Peluang penerapan sistem jaminan sosial nasional dalam perspektif takaful al-itima'i :studi pada PT. Jamsostek

(1)

PELUANG PENERAPAN SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DALAM PERSPEKTIF TAKAFUL AL-IJTIMA’I

(STUDI PADA PT JAMSOSTEK)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (SE. Sy)

Oleh :

M Rahadiatno Adi Putro

NIM : 105046201717

KONSENTRASI ASURANSI SYARIAH

PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HDAYATULLAH

JAKARTA

2011 M/1432H


(2)

PERSPEKTIF TAKAFUL AL-IJTIMA’I (STUDI PADA PT JAMSOSTEK)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Syarat Syarat Mencapai Gelar

Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)

Oleh :

M RAHADIATNO ADI PUTRO NIM. 105046201717

Di bawah bimbingan Pembimbing

Dr. Alimin Mesra, M.Ag NIP. 196908252000031001

KONSENTRASI ASURANSI SYARIAH

PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HDAYATULLAH

JAKARTA

2011 M/1432H


(3)

(4)

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 02 Mei 2011


(5)

iv

KATA PENGANTAR

ﻪﺘ ﻜﺭﺑﻭﷲﺔ ﺣﺭﻭ ﻜﻴﻠﻋ ﻼﱠﺳﻠ

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memperindah kehidupan dengan melimpahkan kasih sayang, kenikmatan, dan kemudahan tiada bertepi. Sholawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, dengan kasih sayangnya terhadap hamba Allah juga mahluk lainnya memancar bagai pancaran sinar matahari yang tiada terputus menerangi bumi. Atas nikmat nya dan karunianya yang maha sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul

PELUANG PENERAPAN SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DALAM PERSPEKTIF TAKAFUL AL-IJTIMA’I (STUDI KASUS DI PT JAMSOSTEK) Penulis merasa bahagia dan bersyukur serta bangga dengan selesainya studi dan skripsi ini, tetapi kebahagian dan kebanggaan itu tidak akan tercapai tanpa doa, dukungan dan ketulusan yang penuh dari semua pihak. Oleh karna itu penulis menyampaikan banyak terima kasih dan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada:

1. Kedua orang tua tercinta, ayahanda Rulof dan ibunda Ananda dengan ketulusan dan keikhlasan beliau memberikan kasih sayang serta dorongan baik moril maupun materil guna keberhasilan dan kebahagiaan anak mu ini, tanpa ayah dan ibunda penulis tidak akan berarti apa-apa.

2. Bapak Prof.Dr.H. Muhammad Amin Suma, MA,SH,MM sebagai Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah beserta para pembantu dekannya.


(6)

v

3. Ketua program studi Muamalat ibu Dr. Euis Amalia, M.Ag dan bapak Mu’min Rauf, M.Ag, selaku sekertaris jurusan yang telah banyak dan meluangkan waktu hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

4. Bapak Dr. Alimin Mesra, M.Ag selaku pembimbing, yang telah banyak sekali meluangkan waktunya ditengah aktifitas-aktifitasnya yang sangat padat, serta sabar dalam memberikan nasihat, pengarahan, solusi, bimbingan, sekaligus motifasi yang begitu berguna bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 5. Kepada Keluarga Besar Ayah Dr. Musfari Haroen dan Ibu Amitha Haroen

yang telah penulis anggap sebagai orang tua penulis sendiri dan juga kepada Paman-paman Penulis kepada Bapak Jerry Tobing, Ronny Tobing, dan Roy Tobing yang juga sangat memberikan dorongan moril dan materil sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

6. Ibu deva, Mas Jatmiko serta mas Yanto selaku Supervisor Divisi Perencanaan dan Pengembangan dan Operasi PT Jamsostek, yang senantiasa memberikan waktunya yang begitu luar biasa kepada penulis, sehingga diberi kemudahan dalam memberikan data perusahaannya. Makasaih banyak bu.

7. Para dosen yang telah mendidik dengan baik hingga penulis dapat menyelesaikan studi di Program Muamalat Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah.

8. Untuk adinda yang tersayang Annisa Fathih Kurnia, terima kasih banyak atas dorongan moril dan doa yang selalu diberikan selama ini hingga Penulis bisa juga menyelesaiakan skripsi ini.


(7)

vi

9. Semua sahabat-sahabat penulis, yaitu: Aswin Suhendra, Zarkens, Gilang, Eko Arisandi, Riki Mirsa Putra, Chandra, asmuni, humaidi, ahmad patih, Wendy, Zoel, Tons, Fardan, Firdaus, yang senantiasa tak lupa juga memberikan motivasi sekaligus dorongan untuk tetap semangat, hingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini dan penulis berharap persahabatan kita bukan cuma ketika di kampus aja, tetapi jika kita semua sudah sukses kita masih tetap bersahabat. Semoga saja. AMIN…..…

10.Semua teman-teman seperjuangan yaitu temen-temen Muamalat Ekonomi Islam angkatan 2005 yang ikut merasakan betapa banyak pengorbanan kita saat membuat skripsi ini. Semoga kita semua di berikan pekerjaan yang kita cita-citakan semua. AMIN….

11.Tak lupa kepada seluruh temen seperjuangan Komunitas Pencari Kebenaran dari Panji Patra, Edy, Iwin Indra, Idzul, rhama, Asril, Ridwan, Andhika, Mustafa, Damanhuri, Adham, dan lain-lainnya ga kerasa kita 4 tahun lebih bersama, menemani penulis di saat susah maupun senang kita hadapi bersama, canda tawa kalian akan menjadi pengalaman yang tak terlupakan oleh penulis

Penyusunan skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, maka dari itu kepada para pembaca, penulis mengharapkan masukan yang positif untuk perbaikan lebih lanjut dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi siapa saja yang membutuhkan.


(8)

vii

jasa dari semua pihak, semoga ia berkenan dengan balasan yang berlipat ganda.

AMIN……

ﻪﺘ ﻜﺭﺑﻭﷲﺔ ﺣﺭﻭ ﻜﻴﻠﻋ ﻼﱠﺳﻠ ﻭ

Jakarta, 2 Mei 2011


(9)

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah... 7

C.Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

D.Studi Review Terdahulu ... 9

E. Metode Penelitian ... 11

F. Sistematika Penulisan ... 15

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN TAKAFUL AL-IJTIMA’I A.Tinjauan Umun Sistem Jaminan Sosial Nasional ... 18

1. Sejarah Sistem Jaminan Sosial Nasional 18

2. Definisi Sistem Jaminan Sosial Nasional 22

3. Landasan Hukum 28

4. Prinsip-prinsip 31


(10)

ix

B. Tinjauan Umum Takaful Al-ijtima’i ... 40

1. Takaful al-Ijtima’i pada masa Rasulullah SAW ... 43

2. Takaful al-Ijtima’i pada masa Khalifah Abu Bakar ... 45

3. Takaful al-Ijtima’i pada masa Khalifah Umar Ibn Khattab ... 46

4. Pengeluaran Baitul Maal dan Kebijakan Fiskal mengenai Sistem Jaminan Sosial Dalam Islam 56

BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG PT JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA A.Sejarah Pendirian PT JAMSOSTEK ... 61

B. Visi dan Misi PT JAMSOSTEK... 66

C.Tujuan, Nilai-nilai dan Filosofi ... 67

D.Struktur Organisasi ... 68

E. Tata Kelola Perusahaan ... 71

F. Produk-produk di PT Jamsostek ... 90

BAB IV ANALISA PELUANG PENERAPAN SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DI PT JAMSOSTEK DALAM PERSPEKTIF TAKAFUL AL-IJTIMA’I A. Peluang Penerapan Sistem jaminan Sosial Nasional di PT. Jamsostek Persero ... . 99

B. Kendala-kendala Penerapan Sistem Jaminan Sosial Nasional Di PT. Jamsostek Persero ... . 106 C. Relasi Sistem Jaminan Sosial Nasional dengan Takaful Al Ijtima’i . 115


(11)

x

BAB V PENUTUP

A.Kesimpulan ... 120

B. Saran-saran ... 122

DAFTAR PUSTAKA ... 124


(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Mendiskusikan Negara Kesejahteraan (welfare state) di Indonesia sangat menarik bagi kalangan akademisi dan praktisi ketatanegaraan. Mengapa? Karena pertama: Indonesia, negara yang memiliki sumberdaya alam yang luar biasa, negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, dan negara dengan jumlah penduduk pluralis yang besar. Kedua, negara yang mempunyai landasan filosofis ketatanegaraan Pancasila yang di dalamnya mengandung nilai-nilai dasar kemanusiaan berdasarkan pada agama, budaya dan adat istiadat setempat.

Pertumbuhan ekonomi dewasa ini begitu cepat berkembang. Tuntutan untuk mencapai kemakmuran material menjadi prioritas kehidupan manusia. Segala cara dilakukan untuk meraih kemakmuran material. Dukungan pembiayaan dari lembaga keuangan bank maupun lembaga keuangan non bank terus menjadi incaran masyarakat, baik masyarakat kalangan atas maupun bawah. Di Indonesia pemenuhan kebutuhan masyarakat dilindungi dan dijamin oleh hukum. Oleh karena itu, seluruh lapisan masyarakat Indonesia mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk mendapatkan kesejahteraan, melakukan kegiatan usaha dan untuk mendapatkan lapangan kerja.

Menurut Fukuyama, bahwa Negara harus diperkuat, kesejahteraan tidak mungkin dicapai tanpa hadirnya negara yang kuat, yang mampu menjalankan


(13)

2

perannya secara efektif. Begitu pula sebaliknya, negara yang kuat tidak akan bertahan lama jika tidak mampu menciptakan kesejahteraan rakyatnya.1 Pentingnya penguatan negara ini terutama sangat signifikan dalam konteks kebijakan sosial. Negara adalah institusi paling absah yang memiliki kewenangan menarik pajak dari rakyat, dan karenanya paling berkewajiban menyediakan pelayanan sosial dasar bagi warganya. Dalam masyarakat yang beradab, negara tidak boleh membiarkan satu orang pun yang berada dalam posisi tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya. Globalisasi dan kegagalan pasar sering dicatat sebagai faktor penyebab mencuatnya persaingan yang tidak sehat, monopoli dan oligopoli, kesenjangan ekonomi di tingkat global dan nasional, kemiskinan dan keterbelakangan di negara berkembang, serta ketidakmampuan dan keengganan perusahaan swasta mencukupi kebutuhan publik, seperti jaminan sosial, pelayanan kesehatan dan pendidikan.

Mishra, dalam bukunya “Globalization and Welfare State” menyatakan bahwa

globalisasi telah membatasi kapasitas negara-bangsa dalam melakukan perlindungan sosial. Lembaga-lembaga internasional seperti Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF) menjual kebijakan ekonomi dan sosial kepada negara-negara berkembang dan negara-negara Eropa Timur agar memperkecil pengeluaran pemerintah, memberikan pelayanan sosial yang selektif dan terbatas, serta menyerahkan jaminan sosial kepada pihak swasta. 2

1

Francis Fukuyama, , State-Building: Governance and World Order in the 21st Century (Memperkuat

Negara: Tata Pemerintahan dan Tata Dunia Abad 21), (Jakarta: Gramedia terjemahan 2005). h 87 2


(14)

Oleh karena itu, memang negara bukanlah satu-satunya aktor yang dapat menyelenggarakan pelayanan sosial. Masyarakat, dunia usaha, dan bahkan lembaga-lembaga kemanusiaan internasional, memiliki peran penting dalam penyelenggaraan pelayanan sosial. Namun, sebagai salah satu bentuk kebijakan sosial dan publik goods, pelayanan sosial tidak dapat dan tidak boleh diserahkan begitu saja kepada masyarakat dan pihak swasta. Sebagai lembaga yang memiliki legitimasi publik yang dipilih dan dibiayai oleh rakyat, negara memiliki kewajiban (obligation) dalam memenuhi (to fulfill), melindungi (to protect) dan menghargai (to respect) hak-hak dasar, ekonomi dan budaya warganya. Mandat Negara untuk melaksanakan pelayanan sosial lebih kuat daripada masyarakat atau dunia usaha. Berdasarkan konvensi internasional, mandat negara dalam pelayanan sosial bersifat wajib. Sedangkan, mandat masyarakat dan dunia usaha dalam pelayanan sosial bersifat

“tanggung jawab” (responsibility).3

Jaminan sosial sering disebut dengan istilah social security, adalah bantuan ekonomi berupa bantuan finansial yang diberikan oleh Negara bagi warganegaranya yang berada dalam kondisi-kondisi tertentu yang dipersyaratkan. Bantuan finansial atau tunjangan (benefit), misalnya: tunjangan untuk orang jompo (old age benefit), tunjangan untuk orang cacat (disability benefit), dan sebagainya. Sebagai tanggung jawab Negara, maka jaminan sosial ini termasuk salah satu bentuk hak ekonomi rakyat, yaitu hak untuk hidup layak secara ekonomis.

3


(15)

4

Sesungguhnya, Islam memiliki landasan tersendii, ada satu sistem yang bisa dikembangkan dalam makna kesejahteraan bagi kemanusiaan, yaitu sistem yang bisa menjadi alternatif, sistem negara kesejahteraan Islam (Islamic welfare state). Islam bukan hanya sekadar agama. Ia mencakup pandangan dan cara hidup secara total. Islam adalah agama yang menjunjung tinggi peradaban dan harkat martabat kemanusiaan yang memadukan antara aspek material dan spiritual, keduniawian dan keukhrowian. Pada puncaknya, Islam bertujuan menciptakan sebuah sistem dimana prinsip keadilan berada di atas keuntungan segelintir atau sekelompok orang. Dalam Sistem ekonomi Islam misalnya, memiliki dua tujuan: memerangi kemiskinan dan menciptakan distribusi kekayaan yang adil secara ekonomi dan sosial. Implisit dalam pengertian ini adalah adanya pengakuan bahwa umat Islam akan dapat beribadah kepada Allah secara fokus dan total jika kebutuhan dasarnya terpenuhi dengan baik. Negara melakukan hal ini melalui berbagai mekanisme sukarela maupun wajib. 4

Menurut Umer Chapra, dalam lapangan ekonomi, Islam menganjurkan kesejahteraan ekonomi melalui pemenuhan semua kebutuhan pokok manusia, menghapuskan semua sumber utama kesulitan dan ketidaknyamanan (kemiskinan, pengganguran, kesempatan kerja yang rendah, dsb.), meningkatkan kualitas kehidupan secara moral dan material. Bahkan, Islam menganjurkan penciptaan suatu lingkungan ekonomi yang mampu memanfaatkan waktu dan kemampuan fisik dan skill bagi pengayaan diri, keluarga, dan masyarakatnya.

4


(16)

Oleh karena itu, kesejahteraan sosial dalam sistem ketatanegaraan Islam mempunyai ruang lingkup yang sangat luas baik menyangkut pelayanan publik (public service) maupun pelayanan privat (privat service) dan dapat dilakukan dengan berbagai bentuk dan mekanisme, seperti misalnya, zakat, wakaf, infak, shadaqah, pajak, qardh al hasan, jaminan sosial, dan lain sebagainya sebagai bentuk memelihara manusia

Pengertian memelihara manusia dalam hal ini adalah bayi Musa. Yakfulu

dapat juga diartikan menjamin seperti dalam firman Allah



























Artinya: Barangsiapa yang memberikan syafa'at yang baik[325], niscaya ia akan memperoleh bahagian (pahala) dari padanya. dan Barangsiapa memberi syafa'at yang buruk[326], niscaya ia akan memikul bahagian (dosa) dari padanya. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

[325] Syafa'at yang baik Ialah: Setiap sya'faat yang ditujukan untuk melindungi hak seorang Muslim atau menghindarkannya dari sesuatu kemudharatan. [326] Syafa'at yang buruk ialah kebalikan syafa'at yang baik.

Secara istilah, menurut Latif Mukhtar mungkin istilah Takaful berasal dari

fikrah atau konsep Abu Zahra, seorang faqih di Mesir yang menulis buku al-Takaful al-Ijtimaa`i fi al-Islam (social security in Islam atau jaminan sosial dalam Islam).5

5


(17)

6

Dasar pijak Takaful dalam asuransi mewujudkan hubungan manusia yang Islami diantara para pesertanya yang sepakat untuk menangung bersama antara mereka, atas resiko yang diakibatkan musibah yang diderita oleh peserta sebagai akibat dari kebakaran, kecelakaan, kehilangan, sakit dan sebagainya. Semangat asuransi Takaful adalah menekankan kepada kepentingan bersama atas dasar rasa persaudaraan di antara peserta. Persaudaraan di sini meliputi dua bentuk: persaudaraan berdasarkan kesamaan keyakinan (ukhuwah islamiayah) dan PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) dinilai berpeluang menjadi lokomotif perubahan dalam penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Jamsostek dianggap kaya pengalaman menyelenggarakan program jaminan sosial. Direktur SDM dan Umum PT Jamsostek Joko Sungkono mengaku empat dari lima program SJSN sudah dilaksanakan BUMN itu dan hanya jaminan pensiun yang belum. Menurut Joko, PT Jamsostek sudah sangat siap melaksanakan amanat SJSN. PT Jamsostek tidak hanya unggul dalam pelayanan bagi pesertanya, tetapi juga memiliki segudang pengalaman dalam mengumpul iuran dari perusahaan (sektor swasta) yang prosesnya jauh lebih rumit dari pada pengelolaan dana APBN. "Sembilan prinsip pelaksanaan SJSN seperti kegotong royongan, nirlaba, keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, dan lainnya, menambah keyakinan, kami akan mampu menjadi leader, kata Joko. BUMN itu juga sudah menggunakan model


(18)

menyeluruh dengan pelayanan kesehatan berjenjang, serta pelibatan dokter keluarga sebagai pemberi layanan pertama hingga layanan lanjutan.6

Dengan melihat dasar itulah, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian, memberikan gambaran bagaimana peluang penerapan sistem jaminan

sosial nasional di PT Jamsostek dalam perspektif Takaful Al Ijtima’i, sehingga

penulis tertarik mengambil judul tentang :

Peluang Penerapan Sistem Jaminan Sosial Nasional Dalam Perspektif Takaful Al ijtima’i (Studi Kasus di PT Jamsostek)”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah.

Berdasarkan pokok permasalahan yang telah penulis rumuskan diatas, ada beberapa tujuan yang ingin penulis capai di antaranya:

1. Bagaimana Peluang Penerapan Sistem Jaminan Sosial Nasional di PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) terutama dalam jaminan sosial kepada Masyarakat yang membutuhkan?

2. Apa program-program dan kendala–kendala penerapan Sistem Jaminan Sosial Nasional di PT Jamsostek?

3. Apa relasi Sistem Jaminan Sosial Nasional dengan takaful

al-ijtima’i?

6


(19)

8

Agar masalah yang di kaji tidak melebar dan lebih terfokus, penulis membatasi dalam hal penerapan Sistem Jaminan Sosial Nasional PT Jamsostek dan hubungannya dengan takaful al-ijtima’i.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan

Berdasarkan pokok permasalahan yang telah penulis rumuskan diatas, ada beberapa tujuan yang ingin penulis capai, diantaranya:

1. Untuk mengetahui Peluang Penerapan Sistem Jaminan Sosial Nasional di PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) terutama dalam jaminan sosial kepada Masyarakat yang membutuhkan.

2. untuk mengetahui apa saja program-program dan Kendala– Kendala Penerapan Sistem Jaminan Sosial Nasional oleh PT Jamsostek.

3. Untuk mengetahui hubungan antara penerapan Sistem Jaminan Sosial Nasional dengan takaful al-ijtima’i.

2. Manfaat Penelitian

a. Penelitian yang dilakukan ini dapat menambah khasanah pengetahuan mengenai PeluangPenerapan SJSN ditinjau dalam takaful al-ijtima’i (Studi Kasus di PT Jamsostek ).


(20)

b. Penelitian ini dapat memberikan informasi kepada Seluruh Masyarakat Indonesia, pihak jamsostek, praktisi dan akademisi yang membahas tentang SJSN, serta para buruh atau pekerja.

D. Studi Review Terdahulu

Dalam penulisan skripsi ini penulis menyertakan studi review terdahulu hasil penelitian terdahulu mengenai Peluang Penerapan Sistem Jaminan Sosial Nasional, diantaranya :

1. Saidi, Jurusan Muamalat Ekonomi Islam, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005. “Tinjauan ekonomi Islam terhadap mekanisme pengelolaan dana pensiun (Studi Kasus pada dana pensiun karyawan jamsostek)”. Penelitian ini menggunakan metode gabungan yaitu studi kepustakaan dan studi lapangan. Dalam penelitian ini membahas mengenai Tinjauan ekonomi islam terhadap mekanisme pengelolaan dana pensiun di PT Jamsostek. Belum menjelaskan tentang peluang penerapan sistem jaminan sosial nasional secara menyeluruh

dalam perspektif Takaful Al Ijtima’i di PT Jamsostek.

2. Yuyun Fitrianingsih, Jurusan Muamalat Ekonomi Islam, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005. “Tinjuan hukum Islam Terhadap Pengelolaan dana pensiun karywan PT jamsostek”.

Penelitian ini menggunakan metode gabungan yaitu studi kepustakaan dan studi lapangan. Dalam penelitian ini hanya membahas mengenai Tinjauan


(21)

10

hukum islam secara umum mengenai pengelolaan dana pensiun karyawan di PT Jamsostek . Belum menjelaskan tentang peluang penerapan sistem jaminan sosial nasional secara menyeluruh dalam perspektif Takaful Al

Ijtima’i di PT Jamsostek.

3. Ahmad Yunus, Jurusan Muamalat Ekonomi Islam, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2004. “Pandangan Hukum Islam tentrang peranan Jamsostek (Upaya meningkatkan kesejahteraan Masyarakat)”. Penelitian ini menggunakan metode gabungan yaitu studi kepustakaan dan studi lapangan. Dalam penelitian ini hanya membahas mengenai pandangan umum hukum islam tentang peranan PT Jamsostek dalam upaya meningkatkan kesejahteraaan masyarakat. Belum menjelaskan tentang peluang penerapan sistem jaminan sosial nasional

secara menyeluruh dalam perspektif Takaful Al Ijtima’i di PT Jamsostek.

4. Woro Hapsari, Jurusan Muamalat Ekonomi Islam, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2004. “Tinjauan Ekonomi Islam terhadap mekanisme pengelolaan dana PT Jamsostek”. Penelitian ini menggunakan metode gabungan yaitu studi kepustakaan dan studi lapangan. Dalam penelitian ini hanya membahas mengenai tinjauan umum dari Ekonomi Islam mengenai mekanisme pengelolaan dana jaminan sosial di PT Jamsostek. Belum menjelaskan tentang peluang penerapan sistem jaminan sosial nasional secara menyeluruh dalam perspektif


(22)

5. Randhy Novadinata, Jurusan Muamalat Ekonomi Islam, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006. Perjanjian kerjasama anatara PT Jamsostek dengan pelaksanaan pelayanan kesehatan dalam perspektif hukum islam”. Penelitian ini menggunakan metode gabungan yaitu studi kepustakaan dan studi lapangan. Dalam penelitian ini hanya membahas mengenai pandangan hukum islam terhadap proses perjanjian kerja sama antara PT Jamsostek dengan Pihak pelaksana pelayanan kesehatan jaminan sosial dalam perspektif hukum islam. Belum menjelaskan tentang peluang penerapan sistem jaminan sosial nasional

secara menyeluruh dalam perspektif Takaful Al Ijtima’i di PT Jamsostek.

Berdasarkan penelitian penulis, secara khusus sampai saat ini belum ada yang membahas tentang Peluang Penerapan Sistem Jaminan Sosial Nasional ditinjau dalam konsep Takaful Al-Ijtima’i (Studi Kasus di PT Jamsostek). Atas dasar itu, Penulis tertarik untuk melakukan penelitian di PT Jamsostek dalam hal Penerapan SJSN ditinjau dalam konsep takaful al-ijtima’i.

E. Metode Penelitian

1. Persiapan Penelitian

Dalam persiapan penelitian ini penulis terlebih dahulu melakukan

survey mengenai problematika yang hendak akan dijadikan sebagai bahan untuk pembuatan judul skripsi. Selanjutnya peneliti menyusun proposal


(23)

12

penelitian yang di dalamnya telah ditentukan rumusan dan batasan masalah tujuan dan manfaat penelitian, studi riview, kerangka teori, landasan penelitian dan kajian pustaka, menentukan metode penelitian beserta sampel dan instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini.

2. Jenis Penelitian

Penelitian ini dilakukan bersifat deskriptif, yakni penelitian yang menggambarkan data informasi yang berdasarkan pada fakta yang diperoleh di lapangan.7 Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, yakni penelitian yang menghasilkan deskripsi berupa kata-kata atau lisan dari fenomena yang diteliti atau dari orang-orang yang berkompeten dibidangnya.8 Guna untuk mengetahui peluang penerapan sistem jaminan

sosial nasional di Pt Jamsostek dalam perspektif Takaful Al Ijtima’i. 3. Objek Penelitan

Dalam penelitian ini, penulis memilih tempat penelitian di Kantor Pusat Jamsostek Jl. Jend. Gatot Subroto No. 79 Jakarta Selatan 12930 Tlp. (021) 5207797 (Hunting 20 Lines) Fax. (021) 5202310 guna untuk menganalisa bagaimana peluang penerapan sistem jaminan sosial nasional

dalam perspektif takaful al ijtima’i di PT Jamsostek.

7

Suharsimi Ari kunto, Manajemen Penelitian, (Jakarta : PT. Renika Cipta, 1993), cet ke-2, h.

309

8

Lexy. J. Moeloeng, Metode Penlitian Kualitatif, (bandung : PT. Remaja Rosda Karya,


(24)

4. Sumber Data

Dalam Penelitian ini sumber data dibagi menjadi dua kategori : a. Data Primer

Yaitu data yang diperoleh langsung dari pihak yang terkait seperti PT Jamsostek Persero, yang meliputi wawancara.

b. Data Sekunder

Yaitu data yang diperoleh dari laporan-laporan atau data-data yang merupakan hasil dari library research, dengan teknik studi dokumentasi terhadap sumber-sumber buku yang dijadikan acuan dalam menelaah suatu penelitian.

5. Teknik Pengumpulan Data

Sesuai dengan permasalahan yang diangkat, maka dalam pengumpulan data skripsi ini, penulis menggunakan penelitian sebagai berikut :

1. Studi Dokumen atau Pustaka : dalam hal ini penulis mengadakan penelitian yang ada kaitannya dengan penulisan skripsi ini, yang dilakukan dengan membaca dan mempelajari teori-teori yang ada hubungannya dengan masalah pokok-pokok pembahasan melalui buku-buku catatan kuliah, skripsi terdahulu, buku-buku, majalah, artikel, hasil seminar, internat dan media lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini.


(25)

14

2. Wawancara, dalam hal ini untuk mendapatkan data-data dan informasi tentang peluang penerapan sistem jaminan sosial nasional dalam perspektif takaful al ijtima’i (studi kasus di PT Jamsostek), dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang melalui : Interview yaitu dengan melakukan wawancara dengan pihak-pihak yang terlibat dalam penelitian, baik secara langsung maupun tidak langsung.

6. Teknik Analisis Data

Data atau informasi yang diperoleh dalam penelitian ini akan disajikan secara kualitatif dengan pendekatan yang bersifat deskritif-analisis, yaitu metode untuk memberikan pemecahan masalah dengan mengumpulkan data, menyusun atau mengklasifikasikan, menganalisis dan menginterprestasikan dengan tujuan memberikan gambaran yang sistematis, faktual, aktual, akurat mengenai fakta-fakta dan kegiatan yang berkaitan dengan peluang penerapan Sistem Jaminan Sosial Nasional di PT Jamsostek. Analisa data dilakukan secara menyeluruh dan merupakan satu kesatuan (holistic), metode yang demikian ditempuh mengingat penelitian ini tidak mementingkan kuantitas datanya, akan tetapi lebih mementingkan pada bagaimana peluang penerapan sistem jaminan sosial nasional dalam perspektif takaful al ijtima’i di PT Jamsostek.


(26)

7. Teknik Penulisan Laporan

Adapun teknik penulisan dalam penulisan skripsi ini adalah

menggunakan “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas dan Hukum UIN Syarif Hidayatulah Jakarta 2007”.

.

F. Sistematika Penulisan

Skripsi ini disusun menjadi lima bab, masing-masing bab terdiri dari beberapa sub bab, diawali dengan pendahuluan dan diakhiri dengan kesimpulan serta saran-saran yang dianggap perlu. Adapun penyusunan skripsi ini adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Didalam Bab ini akan dijelaskan mengenai dan menguraikan tentang Latar Belakang Masalah, Perumusan dan Pembatasan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Studi Review Skripsi Terdahulu, Metode Penelitian Skripsi, pedoman penulisan skripsi, teknik penulisan skripsi dan juga Sistematika Penulisan skripsi.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN TAKAFUL AL-IJTIMA’I

Didalam Bab ini akan dijelaskan mengenai dan menguraikan tentangteori mengenai tinjauan umun tentang sistem jaminan sosial nasional yang meliputi sejarah sistem jaminan sosial nasional,


(27)

16

definisi sistem jaminan sosial nasional, landasan hukum sistem jaminan sosial nasional, prinsip sistem jaminan sosial nasional, ruang lingkup sistem jaminan sosial nasional. Dan tinjauan umum

takaful al ijtima’i yang meliputi Takaful Al Ijtima’i pada masa Rasulullah SAW, Takaful Al Ijtima’i pada masa Khulafa Ar-Rasyidun

BAB III GAMBARAN UMUM PT JAMSOSTEK PERSERO

Didalam Bab ini akan dijelaskan mengenai dan menguraikan tentang kondisi internal PT Jamsostek Persero yang meliputi Sejarah PT Jamsostek Persero, visi dan misi PT Jamsostek Persero, nilai-nilai budaya kerja PT Jamsostek Persero, struktur organisasi PT Jamsostek Persero, tata kelola perusahaan PT Jamsostek Persero, produk dan program jaminan sosial di PT Jamsostek Persero

BAB IV ANALISA PELUANG PENERAPAN SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DALAM PERSPEKTIF TAKAFUL AL-IJTIMA’I DI PT JAMSOSTEK PERSERO

Didalam Bab ini akan membahaskan mengenai dan menguraikan tentang Peluang Penerapan Sistem Jaminan Sosial Nasional Di PT Jamsostek Persero, Kendala-Kendala Penerapan Sistem Jaminan


(28)

Sosial Nasional Di PT Jamsostek Persero, Relasi Sistem Jamian Sosial Nasional di PT Jamsostek dengan takaful al-ijtima’i.

BAB V PENUTUP

Bab ini memberikan penerangan tentang intisari (kesimpulan) dari hasil pembahasan pada bab-bab sebelumnya, serta saran-saran yang sekiranya dapat dijadikan suatu bahan pertimbangan dan kontribusi pemikiran.


(29)

18 BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN TAKAFUL AL-IJTIMA’I

A. Tinjauan Umum Sistem Jaminan Sosial Nasional 1. Sejarah Sistem Jaminan Sosial Nasional

Jaminan Sosial muncul pada abad ke-19 di Jerman yang kemudian menyusul di Inggris1. Di Jerman yang memelopori adalah Otto van Bismarck, kanselir Jerman pada periode 1883-1889. Pada konsep Bismarck dikemukakan bahwa pemberian jaminan sosial yang lebih dikenal dengan sistem asuransi sosial diberikan pada hubungan industrial antara pemberi kerja dengan pekerja. Dan dengan konsep ini, Jerman merupakan Negara yang pertama kali menerapkan sistem asuransi sosial.

Sistem Jerman ini segera diikuti oleh Negara-negara lainnya di belahan bumi lainnya. Salah satunya adalah Amerika tepatnya pada masa presiden Franklin Delano Roosevelt membuat Undang-undang tentang Jaminan Sosial yaitu Social Security Act 19352. Undang-undang ini memuat program-program untuk menanggulangi resiko-resiko hari tua, kematian, dan cacat; dan kemudian juga memberikan asuransi kesehatan. Program-program

1

Bambang Purwoko MA PhD, Jaminan Sosial dan Sistem Penyelenggaraannya: Pandangan &

Gagasan,( Jakarta : Meganet Dutatama Unggul, 1999), hal 3

2

Sentanoe Kertonegoro, Prospek Global Jaminan Sosial Tahun 2000 an, (Jakarta: Yayasan Tenaga


(30)

federal ini dikenal dengan OASDHI (Old-Age, Survivors, Disability, and Health Insurance).

Di Perancis, Jaminan Sosial atau “securite sosiale” merujuk pada asuransi sosial seperti asuransi kesehatan dan hari tua. Tak hanya itu, Negara ini juga memiliki apa yang disebut dengan “protection social” yang meliputi bantuan sosial, pelayanan sosial, serta sistem jaminan tingkat pendapatan minimum guna menunjang kemandirian3.

Di Inggris, yang menjadi tonggak sejarahnya adalah konsep Beveridge (1942) tentang jaminan sosial yang lebih bersifat makro yakni memberikan santunan minimum yang diperuntukkan bagi proteksi orang miskin termasuk orang jompo4. Dalam UU tersebut juga disebutkan bahwa orang miskin secara hukum berhak memperoleh jaminan-jaminanlain dalam bentuk konsesi yang pembiayaannya menjadi beban APBN karena dikaitkan dengan sistem perpajakan.

Menurut Rowntree (1941), bahwa masalahnya bukan terletak pada sistem asuransi sosial maupun program-program demogrant tetapi kemiskinan yang terjadi di eropa di sebabkan karena rendah nya upah pekerja dan terbatasnya kemampuan keuangan Negara. Oleh karena itu, program dan masalah ketenagakerjaan yang berhubungan dengan pengupahan harus

3

Emir Soendoro, Jaminan Sosial solusi bangsa Indonesia Berdikari, (Jakarta: DInov ProGRESS

Indonesia, 2009), hal 38

4

Bambang Purwoko MA PhD, Jaminan Sosial dan Sistem Penyelenggaraannya: Pandangan &


(31)

20

dituntaskan. Karena upah sebagai faktor determinan terutama bagi program hari tua. Masalah itu seperti ketidakpastian ekonomi yang diwujudkan dalam bentuk upah minimum tidak lain merupakan masalah universal.

Memperhatikan rigidnya pengertian antara jaminan sosial dan asuransi sosial, maka yang jelas bahwa antara jaminan sosial dan asuransi sosial bukan sesuatu yang dapat dibandingkan karena asuransi sosial merupakan satu komponen jaminan sosial.

Baldwin dan Fakingham pada tahun 1994 mengemukakan bahwa sistem asuransi sosial bukanlah merupakan suatu supra sistem untuk pengentasan kemiskinan termasuk untuk penanggulangan resiko Pemutusan Hubungan Kerja. Oleh karena itu sistem asuransi sosial lebih merupakan visi sosial yang dilandaskan pada solidaritas pembeeri kerja untuk dapat memikul resiko secara bersama-sama.

Menurut Kay dan Morris pada tahun 1984, telah mempelopori sebelumnya bahwa asuransi sosial bukan merupakan safety net, karena keterbatasan lingkup penyertaan dan jumlah manfaat yang diberikan. Maka perlu program penunjang guna melengkapi dari apa yang didapat melalui program dasar sistem asuransi sosial.5

Sementara Creedy dan Disney pada tahun 1985 mengatakan bahwa santunan pada sistem asuransi sosial sangat terikat untuk hal-hal yang bersifat

5

Bambang purwoko, jaminan sosial dan sistem penyelenggaraannya pandangan dan gagasan ( Jakarta meganet dutatama, 1999) hal 5


(32)

darurat misalnya sakit, kecelakaan kerja, dan meninggal dunia. Oleh karenanya program tabungan wajib boleh jadi dikaitkan dengan santunan kematian seperti hal nya yang telah dilaksankan oleh PT. Jamsostek (Persero) dalam hal THT-AK 1978-1991. Dalam hal terjadi pengangguran massal, maka solusinya menjadi porsi program demogrant yaitu semacam

unemployment benefits yang bersumber dari keuangan Negara, karena sewaktu pekerja masi aktif bekerja dimana yang bersangkutan menjadi objek pajak. Dan sebaliknya pada saat tidak bekerja lagi sehubungan dengan kebijaksanaan ekonomi yang terlalu ketat, maka bergantian Negara memberikan kewajibannya kepada yang bersangkutan dalam bentuk

unemployment benefit.

Purwoko pada tahun 1994 mengutarakan bahwa sistem asuransi sosial sebenarnya merupakan alat fiskal bagi pemerintah terhadap pemberi kerja yang dijadikan sebagai objek pungut melalui lembaga yang ditunjuk. Secara filosofi dikatakan bahwa pemberi kerja dalam hal menggunakan pekerja untuk kepentingannya, maka pemberi kerja diwajibkan oleh UU untuk membayar iuran kompensasi pekerja. PT. Jamsostek (Persero) merupakan salah satu institusi yang ditunjuk.6

Berdasarkan hasil studi empirik tersebut di atas, akhirnya dapat dikemukakan bahwa antara program demogrant, bantuan sosial, dan asuransi

6

Bambang purwoko, jaminan sosial dan sistem penyelenggaraannya pandangan dan gagasan ( Jakarta meganet dutatama, 1999) hal 6


(33)

22

sosial pada prinsipnya saling melengkapi. Asuransi sosial adalah suatu sistem proteksi untuk dapat memenuhi atau paling tidak mampu menciptakan

demand for economics security sehubungan dengan masalah economics insecurity. Sedangkan sistem asuransi sosial dari segi aspek hukum merupakan alat fiskal sehingga peranannya lebih bersifat sebagai tax institution. Dari segi pelembagaan, maka asuransi sosial sebagai monopoli pemerintah dalam hal menyelenggarakan proteksi dasar. Karena program proteksi dasar harus dimonopoli oleh hanya satu badan yang ditunjuk oleh pemerintah agar terjadi pemerataan pembagian resiko secara simultan.7

2. Definisi Sistem Jaminan Sosial Nasional

Jaminan sosial dapat diberi pengertian yang luas sehingga sering diartikan sebagai kesejahteraan sosial. Di Indonesia kesejahteraan sosial telah diatur dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 1974 tentang ketentuan-ketentuan pokok kesejahteraan sosial. Pasal 2 dari Undang-Undang tersebut menyatakan bahwa kesejahteraan sosial adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial material maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, ketentraman lahir-batin, yang memungkinkanbagi setiap warga Negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan jasmani, rohani, dan

7

Bambang Purwoko MA PhD, Jaminan Sosial dan Sistem Penyelenggaraannya: Pandangan &


(34)

sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga, serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi serta kewajiban manusia.

Dalam ruang lingkup yang luas tersebut, jaminan sosial dimaksudkan untuk mencegah dan mengatasi keterbelakangan, ketergantungan, ketelantaran, serta kemiskinan pada umumnya. Dalam pengetian yang luas ini, jaminan sosial mengandung berbagai unsur diantaranya adalah sebagai berikut:8

1) Bantuan sosial

Berbagai program yang diselenggarakan oleh pemerintah dalam hal ini dapat departemen sosial untuk memberikan bantuan bagi korban bencana alam, panti asuhan untuk para lanjut usia, anak yatim piatu, dan fakir miskin, rehabilitasi penderita cacat, rehabilitasi berbagai penyandang ketunaan. Pembiayaan bantuan sosial bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).

2) Asuransi Sosial

Berbagai program yang diselenggarakan oleh pemerintah untuk memberikan perlindungan bagi tenaga kerja dan keluarganya terhadap resiko-resiko yang timbul dari pekerjaannya, seperti sakit, kecelakaan, hari tua, pemutusan hubungan kerja, dan meninggal dunia.

8

Sentanoe Kertonegoro, Sistem Dan Program Jaminan Sosial Di Negara-Negara Asean, (Jakarta, yayasan tenaga kerja indonesai,1998) hal.3


(35)

24

Pembiayaan asuransi sosial bersumber dari iuran pekerja dan pemberi kerjanya.

Secara khusus jaminan sosial pada umumnya diartikan dalam pengertian yang lebih sempit. Dalam pengertian sempit ini jaminan sosial diartikan sebagai program perlindungan dan kesejahteraan bagi tenaga kerja terhadap resiko-resiko sakit, kecelakaan, hari tua, pemutusan hubungan kerja dan kematian yang dapat mengakibatkan penderitaan dan kesulitan ekonomis bagi diri dan keluarganya. Perlindungan tersebut dilakukan oleh pemerintah dengan pembiayaan yang ditanggung oleh tenaga kerja sendiri dan pengusaha atau pemberi kerjanya.

Setiap program yang diselenggarakan oleh pemerintah selalu bersifat dasar dan minimal untuk kepentingan rakyat banyak, terutama bagi mereka yang kurang mampu untuk memenuhi kebutuhannya sendiri, seperti perumahan sederhana, pengobatan puskesmas, kredit usaha tani, kredit usaha kecil, dan sebagainya. Demikian juga dengan jaminan sosial dimaksudkan untuk memberikan perlindungan dan kesejahteraan dasar dan minimal saja. Selain itu, pelaksanaannya dilakukan secara wajib bagi seluruh tenaga kerja dan pengusaha pemberi kerjanya.

Sifat dasar, minimal, dan wajib diambil dengan tujuan agar jaminan sosial dapat merata dan meluas kepesertaannya dengan pembiayaan yang


(36)

dapat terjangkau oleh segenap lapisan tenaga kerja dan pemberi kerjanya. Bagi mereka yang menginginkan kemanfaatan yang lebih besar dapat memperolehnya melalui program dan lembaga lainnya seperti asuransi, dana pensiun, bank. Dengan kemanfaatan dasar yang lebih besar. Pada gilirannya, jaminan sosial akan mendorong industri asuransi, dana pensiun, dan lembaga keuangan lainnya.

Sehubungan dengan pengertian pengertian tersebut diatas, berbagai definisi dirumuskan baik secara formal perundang-undangan maupun secara literatur. Definisi yang ada dalam Undang-Undang no. 3 Tahun 1992 tentang jaminan sosial tenaga kerja merumuskan jaminan sosial tenaga kerja sebagai sesuatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang, dan pelayanan sebagai akibat dari peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua, dan meninggal dunia. Dalam definisi ini, jaminan sosial memberikan empat program perlindungan utama yaitu jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan kematian, jaminan pemeliharaan kesehatan.

Definisi dari ILO yang tercantum dalam Konvensi ILO no. 102 Tahun 1952 mengenai Jaminan Sosial (Standar Minimal) menyatakan Bahwa jaminan sosial adalah perlindungan yang diberikan masyarakat untuk para anggotanya, melalui seperangkat instrumen public, terhadap kesulitan


(37)

26

ekonomis dan sosial yang disebabkan karena terhentinya atau turunnya penghasilan yang diakibatkan karena sakit, hamil, kecelakaan kerja, pengangguran, cacat, hari tua, dan kematian, pemberian perawatan medis, dan pemberian subsidi bagi keluarga yang mempunyai anak. Dalam definisi ini terkandung sembilan cabang kemanfaatan jaminan sosial yaitu :9

1) Perawatan medis 2) Tunjangan sakit

3) Tunjangan pengangguran 4) Tunjangan hari tua

5) Tunjangan kecelakaan kerja 6) Tunjangan keluarga

7) Tunjangan kehamilan 8) Tunjangan cacat 9) Tunjangan ahli waris.

Semua tunjangan diatas kecuali perawatan medis, dibayarkan secara tunai. Kecelakaan kerja dan kehamilan juga mengandung perawatan medis. Tunjangan keluarga bisa meliputi berbagai unsur kemanfaatan, baik tunai maupun barang dan jasa.

Rincian atau pengelompokan program atau kemanfaatan bias dilakukan dengan berbagai cara dan kombinasi. Misalnya, perawatan medis,

9

Organisasi Perburuhan Internasional, K102 Konvensi ILO No.102 Tahun 1952 mengenai standar minimal jaminan sosial (Jakarta: organisasi perburuhan internasional,2008) hal.10


(38)

kehamilan, dan persalinan dapat menjadi jaminan pelayanan kesehatan. Tunjangan hari tua, cacat, ahli waris bias menjadi pensiun (hari tua, cacat, janda-dua/yatim-piatu). Tunjangan kecelakaan kerja dan cacat menjadi jaminan kecelakaan kerja.

Oleh karena itu Asosiasi Jaminan Sosial Internasional dalam konstitusinya menggolongkan cabang-cabang jaminan sosial sebagai berikut :

a) Asuransi kecelakaan kerja dan/atau penyakit akibat kerja b) Asuransi sakit dan/atau kehamilan

c) Asuransi hari tua dan/atau cacat dan/atau ahli waris d) Asuransi pengangguran

e) Tunjangan keluarga.

Liputan cabang-cabang tersebut juga berbeda antara Negara yang satu dengan yang lainnya. Jamsostek , misalnya tidak meliputi asuransi pengangguran dan tunjangan keluarga, selain itu asuransi sakit tidak memberikan tunjangan tunaikarena dianggap menimbulkan penyalahgunaan, tetapi berupa pelayanan medis.10

Dalam Undang Undang tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional no. 40 tahun 2004 yang di godok dan di sah kan oleh dewan perwakilan rakyat, sistem jaminan sosial nasional di definisikan sebagai berikut,

10

Sentanoe kertonegoro. Sistem dan program Jaminan sosial di Negara ASEAN (Jakarta yayasan


(39)

28

 Jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.

 Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggaraan jaminan sosial.

 Asuransi sosial adalah suatu mekanisme pengumpulan dana yang bersifat wajib yang berasal dari iuran guna memberikan perlindungan atas resiko sosial ekonomi yang menimpa peserta dan/atau anggota keluarganya.

 Tabungan wajib adalah simpanan yang bersifat wajib bagi peserta program jaminan sosial.

 Bantuan iuran adalah iuran yang dibayar oleh Pemerintah bagi fakir miskin dan orang mampu sebagai peserta program jaminan sosial.11

3. Landasan Hukum Sistem Jaminan Sosial Nasional

Yang menjadi landasan hukum pelaksanaan sistem jaminan sosial nasional ada beberapa aspek yang melandasi nya mulai dari Undang-Undang

11

Undang Undang Negara Republik Indonesia No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.


(40)

dasar sampai kepada Undang-Undang khusus yang membahas sistem jaminan sosial nasional berikut yakni:

a. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945

1) Bab XIV Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial Pasal 34 a) Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara

b) Negara mengembangkan sistem jaminan sosial nasional bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan

c) Negara bertanggung jawab ataspenyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan penyediaan fasilitas umum yang layak

d) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.

b. Undang-Undang Republik Indonesia No. 3 Tahun 1992 tentang jaminan sosial tenaga kerja Bab 2 penyelenggaraan jaminan sosial tenaga kerja 1) Pasal 3

a) Untuk memberikan perlindungan kepada tenaga kerja diselenggarakan program jaminan sosial tenaga kerja yang pengelolaannya dapat dilaksanakan dengan mekanisme asuransi b) Setiap tenaga kerja berhak atas jaminan sosial tenaga kerja 2) Pasal 4


(41)

30

a) Program jaminan sosial sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 wajib dilakukan oleh setiap perusahaan bagi tenaga kerja yang melakukan pekerjaan didalam hubungan kerja sesuai dengan ketentuan Undang-undang ini

b) Program jaminan sosial tenaga kerja bagi tenaga kerja yang melakukan pekerjaan di luar hubungan kerja diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah

c) Persyaratan dan tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud ayat (1) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

d) Pasal 5

Kebijakan dan pengawasan umum program jaminan sosial tenaga kerja ditetapkan dengan peraturan pemerintah

c. Undang-undang Republik Indonesia No. 40 Tahun 2004 tentang sistem jaminan sosial nasional Bab 1 ketentuan umum sistem jaminan sosial nasional

1) Pasal 1

a) Jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.


(42)

b) Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggaraan jaminan sosial.

c) Asuransi sosial adalah suatu mekanisme pengumpulan dana yang bersifat wajib yang berasal dari iuran guna memberikan perlindungan atas resiko sosial ekonomi yang menimpa peserta dan/atau anggota keluarganya.

d) Tabungan wajib adalah simpanan yang bersifat wajib bagi peserta program jaminan sosial.

e) Bantuan iuran adalah iuran yang dibayar oleh Pemerintah bagi fakir miskin dan orang mampu sebagai peserta program jaminan sosial.

2) Bab 2 asas, tujuan, dan prinsip penyelenggaraan sistem jaminan sosial pasal 2

Sistem Jaminan Sosial Nasional diselenggarakan berdasarkan asas kemanusiaan, asas manfaat, dan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Pasal 3

Sistem Jaminan Sosial Nasional bertujuan untuk memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya.


(43)

32

4. Prinsip Sistem Jaminan Sosial Nasional

Dalam konsep perlindungan sosial yang komprehensif dan berkelanjutan, terdapat 2 prinsip penting yang diajukan oleh ILO (ILO,

Extending Social Security to All, 2010). Dua prinsip tersebut antara lain adalah sebagai berikut

1. Universalitas (Universality)

Prinsip ini menekankan pada hak seluruh penduduk untuk mendapatkan kepastian akses perlindungan sosial dalam sebuah sistem jaminan sosial yang efektif. Universal berarti akses perlindungan sosial tersebut diselenggarakan berbasis hak penduduk (right-based scheme). Hal ini merupakan prinsip yang fundamental dan mendasari seluruh aspek pengembangan sistem jaminan sosial.

Mengingat kepesertaannya yang juga mencakup penduduk miskin/tidak mampu/tidak bekerja/cacat yang tidak memiliki kemampuan untuk membayar iuran maka hendaknya sistem ini diselenggarakan oleh negara. Prinsip universalitas jugalah yang mendasari agar penyelenggaraan jaminan sosial tidak boleh lepas dari tanggung jawab negara.

Konsekuensi prinsip universalitas yang harus diemban oleh negara, khususnya bagi negara yang memiliki keterbatasan sumberdaya (fiskal dan infrastruktur) adalah menetapkan desain manfaat dasar (basic package of benefit) kepada kelompok penduduk miskin/tidak mampu/tidak bekerja/cacat


(44)

sebagai program perlindungan yang menjadi prioritas utama. Dilain sisi, memberikan manfaat dan akses jaminan sosial yang seluas-luasnya kepada kelompok penduduk lain yang memiliki kemampuan membayar iuran. 12

2. Progresivitas (Progressiveness)

Sebagai sebuah instrumen publik yang memiliki karakteristik investasi dibidang modal sosial (social capital) dan modal manusia yang produktif, sistem jaminan sosial harus diselenggarakan secara berkelanjutan dan tidak boleh berhenti pada tingkat manfaat dasar saja (basic benefit). Manfaat dasar merupakan langkah awal yang menjadi fondasi pengembangan sistem jaminan sosial. Prinsip progrevisitas menjelaskan bahwa konsep universalitas tidak berarti memberikan keseragaman manfaat kepada seluruh penduduk (uniformity).

Pemerintah wajib, sesuai dengan tahapan perkembangan ekonominya, memperluas cakupan perlindungan kepada seluruh kelompok penduduk dan tingkat manfaat perlindungan (sebagaimana terlihat pada gambar 6 diatas). Prinsip progresivitas ini mengamanahkan agar sistem jaminan sosial diselenggarakan secara sistemik dan rasional sehingga mampu menjawab prioritas kebutuhan dasar dan disaat bersamaan memungkinkan tercapainya mobilitas masyarakat ke tingkat manfaat yang lebih tinggi (basic banefit coverage ke intermediate benefit coverage) dan peningkatan manfaat

12

Organisasi perburuhan internasional, Perlindungan sosial diIndonesia persiapan pengembangan agenda (Jakarta, Organisasi perburuhan internasional,2008) hal.24


(45)

34

perlindungan dasar sesuai dengan kemampuan daya beli penduduk dan tingkat pertumbuhan ekonomi bangsa.

Tidak adanya prinsip progresivitas berimplikasi pada tidak adanya proses monitoring kepada para penduduk yang menerima BLT tersebut sehingga bantuan tersebut tidak membantu penduduk hingga menjadi mandiri dan berpindah ke cakupan manfaat yang lebih tinggi.

Bila ditelaah lebih lanjut, prinsip jaminan sosial yang diajukan oleh ILO belum mencakup prinsip-prinsip SJSN yang sebagaimana diamanahkan dalam UU 40/2004. Sembilan prinsip UU SJSN yang diamanahkan dalam UU nomor 40 dalam pasal 4 tahun 2004 adalah sebagai berikut

a. Kegotong-royongan;13

Prinsip ini diwujudkan dalam mekanisme gotong- royong dari peserta yang mampu kepada peserta yamg kurang mampu dalam bentuk kepesertaan wajib bagi seluruh rakyat; peserta yang berisiko rendah membantu yang berisiko tinggi; dan peserta yang sehat membantu yang sakit. Melalui prinsip kegotongroyongan ini jaminan sosial dapat menumbuhkan keadalan sosial bagi keseluruhan rakyat Indonesia.

b. Nirlaba;

Pengelolaan dana amanat tidak dimaksudkan mencari laba (nirlaba) bagi Badan Penyelenggara Jaminan sosial, akan tetapi tujuan

13

Undang Undang Negara Republik Indonesia No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.


(46)

utamapenyelenggaraan jaminan sosial adalah untuk memenuhi sebesar-besarnya kepentingan peserta. Dana amanat, hasil pengembangannya, dan surplus anggaran akan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta.

c. Keterbukaan;

Kegiatan manajemen dalam pengelolaan dana jaminan sosial harus mengedepankan prinsip keterbukaan. Hal ini dikarenakan dana jaminan sosial merupakan dana iuran peserta yang wajib dikelola dengan baik serta mengedepankan prinsip transparansi dalam pengelolaannya. d. Kehati-hatian;

Prinsip ini wajib dijalankan oleh manajemen dalam hal pengelolaan dana jaminan sosial.

e. Akuntabilitas; f. Portabilitas;

Jaminan sosial dimaksudkan untuk memberikan jaminan yang berkelanjutan meskipun peserta berpindah pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah Negara kesatuan Republik Indonesia.

g. Kepesertaan bersifat wajib;

Kepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi peserta sehingga dapat terlindungi. Meskipun kepesertaan bersifat wajib bagi seluruh rakyat, penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan pemerintah serta kelayakan penyelenggaraan program. Tahapan pertama


(47)

36

dimulai dari pekerja di sektor formal, bersamaan dengan itu sektor informal dapat menajdi peserta secara mandiri, sehingga pada akhirnya Sistem Jaminan Sosial Nasional dapat mencakup seluruh rakyat.

h. Dana Amanat

Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan titipan kepada badan-badan penyelenggara untuk dikelola sebaik-baiknya dalam rangka mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta. Prinsip hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial Nasional dalam Undang-Undang ini adalah hasil berupa dividen dari pemegang saham yang dikembalikan untuk kepentingan peserta jaminan sosial.

Dalam Undang-Undang ini diatur penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional yang meliputi jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan pensiun, jaminan hari tua, dan jaminan kematian bagi seluruh penduduk melalui iuran wajib pekerja. Program-program jaminan sosial tersebut diselenggarakan oleh beberapa Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dalam Undang-Undang ini adalah transformasi dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang sekarang telah berjalan dan dimungkinkan membentuk badan penyelenggara baru sesuai dengan dinamika perkembagan jaminan sosial.


(48)

i. Hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besarnya kepentingan peserta.14

5. Ruang lingkup Sistem Jaminan Sosial Nasional

Dalam ruang lingkup sistem jaminan sosial nasional ada beberapa variabel yang dapat dijadikan patokan dalam pembahasan ini pertama konvensi ILO organisasi perburuhan internasional no 102 pada tahun 1952 mengenai standar minimal jaminan sosial, yang di laksanakan di Jenewa. Dalam konvensi yang dilakukan pada tanggal 4 juni 1952 ini telah merumuskan dan mengesahkan hal hal yang berkenaan dengan jaminan sosial yang dalam pembahasan kali ini penulis akan mengungkapkan sembilan ruang lingkup jaminan sosial sebagai berikut.15

1. Layanan kesehatan 2. Tunjangan sakit

3. Tunjangan untuk pengangguran 4. Tunjangan hari tua

5. Tunjangan kecelakaan kerja 6. Tunjangan keluarga

14

Undang Undang Negara Republik Indonesia No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.

15

Organisasi perburuhan internasional. K102-Konvensi ILO No.102 Tahun 1952 standar minimal jaminan sosial. Kantor perburuhan internasional, Jakarta, 2008


(49)

38

7. Tunjangan persalinan 8. Tunjangan kecacatan 9. Tunjangan ahli waris

Dari uraian di atas dapat kita telaah sebenarnya dalam konvensi internasonal telah di sepakati oleh negara-negara internasional mengenai pentingnya peran Negara dalam memberikan jaminan sosial bagi warga negaranya.

Dalam deklarasi universal mengenai hak asasi manusia di artikel ke 22 yang menyatakan bahwa Everyone, as a member of society, has the right to social security.Dan artikel ke 25 yang menyatakan Everyone has the right to a standard of living adequate for the health and well-being of himself and of his family, including food, clothing, housing and medical care and necessary social services, and the right to security in the event of unemployment, sickness, disability, widowhood, old age or other lack of livelihood in circumstances beyond his control

Dalam hal ini siapa saja yang menerima jaminan sosial juga di bagi dalam klasifikasi menjadi delapan golongan yaitu.16

1. Pekerja sektor formal Pegawai Negeri Sipil 2. Pekerja sektor formal pegawai swasta 3. Pekerja sektor informal

16

Achmad Subianto, Sistem Jaminan sosial nasional pilar penyangga kemandirian perekonomian bangsa (Jakarta: gibbon groups publication,2010)hal.71


(50)

4. Pengangguran 5. Orang lanjut usia 6. Anak anak 7. Orang cacat

8. Orang fakir miskin

Dinamika pembangunan bangsa Indonesia telah menumbuhkan tantangan berikut tuntutan penanganan berbagai persoalan yang belum terpecahkan. Salah satunya adalah penyelenggaraan jaminan sosial bagi seluruh rakyat, yang diamanatkan dalam Pasal 28 ayat (3) mengenai hak terhadap jaminan sosial dan Pasal 34 ayat (2) Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun1945. Jaminan sosial juga dijamin dalam Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak asasi Manusia Tahun 1948 dan ditegaskan dalam Konvensi ILO Nomor 102 Tahun 1952 yang menganjurkan semua negara untuk memberikan perlindungan minimum kepada setiap tenaga kerja. sejalan dengan ketentuan tersebut, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia dalam TAP Nomor X/MPR/2001 menugaskan Presiden untuk membentuk Sistem Jaminan Sosial Nasional dalam rangka memberikan perlindungan sosial yang menyeluruh dan terpadu.

Sistem Jaminan Sosial Nasional pada dasarnya merupakan program Negara yang bertujuan memberi kepastian perlindungan dan kesejahteraan


(51)

40

sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Melalui program ini, setiap penduduk diharakan dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak apabila tejadi hal-hal yang dapat mengakibatkan hilang atau berkurangnya pendapatan, karena menderita sakit, mengalami kecelakaan, kehilangan pekerjaan, memasuki usia lanjut, atau pensiun.

Selama beberapa dekade terakhir ini, Indonesia telah menjalankan beberapa program jaminan sosial. Undang-Undang yang secara khusus mengatur jaminan sosial bagi tenaga kerja swasta adalah Undang-Undang Nomor 3 tahun 1992 tenang Jaminan Tenaga Kerja (JAMSOSTEK), yang mencakup program jaminan pemeliharaan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua dan jaminan kematian.

Untuk Pegawai Negeri Sipil (PNS), telah dikembangkan program Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (TASPEN) yang dibentuk dengan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun1981 dan program Asuransi Kesehatan (ASKES) yang diselenggarakan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1991 yang bersifat wajib bagi PNS/Penerima Pensiun/Perintis Kemerdekaan/Veteran dana anggota keluarganya.

Untuk prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI), anggota Kepolisian Republik Indonesia (POLRI), dan PNS Departemen Pertahanan/TNI/POLRI beserta keluarganya telah dilaksanakan program Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI) sesuai dengan Peraturan Pemrintah


(52)

Nomor 67 Tahun 1991 yang merupakan perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1971. 17

Berbagai program tersebut diatas baru mencakup sebagian kecil masyarakat. Sebagian besar rakyat belum memperoleh perlindungan yang memadai. Disamping itu, pelaksanaan berbagai program jaminan sosial tersebut mampu memberikan perlindungan yang adil dan memadai kepada para peserta sesuai dengan manfaat program yang menjadi hak peserta.

Sehubungan dengan hal di atas, dipandang perlu menyusun Sistem Jaminan Nasional yang mampu mensinkronisasikan penyelenggaraan berbagai bentuk jaminan sosial yang dilaksanakan oleh beberapa penyelenggara agar dapat menjangkau kepesertaan yang lebih luas serta memberikan manfaat yang lebih besar bagi setiap peserta.

B. Tinjauan Umum Takaful Al-Ijtima’i

Sistem Jaminan Sosial Nasional dalam islam dan dikenal dengan Takaful

Al Ijtima’i memang belum pernah ada yang membahasnya secara baku dalam ekonomi islam, akan tetapi dapat dilihat dari studi empiris sistem perekonomian yang di lakukan dalam masa Nabi Muhammad saw dan Khulafaur Rasyidin

17

Emir Soendoro, jaminan sosial solusi bangsa berdikari (Jakarta: dinov Progress Indonesia, 2009) hal.87


(53)

42

hingga seterusnya yang sedikit banyak menyinggung hal-hal yang berkaitan dengan jaminan sosial kepada masyarakat muslim saat itu.18

Dalam perjalanannya, perkembangan jaminan sosial Islam mengalami pasang surut mengikuti perkembangan masyarakat islam pada waktu itu karena memberlakukan jaminan sosial juga bergantung pada tingkat kesejahteraan Negara pada saat masa pemerintahan berlangsung karena ini menyangkut juga dengan kondisi keuangan Negara pada saat itu. Sedangkan Kondisi keuangan negara pada masa awal pemerintahan Islam tergantung kepada pendapatan negara. Dan pemasukan negara pada masa Islam didapat dari berbagai instrumen pemasukan negara.

Instrumen utama dalam pemasukan negara pada masa pemerintahan awal Islam adalah zakat, ghanimah, ushr dan lain-lainnya. Sedangkan alokasi dana pemasukan negara akan dimasukkan kepada pos-pos yang telah ditetapkan sebelumnya. Seperti dilihat dalam tabel berikut ini :

Tabel Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara Islam

Penerimaan Pengeluaran

Jenis Regulasi

Zakat Kebutuhan Dasar

Kharaj Kesejahteraan Sosial

Jizyah Pendidikan & Penelitian

Ushr Infrastruktur (Fasilitas Publik)

18

M syakir sula, Asuransi Syariah Live and general konsep dan operasional (Jakarta: gema insane press,2004) hal33


(54)

Jenis Sukarela Dakwah & Propaganda Islam

Infak-Shadaqah Adminstrasi Negara

Wakaf Pertahanan dan Keamanan

Hibah-hadiah

Jenis Kondisional Khums

Pajak (Nawaib)

Keuntungan BUMN (Mustaghlah/fay’)

Lain-lain

Sumber : Analisis Teoritis Ekonomi Islam, Ali Sakti

Menurut tabel diatas, dapat dilihat bahwa setiap pemasukan negara telah dianggarkan untuk posnya masing-masing. Diantaranya adalah untuk kesejahteraan sosial masyarakat. Kesejahteraan sosial merupakan salah satu pos anggaran penting, karena berkaitan dengan salah satu fungsi negara yakni menjadi katalisator bagi warga negara untuk mencapai kesejahteraannya.19 Negara memaksimalkan pemberdayaan sumber daya yang dimiliki untuk kesejahteraan sebesar-sebesarnya warganya. Dimana negara dapat menyediakan fasilitas-fasilitas vital bagi warga, utamanya pangan, pakaian, perumahan, kesehatan dan variabel apapun yang masuk menjadi kebutuhan dasar warga. Kesemuanya ditujukan untuk menjaga dan meningkatkan kondisi keimanan warga, dengan begitu tidak ada hambatan-hambatan ekonomi yang dapat

19

Ali Sakti, Analisis teoritis Ekonomi Islam : Jawaban atas Kekacauan ekonomi


(55)

44

memposisikan warga negara pada satu kondisi dimana hubungannya dengan Allah Swt terganggu.

Jelas terlihat bahwa jaminan sosial atau takaful al-ijtima’i telah dilaksanakan dalam masa awal pemerintahan islam. Maka dalam penulisan skripsi ini penulis akan mencoba Takaful Al Ijtima’I secara empiris dari masa Rasulullah SAW sampai fase Khulafaur Rasyidin karena pada fase periode ini lah kita dapat intisari Jaminan Sosial Dalam Islam yang di praktekan pada masa itu.

1. Takaful Al-Ijtima’i Pada Masa Rasulullah SAW

Pada masa Rasulullah Sistem Jaminan Sosial Nasional memang belum baku di praktekan sebagai suatu sistem baku yang tersusun secara sistematis sebagai suatu sistem jaminan sosial yang di selenggarakan oleh Negara atau pemerintahan pada masa Rasulullah SAW.

Rasulullah SAW sesungguhnya mengajarkan pada kita ummat nya menerapkan instrument zakat sebagai bagian dari jaminan sosial dalam Islam

atau Takaful Al Ijtima’I, karena dalam fungsi zakat ini ada upaya saling membantu sesama ummat muslim yang memiliki harta yang berlebihan untuk menzakatkan hartanya untuk dapat di kelola oleh amil untuk di salurkan kepada delapan asnaf zakat20. Seperti Firman Allah Swt dalam Al-Qur’an pada QS. At -Taubah ayat 60 yaitu :

20

Euis Amalia, sejarah pemikiran ekonomi islam dari masa klasik hingga kontemporer. (Gramata


(56)





















































Artinya : Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana[647].

Praktik jaminan sosial dalam islam pada masa Rasulullah dapat kita lihat pada kebijakan ekonomi Rasulullah yang mendirikan Baitul Maal, pada masa itu semua hasil penghimpunan kekayaan Negara harus dikumpulkan terlebih dahulu dan kemudian di keluarkan sesuai dengan kebutuhan negara. Sumber pemasukan baitul maal terdiri dari :

a) Kharaj b) Zakat c) Khums d) Jizyah e) Kaffarah

f) Harta waris dari orang yang tidak menjadi ahli waris21

21

Euis Amalia, sejarah pemikiran ekonomi islam dari masa klasik hingga kontemporer. (Gramata


(57)

46

Dari sumber pendapatan Negara yang dikumpulkan di baitul maal tersebut dialokasikan untuk penyebaran islam, pendidikan, kebudayaan, ilmu pengetahuan, infrastruktur, armada perang, keamanan, dan penyediaan layanan kesejahteraan sosial.

Rasulullah SAW juga menetapkan berbagai bentuk sedekah, baik yang bersifat wajib maupun sukarela, terhadap para individu yang memiliki harta kekayaan yang banyak untuk membantu para anggota masyarakat yang tidak mampu.22

Pada masa Rasulullah sumber sumber pengeluaran Negara yang berubungan dengan jaminan sosial dapat meliputi beberapa hal yang di ambil dari dana yang telah dikumpulkan oleh baitul maal seperti penyaluran zakat dan ushr kepada yang berhak menerimanya sesuai ketentuan Alquran termasuk para pemungut zakat, bantuan untuk para musafir (dari daerah fadak), bantuan untuk orang yang belajar agama, pembayaran untuk kaum muslim yang menjadi budak, pembayaran denda atas mereka yang terbunuh secara tidak sengaja oleh pasukan muslim, pembayaran hutang orang yang meninggal dalam keadaan miskin, pembayaran tunjangan untuk orang miskin, tunjangan untuk sanak saudara Rasulullah, persediaan darurat (sebagian dari pendapatan Khaibar).

22

Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam.( Raja Grafindo Persada, Jakarta


(58)

2. Takaful Al-Ijtima’i Pada Masa Abu Bakar ash Shiddiq

Dalam upayanya meningkatkan kesejahteraan umat, Abu Bakar sangat memperhatikan keakuratan zakat, sehingga tidak terjadi kelebihan atau kekurangan pembayarannya. Dalam mendistribusikan harta baitul maal Abu Bakar menerapkan prinsip kesamarataan memberikan jumlah yang sama kepada semua sahabat Rasulullah SAW.23

Dengan demikian, selama masa pemerintahan Abu Bakar ash-Shiddiq, harta Baitul Mal tidak pernah menumpuk dalam jangka waktu yang lama karena langsung didistribusikan kepada seluruh kaum muslimin, bahkan ketika Abu Bakar ash-Shiddiq wafat, hanya ditemukan satu dirham dalam perbendaharaan negara. Seluruh kaum muslimin diberikan bagian yang sama dari hasil pendapatan negara. Apabila pendapatan meningkat, seluruh kaum muslimin mendapat manfaat yang sama dan tidak ada seorang pun yang dibiarkan dalam kemiskinan. Kebijakan tersebut berimplikasi pada peningkatan aggregate demand dan aggregate supply yang pada akhirnya akan menaikkan total pendapatan nasional, di samping memperkecil jurang pemisah antara orang-orang yang kaya dengan yang miskin.24

23

Euis Amalia, sejarah pemikiran ekonomi islam dari masa klasik hingga kontemporer. (Gramata

publishing, depok 2010) hal. 89

24

Adiwarman azwar karim, sejarah pemikiran ekonomi islam. (Raja grafindo persada, Jakarta 2004.)


(59)

48

3. Takaful Al-Ijtima’I Pada Masa Umar Ibn Khattab

Pada masa umar ibn khattab ini dapat dikatakan masa dimana sudah mengenal istilah jaminan sosial secara baku karena pada masa pemerintahan nya di bentuk departemen khusus yang bertugas langsung menangani jaminan sosial, dikarenakan wilayah ekspansi islam pada masa nya berkembang cukup pesat sampai ke wilayah romawi dan Persia, perkembangan wilayah yang cukup pesat ini yang membuat pendapatan Negara naik cukup signifikan.

Setelah melakukan musyawarah dengan para pemuka sahabat, Khalifah Umar ibn al-Khattab mengambil keputusan untuk tidak menghabiskan harta Baitul Mal sekaligus, tetapi dikeluarkan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan yang ada, bahkan di antaranya disediakan dana cadangan.

Dalam hal pendistribusian harta Baitul Mal, sekalipun berada dalam kendali dan tanggung jawabnya, para pejabat Baitul Mal tidak mempunyai wewenang dalam membuat suatu keputusan terhadap harta Baitul Mal yang berupa zakat dan ushr. Kekayaan negara tersebut ditujukan untuk berbagai golongan tertentu dalam masyarakat dan harus dibelanjakan sesuai dengan prinsip-prinsip Alquran.

Harta Baitul Mal dianggap sebagai harta kaum muslimin, sedangkan Khalifah dan para amil hanya berperan sebagai pemegang amanah. Dengan demikian, negara bertanggung jawab untuk menyediakan makanan bagi para janda, anak-anak yatim, serta anak-anak terlantar; membiayai penguburan


(60)

orang-orang miskin; membayar utang orang-orang-orang-orang yang bangkrut; membayar uang diyat untuk kasus-kasus tertentu, seperti membayar diyat prajurit Shebani yang membunuh seorang Kristiani untuk menyelamatkan nyawanya; serta memberikan pinjaman tanpa bunga untuk tujuan komersial, seperti kasus Hind binti Ataba. Bahkan, Umar pernah meminjam sejumlah kecil uang untuk keperluan pribadinya.

Untuk mendistribusikan harta Baitul Mal, Khalifah Umar ibn al-Khattab mendirikan departemen yang dianggap perlu, dalam konteks ini ada beberapa departemen yang behubungan dengan pembahasan ini, yaitu

a. Departemen Pelayanan Militer. Departemen ini berfungsi untuk mendistribusikan dana bantuan kepada orang-orang yang terlibat dalam peperangan. Besarnya jumlah dana bantuan ditentukan oleh jumlah tanggungan keluarga setiap penerima dana.

b. Departemen Kehakiman dan Eksekutif. Departemen ini bertanggung jawab terhadap pembayaran gaji para hakim dan pejabat eksekutif. Besarnya gaji ini ditentukan oleh dua hal, yaitu jumlah gaji yang diterima harus mencukupi kebutuhan keluarganya agar terhindar dari praktek suap dan jumlah gaji yang diberikan harus sama dan kalaupun terjadi perbedaan, hal itu tetap dalam batas-batas kewajaran.


(61)

50

c. Departemen Pendidikan dan Pengembangan Islam. Departemen ini mendistribusikan bantuan dana bagi penyebar dan pengembang ajaran Islam beserta keluarganya, seperti guru dan juru dakwah.

d. Departemen Jaminan Sosial. Departemen ini berfungsi untuk mendistribusikan dana bantuan kepada seluruh fakir miskin dan orang-orang yang menderita.25

Sebagai perealisasian salah satu fungsi negara Islam, yakni fungsi jaminan sosial, Khalifah Umar membentuk sistem diwan yang menurut pendapat terkuat, mulai dipraktekkan untuk pertama kalinya pada tahun 20 H. Dalam rangka ini, ia menunjuk sebuah komite nassab ternama yang terdiri dari Aqil bin

Abi Thalib, Mahzamah bin Naufal, dan Jabir bin Mut’im untuk membuat laporan

sensus penduduk sesuai dengan tingkat kepentingan dan golongannya. Daftar tersebut disusun secara berurutan dimulai dari orang-orang yang mempunyai hubungan kekerabatan dengan Nabi Muhammad saw, para sahabat yang ikut berperang dalam Perang Badar dan Uhud, para imigran ke Abysinia dan Madinah, para pejuang perang Qadisiyyah atau orang-orang yang menghadiri perjanjian Hudaibiyah, dan seterusnya. Kaum wanita, anak-anak dan para budak juga mendapat tunjangan sosial.

25

Adiwarman azwar karim, sejarah pemikiran ekonomi islam. Raja grafindo persada, Jakarta 2004. Hal. 62


(62)

Jumlah tunjangan yang diberikan kepada masing-masing golongan untuk setiap tahunnya berbeda-beda. Secara umum, jumlah tunjangan yang diberikan kepada mereka adalah sebagai berikut:

Tabel Penerima Tunjangan Jaminan Sosial

NO. Penerima Jumlah

1. Aisyah dan Abbas ibn Abdul Mutthalib Masing-masing 12.000 dirham

2. Para istri Nabi selain Aisyah Masing-masing 10.000 dirham

3. Ali, Hasan, Husain, dan para pejuang Badar Masing-masing 5.000 dirham

4. Para pejuang Uhud dan migran ke Abysinia Masing-masing 4.000 dirham

5. Kaum Muhajirin sebelum peristiwa Fathul Makkah Masing-masing 3.000 dirham

6.

Putra-putra para pejuang Badar, orang-orang yang memeluk Islam ketika terjadi peristiwa fathul Makkah, anak-anak kaum Muhajirin dan Anshar, para pejuang perang Qadisiyyah, Uballa, dan orang-orang yang menghadiri perjanjian Hudaibiyah

Masing-masing 2.000 dirham.

Sumber : Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Adiwarman Karim

Orang-orang Mekkah yang bukan termasuk kaum Muhajirin mendapat tunjangan 800 dirham, warga Madinah 25 dinar, kaum muslimin yang tinggal di Yaman, Syiria dan Irak memperoleh tunjangan sebesar 200 hingga 300 dirham, serta anak-anak yang baru lahir dan yang tidak diakui masing-masing memperoleh 100 dirham. Di samping itu, kaum muslimin memperoleh tunjangan pensiun berupa gandum, minyak, madu, dan cuka dalam jumlah yang tetap. Kualitas dan jenis barang berbeda-beda di setiap wilayah. Peran negara yang turut bertanggung jawab terhadap pemenuhan kebutuhan makanan dan pakaian


(63)

52

bagi setiap warga negaranya ini merupakan hal yang pertama kali terjadi dalam sejarah dunia26.

Di antara alokasi pengeluaran dari harta Baitul Mal tersebut, dana pensiun merupakan pengeluaran negara yang paling penting. Prioritas berikutnya adalah dana pertahanan negara dan dana pembangunan.

Seperti yang telah dijelaskan, Khalifah Umar menempatkan dana pensiun di tempat pertama dalam bentuk rangsum bulanan (arzaq) pada tahun 18 H, dan selanjutnya pada tahun 20 H dalam bentuk rangsum tahunan (atya). Dana pensiun ditetapkan untuk mereka yang akan dan pernah bergabung dalam kemiliteran. Dengan kata lain, dana pensiun ini sama halnya dengan gaji reguler angkatan bersenjata dan pasukan cadangan serta penghargaan bagi orang-orang yang telah berjasa. Beberapa orang yang telah berjasa diberi pensiun kehormatan (sharaf) seperti yang diberikan kepada para istri Rasulullah atau para janda dan anak-anak pejuang yang telah wafat. Nonmuslim yang bersedia ikut dalam kemiliteran juga mendapat penghargaan serupa.

Dana ini juga meliputi upah yang dibayarkan kepada para pegawai sipil. Sejumlah penerima dana pensiun juga ditugaskan untuk melaksanakan kewajiban sipil tetapi mereka dibayar bukan untuk itu. Khalifah Umar sebagai ahli Badr juga terpilih sebagai penerima penghargaan sebesar 5.000 dirham. Sejak saat itu, ia tidak meminta apa-apa (upah atau gaji) lagi dari Baitul Mal. Orang-orang yang

26

Adiwarman azwar karim, sejarah pemikiran ekonomi islam. Raja grafindo persada, Jakarta 2004. Hal. 65


(64)

tidak ikut dalam kegiatan militer, seperti orang Mekkah, orang-orang desa (petani, peternak dan sebagainya), pedagang, dan pengrajin, tidak mendapat dana pensiun tersebut.

Sistem administrasi dana pensiun dan rangsum dikelola dengan baik. Dalam setahun, dana pensiun dibayarkan dua kali, sedangkan pemberian rangsum dilakukan secara bulanan. Administrasi dana pensiun terdiri dari dua bagian, bagian pertama berisi catatan sensus dan jumlah yang telah menjadi hak setiap penerima dana dan bagian kedua berisi laporan pendapatan. Dana tersebut didistribusikan melalui seorang arif yang masing-maisng bertanggung jawab atas sepuluh orang penerima dana.

Angkatan bersenjata terdiri dari pasukan berkuda dan prajurit. Pasukan berkuda dipersenjatai dengan pelindung, pedang dan tombak atau pelindung, anak panah, dan busur panah. Kehebatan dari pasukan ini terletak pada kemampuan mobilisasi yang sangat tinggi, keteguhan hati dan kesabarannya. Pasukan selalu diberi perbekalan dan peralatan dengan baik dan perjalanan panjang dilakukan dengan menggunakan unta. Awalnya, pasukan mendirikan perkemahan yang dibangun dengan menggunakan pohon-pohon palem tetapi setelah itu, Umar menginstruksikan untuk membangun tempat permanen atau distrik. Kemudian, markas-markas militer dibangun di Bashra, Kufah, Fastal, Qairawan dan lain-lain. Markas besar militer juga dibangun di beberapa tempat


(1)

program jaminan sosial sudah sangat siap dengan sistem jaminan sosial nasional tapi memang kita dalam pelaksanaannya masi terkendala dengan political will dari pemerintah dengan kekuatan payung hukum dan dana untuk menjamin kaum fakir miskin yang seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah kita saat ini menunggu hasil penggodokan undang-undang badan penyelenggara jaminan sosial yang masi di bahas dalam rapat paripurna DPR RI bersama pihak Pemerintah.

3. Sampai saat ini PT Jamsostek sudah melaksanakan program-program jaminan sosial ada empat program yang sudah dilaksanakan oleh PT Jamsostek yaitu program jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua, jaminan pemeliharaan kesehatan dan menurut undang-undang sistem jaminan sosial nasional dari lima program yang diamanatkan kami sudah melaksanakan empat program hanya program jaminan pensiun yang belum ada di PT Jamsostek, dari kesekian program tersebut diatas kami selama ini sudah melaksanakannya kepada para tenaga kerja nantinya dengan diberlakukannya sistem jaminan sosial nasional maka akan dilakukan perluasan cakupan jaminan sosial dari sekarang baru tenaga kerja saja sampai kepada seluruh masyarakat indonesia sampai kepada orang fakir dan miskin

4. Kendala-kendala yang dialami PT Jamsostek dalam proses upaya penerapan sistem jaminan sosial nasional bagi seluruh warga negara adalah sebagai berikut pertama, kemampuan keuangan negara atau keberpihakan pemerintah


(2)

dalam pengalokasian anggaran untuk menjamin para fakir dan miskin dalam program sistem jaminan sosial nasional, kedua harmonisasi peraturan perundang-undangan dasar hukum penyelenggaraan sistem jaminan sosial nasional, ketiga penyesuaian bentuk badan hukum badan penyelenggara jaminan sosial, keempat cakupan perlindungan yang masih kecil dan tersegmentasi fregmen, kelima penegakan hukum dalam proses penyelenggaraan sistem jaminan sosial nasional, keenam masih minimnya alokasi anggaran perusahaan, ketujuh otonomi daerah.

5. Dalam upaya menyambut pelaksanaan sistem jaminan sosial nasional di PT Jamsostek yang sudah diamanatkan undang-undang sistem jaminan sosial nasional PT jamsostek telah mengupayakan langkah langkah seperti PT Jamsostek secara proaktif memberikan dukungan teknis dalam penyusunan undang-undang badan penyelenggara jaminan sosial, PT Jamsostek sudah mulai menerapkan sistem akuntansi tersendiri PAJASTEK yang mengadaptasi kepada karakteristik-karakteristik khusus sistem jaminan sosial nasional, dalam mengantisipasi prinsip-prinsip wali amanah dalam proses penyelenggaraan sistem jaminan sosial nasional PT Jamsostek juga sudah mempersiapkan konsep pemisahan pengelolaan dana jaminan hari tua yang menjadi hak peserta dengan dana program non jaminan hari tua, PT Jamsostek sudah mempersiapkan konsep pemisahan aset badan penyelenggara jaminan sosial dengan aset peserta jaminan sosial.


(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Perbedaan Perlindungan Hukum Tenaga Kerja Melalui Asuransi JAMSOSTEK Dengan Program BPJS (Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial) Berdasarkan Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 Studi Pada PT. JAMSOSTEK Cabang Medan)

2 53 141

Kedudukan PT. Jamsostek Sebagai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja Setelah Adanya UU No.40 Tahun 2004

5 74 101

Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja Bagi Pekerja Di Luar Hubungan Kerja (Jamsos TK-LHK) oleh PT.Jamsostek cabang Tanjung Morawa Medan, Tahun 2010

0 60 94

Tinjauan Pelaksanaan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK) Bagi Pekerja PT. Sihitang Raya Baru Padangsidempuan Tahun 2004-2008

0 50 96

Pengaruh Program Jaminan Sosial Terhadap Manfaat Yang Diterima Tenaga Kerja Sebagai Peserta PT. Jamsostek (Persero) Medan

0 46 121

Pelaksanaan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK) Pada Perusahaan Swasta Di Kota Medan

0 38 170

Analisa Yuridis Mengenai Perubahan Sistem Asuransi Jiwa PT. Jamsostek (Persero) Menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan (Studi BPJS Ketenagakerjaan Cabang Binjai)

1 55 89

Pelaksanaan Jaminan Kecelakaan Kerja dalam Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) (Studi Kasus pada PT Batik Keris Sukoharjo)

0 4 8

Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK)

0 0 9

BAB II PENGATURAN SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL (SJSN) DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2004 A. Sistem Jaminan Sosial Nasional - Kedudukan Hukum Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Bpjs) Kesehatan Dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)

0 0 24