Modified local getis statistic on AMOEBA weights matrix for spatial panel model and its performance

(1)

MODIFIKASI STATISTIK GETIS LOKAL PADA MATRIKS

PEMBOBOT AMOEBA UNTUK MODEL PANEL SPASIAL

DAN KAJIAN PERFORMANYA

JAJANG

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014


(2)

(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Modifikasi Statistik Getis Lokal pada Matriks Pembobot AMOEBA untuk Model Panel Spasial dan Kajian Performanya adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2014 Jajang


(4)

(5)

RINGKASAN

JAJANG. Modifikasi Statistik Getis Lokal pada Matriks Pembobot AMOEBA untuk Model Panel Spasial dan Kajian Performanya. Dibimbing oleh ASEP SAEFUDDIN, I WAYAN MANGKU dan HERMANTO SIREGAR.

Model regresi klasik mengasumsikan antar objek tidak ada interaksi. Pada beberapa kasus, asumsi tersebut adakalanya tidak terpenuhi sehingga perlu dicari alternatif pemecahan yang dapat mengakomodasi adanya pengaruh interaksi. Model spasial merupakan model yang dapat mengakomodasi pengaruh interaksi melalui penambahan komponen spasial di ruas kanan model yang direpresentasikan oleh matriks pembobot spasial.

Umumnya matriks pembobot spasial menggunakan konsep kedekatan antar unit spasial, tanpa melibatkan kemiripan peubah yang menjadi perhatian. Sebuah cara lain untuk mengkonstruksi matriks pembobot spasial adalah menggunakan prosedur AMOEBA yang diperkenalkan oleh Aldstadt dan Getis. Dalam prosedur ini setiap elemen matriks, selain ditentukan oleh hubungan kedekatan, juga ditentukan oleh kemiripan antar peubah menggunakan statistik Getis lokal. Getis dan Ord telah mengklaim bahwa statistik Getis lokal berdistribusi normal. Akan tetapi hasil uji secara empiris melalui kurva normal menunjukkan bahwa kenormalan statistik Getis lokal dipengaruhi oleh peubah yang menjadi perhatian (peubah asal). Berdasarkan hal ini maka dilakukan modifikasi terhadap statistik Getis lokal sehingga diperoleh statistik Getis yang kekar (robust). Melalui metode transformasi peubah asal ke penduga distribusi sebaran kumulatif diperoleh statistik Getis termodifikasi, katakanlah Gnew, yang

robust artinya Gnew berdistribusi normal untuk sembarang peubah asal.

Untuk mengevaluasi statistik Getis lokal dan Getis lokal termodifikasi, keduanya diterapkan pada AMOEBA untuk mengkonstruksi matriks pembobot, katakanlah WG dan WGnew. Di samping itu dibandingkan pula kedua matriks tersebut dengan matriks kontiguitas (WC). Model yang digunakan untuk membandingkan ketiga matriks pembobot spasial adalah model yang dispesifikasi oleh Cizek. Dengan menggunakan data simulasi dan kriteria akar kuadrat tengah galat relatif diperoleh bahwa WGnew memberikan performa paling baik. Berikutnya adalah mengevaluasi performa matriks pada kasus data riil. Studi kasus yang diambil dalam penelitian ini terkait dengan masalah kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah.

Kemiskinan merupakan salah satu isu yang menjadi perhatian baik di tingkat pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Jawa Tengah merupakan provinsi dengan jumlah penduduk miskin kedua terbesar di Indonesia. Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi kemiskinan, beberapa di antaranya adalah PDRB perkapita, populasi, pendidikan, share tenaga kerja pertanian, share tenaga kerja industri, share tenaga kerja perdagangan dan share tenaga kerja jasa (empat sektor dominan). Konsentrasi penelitian ini adalah mengkaji pengaruh tenaga kerja lulusan SMP ke bawah, populasi penduduk, PDRB perkapita, dan share tenaga kerja empat sektor dominan terhadap jumlah penduduk miskin dengan menggunakan model panel spasial. Data yang digunakan untuk pemodelan data dari tahun 2007 sampai 2011 yang diperoleh dari BPS pusat dan BPS Jawa Tengah dari tahun 2008 sampai 2012. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kenaikan populasi penduduk, jumlah pakerja yang tamat SMP, dan share tenaga


(6)

kerja pertanian dapat meningkatkan jumlah penduduk miskin. Sedangkan kenaikan jumlah share tenaga kerja industri, perdagangan, jasa dan PDRB per kapita dapat menurunkan jumlah penduduk miskin. Berdasarkan temuan-temuan pada penelitian ini, terdapat beberapa cara untuk mengurangi jumlah penduduk miskin, diantaralnya adalah pengendalian populasi penduduk melalui keluarga berencana (program KB), peningkatan kualitas SDM melalui pendidikan, perluasan lapangan usaha sektor industri, perdagangan dan jasa.

Kata-kata kunci: kemiskinan, PDRB perkapita, permutasi acak, statistik Getis lokal, statistik Getis lokal termodifikasi.


(7)

SUMMARY

JAJANG. Modified Local Getis Statistic on AMOEBA Weights Matrix for Spatial Panel Model and Its Performance. Supervised by ASEP SAEFUDDIN, I WAYAN MANGKU and HERMANTO SIREGAR.

Classical regression model assumes that no interaction between objects. However, in some cases these conditions are not hold so we have to find an alternative solution that can accommodate the interaction effect. Spatial model is a model that can accommodate the interaction effect by adding a spatial component in the right hand side that represented by a spatial weights matrix.

Generally, spatial weighted matrix uses closeness concept among the units, without include the proximity of interest variables. Another way to construct a spatial weights matrix is to use AMOEBA procedure introduced by Aldstadt and Getis. In this procedure, each element of the matrix, beside is determined by the closeness relationship, also determined by proximity among variables using local Getis statistics. Getis and Ord have claimed that the statistic is normally distributed. However, empirically, normal curve test shows that normality of local Getis statistic is influenced by variable of interest (original variable). Due to this reason, we propose a modification of local Getis statistic, namely Gnew, which gives a robust result. A modification of local Getis statistics by transforming to ( ) gives a robust result, that is, it has normal distribution for any distribution of Xj.

To assess local Getis and modified local Getis statistics, they are applied on AMOEBA procedure to create weights matrix, namely WG and WGnew. We compare them with contiguity matrix (WC). The model that used for comparison is spatial dynamic panel model with respect to Cizek. By using simulated data and root mean square error relative criteria, it is found that WGnew gives the best performance. In the next stage, we evaluate spatial matrix performance in model to real data, whereas in this case, we take poverty issue in Center Java Province.

Poverty is one of the issues of concern at both the central and local government. Central Java was the province with the second largest number of poor people in Indonesia. There are many factors that influence poverty, some of them are GDP per capita, population, education, share of agriculture labor, share of industry labor, share of trading labor and share of services labor (four dominant sectors). Focus of this research is to study influence of labor of junior high school graduates, population, GDP per capita and the share of labor in four dominant sectors to the number of poor people using spatial panel model. Sources of data for modeling obtained from central BPS and Center Java BPS from 2008 to 2012. The research results show that an increase in population, labor of junior high school graduates and share of agricultural labor can increase the number of poor people. Meanwhile the increase in labor share of industry, trade and service sectors and GDP per capita can decrease the number of poor people. Based on these findings, there are several ways to reduce the number of poor people, such as to control population by family planning program (KB program), improving quality of human resources, expand some business, especially in sectors of industry, trading and services.

Keywords: poverty, PDB per capita, random permutation, local Getis statistic, modified local Getis statistic.


(8)

Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(9)

MODIFIKASI STATISTIK GETIS LOKAL PADA MATRIKS

PEMBOBOT AMOEBA UNTUK MODEL PANEL SPASIAL

DAN KAJIAN PERFORMANYA

JAJANG

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

Pada

Program Studi Statistika

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014


(10)

Penguji Luar Komisi pada Sidang Tertutup: 1. Dr. Anang Kurnia, S.Si, M.Si 2. Dr. Ir. Hari Wijayanto, MS Penguji Luar Komisi pada Sidang Terbuka: 1. Dr. Hamonangan Ritonga, M.Sc


(11)

Judul Disertasi : Modifikasi Statistik Getis Lokal pada Matriks Pembobot AMOEBA untuk Model Panel Spasial dan Kajian Performanya Nama : Jajang

NIM : G161090031

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Asep Saefuddin, M.Sc Ketua

Prof. Dr. Ir. I Wayan Mangku, M.Sc Prof. Dr. Ir. Hermanto Siregar, M.Ec

Anggota Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Statistika

Dr. Ir. Aji Hamim Wigena, M.Sc Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr Tanggal Ujian : Tanggal Lulus :


(12)

NIM G161090031

..

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Jr. Asep Saefuddin, M.Sc Ketua

/

セ@

Prof. Dr. Ir. I Wayan Mangku, M.Sc Prof. Dr. Ir. Hermanto Siregar, M.Ec

Anggota Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Statistika

Dr. Jr. Aji Hamim Wigena, M.Sc

Tanggal Ujian : D

5

MAR

201 4

Tanggal Lulus :


(13)

(14)

PRAKATA

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang dengan kehendak-Nya, penulis dapat menyelesaikan disertasi ini. Disertasi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat menyelesaikan studi Doktor di Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian disertasi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menghaturkan banyak terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada komisi pembimbing Prof. Dr. Ir. Asep Saefuddin, M.Sc, Prof. Dr. Ir. I Wayan Mangku, M.Sc, dan Prof. Dr. Ir. Hermanto Siregar, M.Ec atas curahan waktu dan ilmunya dalam membimbing, memberikan arahan, masukan dan motivasi yang sangat berarti dalam penyelesaian disertasi ini.

Penulis juga menghaturkan terima kasih kepada Dr. Ir. Aji Hamim Wigena, M.Sc selaku ketua Program Studi Statistika, Dr. Ir. Kiagus Dahlan, M.Sc, selaku wakil dekan MIPA yang menjadi pimpinan sidang tertutup, Dr. Ir. Sri Nurdiati, M.Sc selaku dekan MIPA yang menjadi pimpinan sidang terbuka, Prof. Dr. Ir. Marimin, M.Sc selaku Sekretaris Program Doktor, Dr. Anang Kurnia, S.Si, M.Si dan Dr. Ir. Hari Wijayanto, MS sebagai penguji pada sidang tertutup atas berbagai saran dan masukannya. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Hamonangan Ritonga, M.Sc dan Prof. Dr. Ir. Noer Azam Achsani, M.Sc atas kesediaannya meluangkan waktu dan bersedia menjadi penguji luar komisi pada siding terbuka.

Ucapan terima kasih penulis haturkan kepada Bapak dan Ibu Dosen di Departemen Statistika atas curahan ilmunya selama serta rekan-rekan S2/S3 Statistika atas diskusi dan kerjasamanya selama ini. Pada kesempatan ini penulis juga menghaturkan terima kasih kepada Bapak Heriawan atas segala bantuannya, serta staf administrasi di departemen statistika dan pasca atas kelancaran pelayanan dalam penyelesaian disertasi ini.

Penulis juga menghaturkan terima kasih kepada pimpinan di Universitas Jenderal Soedirman atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk melanjutkan studi, serta rekan-rekan sejawat Program Studi Matematika Universitas Jenderal Soedirman yang telah memberikan motivasi dalam penyelesaian disertasi ini.

Rasa hormat dan terima kasih juga penulis sampaikan untuk orang tua atas kasih sayang dan do’anya, juga saudara-saudara serta Pak Muh. Nusrang atas segala bantuannya. Ucapan terima kasih juga penulis haturkan untuk istri dan anak-anakku tercinta atas do’a, motivasi, kasih-sayang dan pengorbanannya selama penyelesaian disertasi ini.

Penulis menyadari bahwa disertasi ini masih jauh dari sempurna, namun besar harapan penulis hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat.

Bogor, Maret 2014 Jajang


(15)

(16)

(17)

(18)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Pembandingan RMSER dari model dengan WC, WG dan WGnew 48

Tabel 5.1 Peubah–peubah penelitian, keterangan dan satuan ... 58

Tabel 5.2 Korelasi antar peubah ... 62

Tabel 5.3 Analisis ragam model panel spasial dinamis (WC) sebelum dilakukan PCA (GMM3) ... 63

Tabel 5.4 Perbandingan R2 model panel spasial dinamis dan model panel dinamis ... 66

Tabel 5.5 Analisis ragam model panel spasial dinamis dengan matriks WGnew ... 67

Tabel 5.6 Banyaknya salah klasifikasi tahun 2007 sampai tahun 2011 dari model dengan matriks WC, WG dan WGnew ... 70

DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Ilustrasi hubungan k ketetanggaan terdekat. ... 11

Gambar 2.2 Fungsi pembobot (wij) jarak radial. ... 12

Gambar 2.3 Fungsi pembobot (wij) jarak pangkat α=1. ... 12

Gambar 2.4 Fungsi pembobot (wij) jarak eksponensial α=1. ... 13

Gambar 2.5 Fungsi pembobot (wij) jarak pangkat ganda ... 13

Gambar 2.6 Ilustrasi matriks kontiguitas tipe rook (b), bishop (c) dan queen (d) dari unit-unit spasial (a) yang bertetangga terhadap F ... 14

Gambar 2.7 Ilustrasi ecotope pada tahap pertama. ... 16

Gambar 2.8 Ilustrasi ecotope pada tahap kedua. ... 16

Gambar 2.9 Ecotope hasil tahap ketiga (a) dan kelima (b). ... 17

Gambar 2.10 Tipe matriks pembobot spasial menurut Stakhovych dan Bijmolt (2008). ... 19

Gambar 3.1 Kurva ∗ kasus ~ (1,4)N=200 pada variasi pi menggunakan 5000 permutasi acak. ... 28

Gambar 3.2 Kurva ∗ ( )kasus ~ (1,4), N=200 pada variasi pi menggunakan 5000 permutasi acak. ... 30

Gambar 3.3 Kurva ∗ ( ) kasus ~ ( ), N=200 pada variasi pi menggunakan 5000 permutasi acak. ... 30

Gambar 3.4 Kurva ∗ ( ) kasus ~ (1,2), N=200 pada variasi pi menggunakan 5000 permutasi acak. ... 31

Gambar 4.1 Bagan alir metode penentuan performa matriks pembobot terbaik ... 45

Gambar 4.2 Plot jumlah simulasi dan RMSER untuk WC, WG dan WGnew 47

Gambar 4.3 Diagram batang RMSER untuk variasi δ pada T=7. ... 49

Gambar 5.1 Pola persebaran jumlah penduduk miskin tahun 2007 sampai 2011 ... 59

Gambar 5.2 Pola persebaran persentase penduduk miskin tahun 2007 sampai 2011 ... 60

Gambar 5.3 Plot penduduk miskin (Y) dan interaksi spasialnya (WY). ... 64

Gambar 5.4 Model dengan variasi matriks pembobot spasial ... 65


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Bukti nilai harapan dan ragam statistik Getis lokal ... 87 Lampiran 2. Peta Provinsi Jawa Tengah ... 88 Lampiran 3. Analisis Komponen Utama (Principal Component Analysis) .. 89 Lampiran 4. Model panel spasial dinamis PCA matriks peragam

GMM1 (ρ=0) ... 90 Lampiran 5. Model panel spasial dinamis PCA matriks peragam GMM3 ... 91 Lampiran 6. Model panel spasial dinamis PCA matriks korelasi

GMM1 (ρ=0) ... 92 Lampiran 7. Model panel spasial dinamis PCA matriks korelasi GMM3 .... 93 Lampiran 8. Grafik plot Yt vs Ytmin dan plot tebaran pengaruh tetap serta

sisaan dari model dinamis yang menggunakan matriks WC .... 94 Lampiran 9. Grafik plot Yt vs Ytmin dan plot tebaran pengaruh tetap serta

sisaan dari model dinamis yang menggunakan matriks WG .... 95 Lampiran 10. Grafik plot Yt vs Ytmin dan plot tebaran pengaruh tetap serta

sisaan dari model dinamis yang menggunakan matriks WGnew 96 Lampiran 11. Pengujian finite fourth moments pengaruh spesifik dan finite

variance sisaan melalui deteksi dengan kurva sebaran spesifik 97 Lampiran 12. Model panel spasial statis untuk PC matriks peragam ... 98 Lampiran 13. Plot tebaran pengaruh tetap, sisaan dan dugaan dari ketiga

matriks pembobot spasial untuk model statis ... 99 Lampiran 14. Tabel keakuratan model dalam menduga jumlah penduduk

miskin menggunakan matriks WC ... 101 Lampiran 15. Tabel keakuratan model dalam menduga jumlah penduduk

miskin menggunakan matriks WG ... 102 Lampiran 16. Tabel keakuratan model dalam menduga jumlah penduduk

miskin menggunakan matriks WGnew ... 103 Lampiran 17. Perbandingan sebaran jumlah penduduk miskin aktual dan

dugaan tahun 2007 ... 104 Lampiran 18. Perbandingan sebaran jumlah penduduk miskin aktual dan

dugaan tahun 2008 ... 105 Lampiran 19. Perbandingan sebaran jumlah penduduk miskin aktual dan

dugaan tahun 2009 ... 106 Lampiran 20. Perbandingan sebaran jumlah penduduk miskin aktual dan

dugaan tahun 2010 ... 107 Lampiran 21. Perbandingan sebaran jumlah penduduk miskin aktual dan


(20)

DAFTAR NOTASI DAN ISTILAH

AMOEBA : Prosedur penggerombolan (clustering) unit-unit spasial menggunakan statistik autokorelasi local

DIFF-GMM : Metode GMM yang didasarkan kondisi momen pada

difference equation.

Ecotope : Kumpulan unit-unit spasial berkarakteristik mirip berdasarkan statistik autokorelasi local hasil prosedur AMOEBA.

Endogenous : Peubah penjelas yang berkorelasi dengan galat atau sisaan Galat : Sisaan, error

Gerombol : Cluster

Gnew : Statistik Getis lokal hasil modifikasi

GMM : Generalized Method of Moments, metode penduga parameter yang didasarkan pada kondisi-kondisi momen

MLE : Maximum Likelihood Estimation

QML : Quasi Maximum Likelihood

Robust : Kekar, tidak terpengaruh oleh tipe sebaran peubah asal

RMSER : Ukuran akurasi model yang terkoreksi oleh rata-rata peubah

tak bebas

SAR : Spatial Autoregression

SEM : Spatial Error Model

SLM : Spatial Lag Model

SYS-GMM : Metode GMM yang didasarkan gabungan kondisi momen pada levelequation dan difference equation.

WC : Matriks pembobot yang didasarkan pada hubungan kedekatan (contiguity)

WG : Matriks pembobot hasi prosedur AMOEBA yang menggunakan statistik Getis lokal standar

WGnew : Matriks pembobot hasi prosedur AMOEBA yang


(21)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

DAFTAR NOTASI DAN ISTILAH ... xix

1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 4

1.3 Manfaat Penelitian ... 4

1.4 Ruang Lingkup Penelitian ... 4

Kebaruan ... 5

2 REVIEW DATA PANEL SPASIAL, MATRIKS PEMBOBOT SPASIAL DAN PENDUGA GMM ... 6

2.1 Data Panel ... 6

2.2 Data Spasial ... 6

2.3 Autokorelasi Spasial... 8

2.4 Matriks Pembobot Spasial... 9

2.4.1 Matriks Pembobot Berdasarkan Kedekatan Geografis ... 10

2.4.2 Matriks Pembobot Berdasarkan Perilaku Data ... 15

2.4.3 Matriks Pembobot Berdasarkan Pendugaan ... 18

2.5 Metode GMM ... 18

2.5.1 Pengantar Metode GMM ... 18

2.5.2 Metode DIFF GMM dan SYS-GMM ... 20

3 KENORMALAN ASIMTOTIK STATISTIK GETIS LOKAL TERMODIFIKASI ... 24

3.1 Pendahuluan ... 24

3.2 Statistik Getis lokal ... 24

3.3 Teorema Limit Pusat ... 25

3.4 Data dan Metode ... 26

3.5 Hasil dan Pembahasan... 27

3.5.1 Sebaran Empiris Statistik Getis lokal ... 27

3.5.2 Modifikasi Statistik Getis Lokal ... 28

3.5.3 Sebaran Empiris Statistik Getis Lokal Termodifikasi ... 29

3.5.4 Sebaran Limit Statistik Getis Lokal Termodifikasi ... 31


(22)

4 PERBANDINGAN PERFORMA W-GETIS DAN W-GETIS YANG

DIMODIFIKASI PADA MODEL PANEL SPASIAL DINAMIS ... 36 4.1 Pendahuluan ... 36 4.2 Matriks Pembobot Prosedur AMOEBA ... 37 4.3 Pemodelan Data Panel Spasial ... 37 4.3.1 Spatial Lag Model (SLM) ... 38 4.3.2 Spatial Error Model (SEM) ... 39 4.4 Model SLM-SEM Dinamis ... 39 4.5 Pendugaan Parameter Model Panel Spasial Dinamis dengan SYS-GMM . 40 4.6 Data dan Metode ... 44 4.7 Hasil dan Pembahasan... 46 4.8 Simpulan ... 50 5 PEMODELAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI JUMLAH

PENDUDUK MISKIN DI PROVINSI JAWA TENGAH ... 51 5.1 Pendahuluan ... 51 5.2 Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Jawa Tengah ... 52 5.3 Kemiskinan dan PDRB Provinsi Jawa Tengah ... 53 5.4 Spesifikasi Model dan Uji Hipotesis Parameter Model ... 54 5.5 Kestasioneran Model Panel Spasial Dinamis ... 56 5.6 Analisis Komponen Utama ... 56 5.7 Data dan Metode ... 57 5.8 Hasil dan Pembahasan... 58 5.8.1 Deskripsi Jumlah Penduduk Miskin dan Persentase Penduduk Miskin 58 5.8.2 Analisis Korelasi ... 62 5.8.3 Model Panel Spasial Dinamis ... 63 5.8.4 Model Panel Spasial Statis ... 69 5.9 Simpulan dan Implikasi Kebijakan ... 70 5.9.1 Simpulan ... 70 5.9.2 Implikasi Kebijakan ... 71 6 PEMBAHASAN UMUM ... 73 7 SIMPULAN DAN SARAN ... 77 DAFTAR PUSTAKA ... 79 LAMPIRAN ... 85


(23)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Model-model klasik pada umumnya mengasumsikan bahwa antar objek atau individu pengamatan saling bebas. Model–model klasik tersebut tentunya tidak relevan ketika dihadapkan pada data yang tidak saling bebas. Sebuah kasus terjadinya wabah penyakit menular di suatu wilayah, selain dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berpengaruh secara langsung di wilayah tersebut, dipengaruhi pula oleh wilayah tetangga di sekitarnya. Dengan demikian hasil pengamatan jumlah orang yang terkena penyakit tersebut adalah tidak bebas. Sebuah ilustrasi lain dalam bidang ekonomi, misalnya dalam pertumbuhan ekonomi suatu daerah umumnya terdapat interaksi, artinya bahwa ketika suatu daerah mengalami pertumbuhan umumnya berdampak pada pertumbuhan di daerah tetangganya. Hasil pengamatan dari dua ilustrasi tersebut merupakan contoh dari data yang tidak saling bebas yang disebut data yang berautokorelasi secara spasial. Menurut Getis (2008) konsep autokorelasi spasial dapat dipandang sebagai kasus khusus dari korelasi. Autokorelasi spasial merupakan korelasi dalam peubah-peubah antar georeferenced space.

Data spasial adalah pengamatan dari sebuah proses stokastik yang berindeks himpunan spasial, dimana himpunan spasial tersebut dapat berdimensi satu atau lebih (Cressie, 1993; Gaetan dan Guyon, 2010). Hubungan spasial atau autokorelasi spasial berkaitan dengan pola tak acak dari nilai-nilai atribut atas himpunan unit-unit spasial (Ord dan Getis, 2001). Pemodelan untuk data spasial cukup banyak digunakan, antara lain dalam bidang geografi, epidemiologi, ekonomi, ekonometrika, sosioekonomi dan lain-lain. Model linier spasial telah banyak digunakan dalam bidang ilmu ekonomi, geografi, ilmu regional (Kelejian dan Prucha, 2007). Dalam bidang ekonometrika, pemodelan ketakbebasan spasial (spatial dependent) cukup berkembang terutama yang mencakup pemodelan pada data panel spasial. Dalam kasus pemodelan pertumbuhan ekonomi, untuk meningkatkan keakurasian model atau keputusan, selain memperhatikan aspek spasial, umumnya pengamatan dilakukan secara berkesinambungan, misalnya dari tahun ke tahun. Dengan pengamatan yang berkesinambungan ini diharapkan akan diperoleh informasi yang lebih baik karena pada data yang diperoleh selain diamati keterkaitan antar daerah/wilayah, juga diamati perkembangannya setiap daerah dari tahun ke tahun secara panel. Data yang diperoleh dari hasil pengamatan demikian dinamakan data panel spasial. Keunggulan pemodelan data panel spasial dibandingkan dengan data lain adalah dapat membantu meningkatkan performa ramalan (Kholodilin et al., 2008). Menurut Baltagi (2005) salah satu keunggulan data panel spasial adalah mampu secara lebih baik mengidentifikasi dan mengukur pengaruh yang tidak dapat terdeteksi melalui data cross sectional murni maupun data deret waktu murni. Pembandingan model klasik (non spasial) dan model spasial yang telah diteliti oleh Costa-Font dan Moscone (2008) terhadap pendugaan total pengeluaran untuk kesehatan di Spanyol, hasilnya menunjukkan bahwa model spasial lebih akurat.


(24)

Pemodelan pada data yang tidak saling bebas baik dari sisi spasial maupun waktu memerlukan metode khusus, karena melibatkan pengaruh antar spasial dan waktu secara bersamaan. Pengaruh beda waktu (time lag) mengacu pada model-model deret waktu (time series) yang sudah standar, sedangkan untuk melihat pengaruh spasial melibatkan matriks pembobot spasial. Matriks pembobot spasial ini mengukur pengaruh keeratan antar unit-unit spasial yang saling berdekatan (bertetangga). Dalam model spasial, matriks pembobot spasial merupakan komponen penting dalam kebanyakan model ketika representasi struktur spasial dibutuhkan (Getis dan Aldstadt, 2004).

Matriks pembobot spasial yang umum digunakan dalam regresi spasial adalah matriks yang elemennya bernilai nol dan satu yang mengacu pada kedekatan (contiguity) antar unit spasial. Dalam konsep contiguity elemen matriks bernilai satu jika antar unit saling berdekatan dan bernilai nol jika tidak saling berdekatan. Dalam kondisi riil, keterkaitan antar unit spasial tidak cukup hanya didasarkan pada jauh dekatnya jarak antar unit, tetapi perlu ditinjau dari sisi lain misalnya karakteristik yang diamati. Salah satu teknik yang dapat digunakan untuk mengkonstruksi matriks pembobot adalah dengan melibatkan pada perilaku datanya itu sendiri (Stakhovych dan Bijmolt, 2008). Liu et al. (2011a) telah membandingkan model persamaan struktural (MPS) dengan model Spatial Autoregressive (SAR) yang menggunakan matriks contiguity (WC). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa model SAR dengan WC relatif lebih baik jika koefisien lag spasial cukup kecil, sementara ketika koefisien tersebut besar MPS lebih baik. MPS memberikan performa yang stabil dalam variasi bias dan root mean squared error (RMSE) terhadap perubahan nilai-nilai koefisien autoregresif (Liu et al., 2011b).

Aldstadt dan Getis (2006) memperkenalkan sebuah teknik untuk mengkonstruksi matriks pembobot yang disebut prosedur AMOEBA (A Multidirectional Optimum Ecotope-Based Algorithm). Dalam prosedur AMOEBA tersebut, bobot setiap elemen matriks, selain ditentukan oleh kedekatan antar unit, juga ditentukan oleh kedekatan atribut/peubah melalui statistik autokorelasi lokal. Statistik autokorelasi lokal yang digunakan dalam prosedur AMOEBA adalah statistik Getis lokal. Konsep dalam konstruksi matriks melalui prosedur AMOEBA adalah untuk setiap unit-unit spasial yang mempunyai kemiripan atribut dan juga berdekatan akan mempunyai bobot yang relatif lebih besar dibandingkan dengan unit-unit spasial yang mempunyai kemiripan atribut namun tidak berdekatan. Begitu pula ketika antar unit-unit spasial saling bersebelahan namun tidak memiliki kemiripan atribut maka akan mempunyai bobot kecil. Dalam menentukan besar kecilnya bobot elemen matriks, Aldstadt dan Getis (2006) menggunakan sebaran normal sebagai pendekatan terhadap statistik Getis lokal sebagaimana yang telah diklaim oleh Getis dan Ord (1992).

Menurut Getis dan Ord (1992) sebaran statistik Getis lokal (Gi) mengikuti

normal ketika jumlah yang bertetangga tidak terlalu sedikit ataupun tidak terlalu banyak, tetapi tidak menyebutkan secara spesifik kriteria sedikit dan banyak yang dimaksudkan tersebut. Kenormalan sebaran statistik Getis lokal perlu dikaji kembali karena Zhang (2008) telah memberikan sebuah ilustrasi bahwa ketika peubah yang menjadi perhatian menyebar Gamma, maka kenormalan sebaran statistik Getis lokal tidak valid. Statistik Gi yang secara luas telah digunakan


(25)

perlu kehati-hatian dalam penggunaannya karena sering dibandingkan dengan sebaran normal. Salah satu penerapan statistik Gi adalah dalam mengkonstruksi matriks pembobot spasial prosedur AMOEBA dalam model Spatial Autoregressive (SAR) (Aldstadt dan Getis, 2006).

Keberadaan matriks pembobot spasial sangat penting dalam pemodelan spasial dimana ketakbebasan spasial dapat dimuat oleh kombinasi linier antara matriks pembobot spasial dan peubah tak bebas yang berada di sisi ruas kanan model. Munculnya pengaruh lag spasial dalam model tentunya berdampak pada teknik pendugaan parameter, terutama ketika dikaitkan dengan karakteristik sisaan model. Oleh karena itu, metode penduga parameter merupakan hal yang perlu mendapat perhatian selain spesifikasi model dan konstruksi matriks pembobot spasial. Penduga parameter model seperti metode kemungkinan maksimum (Maximum Likelihood, ML) mengasumsikan sebaran sisaan diketahui, sedangkan dalam metode kuadrat terkecil (Ordinary Least Square, OLS) mengasumsikan bahwa tidak terdapat peubah endogen. Namun demikian, tidak jarang ditemukan kasus-kasus dimana asumsi-asumsi tersebut tidak terpenuhi. Oleh karena itu, ketika kasus sebaran sisaan tidak diketahui maka metode ML tidak relevan, begitu pula ketika terdapat peubah endogen maka metode OLS tidak relevan. Metode lain yang dapat digunakan untuk menduga parameter model adalah metode Quasi Maximum Likelihood (QML). Metode QML prinsipnya hampir sama dengan metode ML yakni didasarkan pada fungsi kemungkinan (likelihood function) sisaan, namun dalam metode QML sebaran sisaan tidak perlu diketahui karena fungsi kemungkinan sisaan merupakan postulat dari fungsi kepekatan sisaan yang sebenarnya. Dengan kata lain metode ML merupakan kasus khusus dari metode QML ketika sebaran sisaan diketahui sehingga fungsi kepekatan sisaan yang dipostulatkan merupakan fungsi kepekatan yang sebenarnya.

Salah satu alternatif dalam menangani kasus-kasus tidak diketahuinya sebaran sisaan dan adanya peubah endogen adalah menggunakan metode Generalized Method of Moments (GMM). Metode GMM relatif lebih fleksibel terhadap kasus-kasus terdapatnya peubah endogen dan sebaran sisaan yang tidak diketahui. Penduga GMM adalah penduga yang konsisten dan kekar (robust) terhadap ketidaknormalan (Fingleton, 2008b).

Performa penduga GMM dan Quasi Maximum Likelihood (QML) menghasilkan penduga ragam asimtotik yang sama, sedangkan ketika sisaan yang tidak menyebar normal, GMM lebih baik dibandingkan QML (Lee dan Yu, 2010) maupun ML (Larch dan Walde, 2009). Elhorst (2010) mengklaim bahwa GMM dapat menangani model ketakbebasan spasial linear yang memuat satu atau lebih peubah-peubah penjelas endogen. Penduga GMM merupakan penduga yang konsisten (Fingleton, 2008a; Arrelano, 2003). Beberapa keunggulan penduga GMM dapat dilihat pada Druska dan Horrace (2004), Wooldridge (2001) dan Battacharjee dan Holly (2011).

Metode GMM umumnya banyak digunakan dalam kajian-kajian model ekonomi dan sosial yang melibatkan peubah endogen. Keterlibatan peubah endogen dalam model akan berdampak pada kondisi momen yang tidak sama dengan nol sehingga penduga klasik seperti metode kuadrat terkecil tidak relevan. Kemiskinan merupakan salah satu permasalahan yang menjadi perhatian baik di tingkat nasional ataupun daerah. Pulau Jawa, dengan jumlah penduduk yang


(26)

cukup besar, merupakan pulau dengan jumlah penduduk miskin terbesar di Indonesia. Sementara itu Provinsi Jawa Tengah, pada tahun 2011 merupakan salah satu provinsi di pulau Jawa dengan jumlah penduduk miskin terbesar kedua, yaitu 5.11 juta orang di bawah Provinsi Jawa Timur 5.36 juta orang (BPS, 2012). Namun pada Maret 2013 jumlah penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah menurun menjadi 4.73 juta orang di bawah Provinsi Jawa Timur yaitu 4.77 juta orang (Berita Resmi Statistik BPS, Juli 2013).

Untuk menerapkan penduga parameter GMM pada model dan evaluasi matriks pembobot spasial, dalam penelitian ini diambil kasus faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah penduduk miskin. Spesifikasi model yang digunakan mengacu pada model Cizek et al. (2011) yang merupakan perluasan dari model Kapoor et al. (2007).

1.2 Tujuan Penelitian

Merujuk pada permasalahan di atas, tujuan penelitian ini adalah :

1. Mendapatkan sebaran empiris dan sebaran analitis statistik Getis local termodifikasi.

2. Mendapatkan statistik Getis lokal yang memiliki sifat kenormalan yang kekar (robust) terhadap sebaran peubah asal.

3. Mendapatkan performa matriks pembobot spasial (W) yang baik di antara W hasil prosedur AMOEBA dan W standar.

4. Mendapatkan model hubungan jumlah penduduk miskin dan faktor-faktor yang mempengaruhinya dan merumuskan implikasi kebijakan dari kasus yang diambil.

1.3 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini mencakup dua hal, yakni dari segi teoritis dan praktis. Dari segi teoritis, penelitian ini diharapkan mampu memunculkan teori sebaran statistik Getis lokal sehingga dalam penerapan tidak menimbulkan kesalahan pengambilan keputusan secara statistik. Sedangkan dari segi praktis, dengan diperolehnya matriks pembobot yang representatif, dapat diperoleh model yang baik sehingga rumusan implikasi studi kasus dapat dijelaskan dengan akurat.

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

Secara garis besar penelitian yang dilakukan dalam disertasi terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama adalah mengkaji sebaran statistik Getis lokal. Dalam banyak aplikasi statistik ini diasumsikan menyebar normal asimtotik. Namun demikian sebaran statistik ini perlu ditinjau kembali dengan adanya penemuan hasil kajian Zhang (2008) dimana sebaran statistik ini terkait dengan sebaran peubah asal. Tujuan dalam tahap pertama adalah mengkonfirmasi sebaran statistik Getis lokal dan mendapatkan sebaran statistik Getis lokal yang robust terhadap asumsi sebaran peubah asal.

Kedua menerapkan statistik Getis lokal hasil modifikasi yang diperoleh dari tahap pertama dalam mengkonstruksi matriks pembobot spasial, dan selanjutnya diterapkan dalam model. Untuk mengevaluasi performa matriks pembobot spasial yang dihasilkan, dilakukan pembandingan dengan matriks pembobot standar, dalam hal ini matriks kontiguitas (contiguity). Tujuan dari tahap kedua adalah


(27)

untuk mendapatkan matriks pembobot yang baik dalam arti dapat memberikan ketepatan/akurasi dalam model.

Ketiga adalah menerapkan matriks pembobot spasial yang dihasilkan dari tahap kedua dengan performa terbaik dalam pemodelan terhadap data riil. Data yang diambil dalam penelitian adalah jumlah penduduk miskin dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, termasuk di antaranya adalah faktor interaksi spasial. Data yang digunakan adalah data tahun 2007 sampai 2011 yang bersumber dari BPS pusat dan BPS Jawa Tengah tahun 2008 sampai 2012. Tujuan dalam tahap ketiga adalah mendapatkan faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah penduduk miskin.

Kebaruan

Luasnya penggunaan statistik Getis lokal terutama dalam berbagai bidang seperti bidang ekonomi, social dan geografi, perlu diimbangi dengan kehandalan dan kevalidan alat statistik yang digunakan. Terdapatnya perbedaan pendapat antar peneliti terkait dengan kenormalan statistik Getis lokal memunculkan masalah yang perlu dikaji kembali. Berdasarkan pada munculnya permasalahan ini, dikaji bagaimana sebaran statistik Getis lokal melalui pendekatan empiris sebagai konfirmasi terhadap sebaran statistik Getis lokal tersebut. Dengan demikian yang menjadi kebaruan (novelty) dalam disertasi ini adalah memodifikasi statistik Getis lokal sehingga kenormalan asimtotik statistik Getis lokal kekar (robust) terhadap asumsi sebaran peubah asal.


(28)

2 REVIEW DATA PANEL SPASIAL, MATRIKS PEMBOBOT SPASIAL DAN PENDUGA GMM

2.1 Data Panel

Data panel merupakan gabungan amatan cross-section seperti rumah tangga, negara, perusahaan dan sebagainya atas beberapa periode waktu (Baltagi, 2005). Menurut Bruderl (2005) data panel merupakan data yang diperoleh dari hasil pengukuran berulang dari satu atau lebih peubah terhadap satu atau lebih orang (pengulangan cross-sectional time series). Sebagian besar data panel berasal dari survey panel, namun dapat pula diperoleh dari survey cross-sectional dengan restrospective question. Himpunan data longitudinal atau data panel mengikuti contoh yang diberikan individu dari waktu ke waktu sehingga menyediakan beberapa pengamatan pada masing-masing individu dalam contoh tersebut. Data panel memuat amatan berulang atas unit yang sama (misalnya individu-individu, rumah tangga, perusahaan) yang dikumpulkan atas jumlah periode tertentu (Verbeek, 2008).

Data panel mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan data cross-section. Beberapa kelebihan tersebut antara lain adalah kemampuan data panel dalam mengontrol keheterogenan individu yang tidak teramati, dapat meningkatkan efisiensi penduga. Kelebihan lain dari data panel adalah lebih informatif, dapat mempelajari dinamika individu dan mampu mengidentifikasi dan mengukur dampak yang tidak terdeteksi dalam cross-sectional. (Baltagi, 2005; Hsiao, 2003; Bruderl, 2005). Namun demikian di dalam data panel terdapat beberapa keterbatasan. Beberapa keterbatasan pada data panel antara lain dalam masalah rancangan dan pengumpulan data, distorsi salah pengukuran (measurement errors), masalah non respon (penolakan untuk berpartisipasi atau

responden tidak ada di tempat/rumah). Ilustrasi lain dalam masalah keterbatasan data

panel adalah ketika responden mungkin sudah meninggal, atau pindah rumah, atau menolak setelah mengetahui ada biaya yang harus dikeluarkan dalam menjawab kuisioner

sehingga amatan data panel akan berkurang (Baltagi, 2005).

2.2 Data Spasial

Analisis-analisis statistika umumnya mengasumsikan bahwa amatan-amatan fenomena diambil di bawah kondisi identik dan setiap amatan diambil secara bebas dari amatan lainnya (saling bebas), atau sering dinyatakan dengan amatan identik dan saling bebas (identically independent distribution, iid) (Cressie, 1993). Independensi atau kebebasan merupakan asumsi yang sangat umum yang membuat teori-teori statistika dapat diterapkan. Namun demikian model-model yang memerlukan ketidakbebasan secara statistik sering lebih realistis terjadi di lapangan. Tidak terpenuhinya kondisi amatan yang identik dan saling bebas data (kehomogenan data) biasanya dijelaskan atau dideskripsikan dalam model-model statistika dengan asumsi rata-rata yang tidak konstan. Rata-rata yang digunakan seringkali diasumsikan merupakan kombinasi linier dari beberapa peubah penjelas.


(29)

Data spasial merupakan salah satu terapan proses stokastik dimana realisasi dari himpunan peubah acaknya bergantung pada indeks (misalnya, indeks bidang, ruang atau waktu) (Gaetan dan Guyon, 2010). Pada kasus indeks berdimensi satu, misalnya indeks waktu, proses stokastik , ∈ adalah koleksi peubah acak, yakni untuk setiap t anggota himpunan indeks T, ∈ , merupakan peubah acak pada ruang peluang (Ross, 1997; Billingsley,1995). Ilustrasi proses stokastik dengan indeks waktu (t) yang cukup terkenal adalah data deret waktu (time serries). Pada kasus himpunan indeks lokasi, misalkan s, dengan, ℝ adalah lokasi data dalam ruang Euclid berdimensi d, himpunan Z(s) di lokasi s, , , dengan ⊂ ℝ merupakan sebuah proses acak (disebut juga sebagai random field) (Gaetan dan Guyon, 2010; Smith, 2014). Menurut Cressie (1993) data spasial dapat dipandang sebagai hasil dari pengamatan terhadap sebuah proses stokastik , . Umumnya data spasial dengan lokasi yang berdekatan satu dengan yang lain (dalam ruang/bidang) seringkali lebih mirip dibandingkan dengan data yang lebih jauh (Cressie, 1993). Sebagai ilustrasi, untuk indeks spasial s yang berdimensi dua (bidang) adalah kasus pemetaan penyebaran penyakit, sedangkan ilustrasi indeks spasial s dimensi tiga adalah dalam proses terjadinya gempa yang dapat diukur dari posisi gempa serta kedalaman episentrumnya (Cressie, 1993).

Data spasial dapat diklasifikasikan menjadi tiga tipe dasar, yaitu point-referenced data, areal data, point pattern data. Pada tipe data pertama, yaitu point-referenced data, dimana data Y(s) merupakan sebuah vektor acak di lokasi s, dengan ℝ dan s bervariasi secara kontinu atas ruang D, yang merupakan himpunan bagian dari ℝ yang bersifat tetap. Kasus pada data point-referenced data sering dihubungkan dengan data geostatistical. Contoh tipe data pertama dalam kasus ruang dimensi dua adalah data eksplorasi batubara di sebuah wilayah. Eksplorasi batubara tersebut merupakan sebuah vektor acak meskipun pengamatan di lokasi-lokasi tersebut kosong (Cressie, 1993). Tipe data yang kedua, yaitu areal data dimana pada tipe data ini himpunan bagian indeks D bersifat tetap (mungkin berbentuk regular maupun nonregular) yang dipartisi ke dalam jumlah unit berhingga yang lebih kecil. Data pada tipe kedua sering dihubungkan dengan data lattice yang mengandung arti amatan yang berkorespondensi dengan corner dari grid. Contoh tipe data kedua adalah informasi mengenai kategori tingkat kemiskinan dalam sebuah koleksi atau kumpulan daerah (misalkan kabupaten atau wilayah regional lainnya) yang terbagi ke dalam beberapa level atau tingkat kemiskinan. Dalam pemetaan tingkatan kemiskinan ini biasanya ditunjukkan oleh warna-warna yang berbeda pada unit-unit spasialnya. Tipe data spasial yang ketiga, yaitu data point pattern, dimana pada tipe data ini himpunan bagian D bersifat acak, himpunan indeks tersebut memberikan lokasi dari sebuah kejadian. Misalnya Y(s) diberi nilai 1 (suatu peristiwa kejadian di lokasi s bernilai 1), artinya bahwa peristiwa acak terjadi. Ilustrasi kasus data tipe ketiga (point pattern) adalah lokasi atau tempat tinggal orang-orang yang menderita penyakit tertentu. Ilustrasi lainnya dari data point pattern adalah lokasi spesies tanaman tertentu di sebuah hutan dimana respon Y(s) tetap (peristiwa dari sebuah kejadian) dan lokasi si yang dipandang sebagai kejadian acak (Banerjee et al., 2004). Kasus tipe data ketiga ini berkonotasi dengan proses Poisson, namun mempunyai indeks yang lebih dari satu.


(30)

Berkaitan dengan sifat dari data spasial yang merupakan proses stokastik maka hubungan antar unit spasial atau wilayah merupakan bagian yang penting dalam analisis data spasial. Pada data deret waktu (proses stokastik berindeks waktu, t) terdapat sebuah ukuran yang digunakan untuk mengukur keeratan hubungan antar peubah pada indeks waktu yang berbeda yaitu statistik autokorelasi. Hal yang mirip dengan kasus data deret waktu, dalam analisis data spasial terdapat statistik yang digunakan untuk menggambarkan hubungan antar unit spasial yang disebut autokorelasi spasial.

2.3 Autokorelasi Spasial

Autokorelasi spasial dapat dipandang sebagai kasus khusus dari korelasi. Autokorelasi spasial berkaitan dengan pola tak acak dari nilai-nilai atribut atas himpunan unit-unit spasial (Getis, 2008). Dalam proses ketakbebasan spasial (spatial dependence), unit spasial tertentu bergantung pada unit-unit spasial tetangganya. Berdasarkan hubungan dengan wilayah unit spasial sekitar maka terdapat dua kecenderungan secara umum apakah sebuah wilayah mempunyai karakteristik yang mirip dalam atribut tertentu dengan wilayah sekitar atau tidak. Deskripsi dari hubungan derajat kemiripan antar objek amatan dan jarak yang memisahkan objek-objek tersebut merupakan elemen kunci dalam mengukur dan memahami autokorelasi spasial (Fotheringham, 2009).

Dilihat dari sisi kemiripan dan ketidakmiripan secara spasial, terdapat dua bentuk umum autokorelasi spasial, yakni autokorelasi spasial positif dan autokorelasi spasial negatif. Autokorelasi spasial positif merefleksikan kemiripan nilai dalam ruang, sedangkan autokorelasi spasial negatif mencerminkan ketidakmiripan nilai dalam ruang. Namun demikian dalam aplikasinya, perhatian mendasar dalam analisis spasial adalah untuk menemukan pola dalam data spasial. Analisis penemuan pola tersebut mengarah pada identifikasi autokorelasi spasial (Ord dan Getis, 2001).

Dari sisi cakupan analisis unit spasial, ukuran autokorelasi spasial dapat dianalisis melalui dua pendekatan atau dua analisis, yaitu ukuran autokorelasi global dan ukuran autokorelasi lokal. Dalam analisis autokorelasi global meliputi kajian keseluruhan pola peta dan secara umum mejawab sebuah pertanyaan apakah terdapat pola yang menggerombol atau tidak. Sedangkan analsis autokorelasi spasial lokal digunakan untuk mendeteksi adanya sinyal kantung (pockets) yang signifikansi dalam gerombol (cluster) (Ord dan Getis, 1995). Autokorelasi spasial lokal cenderung lebih baik ketika mendeteksi hotspot dibandingkan autokorelasi spasial global dimana autokorelasi lokal mampu mendeteksi hotspot (local spatial cluster) (Nelson dan Boots, 2008). Menurut Anselin (1995), hotspot merupakan local spatial cluster teridentifikasi sebagai lokasi atau himpunan lokasi yang bersebelahan dimana Local Indicator Spatial Association (LISA) berbeda nyata atau signifikan. Getis dan Ord (1992) dalam penelitiannya menemukan bahwa ketika menggunakan analisis hubungan spasial global diperoleh hasil yang tidak signifikan, namun ketika menggunakan analisis hubungan spasial lokal terdapat beberapa unit spasial yang signifikan.

Terdapat beberapa statistik autokorelasi spasial baik untuk statistik autokorelasi global maupun autokorelasi lokal. Dua diantaranya yang cukup terkenal dan sering digunakan dalam analisis data spasial adalah statistik Moran (atau lebih dikenal dengan indeks Moran, I) dan statistik Getis (G). Dalam


(31)

aplikasinya sebaran dari kedua statistik diasumsikan normal. Sebaran statistik autokorelasi Moran global (I) adalah asimtotik normal (Sen,1976), begitu pula dengan sebaran statistik Getis global (G) dimana Zhang (2008) telah menunjukkan bahwa sebaran statistik Getis global asimtotik normal. Berbeda dengan kasus statistik autokorelasi global, sebaran statistik Moran lokal (Ii) cenderung mempunyai kurtosis dan tidak menyebar normal asimtotik (Sen, 1976; Tiefelsdorf, 2002). Sementara itu sebaran statistik Getis lokal (Gi) bergantung pada jumlah unit yang bertetangga dan sebaran peubah asalnya. Zhang (2008) telah menunjukkan bahwa apabila sebaran peubah asal Gamma, kenormalan sebaran statistik Getis lokal tidak valid.

Statistik autokorelasi lokal mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan statistik autokorelasi global, diantaranya dapat mendeketeksi hotspot yang tidak dapat dideteksi menggunakan statistik autokorelasi global. Dalam kaitan dengan matriks pembobot spasial, statistik Getis lokal dapat digunakan untuk menentukan elemen dari matriks pembobot spasial (Getis dan Aldstadt, 2004; Aldstadt dan Getis, 2006). Aldstadt dan Getis (2006) menggunakan asumsi kenormalan dari statistik Getis lokal untuk menentukan elemen matriks pembobot spasial.

2.4 Matriks Pembobot Spasial

Matriks pembobot spasial merupakan komponen penting dalam pemodelan data-data spasial dimana pada data tersebut terdapat ketakbebasan spasial (spatial dependence). Matriks pembobot spasial, W, merupakan matriks N x N tak negatif yang menspesifikasi himpunan ketetanggaan untuk setiap unit amatan spasial. Spesifikasi dalam matriks W terbagi ke dalam tiga, yaitu (1) memperlakukan matriks pembobot sebagai completely exogenous construct, (2) membiarkan data menentukan matriks pembobot sendiri, (3) menduga matriks pembobot (Stakhovych dan Bijmolt, 2008).

Pada pendekatan pertama didasarkan pada hubungan secara geografis dari unit-unit spasial yang memuat amatan-amatan ini. Beberapa contoh matriks pembobot yang menggunakan pendekatan pertama ditentukan berdasarkan kontiguitas spasial (spatial contiguity), jarak invers (inverse distance) dan k tetangga terdekat (k nearest neighbors, k-NN). Matriks pembobot spasial berdasarkan kontiguitas terdiri dari tiga jenis, yaitu rook contiguity, bishop contiguity dan queen contiguity. Pada pendekatan yang kedua membiarkan data membentuk matriks pembobot, salah satu contoh yang termasuk dalam pendekatan kedua adalah metode yang diperkenalkan oleh Getis dan Aldstadt dengan menggunakan konsep jarak hubungan spasial. Dalam membentuk matriks pembobot, Getis dan Aldstadt (2004) menggunakan jarak keterhubungan melalui statistik Getis lokal. Aldstadt dan Getis (2006) mengembangkan konsep konstruksi matriks pembobot spasial menggunakan data empiris dan secara simultan mengidentifikasi bentuk geometrik dari gerombol-gerombol spasial (spatial clusters). Pada pendekatan ketiga, matriks pembobot dirancang menggunakan metode pendugaan, salah satu diantaranya menggunakan Structural Equation Model, SEM atau model persamaan struktural (MPS) (Folmer dan Oud, 2008; Liu et al., 2011a, Liu et al., 2011b).


(32)

Getis (2009) mengklasifikasikan tiga metode atau tiga cara yang dapat digunakan untuk mendapatkan matriks pembobot spasial, yaitu berdasarkan sudut pandang teoritis, topologi dan empiris. Ilustrasi matriks dari ketiga metode tersebut berturut-turut adalah matriks pembobot dengan elemen matriks yang didasarkan pada jarak kebalikan, kontiguitas (contiguity) dan menggunakan prosedur AMOEBA. Dapat dilihat bahwa klasifikasi metode konstruksi matriks menurut Getis tercakup oleh tiga metode yang dikemukakan oleh Stakhovych dan Bijmolt. Hampir semua analisis-analisis dalam statistik spasial, ekonometrika spasial, geostatistik dan epidemiologi berdasarkan pada hubungan topologi antar objek-objek spasial. Hubungan fungsi indikator biner disini berdasarkan ukuran ketidakmiripan antar objek seperti fungsi jarak antar objek dan ukuran kemiripan seperti hubungan ketetangaan (Berry et al., 2008). Beberapa matriks pembobot spasial yang mengacu pada jarak geografi yang menggunakan fungsi jarak eksponensial, pangkat dan pangkat ganda (Perret, 2011). Selain fungsi jarak menurut geografis, terdapat fungsi jarak dengan menggunakan atribut lain dalam menentukan hubungan spasial antar unit spasial, misalnya menggunakan jarak sosial-ekonomi (Conley dan Topa, 2002) dan jarak ekonomi (Conley dan Dupor, 2003; Anselin 2003; Tsang, 2007). Namun sebagian besar dalam analisis-analisis spasial menggunakan konsep jarak geografi. Dalam uraian berikut diberikan beberapa cara untuk mengkonstruksi matriks pembobot yang didasarkan pada klasifikasi berdasarkan Stakhovych dan Bijmolt (2008).

2.4.1 Matriks Pembobot Berdasarkan Kedekatan Geografis

Terdapat beberapa tipe matriks pembobot spasial menurut kedekatan geografis, yaitu berdasarkan jarak, berdasarkan batas bersama atau perbatasan (boundaries) dan berdasarkan kombinasi dari jarak dan perbatasan. Berikut beberapa ilustrasi dari tipe-tipe matriks pembobot spasial yang berdasarkan kedekatan geografis.

2.4.1.1 Matriks Pembobot Jarak

Matriks pembobot spasial yang didasarkan pada konsep jarak mengambil jarak dij sebagai jarak pusat (centroid distance) antara dua pasang unit-unit spasial i dan j. Matriks pembobot spasial yang didasarkan konsep jarak dapat diklasifikasikan menjadi lima kategori, yaitu matriks k tetangga terdekat (k-nearest neighbor weights), matriks jarak radial (radial distance weights), matriks jarak pangkat (power distance weights), matriks jarak eksponensial (exponential distance weights) dan matriks jarak pangkat ganda (double-power distance weights) (Smith, 2014).

Matriks k tetangga terdekat (k-nearest neighbor)

Setiap baris i dalam matriks pembobot spasial menurut k tetangga terdekat memiliki k buah kolom j dengan elemen 1 dan kolom selainnya bernilai 0. Apabila terdapat n unit spasial dan dari n unit spasial tersebut akan ditentukan k unit spasial yang bertetangga dengan unit spasial tertentu, katakanlah unit spasial i, maka tahap awal yang perlu diproses adalah menentukan jarak n-1 unit spasial j (ij) terhadap unit spasial i. Sebagai ilustrasi, misalkan jarak


(33)

dari semua unit spasial j (ij) terhadap unit spasial i telah diperingkat dari kecil ke besar sebagai berikut, dij(1)≤ dij(1)… dij(n-1). Untuk setiap k=1,2,…,n-1,

himpunlah = 1 , … , yang memuat k tetangga paling dekat terhadap i.

Mengacu pada konsep k-tetangga terdekat (k-rearest neighbor, k-NN), terdapat dua tipe matriks pembobot spasial yang dapat diperoleh yaitu matriks pembobot spasial yang tidak simetris dan matriks pembobot yang mempunyai sifat simetris. Perbedaan kedua matriks ini bergantung pada definisi elemen-elemen matriks pembobot spasial yang diambil. Gambar 2.1 menyajikan sebuah contoh penentuan ketetanggaan berdasarkan k-tetangga terdekat. Jika matriks pembobot spasial bersifat tidak simetris, maka wij didefinisikan sebagai :

= 1, 0, selainnya (, 2.1 sedangkan jika matriks pembobot spasial bersifat simetris maka wij didefinisikan sebagai :

= 1, 0, selainnya . atau ( 2.2

Gambar 2.1 Ilustrasi hubungan k ketetanggaan terdekat

Matriks jarak radial

Setiap bobot atau elemen matriks pembobot spasial yang didasarkan jarak radial bergantung pada nilai batas (treshold) yang diambil. Untuk baris tertentu, semakin besar nilai threshold maka semakin banyak kolom pada baris tersebut bernilai 1 dan semakin kecil nilai threshold maka semakin sedikit kolom pada baris tersebut yang bernilai 1. Apabila dimisalkan terdapat n unit spasial dan jarak dari unit spasial i terhadap semua unit spasial j (ij) adalah dij serta ditentukan nilai d sebagai threshold maka matriks pembobot spasial menurut jarak radial ditentukan sebagai

= 1, 0 ≤ . ≤ .0, selainnya(. 2.3 Gambar 2.2 menyajikan fungsi wij untuk elemen matriks pembobot menurut jarak radial pada persamaan (2.3).


(34)

Gambar 2.2 Fungsi pembobot (wij) jarak radial

Matriks jarak pangkat

Matriks pembobot yang didasarkan pada jarak radial tampak bahwa unit-unit yang berada pada jarak yang tidak lebih dari nilai treshold diberi bobot 1 meskipun mempunyai nilai jarak yang berbeda. Hal yang hampir sama terjadi pula pada matriks pembobot yang didasarkan pada k-NN dimana setiap k tetangga dari unit tertentu, katakanlah unit spasial i, diberi bobot 1. Menurut Cressie (1993) semakin dekat unit j dengan unit i maka semakin mirip. Oleh karena itu, selain pemberian bobot yang hanya bernilai biner (1 dan 0) perlu dipertimbangkan nilai atau bobot jarak sebenarnya, antara lain yang didasarkan pada jarak pangkat. Berdasarkan konsep jarak pangkat setiap bobot matriks semakin kecil ketika semakin jauh dari unit spasial i. Setiap elemen matriks menurut jarak pangkat didefinisikan sebagai

= .01. 2.4 Gambar 2.3 menyajikan fungsi wij untuk elemen matriks pembobot menurut jarak pangkat untuk α=1 pada persamaan (2.4)

Gambar 2.3 Fungsi pembobot (wij) jarak pangkat α=1

Matriks jarak eksponensial

Matriks pembobot spasial yang didasarkan pada jarak eksponensial pada dasarnya hampir sama dengan bobot jarak pangkat. Apabila dimisalkan dij adalah jarak antara unit spasial i dan unit spasial j, matriks pembobot spasial menurut jarak eksponensial adalah

= exp5−7. 8. 2.5 Gambar 2.4 menyajikan fungsi wij untuk elemen matriks pembobot menurut jarak eksponensial. dij


(35)

Gambar 2.4 Fungsi pembobot (wij) jarak eksponensial untuk α=1

Matriks jarak pangkat ganda

Matriks jarak pangkat ganda mempunyai prinsip yang sedikit berbeda dengan matriks jarak pangkat ataupun jarak eksponensial dimana setiap bobot atau elemen matriks, selain menggunakan fungsi pangkat juga didasarkan pada threshold. Apabila dijmenyatakanjarak antara unit spasial i dan unit spasial j (i≠j) dan d adalah nilai threshold maka matriks pembobot spasial menurut matriks jarak pangkat ganda adalah

= :;1 − 5. /.8 = , 0 ≤ . ≤ .

0, . > . (. 2.6 Gambar 2.5 menyajikan fungsi wij untuk elemen matriks pembobot menurut jarak ganda pada persamaan (2.6).

Gambar 2.5 Fungsi pembobot (wij) jarak pangkat ganda

2.4.1.2 Matriks Pembobot Berdasarkan Batas

Matriks pembobot yang didasarkan pada konsep jarak adalah mudah dihitung, namun dalam beberapa kasus kontribusi perbatasan (boundaries share) antar unit spasial memainkan peranan penting untuk menentukan pengaruh spasial. Dua tipe matriks pembobot yang dapat digunakan dengan memanfaatkan perbatasan, yaitu bobot spatial contiguity (kedekatan spasial) dan bobot shared-boundaries (Smith, 2014).

Bobot kontiguitas spasial

Elemen-elemen dari matriks pembobot spasial kontiguitas didasarkan pada hubungan ketetanggaan secara geografis. Misalkan W={wij} i, j=1,2,…,n, adalah matriks kontiguitas dengan wij merepresentasikan elemen (nilai bobot) unit spasial i dan j. Berdasarkan aturan dalam matriks kontiguitas, wij bernilai satu ketika antara dua unit spasial saling bertetangga atau bersebelahan dan bernilai nol ketika antara dua unit spasial tidak bertetangga atau bersebelahan,


(36)

serta didefinisikan pula wii = 0. Bobot spasial kontiguitas didasarkan pada batas bersama, artinya bahwa apabila terdapat persekutuan antara batas unit spasial i (bnd(i)) dan batas unit spasial j (bnd(j)) maka diberi bobot 1,

= 1, @A. ∩ @A.0, @A. ∩ @A. ≠ 0= 0(. (2.7) Beberapa tipe matriks kontiguitas adalah rook, bishop dan queen. Sebagai ilustrasi, dimisalkan terdapat unit-unit spasial A, B,…,J (Gambar 2.6) dan akan ditentukan unit-unit yang bertetangga dengan F.

Unit spasial Rook Bishop Queen

A B C

B

A

C

A B C

D

F

G

D

F

G

F

D

F

G

H

I

J

I

H

J

H I

J

(a)

(b)

(c)

(d)

Gambar 2.6 Ilustrasi matriks kontiguitas tipe rook (b), bishop (c) dan queen (d) dari unit-unit spasial (a) yang bertetangga terhadap F

Berdasarkan tipe matriks kontiguitas yang didasarkan pada aturan rook, unit-unit yang bertetangga dengan F adalah B, D, I dan G (Gambar 2.6.b), sedangkan menurut aturan bishop diperoleh A, C, H dan J (Gambar 2.6.c) dan jika didasarkan pada aturan queen diperoleh A,B,C,…,J (Gambar 2.6.d).

Bobot shared-boundaries

Bobot atau elemen matriks pembobot spasial yang didasarkan pada shared-boundaries menggunakan informasi panjang batas (D ) dari dua unit yang bersebelahan. Apabila li menyatakan panjang total dari perbatasan unit i yang berbatasan dengan unit-unit spasial lain, yakni D = ∑ DF , dan D adalah panjang perbatasan unit spasial i dan unit spasial j maka bobot shared-boundaries didefinisikan sebagai

=GHI

GH =

GHI

∑JKHGHJ. (2.8)

2.4.1.3 Bobot Kombinasi Jarak dan Boundaries

Bobot matriks yang didasarkan pada kombinasi jarak dan perbatasan (boundaries) menggunakan berbagai kombinasi yang mungkin dari tipe jarak dan batas. Oleh karena itu banyak jenis matriks pembobot yang dihasilkan bergantung pada tipe jarak dan perbatasan yang digunakan (Anselin, 2003). Sebagai ilustrasi ketika jarak yang digunakan adalah jarak pangkat .01 dan panjang perbatasan D maka matriks pembobot spasial hasil kombinasi jarak dan perbatasan didefinisikan sebagai = GHI HI

LM

∑ GHJ HJLM


(37)

2.4.2 Matriks Pembobot Berdasarkan Perilaku Data

Cara yang kedua dalam menentukan matriks pembobot menurut Stakhovych dan Bijmolt (2008) adalah yang didasarkan pada perilaku datanya. A

Multidirectional Optimum Ecotope-Based Algorithm (AMOEBA) merupakan

salah satu ilustrasi dari matriks pembobot spasial yang didasarkan pada perilaku data. AMOEBA adalah sebuah prosedur yang dirancang untuk menggerombolkan (clustering) unit-unit spasial dan mengkonstruksi matriks pembobot spasial yang menggunakan data empiris (Aldstadt dan Getis, 2006). Prosedur AMOEBA didasarkan pada prinsip yang pertama kali dikembangkan oleh Getis dan Aldstadt (2004) dimana struktur spasial dianggap sebagai dua bagian kerangka yang memisahkan data yang berasosiasi secara spasial dan data yang tidak berasosiasi secara spasial. Dasar-dasar dalam prosedur AMOEBA adalah tipe statistik lokal yang digunakan untuk menguji hubungan antara unit spasial yang berdekatan. Dua statistik autokorelasi lokal yang populer adalah statistik Moran lokal (Ii) dan Getis lokal (Gi). Misalkan N, i=1,2,..., N adalah peubah yang menjadi perhatian O =PH0P̅

R dan adalah elemen-elemen matriks pembobot spasial. Statistik Moran lokal (Ii) didefinisikan sebagai (Anselin, 1995)

S =TH∑VIWXUHITI

YZ , ≠ , , = 1,2, … , , (2.9)

dengan m2 adalah momen kedua dari peubah zj. Statistik Getis lokal didefinisikan sebagai (Getis dan Ord,1992).

[ =∑VIWXUHI\I

∑VIWX\I , ≠ , , = 1,2, … , . (2.10)

Untuk mengkonstruksi matriks pembobot spasial dan membentuk gerombol (cluster) tinggi dan gerombol (cluster) rendah melalui prosedur AMOEBA, Aldstadt dan Getis (2006) menggunakan statistik Getis lokal. Statistik Getis lokal yang digunakan ketika menentukan matriks pembobot spasial AMOEBA, diasumsikan menyebar normal.

Berikut adalah tahapan prosedur AMOEBA dalam membentuk matriks pembobot spasial. Misalkan diberikan sebuah area yang terbagi atas n wilayah (unit spasial), i, i=1,2,...,n, [ adalah statistik Getis lokal dan [∗ adalah statistik Getis lokal yang dibakukan. Langkah-langkah prosedur AMOEBA adalah sebagai berikut (Aldstadt dan Getis, 2006) :

(1) Hitung [^∗ 0 yaitu nilai [^∗ untuk unit spasial di lokasi i itu sendiri. Nilai [^0 yang lebih dari nol menunjukkan bahwa nilai di lokasi i lebih besar dari rata-rata semua unit. Sedangkan [^∗ 0 yang kurang dari nol menunjukkan bahwa nilai di lokasi i lebih kecil dari rata-rata semua unit.

(2) Hitunglah [∗ 1 , yaitu nilai untuk setiap daerah yang memuat unit i dan semua kombinasi dari tetangga yang berdekatan. Jika [∗ 0 lebih atau kurang dari kombinasi yang memaksimumkan nilai mutlak [∗ 1 maka unit-unit yang baru tersebut menjadi ecotope tinggi atau rendah yang baru. Unit-unit yang tergabung membentuk ecotope baru ini disebut sebagai unit-unit yang ter-include. Unit spasial yang bersebelahan yang tidak termasuk dalam ecotope dieliminasi (exclude).


(38)

(3) Evaluasi semua kombinasi tetangga sebelah dan selanjutnya keanggotaan baru ecotope diidentifikasi.

(4) Proses ini berlanjut untuk jumlah penghubung k, k=2, 3, ..., maksimum dimana dalam kondisi ini tidak ada lagi unit-unit spasial yang dapat meningkatkan nilai mutlak [∗.

Berikut merupakan sebuah ilustrasi proses penggabungan unit-unit spasial dalam membentuk geometri dari ecotope atau gerombol (cluster) dengan jarak maksimum 5 langkah (k=5) dari unit i.

(1) Untuk setiap amatan i, nilai statistik lokal diperoleh untuk semua kombinasi dari tetangga sebelah/terdekat j. Amatan-amatan j yang memaksimumkan statistik lokal menjadi anggota-anggota ecotope bersama dengan amatan i (include) dan anggota-anggota selainnya tidak menjadi ecotope yang memuat i (exclude). Gambar 2.7 memperlihatkan tiga unit j yang termasuk dalam ecotope (kiri, kanan dan atas) dan yang tidak termasuk ecotope diberi warna pink.

Gambar 2.7 Ilustrasi ecotope pada tahap pertama

(2) Setelah terbentuk ecotope baru (dalam contoh ini ecotope terdiri dari empat unit, yakni atas, tengah, kiri dan kanan), dilakukan proses yang sama, yaitu mencari unit-unit j yang berdekatan terhadap ecotope yang baru tersebut, dimisalkan diperoleh hasil sebagai berikut

Gambar 2.8 Ilustrasi ecotope pada tahap kedua

Pada tahap kedua dihasilkan sel-sel berwarna hijau yang merupakan unit-unit yang tergabung menjadi ecotope baru setelah proses jarak tetangga kedua, dan warna pink unit-unit yang dikeluarkan (exclude).

(3) Semua kombinasi bersama-sama dengan anggota ecotope yang ada dievaluasi menggunakan statistik lokal. Himpunan baru dari amatan-amatan j yang memaksimumkan statistik lokal menjadi anggota ecotope tersebut. Demikian


(39)

proses ini berlanjut sampai tidak terdapat lagi unit-unit yang dapat memaksimumkan nilai mutlak statistik lokal. Dimisalkan dalam ilustrasi ini diperoleh maksimum jarak dari i adalah 5, dan hasil ecotope terbentuk disajikan pada Gambar 2.9(a) untuk tahap ketiga dan Gambar 2.9(b) untuk tahap kelima.

(a)

...

(b) Gambar 2.9 Ecotope hasil tahap ketiga (a) dan kelima (b)

Berdasarkan Gambar 2.9(b) terlihat bahwa pada langkah keenam semua unit yang bersebelahan dengan ecotope berwarna pink, artinya bahwa setelah langkah kelima, masuknya unit-unit spasial tidak dapat memaksimumkan statistik lokal. Dengan demikian diperoleh Y_ R = 5 yakni lima langkah dari unit i.

Apabila ecotope sudah terbentuk dimana tidak ada lagi unit-unit spasial yang dapat memaksimumkan nilai statistik lokal, maka dibuat matriks pembobot AMOEBA melalui prosedur berikut :

(a) Ketika Y_ R > 1, = `abcO ≤ [

Y_ R d − beO ≤ [∗5 8fg

bcO ≤ [∗ Y_ R d − bcO ≤ [0 d , 0 < ≤ Y_ R 0 , untuk selainnya ( (b) Ketika kjklm= 1

= 1, untuk = 10, selainnya ( (c) Ketika Y_ R = 0,

= 0 , untuk semua j,

dengan adalah penghubung (link) yang menghubungkan i dan j dalam ecotope. Pada kondisi 1, yaitu ketika Y_ R> 1, nilai-nilai menurun ketika jumlah penghubung antara unit i dan j meningkat. Ketika ecotope hanya mengandung satu penghubung dari unit i ( Y_ R= 1), maka unit tersebut diberi pembobot 1. Ketika tidak ada asosiasi antara unit i dengan sembarang unit j ( Y_ R = 0) maka baris i dari matriks W adalah nol.

Berkaitan dengan prosedur AMOEBA dimana wij menggunakan fungsi kumulatif sebaran normal dan hasil kajian Zhang (2008) yang menunjukkan kaitan sebaran statistik Gi dengan sebaran peubah asal, dalam kajian ini difokuskan pada statistik Getis lokal.


(40)

2.4.3 Matriks Pembobot Berdasarkan Pendugaan

Structural equation model atau model persamaan struktural (MPS) merupakan salah satu metode yang digunakan untuk memodelkan hubungan peubah laten eksogen dan peubah laten endogen. Disamping itu MPS juga dapat digunakan untuk mengkonstruksi matriks pembobot spasial. Matriks pembobot spasial merupakan fungsi dari peubah indikator dan loading dari model pengukuran terhadap peubah tak bebas. Folmer dan Oud (2008) mengkonstruksi matriks pembobot spasial dengan pendekatan peubah laten untuk memodelkan hubungan spasial. Matriks pembobot spasial (W) yang dikonstruksi oleh Folmer dan Oud (2008) merupakan fungsi peubah indikator dan loading pada persamaan pengukuran. Dalam menduga matriks W digunakan metode kemungkinan maksimum (Maximum Likelihood), artinya bahwa sisaan model diasumsikan diketahui (Folmer dan Oud 2008; Liu et al., 2011a, Liu et al., 2011b). Folmer dan Oud (2008) dan Liu et al. (2011a) memberikan sebuah ilustrasi kostruksi matriks pembobot spasial melalui metode MPS dimana dalam metode pendugaan ini diasumsikan bahwa sisaan model menyebar normal.

Ringkasan teknik konstruksi matriks pembobot spasial yang dipaparkan di atas disajikan pada Gambar 2.10.

2.5 Metode GMM

2.5.1 Pengantar Metode GMM

Pada pendugaan parameter model regresi menggunakan metode kuadrat terkecil (MKT) diasumsikan bahwa sisaan model regresi saling bebas serta peubah penjelas dan sisaan saling bebas . Pada kasus data spasial, ketika terjadi ketakbebasan spasial tentunya dapat mempengaruhi efisiensi dan ketakbiasan dari penduga parameter ketika parameter tersebut diduga menggunakan MKT. Selain adanya permasalahan pada ketakbebasan pada data spasial, hal yang sering muncul adalah permasalahan endogeneitas dimana sisaan (galat) tidak saling bebas dengan peubah penjelas. Masalah endogeneitas dapat muncul misalnya dalam pemodelan yang melibatkan pengaruh lag waktu atau masalah yang terjadi sebagai akibat dari salah pengukuran (Verbeek, 2008; Ajmani, 2009). Kasus terdapatnya masalah endogeneitas dan ketakbebasan spasial dalam model tentunya berdampak pada hasil penduga klasik seperti MKT yang berbias (Verbeek, 2008). Solusi alternatif terhadap masalah pendugaan parameter pada kasus tersebut adalah metode Instrumental Variable (IV) atau yang lebih umum menggunakan metode Generalized Method of Moments (GMM).

Metode GMM merupakan metode penduga parameter model yang didasarkan pada sejumlah kondisi momen, yakni sebuah pernyataan yang mencakup data dan parameter. Pada kasus yang paling sederhana dari GMM adalah ketika tidak terjadi masalah endogeneitas dimana metode GMM sama dengan MKT. Sebagai ilustrasi ambil model linier dengan dua peubah bebas, Np dan Nq tanpa intersep,


(41)

Gambar 2.10 Tipe matriks pembobot spasial menurut Stakhovych dan Bijmolt (2008)

Matriks pembobot

spasial (W)

Perilaku data AMOEBA

Pendugaan Model persamaan struktural (MPS)

Geografi

k-NN

radial

pangkat

eksponensial

Pangkat ganda Jarak

Kombinasi jarak dan boundaries

Share-boundary

Contiguity Boundaries

rook

queen bishop


(42)

Kondisi momen pada (2.11) adalah v wxyzy = 0 dan v w{yzy = 0. Dalam bentuk yang lebih umum, misalkan model (2.11) dinyatakan dalam bentuk vector dan matriks | = } + z, dengan Xadalah matriks yang kolom-kolomnya terdiri dari Np dan Nq dan ~ s = •z maka kondisi momen dapat dinyatakan dengan v5~ s 8 = 0. Karena kondisi momen populasi tidak diketahui maka digunakan momen contoh (sample moment),

~̅ s = 1€ ~ s = •

‚p

1

€ N r − N• •s ‚p

= 1 •r − ′ s . 2.12

Penduga parameter bagi s pada persamaan (2.12) diperoleh berdasarkan minimisasi dari fungsi ~̅ s . Pada kasus (2.12), jika ~̅ s = 0 maka hasil minimisasi tersebut tidak lain merupakan persamaan normal yang sudah umum digunakan dalam MKT, dimana penduga parameter } adalah }„ = ′ 0p •r, dan penduga }„ bersifat tak bias (Rossi, 2010; Verbeek, 2008). Jika dalam kasus model (2.11) terdapat peubah endogen, katakanlah peubah bebas Nq sehingga kondisi momen pada model (2.11) menjadi v wxyzy = 0 dan v w{yzy ≠ 0, maka hasil dugaan MKT bersifat bias (Verbeek, 2008). Untuk memecahkan masalah keberadaan peubah endogen ini dibuat peubah instrumen (katakanlah peubah Oq ), yaitu peubah yang berkorelasi dengan peubah bebas terkait (dalam kasus ini w{y) dan tidak berkorelasi dengan galat atau sisaan. Kembali pada ilustrasi model (2.11), karena Nq bersifat endogen, maka kondisi momen didasarkan pada v wxyzy = 0 dan v …{yzy = 0, sehingga penduga bagi parameter s, yang disebut penduga Instrumental Variables (IV) adalah

s†‡ˆ = ∑ …•‚p ywy• 0p∑ …•‚p y|y (2.13) dengan wy•= Np , Nq dan …y= Np , Oq . Apabila dinyatakan dalam bentuk matriks penduga IV dinyatakan sebagai

s†‡ˆ = ′ 0p ′r (2.14) pada kasus Oq = Nq metode IV sama dengan MKT (Verbeek, 2008).

2.5.2 Metode DIFF GMM dan SYS-GMM

Ilustrasi yang telah disajikan di atas dibatasi pada banyaknya kondisi momen (baris) dan banyaknya parameter (kolom) yang diduga berjumlah sama. Pada kasus berikutnya diperluas untuk kasus dimana kondisi momen danbanyaknya parameter tidak selalu sama. Apabila dimisalkan R adalah banyaknya kondisi momen dan K adalah banyaknya parameter yang diduga maka terdapat tiga kemungkinan. Kasus pertama, jika R = K maka parameter-parameter dapat diduga menggunakan metode IV sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya. Pada kasus kedua, dimana R < K maka parameter tidak dapat teridentifikasi. Pada kasus ketiga, jika overidentified dimana R > K maka untuk menduga parameter diperlukan matriks pembobot untuk meminimumkan jumlah kuadrat galat.


(1)

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Jawa Tengah Dalam Angka 2011. BPS Jawa Tengah. Semarang

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Jawa Tengah Dalam Angka 2012. BPS Jawa Tengah. Semarang

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Jumlah Penduduk Miskin dan Persentase Penduduk Miskin di Indonesia [diunduh 4 Desember 2013]. Tersedia pada: http://www.bps.go.id.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Profil Kemiskinan di Indonesia Maret 2013.

Berita Resmi Statistik. No. 47/07/Th. XVI, 1 Juli 2013 [diunduh 9 Nopember 2013]. Tersedia pada: http://www.bps.go.id/brs_file/

kemiskinan_01jul13.pdf.

Bruderl J. 2005. Panel data analysis [diunduh 21 Januari 2014]. Tersedia pada: http//www2.sowi.uni-mannheim.de/lsssm/veranst/panelanalyse.pdf.

Conley TG dan Topa G. 2002. Socio economic distance and spatial patterns in unemployment. Journal of Applied Econometrics. DOI: 10.1002/jae.670, 17: 303–327.

Conley TG dan Dupor B. 2003. A spatial analysis of sectoral complementarity. Journal of Political Economy. 3: 311-352.

Costa-Font J dan Moscone F. 2008. The imfact of decentralization and inter-territorial interactions on Spanish health expenditure. Empirical Economics. 34: 167-184.

Cressie NAC. 1993. Statistics for Spatial Data. John Wiley and Sons. New York. Chung KL. 2001. A Course in Probability Theory. Academic Press. USA

Cizek P, Jacobs J, Lighart J dan Vrijburg. 2011. GMM estimation of fixed effects dynamic panel data models with spatial lag and spatial errors [diunduh 8 Januari 2012]. Tersedia pada: http://www.tilburguniversity.edu/webwijs/ files/center/ligthart/JErev.pdf.

Druska V dan Horrace WC. 2004. Generalized moments estimation for spatial panel data: Indonesian rice farming. Amer. J. Agr. Econ 86 : 185–198. Duque JC, Aldstadt J, Velasquez E, Franco JL, Betancourt A. 2011. A

computationally efficient for delineating irregularly shaped spatial cluster. J Geogr Syst 13 : 355-372. Doi:10.1007/s10109-010-0137-1.

Eigner F. 2009. Dynamic panel data methods for cross-section panels with an application on a winter tourism demand model [diunduh 24 Januari 2014]. Tersedia pada: http://homepage.univie.ac.at/robert.kunst/pres09_pan_ eigner.pdf.

Elhorst JP. 2010. Applied spatial econometrics: raising the bar. Spatial Economic Analysis 5: 9-28.doi:10.1080/17421770903541772.

Fingleton B. 2008a. A Generalized method of moments estimator for a spatial panel model with an endogenous spatial lag and spatial moving average errors. Spatial Economic Analysis 3: 27-44

Fingleton B. 2008b. A Generalized method of moments estimator for a spatial model with Moving Average Errors, with Application to Real Estate Prices. Empirical Economics 34: 35-57.

Fotheringham AS dan Rogerson PA. 2009. Spatial Analysis. SAGE. London. Fotheringham AS. 2009. “The problem of spatial autocorrelation” and local


(2)

Folmer H dan Oud JHL. 2008. How to get rid of W: a latent variables approach to modeling spatially lagged variables. Environment and Planning A 40:2526– 2538

Gaetan C dan Guyon X. 2010. Spatial Statistics and Modelling. John Wiley & Sons. New York.

Getis A dan Ord JK. 1992. The analysis of spatial association by use of distance statistics. Geographical Analysis 24 : 189-206.

Getis A dan Aldstadt J. 2004. Constructing the spatial weights matrix using local statistic. Geographical Analysis 36 : 90-104.

Getis A. 2008. A history of the concept of spatial autocorrelation: A Geographer’s perspective. Geographical Analysis 40 : 297-309.

Getis A. 2009. Spatial weights matrices. Geographical Analysis. 41 : 404-410. Hsiao C. 2003. Analysis of Panel Data. Second Edition. Cambridge University

Press. California.

Harville DA. 1997. Matrix Algebra From a Statistician’s Perspective. Springer-Verlag. New York.

Jacobs JPAM, Ligthart JE dan Vrijburg. 2009. Dynamic panel data models featuring endogenous interaction and spatially correlated errors [diunduh 2 Desember 2012]. Tersedia pada: www.ub.edu/sea2009.com/Papers/11.pdf. Kapoor M, Kelejian HH, Prucha IR. 2007. Panel data models with spatially

correlated error components. Journal of econometric 140 : 97-130.

Kelejian HH., Prucha IR. 1998. A generalized spatial two-stage least squares procedure for estimating a spatial autoregressive model with autoregressive disturbances. Journal of Real Estate Finance and Economic. 17:99-121. Kelejian HH., Prucha IR. 1999. A generalized moments estimator for

autoregressive parameter in spatial model. International Economic Review. 40:509-533.

Kelejian HH., Prucha IR. 2007. The relative efficiencies of various predictors in spatial econometric models containing spatial lag. Regional Sciences and Urban Economics. 37: 363-374.doi:10.1016/j.regsciurbeco.2006.11.005. Kelejian HH., Prucha IR. 2010. Specification and estimation of spatial

autoregressive models with autoregressive and heteroskedastic disturbances. Journal of Econometrics 157: 53-67. doi:10.1016/j.jeconom.2009.10.025. Kholodilin KA, Siliverstovs B dan Kooths S. 2008. A dynamic panel data

approach to the forecasting of the GDP of German La¨nder. Spatial Economic Analysis. 3 : 195-207

Kukenova M dan Monteiro JA. 2008. Spatial dinamic panel model and system GMM: monte carlo investigation [diunduh 2 April 2012]. Tersedia pada: http://mpra.ub.uni-muenchen.de/13405/1/MPRA_paper_13405.pdf.

Lahiri SN, Chaterjee A dan Maiti T. 2007. Normal approximation to the hypergeometric distribution in nonstandard cases and sub-Gaussian Berry-Esseen theorem. Journal of Statistical Planning and Inference. 137: 3570-3590.

Larch M dan Walde J. 2009. Finite sample properties of alternative GMM estimators for random effects models with spatially correlated errors. Ann Reg Sci. 43:473–490

Lee, LF dan Yu J. 2010. Spatial dynamic panel-stable model with fixed effects. Foundation and Trends in Econometrics. 4: 48-79.


(3)

Liu A, Folmer H dan Oud JHL. 2011a. W-based vs latent variables spatial autoregressive models: evidence from Monte Carlo simulation. Ann Reg Sci. 47:619–639.

Liu A, Folmer H dan Oud JHL. 2011b. Estimating regression coefficients by W-based and latent variables spatial autoregressive models in the presence of spillovers from hotspots : evidence from Monte Carlo simulations. Lett Spat Resour Sei. 4: 71-80.

Morrison, D.F. (1990). Multivariate Statistical Methods, 3nd edition. NY: McGraw-Hill. Nelson TA dan Boots B. 2008. Detecting spatial hot spots in landscape ecology.

Journal compilation. Ecography. 31: 556-566.

Nicholson WL. 1956. On the normal approximation to the hypergeometric distribution. The Annals of Mathematical Statistics. 27: 471-483.

Ord JK dan Getis A. 1995. Local spatial autocorrelation statistics: distributional issues and an application . Journal Geographical Analysis 27 : 286-306 Ord JK dan Getis A. 2001. Testing for local autocorrelation in the presence of

global autocorrelation. Journal of Regional Science. 41: 411-432

Perret JK. 2011. A proposal for an alternative spatial weight matrix under consideration of the distribution of economic activity. Schumpeter discussion papers 2011-002.

Ross HM. 1997. Introduction to Probability Models. Academic Press. California.

Rencher AC dan Schaalje GB. 2007. Linear Models in Statistics. John Wiley & Sons. New Jersey.

Rossi E. 2010. Introduction to the generalized method of moments [diunduh 24 Januari 2014]. Tersedia pada: http://economia.unipv.it/pagp/ pagine_personali/erossi/rossi_GMM_1_Ecnmtra_Fin_2010.pdf.

Roussas GG. 1997. A Course in Mathematical Statistics. Second Edition. Academic Press. San Diego.

Seber GAF. 2007. A Matrix Handbook for Statisticians. John Wiley & Sons. New Jersey.

Sen A. 1976. Large sample-size distribution of statistics used in testing for spatial correlation. Geographical Analysis 9:175–184.

Shao J. 2003. Mathematical Statistics. Second Edition. Springer. New York. Siregar H dan Wahyuniarti D. 2008. Dampak pertumbuhan ekonomi terhadap

penurunan jumlah penduduk miskin [diunduh 2 Juli 2013]. Tersedia pada: http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/ pdffiles/PROS_2008_MAK3

Smith, TE. 2014. Areal data analysis (Part III). Notebook for spatial data analysis [diunduh 20 januari 2014]. Tersedia pada: http://www.seas.upenn.edu/ ~ese502/#contents

Stakhovych S dan Bijmolt THA. 2008. Specification of spatial models: A simulation study on weights matrices. Papers in Regional Science 88 : 389-408.

Thomas RL. 1997. Modern Econometrics an Introduction. Addison Wesley. London.

Tiefelsdorf M. 2002. The saddlepoint approximation of Moran’s I’s and local Moran’s Ii’s reference distribution and their numerical evaluation. Geographical Analysis. 34:187-206.


(4)

Tsang EWK. 2007. Economic distance and the survival of foreign direct investments. Academy of Management Journal. 50: 1156-1168.

Verbeek M. 2008. A Guide to Modern Econometrics. Third Edition. John Wiley & Sons.

Ward MD dan Gleditsch KS. 2008. Spatial Regression Models. Sage Publications. California.

Wooldridge JM. 2001. Application of generalized method of moments estimation. Journal of Economic Perspectives 15: 87-100.


(5)

(6)