Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

64

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Peningkatan kualitas pendidikan matematika merupakan hal yang sangat strategis dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang berorientasi pada peningkatan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dari sebuah artikel AGMI, 2008 diungkapkan bahwa: data UNESCO menunjukkan peringkat matematika Indonesia berada di deretan 34 dari 38 negara; berdasarkan penelitian PISA 2001, Indonesia menempati peringkat 9 dari 41 negara pada katagori literatur matematika; Sedangkan informasi dari majelis guru besar MGB ITB pada 16 Januari 2008, menyatakan bahwa peringkat Indonesia berada di bawah Malaysia dan Singapura. 1 Pernyataan ini menunjukkan bahwa kualitas pendidikan matematika di Indonesia masih perlu ditingkatkan. Perlunya pembenahan dari berbagai komponen yang terkait dengan pembelajaran matematika adalah tugas atau pekerjaan rumah yang masih harus diselesaikan. Salah satu hambatan dalam peningkatkan kualitas pendidikan matematika diantaranya adalah mitos yang telah melekat pada sebagian besar bangsa Indonesia. Matematika selama ini sering diasumsikan dengan berbagai hal yang berkonotasi negatif, dari mulai matematika sebagai ilmu yang sangat sukar, ilmu hafalan tentang rumus, berhubungan dengan kecepatan hitung, ilmu abstrak yang tidak berhubungan dengan realita, sampai pada ilmu yang membosankan dan kaku. Semakin lengkap pula ketika mitos-mitos ini disertai dengan sikap guru matematika yang dalam menyampaikan pelajaran terkesan galak, tidak menarik, bahkan cenderung menciptakan rasa takut dan tegang pada anak. Situasi semacam ini semakin menjauhkan rasa ketertarikan siswa 1 Bambang Hudiono, Pendidikan Matematika Masa Depan, dari http:eviy.wordpress.com20090306pendidikan-matematika-masa-depan , 12 Desember 2009, pkl. 21:25. 65 dalam mempelajari matematika. Apalagi jika siswa tersebut merasa dirinya memiliki kemampuan berpikir yang kurang dibandingkan teman-temannya. Persepsi bahwa matematika adalah pelajaran yang sulit menyebabkan ada keterasingan antara bahan ajar matematika dengan peserta didik. Keterasingan ini sekaligus mempengaruhi persepsi seseorang akan bidang cakupan matematika yang akhirnya hanya dipandang sebagai bidang ajar di kelas, bukan sebagai sebuah fenomena sehari-hari. Padahal, jika kita lihat tujuan umum diberikannya metematika pada jenjang pendidikan dasar dan menengah meliputi dua hal, yaitu: 1 mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan didalam kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang, melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur, efektif dan efisien, 2 mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan. 2 Dari kutipan di atas dapat kita ketahui bahwa matematika diajarkan di sekolah agar para siswa dapat menggunakan atau menerapkan matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan dalam rangka menghadapi perubahan di dunia yang terus berkembang. Manusia dianugerahkan potensi-potensi yang dapat digunakan untuk terus belajar dalam menghadapi perubahan kehidupan ini, sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah SWT: +, -.012 3  +5 67885 9: ; = . ; ? +5  7+, ABC Artinya: “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui apa-apa, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan af-idah daya nalar agar kamu bersyukur”. QS. An-Nahl:78 2 Erman Suherman dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, Bandung: UPI, 2001, h.56. 66 Tujuan umum pembelajaran matematika yang telah dipaparkan tersebut pada intinya adalah agar para siswa memiliki kemampuan untuk menghadapi permasalahan-permasalahan. Menurut Mumun Syaban, “kemampuan untuk menghadapi permasalahan-permasalahan, baik dalam permasalahan matematika maupun permasalahan dalam kehidupan nyata merupakan kemampuan daya matematis matematical power”. 3 Daya matematis didefinisikan oleh NCTM 1999 sebagai mathematical power includes the ability to explore, conjecture, and reason logically; to solve non-routine problems; to communicate about and through mathematics; and to connect ideas within mathematics and between mathematics and other intellectual activity . 4 Oleh sebab itu daya matematis terutama menyangkut doing math yang tersimpul dalam kemampuan pemecahan masalah, komunikasi matematik, koneksi matematik dan penalaran matematik perlu mendapat perhatian khusus dalam proses pembelajaran matematika. Akan tetapi sangat disayangkan, ditengah tuntutan perbaikan kualitas pendidikan matematika, kemampuan daya matematis matematical power siswa terutama dalam kemampuan koneksi matematika sangat rendah. Hal ini dapat dilihat dari studi deskriptif mengenai kemampuan siswa dalam melakukan koneksi matematika yang dilakukan oleh Drs. Ruspiani. Salah satu kesimpulan pada penelitian yang telah dilakukannya adalah “kemampuan siswa dalam melakukan koneksi matematika tergolong rendah. Tingkat kemampuan terendah ada pada kemampuan koneksi antar topik matematika, dilanjutkan dengan kemampuan koneksi dengan disiplin ilmu lain dan tingkat tertinggi terletak pada kemampuan koneksi dengan dunia nyata”. 5 3 Mumun Syaban, Menumbuhkembangkan Daya Matematis Siswa, dari http:www.educare.e-fkipunla.net, 26 Desember 2009, pkl. 14:49. 4 Ibid. 5 Ruspiani, Kemampuan Siswa Dalam Melakukan Koneksi Matematika, Tesis Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung: PPS UPI, 2000, h. 70, t.d. 67 Tak ubahnya dengan hasil penelitian Drs. Ruspiani tersebut, hal senada juga diungkapkan oleh Dra. Sri Yuniarti selaku guru matematika di SMA Negeri 16 Jakarta Barat. Beliau mengungkapkan bahwa kemampuan siswa dalam mengkoneksikan antar topik matematika masih sangat rendah. Mereka sering lupa akan konsep-konsep matematika yang telah dipelajari, apalagi untuk mengkoneksikannya dengan materi baru, kehidupan sehari-hari dan juga bidang ilmu lain lihat lampiran wawancara. Dari penjabaran di atas, dapat kita lihat bahwa masih kurangnya kemampuan peserta didik dalam menguasai mata pelajaran matematika yang menyangkut daya matematis, terutama dalam hal kemampuan koneksi matematika. Untuk itu perlu dilakukan perbaikan-perbaikan yang sifatnya real sehingga siswa bisa merasakan bahwa matematika adalah pelajaran yang menyenangkan, mereka dapat meminimalisir mitos-mitos negatif tentang matematika yang telah tertanam lama dalam benak bangsa Indonesia. Dengan demikian maka kemampuan daya matematis siswa terutama dalam hal koneksi matematika dapat meningkat sehingga mereka mampu menerapkan matematika pada kehidupan sehari-hari dan pada bidang lain. Hal ini tentu saja dilakukan dalam rangka menghadapi perkembangan jaman, sehingga pada akhirnya kualitas pendidikan matematika di Indonesia dapat meningkat. Pertanyaannya kemudian adalah, langkah-langkah real apa saja yang dapat dilakukan untuk menuju hal tersebut? Sedangkan jika kita amati, kondisi pembelajaran matematika yang terjadi selama ini adalah: 1 Pembelajaran matematika yang selama ini dilaksanakan guru adalah pendekatan konvensional, yakni ceramah, tanya jawab, dan pemberian tugas atau mendasarkan pada “behaviorist” atau “strukturalis”; 2 Pengajaran matematika secara tradisional mengakibatkan siswa hanya bekerja secara prosedural dan memahami matematika mendalam; 3 Pembelajaran matematika yang berorientasi pada psikologi perilaku dan strukturalis yang lebih menekankan pada hafalan dan drill merupakan penyiapan yang kurang baik untuk kerja profesional bagi para siswa nantinya; 4 Kebanyakan guru mengajar dengan menggunakan buku paket sebagai “resep” mereka mengajar matematika halaman per halaman sesuai dengan apa yang ditulis; dan 5 Strategi pembelajaran lebih banyak didominasi oleh upaya untuk menyelesaikan materi pembelajaran dan kurang adanya upaya agar 68 terjadi proses dalam diri siswa untuk mencerna materi secara aktif dan konstruktif. 6 I Gusti Ngurah Pujawan juga mengungkapkan bahwa: Model ceramah tidak sesuai dalam pembelajaran matematika, karena konsep-konsep yang terkandung dalam matematika merupakan konsep yang memiliki tingkat abstraksi tinggi. Dengan model ini siswa cenderung menghapal contoh-contoh yang diberikan guru tanpa terjadi pembentukan konsepsi yang benar dalam struktur kognitif siswa. Keadaan seperti ini membuat siswa mengalami kesulitan dalam memaknai konsep sehingga beresiko tinggi terjadinya miskonsepsi. Tidak bermakna dan terjadinya miskonsepsi ini akan menyebabkan siswa mengalami kesulitan dalam memahami konsep lebih lanjut. 7 Ternyata masih terdapat beberapa kelemahan dalam pembelajaran matematika, salah satunya adalah mengenai strategi pembelajaran yang banyak didominasi oleh guru sehingga menghambat proses pembelajaran matematika siswa, untuk itu maka perlu adanya inovasi-inovasi dalam hal strategi pembelajaran. Sejalan dengan hal tersebut, menurut Bambang Hudiono: Kualitas pendidikan matematika dapat ditingkatkan dengan melakukan serangkaian pembenahan persoalan yang dihadapi, diantaranya selain kurikulum yang dapat memberikan kemampuan dan keterampilan dasar minimal, adalah penerapan strategi pembelajaran yang dapat membangkitkan sikap kreatif, demokratis dan mandiri yang disesuaikan dengan kebutuhan prediksi pembelajaran masa kini dan mendatang. 8 Untuk dapat meningkatkan kemampuan koneksi matematika, maka guru harus mengupayakan penggunaan strategi pembelajaran yang dapat memberi peluang dan mendorong siswa untuk melatih kemampuan koneksi matematika nya. Salah satu strategi pembelajaran yang dapat dijadikan 6 N. Setyaningsih, Aryanto, dan Rita P Khotimah, “Aplikasi Pendekatan Model Kooperatif dalam Pembelajaran Matematika ” dari: http:eprints.ums.ac.id3860115. NINING S.pdf, 1 November 2009, pkl. 14:32, h.35. 7 I Gusti Ngurah Pujawan, Implementasi Pendekatan Matematika Realistik Dengan Metode PQ4R Berbantuan LKS Dalam Meningkatkan Motivasi Dan Prestasi Belajar Matematika SIswa SMP Negeri 4 Singaraja , dalam Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, Edisi Khusus TH. XXXVIII, Desember 2005, h.777. 8 Bambang Hudiono, Op.cit. 69 alternatif dalam meningkatkan koneksi matematika siswa adalah strategi pembelajaran PQ4R. Hal ini didasarkan atas pemikiran bahwa langkah- langkah yang terdapat dalam strategi pembelajaran PQ4R dapat memberi peluang dan mendorong siswa dalam meningkatkan koneksi matematikanya. Dengan strategi PQ4R ini, proses penambahan informasi baru akan lebih bermakna dan belajar menjadi lebih mudah melalui kegiatan preview, question, read, reflect, recite, dan review. Perlu kiranya kita untuk sedikit membahas tahap read pada strategi PQ4R ini. Terkadang seorang guru lupa memberikan kesempatan atau memberi motivasi awal pada siswa mereka untuk membaca. Padahal membaca adalah sarana awal mereka untuk mengingat atau membentuk persepsi awal sebelum pembelajaran dimulai. Begitu pentingnya membaca dalam segala hal, ayat al-quran yang turun pertama kali pun memerintahkan kita untuk membaca sebagaimana firman Allah SWT: D EFH I JI K L D2 M ; AN M ; 98OPQ 7 3M  AR D J K S ; AT L D2 FU V EF+W5 I A FU V 98OPQ F+5 Y+Z [ AI Artinya: “Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Yang Maha Mulia. Yang mengajar manusia dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya”. QS. Al-Alaq:1-5 Membaca adalah salah satu kelemahan sekaligus kekurangan para siswa di Indonesia. Kemampuan membaca Reading Literacy anak-anak Indonesia sangat rendah bila dibandingkan dengan negara-negara berkembang lainnya, bahkan dalam kawasan ASEAN sekali pun. Buruknya kemampuan membaca anak-anak kita ternyata berdampak pada kekurangmampuan mereka dalam penguasan bidang ilmu pengetahuan dan matematika. Hasil tes yang dilakukan oleh Trends in International 70 Mathematies and Science Study TIMSS dalam tahun 2003 pada 50 negara di dunia terhadap para siswa kelas II SLTP, menunjukkan prestasi siswa-siswa Indonesia hanya mampu meraih peringkat ke 34 dalam kemampuan bidang matematika dengan nilai 411 di bawah nilai rata-rata internasional yang 467. 9 Melihat beberapa hasil studi dan laporan United Nations Development Programme UNDP, Drs. H. Athaillah Baderi menyimpulkan bahwa “kekurangmampuan anak-anak kita dalam bidang matematika dan bidang ilmu pengetahuan, serta tingginya angka buta huruf dewasa adult illiteracy rate di Indonesia adalah akibat membaca belum menjadi kebutuhan hidup dan belum menjadi budaya bangsa”. 10 Oleh sebab itu membaca harus dijadikan kebutuhan hidup dan budaya bangsa kita. Maka bijaksana kiranya ketika seorang guru menggunakan strategi PQ4R yang memberi kesempatan pada para siswa untuk membaca disalah satu tahap pembelajarannya. Penulis juga mempertimbangkan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Gst Ayu Mahayukti pada penelitian tindakan kelas yang menyatakan bahwa “pembelajaran generatif dengan metode PQ4R di kelas IIB SLTP Lab. IKIP Negeri Singaraja ternyata dapat mereduksi miskonsepsi siswa serta dapat meningkatkan kualitas pembelajaran matematika”. 11 Seiring dengan meningkatnya kualitas pembelajaran matematika, diharapkan kemampuan siswa untuk menyelesaikan persoalan- persoalan matematika yang disebut dengan daya matematis yang salah satunya adalah koneksi matematika juga akan meningkat. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka untuk mengkaji kehandalan strategi PQ4R dalam pembelajaran matematika, penulis melakukan suatu penelitian yang difokuskan untuk melihat kemampuan koneksi matematika siswa melalui strategi pembelajaran PQ4R. Untuk itulah, 9 Athaillah Baderi, Meningkatkan Minat Baca Masyarakat Melalui Suatu Kelembagaan Nasional, dari http:www.bit.lipi.go.id, 27 Desember 2009, pkl. 09:09. 10 Ibid 11 Gst Ayu Mahayukti, Pengembangan Model Pembelajaran Generatif Dengan Metode PQ4R dalam Upaya Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Matematika Siswa Kelas II B SLTP Laboratorium IKIP Negeri Singaraja , dalam Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No.2 TH. XXXIV, April 2003, h.9. 71 penulis memilih judul “Pengaruh Strategi Pembelajaran PQ4R Terhadap Kemampuan Koneksi Matematika Siswa” sebagai judul skripsi.

B. Identifikasi Masalah