi karena pada dasarnya sudah menjadi sifat dari bahasa sebagai media komunikasi adalah untuk menyampaikan pesan dari satu orang ke orang lain; masing-masing diharapkan untuk bisa saling mengerti maksud yang disampaikan. Hal ini didukung oleh Greenough et al (dalam Moentaha, 2008) yang merumuskan slang sebagai a pecu lia r k in d o f vagabond langua ge, always han ging on th e o utskirts of legitimate speech b ut co ntinually straying a nd forcing its wa y into the mo st respectab le co mp any.

Dari definisi-definisi slang di atas, bisa diambil kesimpulan bahwa slan g mempunyai lima ciri khusus, yaitu (1) digunakan dalam percakapan, (2) bersifat informal, (3) bersifat temporal, (4) mengandung muatan ekspresif penutur, dan (5) berlaku dalam kelompok atau komunitas masyarakat tertentu.


(60)

Berkaitan dengan karakteristik slan g yang mengandung muatan ekspresif penutur seperti yang disebutkan dalam definisi di atas, Partridge (dalam Crystal, 1995) merumuskan bahwa ada 15 alasan yang digunakan oleh seseorang ketika menggunakan tuturan slang dalam speech act-nya. Kelimabelas alasan tersebut diuraikan sebagai berikut.

1 ) In sh eer hig h spirits, in playfulness or wa ggin ess. 2 ) As a n exercise either in wit and in genu ity o r in h umo ur. 3 ) To b e ‘different’, to b e n ovel

4 ) To b e picturesqu e

5 ) To escap e from clichés, or to be brief a nd con cise. 6 ) To enrich the lan gua ge

7 ) To len d an a ir of solidity, co ncreteness, to th e ab stract; of ea rthin ess to the id ea listic; o f immediacy a nd a pp ositeness to th e remote.

8 ) To lessen th e sting of, o r on th e o th er ha nd to g ive a dd ition al po in t to, a refusal, a rejectio n, a recan ta tio n.

9 ) To redu ce, p erha ps also to disperse, th e so lemn ity, the po mpo sity, the excessive serio usness of a conversa tio n.

10) To speak o r write do wn to a n inferior, or to amuse a sup erior pu blic; o r merely to b e on a colloq uial level with either o ne’s au dience or o ne’s subject matter.

11) For ea se of so cial intercou rse.

12) To induce eith er frien dliness or intimacy o f a deep o r a d urab le kind .

13) To b e ‘in a swim’ o r to estab lish con ta ct.

14) Hence, to sh ow or prove tha t someone is not ‘in th e swim’. 15) To b e secret-n ot un derstoo d by those aro und one

Secara singkat, tuturan slan g merupakan bahasa informal yang mengandung makna tertentu yang (seringkali) lepas dari makna literalnya dan seringkali juga merupakan istilah yang sama sekali baru yang hanya berlaku dalam suatu komunitas tertentu yang masing-masing anggotanya memiliki sha red experience. Komunitas yang dimaksud bisa saja merupakan anggota suatu perkumpulan tertentu, para remaja pada kisaran


(1)

Penerjemahan slang ‘eejit’ sejumlah 1 data, (15) Penerjemahan slang ‘dope’ sejumlah 1 data, (16) Penerjemahan slang ‘feck’ sejumlah 1 data, (17) Penerjemahan slang ‘feck off’ sejumlah 2 data, (18) Penerjemahan slang ‘local’ sejumlah 8 data, (19) Penerjemahan slang ‘grand’ sejumlah 2 data, (20) Penerjemahan slang ‘dodgy’ sejumlah 1 data, (21) Penerjemahan slang ‘wreck’ sejumlah 1 data, (22) Penerjemahan slang ‘oddball’ sejumlah 1 data, (23) Penerjemahan slang ‘dump’ sejumlah 1 data, (24) Penerjemahan slang ‘knackered’ sejumlah 1 data, (25) Penerjemahan slang ‘eefing and blinding’ sejumlah 1 data, dan (26) Penerjemahan slang ‘balls’ sejumlah 1 data.

Terjemahan slang dalam bahasa sasaran menggunakan variasi teknik reduction, calque, variation, dan naturalized borrowing. Penggunaan teknik reduction berpengaruh pada kekurang sepadanan makna dalam terjemahan, sedangkan terjemahan sepadan banyak ditemukan dari hasil penggunaan teknik calque dan naturalized borrowing. Perbedaan kebudayaan berpengaruh pada keberterimaan dalam penggunaan bahasa, dalam hal ini tuturan slang yang ditemukan. Penerjemah dinilai cukup berhasil mengatasi masalah tersebut dengan menggunakan teknik variation dalam menerjemahkan slang bahasa sumber ke bahasa sasaran.

Dari penilaian terhadap kesepadanan makna terjemahan, terdapat 81 data atau 85,26% dari keseluruhan jumlah data yang termasuk dalam tingkat makna sepadan, 11 data atau 12,63% dari 95 data dinilai ke dalam tingkat makna kurang sepadan,


(2)

sedangkan sisa 3 data atau 2,10% merupakan data dengan tingkat kesepadanan rendah.

Pada tinjauan keberterimaan makna, persentase tertinggi ditemukan pada tingkat keberterimaan berterima dengan 90,52% atau 86 dari 95 data. 6 data lain termasuk dalam tingkat keberterimaan makna kurang dan sisa 2,10% merupakan data terjemahan yang mempunyai tingkat keberterimaan makna rendah.

Sedangkan penilaian keberterimaan dalam penggunaan bahasa informal terbagi dalam tingkat berterima (65,26%) dan kurang berterima (34,73%). Dengan skala penilaian 1-3, tidak ditemukan adanya terjemahan yang dinilai dalam tingkat keberterimaan rendah.

Dari jumlah data dan persentase yang ditemukan dalam hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa terjemahan slang dalam novel P.S. I Love You ke dalam terjemahannya memiliki rata-rata kualitas baik.

B. Saran

Meskipun rata-rata kualitas terjemahan yang dihasilkan dalam penerjemahan slang dalam P.S. I Love You termasuk dalam kategori baik, munculnya data-data dengan penilaian rendah harus tetap menjadi evaluasi bagi penerjemah pada khususnya dan pengamat ahli di bidang penerjemahan pada umumnya.

Dalam mencari padanan makna yang tepat, penerjemah perlu menggunakan sebanyak mungkin referensi mengenai materi yang akan diterjemahkan. Selain


(3)

kamus, penggunaan dokumen-dokumen lain yang terkait dengan materi yang akan diterjemahkan akan sangat membantu penerjemah untuk bisa melihat makna dari berbagai sudut pandang dan beragam konteks situasi yang bisa muncul. Kesalahan kecil yang muncul karena penerjemah kurang jeli dalam menemukan padanan yang sebenarnya ada membuat penilaian kualitas terjemahan dan secara tidak langsung terhadap penerjemah sendiri berkurang.

Penguasaan teori dan ketrampilan bahasa sasaran juga perlu diperhatikan bagi penerjemah sehubungan dengan kemampuan untuk menilai keberterimaan makna dalam bahasa sasaran. Seperti halnya penanda bahasa yang dimiliki bahasa sumber, bahasa sasaran pun memiliki penanda-penanda bahasa yang berpengaruh pada korelasi dan koherensi makna dengan konteks serta pada gaya bahasa yang digunakan.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Ahern, Cecelia. 2008. P.S. I Love You (Alih Bahasa: Monica Dwi Chresnaya ni). Jakarta: P T. Gramedia P ustaka Utama.

Ahern, Cecelia. 2007. P.S. I Love You. London: Clays Ltd

Allan, Keith and Burridge, Kate. 2006. Forbidd en Word s: Taboo a nd the

Censoring of Language. Cambridge: Cambridge Univ. P ress

Baker, Mona. 1992. In Other Words: A Coursebook on Tra nsla tion. London: Routledge

Bungin, Burhan. 2008. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Prenada Media Group. Bussman, Hadumod. 1996. Routledg e Dictionary of Language a nd Linguistics.

London: Routledge

Crystal, David. 1995. The Ca mbridg e Encyclop ed ia of the English Lang uage. Cambridge: Cabridge Univ. P ress

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1994. Kamus Besar Ba hasa

Indonesia : Ed isi Kedua. Jakarta: Balai Pustaka.

Fromkin, Victoria, Rodman, Robert, and Hyams, Nina. 2003. An Introduction to

Languag e: 7th Edition. Massachusetts: Wadsworth Thomson

Corporation.

Hoed, Benny Hoedoro. 2006. Penerjemahan d an Kebuda ya an. Jakarta: PT. Pustaka Jaya

House, Juliane. 2001. “Translation Quality Assessment: Linguistic Description versus Social Evaluation”. dalam Meta: Translator’s J ournal. XLVI, 2 Keraf, Gorys. 2006. Diksi d an Ga ya Ba hasa . Jakarta: PT. Gramedia Pustaka

Utama

Kridalaksana, Harimurti. 2008. Ka mus Ling uistik (Edisi Keempa t). Jakarta: PT. Gramedia P ustaka Utama.

Kussmaul, Paul. 1995. Training The Tra nsla tor. Amsterdam: John Benjamins B.V.


(5)

Merriam Webster. 2006. Merriam Webster’s Dictiona ry AND Thesa urus. Massachusets : Merriam Webster Inc.

Moentaha, Salihen. 2006. Ba hasa dan Terjemahan. Jakarta: Kesaint Blanc. Molina, Lucina & Albir, Amparo Hutardo. 2002. “Translation Techniques

Revisited: A Dynamic and Functionalist Approach”. dalam Meta :

Translators’ J ournal. XLVII, 4.

Mulyana, Deddy dan Jalaluddin Rakhmat. 2006. Komunika si Antar Buda ya :

Panduan Berkomunikasi d enga n Ora ng-Ora ng Berbeda Buda ya .

Bandung: PT Rosdakarya.

Nababan, M. Rudolf. 2008. Teori Menerjemah Ba hasa Inggris. Yogyakarta: Pustaka P elajar.

Newmark, P eter. 1988. A Tex tbook of Transla tion. London: Prentice Hall ___ __________. 1981. Ap proa ches to Translation. Oxford: P ergamon Press Nida, Eugene A and Taber, Charles R. 1982. The Theory and Pra ctice of

Translation. Leiden: E.J. Brills

Orsted, Jeannette. 2001. “Quality and Efficiency: Incompatible Elements in Translation Practice”. dalam Meta: Translator’s J ournal. XLVI, 2. Oxford Thesaurus, The. An A-Z Dictionary of Synonyms. Pdf. file

Riazi, A. 2002. “The Invisible in Translation: The Role of Text Structure.” (makalah dalam The First International Conference on Language, Literature, and Translation in The Third Millenium). dalam Tra nslation

Journa l pada www.accurapid.com diakses pada 17 September 2008.

Robinson, Douglas. 2003. Becoming A Tra nslator: An Introd uction to The

Theory and Practice of Tra nsla tion. Cornwall: MPG Books Ltd.

Simatupang, Maurits. 2000. Penganta r Teori Terjema han. Jakarta: Depdiknas Dikti.

Sutopo, H.B. 1996. Metod ologi Penelitian Kualita tif: Dasar Teori d an

Tera pa nnya d alam Penelitia n. Surakarta: UNS P ress.

Valero-Garces, Carmen. 2002. “Translating as an Academic and Professional Activity” dalam Meta: Translator’s J ournal. XLV, 2


(6)

Wojowasito, S, dkk. 1974. Ka mus Umum Inggeris – Indonesia. Jakarta: Penerbit Cypress.

www.dublindictionary.htm diakses pada 26 November 2008 www.summerhill.co.uk. diakses pada 5 Mei 2009