Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi. Pembelajaran bahasa diharapkan membantu peserta didik mengenal dirinya, budayanya, dan budaya orang lain, mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat yang mengunakan bahasa tersebut, dan menemukan serta menggunakan kemampuan analitis dan imaginatif dalam dirinya. Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis Depdiknas 2003. Selain hal tersebut, salah satu tujuan dari pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di sekolah adalah agar peseta didik dapat berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku baik secara lisan maupun tulis. Memiliki kemampuan dan menguasai bahasa Indonesia berarti mampu menyampaikan pesan pada orang lain dan menerima pesan dari orang lain tanpa mengalami kesulitan. Selain itu, dengan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di sekolah, diharapkan dapat mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, meningkatkan pengetahuan serta meningkatkan keterampilan bahasa peserta didik. Hal ini sejalan dengan fungsi dan kedudukan bahasa Indonesia yakni sebagai bahasa nasional dan bahasa negara. Bahasa indonesia harus dipelajari untuk dapat berkomunikasi dengan masyarakat etnik lain di Indonesia. Menurut Hayon 2007:11 keterampilan berbahasa dibagi atas dua bagian utama yaitu keterampilan bahasa lisan dan keterampilan bahasa tulis. Keterampilan bahasa lisan dan keterampilan bahasa tulis. keterampilan bahasa lisan terbagi atas dua, yaitu menyimak dan berbicara. Demikian pula, keterampilan tulis pun dibagi menjadi dua, yaitu membaca dan menulis. Keterampilan menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang menjadi tujuan setiap pengajaran bahasa di sekolah. Seperti kita ketahui dari GBPP Bidang Studi Bahasa Indonesia, baik untuk SD, SMP, dan SMA maupun perguruan tinggi ditujukan untuk mencapai keterampilan-keterampilan: berbicara, membaca, menyimak, dan menulis. Keterampilan-keterampilan tersebut tentu saja harus dilandasi dengan pengetahuan kebahasaan, baik tentang kaidah-kaidah maupun mengenai laras-larasnya. Berpedoman pada tujuan pengajaran bahasa Indonesia di atas, maka bahasa Indonesia perlu diajarkan sejak seseorang memasuki pendidikan di jenjang sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Pengajaran menulis permulaan sangat penting diajarkan di sekolah dasar agar anak-anak terlibat kegiatan baca-tulis. Pembelajaran tersebut merupakan dasar menulis yang dapat menentukan murid sekolah dasar dalam menulis lanjut pada kelas berikutnya. Tanpa memiliki kemampuan menulis sejak dini, anak akan mengalami kesulitan belajar pada masa selanjutnya. Menulis dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan penyampaian pesan komunikasi dengan menggunakan bahasa tulis sebagai alat atau medianya. Menulis sendiri sebenarnya bukanlah sesuatu yang asing bagi kita. Artikel, esai, laporan, resensi, karya sastra, buku, komik, dan cerita adalah contoh bentuk dan produk bahasa tulis yang akrab dengan kehidupan kita. Tulisan-tulisan itu menyajikan secara runtut dan menarik, ide, gagasan, dan perasaan penulisnya. Aktivitas menulis atau kadang orang menyebutnya mengarang, tidak banyak di antara kita yang menyukainya. Aspek pelajaran bahasa yang paling tidak disukai murid dan gurunya adalah menulis atau mengarang Suparno dan Yunus 2007: 1.3-1.4. Menulis merupakan kegiatan yang aktif dan produktif yang memerlukan cara berpikir teratur yang diungkapkan dalam bahasa tulis. menulis yang dimaksud adalah sebagai keterampilan seseorang untuk menuangkan ide, pikiran, gagasan, pengetahuan, ilmu, dan pengalaman, sehingga diperlukan suatu latihan dan praktik yang banyak dan teratur agar keterampilan menulis dapat tercapai. Menulis adalah kegiatan berbahasa yang menggunakan tulisan sebagai mediumnya. Pengembangan keterampilan menulis perlu mendapatkan perhatian yang sungguh-sungguh sejak pendidikan dasar. Sebagai aspek kemampuan berbahasa, menulis dapat dikuasai siapa saja yang memiliki kemampuan intelektual yang memadai. Oleh karena itu, menulis harus terus dilatih secara sungguh-sunguh agar tujuan pembelajaran menulis dapat tercapai maksimal. Keterampilan menulis bukanlah keterampilan yang diwariskan secara turun-temurun, akan tetapi merupakan proses belajar yang memerlukan ketekunan berlatih. Semakin rajin berlatih keterampilan menulis semakin meningkat. Permasalahan dalam pembelajaran menulis banyak dialami oleh siswa dari berbagai jenjang pendidikan baik SD, SMP, SMA, maupun perguruan tinggi. Mereka merasa kesulitan untuk menuangkan ide dan gagasan. Penulis memilih untuk melakukan penelitian di SD. Hal ini dikarenakan, penulis ingin memecahkan permasalahan dalam pembelajaran menulis dari jenjang yang paling rendah. Penulis ingin mencari akar permasalahan dari pembelajaran menulis. Apabila siswa SD sudah mempunyai bekal yang baik, pada jenjang pendidikan selanjutnya siswa tidak akan mengamalami kesulitan dalam pembelajaran menulis. Pembelajaran menulis pada siswa SD yang dilaksanakan selama ini kurang produktif. Guru pada umumnya menerangkan hal-hal yang berkenaan dengan teori menulis. Sementara pelatihan menulis yang sebenarnya jarang dibahas atau disampaikan, seperti penggunaan tanda baca dalam menulis, memadukan kalimat, dan menyatukan paragraf yang baik kurang mendapat perhatian. Sebagai contoh salah satu keterampilan menulis, penulis memilih keterampilan menyusun paragraf. Paragraf adalah seperangkat kalimat yang membicarakan suatu gagasan atau topik. Paragraf merupakan perpaduan kalimat- kalimat yang memperlihatkan kesatuan pikiran atau kalimat-kalimat yang berkaitan dalam membentuk gagasan atau topik tersebut. Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP mata pelajaran bahasa Indonesia kelas III terdapat kompetensi dasar menyusun paragraf. Dalam kompetensi dasar tersebut terdapat indikator yang harus dicapai oleh siswa dari materi pokok yang harus diajarkan guru. Indikator dari kompetensi dasar menyusun paragraf adalah mampu menyusun paragraf berdasarkan bahan yang tersedia dengan memperhatikan penggunaan ejaan. Materi pokok adalah contoh paragraf dan langkah-langkah menyusun paragraf dengan memperhatikan penggunaan ejaan. Indikator dan materi pokok tersebut dapat dikembangkan oleh guru untuk lebih meningkatkan kemampuan siswa dalam menyusun paragraf. Keterampilan menyusun paragraf ini perlu diajarkan agar siswa kelas III SD mampu menyusun paragraf dengan memperhatikan ejaan yang benar. Berdasarkan hasil observasi dengan guru mata pelajaran bahasa Indonesia di SD Negeri Sekaran 01 Gunungpati Semarang, peneliti menemukan masalah yang muncul akibat kurang maksimalnya kemampuan menulis siswa dalam menyusun paragraf. Pada pembelajaran menyusun paragraf masih banyak siswa yang memperoleh nilai di bawah KKM yang sudah ditentukan yaitu 65. Dari hasil observasi dapat diketahui bahwa sebagian besar siswa masih belum mampu menyusun paragraf dengan menggunakan ejaan yang tepat dan penyusunannya kurang sistematis. Dalam kegiatan menyusun paragraf, siswa tidak menggunakan huruf kapital di awal kalimat serta untuk nama orang dan tempat juga pada awal kata tidak menggunakan huruf kapital. Serta setiap kalimat ditulis dalam satu baris, kemudian kalimat berikutnya pada baris bawahnya. Dalam satu paragraf biasanya setelah kalimat pertama selesai ditulis namun masih ada tempat di baris yang sama untuk menulis maka kalimat berikutnya ditulis langsung dalam satu baris itu. Guru harus mengingatkan setiap saat tentang hal tersebut pada saat pembelajaran menyusun paragraf ini. Melihat kondisi keterampilan siswa dalam menyusun paragraf yang kurang maksimal ini, guru perlu mengadakan berbagai upaya dan mencoba berbagai alternatif baik strategi, teknik, maupun model serta media pembelajaran yang bervariasi agar siswa lebih bersemangat dalam pembelajaran menyusun paragraf. Oleh karena itu, peneliti ingin mencoba menggunakan model serta media yang akan mengantarkan siswa pada pembelajaran yang sebenarnya. Penulis mengharapkan dengan model pembelajaran ini siswa tidak hanya tertarik dengan pembelajarannya, namun juga siswa benar-benar paham dengan pembelajaran yang diberikan. Salah satu cara yang akan dilakukan oleh peneliti untuk meningkatkan keterampilan menyusun paragraf dengan model pembelajaran Two Stay Two Stray. Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas. Dalam pembelajaran ini siswa dibentuk kelompok. Masing-masing kelompok anggotanya empat orang. Siswa bekerja sama dalam kelompok dan setelah selesai dua orang dari masing- masing kelompok menjadi tamu kelompok yang lain. Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi ke tamu mereka. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain. Kelompok mencocokkan dan membahas hasil kerja mereka. Dalam model pembelajaran ini selain dapat menyusun paragraf, siswa juga dituntut untuk mengetahui alasan mengapa siswa menyusun paragraf sedemikian rupa dan menjelaskannya kepada teman dari kelompok lain yang bertamu di kelompoknya. Selain menggunakan model pembelajaran Two Stay Two Stray , peneliti juga menggunakan media permainan bahasa Scramble. Hal ini dimaksudkan agar siswa tidak bosan dalam mengikuti pembelajaran menyusun paragraf ini. Media permainan bahasa Scramble merupakan permainan berupa aktivitas menyusun kembali suatu paragraf yang kalimat-kalimatnya telah dikacaubalaukan terlebih dahulu. Tujuan permainan ini adalah untuk melatih menyusun paragraf dalam rangka latihan keterampilan ekspresi tulis atau mengarang. Dengan model pembelajaran dan media permainan ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menyusun paragraf. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik melakukan penelitian dengan model pembelajaran yang bisa membuat siswa tertarik dan tidak merasa bosan dalam mengikuti pembelajaran sehingga siswa paham dalam pembelajaran menyusun paragraf. Dalam penelitian ini penulis memilih judul Peningkatan Keterampilan Menyusun Paragraf melalui Model pembelajaran Two Stay Two Stray dengan Media Permainan Bahasa Scramble pada Siswa Kelas III SD Negeri Sekaran 01 Gunungpati Semarang.

1.2 Identifikasi Masalah

Dokumen yang terkait

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Two Stay Two Stray(Dua Tinggal Dua Tamu) Dengan Pendekatan Nilai Untuk meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Konsep Cahaya

0 6 192

Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Two Stay Two Stray Terhadap Keterampilan Menyimak Siswa Kelas V MIN 15 Bintaro Jakarta Selatan

1 10 130

Perbedaan hasil belajar ips siswa dengan menggunakan pembelajaran kooperatif teknik inside outside circle dan two stay two stray

0 12 0

Perbedaan Hasil Belajar Antara Siswa yang Menggunakan Metode Pembelajaran Two Stay Two Stray dan Jigsaw Pada Konsep Pencernaan

2 14 198

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPS MELALUI MODEL TWO STAY TWO STRAY DENGAN MEDIA POWERPOINT DI SDN BENDAN NGISOR KOTA SEMARANG

1 8 304

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN PKn MELALUI MODEL PEMBELAJARAN TWO STAY TWO STRAY BERBANTU MEDIA AUDIO VISUAL PADA SISWA KELAS IV SDN KARANGANYAR 01 KOTA SEMARANG

0 31 263

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPS MELALUI MODEL PEMBELAJARAN TWO STAY – TWO STRAY DENGAN POWER POINT PADA SISWA KELAS IV SD KARANGAMPEL 01 KALIWUNGU KUDUS

0 11 327

PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPS MELALUI MODEL TWO STAY TWO STRAY BERBANTUAN MEDIA AUDIO VISUAL PADA SISWA KELAS V SDN TUGUREJO 01 KOTA SEMARANG

0 24 337

perbedaan hasil belajar peserta didik menggunakan pendekatan sts, sets, dan stem pada pembelajaran konsep virus

3 22 77

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERDISKUSI MELALUI STRATEGI PEMBELAJARAN TWO STAY TWO STRAY Peningkatan Keterampilan Berdiskusi Melalui Strategi Pembelajaran Two Stay Two Stray Pada Mata Pelajaran IPA Kelas IV SD N 02 Demakan Sukoharjo Tahun Ajaran 2013/2014.

0 1 17