Hasil dan Pembahasan Modified local getis statistic on AMOEBA weights matrix for spatial panel model and its performance

posisi suatu daerah tidak sama jika dilihat dari jumlah penduduk miskin dan persentase penduduk miskinnya. Hal ini terjadi karena adanya pengaruh populasi penduduk terhadap tingkat kemiskinan di suatu daerah. Kualitas sumberdaya manusia juga berpengaruh terhadap jumlah penduduk miskin, karena pada masyarakat dengan tingkat pendidikan yang tinggi memiliki kesempatan lebih tinggi untuk memperoleh pekerjaan yang lebih layak. Jumlah penduduk miskin juga sangat dipengaruhi oleh pendapatan perkapita penduduknya. PDRB perkapita di kabupatenkota di Provinsi Jawa Tengah sangat berpengaruh dalam penentuan garis kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah. Oleh karena itu setiap daerah di Provinsi Jawa Tengah senantiasa berusaha untuk meningkatkan pendapatan perkapita penduduknya agar dapat berada di atas garis kemiskinan. Jika pendapatan perkapita penduduknya semakin meningkat diharapkan dapat mengurangi jumlah penduduk miskin di daerah yang bersangkutan. Pada penelitian ini, selain share tenaga kerja empat sektor dominan, populasi penduduk, PDRB perkapita dan pendidikan, dikaji pula interaksi spasial antar wilayah yang saling berdekatan. Interaksi spasial ini diperlukan untuk melihat bagaimana pengaruh tetangga antar kabupatenkota terhadap jumlah penduduk miskin di kabupatenkota tertentu. Dampak adanya faktor interaksi spasial dalam model adalah munculnya endogeneitas, sehingga penduga parameter yang relevan digunakan dalam penelitian ini adalah metode SYS- GMM. Berdasarkan latar belakang di atas, konsentrasi penelitian ini adalah mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah penduduk miskin dan faktor interaksi spasial kabupatenkota yang bertetangga dengan melibatkan jenis matriks pembobot spasial yang berbeda dalam model. Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan performa matriks pembobot terbaik yang dapat menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah penduduk miskin dan interaksi spasial di Provinsi Jawa Tengah serta dapat merumuskan implikasi kebijakan dari hasil analisis yang diperoleh.

5.2 Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Jawa Tengah

Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi di pulau Jawa yang diapit oleh dua provinsi besar yaitu Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Jawa Timur. Letak Provinsi Jawa Tengah antara 5 o 40’ dan 8 o 30’ Lintang Selatan dan antara 108 o 30’ dan 111 o 30’ Bujur Timur. Secara administratif, Provinsi Jawa Tengah terbagi menjadi 29 kabupaten dan 6 kota. Luas wilayah pada tahun 2010 adalah sebesar 3.25 juta hektar atau 25.04 persen dari luas Pulau Jawa atau 1.7 persen dari luas Indonesia. Wilayah provinsi Jawa Tengah terdiri dari luas sawah sebesar 992 ribu hektar dan luas bukan lahan sawah sebesar 2.26 juta hektar BPS Jawa Tengah, 2012. Jumlah penduduk di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2011 adalah 32.64 juta orang dengan perbandingan jumlah laki-laki dan perempuan yang hampir merata yaitu jumlah laki-laki sebanyak 16.27 juta orang dan jumlah perempuan 16.37 juta orang. Kepadatan penduduknya mencapai 1003 orang per km 2 . Pada tahun 2011 jumlah rumah tangga di Provinsi Jawa Tengah adalah 8.9 juta rumah tangga dengan rata-rata jumlah anggota keluarga 3.7 BPS Jawa Tengah, 2012. Secara proporsional jumlah penduduk terbesar adalah penduduk usia produktif atau kelompok umur angkatan kerja 15-64 tahun yaitu sebanyak 21.99 juta orang. Oleh karena itu dapat dipastikan bahwa kebutuhan lapangan usaha di wilayah ini cukup tinggi untuk menampung penduduk yang masih produktif untuk bekerja. Dilihat dari jenis pekerjaan penduduk, jumlah pekerja pada lapangan usaha di bidang pertanian, kehutanan, perkebunan dan perikanan menempati proporsi tertinggi dibandingkan dengan sektor-sektor yang lain, yaitu sebesar 5.38 juta orang. Namun demikian dari tahun ke tahun jumlah tenaga kerja di sektor pertanian mengalami penurunan seiring dengan perkembangan di sektor lainya seperti sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan. Ditinjau dari sisi pendidikan tertinggi yang berhasil ditamatkan oleh penduduk berumur 15 tahun ke atas yang bekerja adalah sebagai berikut: jumlah penduduk yang tamat SD sebesar 9.136 juta orang, tamat SMP 3.048 juta orang dan tamat SMA ke atas sebanyak 3.732 juta orang BPS Jawa Tengah, 2012. Dari data tersebut diketahui bahwa pendidikan penduduk di Provinsi Jawa Tengah perlu ditingkatkan guna meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang dapat diserap oleh berbagai lapangan usaha yang tersedia di Provinsi Jawa Tengah.

5.3 Kemiskinan dan PDRB Provinsi Jawa Tengah

Konsep kemiskinan yang digunakan oleh BPS, diukur dengan menggunakan konsep kemampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan dasarnya. Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Oleh karena itu penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita per bulan di bawah garis kemiskinan BPS Jawa Tengah, 2012. Garis kemiskinan merupakan penjumlahan dari Garis Kemiskinan Makanan GKM dan Garis Kemiskinan Non Makanan GKNM. GKM merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kilokalori per kapita per hari. GKNM adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan BPS Jawa Tengah, 2012. Pengentasan kemiskinan merupakan salah satu persoalan yang menjadi fokus utama dalam pembangunan di Provinsi Jawa Tengah. Pada tahun 2011, Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi dengan jumlah penduduk miskin kedua terbesar di Indonesia yaitu 5.1 juta penduduk. Akan tetapi jika ditinjau dari sisi persentase penduduk miskin, Provinsi Jawa Tengah menempati urutan ke-12 terbesar di Indonesia yaitu sebesar 15.76 dari total jumlah penduduk di Provinsi Jawa Tengah BPS, 2012. Untuk mengurangi jumlah penduduk miskin kemiskinan perlu upaya-upaya tertentu sehinga laju pertumbuhan ekonomi meningkat dimana salah satu indikator yang sering digunakan untuk melihat laju pertumbuhan ekonomi tersebut adalah PDRB. PDRB merupakan penjumlahan seluruh nilai tambah bruto NTB dari berbagai aktivitas ekonomi yang menghasilkan barang dan jasa di suatu wilayah dalam periode tertentu, tanpa memperhatikan kepemilikan atas faktor produksi. Di dalam beragam buku pendapatan nasional, sering disebutkan bahwa besaran PDRB dapat dihitung melalui tiga pendekatan, yaitu pendekatan produksi, pendekatan pendapatan dan pendekatan pengeluaran. PDRB yang digunakan dalam makalah mengacu pada pendekatan produksi. Dalam pendekatan produksi, PDRB merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir atau nilai tambah bruto yang dihasilkan oleh suatu unit ekonomiunit usaha di suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu, biasanya dalam satu tahun. Melalui pendekatan produksi, PDRB terbagi menjadi sembilan sektor, yaitu 1 Pertanian, 2 Pertambangan dan Penggalian, 3 Industri Pengolahan, 4 Listrik, Gas dan Air Bersih, 5 KonstruksiBangunan, 6 Perdagangan, Hotel dan Restoran, 7 Pengangkutan dan Komunikasi, 8 Jasa Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan, dan 9 Jasa-jasa. Sektor pertanian dan pertambangan termasuk ke dalam kelompok sektor primer, sektor industri pengolahan, listrik, gas dan air bersih serta bangunan termasuk kelompok sekunder sedangkan sisanya, yakni perdagangan, pengangkutan, jasa keuangan dan jasa-jasa termasuk ke dalam kelompok tersier. PDRB setiap wilayah disajikan dalam dua bentuk yaitu atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan pada suatu tahun dasar. Dalam penyajian berdasarkan harga berlaku, semua agregat pendapatan dinilai atas dasar harga yang berlaku pada masing-masing tahun, baik pada saat menilai produksi dan biaya antara maupun pada penilaian komponen nilai tambah dan komponen pengeluaran produk domestik regional bruto. Sedangkan dalam penyajian atas dasar harga konstan, semua agregat pendapatan dinilai atas dasar harga yang terjadi pada tahun dasar dalam publikasi ini harga konstan didasarkan kepada harga-harga pada tahun 2000. Karena menggunakan harga konstan tetap, maka perkembangan agregat dari tahun ke tahun semata-mata disebabkan oleh perkembangan riil kuantum produksi bukan lagi karena faktor fluktuasi harga inflasideflasi. Penyerapan tenaga kerja di berbagai sektor, terutama sektor-sektor unggulan atau dominan, diharapkan dapat mengurangi jumlah penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah. Berdasarkan data dari BPS Jawa Tengah 2011 terdapat empat sektor lapangan usaha yang cukup dominan dalam memberikan kontribusi terhadap laju pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Tengah, yakni sektor pertanian, sektor industri pengolahan, sektor perdagangan dan sektor jasa. Sektor pertanian termasuk ke dalam kelompok sektor primer, sektor industri pengolahan termasuk kelompok sekunder dan sektor perdagangan dan jasa termasuk kelompok tersier. Dari ketiga kelompok sektor ini, kelompok sektor sekunder dan tersier berkontribusi relatif lebih besar dibandingkan kelompok sektor primer BPS Jawa Tengah, 2011.

5.4 Spesifikasi Model dan Uji Hipotesis Parameter Model

Dalam lingkup nasional, Siregar dan Wahyuni 2008 memodelkan hubungan antara jumlah penduduk miskin dengan populasi penduduk, share pertanian, share industri, tingkat pendidikan SMP dan SMA, tingkat inflasi dan PDRB. Dalam penelitian ini pemodelan hubungan antara jumlah penduduk miskin dan faktor-faktor yang mempengaruhinya dikembangkan, yaitu dengan melibatkan pengaruh interaksi spasial dimana pada komponen ruas kanan model dilibatkan pengaruh spasial WY. Spesifikasi model yang digunakan untuk memodelkan keterkaitan antara jumlah penduduk miskin dan faktor-faktor yang mempengaruhinya melalui model SLM-SEM dengan fokus utama pada bagaimana pengaruh populasi penduduk, tenaga kerja lulusan setara SMP, share tenaga kerja empat sektor dominan, PDRB perkapita, dan pengaruh spasial terhadap jumlah penduduk miskin. Model yang digunakan mengacu pada model Cizek et al. 2011, b “ SÌ“S = ýb “ SÌ“S , 0p + ÇÕ b “ SÌ“S + s p b6bè•‹ÌS + s q Ì b + s Ÿ Ì7 “ ‹ S + s ª Ì7 “S + s 8 Ì7 “b [ + s 9 Ì7 “Š‹Ì‹ + s : b â;“‹b + ˜ ˜ = ü ˜ + u , dan u = š + 3 , = 1,2, … ,35, = 1,2, . . ,5 , 5.1 Matriks pembobot spasial pada bagian SLM yang dikaji adalah WC, WG dan WGnew . Beberapa kasus khusus dari model 4.3 dan 4.4 antara lain ketika ρ=0, maka model pada persamaan 5.1 merupakan model panel spasial dinamis SLM, untuk kasus ρ=λ=0, model 5.1 merupakan model panel spasial statis dengan spesifikasi SLM, sedangkan ketika ρ=λ=δ=0, model 5.1 merupakan model regresi klasik. Dalam kajian penelitian ini konsentrasi utamanya adalah bagaimana keterkaitan antara faktor-faktor yang yang mempengaruhi jumlah penduduk miskin dan bagaimana performa ketiga jenis matriks pembobot spasial dalam model. Untuk melakukan uji hipotesis terhadap parameter model, untuk penyederhanaan notasi, misalkan, c b “ SÌ“S , 0p , Õ b “ SÌ“S , b6bè•‹ÌS Ì b , Ì7 “ ‹ S , Ì7 “S , Ì7 “b [ , Ì7 “Š‹Ì‹ , b â;“‹b d = • , PDKMISKINit = | • , = cý, Ç, s p , s q , s Ÿ , s ª , s 8 , s 9 , s : d dan ô • adalah vektor galat sehingga model 5.1 dapat dinyatakan sebagai | • = • + ô • . 5.2 Berdasarkan metode penduga SYS-GMM tahap 1 GMM1 diperoleh penduga bagi adalah 4.19. „ ö = 5 ö ′ ö ö ö ′ ö 8 0x ö ′ ö ö ö ′ r • , Misalkan adalah parameter yang sebenarnya, sehingga dalam hal ini akan dilakukan uji hipotesis 7 5 : = vs 7 5 : ≠ . Berdasarkan 5.2 „ ö = 5 ö • ö ö ö • ö 8 0x ö • ö ö ö • 5 ö + ô • 8 „ ö = + 5 ö • ö ö ö • ö 8 0x ö • ö ö ö • ô • 5„ ö − 8 = 5 ö • ö ö ö • ö 8 0x ö • ö ö ö • ô • √ö5„ ö − 8 = – ö A ö ö ö öA ö ö — 0x ö A ö ö ö ö A ôV √ö 5.3 ô • = S − ρM 0p z • = ;z • , dengan ; = S − ρM 0p . Menurut Cizek et al. 2011 apabila sisaan v bersifat acak saling bebas dan mempunyai ragam berhingga finite variance, serta pengaruh tetap η mempunyai momen keempat yang berhingga finite fourth moment maka –√ö5„ ö − 8— → ö – , 5 B ′ B 8 0x B ′ 5 B C ′8 ′ B 5 B ′ B 8 0x — 5.4 dengan ö′ ö ö → B , ö 0x ö ′ D E ö → B C dan ö → . Pada kasus ρ=0, ô • = z • , dengan z • = õ • + F • , B=I, sehingga –√ö5„ ö − 8— ~ö – , 5 B ′ B 8 0x B ′ 5B C 8 ′ B 5 B ′ B 8 0x — 5.5

5.5 Kestasioneran Model Panel Spasial Dinamis

Perhatikan model panel spasial dinamis 4.3, dan asumsikan bahwa matriks S − ÇÕ • tak singular, sehingga 4.3 dapat dituliskan kembali sebagai r • = S − ÇÕ • 0p ýr • − 1 + ‰ ö } + ˜ • . 5.6 Pada kasus model panel dinamis non spasial Ç = 0 model 5.6 stabil atau stasioner apabila |ý| 1. Dalam model panel spasial dinamis, kestabilan model 5.6 tidak hanya ditentukan oleh ý, |ý| 1, tetapi ditentukan oleh akar-akar ciri characteristic roots dari matriks ý S − ÇÕ • 0p harus berada dalam lingkaran satuan lingkaran berjari-jari satu. Misalkan û adalah akar ciri matriks Õ • . Jika Õ • matriks simetris maka terdapat matriks b sedemikian sehingga b ′ Õ • b = Λ, sedangkan apabila Õ • matriks tak simetris maka b ′ Õ • b = T, dengan Λ dan T berturut-turut adalah matriks diagonal dan matriks segitiga atas dengan diagonal utama akar-akar ciri dari matriks Õ • Harville, 1997. Determinan dari matriks diagonal dan matriks segitiga atas adalah perkalian dari elemen diagonal utamanya. Sebagai ilustrasi untuk kasus matriks Õ • simetris, maka b ′ Õ • b = Λ Çb ′ Õ • b = ÇΛ b ′ b − b ′ ÇÕ • b = b ′ b − ÇΛ b ′ cS − ÇÕ • db = S − ÇΛ cS − ÇÕ • d 0p = S − ÇΛ 0p , karena PP’ = P’P=I det cS − ÇÕ • d 0p = |cS − ÇÕ • d 0p | = I 1 1 − Çû • ‚p . Misalkan û Y ¹ dan û Y_ R berturut-turut akar ciri minimum dan akar ciri maksimum dari matriks Õ • , maka det ý S − ÇÕ • 0p = |ý S − ÇÕ • 0p | = |ý|| S − ÇÕ • 0p | 1. Dengan mengambil akar-akar ciri minimum dan akar ciri maksimum û Y ¹ dan û Y_ R , sedemikian sehingga |ý| – p p0Ë÷ øHÄ — 1 dan |ý| – p p0Ë÷ øùJú — 1 maka kondisi |ý|| S − ÇÕ • 0p | 1 terpenuhi. Dengan demikian maka kondisi kestabilan model 5.11 terpenuhi apabila |ý| – p p0Ë÷ øHÄ — 1 dan |ý| – p p0Ë÷ øùJú — 1 atau dapat disederhanakan menjadi |ý| 1 − Çû Y ¹ ⟺ |ý| + Çû Y_ R 1 apabila Ç 0 dan |ý| 1 − Çû Y_ R ⟺ |ý| + Çû Y_ R 1 apabila Ç ≥ 0 Cizek, 2011.

5.6 Analisis Komponen Utama

Banyaknya peubah bebas dalam model dapat meningkatkan akurasi hasil pendugaan, namun terkadang muncul permasalahan lain yaitu terjadinya multikolinieritas antar peubah bebas. Salah satu di antara beberapa pemecahan terhadap masalah multikolinieritas adalah dengan mentransformasi peubah bebas X ke peubah baru yang saling bebas melalui analisis komponen utama Principal Component Analysis . Analisis komponen utama Principal Component Analysis, PCA merupakan salah satu teknik analisis peubah ganda multivariate analysis yang dapat digunakan untuk mereduksi p peubah yang saling berkorelasi ke k peubah