Dampak Pertambangan Batu Granit terhadap Sifat Fisik, Sifat Kimia, dan Sifat Biologi Tanah di Areal Hutan Lindung PT. Karimun Granit Kabupaten Karimun Propinsi Kepulauan Riau

(1)

DAMPAK PERTAMBANGAN BATU GRANIT TERHADAP SIFAT FISIK, SIFAT KIMIA, DAN SIFAT BIOLOGI TANAH DI AREAL HUTAN

LINDUNG PT. KARIMUN GRANIT KABUPATEN KARIMUN PROPINSI KEPULAUAN RIAU

Oleh:

Muzi Anggraeni Syamsudin dan Basuki Wasis

Pendahuluan. Indonesia mempunyai beragam potensi sumberdaya alam yang berasal dari hutan. Selain pengelolaan hasil hutan, terdapat aktivitas lain yang berlangsung di kawasan hutan yaitu kegiatan pertambangan. Kegiatan pertambangan pada umumnya dilakukan di hutan alam, bahkan hutan lindung. Kegiatan pertambangan tentu saja dapat merusak ekosistem hutan yang dibuka untuk dijadikan areal pertambangan. Kegiatan pertambangan mengakibatkan kerusakan vegetasi serta kerusakan lahan yang berdampak pada terjadinya erosi serta sedimentasi. Pertambangan juga dapat menyebabkan hilangnya kesuburan tanah pada areal bekas tambang. Oleh sebab itu, diperlukan penelitian mengenai perubahan sifat-sifat tanah akibat pertambangan. Terutama untuk pertambangan granit yang dilakukan PT. Karimun Granite di Kabupaten Karimun Propinsi Kepulauan Riau, yang telah banyak dilaporkan telah menyebabkan berbagai kerusakan bentang alam serta tanah disekitar areal pertambangan.

Bahan dan Metodologi. Penelitian ini menggunakan data analisis sifat fisik, kimia dan biologi tanah kawasan hutan lindung PT. Karimun Granit, Kabupaten Karimun, Propinsi Kepulauan Riau. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengampilan sampel dengan cara

purposive sampling, yaitu pada lokasi yang telah ditentukan yang dilakukan oleh Tim Kementrian Lingkungan Hidup. Data analisis sifat fisik, kimia dan biologi dibandingkan dari tiap-tiap lokasi untuk menduga besarnya perubahan pada masing-masing nilai sifat tanah tersebut akibat penambangan granit. Analisis sifat tanah dilakukan untuk mengetahui sifat fisik, kimia, dan biologi tanah pada lokasi penelitian. Analisis sidik ragam atau ANOVA (Analysis of Variance) dengan uji F terhadap variabel yang diamati, dilakukan untuk mengetahui perubahan sifat fisik, kimia dan biologi tanah setelah kegiatan pertambangan batu granit. Apabila diperoleh F-hitung > F tabel (nilai peluang nyata < 0.05) atau pertambangan batu granit berpengaruh nyata, maka dilakukan uji lanjut untuk membandingkan nilai tengah perlakuan. Uji lanjut yang digunakan adalah uji Tukey.

Hasil dan Pembahasan. Berdasarkan nilai hasil analisis data sifat fisik, kimia, dan biologi tanah diketahui bahwa pada ketiga lokasi yaitu hutan alam, tanah galian, dan tanah tererosi nilai masing-masing sifat tanah mengalami perubahan baik penurunan maupun peningkatan. Kemudian berdasarkan hasil pengujian dengan uji F, sifat fisik tanah tidak dipengaruhi secara nyata oleh penambangan batu granit. Sedangkan untuk sifat kimiadan biologi tanah beberapa diantaranya dipengaruhi secara nyata oleh pertambangan batu granit yaitu C-Organik, N-Total, Mg, Na, KTK, Mn, dan total mikroorganisme tanah. Hasil uji lanjut Tukey untuk sifat-sifat tanah tersebut menunjukkan bahwa nilai pada tanah galian dan tanah tererosi berbeda nyata dengan nilai pada hutan alam.

Kesimpulan. Kegiatan pertambangan granit menyebabkan perubahan pada sifat fisik tanah yaitu berupa kenaikan bulk density; serta mengalami penurunan pada porositas tanah, air tersedia, dan permeabilitas. Selain itu, kegiatan pertambangan granit menyebabkan perubahan pada sifat kimia tanah yaitu berupa kenaikan pH, Fe, dan Zn; serta penurunan kandungan C-Organik, KTK, N-Total, P-Bray, K, Ca, Mg, Na. Dan, kegiatan pertambangan granit menyebabkan perubahan pada sifat biologi tanah yaitu berupa kenaikan jumlah fungi tanah, total bakteri pelarut P, dan total respirasi tanah; serta penurunan total mikroorganisme tanah.


(2)

THE IMPACT OF GRANITE MINING TO

CHARACTERISTIC OF PHYSICAL, CHARACTERISTIC OF CHEMISTRY, AND CHARACTERISTIC OF LAND

BIOLOGY IN PROTECTED FOREST PT. KARIMUN GRANIT SUB-PROVINCE KARIMUN PROVINCE

KEPULAUAN RIAU By:

Muzi Anggraeni Syamsudin and Basuki Wasis

Introduction. Indonesia have variated potency of nature resources that indigenous to forest. Besides management of forest, there is other activity that goes on in forest area that is mining activity. Mining Activity generaly conducted in nature forest, and even protected forest. Mining Activity of course can destroy forest ecosystem that opened for made areal mining. Mining Activity cause vegetation and land damage that affect erosion and sedimentation. Mining also can cause loss of land fertility at ex areal mine. In consequence, its needed research about the impact ofmining . Specifically for granite mining that conducted PT. Karimun Granite in Sub-province Karimun, Province Kepulauan Riau, that reported has caused various of landscape and land damage in the mining areal.

Materials and Method. This Research uses data of physical characteristic analysis, chemistry and biology of protected forest area land PT. Karimun Granit Sub-province Karimun, Province Kepulauan Riau. Research Method as used in this research is by purposive sampling, that location has been determined by Tim KementrianLingkungan Hidup. Data of physical analysis, chemistry and biology characteristic are compared to every location to analize the level of change at each of land characteristic value. Analysis of land characteristic is conducted to know the characteristic of physical, chemistry, and land biology at research location. Analysis of Variance (ANOVA) by F test to variable perceived, conducted to know physical denaturing, chemistry and land biology after activity of granite mining. If f-count reach > F tables (value of reality opportunity < 0.05) or granite mining has an effect on reality, then conducted test continues to compare the middle value treatment. The test continues that used is Tukey test.

Result and Discussion. Base value of analysis result characteristic of physical, chemistry, and land biology is known that at the three of location that is nature forest, dig land, and erotion land value each characteristic of land experiences of change either degradation or improvement. Then base testing result by F test, characteristic of land physical are not influenced manifestly by granite mining. Whereas for characteristic of chemistry and biology of some of which land is influenced manifestly by granite mining that is C-Organic, N-total, Mg, Na, KTK, Mn, and totalize mikroorganisme land. Result continues Tukey test for land characteristics referred as indicate that value at dig land and erotion land differ reality by value at nature forest.

Conclusion. Activity of granite mining causes change the physical characteristic of land, that shown by the increase of bulk density, and degradation of land porosity, water availabilty, and permeability. In other hand, activity of granite mining causes change at characteristic of land chemistry that shown by increasing of pH, Fe, and Zn and degradation of C-organic content, KTK, N-total, P-Bray, K, Ca, Mg, Na. And then, activity of granite mining causes change at characteristic of land biology that is shown by increase of fungi land, totalize solute P bacterium, and totalize land respiration, and degradation of land mikroorganisme.


(3)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar belakang

Hutan merupakan suatu ekosistem yang dihuni oleh masyarakat tumbuh-tumbuhan yang didominasi oleh pohon dan mempunyai keadaan lingkungan yang berbeda keadaan disekitarnya. Hutan memiliki manfaat yang sangat besar bagi kehidupan makhluk hidup di bumi. Hutan berfungsi sebagai tata air, penyedia oksigen, penyebar karbon, serta sebagai sumber kehidupan makhluk hidup yang ada di dalamnya. Berdasarkan fungsinya, hutan dikelompokkan menjadi beberapa bagian yaitu hutan konservasi, hutan produksi, serta hutan lindung.

Hutan dapat diambil hasilnya baik berupa kayu maupun non kayu dengan perijinan serta syarat dan ketentuan khusus, yaitu dapat berupa IUPHHK-HA ataupun IUPHHK-HT. Selain pengelolaan hasil hutan, terdapat aktivitas lain yang berlangsung di kawasan hutan yaitu kegiatan pertambangan. Kegiatan pertambangan pada umumnya dilakukan di hutan alam, bahkan hutan lindung. Kegiatan pertambangan tentu saja dapat merusak ekosistem hutan yang dibuka untuk dijadikan areal pertambangan. Kerusakan tidak saja pada kondisi vegetasinya, tetapi juga kerusakan dapat terjadi pada kondisi sifat-sifat tanah.

Berdasarkan Keppres No.41 Tahun 2004, terdapat 13 perusahaan tambang yang mendapatkan ijin melakukan pertambangan di hutan lindung, dan enam diantaranya telah mengajukan permohonan ijin penggunaan hutan lindung pada tahap eksplorasi ke Departemen Kehutanan (Fauzi 2005). Salah satu perusahan tambang tersebut adalah PT. Karimun Granite dengan luas 1.160 hektar. Perusahaan ini beroperasi di Kabupaten Karimun, Propinsi Kepulauan Riau.

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, kegiatan pertambangan yang dilakukan PT. Karimun Granite juga menimbulkan kerusakan pada kawasan hutan yang dieksploitasi. Menurut LPM ITB (2002) dalam Setiawan (2005), kegiatan eksploitasi PT. Karimun Granite telah mengakibatkan hilangnya potensi air sejumlah 74.790 m3/tahun dan belum termasuk air yang digunakan dalam kegiatan operasional perusahaan. Di beberapa lokasi, terdapat lubang-lubang yang dibiarkan begitu saja sampai akhirnya menjadi kolam-kolam raksasa karena tidak


(4)

ada tindakan rehabilitasi dan revegetasi yang dilakukan untuk memperbaiki kondisi lingkungan. Selain itu eksploitasi yang dilakukan PT. Karimun Granit juga dapat menyebabkan perubahan iklim mikro daerah setempat. Penebangan vegetasi dan pengerukan tanah akan menyebabkan hilangnya evapotranspirasi sehingga dapat meningkatkan suhu udara di sekitar areal pertambangan tersebut, yaitu terjadinya pemanasan di daerah Kabupaten Karimun.

Kegiatan pertambangan mengakibatkan kerusakan vegetasi serta kerusakan lahan yang berdampak pada terjadinya erosi serta sedimentasi. Pertambangan juga dapat menyebabkan hilangnya kesuburan tanah pada areal bekas tambang. Oleh sebab itu, diperlukan penelitian mengenai perubahan sifat-sifat tanah akibat pertambangan. Terutama untuk pertambangan granit yang dilakukan PT. Karimun Granit di Kabupaten Karimun Propinsi Kepulauan Riau, yang telah banyak dilaporkan telah menyebabkan berbagai kerusakan bentang alam serta tanah di sekitar areal pertambangan.

1.2Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan sifat fisik, kimia, dan biologi tanah yang diakibatkan oleh pertambangan batu granit di hutan lindung Kabupaten Karimun, Propinsi Kepulauan Riau yang dilakukan oleh PT. Karimun Granit dengan membandingkan perbedaan sifat-sifat tanah tersebut pada lokasi galian tambang granit, tanah tererosi dan hutan alam.

1.3Manfaat

Manfaat dari penelitian ini adalah untuk menyajikan informasi mengenai dampak pertambangan granit pada lahan hutan alam (hutan lindung) terhadap sifat fisik, kimia, dan biologi tanah yang terjadi di areal PT. Karimun Granit Kabupaten Karimun Propinsi Kepulaun Riau, sehingga dapat digunakan sebagai bahan rekomendasi rehabilitasi lahan bekas pertambangan granit.


(5)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pertambangan

Kegiatan pertambangan untuk mengambil bahan galian dari lapisan bumi telah berlangsung sejak lama. Pertambangan adalah rangkaian kegiatan dalam rangka upaya pencarian, penambangan (penggalian), pengolahan, pemanfaatan dan penjualan bahan galian (Wikipedia 2009). Teknik pertambangan ada dua macam, yaitu tambang terbuka (open-pit mining, strip mining, dan quarrying) dan tambang bawah tanah. Penambangan batu granit termasuk teknik pertambangan quarrying yaitu teknik yang bertujuan untuk mengambil bahan ornamen dan bahan bangunan. Untuk pengambilan batu ornamen diperlukan teknik khusus agar balok-balok batuan ornamen yang diambil mempunyai ukuran, bentuk, dan kualitas tertentu (Pusat Pengembangan dan Penerapan AMDAL 2001).

2.2 Batu Granit

Granit (Granodiorit) merupakan suatu batuan yang berwarna abu-abu kehijauan, cenderung terang, sangat keras, kompak dan pejal. Batuan ini tersusun dari mineral Kuarsa, Plagioklas, K-Feldfar, dan mineral Hornblende. Berdasarkan hasil uji laboratorium mempunyai kuat tekan di atas 700 kg/cm2, berat jenis 2,484 gram/cm3, tingkat keausan 0,497% dan daya serap yang kecil yaitu 0,035% sehingga cocok digunakan untuk dinding, lantai atau interior lainnya (Dinas Pertambangan dan Energi Propinsi Nusa Tenggara Barat 2008).


(6)

Bahan galian seringkali dikelompokkan menjadi tiga, yaitu bahan galian metalliferous, nonmetalliferous dan bahan galian yang digunakan untuk bahan bangunan atau batuan ornamen. Batu granit termasuk ke dalam kelompok bahan bangunan atau batuan ornamen (Pusat Pengembangan dan Penerapan AMDAL 2001).

2.3 Pengertian Tanah

Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara, dan merupakan media untuk tumbuh tanaman (Hardjowigeno 2003). Tanah berasal dari pelapukan batuan yang bercampur dengan sisa bahan organik dan mineral vegetasi serta hewan yang hidup di atas atau di dalamnya.

2.4 Sifat Fisik Tanah 2.4.1 Tekstur Tanah

Tekstur tanah merupakan komposisi butiran penyusun tanah, yang pada umumnya terdiri dari pasir, debu dan liat, yang mempunyai ukuran kurang dari 2 mm. Pasir biasanya didominasi oleh mineral kuarsa (SiO2) yang sangat tahan terhadap pelapukan, sedangkan debu biasanya berasal dari mineral feldspar dan mika yang dengan mudah melapuk dan pada saat pelapukannya mengeluarkan sejumlah hara sehingga tanah bertekstur debu pada umumnya lebih subur daripada tanah bertekstur pasir. Liat merupakan koloid yang bermuatan listrik yang aktif sebagai pertukaran anion dan kation, maka liat lebih berperan secara kimiawi (Hanafiah 2005).

Kelas tekstur tanah ditentukan berdasarkan proporsi dari pasir, debu, dan liat yang terkandung dalam tanah. Menurut Hardjowigeno (2003) tanah dikelompokkan kedalam beberapa macam kelas tekstur, yaitu:

1) Tanah bertekstur kasar meliputi pasir dan pasir berlempung.

2) Tanah bertekstur agak kasar meliputi lempung berpasir dan lempung berpasir halus.

3) Tanah bertekstur sedang meliputi lempung berpasir sangat halus, lempung, lempung berdebu dan debu.


(7)

4) Tanah bertekstur agak halus meliputi lempung liat, lempung liat berpasir dan lempung liat berdebu.

5) Tanah bertekstur halus meliputi liat berpasir, liat berdebu dan liat.

2.4.2 Bulk Density

Bulk density merupakan kepadatan tanah yang ditunjukkan dengan perbandingan antara berat tanah kering dengan volume tanah termasuk volume pori-pori tanah. Bulk density disebut juga sebagai kerapatan limbak atau bobot isi. Makin padat suatu tanah atau memiliki bobot isi yang tinggi maka tanah tersebut akan sulit meneruskan air atau sulit ditembus akar tanaman (Hardjowigeno 2003). Nilai kerapatan massa tanah berbanding lurus dengan tingkat kekasaran partikel-partikel tanah, makin kasar akan makin berat.

2.4.3 Porositas Tanah

Pori tanah adalah bagian yang tidak terisi bahan padat tanah, melainkan terisi oleh udara dan air. Porositas adalah proporsi ruang pori total (ruang kosong) yang terdapat dalam satuan volume tanah yang dapat ditempati oleh air dan udara (Hanafiah 2005). Tanah yang mempunyai cukup ruang untuk pergerakan air dan udara disebut tanah yang poreus, sebaliknya jika tanah tidak mempunyai cukup ruang untuk pergerakan air dan udara maka tanah tersebut tidak poreus.

Menurut Hardjowigeno (2003), porositas tanah dipengaruhi oleh kandungan bahan organik, struktur tanah dan tekstur tanah. Jika kandungan bahan organik tinggi, maka porositas tanah tinggi. Tanah yang berstuktur remah atau granuler mempunyai porositas yang lebih tinggi daripada tanah yang berstruktur massive atau pejal. Tanah dengan tekstur kasar atau pasir banyak mempunyai pori-pori makro sehingga sulit untuk menahan air.

2.4.4 Air Tersedia

Air tanah selalu aktif sejak awal dalam membantu proses pembentukan horison-horison tanah. Air penting untuk pertumbuhan tanaman dan reaksi-reaksi kimia dalam pelapukan mineral. Kemampuan tanah menahan air dipengaruhi antara lain oleh tekstur tanah. Tanah yang bertekstur kasar mempunyai daya


(8)

menahan air lebih kecil daripada tanah bertekstur halus (Hardjowigeno 2003). Selain dipengaruhi oleh tekstur, jumlah air yang dapat digunakan oleh tanaman juga dipengaruhi oleh struktur, kandungan bahan organik, kedalaman tanah dan sistem perakaran tanaman (Islami dan Utomo 1995 dalam Rahmawati 2007).

2.4.5 Permeabilitas

Permeabilitas tanah merupakan kecepatan bergeraknya suatu cairan pada suatu media dalam keadaan jenuh. Permeabilitas merupakan sifat fisika tanah yang langsung dipengaruhi pengelolaan tanah, tanah dengan permeabilitas lambat lebih mudah tererosi daripada tanah dengan permeabilitas cepat (Baver 1972 dalam Rahmawati 2007). Beberapa faktor yang mempengaruhi permeabilitas tanah diantaranya adalah tekstur, porositas tanah serta distribusi ukuran pori, stabilitas agrerat, struktur tanah dan kandungan bahan organik (Hillel 1980 dalam Maryani 2007).

Berikut adalah deskripsi permeabilias tanah. Tabel 1 Permeabilitas tanah

Deskripsi Permeabilitas (cm/jam)

Sangat cepat > 25.0 Cepat 12.5-25.0 Agak cepat 6.5-12.5 Sedang 2.0-6.5 Agak lambat 0.5-2.0 Lambat 0.1-0.5 Sangat lambat <0.1 Sumber: Hardjowigeno 2003

2.5 Sifat Kimia Tanah

2.5.1 Reaksi Tanah (pH Tanah)

Reaksi tanah menunjukkan sifat kemasaman atau alakalinitas tanah yang dinyatakan dengan nilai pH (potential of hydrogen). Nilai pH menunjukkan banyaknya konsentrasi ion hidrogen (H+) di dalam tanah (Hardjowigeno 2003). Tanah masam memiliki nilai pH yang rendah atau kadar ion H+ yang tinggi, sebaliknya tanah basa memiliki nilai pH yang tinggi atau kadar ion H+ yang rendah. Dalam tanah, selain ion H+ dan ion-ion lain ditemukan pula ion OH- yang


(9)

jumlahnya berbanding terbalik dengan ion H+. Bila kandungan H+ dan OH- adalah sama, maka tanah bereaksi netral.

Reaksi tanah yang masam hampir selalu ditemukan di daerah beriklim basah, pada tanah ini kandungan ion H+ melebihi OH-. Sebaliknya, tanah basa hampir selalu pula ditemukan di daerah kering, kandungan ion OH- lebih tinggi dari ion H+ (Dikti 1991a). Nilai pH berkisar antara 0-14 dengan pH 7 disebut netral, pH kurang dari 7 disebut masam dan pH lebih dari 7 disebut basa. Namun, pada umumnya pH tanah berkisar antara 3.0-9.0 (Hardjowigeno 2003).

Tingkat kemasaman atau pH digunakan untuk menentukan mudah tidaknya unsur-unsur hara diserap tanaman. Pada umumnya unsur hara mudah diserap akar tanaman pada pH tanah sekitar netral, karena pada pH tersebut kebanyakan unsur hara mudah larut dalam air. Pada umumnya pula tanaman menunjukkan penurunan pertumbuhan pada tanah masam. Hal ini disebabkan karena kandungan Al serta unsur-unsur mikro yang berlebih sehingga bersifat racun terhadap tanaman. Menurut Dikti (1991a) masalah yang paling menonjol pada tanah masam adalah keracunan Al dan Mn serta kekurangan hara P. Selain itu, tanah yang terlalu basa juga sering mengandung garam yang terlalu tinggi yang juga dapat menjadi racun bagi tanaman.

2.5.2 C-Organik

C-organik adalah penyusun utama bahan organik. Bahan organik mempunyai peranan yang sangat penting dalam tanah terutama pengaruhnya terhadap kesuburan tanah. Banyak sifat-sifat tanah baik fisik, kimia dan biologi tanah yang secara langsung dan tidak langsung dipengaruhi oleh bahan organik (Istomo 1994).

2.5.3 Kapasitas Tukar Kation (KTK)

Kapasitas tukar kation (KTK) adalah kapasitas tanah untuk menjerap dan mempertukarkan kation (Tan 1993). Pertukaran kation memegang peranan sangat penting dalam penyerapan hara oleh tanaman, kesuburan tanah, retensi hara, dan pemupukan. Kation-kation yang dijerap umumnya dalam bentuk hidrat, yaitu kation-kation yang dikelilingi oleh molekul-molekul air.


(10)

Dikti (1991a) menyebutkan bahwa nilai KTK tanah sangat beragam dan tergantung pada sifat dan ciri tanah itu sendiri. Besar kecilnya KTK tanah tersebut dipengaruhi oleh reaksi tanah, tekstur atau jumlah liat, jenis mineral liat, bahan oganik, dan pengapuran serta pemupukan.

Secara rata-rata KTK koloid-koloid utama tanah adalah sebagai berikut. Tabel 2 Nilai KTK koloid-koloid utama tanah

Koloid Tanah KTK (me/100g)

Humus 200

Vermikulit 100-150 Montmorilonit 70-95

Ilit 10-40

Kaolinit 3-15

Seskuioksida 2-4 Sumber: Tan (1993)

2.5.4 N-Total

Nitrogen (N) merupakan salah satu unsur hara makro esensial yang dibutuhkan oleh tanaman dalam jumlah yang besar. Menurut Hanafiah (2005) unsur N berfungsi sebagai penyusun semua protein, klorofil dan asam-asam nukleat, serta berperan dalam pembentukan koenzim. Nitrogen dalam tanah berasal dari bahan organik tanah, pengikatan oleh mikroorganisme dari N udara, pupuk, dan air hujan. Nitrogen di dalam tanah terdapat dalam berbagai bentuk, yaitu protein, senyawa-senyawa amino, amonium (NH4+), serta nitrat (NO3-). Nitrogen yang diserap oleh tanaman adalah nitrogen dalam bentuk amonium dan nitrat (Hardjowigeno 2003).

2.5.5 P-Bray

Unsur Fosfor (P) di dalam tanah berasal dari bahan organik, pupuk buatan, dan mineral-mineral di dalam tanah. P-organik dan P-anorganik merupakan jenis unsur P yang terdapat di dalam tanah (Hardjowigeno 2003).

Menurut Hanafiah (2005), sumber utama unsur P dalam tanah selain dari pelapukan bahan induk juga berasal dari mineralisasi P-organik hasil dekomposisi sisa-sisa tanaman yang mengimmobilisasikan P dari larutan tanah dan hewan.


(11)

Dibandingkan dengan N, unsur P lebih cepat menjadi tersedia akibat terikat oleh kation tanah serta terfiksasi pada permukaan positif koloidal tanah. Ketersediaan unsur P optimum terdapat pada kisaran pH 6.0-7.0.

2.5.6 Kalium (K)

Unsur K dalam tanah berasal dari mineral-mineral primer tanah (feldspar, mika, dan lain-lain) serta berasal dari pupuk buatan. Unsur K ditemukan dalam jumlah yang besar pada tanah, tetapi hanya sebagian kecil yang digunakan oleh tanaman yaitu yang larut dalam air atau yang dapat dipertukarkan (Hardjowigeno 2003).

Kalium berfungsi dalam proses pembentukan pati, mengaktifkan enzim, pembukaan stomata, proses fisiologis dalam tanaman, proses metabolik dalam sel, mempengaruhi penyerapan unsur-unsur lain, mempertinggi daya tahan terhadap kekeringan dan penyakit, serta perkembangan akar.

2.5.7 Kalsium (Ca)

Unsur Ca dalam tanah berasal dari mineral-mineral primer, karbonat (kalsit, dolomit), dan garam-garam sederhana (gipsum dan Ca fosfat) (Hardjowigeno 2003). Unsur kalsium tersedia dalam bentuk kation bervalensi 2, dan diambil oleh tanaman dalam bentuk ion Ca2+. Kalsium berperan sebagai komponen penyusun dinding sel tanaman, pembentukan struktur dan permeabilitas membran sel (Hanafiah 2005).

Defisiensi Ca biasanya dijumpai pada kondisi masam dengan kejenuhan Ca rendah. Ca tersedia pada pH 7.0-8.5. Kekurangan Ca dapat menyebabkan terhentinya pertumbuhan tanaman akibat terganggunya pembentukan pucuk tanaman dan ujung-ujung akar serta jaringan penyimpan yang disebabkan terhambatnya pembelahan sel.

2.5.8 Magnesium (Mg)

Magnesium dalam tanah berasal dari mineral (biotit, augit, horenblende, amfibol), garam, dan kapur (dolomit) (Hardjowigeno 2003). Sama halnya dengan kalsium, unsur magnesium (Mg) juga tersedia dalam bentuk kation bevalensi 2,


(12)

dan diambil tanaman dalam bentuk Mg 2+ (Hanafiah 2005). Magnesium berperan sebagai satu-satunya mineral penyusun klorofil, berperan dalam aktivasi enzim, serta dalam pembentukan minyak.

2.5.9 Natrium (Na)

Natrium merupakan merupakan salah satu unsur penyusun lithosfer. Unsur ini berperan penting dalam menentukan karakteristik tanah dan pertumbuhan tanaman terutama di daerah kering dan agak kering yang berdekatan dengan pantai karena tingginya kadar Na air laut. Selain sebagai unsur mikro, Na juga bersifat toksik bagi tanaman jika terdapat dalam tanah dalam jumlah yang sedikit berlebihan (Hanafiah 2005).

2.5.10 Besi (Fe)

Fe merupakan katalisator atau bagian sistem enzimatik dalam pembentukan klorofil juga sebagai penyusun enzim dan protein (Hardjowigeno 2003). Kelarutan Fe menurun pada pH lebih dari 6.0 tetapi defisiensi Fe jarang terjadi, kecuali pada tanah berkapur atau alkalin karena berada dalam bentuk hidroksida dan oksida yang tidak larut. Besi pada kondisi aerob berbentuk Fe3+ (ferri) yang tereduksi menjadi Fe2+ (ferro) pada kondisi anaerob. Kedua bentuk ion ini diserap tanaman dari larutan tanah. Ketersediaan Fe tinggi pada pH dibawah 6.0, sehingga menjadi unsur toksik pada tanaman dan pengendap ion fosfat (Hanafiah 2005).

2.5.11 Seng (Zn)

Seng diambil tanaman dalam bentuk ion Zn2+. Defisiensi seng dijumpai pada tanah organik. Pada tanah berkapur defisiensi terjadi sebagai konsekuensi tingginya pH yang menyebabkan penurunan ketersediaannya, sedangkan pada tanah berpasir yang masam defisiensi merupakan akibat intensifnya pelindian. Dijumpai pula defisiensi Zn sebagai akibat pemupukan takaran fosfat takaran tinggi yang menyebabkan Zn diikat oleh senyawa fosfat terlarut (Hanafiah 2005).


(13)

Unsur ini perperan dalam pembentukan hormon tubuh, sebagai katalis pembentukan protein dan berperan penting dalam sistem enzim yang mengatur berbagai aktivitas metabolik.

2.5.12 Mangan (Mn)

Mangan (Mn) berperan dalam metabolisme nitrogen dan asam anorganik, fotosintesis (asimilasi CO2), perombakan karbohidrat, serta pembentukan kerotin, riboflavin dan asam askorbat (Hardjowigeno 2003). Mn dikandung berbagai batuan primer terutama yang tersusun oleh mineral sekunder berbahan ferro-magnesian, seperti pirolusit (MNO2) dan manganit [MnO(OH)]. Kadar Mn2+ dalam larutan tanah tergantung pada reaksi oksidasi-reduksi yang dipengaruhi pH, bahan organik, aktivitas mikrobia, dan kelembaban tanah (Hanafiah 2005).

Tabel 3 Kriteria penilaian sifat-sifat kimia tanah

No. Sifat

Tanah Satuan

Sangat

Rendah Rendah Sedang Tinggi

Sangat Tinggi

1 C-Organik % < 1.00 1.00-2.00 2.01-3.00 3.01-5.00 > 5.00 2 N-Total % < 0.10 0.10-0.20 0.21-0.50 0.51-0.75 > 0.75 3 P-Bray ppm < 10 10-15 16-25 26-35 > 35 4 KTK me/100g < 5 5-16 17-24 25-40 > 40 5 K me/100g < 0.1 0.1-0.2 0.3-0.5 0.6-1.0 > 1.0 6 Na me/100g < 0.1 0.1-0.3 0.4-0.7 0.8-1.0 > 1.0 7 Mg me/100g < 0.4 0.4-1.0 1.1-2.0 2.1-8.0 > 8.0 8 Ca me/100g < 2 2-5 6-10 11-20 > 20 Sumber: Staf Pusat Penelitian Tanah (1983) dalam Abdullah (1997)

2.6 Sifat Biologi Tanah 2.6.1 Mikroorganisme Tanah

Di dalam tanah terdapat berbagai jenis organisme yaitu hewan dan tumbuhan, baik yang berukuran makro maupun yang berukuran mikro. Berbagai mikroorganisme bertahan hidup, dan berkompetisi dalam memperoleh ruang, oksigen, air, hara, dan kebutuhan hidup lainnya (Hanafiah et al. 2007). Dalam pemanfaatan hara dan energi terjadi kompetisi antara mikroorganisme dengan akar tanaman, namun ketersediaan hara dalam tanah merupakan hasil akhir dari aktivitas mikroorganisme tersebut. Mikroorganisme tanah terdiri dari mikrofauna


(14)

yang meliputi protozoa dan nematode, serta mikroflora yang meliputi bakteri, fungi, Actinomycetes, dan ganggang.

Jumlah total mikroorganisme dalam tanah digunakan sebagai indeks kesuburan tanah, karena pada tanah subur jumlah mikroorganismenya tinggi.

2.6.2 Fungi Tanah

Fungi adalah salah satu mikroflora yang berada di dalam tanah. Fungi merupakan mikrobia heterotropik yang variatif baik dari segi ukuran maupun strukturnya (Hanafiah 2005). Fungi mempunyai peranan penting di dalam tanah terutama dalam penghancuran selulosa dan lignin, selain itu fungi juga aktif dalam penghancuran bahan mudah hancur seperti gula, pati, dan protein (Hardjowigeno 2003). Mycorhiza (jamur akar) merupakan salah satu jenis fungi yang bersimbiosis dengan akar tanaman tertentu. Mycorhiza membantu tanaman induk dalam menyerap unsur hara tertentu.

2.6.3 Bakteri Pelarut P

Mikrobia tanah dan akar tanaman berperan serta dalam pelarutan P-anorganik melalui produksi CO2 dan asam-asam organik. Mikrobia yang terlibat umumnya bakteri spesies Pseudomonas dan Bacillus. Aspergillus sp merupakan fungi yang diketahui juga dapat melarutkan fosfat dari ikatannya (Hanafiah 2005).

2.6.4 Respirasi Tanah

Pengukuran respirasi tanah merupakan cara yang pertama kali digunakan untuk menentukan tingkat aktivitas mikroorganisme tanah. Kecepatan respirasi lebih mencerminkan aktivitas metabolik daripada jumlah, tipe atau perkembangan mikroorganisme tanah (Anas 1989). Penetapan respirasi tanah didasarkan pada penetapan jumlah CO2 yang dihasilkan oleh mikroorganisme tanah dan jumlah O2 yang digunakan oleh mikroorganisme tanah.


(15)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini berlangsung di Laboratorium Pengaruh Hutan, Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan selama 1 bulan yaitu pada bulan Juni 2009.

3.2 Bahan Penelitian

Penelitian ini menggunakan data analisis sifat fisik, kimia dan biologi tanah kawasan hutan lindung PT. Karimun Granit, Desa Sei pedas, Pasir Panjang, Kecamatan Meral, Kabupaten Karimun, Propinsi Kepulauan Riau pada bulan Juni 2007.

3.3 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pengampilan sampel dengan cara purposive sampling yang dilakukan oleh Tim Kementrian Lingkungan Hidup. Sampel tanah diambil pada tiga lokasi yaitu hutan alam, tanah galian, dan tanah tererosi dengan dua kali ulangan (dua sampel) pada masing-masing lokasi. Kondisi awal lahan sebelum kegiatan pertambangan berlangsung diasumsikan sama dengan kondisi pada hutan alam.

Data analisis sifat fisik, kimia dan biologi dibandingkan dari tiap-tiap lokasi untuk menduga besarnya perubahan pada masing-masing nilai sifat tanah tersebut akibat penambangan granit.

3.4 Analisis Sifat Fisik, Kimia, dan Biologi Tanah

Analisis sifat tanah dilakukan untuk mengetahui sifat fisik, kimia, dan biologi tanah pada lokasi penelitian. Adapun metode untuk menganalisis sifat-sifat tanah tersebut adalah seperti pada tabel berikut.


(16)

Tabel 4 Metode analisis sifat fisik, kimia, dan biologi tanah

Parameter Metode analisis

Sifat Fisik

Tekstur Pipet

Bobot isi Gravimetrik

Porositas Perhitungan ruang pori total Air tersedia Gravimetrik

Permeabilitas Lambe

Sifat Kimia

N-total Kjeldahl

P-bray Bray I, spektrofotometer Ca, Mg, K NH4Oac N pH 7.0, AAS

KTK NH4Oac N pH 7.0, titrasi

C-organik Walkey and Black

pH pH meter

Fe, Zn, Mn 0.5 N HCl

Sifat Biologi

Total mikroorganisme tanah Plate Count Total fungi Plate Count Total bakteri pelarut fosfat Plate Count

Total Respirasi Tanah Jar (penangkapan CO2)

3.5 Analisis Data

Data hasil analisis sifat fisik, kimia, dan biologi tanah kemudian dianalisis keragamannya dengan menggunakan program Minitab 15.1. Analisis sidik ragam atau ANOVA (Analysis of Variance) dengan uji F terhadap variabel yang diamati, dilakukan untuk mengetahui perubahan sifat fisik, kimia dan biologi tanah setelah kegiatan pertambangan batu granit.

Apabila diperoleh F-hitung > F tabel (nilai peluang nyata < 0.05) atau pertambangan batu granit berpengaruh nyata, maka dilakukan uji lanjut untuk membandingkan nilai tengah perlakuan. Uji lanjut yang digunakan adalah uji Tukey (Mattjik & Sumertajaya 2002).


(17)

BAB IV

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Profil Perusahaan

Karimun Granit merupakan sebuah perusahaan swasta asing yang telah beroperasi di Indonesia sejak tahun 1972. Perusahaan ini adalah salah satu dari 13 perusahaan tambang yang mendapat ijin melakukan penambangan di hutan lindung berdasarkan Keppres No.41 tahun 2004 seluas 1.160 hektar (Fauzi 2005).

PT. Karimun Granit melakukan eksploitasi semenjak 1972, terletak lebih kurang 30 mil sebelah barat daya negeri Singapura. Daerah kontrak karya ini terletak di tiga lokasi, yaitu lokasi A terletak di Kelurahan Pasir Panjang, Karimun Besar, lokasi B di bagian utara pulau Karimun Besar dan lokasi C di Pulau Karimun Kecil. Semula, luas total Kontrak Karya ini 6000 ha. Kemudian setelah pada tahun 1975 ada kegiatan penambangan timah oleh PT Timah, konsesi ini menciut menjadi 4000 ha. Selanjutnya pada tahun 2002 dilakukan penciutan (relinguish) lagi sehingga menjadi 2761 ha. Kegiatan penambangan terletak di lereng sebelah Barat Gunung Betina, lebih kurang 500 meter dari Pantai Pasir Panjang. Kontrak Karya ini telah diperpanjang izin eksploitasi hingga 30 September 2013, yang semula telah selesai pada tanggal 30 September 2003. Pemegang saham terbesar adalah Group Perusahaan Hong Liong Asia dari Singapura.

Sistem penambangan yang diterapkan PT. Karimun Granit adalah tambang terbuka. Kegiatan penambangan dimulai dengan perencanaan, pembukaan kuari (mine development), pembongkaran, peledakan, pemuatan dan pengangkutan. Kegiatan penambangan dilakukan secara mekanis dengan menggunakan peralatan, antara lain Front end loaders, Dump trucks, Excavators, Bolldozer, Drills, Rockbreakers dan Graders, ditunjang oleh 500 karyawan yang bekerja secara bergiliran selama 24 jam.

4.2 Letak Geografis

Secara geografis PT. Karimun Granit yang berada di daerah Kabupaten Karimun terletak pada 113°30’00’’-114°00’00’’ Bujur Timur dan 0°35’00’’-01°


(18)

10’00’’ Lintang Utara. Suhu udara di daerah ini rata-rata antara 23,1º-33.2ºC dan kelembaban udara rata-rata antara 60%-98%.

4.3 Flora dan Fauna

Vegetasi daerah Kabupaten Karimun sebagian berupa hutan sekunder, sebagian dijadikan perkebunan karet, kelapa, cengkeh dan palawija. Hutan lindung gunung karimun memiliki kekayaan flora yang sangat tinggi yaitu sekitar 137 jenis tumbuhan dengan jenis yang mendominasi adalah Meranti Kelat, Mentangor Batu, Kemap, Keruing, dan Cengal. Sedangkan jenis satwa yang banyak ditemukan di hutan lindung gunung karimun antara lain Pelanduk (Tragulus Javanicus), Murai Batu, Babi Hutan, Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis), Kepodang, dan Kucica (Setiawan 2005).

Gambar 2 Peta kegiatan kuari granit dan lokasi pemercontohan batuan di Pulau Karimun


(19)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Sifat Fisik Tanah

Sifat fisik tanah yang di analisis adalah tekstur tanah, bulk density, porositas, air tersedia, serta permeabilitas. Berikut adalah nilai masing-masing sifat fisik tanah yang dianalisis.

Tabel 5 Nilai sifat fisik tanah Sifat Fisik

Tanah

Hutan Alam Tanah Galian Tanah Tererosi

lokasi 1

lokasi 2

rata-rata lokasi 1

lokasi 2 rata-rata lokasi 1 lokasi 2 rata-rata

Bulk density 0,55 0,87 0,71 1,2 0,4 0,8 1,22 1,21 1,22

Porositas (% volume)

79,21 67,13 73,17 54,54 84,73 69,64 54,13 54,43 54,28

Air Tersedia (% volume)

18,23 7,04 12,64 8,19 13,81 11 3,52 9,46 6,49

Permeabilitas (cm/jam)

21,63 17,21 19,42 6,78 25,84 16,31 4,53 5,72 5,13

5.1.1 Tekstur Tanah

Tekstur tanah merupakan perbandingan kandungan partikel tanah yang terdiri dari pasir, debu, dan liat. Setiap lokasi memiliki jenis tekstur tanah yang berbeda tergantung dari persentase kandungan partikel tanah. Persentase kandungan partikel tanah pada lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.


(20)

(c)

Gambar 3 Tekstur tanah pada (a) Hutan alam (b) Tanah galian (c) Tanah tererosi Berdasarkan persentase kandungan pasir, debu dan liat, tekstur tanah pada hutan alam bertekstur sedang yaitu lempung berdebu. Sedangkan pada tanah galian tanahnya bertekstur kasar yaitu pasir berlempung, serta pada tanah tererosi tanahnya bertekstur agak halus yaitu lempung liat berpasir. Penentuan tekstur didasarkan pada segitiga tekstur yang berisi proporsi persentase partikel tanah (Darusman 1989). Tekstur tanah sangat menentukan tinggi rendahnya sifat fisik tanah yang lainnya, karena setiap partikel tanah mempunyai luas permukaan yang berbeda dan ukuran pori tanah yang berbeda. Sehingga tekstur tanah sangat berpengaruh terhadap kemampuan tanah dalam penyerapan air dan unsur hara.

Kandungan pasir pada tanah galian dan tanah tererosi mengalami kenaikan yang sangat tinggi dari keadaan awal yaitu hutan alam. Kenaikan ini terjadi karena penambangan batu granit yang telah mencapai lapisan tanah paling bawah, semakin ke lapisan bawah maka tanah semakin besar mengandung pasir. Hal ini juga terjadi pada lahan galian tambang pasir pada hutan alam di Pulau Sebaik, Kabupaten Karimun Propinsi Kepulauan Riau (Maryani 2007).

Tanah yang baik adalah tanah yang bertektur sedang seperti pada hutan alam. Tekstur tanah yang kasar atau agak kasar mempunyai pori makro yang lebih banyak sehingga sulit untuk menahan air, sedangkan tekstur tanah halus mempunyai pori mikro yang lebih banyak serta mempunyai luas permukaan yang besar sehingga dapat menyulitkan penyerapan air ke dalam tanah.


(21)

5.1.2 Bulk Density (Bobot Isi)

Bulk density pada lokasi penelitian memiliki nilai yang hampir sama, yaitu 0,71 gram/cc untuk hutan alam, 0,8 gram/cc untuk tanah galian, dan 1,22 gram/cc untuk tanah tererosi. Mengacu pada Foth (1988) bulk density pada umumnya berkisar antara 0,1 sampai 0,6 gram/cc, maka nilai bulk density di semua lokasi penelitian tidak masuk ke dalam kisaran tersebut. Namun bulk density pada hutan alam nilainya lebih kecil bila dibandingkan dengan tanah galian dan tanah tererosi yaitu sebesar 0,71 gr/cc. Sehingga dapat dikatakan bahwa tanah pada hutan alam lebih mudah meneruskan air karena tanahnya tidak terlalu padat daripada tanah pada bekas galian dan tanah tererosi. Sementara itu, bulk density pada tanah tererosi lebih tinggi daripada tanah galian. Hal ini disebabkan karena adanya pemadatan tanah akibat penggunaan alar-alat berat serta kendaraan.

Bulk density pada tanah galian mengalami kenaikan sebesar 0,09 gr/cc dan 0,51 gr/cc pada tanah tererosi. Bila dibandingkan dengan lahan hutan alam yang dikonversi menjadi kebun kelapa sawit dengan kenaikan sebesar 0,03 gr/cc, terlihat bahwa pertambangan granit memberikan kenaikan bulk density yang lebih tinggi (Arianto 2008).

Gambar 4 Perbandingan nilai bulk density

Menurut Hardjowigeno (2003), makin padat suatu tanah atau memiliki bobot isi yang tinggi maka tanah akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan tanaman. Bulk density atau bobot isi merupakan ukuran kepadatan tanah, selain itu juga dapat menunjukkan kepadatan udara dan air serta penerobosan akan


(22)

tumbuhan ke dalam tanah. Tanah-tanah organik terutama tanah yang masih muda pada umumnya mempunyai kerapatan yang sangat rendah dibanding dengan tanah mineral, tetapi nilai tersebut akan meningkat jika bahan organik mengalami pelapukan lebih lanjut (Purwowidodo 2004).

Tabel 6 Hasil analisis ragam bulk density

Source DF SS MS F P

Lokasi 2 0,2902 0,1451 1,17 0,42

Error 3 0,3712 0,1237

Total 5 0,6615

Berdasarkan hasil sidik ragam terhadap kandungan bulk density, diperoleh hasil F-hitung sebesar 1,17 dengan nilai peluang nyata 0,420 dan dapat dikatakan bahwa penambangan granit pada lokasi penelitian tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan nilai bulk density. Akan tetapi jika dilihat dari nilai bulk density pada tanah galian dan tanah tererosi memiliki nilai yang lebih besar, sehingga tetap dapat dikatakan bahwa penambangan batu granit berpengaruh terhadap nilai bulk density.

5.1.3 Porositas

Porositas tanah hutan alam sebesar 73,17 %, porositas tanah galian sebesar 69,64 % dan porositas tanah tererosi 54,28 %. Persentase porositas tanah tersebut menurun dari hutan alam ke tanah galian dan ke tanah tererosi. Porositas tanah galian memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan hutan alam. Hal ini disebabkan kandungan pasir pada tanah galian lebih tinggi sehingga menyebabkan air sulit untuk ditahan oleh tanah. Hutan alam memiliki porositas yang tinggi sehingga dapat dikatakan bahwa tanah pada hutan alam mempunyai cukup ruang untuk ditempati oleh air dan udara (poreus). Dengan ruang yang cukup untuk ditempati oleh air, maka tanah pada hutan alam dapat menahan air yang masuk untuk kemudian dimanfaatkan oleh tanaman.

Penurunan porositas tanah akibat pertambangan batu granit terjadi sebesar 3,53 %. Penurunan porositas tanah juga terjadi pada lahan hutan alam yang dijadikan pertambangan pasir di Pulau Sebaik sebesar 10,52 % (Maryani 2007). Penurunan porositas sebesar 0,89 % terjadi pada lahan hutan alam yang


(23)

dikonversi menjadi kebun kelapa sawit di Bengkalis, Riau (Arianto 2008). Hal ini dapat membuktikan bahwa hutan alam yang dikonversi menjadi perkebunana ataupun menjadi lahan pertambangan, menyebabkan penurunan porositas tanah.

Gambar 5 Perbandingan porositas tanah

Porositas adalah proporsi ruang pori total dalam satuan volume tanah yang dapat ditempati oleh air dan udara (Hanafiah 2005). Tanah yang memiliki porositas rendah, maka tanah tersebut tidak mempunyai ruang yang cukup untuk pergerakan air dan udara atau tanah tidak poreus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanah tererosi memiliki porositas yang lebih rendah daripada lokasi lainnya. Hal ini disebabkan karena kepadatan tanah yang lebih tinggi pada tanah tererosi. Tanah dengan kepadatan tinggi menyebabkan pori tanah menjadi kecil, sehingga ruang pori total menjadi lebih kecil. Selain itu, menurut Hardjowigeno (2003) tekstur tanah juga berpengaruh terhadap porositas. Tanah dengan tekstur kasar atau berpasir seperti pada tanah tererosi dan tanah galian memiliki porositas yang rendah karena memiliki pori-pori makro yang lebih banyak sehingga sulit untuk menahan air.

Tabel 7 Hasil analisis ragam porositas tanah

Source DF SS MS F P

Lokasi 2 403,4 201,7 1,14 0,427

Error 3 528,7 176,2


(24)

Berdasarkan hasil perhitungan secara statistik diperoleh hasil F-hitung sebesar 1,14 dengan nilai peluang nyata 0,427 dan dapat dikatakan bahwa penambangan batu granit tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan nilai porositas tanah. Hal ini dapat juga dilihat pada nilai rataan yang tidak berbeda jauh dari masing-masing lokasi penelitian.

5.1.4 Air Tersedia

Kandungan air tersedia pada hutan alam sebanyak 12,64 %, tanah galian sebanyak 11 % dan tanah tererosi sebanyak 6,49 %. Persentase kandungan air tersedia pada tanah di lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 6. Kandungan air tersedia lebih tinggi pada tanah di hutan alam. Hal ini disebabkan karena tanah pada hutan alam memiliki tekstur yang lebih halus daripada tanah galian dan tanah tererosi.

Tingginya kandungan air tersedia dalam tanah menyebabkan air yang dapat diserap oleh tanaman pun menjadi lebih banyak, sehingga tumbuhan dapat tumbuh dengan baik. Kandungan air tersedia pada tanah galian dan tanah tererosi lebih kecil daripada tanah pada hutan alam yang disebabkan karena tekstur tanah yang lebih kasar atau banyak mengandung pasir. Hardjowigeno (2003) menyebutkan bahwa tanah yang bertekstur kasar memiliki daya menahan air yang lebih kecil daripada tanah bertekstur halus. Selain itu, disebabkan pula oleh porositas tanah yang kecil sehingga sulit untuk menahan air dalam tanah.

Pada lahan hutan alam yang telah dibuka, kandungan air tersedia menurun sebesar 14,48 % (Rahmawati 2007), dan pada lahan hutan alam yang dikonversi menjadi kebun kelapa sawit kandungan air tersedia mengalami penurunan sebesar 3,89 % (Arianto 2008). Sedangkan pada lahan galian pertambangan granit penurunan terjadi sebesar 1,64 %. Bila dibandingkan dengan kedua penelitian yang telah disebutkan, penurunan pada lahan galian pertambangan batu granit terbilang lebih rendah. Akan tetapi, penurunan tersebut tetap saja menyebabkan berkurangnya air tersedia yang dapat diserap oleh tanaman.


(25)

Gambar 6 Perbandingan persentase air tersedia

Air tersedia merupakan air yang dapat disediakan tanah untuk kemudian diserap oleh tanaman. Kapasitas tanah untuk menahan air dihubungkan baik dengan luas permukaan maupun volume ruang pori, sehingga kapasitas tanah untuk menahan air juga berhubungan dengan struktur dan tekstur tanah. Air tersedia dapat ditahan secara maksimum pada tanah dengan tekstur sedang. Secara umum diketahui bahwa tanah berpasir sangat mudah kering dibandingkan tanah liat, karena tanah dengan tekstur lebih halus sangat mudah menahan air tersedia lebih banyak (Foth 1988).

Tabel 8 Hasil analisis ragam air tersedia

Source DF SS MS F P

Lokasi 2 40,52 20,26 0,63 0,59

Error 3 96,04 32,01

Total 5 136,56

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam didapatkan hasil F-hitung sebesar 0,63 dengan nilai peluang nyata 0,590 dan dapat dikatakan bahwa kegiatan penambangan granit tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan air tersedia. Akan tetapi, jika dilihat dari perbandingan persentase di masing-masing lokasi penelitian terlihat adanya perbedaan kandungan air tersedia pada tanah.


(26)

5.1.5 Permeabilitas

Permeabilitas tanah merupakan kecepatan bergeraknya suatu cairan pada suatu media dalam keadaan jenuh. Seperti halnya beberapa sifat fisik tanah yang lain, permeabilitas tanah juga dipengaruhi oleh tekstur tanah serta dipengaruhi oleh porositas tanah dan ukuran pori. Permeabilitas tanah pada hutan alam memiliki nilai yang lebih tinggi daripada lokasi penelitian yang lainnya yaitu sebesar 19,42 cm/jam, sehingga dapat dikatakan bahwa kecepatan bergerak cairan dalam tanah pada hutan alam lebih cepat daripada tanah galian maupun tanah tererosi. Menurut Hardjowigeno (2003), tanah pada hutan alam dan tanah galian memiliki permeabilitas tanah yang cepat (nilai rata-rata permeabilitas 12,5-25,0 cm/jam). Sedangkan tanah tererosi memiliki permeabilitas tanah yang sedang dengan nilai rata-rata berkisar antara 2,0-6,5 cm/jam. Permeabilitas tanah mengalami penurunan paling tinggi pada tanah tererosi, hal ini disebabkan karena tanah pada lokasi tersebut lebih padat daripada lokasi yang lain dengan nilai bulk density yang tinggi sehingga pori-pori tanah mengecil dan menyebabkan air sulit untuk bergerak atau berpindah ke lapisan bawah.

Permeabilitas pada tanah galian mengalami penurunan sebesar 3,11 cm/jam. Hal ini lebih kecil jika dibandingkan dengan penurunan pada hutan alam yang dibuka lahannya di TWA Sibolangit yaitu sebesar 12,75 cm/jam (Rahmawati 2007). Penurunan yang hampir sama juga terjadi pada lahan galian pasir di Pulau Sebaik yaitu sebesar 12,33 cm/jam.


(27)

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam untuk permeabilitas tanah didapatkan hasil F-hitung sebesar 1,77 dengan nilai peluang 0,311 maka dapat dikatakan bahwa kegiatan penambangan granit tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan permeabilitas tanah. Namun, penambangan granit tetap dikatakan berpengaruh terhadap nilai permeabilitas tanah karena menyebabkan terjadinya penurunan nilai permeabilitas tanah pada lokasi tanah galian dan tanah tererosi. Tabel 9 Hasil analisis ragam permeabilitas tanah

Source DF SS MS F P

Lokasi 2 226,08 113,04 1,77 0,311

Error 3 192,12 64,04

Total 5 418,2

5.2 Sifat Kimia Tanah

Sifat kimia tanah yang di analisis adalah pH, C-organik, unsur-unsur makro dan beberapa unsur mikro. Berikut adalah nilai masing-masing sifat kimia tanah yang dianalisis.

Tabel 10 Nilai sifat kimia tanah Sifat Kimia

Tanah

Hutan Alam Tanah Galian Tanah Tererosi lokasi 1 lokasi 2 rata-rata lokasi 1 lokasi 2 rata-rata lokasi 1 lokasi 2 rata-rata

pH 4,52 4,5 4,51 5,05 5,7 5,38 5,25 5 5,13 C-Organik (%) 13,06 9,54 11,3 0,3 0,51 0,41 0,47 0,66 0,57 N Total (%) 0,4 0,38 0,39 0,02 0,04 0,03 0,05 0,07 0,06 P Bray (ppm) 7,6 16,3 11,95 1,7 2,9 2,3 10,7 5,3 8 Ca (me/100g) 2,17 4,25 3,21 0,62 1,16 0,89 0,44 1,55 1 Mg (me/100g) 0,64 0,85 0,75 0,27 0,33 0,3 0,3 0,38 0,34 K (me/100g) 0,04 0,05 0,05 0,03 0,03 0,03 0,02 0,03 0,03 Na (me/100g) 0,09 0,1 0,1 0,03 0,02 0,03 0,04 0,02 0,03 KTK

(me/100g)

21,72 20,09 20,91 4,56 0,98 2,77 4 3,18 3,59 Fe (ppm) 21,05 20,1 20,58 9,95 48,1 29,03 2,35 3 2,68 Zn (ppm) 2,8 1,4 2,1 2,6 2 2,3 1,5 0,6 1,05 Mn (ppm) 17,1 23,05 20,08 0,55 5,2 2,88 0,65 0,75 0,7

5.2.1 Reaksi Tanah

Jenis tanah pada lokasi penelitian adalah tanah tua Ultisol yang bersifat masam. Kemasaman tanah pada ketiga lokasi penelitian memiliki nilai yang berbeda. Nilai pH pada hutan alam menurut Poerwowidodo (1991) termasuk ke


(28)

dalam kelas sangat asam yaitu 4,51. Sedangkan nilai pH pada tanah galian dan tanah tererosi termasuk ke dalam kelas asam dengan masing-masing nilai 5,38 dan 5,13. Nilai pH pada tanah galian dan tanah tererosi memiliki nilai yang lebih tinggi dari pH hutan alam, disebabkan penggunaan air yang memiliki pH netral pada saat pengukuran pH tanah sehingga terjadi penambahan ion OH- yang menyebabkan kenaikan pH. Selain itu, dapat pula disebabkan karena kondisi lahan yang lebih kering daripada lahan hutan alam, karena pada umumnya kandungan ion OH- lebih tinggi daripada ion H+.

Gambar 8 Nilai pH pada lokasi penelitian

Reaksi tanah atau pH (potential of hydrogen) menunjukkan sifat kemasaman tanah. Nilai pH merupakan faktor penting dalam mempengaruhi kelarutan unsur-unsur hara serta mempengaruhi aktifitas jasad-jasad renik pada tanah (Dikti 1991b). Menurut Hardjowigeno (2003), pada umumnya pH tanah berkisar antara 3,0-9,0. Unsur hara lebih mudah diserap akar tanaman pada pH netral, selain itu pada pH netral kandungan unsur hara makro yang dibutuhkan tanaman juga tersedia dalam jumlah yang banyak.

Berdasarkan perhitungan secara statistik diperoleh nilai F-hitung untuk pH tanah sebesar 4,90 dengan nilai peluang nyata 0,113 dan dapat dikatakan bahwa besarnya nilai pH tanah tidak dipengaruhi oleh kegiatan penambangan batu granit.


(29)

Tabel 11 Hasil analisis ragam pH

Source DF SS MS F P

Lokasi 2 0,7926 0,39632 4,9 0,113

Error 3 0,2427 0,0809

Total 5 1,0353

5.2.2 C-Organik

C-Organik merupakan penyusun utama bahan organik yang mempunyai peranan yang sangat penting dalam tanah terutama pengaruhnya terhadap kesuburan tanah. Sehingga, ketersediaan C-Organik harus tetap dipertahankan agar kandungan bahan organik dalam tanah tidak berkurang. Persentase kandungan C-Organik pada hutan alam berdasarkan Tabel 3 termasuk kedalam kriteria sangat tinggi dengan nilai 11,3 %. Sedangkan kandungan C-Organik pada tanah galian dan tanah tererosi termasuk kriteria sangat rendah dengan nilai kurang dari 1,00 %. Dari rata-rata persentase kandungan C-Organik di tiap lokasi penelitian dapat terlihat jelas bahwa penambangan pasir dapat menurunkan kandungan C-Organik yang sangat besar pada tanah. Penurunan yang terjadi hampir mencapai 100 %.

Penurunan kandungan C-Organik pada tanah galian pertambangan granit adalah sebesar 10,89 %. Penurunan tersebut tergolong penurunan yang sangat tinggi, hal yang sama juga terjadi pada lahan hutan alam yang di jadikan area pertambangan pasir di Pulau Sebaik yaitu sebesar 3,47 % (Maryani 2007). Penurunan kandungan C-Organik juga terjadi pada lahan hutan alam yang dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit yaitu sebesar 0,28 % (Arianto 2008), dan pada lahan hutan alam yang dibuka sebesar 6,22 % (Rahmawati 2007).


(30)

Gambar 9 Persentase kandungan C-Organik

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam untuk C-Organik diperoleh hasil F-hitung sebesar 37,52 dengan nilai peluang nyata 0,008. Sehingga dapat disimpulkan dalam taraf nyata 5 % kegiatan penambangan granit berpengaruh terhadap perubahan kandungan C-Organik atau minimal ada satu pasang perlakuan yang berbeda nilainya terhadap C-Organik. Kemudian untuk mengetahui lokasi dengan nilai C-Organik yang berbeda nyata, dilakukan uji lanjut dengan uji Tukey, dan diketahui bahwa nilai C-Organik pada hutan alam berbeda nyata dengan nilai C-Organik pada tanah galian dan tanah tererosi. Sedangkan nilai C-Organik pada tanah galian dan tanah tererosi tidak berbeda nyata.

Tabel 12 Hasil analisis ragam C-Organik

Source DF SS MS F P

Lokasi 2 155,98 77,989 37,52 0,008

Error 3 6,235 2,078

Total 5 162,21

5.2.3 Kapasitas Tukar Kation (KTK)

Kapasitas tukar kation (KTK) didefinisikan sebagai jumlah total kation yang dapat ditukar, yang dinyatakan dalam milliekuivalen per 100 gram tanah kering oven (me/100g). Pada sebagian besar tanah bahan organik merupakan komponen dengan kapasitas tukar kation paling besar, sehingga dapat dikatakan


(31)

bahwa kapasitas tukar kation dipengaruhi oleh jumlah dan bahan organik serta liat (Foth 1988). Hal tersebut dapat dibuktikan dengan nilai KTK yang tinggi pada hutan alam yaitu 20,91 me/100g.

Nilai KTK yang tinggi pada hutan alam disebabkan karena pada hutan alam masih banyak terdapat bahan organik seperti yang terlihat pada pembahasan sebelumnya. Sebaliknya pada tanah galian dan tanah tererosi kandungan bahan organiknya rendah sehingga nilai KTK pada lokasi tersebut pun rendah. Berdasarkan pada Tabel 3 nilai KTK pada hutan alam termasuk ke dalam kategori sedang yaitu berkisar 17-25 me/100g, sedangkan tanah galian dan tanah tererosi termasuk ke dalam kriteria sangat rendah dengan nilai KTK kurang dari 5 me/100g. Perbandingan nilai KTK pada ketiga lokasi dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10 Perbandingan nilai KTK tanah

Nilai KTK tanah pada tanah galian mengalami penurunan sebesar 18,14 me/100g dan sebesar 17,32 me/100g pada tanah tererosi. Penurunan KTK juga terjadi pada pembukaan lahan hutan di TWA Sibolangit yaitu sebesar 15,92 me/100g (Rahmawati 2007). Selain itu, penurunan sebesar 9,83 me/100g terjadi paha lahan hutan alam yang dijadikan pertambangan pasir (Maryani 2007).

Berdasarkan hasil analisis ragam diperoleh nilai F-hitung sebesar 77,96 dengan nilai peluang nyata 0,003 maka dapat dikatakan bahwa penambangan granit berpengaruh terhadap perubahan nilai KTK tanah minimal ada satu pasang


(32)

perlakuan yang berbeda nilainya terhadap KTK. Kemudian berdasarkan uji lanjut Tukey dengan taraf nyata 5 % dapat diketahui bahwa nilai KTK pada hutan alam berbeda nyata dengan nilai KTK pada tanah galian dan tanah tererosi. Sedangkan tanah galian dan tanah tererosi memiliki nilai KTK yang tidak berbeda nyata. Tabel 13 Hasil analisis ragam KTK

Source DF SS MS F P

Lokasi 2 419,57 209,79 77,96 0,003

Error 3 8,07 2,69

Total 5 427,65

5.2.4 N-Total

Jumlah N-Total terbesar adalah pada hutan alam dengan persentase sebesar 0,39 persen. Hal ini disebabkan karena kandungan bahan organik pada hutan alam lebih tinggi daripada tanah galian dan tanah tererosi seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Nilai N-Total pada hutan alam termasuk ke dalam kategori sedang, sedangkan pada tanah galian dan tanah tererosi termasuk ke dalam kategori sangat rendah. Perbandingan persentase nilai N-Total dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11 Perbandingan persentase nilai N-Total

Kandungan nitrogen pada tanah galian turun sebesar 0,36 % dan 0,33 % pada tanah tererosi. Penurunan nilai nitrogen tersebut termasuk tinggi bila dibandingkan dengan pada lahan hutan alam yang dijadikan penambangan pasir yaitu sebesar 0,18 % (Maryani 2007).


(33)

Nitrogen merupakan salah satu unsur hara yang sangat penting karena dapat mempengaruhi pembentukan protein dan merupakan bagian yang integral dari klorofil (Dikti 1991b). Nitrogen yang tersedia di dalam tanah yang dapat diserap oleh tanaman adalah dalam bentuk ion nitrat (NO3-) dan amonium (NH4+). Kedua bentuk N ini diperoleh sebagai hasil dekomposisi bahan organik yang berasal dari tumbuhan dan binatang.

Tabel 14 Hasil analisis ragam N-total

Source DF SS MS F P

Lokasi 2 0,1596 0,0798 399 0,000

Error 3 0,0006 0,0002

Total 5 0,1602

Berdasarkan hasil perhitungan analisis sidik ragam diperoleh hasil F-hitung sebesar 399,00 dengan nilai peluang nyata 0,000 maka dapat disimpulkan bahwa penambangan granit berpengaruh terhadap perubahan nilai N-Total pada lokasi penelitian atau minimal ada satu pasang perlakuan yang berbeda nilainya terhadap N-Total. Hasil uji lanjut Tukey dengan taraf nyata 5 % dapat diketahui bahwa nilai N-Total pada hutan alam berbeda nyata dengan nilai N-Total pada tanah galian dan tanah tererosi. Sedangkan nilai N-Total pada tanah galian dan tanah tererosi tidak berbeda nyata.

5.2.5 P-Bray

Pada penelitian diperoleh nilai P terbesar pada tanah di hutan alam yaitu sebesar 11,95 ppm, dan terendah pada tanah galian yaitu sebesar 8,00 ppm, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 12. Nilai P mengalami penurunan pada tanah galian disebabkan karena pada tanah galian sedikit mengandung bahan organik akibat proses penambangan granit. Nilai P-Bray pada hutan alam termasuk ke dalam kategori rendah, sedangkan pada tanah galian dan tanah tererosi termasuk ke dalam kategori sangat rendah. Rendahnya nilai P-Bray karena rendahnya nilai pH pada semua lokasi, sebab P tersedia dalam jumlah yang optimal pada pH diatas 6,0 (Foth 1988).


(34)

Gambar 12 Perbandingan nilai P-Bray

Kandungan fosfor dalam tanah galian penambangan batu granit menurun sebesar 9,65 %. Penurunan ini lebih besar bila dibandingkan dengan tanah galian pertambangan pasir yaitu sebesar 0,9 % (Maryani 2007), dan hutan alam yang terbuka sebesar 4,11 % (Rahmawati 2007).

Fosfor merupakan unsur hara utama yang apabila tersedia dalam jumlah yang cukup dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman (Dikti 1991b). Pertumbuhan tanaman akan terhambat jika P tersedia dalam jumlah yang kecil, sehingga diperlukan kandungan P yang cukup dalam tanah agar tanaman yang tumbuh dapat berkembang dengan baik.

Tabel 15 Hasil analisis ragam P-Bray

Source DF SS MS F P

Lokasi 2 94,14 47,07 2,66 0,217

Error 3 53,15 17,72

Total 5 147,29

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam dapat disimpulkan bahwa penambangan granit tidak berpengaruh terhadap besarnya nilai P-Bray dengan nilai F-hitung sebesar 2,66 dan nilai peluang nyata 0,217.


(35)

5.2.6 Kalium (K)

Kalium merupakan salah satu unsur yang cukup tinggi dibutuhkan oleh tanaman. Salah satu hal yang dapat mempengaruhi ketersediaan kalium pada tanah adalah pH tanah. Berdasarkan Foth (1988) kalium tersedia dengan jumlah yang cukup pada pH di atas 6,0. Jumlah ketersediaan kalium dalam tanah pada lokasi penelitian termasuk ke dalam kategori sangat rendah yaitu kurang dari 0,1 me/100g, hal ini disebabkan karena pH yang rendah pada setiap lokasi penelitian yaitu berkisar antara 4,5 sampai dengan 5,7. Namun apabila dibandingkan diantara ketiganya ketersediaan kalium lebih banyak pada tanah hutan alam yang masih memiliki banyak pelapukan mineral tanah, sebab menurut Hardjowigeno (2003) kalium yang diperoleh dari tanah merupakan hasil pelapukan mineral-mineral primer tanah.

Gambar 13 Perbandingan kandungan Kalium

Penurunan nilai kandungan kalium pada tanah galian dan tanah tererosi sebesar 0,02 me/100g. Nilai tersebut masih tersebut hampir sama dengan penurunan pada tanah galian pasir yaitu sebesar 0,03 me/100g (Maryani 2007).

Berdasarkan hasil perhitungan statistik diperoleh nilai F-hitung sebesar 6,50 dengan nilai peluang nyata 0,81. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penambangan granit tidak berpengaruh secara nyata terhadap kandungan kalium dalam tanah. Hal ini dapat juga terlihat dari nilai rataan kalium pada setiap lokasi pada Gambar 13.


(36)

Tabel 16 Hasil analisis ragam kalium

Source DF SS MS F P

Lokasi 2 0,0004 0,00021667 6,5 0,081

Error 3 0,0001 0,00003333

Total 5 0,0005

5.2.7 Kalsium (Ca)

Ketersediaan kalsium pada lokasi penelitian sangat rendah. Hal ini disebabkan oleh kondisi tanah yang masam dengan pH yang rendah (Foth 1988). Kalsium tersedia dalam jumlah yang cukup pada kisaran 7,0-8,5, dan kandungan kalsium berkurang pH kurang dari 7,0 serta lebih tinggi dari 8,5. Dibandingkan dengan lokasi penelitian yang lainnya hutan alam memiliki kandungan kalsium yang lebih tinggi sebab pada hutan alam masih terdapat mineral-mineral primer yang dapat menghasilkan kalsium dalam bentuk Ca2+. Kandungan kalsium pada hutan alam termasuk kriteria rendah (2-5 me/100g), sedangkan pada tanah galian dan tanah tererosi kandungan kalsium termasuk ke dalam kategori sangat rendah dengan nilai kurang dari 2 me/100g. Perbandingan kandungan kalsium pada lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14 Perbandingan kandungan kalsium

Penurunan kandungan kalsium sebesar 2,32 me/100g terjadi pada tanah galian penambangan batu granit. Bila dibandingkan dengan tanah galian penambangan pasir, niali tersebut masih tergolong rendah. Penurunan kandungan


(37)

kalsium pada tanah galian penambangan pasir yaitu sebesar 5,16 me/100g (Maryani 2007). Hal sebaliknya terjadi pada lahan hutan yang dijadikan perkebunan kelapa sawit, yaitu mengalami kenaikan sebesar 1,715 me/100g. Kenaikan tersebut disebabkan adanya suplai dari abu sisa pembakaran pada proses konversi lahan (Arianto 2008).

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam diketahui bahwa nilai F-hitung untuk kandungan kalsium sebesar 3,52 dengan nilai peluang nyata 0,163. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa kegiatan penambangan granit tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan kalsium dalam tanah.

Tabel 17 Hasil analisis ragam kalsium

Source DF SS MS F P

Lokasi 2 6,8664 3,4332 3,52 0,163

Error 3 2,925 0,975

Total 5 0,2695

5.2.8 Magnesium (Mg)

Seperti halnya kalsium, magnesium berasal dari mineral-mineral tanah yang dikeluarkan dalam bentuk Mg2+. Kandungan magnesium hutan alam lebih tinggi daripada tanah galian dan tanah tererosi. Hal ini disebabkan tanah pada hutan alam masih banyak mengandung mineral-mineral tanah. Kandungan Mg pada hutan alam termasuk ke dalam kriteria rendah yaitu berkisar antara 0,4-1,0 me/100g, sedangkan Mg pada tanah galian dan tanah tererosi termasuk ke dalam kriteria sangat rendah dengan nilai kurang dari 0,4 me/100g. Secara keseluruhan kandungan magnesium termasuk kurang, karena magnesium tersedia cukup pada pH 6,5-9,0 (Foth 1988). Perbandingan kandungan magnesium pada setiap lokasi dapat dilihat pada Gambar 15.

Kandungan magnesium pada tanah galian penambangan batu granit terjadi sebesar 0,45 me/100g. Sedangkan pada tanah galian penambangan pasir penurunan kandungan magnesium terjadi sebesar 1,02 me/100g (Maryani 2007). Sebaliknya pada lahan hutan yang dikonversi menjadi perkebunan sawit terjadi kenaikan kandungan magnesium yaitu sebesar 0,77 me/100g (Arianto 2008).


(38)

Gambar 15 Perbandingan kandungan magnesium

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam diperoleh nilai F-hitung untuk Mg sebesar 13,44 dengan nilai peluang nyata 0,032. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa kegiatan penambangan granit berpengaruh nyata terhadap kandungan magnesium dalam tanah minimal ada satu pasang perlakuan yang berbeda nilainya terhadap Mg. Kemudian berdasarkan uji Tukey dapat diketahui bahwa kandungan Mg pada hutan alam berbeda nyata dengan kandungan Mg pada tanah galian dan tanah tererosi. Sedangkan kandungan Mg pada tanah galian dan tanah tererosi tidak berbeda nyata.

Tabel 18 Hasil analisis ragam magnesium

Source DF SS MS F P

Lokasi 2 0,2424 0,12122 13,44 0,032

Error 3 0,0271 0,00902

Total 5 0,2695

5.2.9 Natrium (Na)

Natrium (Na) merupakan salah satu unsur hara mikro penunjang untuk pertumbuhan tanaman. Selain sebagai unsur mikro, Na juga bersifat toksik bagi tanaman jika terdapat dalam tanah dalam jumlah yang sedikit berlebihan (Hanafiah 2005). Pada lokasi penelitian kandungan Na pada tanah galian dan tanah tererosi termasuk sangat rendah dengan nilai kurang dari 0,1 me/100g, sedangkan pada hutan alam kandungan Na termasuk rendah. Perbandingan kandungan natrium pada setiap lokasi dapat dilihat pada Gambar 16.


(39)

Kandungan natrium pada tanah galian penambangan batu granit mengalami penurunan sebesar 0,07 me/100g. Penurunan tersebut lebih besar jika dibandingkan dengan kandungan natrium pada tanah galian penambangan pasir yaitu sebesar 0,02 me/100g (Maryani 2007).

Gambar 16 Perbandingan kandungan natrium

Berdasarkan perhitungan secara statistik dengan sidik ragam diperoleh hasil F-hitung sebesar 30,50 dengan nilai peluang nyata 0,010. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kegiatan penambangan granit berpengaruh sangat nyata terhadap kandungan Na dalam tanah minimal ada satu pasang perlakuan yang berbeda nilainya terhadap Na. Sedangkan berdasarkan uji lanjut dapat diketahui bahwa kandungan Na pada hutan alam berbeda nyata dengan kandungan Na pada tanah galian dan tanah tererosi, serta kandungan Na pada tanah galian dan tanah tererosi tidak berbeda nyata.

Tabel 19 Hasil analisis ragam natrium

Source DF SS MS F P

Lokasi 2 0,0061 0,00305 30,5 0,01

Error 3 0,0003 0,0001

Total 5 0,0064

5.2.10 Besi (Fe)

Kandungan besi dalam tanah berkisar antara 5 % dan bervariasi pada berbagai tanah (Dikti 1991b). Fe dapat bersifat racun pada pH dibawah 6,0 serta dapat menjadi pengendap ion fosfat. Kandungan Fe pada lokasi penelitian paling


(40)

tinggi adalah pada tanah galian, yang menyebabkan kurangnya kandungan P-Bray pada tanah galian akibat terendapkan. Pada umumnya unsur hara mikro seperti Fe diperlukan tanaman dalam jumlah yang sedikit atau cukup untuk tanaman tersebut, akan tetapi jika kandungan Fe sangat rendah seperti pada tanah tererosi juga akan menyebabkan kekurangan Fe. Kekurangan Fe tersebut dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat karena Fe merupakan katalisator atau bagian sistem enzimatik dalam pembentukan klorofil juga sebagai penyusun enzim dan protein (Hardjowigeno 2003). Perbandingan nilai kandungan Fe pada lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 17.

Gambar 17 Perbandingan kandungan Fe dalam tanah

Berdasarkan perhitungan secara statistika dapat diperoleh nilai F-hitung sebesar 1,49 dengan nilai peluang nyata 0,355, maka dapat disimpulkan bahwa penambangan granit tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan Fe dalam tanah. Tabel 20 Hasil analisis ragam Fe

Source DF SS MS F P

Lokasi 2 724,1 362 1,49 0,355

Error 3 728,4 242,8

Total 5 1452,5

5.10.11 Seng (Zn)

Kandungan seng dalam tanah bervariasi antara 10-300 ppm. Defisiensi seng biasanya pada tanah berkapur dimana pH yang tinggi menyebabkan kurangnya ketersediaan seng, dan pada tanah berpasir yang asam dimana seng


(41)

telah tercuci dari tanah (Foth 1988). Dalam Dikti (1991b) disebutkan bahwa salah satu sumber kadar seng dalam tanah berasal dari batuan beku seperti granit dan basalt. Hal ini terbukti dari kandungan seng (Zn) yang paling tinggi pada tanah galian. Selain itu seng juga bersumber dari bahan organik dengan kadar yang bervariasi. Kandungan Zn pada hutan alam hampir sama dengan tanah galian, hal ini disebabkan karena pada hutan alam masih banyak terdapat bahan organik.

Gambar 18 Perbandingan kandungan seng (Zn) dalam tanah

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam diperoleh nilai F-hitung sebesar 1,73 dengan nilai peluang nyata 0,317, maka dapat disimpulkan bahwa kegiatan penambangan tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan seng.

Tabel 21 Hasil analisis ragam seng

Source DF SS MS F P

Lokasi 2 1,8033 0,9017 1,73 0,317

Error 3 1,565 0,5217

Total 5 3,3683

5.10.12 Mangan (Mn)

Mangan pada tanah dijumpai pada mineral dan batuan induk. Seperti halnya besi, pada beberapa tanah asam mangan terdapat dalam konsentrasi yang dapat menimbulkan keracunan. Kemudian kekurangan mangan terjadi pada tanah dengan alkalinitas yang tinggi, karena mangan banyak tersedia pada tanah dengan


(42)

pH rendah atau tanah asam. Pada hasil penelitian, kandungan mangan yang paling tinggi yaitu pada tanah hutan. Hal ini disebabkan pada hutan alam masih banyak mengandung mineral dan batuan induk yang merupakan sumber mangan dalam tanah.

Kandungan Mn pada tanah galian penambangan batu granit sebesar 17,2 ppm dan 19,38 ppm pada tanah tererosi. Penurunan tersebut sangat tinggi nilainya jika dibandingkan dengan tanah galian penambangan pasir yang hanya sebesar 2,3 ppm (Maryani 2007).

Gambar 19 Perbandingan kandungan mangan (Mn) dalam tanah

Berdasarkan perhitungan analisis sidik ragam diperoleh nilai F-hitung untuk mangan sebesar 23,70 dengan nilai peluang nyata 0,015, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kegiatan penambangan granit berpengaruh nyata terhadap perubahan kandungan mangan (Mn) minimal ada satu pasang perlakuan yang berbeda nilainya terhadap Mn. Kemudian berdasarkan uji Tukey dapat diketahui bahwa kandungan Mn pada hutan alam berbeda nyata dengan hutan galian dan hutan tererosi, sedangkan kandungan Mn pada tanah galian dan tanah tererosi tidak berbeda nyata.

Tabel 22 Hasil analisis ragam mangan

Source DF SS MS F P

Lokasi 2 450,64 225,32 23,7 0,015

Error 3 28,52 9,51


(43)

5.3 Sifat Biologi Tanah

Sifat biologi tanah yang di analisis adalah total mikroorganisme tanah, jumlah fungi tanah, jumlah bakteri pelarut P, serta total respirasi tanah. Berikut adalah nilai masing-masing sifat biologi tanah yang dianalisis.

Tabel 23 Nilai sifat biologi tanah Sifat Biologi

Tanah

Hutan Alam Tanah Galian Tanah Tererosi

lokasi 1 lokasi 2 rata-rata lokasi 1 lokasi 2 rata-rata lokasi 1 lokasi 2 rata-rata Mikroorganisme

Tanah( x 106 spk/g)

70,5 64 67,25 32 40 36 2,5 9 5,75

Fungi Tanah (x 104 spk/g)

6,5 6,5 6,5 1,5 38,5 20 0 1,5 0,75

Bakteri Pelarut P (x 103 spk/g)

0 2 1 0 5,5 2,75 3 2,5 2,75

Respirasi Tanah (mgC-CO2/kg

tanah/hari)

12,6 15,6 14,1 14,1 17,1 15,6 20,4 10,2 15,3

5.3.1 Total Mikroorganisme Tanah

Total mikroorganisme dalam tanah digunakan sebagai indeks kesuburan tanah, karena pada tanah subur jumlah mikroorganismenya tinggi. Pada umumnya mikroorganisme yang ada dalam tanah adalah Azotobacter, Pseudomonas, Bacillus, Rhizobium, Nitrobacter, Nitrosomonas, dan lain sebagainya. Total mikroorganisme pada lokasi penelitian paling tinggi pada hutan alam yaitu sebanyak 67,25 x 106 spk/g, dan nilai terendah pada tanah tererosi yaitu sebanyak 5,75 x 106 spk/g. Dari jumlah total mikroorganisme tersebut dapat terlihat jelas bahwa hutan alam memiliki kesuburan tanah yang sangat tinggi. Dengan banyaknya jumlah mikroorganisme yang hidup pada hutan alam mengindikasikan bahwa pada tanah di hutan alam tersedia udara, air, hara serta kebutuhan lainnya yang cukup banyak, sehingga tanaman pun akan tumbuh dengan baik.

Pada tanah galian dan tanah tererosi kesuburan tanahnya kurang akibat adanya pemadatan tanah yang mengakibatkan tanah tidak dapat menyerap air dan unsur hara dengan baik.

Tabel 24 Hasil analisis ragam total mikroorganisme tanah

Source DF SS MS F P

Lokasi 2 3782,6 1891,3 76,42 0,003

Error 3 74,3 24,8


(44)

Total mikroorganisme tanah pada tanah galian penambangan batu granit mengalami penurunan sebesar 31,25 x 106 spk/g. Sedangkan pada tanah galian penambangan pasir penurunan terjadi sebesar 16,00 x 106 spk/g (Maryani 2007), dan pada pembukaan lahan hutan sebesar 5,03 x 106 spk/g (Rahmawati 2007). Sehingga dapat terlihat jelas bahwa penambangan batu granit menyebabkan penurunan kandungan total mikroorganisme tanah paling tinggi.

Berdasarkan analisis sidik ragam diperoleh nilai F-hitung sebesar 76,42 dengan nilai peluang nyata 0,003. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa penambangan granit berpengaruh nyata terhadap jumlah total mikroorganisme yang hidup dalam tanah minimal ada satu pasang perlakuan yang berbeda nilainya terhadap total mikroorganisme tanah. Hasil uji lanjut Tukey menunjukkan bahwa jumlah mikroorganisme tanah pada hutan alam, tanah galian, dan tanah tererosi berbeda nyata.

Gambar 20 Perbandingan total mikroorganisme tanah

5.3.2 Jumlah Fungi Tanah

Fungi aktif dalam tanah pada tahap awal proses dekomposisi bahan organik (Anas 1989). Hal ini dibuktikan dengan jumlah fungi pada tanah galian yang paling tinggi yaitu 20 x 104 spk/g, karena pada tanah galian akan dimulai kembali proses dekomposisi bahan organik. Pada hutan alam jumlah fungi tidak terlalu banyak yaitu 6,5 x 104 spk/g, hal ini disebabkan proses dekomposisi bahan


(45)

organik telah masuk ke tahap yang lebih lanjut. Sedangkan pada tanah tererosi jumlah fungi sangat rendah dibandingkan dengan yang lain karena belum adanya proses dekomposisi bahan organik. Jumlah fungi tanah pada lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 21.

Gambar 21 Perbandingan jumlah fungi tanah

Kandungan fungi tanah pada tanah galian penambangan granit meningkat sebesar 13,5 x 104 spk/g. Peningkatan juga terjadi pada tanah galian penambangan pasir yaitu sebesar 1,25 x 104 spk/g (Maryani 2007). Sebaliknya pada lahan hutan yang dibuka, kandungan fungi tanah menurun sebesar 18, 42 x 104 spk/g (Rahmawati 2007), dan pada lahan konversi perkebunan sawit sebesar 10,00 x 104 spk/g (Arianto 2008).

Berdasarkan perhitungan secara statistik diperoleh hasil F-hitung 0,85 dan nilai peluang nyata 0,508, maka dapat disimpulkan bahwa kegiatan penambangan granit tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah fungi tanah.

Tabel 25 Hasil analisis ragam jumlah fungi tanah

Source DF SS MS F P

Lokasi 2 390,6 195,3 0,85 0,508

Error 3 685,6 228,5

Total 5 1076,2

5.3.3 Jumlah Bakteri Pelarut P

Bakteri pelarut P adalah bakteri yang dapat menghasilkan enzim Phosphatase maupun asam-asam organik yang dapat melarutkan fosfat tanah


(46)

(Santosa et al 1999 dalam Mardiana 2007). Mikrobia yang terlibat umumnya bakteri spesies Pseudomonas dan Bacillus (Hanafiah 2005). Pada lokasi penelitian, jumlah bakteri pelarut fosfat sangat rendah. Walaupun pada tanah galian dan tanah tererosi memiliki jumlah yang lebih besar dari hutan alam yaitu sebesar 2,75 x 103 spk/g, namun nilainya tidak jauh berbeda dengan hutan alam dan masing tergolong rendah.

Jumlah bakteri pelarut P pada tanah galian penambangan granit mengalami kenaikan sebesar 1,75 x 103 spk/g. Keadaan sebaliknya terjadi pada penambangan pasir yaitu mengalami penurunan sebesar 13,5 x 103 spk/g (Maryani 200). Penurunan juga terjadi pada pembukaan lahan hutan alam yaitu sebesar 22,27 x 103 spk/g (Rahhmawati 2007).

Tabel 26 Hasil analisis ragam jumlah bakteri pelarut P

Source DF SS MS F P

Lokasi 2 4,083 2,042 0,36 0,727

Error 3 17,25 5,75

Total 5 21,333

Berdasarkan hasil perhitungan statistik diperoleh nilai F-hitung sebesar 0,36 dengan nilai peluang nyata 0,727. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penambangan granit tidak berpengaruh secara nyata terhadap jumlah bakteri pelarut P yang terdapat dalam tanah. Hal ini dapat juga terlihat dari nilai rataan kalium pada setiap lokasi pada Gambar 22.


(1)

Source DF SS MS F P Lokasi 2 4.083 2.042 0.36 0.727 Error 3 17.250 5.750

Total 5 21.333

S = 2.39792 R-Sq = 19.14% R-Sq(adj) = 0.00%

ANOVA: Total Respirasi versus Lokasi

Factor Type Levels Values

Lokasi fixed 3 H Alam, T Galian, T Tererosi

Analysis of Variance for Total Respirasi Source DF SS MS F P Lokasi 2 2.52 1.26 0.06 0.941 Error 3 61.02 20.34

Total 5 63.54


(2)

Lampiran 8 Hasil uji Tukey dengan Minitab 15.1

One-way ANOVA: C-Organik versus Lokasi

Source DF SS MS F P Lokasi 2 155.98 77.99 37.52 0.008 Error 3 6.24 2.08

Total 5 162.21

S = 1.442 R-Sq = 96.16% R-Sq(adj) = 93.59%

Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev

Level N Mean StDev ---+---+---+---+--- H Alam 2 11.300 2.489 (---*---) T Galian 2 0.405 0.148 (---*---)

T Tererosi 2 0.565 0.134 (---*---)

---+---+---+---+--- 0.0 5.0 10.0 15.0 Pooled StDev = 1.442

Tukey 95% Simultaneous Confidence Intervals All Pairwise Comparisons among Levels of Lokasi Individual confidence level = 97.50%

Lokasi = H Alam subtracted from:

Lokasi Lower Center Upper ---+---+---+---+- T Galian -16.920 -10.895 -4.870 (---*---)

T Tererosi -16.760 -10.735 -4.710 (---*---)

---+---+---+---+- -12.0 -6.0 0.0 6.0

Lokasi = T Galian subtracted from:

Lokasi Lower Center Upper ---+---+---+---+- T Tererosi -5.865 0.160 6.185 (---*---) ---+---+---+---+- -12.0 -6.0 0.0 6.0

One-way ANOVA: N-Total versus Lokasi

Source DF SS MS F P Lokasi 2 0.159600 0.079800 399.00 0.000 Error 3 0.000600 0.000200

Total 5 0.160200

S = 0.01414 R-Sq = 99.63% R-Sq(adj) = 99.38%

Level N Mean StDev H Alam 2 0.39000 0.01414 T Galian 2 0.03000 0.01414 T Tererosi 2 0.06000 0.01414

Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev Level +---+---+---+---

H Alam (--*-) T Galian (-*--)

T Tererosi (--*--)

+---+---+---+--- 0.00 0.12 0.24 0.36


(3)

Pooled StDev = 0.01414

Tukey 95% Simultaneous Confidence Intervals All Pairwise Comparisons among Levels of Lokasi Individual confidence level = 97.50%

Lokasi = H Alam subtracted from:

Lokasi Lower Center Upper T Galian -0.41910 -0.36000 -0.30090 T Tererosi -0.38910 -0.33000 -0.27090

Lokasi ---+---+---+---+- T Galian (---*---)

T Tererosi (---*---)

---+---+---+---+- -0.30 -0.15 0.00 0.15

Lokasi = T Galian subtracted from: Lokasi Lower Center Upper T Tererosi -0.02910 0.03000 0.08910

Lokasi ---+---+---+---+- T Tererosi (---*---) ---+---+---+---+- -0.30 -0.15 0.00 0.15

One-way ANOVA: Mg versus Lokasi

Source DF SS MS F P Lokasi 2 0.24243 0.12122 13.44 0.032 Error 3 0.02705 0.00902

Total 5 0.26948

S = 0.09496 R-Sq = 89.96% R-Sq(adj) = 83.27%

Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev

Level N Mean StDev ---+---+---+---+-- H Alam 2 0.74500 0.14849 (---*---) T Galian 2 0.30000 0.04243 (---*---)

T Tererosi 2 0.34000 0.05657 (---*---)

---+---+---+---+-- 0.25 0.50 0.75 1.00 Pooled StDev = 0.09496

Tukey 95% Simultaneous Confidence Intervals All Pairwise Comparisons among Levels of Lokasi Individual confidence level = 97.50%

Lokasi = H Alam subtracted from:

Lokasi Lower Center Upper ----+---+---+---+--- T Galian -0.8418 -0.4450 -0.0482 (---*---)

T Tererosi -0.8018 -0.4050 -0.0082 (---*---)

----+---+---+---+--- -0.70 -0.35 0.00 0.35


(4)

Lokasi Lower Center Upper ----+---+---+---+--- T Tererosi -0.3568 0.0400 0.4368 (---*---) ----+---+---+---+--- -0.70 -0.35 0.00 0.35

One-way ANOVA: Na versus Lokasi

Source DF SS MS F P Lokasi 2 0.006100 0.003050 30.50 0.010 Error 3 0.000300 0.000100

Total 5 0.006400

S = 0.01 R-Sq = 95.31% R-Sq(adj) = 92.19%

Level N Mean StDev H Alam 2 0.09500 0.00707 T Galian 2 0.02500 0.00707 T Tererosi 2 0.03000 0.01414

Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev Level ---+---+---+---+

H Alam (---*---) T Galian (---*---)

T Tererosi (---*---)

---+---+---+---+ 0.030 0.060 0.090 0.120 Pooled StDev = 0.01000

Tukey 95% Simultaneous Confidence Intervals All Pairwise Comparisons among Levels of Lokasi Individual confidence level = 97.50%

Lokasi = H Alam subtracted from:

Lokasi Lower Center Upper T Galian -0.11179 -0.07000 -0.02821 T Tererosi -0.10679 -0.06500 -0.02321

Lokasi ---+---+---+---+- T Galian (---*---)

T Tererosi (---*---)

---+---+---+---+- -0.080 -0.040 0.000 0.040

Lokasi = T Galian subtracted from: Lokasi Lower Center Upper T Tererosi -0.03679 0.00500 0.04679

Lokasi ---+---+---+---+- T Tererosi (---*---) ---+---+---+---+- -0.080 -0.040 0.000 0.040

One-way ANOVA: KTK versus Lokasi

Source DF SS MS F P Lokasi 2 419.57 209.79 77.96 0.003 Error 3 8.07 2.69

Total 5 427.65


(5)

Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev

Level N Mean StDev -+---+---+---+--- H Alam 2 20.905 1.153 (----*----) T Galian 2 2.770 2.531 (----*----)

T Tererosi 2 3.590 0.580 (----*----)

-+---+---+---+--- 0.0 7.0 14.0 21.0

Pooled StDev = 1.640

Tukey 95% Simultaneous Confidence Intervals All Pairwise Comparisons among Levels of Lokasi Individual confidence level = 97.50%

Lokasi = H Alam subtracted from:

Lokasi Lower Center Upper ---+---+---+---+---- T Galian -24.990 -18.135 -11.280 (---*---)

T Tererosi -24.170 -17.315 -10.460 (---*---)

---+---+---+---+---- -20 -10 0 10

Lokasi = T Galian subtracted from:

Lokasi Lower Center Upper ---+---+---+---+---- T Tererosi -6.035 0.820 7.675 (---*---) ---+---+---+---+---- -20 -10 0 10

One-way ANOVA: Mn versus Lokasi

Source DF SS MS F P Lokasi 2 450.64 225.32 23.70 0.015 Error 3 28.52 9.51

Total 5 479.16

S = 3.083 R-Sq = 94.05% R-Sq(adj) = 90.08%

Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev

Level N Mean StDev ---+---+---+---+--- H Alam 2 20.075 4.207 (---*---) T Galian 2 2.875 3.288 (---*---)

T Tererosi 2 0.700 0.071 (---*---)

---+---+---+---+--- 0 10 20 30 Pooled StDev = 3.083

Tukey 95% Simultaneous Confidence Intervals All Pairwise Comparisons among Levels of Lokasi Individual confidence level = 97.50%

Lokasi = H Alam subtracted from:

Lokasi Lower Center Upper ---+---+---+---+-- T Galian -30.085 -17.200 -4.315 (---*---)

T Tererosi -32.260 -19.375 -6.490 (---*---)

---+---+---+---+-- -24 -12 0 12


(6)

Lokasi Lower Center Upper ---+---+---+---+-- T Tererosi -15.060 -2.175 10.710 (---*---) ---+---+---+---+-- -24 -12 0 12

One-way ANOVA: Total Mikroorganisme versus Lokasi

Source DF SS MS F P Lokasi 2 3782.6 1891.3 76.42 0.003 Error 3 74.3 24.8

Total 5 3856.8

S = 4.975 R-Sq = 98.07% R-Sq(adj) = 96.79%

Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev

Level N Mean StDev --+---+---+---+--- H Alam 2 67.250 4.596 (----*---) T Galian 2 36.000 5.657 (---*----)

T Tererosi 2 5.750 4.596 (---*----)

--+---+---+---+--- 0 25 50 75 Pooled StDev = 4.975

Tukey 95% Simultaneous Confidence Intervals All Pairwise Comparisons among Levels of Lokasi Individual confidence level = 97.50%

Lokasi = H Alam subtracted from:

Lokasi Lower Center Upper ----+---+---+---+--- T Galian -52.040 -31.250 -10.460 (---*---)

T Tererosi -82.290 -61.500 -40.710 (---*---)

----+---+---+---+--- -70 -35 0 35

Lokasi = T Galian subtracted from:

Lokasi Lower Center Upper ----+---+---+---+--- T Tererosi -51.040 -30.250 -9.460 (---*---)

----+---+---+---+--- -70 -35 0 35