Perbedaan pengaruh musik baroque dan jazz pada prestasi belajar mahasiswa dengan gaya belajar auditori.

(1)

Akwila Roma Br. Sitinjak

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah musik mempengaruhi prestasi belajar dan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan pengaruh musik baroque dan jazz pada prestrasi belajar mahasiswadengan gaya belajar auditori. Penelitian menggunakan metode eksperimen multiple groups design (postest only). Dua hipotesis penelitian adalah: (1) ada perbedaan prestasi belajar mahasiswa dengan gaya belajar auditori menggunakan musik dan tanpa musik; dan (2) ada perbedaan pengaruh musik baroque dan jazz pada prestasi belajar mahasiswa dengan gaya belajar auditori. Subjek penelitian adalah 33 mahasiswa dengan gaya belajar auditori. Subjek dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok kontrol, kelompok musik baroque, dan kelompok musik jazz; masing-masing kelompok terdiri dari 11 subjek. Data gaya belajar auditori diperoleh dengan menggunakan kuis gaya belajar sedangkan data penelitian diperoleh dengan menggunakan tes prestasi belajar. Data penelitian dianalisis menggunakan statistik NonParametrik sampel bebas dengan uji Kruskal Wallis. Hasil tes menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan diantara ketiga kelompok penelitian (asymp. Sig: 0.852, atau probabilitas di atas 0.05 (0.852 > 0.05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa kedua hipotesis penelitian ditolak. Penolakan hipotesis pertama diduga disebabkan oleh pengaruh gaya belajar lain, kebiasaan belajar, jenis musik, kefamiliaran terhadap musik, dan kondisi penelitian. Penolakan hipotesis kedua diduga disebabkan oleh tempo musik.


(2)

Akwila Roma Br. Sitinjak ABSTRACT

This study aimed to know the difference of effect of baroque and jazz music on learning achievement of college student with auditory learning style. This experimental study used a method of experimentral in form of multiple groups design (postest only). There were two hyphotheses; (1) there was a difference effect on learning achievement, and (2) there was a difference effect of baroque and jazz music on learning achievement. Subjects were 33 college students with auditory learning style. Subjects were divided into three groups: control group, experimental with baroque music, and experimental with jazz music; consisted of 11 subjects for each group. The data gained by using the achievement test. The data were analyzed using Non-Parametrik test independent sample with Krauskal Wallis test. The results showed that there was no significant effects between three groups ((asymp. Sig: 0.852, or probability more than 0.05 (p < 0.05), (0.852 > 0.05)). The results showed that there was no support for two hyphotesis. First hypotesis might be affected by many factors, including the influence of other learning style, study habits, genre music, music preference, and condition of experimental study. Second hyphotesis might be affected by tempo of music.


(3)

Perbedaan Pengaruh Musik Baroque dan Jazz Pada Prestasi

Belajar Mahasiswa Dengan Gaya Belajar Auditori

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh :

Akwila Roma Br. Sitinjak 119114116

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2016


(4)

(5)

(6)

iv

HALAMAN MOTTO

Bapa-mu mengetahui apa yang kamu perlukan, sebelum kamu minta kepada-Nya - Matius 6:8

Sesuatu yang belum dikerjakan, seringkali tampak mustahil; kita baru yakin kalau kita telah berhasil melakukannya dengan baik – Evelyn

Underhill

Don’t except the reality to be something that we want to be, because sometimes realities are different from our expectation - Akwila


(7)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini ku dedikasikan untuk Allah Bapa di surga Yang Maha Pengasih Tuhan Yesus Yang Maha Esa dan Maha Baik

Bunda Maria Pelindung Abadiku

Keluargaku tersayang Mamak dan Bapak

Kak Butet, Bang Tar, Kak Tika, dan Keponakanku Jean

Dosen Pembimbingku yang tercinta Ibu Ratri Sunar Astuti, M. Si.

Sahabat-sahabatku terkasih dan terbaik


(8)

(9)

vii

Perbedaan Pengaruh Musik Baroque dan Jazz Pada Prestasi

Belajar Mahasiswa Dengan Gaya Belajar Auditori

Akwila Roma Br. Sitinjak

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah musik mempengaruhi prestasi belajar dan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan pengaruh musik baroque dan jazz pada prestrasi belajar mahasiswa dengan gaya belajar auditori. Penelitian menggunakan metode eksperimen multiple

groups design (postest only). Dua hipotesis penelitian adalah: (1) ada perbedaan prestasi belajar

mahasiswa dengan gaya belajar auditori menggunakan musik dan tanpa musik; dan (2) ada perbedaan pengaruh musik baroque dan jazz pada prestasi belajar mahasiswa dengan gaya belajar auditori. Subjek penelitian adalah 33 mahasiswa dengan gaya belajar auditori. Subjek dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok kontrol, kelompok musik baroque, dan kelompok musik jazz; masing-masing kelompok terdiri dari 11 subjek. Data gaya belajar auditori diperoleh dengan menggunakan kuis gaya belajar sedangkan data penelitian diperoleh dengan menggunakan tes prestasi belajar. Data penelitian dianalisis menggunakan statistik NonParametrik sampel bebas dengan uji Kruskal Wallis. Hasil tes menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan diantara ketiga kelompok penelitian (asymp. Sig: 0.852, atau probabilitas di atas 0.05 (0.852 > 0.05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa kedua hipotesis penelitian ditolak. Penolakan hipotesis pertama diduga disebabkan oleh pengaruh gaya belajar lain, kebiasaan belajar, jenis musik, kefamiliaran terhadap musik, dan kondisi penelitian. Penolakan hipotesis kedua diduga disebabkan oleh tempo musik.


(10)

viii

THE DIFFERENCE OF EFFECT OF BAROQUE AND JAZZ MUSIC ON LEARNING ACHIEVEMENT OF COLLEGE STUDENT WITH AUDITORY

LEARNING STYLE Akwila Roma Br. Sitinjak

ABSTRACT

This study aimed to know the difference of effect of baroque and jazz music on learning achievement of college student with auditory learning style. This experimental study used a method of experimental in form of multiple groups design (postest only). There were two hyphotheses; (1) there was a difference effect on learning achievement, and (2) there was a difference effect of baroque and jazz music on learning achievement. Subjects were 33 college students with auditory learning style. Subjects were divided into three groups: control group, experimental with baroque music, and experimental with jazz music; consisted of 11 subjects for each group. The data gained by using the achievement test. The data were analyzed using Non-Parametrik test independent sample with Krauskal Wallis test. The results showed that there was no significant effects between three groups ((asymp. Sig: 0.852, or probability more than 0.05 (p < 0.05), (0.852 > 0.05)). The results showed that there was no support for two hyphotesis. First hypotesis might be affected by many factors, including the influence of other learning style, study habits, genre music, music preference, and condition of experimental study. Second hyphotesis might be affected by tempo of music.


(11)

(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kebaikan, pertolongan dan bimbingan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Perbedaan Pengaruh Musik Baroque dan Jazz Pada Prestasi Belajar Mahasiswa dengan Gaya Belajar Auditori” ini dengan baik.

Penulis menyadari bahwa dalam proses menyelesaikan tugas akhir ini, penulis menerima banyak dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Bapak Dr. T. Priyo Widianto, M.Si Dekan Fakultas Psikologi Program Studi Psikologi Universitas Sanata Dharma.

2. Bapak P. Eddy Suhartanto, M.Si Kaprodi Fakultas Psikologi Program Studi Psikologi Universitas Sanata Dharma.

3. Ibu Ratri Sunar Astuti, M. Si Dosen Pembimbing Skripsi atas dukungan, bimbingan, pengetahuan, dan kesabaran Ibu dalam membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.

4. Ibu Debri Pristinella, M. Si Dosen Pembimbing Akademik atas dukungan dan motivasinya.

5. Bapak Y.B. Cahya Widiyanto, M.Si yang ketika bertemu saya selalu bertanya sudah lulus apa belum dan selalu menyemangati.

6. Seluruh Dosen Fakultas Psikologi yang telah memberikan banyak sekali ilmu kepada penulis.


(13)

xi

7. Seluruh karyawan/staff Fakultas Psikologi: Mas Muji, Bu Nanik, Mas Gandung, Pak Gi dan staff student atas bantuan dan fasilitas yang disediakan. 8. Kedua orangtua penulis yang sangat penulis cintai, Bapak R. Sitinjak, S.Ag.

dan Ibu Albina Iyo atas kasih sayang, dukungan, motivasi, perhatian, dan kesabarannya dalam menunggu penulis menyelesaikan skripsi ini.

9. Kakakku Rosina Ana Pratiwi Br. Sitinjak, Abang Tarsisius Tar dan Kak Tika serta keponakanku Jean atas dukungan, motivasi, dan kasih sayangnya selama ini. Sepupu-sepupuku yang juga bersama-sama berjuang meraih gelar di Yogyakarta dan selalu bertanya mengenai skripsiku, Diki dan Wanda.

10. Seluruh subjek yang bersedia untuk ikut terlibat dalam penelitian skripsi ini. Tanpa kebaikan dan kesediaan kalian penelitian ini tidak akan terlaksana dengan baik.

11. Sahabat-Sahabat penulis tercinta yang selalu memotivasi penulis ketika penulis merasa ingin menyerah dalam menyelesaikan skripsi ini dan selalu menghibur dan membantu penulis. Aku sayang kalian: Tammy, Linda, Olga, Arum, Corry, Disty, Mira, Ayik, dan Anita.

12. Teman-teman yang selalu menyemangati: Nina, Dimas, Nunuk Putri, Mbak Dien, Mbak Sepen, Risa, Ririn, Penta, Penti, Dias, Yanti, Chacha, Maria Benigna, Catur, Brama, Billy, Tia, dan Eprida, serta teman-teman psikologi 2011 yang luar biasa dan terima kasih karena telah menjadikan Yogja indah dan punya kenangan untuk aku yang anak rantau ini.

13. Teman, sahabat, kerabat, dan orang-orang yang mungkin tidak bisa saya sebutkan satu persatu, saya ucapkan banyak terima kasih.


(14)

(15)

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

A. Prestasi belajar ... 9

1. Belajar ... 9

2. Prestasi belajar ... 10


(16)

xiv

4. Alat ukur tes prestasi belajar ... 18

B. Gaya Belajar ... 22

1. Pengertian ... 22

2. Macam-macam gaya belajar ... 23

C. Musik ... 31

1. Sejarah Perkembangan Musik ... 31

2. Pengertian Musik ... 32

3. Elemen-Elemen Musik ... 33

4. Musik Baroque ... 35

5. Musik Jazz ... 38

6. Perkembangan Musik Baroque dan Jazz di Indonesia ... 41

7. Hubungan musik dan otak ... 43

8. Teori musik dan pembelajaran ... 47

9. Syarat Musik yang Digunakan ... 51

D. Dinamika Perbedaan Pengaruh Musik Baroque dan Jazz Pada Prestasi Belajar Mahasiswa Dengan Gaya Belajar Auditori ... 52

E. Hipotesis ... 55

F. Kerangka Berpikir ... 56

BAB IIIMETODE PENELITIAN ... 57

A. Jenis Penelitian ... 57

B. Identifikasi Variabel Penelitian ... 58

C. Definisi Operasional ... 58


(17)

xv

E. Metode dan Alat Pengambilan Data ... 61

F. Prosedur Penelitian ... 63

G. Uji Validitas, Seleksi Aitem, dan Reliabilitas ... 67

1. Uji Validitas ... 67

2. Analisis Aitem dan Seleksi Aitem ... 68

3. Uji Reliabilitas ... 72

H. Metode Analisis Data ... 72

BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN ... 74

A. Orientasi Kancah ... 74

B. Pelaksanaan Penelitian... 74

C. Deksripsi Data Subjek Penelitian ... 75

1. Data Subjek ... 75

2. Deskripsi Data Penelitian ... 78

D. Analisis Data ... 81

E. Pembahasan ... 84

BAB VPENUTUP ... 89

A. Kesimpulan ... 89

B. Keterbatasan Penelitian ... 89

D. Saran ... 90

1. Bagi peneliti selanjutnya ... 90

DAFTAR PUSTAKA ... 91


(18)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1: Cara belajar untuk masing-masing gaya belajar ... 30

Tabel 2.2: Perbedaan pekerjaan mental yang melelahkan pikiran ... 47

Tabel 3.1: Tabel spesifikasi tes prestasi belajar (bahaya gempa tektonik) ... 63

Tabel 3.2: Pengendalian Variabel Extraneous ... 66

Tabel 3.3: Kriteria Indeks Kesukaran Soal ... 69

Tabel 3.4: Kriteria soal setelah analisis... 69

Tabel 3.5: Kriteria Indeks Diksriminasi Soal ... 70

Tabel 3.6: Aitem setelah analisis daya diskriminasi soal ... 71

Tabel 4.1: Nomor aitem masing-masing gaya belajar ... 76

Tabel 4.2: Deskripsi kecenderungan gaya belajar subjek ... 76

Tabel 4.3: Deskripsi data subjek berdasarkan usia keseluruhan ... 77

Tabel 4.4: Deskripsi data subjek berdasarkan usia masing-masing kelompok ... 77

Tabel 4.5: Hasil Analisis Deksriptif ... 79

Tabel 4.6: Kategorisasi skor tes prestasi belajar ... 81

Tabel 4.7: Kategorisasi prestasi belajar subjek ... 81


(19)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1. Skor try out alat ukur...97

LAMPIRAN 2. Analisis aitem... ....102

LAMPIRAN 3. Uji Reliabilitas...105

LAMPIRAN 4. Kuis gaya belajar... ...108

LAMPIRAN 5. Soal tes prestasi belajar ...115

LAMPIRAN 6. Uji Hipotesis...120


(20)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Belajar merupakan faktor penting dalam dunia pendidikan. Khairani (2014) menjelaskan bahwa belajar merupakan kegiatan penting yang dilakukan setiap orang secara maksimal untuk memperoleh atau menguasai informasi dan menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, sikap, dan kebiasan yang bersifat relatif konstan melalui pengalaman, latihan atau praktek. Mahasiswa yang mampu menguasai informasi materi pembelajaran memiliki prestasi belajar yang baik. Ghufron dan Risnawati (2013) mengemukakan bahwa prestasi belajar adalah hasil yang diperoleh mahasiswa setelah melakukan aktivitas belajar. Prestasi belajar merupakan salah satu cara untuk mengetahui keberhasilan seseorang dalam proses belajar.

Tidak semua mahasiswa mampu mencapai prestasi belajar yang baik selama di perguruan tinggi. Kesukaran tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu ketidakmampuan menyesuaikan diri pada metode belajar di perguruan tinggi dan kesulitan menghadapi gaya mengajar para pengajar yang tidak sesuai dengan gaya belajar mahasiswa (dalam Prashnig, 2007). Proses belajar yang tidak efisien dan tidak memperhatikan gaya belajar mempersulit mahasiswa menguasai materi.


(21)

Menurut Ghufron dan Risnawati (2013), peningkatan prestasi belajar dicapai dengan memperhatikan gaya belajar. Kolb dan Kolb (2003) mengemukakan bahwa gaya belajar adalah salah satu faktor pokok dalam efektivitas belajar (dalam Ghufron & Risnawati, 2013). Dunn dan Dunn (dalam Prashnig, 2007) berpendapat bahwa gaya belajar adalah cara manusia berkonsentrasi, menyerap, memproses, dan menampung informasi yang baru dan sulit. Gaya belajar memiliki pengaruh yang positif terhadap prestasi akademis, kedisiplinan mahasiswa di kelas, dan pengurangan perilaku bermasalah (dalam Prashnig, 2007). Graham, Garton, dan Gowdy (2001) menyimpulkan bahwa gaya belajar merupakan variabel penting dalam interaksi diantara mahasiswa-dosen, proses belajar-mengajar di kelas, serta prestasi akademik.

Gaya belajar memiliki beberapa pendekatan (dalam Gunawan, 2007), yaitu berdasarkan pada: pemrosesan informasi (Pask, McDade, Schmeck, Kolb, Gregorc, dan Honey & Mumford), kepribadian (Myer-Briggs, Witkin, Oltman, Raskin, & Karp, dan Kagan), modalitas sensori (Bandler & Grinder), lingkungan (Witkin, Eison, Canfield), interaksi sosial (Mann, Gibbard, & Hartmann, Grasha, Reichmann & Grasha, Fuhrmann & Grasha), kecerdasan (Gardner, Handy), dan wilayah otak (Sperry, Bogen, Edwards, Hermann).

Gaya belajar berdasarkan pendekatan modalitas sensori yang dikembangkan oleh Bandler dan Grinder (dalam Gunawan, 2007) adalah gaya belajar yang dikenal luas di Indonesia. Jenis-jenis gaya belajar berdasarkan pendekatan sensori adalah gaya belajar berdasarkan visual (penglihatan),


(22)

auditori (pendengaran), dan kinestetik (sentuhan dan gerakan) yang dikenal dengan V-A-K (Gunawan, 2007).

Prashnig (2007) mengemukakan bahwa setiap individu memiliki gaya belajar masing-masing dalam mempelajari materi sulit, tetapi sangat sedikit mahasiswa yang belajar dengan gaya belajar paling tepat. Nolting (2002, dalam Moayyeri, 2015) mengemukakan bahwa prestasi belajar secara positif meningkat jika individu menyadari cara belajar yang efisien.

Mahasiswa perlu belajar secara efisien untuk mencapai prestasi belajar yang baik karena 85% dari seluruh kegiatan studi di perguruan tinggi berupa membaca (dalam Gie, 1983). Hal ini menunjukkan mahasiswa perlu belajar secara mandiri dengan membaca buku atau literatur. Oleh karena itu, mahasiswa yang menggunakan gaya belajar visual atau read/writing di perguruan tinggi lebih mampu mencapai prestasi belajar yang baik.

Belajar dengan membaca buku atau literatur merupakan keuntungan bagi gaya belajar yang mengandalkan indera penglihatan dalam menerima suatu informasi. Hal ini dikarenakan proses membaca bersifat visual sehingga mahasiswa harus melihat dan memahami semua makna dalam kata-kata (dalam William, 2010). Kia, Alipour, dan Ghaderi (2001) menemukan bahwa mahasiswa yang menggunakan gaya belajar visual di Universitas Payame Noor, Iran adalah mahasiswa yang memiliki prestasi akademik yang baik. Moayyeri (2015) menguji pengaruh gaya belajar VARK (visual, auditory,

reading, kinesthetic) yang dimiliki mahasiswa di Iran terhadap prestasi


(23)

adalah tes yang diadaptasi dari Oxford Solution test yang terdiri atas 3 bagian, yaitu grammar, vocabulary, dan pemahaman bacaan. Hasil menunjukkan bahwa mahasiswa dengan gaya belajar Read/Writing memperoleh prestasi bahasa lebih tinggi dibandingkan visual, auditori dan kinestetik.

Haggart (2003, dalam Ren, 2013) menemukan individu dengan gaya belajar auditori memiliki masalah ketika membaca secara pasif dan belajar dengan penggunaan buku-buku bergambar. Individu dengan gaya belajar auditori adalah individu yang mengandalkan indera pendengaran dalam menerima suatu informasi. Gaya belajar auditori lebih senang mendengarkan dan berbicara. Mereka mengalami kesulitan dalam menerima informasi yang bersifat tertulis (Vincent, A & Ross, D., 2001).

Penelitian ini memilih subjek mahasiswa dengan gaya belajar auditori yang merupakan gaya belajar minoritas, karena 85% kegiatan studi di perguruan tinggi berupa membaca. Mahasiswa dengan gaya belajar auditori memiliki kelemahan dalam menerima informasi pembelajaran secara visual. Salah satu cara untuk membantu mahasiswa dengan gaya belajar auditori mengatasi kelemahan dalam membaca adalah dengan menggunakan alat bantu musik. Prashnig (2007) mengungkapkan bahwa musik merupakan hal yang paling disukai diantara semua alat belajar. Musik mampu membantu meningkatkan kemampuan mengingat dan konsentrasi (dalam Prashnig, 2007).

Tiu (2013) menyimpulkan bahwa mendengarkan musik (dalam per minggu) dan genre musik (pop) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap


(24)

performasi akademik mahasiswa di Filipina. Rauscher, Shaw, dan Ky (1993) memperoleh hasil bahwa 36 mahasiswa dari Departemen Psikologi di Universitas California, Irvine memperoleh nilai 8-9 poin lebih tinggi pada subtes IQ tugas spasial dari Stanford Binet Intellegence Scale setelah 10 menit mendengarkan Sonata for Two Pianos in D, K448 oleh W.A. Mozart dibandingkan dengan kelompok tanpa musik ataupun kelompok yang mendengarkan kaset relaksasi.

Salim (2009) menjelaskan bahwa musik memiliki dampak khusus terhadap perilaku karena jenis musik tertentu mampu membawa respon yang berbeda terhadap perilaku manusia. Musik memberi dampak pada perilaku belajar. Perilaku belajar ditandai dengan keadaan belajar optimum. Keadaan ini ditandai dengan: “detak jantung, kecepatan napas, dan gelombang otak menjadi sinkron dan tubuh menjadi relaks sehingga pikiran terkonsentrasi dan siap menerima informasi baru” (dalam Dryden, G., Vos, J., & Baiquni, A.

2004). Mendengarkan musik mampu mengembangkan kognisi, seperti

memori dan konsentrasi. Lozanov (dalam Dryden, G., Vos, J., & Baiquni, A. 2004) menemukan bahwa musik baroque menyelaraskan tubuh dan otak, terutama membuka kunci emosional untuk memori super, yaitu sistem limbik otak. Brewer (1995, dalam Berk 2008) merekomendasikan penggunaan iringan musik dimainkan saat mahasiswa belajar, membaca, atau menulis untuk meningkatkan level perhatian, mengembangkan ingatan dan memori, dan meningkatkan keterampilan berpikir.


(25)

Gao, Ren, Chang, Liu, dan Aickelin (2010) menyimpulkan bahwa penggunaan musik baroque sebagai musik latar mampu meningkatkan kemampuan mengingat. Kelompok yang diberi musik menunjukkan performansi yang secara signifikan lebih baik pada proses long-term recall. Gu, Zhiang, Zhou, dan Tong (2014) menyimpulkan bahwa musik baroque memberi keuntungan dalam mempertahankan efektivitas belajar. Musik secara cepat dan efektif menstimuli gelombang otak, meningkatkan kinerja memori dan perhatian. Musik baroque membawa seseorang pada keadaan seimbang, stabil, kondisi pikiran yang tenang dan meningkatkan efektivitas belajar.

Berk (2008) menjelaskan bahwa jazz adalah jenis musik lain yang digunakan dalam pembelajaran. Barber (2005) percaya bahwa musik popular, jazz, musik dari gambar-gambar motion dan komedi musikal, musik country dan western, musik dan ritme blues (R&B), Rock, dan rap (atau hip-hop) adalah jenis musik yang para mahasiswa dengarkan saat ini. Beny Lihumahuwa seorang musisi Jazz menilai perkembangan musik Jazz di Indonesia saat ini sangat pesat dan bagus (dikutip dari antarnews.com, Sabtu, 14 November 2014). Hal ini terlihat dari festival-festival musik Jazz, seperti JakJAzz, Java Jazz, dan Sumatera Jazz.

Hasil penelitian Blaum pada tahun 2003 (dalam Suryana, 2012) menyatakan mood mahasiswa lebih baik setelah mendengarkan musik jazz. Penelitian Barber dan Barber (2005) menunjukkan bahwa mahasiswa mampu belajar untuk mengatasi emosi negatif, berpikir kreatif, dan latihan ekspresi


(26)

diri yang positif dan sehat setelah mendengarkan smooth jazz. Barber dan Barber (2005) memilih format smooth jazz yang didasari pada kepercayaan bahwa semua orang dari segala usia mendengarkan dan mengapresiasi smooth jazz. Barber (2005) percaya bahwa smooth jazz adalah jenis musik yang mengkombinasikan kelembutan, suara melodi yang menenangkan, dan urban

groove.

Kefamiliaran terhadap musik di telinga pendengar menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi efektivitas penggunaan musik dalam belajar. Mori, Naghsh, dan Tezuka (2014) menguji pengaruh musik terhadap tingkat konsentrasi seseorang dan ditemukan hasil bahwa ada pengaruh positif musik terhadap tingkat konsentrasi, yang berkontribusi pada level performansi seseorang. Pemberian musik yang familiar memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap konsentrasi dibandingkan dengan musik yang kurang familiar ataupun tanpa musik.

Penelitian-penelitian pengaruh musik pada poses belajar menunjukkan hasil yang positif bahwa banyak mahasiswa mampu belajar lebih baik dan mencapai hasil yang maksimal dengan alat bantu musik. Peneliti ingin mengetahui apakah musik mempengaruhi prestasi belajar pada mahasiswa dengan gaya belajar auditori dan apakah ada perbedaan pengaruh antara musik baroque dan musik jazz pada prestasi belajar mahasiswa dengan gaya belajar auditori.


(27)

B. Rumusan Masalah

1. Apakah musik mempengaruhi prestasi belajar pada mahasiswa dengan gaya belajar auditori?

2. Apakah terdapat perbedaan pengaruh musik baroque dan jazz pada prestasi belajar mahasiswa dengan gaya belajar auditori?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui apakah musik mempengaruhi prestasi belajar pada mahasiswa dengan gaya belajar auditori.

2. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan pengaruh musik baroque dan jazz pada prestrasi belajar mahasiswa gaya belajar auditori.

D. Manfaat Penelitian a. Secara Teoritis :

Secara teoritis, memberikan masukan atau referensi bagi perkembangan ilmu psikologi dan menambah kajian terhadap ilmu psikologi dalam bidang Psikologi Belajar.

b. Secara Praktis :

Secara praktis, penelitian ini memberikan referensi penggunaan musik saat belajar kepada individu dengan gaya belajar auditori. Penelitian ini juga memberi pengetahuan baru kepada individu dengan gaya belajar auditori mengenai pengaruh musik terhadap kegiatan belajar.


(28)

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Prestasi belajar 1. Belajar

Para pakar di bidang ilmu tentang belajar menyampaikan beberapa pendapat mengenai pengertian belajar:

a. Alsa (2005) berpendapat bahwa belajar adalah tahapan perubahan perilaku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi individu dengan lingkungan (dalam Ghufron dan Risnawati, 2013).

b. Khairani (2014) mengemukakan bahwa belajar adalah suatu proses psikis yang berlangsung dalam interaksi antara subjek dengan lingkungan dan menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, sikap dan kebiasaan yang bersifat relatif konstan atau tetap baik melalui pengalaman, latihan maupun praktek.

c. Winkel (dalam Khairani, 2014) menjelaskan bahwa belajar adalah proses mental yang mengarah pada penguasaan pengetahuan, kecakapan skill, kebiasaan atau sikap yang diperoleh, disimpan dan dilakukan sehingga menimbulkan perilaku yang progresif dan adaptif.


(29)

Engkoswara (dalam Rusyan, Kusdinar, & Arifin, 1992) mengklasifikasikan jenis-jenis belajar yang dinyatakan dalam bentuk perilaku:

a. Perilaku kognitif, yaitu perilaku yang berkaitan dengan masalah pengetahuan, informasi, dan kecakapan intelektual.

b. Perilaku afektif yang berupa sikap, nilai-nilai, dan apersepsi.

c. Perilaku psikomotor, yang berupa kelincahan tangan dan koordinasi. d. Perilaku berbahasa dalam arti peningkatan perilaku secara halus.

Pemaparan di atas menjelaskan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan dalam diri seseorang baik yang bersifat psikis maupun mental dan cenderung bersifat relatif menetap sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungan di sekitar. Belajar adalah suatu proses perubahan perilaku kognitif, afektif, psikomotor, dan berbahasa yang progresif dan menetap dalam diri individu sebagai tujuan dari proses belajar.

Perubahan-perubahan yang terjadi pada perilaku kognitif, afektif, psikomotor, dan berbahasa yang dialami melalui belajar mampu mempengaruhi keterampilan, pengetahuan, sikap, dan kebiasaan seseorang.

2. Prestasi belajar

Azwar (2013) mengungkapkan bahwa prestasi belajar adalah hasil yang telah dicapai seseorang dalam belajar. Ghufron dan Risnawati (2013) mengemukakan bahwa prestasi belajar adalah hasil yang diperoleh


(30)

mahasiswa setelah melakukan aktivitas belajar yang dinyatakan dalam bentuk nilai angka atau huruf. Pengukuran dan penilaian hasil belajar dilakukan untuk mengetahui prestasi belajar. Pengukuran mencakup segala cara untuk memperoleh informasi mengenai hasil belajar yang dikuantifikasikan (Suryabrata, 2000, dalam Ghufron dan Risnawati, 2013).

Prestasi belajar dikelompokkan menjadi tiga ranah, sebagai berikut (dalam Ratnawulan, E. & Rusdiana, 2015):

a. Ranah kognitif, yang berhubungan dengan kemampuan berpikir, yaitu kemampuan menghafal, memahami, mengaplikasi, menganalisis, menyintesis, dan mengevaluasi.

b. Ranah afektif, yang berhubungan watak perilaku, seperti sikap, minat, konsep diri, nilai, dan moral.

c. Ranah psikomotor, ranah yang berhubungan dengan aktivitas fisik. Bloom (dalam Majid, A.,&Kamsyach, Adriyani., 2014) menjelaskan bahwa hasil belajar dikelompokkan dalam tiga ranah, yaitu: a. Kognitif

Taksonomi ranah kognitif milik Bloom (1959), yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi yang telah direvisi oleh Anderson dan Krathwohl (2001), yaitu:

1) Mengingat, adalah mampu mengingat bahan-bahan yang baru dipelajari. Mengingat meliputi mengenali (recognition) dan memanggil kembali (recalling).


(31)

2) Memahami, adalah mampu membangun sebuah pengertian dari berbagai sumber, seperti pesan, bacaan dan komunikasi. Memahami berkaitan dengan aktivitas mengklasifikasikan dan membandingkan.

3) Menerapkan, adalah proses yang kontinu, yang dimulai dari menyelesaikan suatu permasalahan menggunakan prosedur standar yang sudah diketahui Menerapkan meliputi kegiatan menjalankan prosedur dan mengimplementasikan.

4) Menganalisis, adalah memecahkan suatu permasalahan dengan memisahkan tiap-tiap bagian dari permasalahan dan mencari keterkaitan dari tiap-tiap bagian tersebut, serta mencari tahu bagaimana keterkaitan tersebut menimbulkan masalah.

5) Mengevaluasi, adalah memberikan penilaian berdasarkan kriteria dan standar yang telah ditetapkan.

6) Menciptakan, adalah meletakkan unsur-unsur secara bersama-sama untuk membentuk kesatuan koheren dan mengarahkan individu untuk menghasilkan suatu produk baru dengan mengorganisasikan beberapa unsur menjadi bentuk atau pola yang berbeda dengan sebelumnya.

b. Afektif

Ranah afektif adalah internalisasi sikap ke arah pertumbuhan batiniah yang terjadi bila individu menjadi sadar tentang nilai yang diterima


(32)

kemudian mengambil sikap sehingga menjadi bagian dari diri dan membentuk nilai, serta menentukan tingkah laku..

c. Psikomotor

Ranah psikomotor berhubungan dengan hasil belajar yang dicapai melalui keterampilan manipulasi yang melibatkan otot dan kekuatan fisik.

Penjelasan di atas menegaskan bahwa prestasi belajar adalah hasil yang diperoleh seseorang setelah melakukan aktivitas belajar yang dinyatakan dalam bentuk nilai angka atau huruf. Prestasi belajar mencakup tiga ranah, yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Ranah kognitif, meliputi mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan menciptakan. Ranah afektif, meliputi menerima, menjawab, menilai, dan organisasi. Ranah psikomotor, meliputi keterampilan memanipulasi dengan melibatkan anggota tubuh.

Penelitian ini lebih memusatkan perhatian terhadap prestasi belajar ranah kognitif pada dua jenjang, yaitu:

a. Mengingat, yaitu mampu memanggil kembali dan menunjukkan kembali hal yang telah dipelajari.

b. Memahami, yaitu mampu menjelaskan dan mendefinisikan suatu makna dari materi yang dipelajari.


(33)

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar

Suryabrata (1983) menuliskan empat hal yang mempengaruhi prestasi belajar, sebagai berikut:

a. Bahan yang dipelajari merupakan “input” pokok dalam belajar

Bahan pelajaran menentukan bagaimana proses belajar terjadi, dan bagaimana hasil yang diharapkan. Perbedaan tersebut menyebabkan konsep yang berbeda mengenai berbagai hal yang bersangkutan dalam belajar. Taraf kesukaran serta kompleksitas hal yang dipelajari memiliki pengaruh besar terhadap proses dan hasil belajar, misal:

1) Belajar bahasa (verbal learning);

2) Belajar serangkaian huruf tanpa arti (nonsense, syllable learning) 3) Belajar serangkaian bahan (serial learning).

b. Faktor-faktor lingkungan

Faktor-faktor lingkungan dikelompokkan menjadi dua, yaitu: 1) Lingkungan alami

Lingkungan alami, seperti keadaan suhu dan kelembaban udara berpengaruh terhadap proses dan prestasi belajar seseorang. Waktu belajar juga turut mempengaruhi proses belajar.

2) Lingkungan sosial

Lingkungan sosial yang dimaksud adalah faktor manusia. Seseorang yang sedang belajar cenderung terganggu apabila orang lain berjalan-jalan di sekitar tempat belajar, keluar masuk


(34)

kamar, atau mengobrol di dekat tempat belajar itu sendiri. Orang lain juga tidak hadir secara langsung (representasi), seperti foto dan tulisan. Suryabrata (1984) menjelaskan bahwa suara mesin pabrik dan suara kendaraan merupakan faktor-faktor sosial yang menganggu proses belajar dan prestasi belajar. Faktor-faktor tersebut cenderung menganggu konsentrasi sehingga perhatian tidak ditujukan kepada hal yang dipelajari.

c. Faktor-faktor instrumental

Faktor-faktor instrumental adalah faktor yang dirancang untuk disesuaikan dengan prestasi belajar sehingga tujuan belajar tercapai. Faktor ini berwujud faktor-faktor keras (hardware), seperti gedung perlengkapan belajar dan alat-alat praktikum. Faktor-faktor lain adalah faktor lunak (software), seperti kurikulum, program, dan pedoman-pedoman belajar.

d. Kondisi individual mahasiswa

Kondisi individual adalah faktor yang berasal dari dalam diri individu. Faktor ini dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu:

1) Kondisi fisiologis

Faktor-faktor fisiologis dalam belajar berupa keadaan fisiologis, seperti keadaan jasmani yang sehat dan keadaan fungsi-fungsi fisiologis tertentu, terutama fungsi-fungsi panca indera.


(35)

2) Kondisi psikologis

Faktor psikologis yang mempengaruhi proses belajar dan prestasi belajar adalah:

i. Minat

Minat mempengaruhi prestasi belajar. Seseorang yang tidak berminat untuk mempelajari sesuatu tidak berhasil dengan baik dalam belajar.

ii. Kecerdasan

Kecerdasan memegang peranan penting dalam keberhasilan atau kegagalan seseorang dalam belajar. Individu yang cerdas lebih mampu belajar dibandingkan individu yang kurang cerdas.

iii. Bakat

Belajar pada bidang yang sesuai dengan bakat yang dimiliki memperbesar kemungkinan untuk berhasil dalam belajar. iv. Motivasi

Motivasi untuk belajar adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk belajar. Penemuan-penemuan penelitian menunjukkan bahwa hasil belajar meningkat jika motivasi untuk belajar bertambah. Persoalan mengenai kaitan dengan belajar adalah bagaimana mengatur motivasi agar hasil belajar optimal.


(36)

v. Kemampuan-kemampuan kognitif

Kemampuan-kemampuan kognitif merupakan faktor penting dalam proses belajar mahasiswa. Kemampuan seseorang dalam melakukan persepsi, mengingat, dan berpikir mempengaruhi belajar.

Ghufron dan Risnawati (2013) mengemukakan bahwa peningkatan prestasi belajar dicapai dengan memperhatikan beberapa faktor, sebagai berikut:

a. Faktor internal

Faktor internal adalah aspek yang berasal dari dalam diri individu, yang meliputi aspek perkembangan dan keunikan personal individu, seperti gaya belajar.

b. Faktor eskternal

Faktor eksternal adalah aspek yang berasal dari luar diri individu. Aspek eksternal adalah bagaimana lingkungan belajar dipersiapkan dan fasilitas-fasilitas diberdayakan.

Penjelasan di atas mengungkapkan bahwa prestasi belajar dipengaruhi faktor internal dan eksternal:

a. Faktor internal

Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri individu. Faktor internal meliputi kemampuan kognitif seseorang (persepsi, mengingat, dan berpikir), minat, bakat, motivasi, kecerdasan, dan gaya


(37)

belajar. Faktor internal juga meliputi kesehatan jasmani dan fisiologis individu, seperti fungsi panca indera.

b. Faktor eksternal

Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri individu, yang meliputi: keadaan suhu, cuaca, waktu belajar, lingkungan belajar (kebisingan), bahan yang dipelajari, dan fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan dalam proses pembelajaran

4. Alat ukur tes prestasi belajar

Alat ukur penelitian adalah tes prestasi belajar. Tes prestasi belajar dibedakan dari tes kemampuan lain bila dilihat dari tujuan, yaitu mengungkap keberhasilan seseorang dalam belajar. Tes prestasi belajar adalah tes yang disusun terencana untuk mengungkap performansi maksimal subjek dalam menguasai materi yang diajarkan (Azwar, 2013).

Sudijono (2006) menegaskan bahwa tes prestasi belajar adalah cara atau prosedur pengukuran dan penilaian hasil belajar, yang berbentuk serangkaian tugas yang dijawab dan dikerjakan oleh subjek, sehingga berdasarkan data yang diperoleh dihasilkan nilai yang melambangkan prestasi belajar. Nilai yang diperoleh dibandingkan dengan nilai-nilai standar tertentu, atau dibandingkan dengan nilai-nilai yang berhasil dicapai oleh subjek lain.

Perencanaan merupakan langkah awal dalam penyusunan tes prestasi yang memenuhi syarat dan kualitas. Pada langkah perencanaan, dipertimbangkan segala aspek yang berkaitan dengan karakteristik tes


(38)

dengan mengingat tujuan tes (Azwar, 2013). Aspek-aspek tersebut merupakan spesifikasi tes yang memuat uraian isi materi dan batasan perilaku, informasi mengenai tipe aitem, rata-rata taraf kesukaran, jumlah aitem, waktu penyajian tes, dan cara pemberian skor.

Pengembangan tes prestasi belajar mengikuti langkah-langkah standar dalam konstruksi tes yang diilustraikan pada gambar dibawah ini:

Identifikasi tujuan merupakan penegasan tujuan pengukuran, yang diikuti oleh pembatasan kawasan ukur, yakni pendefinisian lingkup materi

Identifikasi tujuan dan kawasan ukur

Uraian komponen isi Batasan perilaku dan kompetensi

BLUE PRINT Spesifikasi tes

Penulisan aitem/soal Review aitem

Uji coba awal

Field tes Analisis aitem

Perakitan tes & penyusunan instruksi

Pengujian reliabilitas

Bentuk Final TES SIAP PAKAI


(39)

ukur yang hendak diungkap (Azwar, 2013). Pada perancangan tes prestasi belajar, penguraian isi tes bukan hanya berarti mengusahakan agar tes yang ditulis tidak keluar dari lingkup materi yang telah ditentukan oleh batasan kawasan ukur, tetapi berarti pula mengusahakan agar bagian isi yang penting tidak terlewatkan dan tertuliskan dalam tes (Azwar, 2013).

Batasan perilaku merupakan operasionalisasi tujuan instruksional yang dianggap sebagai indikator perilaku. Indikator perilaku dibuat sebagai penerjemahan tujuan instruksional umum ke dalam bentuk yang paling konkret sehingga mampu diukur. Tujuan pengukuran belum cukup operasional untuk digunakan sebagai landasan penulisan aitem. Rumusan tersebut dinyatakan dalam taraf kompetensi kognitif yang lebih spesifik. Keseluruhan aitem dalam tes yang direncanakan dibagi atas beberapa taraf kompetensi yang berbeda. Salah satu pedoman dalam menentukan tingkat kompetensi aitem tes adalah taksonomi yang dirumuskan oleh Bloom, dkk.

Taksonomi ini mencakup kawasan perilaku, yaitu kawasan afektif, kognitif, dan psikomotor. Pembahasan mengenai tes prestasi lebih memusatkan perhatian hanya pada kawasan kognitif. Taksonomi Bloom (1959) yang telah direvisi oleh Anderson dan Kratwohl (2001, dalam Majid, A., & Kamsyach, A., 2014) adalah mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan menciptakan. Taraf kompetensi terendah adalah mengingat. Taraf yang lebih tinggi, yaitu menciptakan diikuti oleh peningkatan taraf kesukaran aitem dan menuntut


(40)

kemampuan yang lebih kompleks daripada taraf kemampuan mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, dan mengevaluasi.

Tabel spesifikasi tes berupa tabel yang memuat uraian tes dan tingkat kompetensi yang diungkap pada setiap bagian isi. Tabel berupa tabel dua sisi yang sering disebut sebagai tes blue-print. Blue-print menjadi pegangan yang sangat membantu saat penulisan aitem sebagai pedoman agar penulis aitem tetap terarah pada tujuan pengukuran tes dan tidak keluar dari batasan isi (Azwar, 2013).

Penguraian di atas menyimpulkan bahwa tes prestasi belajar adalah tes yang memiliki tujuan untuk mengetahui hasil belajar dan perfomansi maksimal sesorang dalam menguasai suatu informasi. Nilai dari tes prestasi belajar yang diperoleh dibandingkan dengan suatu nilai standar tertentu atau dengan individu lain. Penyusunan tes prestasi belajar dilakukan dengan menentukan identifikasi tujuan dan kawasan ukur, batasan perilaku dan kompetensi mengenai hal-hal yang ingin diukur. Hal ini guna membantu pembuat aitem lebih memfokuskan batasan mengenai tujuan pengukuran, perilaku dan kompetensi yang hendak diungkap sehingga membantu dalam penguraian isi materi dalam blue-print.

Tes prestasi belajar mengungkap kemampuan seseorang dalam belajar pada kawasan kognitif. Konsep taraf kompetensi kognitif meliputi enam jenjang tingkatan, yaitu mengingat, memahami, menerapkan,


(41)

menganalisis, mengevaluasi, dan menciptakan. Masing-masing tingkatan memiliki taraf kompetensi yang berbeda.

Tes prestasi belajar pada penelitian ini hanya mengungkap kemampuan pada ranah kognitif dalam bentuk tertulis. Hal ini dikarenakan ranah afektif lebih sesuai jika diungkap melalui tes skala sikap dan ranah psikomotor menggunakan cara evaluasi berupa observasi atau tes tindakan.

B. Gaya Belajar 1. Pengertian

Riding dan Cheema (1991, dalam Ghufron & Risnawati, 2013) mengemukakan bahwa gaya belajar dikembangkan sebagai hasil minat perbedaan-perbedaan individu. Beberapa tinjauan pustaka menunjukkan bukti telah terjadi satu kebangkitan kembali yang membahas mengenai gaya belajar berpengaruh pada proses belajar individu (Dunn, 1990, dalam Ghufron & Risnawati, 2013).

Gaya belajar merupakan sebuah pendekatan yang menjelaskan mengenai bagaimana individu belajar atau cara yang ditempuh oleh masing-masing orang untuk berkonsentrasi pada proses, dan menguasai informasi yang sulit dan baru (dalam Ghufron dan Risnawati, 2013).

Menurut Dunn dan Dunn (dalam Prashnig, 2007) gaya belajar adalah cara manusia berkonsentrasi, menyerap, memproses, dan menampung informasi yang baru dan sulit. James dan Gardner (1995, dalam Ghufron & Risnawati, 2013) mengemukakan bahwa gaya belajar


(42)

adalah cara kompleks yang individu anggap paling efektif dan efisien dalam memproses, menyimpan, dan memanggil kembali apa yang telah dipelajari.

Pemahaman di atas menyimpulkan bahwa gaya belajar adalah cara yang digunakan oleh individu untuk berkonsentrasi pada apa yang dipelajari sehingga terjadi proses menerima, menyerap dan memanggil kembali suatu informasi.

2. Macam-macam gaya belajar

Gaya belajar diklasifikasikan berdasarkan beberapa pendekatan sebagai berikut (dalam, Gunawan 2007):

a. Pendekatan berdasarkan pada pemrosesan informasi; menentukan cara yang berbeda dalam memandang dan memproses informasi yang baru. Pendekatan ini dikembangkan oleh Pask (1975 – 1976), McDade (1978), Schmeck (1981), Kolb (1984), Gregorc (1982), dan Honey dan Mumford (1986).

b. Pendekatan berdasarkan pada kepribadian; menentukan tipe karakter yang berbeda. Pendekatan ini dikembangkan oleh Kagan (1965), Witkin, Oltman, Raskin, dan Karp (1971), dan Myer-Briggs (1985). c. Pendekatan berdasarkan pada modalitas sensori; menentukan tingkat

ketergantungan terhadap indera tertentu. Pendekatan ini dikembangkan oleh Bandler dan Grinder (1979).


(43)

d. Pendekatan berdasarkan pada lingkungan; menentukan respons yang berbeda terhadap kondisi fisik, psikologis, sosial, dan instruksional. Pendekatan ini dikembangkan oleh Witkin, Eison, Canfield (dalam Gunawan, 2007).

e. Pendekatan berdasarkan pada interaksi sosial; menentukan cara yang berbeda dalam berhubungan dengan orang lain. Pendekatan ini dikembangkan oleh Mann, Gibbard, & Hartman (1967), Grasha (1972), Reichmann & Grasha (1974), dan Fuhrmann & Grasha (1983). f. Pendekatan berdasarkan pada kecerdasan: menentukan bakat yang berbeda. Pendekatan ini dikembangkan oleh Gardner (1983), dan Handy (dalam Gunawan, 2007).

g. Pendekatan berdasarkan pada wilayah otak; menentukan dominasi relatif dari berbagai bagian otak. Pendekatan ini dikembangkan oleh Sperry, Bogen, Edward, Hermann (dalam Gunawan, 2007).

Penelitian ini lebih berfokus pada penggunaan gaya belajar dengan pendekatan modalitas sensori. Melihat, mendengar, menyentuh, dan merasa adalah empat unsur yang membentuk gaya belajar seseorang dari enam indera secara keseluruhan (dalam Prashnig, 2007). Berdasarkan Neuro-Linguistic Programming yang dikembangkan oleh Richard Bandler dan John Grinder (dalam Gunawan, 2007) dalam model strategi komunikasi, bahwa selain memasukkan informasi dari kelima indera, juga digunakan preferensi sensori, yaitu berdasarkan visual (penglihatan),


(44)

auditori (pendengaran), dan kinestetik (sentuhan dan gerakan) yang dikenal dengan V-A-K.

Depotter dan Hernacki (2010) menjelaskan beberapa karakteristik dari masing-masing gaya belajar VAK, yaitu:

a. Gaya belajar visual

Individu yang memiliki gaya belajar visual menggunakan daya melihat (ketajaman indera mata) yang lebih memudahkan dalam belajar, lebih nyaman belajar dengan warna-warni, garis dan bentuk, lebih suka membaca daripada mendengarkan, dan mengingat dengan gambar (Tim Musyawarah Guru Bimbingan dan Konseling, Provinsi Jakarta, 2014).

Individu dengan gaya belajar visual melihat bahasa tubuh dan ekspresi muka pengajar untuk mengerti pelajaran, dan cenderung duduk di depan agar melihat dengan jelas. Individu dengan gaya belajar visual berpikir menggunakan gambar-gambar dan belajar dengan lebih cepat menggunakan tampilan visual, seperti diagram, buku pelajaran bergambar, dan video. Individu visual lebih suka mencatat sampai detail untuk memperoleh informasi (Tim Musyawarah Guru Bimbingan dan Konseling, Provinsi Jakarta, 2014).

Ciri-ciri gaya belajar visual: 1) Rapi dan teratur

2) Berbicara dengan cepat


(45)

4) Teliti terhadap hal detail

5) Mementingkan penampilan, baik dalam hal pakaian maupun presentasi

6) Pengeja yang baik dan mampu melihat kata-kata di dalam pikiran 7) Mengingat dengan asosiasi visual

8) Tidak terganggu oleh keributan

9) Mempunyai masalah untuk mengingat instruksi verbal kecuali jika ditulis, dan sering kali meminta bantuan orang lain untuk mengulangi

10) Pembaca cepat dan tekun

11) Lebih suka membaca daripada dibacakan

12) Membutuhkan pandangan dan tujuan yang menyeluruh dan bersikap waspada sebelum secara mental merasa pasti tentang suatu masalah atau proyek

13) Mencoret-mencoret tanpa arti selama berbicara di telepon dan dalam rapat

14) Mudah lupa menyampaikan pesan verbal kepada orang lain

15) Sering menjawab pertanyaan dengan jawaban singkat berupa “ya”

atau “tidak”

16) Lebih suka demonstrasi daripada berpidato 17) Lebih suka seni daripada musik


(46)

b. Gaya belajar auditori

Individu dengan gaya belajar auditori mengekspresikan diri melalui komunikasi internal dengan diri sendiri maupun eksternal dengan orang lain (dalam Gunawan, 2007). Individu yang bertipe auditori mengandalkan kesuksesan belajar melalui telinga (alat pendengaran). Individu yang mempunyai gaya belajar auditori mampu belajar lebih cepat dengan menggunakan diskusi verbal dan mendengarkan apa yang dikatakan pengajar (Tim Musyawarah Guru Bimbingan dan Konseling, Provinsi Jakarta, 2014).

Individu auditori mencerna makna yang disampaikan melalui tone suara, pitch (tinggi rendah), dan kecepatan berbicara. Informasi yang tertulis mempunyai makna yang minim bagi individu auditori. Individu seperti ini menghafal lebih cepat dengan membaca teks dengan keras dan mendengarkan kaset, kurang suka membuat catatan-catatan, dan lebih senang mendengarkan teman yang sedang belajar (Tim Musyawarah Guru Bimbingan dan Konseling, Provinsi Jakarta, 2014). Ciri-ciri gaya belajar auditori:

1) Berbicara kepada diri sendiri saat bekerja 2) Mudah terganggu oleh keributan

3) Menggerakkan bibir dan mengucapkan tulisan di buku ketika membaca


(47)

5) Mampu mengulangi kembali dan menirukan nada, birama, dan warna suara

6) Mengalami kesulitan dalam menulis cerita, tetapi hebat dalam bercerita

7) Berbicara dalam irama yang terpola 8) Pembicara yang fasih

9) Lebih suka musik daripada seni

10) Belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan daripada yang dilihat

11) Suka berbicara, suka berdiskusi, dan menjelaskan sesuatu panjang lebar

12) Mempunyai masalah dengan pekerjaan-pekerjaan yang melibatkan visualisasi

13) Lebih pandai mengeja dengan keras daripada menulis 14) Lebih suka gurauan lisan daripada membaca komik

c. Gaya belajar kinestetik

Individu dengan gaya belajar kinestetik sangat peka terhadap perasaan atau emosi dan pada sensasi sentuhan serta gerakan. Individu dengan gaya belajar ini sulit untuk duduk diam dalam waktu yang lama karena keinginan untuk beraktivitas dan eksplorasi yang kuat. Gaya belajar kinestetik belajar dengan melakukan gerakan dan sentuhan (Tim Musyawarah Guru Bimbingan dan Konseling, Provinsi Jakarta, 2014).


(48)

Ciri-ciri gaya belajar kinestetik: 1) Berbicara dengan perlahan 2) Menanggapi perhatian fisik

3) Menyentuh orang lain untuk mendapatkan perhatian 4) Berdiri dekat ketika berbicara dengan orang lain 5) Selalu berorientasi pada fisik dan banyak bergerak 6) Mempunyai perkembangan awal otot-otot yang besar 7) Belajar melalui memanipulasi dan praktik

8) Menghafal dengan cara berjalan dan melihat

9) Menggunakan jari sebagai penunjuk ketika membaca 10) Banyak menggunakan isyarat tubuh


(49)

Berikut adalah perbedaan cara belajar untuk masing-masing gaya belajar agar menjadikan belajar menjadi efektif:

Tabel 2.1:

Cara belajar untuk masing-masing gaya belajar

Gaya Belajar Media atau alat bantu yang digunakan

Visual Gerakan tubuh/ body language

Buku, majalah Grafik, diagram

Peta pikiran / mind mapping OHP / Komputer

Poster Kolase

Flow Chart

Highlighting, tulisan dengan warna yang menarik

Kata-kata kunci yang dipanjang di sekeliling kelas Model/peralatan

Auditori Suara yang jelas dengan intonasi yang terarah

Membaca dengan keras

Pembicara tamu, sesi tanya jawab, diskusi Rekaman ceramah atau kuliah

Belajar dengan mendengarkan atau menyampaikan informasi

Permainan peran Teknik Mnemonics Musik

Kerja kelompok

Kinestetik Keterlibatan fisik

Field trip

Membuat model

Highlitghting Tick It

Membuat peta pikiran

Menggunakan gerakan tubuh untuk menjelaskan sesuatu Tabel dikutip dari Adi W. Gunawan (2007) dalam bukunya yang berjudul “Genius Learning Strategi”

Penguraian di atas menjelaskan bahwa masing-masing gaya belajar menggunakan alat bantu yang berbeda agar mampu menciptakan proses belajar yang efektif. Gaya belajar visual yang mengandalkan indera penglihatan dalam menerima dan menyerap informasi cenderung lebih


(50)

mudah belajar dengan menggunakan alat bantu yang berbentuk visual, seperti buku, poster, dan OHP.

Gaya belajar auditori yang menggandalkan indera pendengaran dalam menerima dan menyerap infomasi lebih mudah belajar dengan menggunakan alat bantu musik atau rekaman suara. Gaya belajar kinestetik yang mengandalkan indera sentuhan cenderung lebih mudah terbantu dalam belajar jika melibatkan gerakan tubuh atau kegiatan praktek secara langsung di lapangan.

C. Musik

1. Sejarah Perkembangan Musik

Musik yang berkembang sejak jaman purba disebut sebagai musik primitif. Musik primitif muncul atau diperoleh dari suara-suara yang dihasilkan anggota tubuh manusia, seperti tepukan tangan, siulan, suara vokal atau suara manusia (dalam Delphie, M.A., 2005).

Musik primitif juga diperoleh dari alat yang terbuat dari tulang binatang yang dikeringkan, biji-bijian kering, kayu, dan bambu. Musik primitif digunakan sebagai penggiring tari-tarian pada upacara-upacara ritual. Hal ini menunjukkan bahwa musik memiliki hubungan dengan pola-pola gerak tertentu yang disesuaikan dengan irama musik. Musik lebih berkembang pada abad pertengahan terutama di gereja negara-negara Barat sehingga mumcul tokoh-tokoh musik, teori tentang musik,


(51)

istilah-istilah berkaitan dengan musik, dan sekolah khusus yang mengajarkan musik (dalam Delphie, M.A., 2005).

Penjelasan di atas mengungkapkan bahwa musik mulai terbentuk dan tercipta sejak pada zaman dahulu kala (zaman primitif). Musik tercipta melalui suara yang dihasilkan oleh anggota tubuh manusia, seperti tepukan tangan, bunyi siulan, dan suara vokal manusia. Musik juga tercipta dengan menggunakan tulang binatang dan biji-bijian yang telah dikeringkan, serta kayu dan bambu. Musik digunakan untuk mengiringi tarian pada upacara-upacara ritual sehingga pada abad pertengahan, musik mulai berkembang terutama di gereja-gereja Kristiani negara Barat. Perkembangan musik di gereja-gereja negara Barat mulai menarik perhatian para ahli untuk lebih memahami musik.

2. Pengertian Musik

Schopenhauer (dalam Soedarsono, R.M, 1992) berpendapat bahwa musik adalah melodi dengan syair berupa alam semesta. Suhastjarja (dalam Soedarsono, R.M, 1992) menyatakan bahwa musik ialah ungkapan rasa indah manusia dalam bentuk konsep pemikiran yang bulat, dalam wujud nada-nada yang mengandung ritme dan harmoni, serta mempunyai suatu bentuk dalam ruang waktu yang dikenal oleh diri sendiri dan manusia lain dalam lingkungan sehingga mampu dimengerti dan dinikmati.


(52)

Campbell (2001) menjelaskan bahwa musik adalah bahasa yang mengandung unsur-unsur universal, bahasa yang melintasi batas-batas usia, jenis kelamin, ras, agama dan kebangsaan. Musik adalah seni penataan bunyi secara cermat yang membentuk pola teratur dan merdu yang tercipta dari alat musik atau suara manusia.

Pengertian di atas menjelaskan bahwa musik adalah bunyi yang memiliki pola yang teratur dan merdu yang berasal dari suara manusia ataupun alat musik yang mengandung ritme dan harmoni, serta tidak mengenal batasan-batasan bagi pendengar.

3. Elemen-Elemen Musik

Musik dibangun dari empat unsur, yaitu nada atau bunyi yang teratur, amplitudo atau kuat lemah bunyi (dinamik), unsur waktu yang terdiri dari panjang-pendek bunyi, serta timbre atau warna suara (dalam Poetra, 2006).

Disisi lain, Delphie, M.A (2005) membagi elemen musik menjadi dua, yaitu:

a. Elemen primer 1) Irama

Irama adalah elemen musik yang paling penting, karena hanya dengan suatu irama dan tanpa elemen lain seseorang mampu mendengarkan musik. Irama dalam musik adalah susunan


(53)

yang berurutan dari suara atau bunyi ketukan dan nilai not lagu yang lambat dan cepat.

2) Melodi

Tinggi rendah suatu nada membentuk melodi. Melodi tidak bisa terlepas dengan harmoni.

3) Harmoni

Harmoni adalah suatu gabungan dari nada-nada yang berurutan atau nada-nada yang dibunyikan pada waktu bersamaan. Harmoni membantu dalam mempertinggi atau mengurangi tekanan dari musik. Harmoni terikat pada melodi serta irama.

b. Elemen sekunder, meliputi: 1) Dinamik

Kekuatan musik berubah-ubah dari yang bersifat lunak atau tinggi hingga yang keras atau nada berat. Perubahan tersebut dibagi tiga, yaitu:

i. Cara bagaimana nada itu dibunyikan

ii. Luas melodi dipersempit atau diperkecil dengan cara tekanan dikurangi atau diperbesar dengan menambahkan ketegangan. iii. Irama yang diubah


(54)

2) Agogik

Agogik merupakan perubahan yang terjadi antara gerakan yang lambat sekali dengan gerakan yang sangat cepat.

Musik terbentuk dari dua elemen, yaitu elemen primer yang menjadi unsur utama pembentuk musik, dan elemen sekunder, yaitu elemen pendukung dalam suatu musik. Elemen utama adalah elemen yang menciptakan musik sehingga memiliki nada-nada yang teratur dan harmoni. Irama adalah elemen utama pembentuk musik, karena hanya dengan kumpulan nada-nada atau not-not yang saling berurutan maka tercipta suara yang merdu.

Unsur kedua pembentuk musik adalah dengan penambahan melodi yang berupa tinggi rendah nada. Penggunaan unsur irama dan melodi menciptakan suatu harmoni, yaitu gabungan nada-nada yang dibunyikan secara bersama-sama.

Elemen lain, yaitu elemen pendukung yang membentuk alunan suara dalam musik menjadi lebih menarik adalah dinamik, yaitu perubahan nada-nada dari yang bersifat tinggi hingga nada yang berat dan agogik, yaitu perubahan dari bunyi nada yang lambat hingga bunyi nada yang cepat.

4. Musik Baroque

Baroque adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan seni


(55)

berasal dari bahasa Portugis “barroco” yang mengarah pada mutiara yang

memiliki bentuk yang berbeda dari mutiara lain dan digunakan pada perhiasan atau dekorasi (dalam Wright, 2011). Istilah baroque pada awalnya mengindikasikan hal-hal yang negatif. Namun, penemu baru pada musik baroque, yaitu Peter Paul Rubens (1577-1640), dan musik dari Antonio Vivaldi (1678-1741) dan J.S Bach (1685-1750) menciptakan musik baroque yang memiliki arti positif dalam sejarah budaya Barat (dalam Wright, 2011).

Musik baroque dibentuk dari empat elemen, yaitu melodi, harmoni, ritme, texture dan dinamik. Karakteristik dari musik baroque adalah memiliki melodi yang ekspresif dan penggunaan bass yang cukup kuat.

Musik baroque mengalami perubahan menjadi musik dengan arti positif pada masa late baroque (1710-1750) dengan komposer terkenal J.S Bach dan G.F Handel (dalam Wright, 2011). Musik Bach sangat unik karena musik yang diciptakan mampu membawa seseorang pada kondisi beta maupun alfa. Bach ternyata secara intuitif mampu menciptakan musik yang sangat seimbang karena faktor pengondisian beta dan alfa (dalam Gunawan, 2007).

Komposer lain yang terkenal untuk zaman Baroque adalah seorang komposer Italia Antonio Vivaldi (1678-1741, dalam Gunawan, 2007). Para komposer pada masa late baroque menggunakan ketukan sangat khas dan pola-pola yang secara otomatis menyinkronkan tubuh dan pikiran. Musik baroque mempunyai tempo enam puluh ketukan per menit, yang


(56)

sama dengan detak jantung rata-rata dalam keadaan normal. Selain itu, struktur kord melodis dan instrumentasi baroque membantu tubuh mencapai keadaan waspada tetapi relaks (Schuster dan Gritton, 1986, dalam Depotter dkk, 2010).

Uraian di atas menjelaskan bahwa musik baroque adalah musik klasik yang merujuk pada suatu zaman, yaitu zaman baroque sekitar tahun 1600-1750. Musik baroque dengan arti negatif terus mengalami perubahan hingga menjadi musik dengan arti positif dan menjadi salah satu bagian dalam budaya Barat.

Musik baroque memiliki beberapa karakteristik, yaitu penggunaan melodi yang ekspresif dan penggunaan bass yang kuat. Selain itu, musik

baroque juga memiliki irama dengan ketukan yang hampir sama dengan

detak jantung manusia dalam keadaan normal.

Komposer yang terkenal dan mampu mengubah musik baroque menjadi musik yang positif adalah Bach (1685-1750). Bach mampu menciptakan musik baroque yang sangat seimbang dan intuitif karena musik yang diciptakan mampu membawa seseorang pada kondisi beta dan alfa. Kondisi tersebut adalah suatu kondisi ketika seseorang berada pada kondisi yang rileks dan santai. Peneliti bernama Lozanov (1976) melakukan penelitian terhadap penggunaan musik baroque yang mampu membawa seseorang pada kondisi alfa, yaitu kondisi rileks namun waspada. Hasil yang ditemukan Lozanov adalah musik baroque mampu


(57)

merilekskan gelombang otak, menstabilkan mental, fisik dan emosi seseorang sehingga seseorang masuk ke dalam keadaan relaksasi dan membuka pikiran terhadap informasi yang masuk.

5. Musik Jazz

Jazz merupakan salah satu jenis musik yang berasal dari masyarakat kulit hitam di Amerika Serikat. Jazz adalah jenis musik dengan tingkat kerumitan harmoni dan improvisasi yang tinggi, dengan kata lain jazz adalah musik yang cukup susah (dalam Mulyanto, 2008). Jazz disebut sebagai musik Afro-Amerika, berasal dari dan untuk orang kulit hitam; musik improvisasi; musik yang dibentuk oleh feel ritmik yang disebut

swing; dan musik yang dipengaruhi blues (Szwed, 2013).

Musik jazz pertama kali muncul di kalangan kulit hitam New Orleans, Florida pada akhir abad ke-19. Jazz merupakan jenis musik yang telah banyak dipengaruhi oleh beberapa elemen budaya musik, termasuk Afrika Barat, Amerika dan Eropa. Elemen Afrika Barat yang mempengaruhi jazz melibatkan penekanan pada improvisasi, permainan drum (drumming), suara perkusi dan irama yang kompleks. Melalui persentuhan antara kebudayaan musik yang dibawa dengan kebudayaan musik Barat, muncul di benua Amerika suatu musik yang dikenal musik Jazz, yang mengalami perkembangan di dalam kondisi dan situasi tetentu sehingga diperoleh wujud yang dikenal sekarang.


(58)

Peranan irama dan gerak tari yang sangat kuat dalam jazz, menjadikan jazz memiliki pembawaan dan pengaruh terhadap fisik seseorang secara amat kuat. Hendro S.D (2009) menerangkan bahwa jazz merupakan salah satu genre musik yang berasal dari blues dan dipengaruhi musik klasik. Nuansa harmoni musik klasik memberi inspirasi terhadap pola-pola harmoni melodi Jazz.

Mulyanto (2008) mengemukakan bahwa jazz adalah potensi musikalitas di dalam diri manusia yang menghasilkan berbagai bentuk irama. Musikalitas mencakup naluri, insting, pola pikir, emosi, ekspresi, perasaan dan harmoni musik menjadi satu kesatuan. Mulyanto (2008) mengemukakan bahwa musik jazz lebih mengarah kepada suasana hati dan karakter sebuah musik daripada sebuah jenis musik dengan batasan tertentu.

Musik jazz dibentuk dari beberapa elemen, yaitu (dalam Szwed, 2013) melodi, harmoni dan ritme. Style jazz tidak hanya Marching Band, namun berkembang membentuk style lain, seperti Ragtime, Boogie

Woogie, Swing, Bebop, Fusion, Jazz Rock, Jazzy, Foxtort, Samba, dan Bossanova (dalam Heart, 2013).

Heart (2013) mengungkapkan bahwa penggunaan musik Jazz pada

ballet, salsa, tango, foxtrot, waltz, rumba dan bop digunakan untuk

mengangkat semangat, merilekskan pikiran dan menenangkan telinga dengan irama listrik. Salah satu jenis jazz yang baik untuk peningkatan otak adalah smooth jazz. Smooth jazz adalah musik yang telah muncul


(59)

selama beberapa dekade. Para seniman terus berusaha membuat pengulangan suara, menciptakan hit baru untuk koleksi jazz agar memberikan efek yang sama. Smooth jazz menggunakan sifat atau pola yang hampir sama dengan pola peningkatan otak dalam menciptakan irama musik sehingga mampu membawa pikiran ke dalam kondisi relaksasi.

Tahun 60-an, Irving Berlin, Cole Porter, George dan Ira Gerswin dan Hoggy Carmichae yang datang dari area musik luar Inggris meninggalkan kesan yang cukup mendalam mengenai jazz di seluruh dunia. Arena smooth jazz mengisi suara di berbagai wilayah di seluruh dunia, dengan membantu jutaan orang untuk rileks. Selama 60’an tahun musik jazz mengambil bagian dan suara lembut dari smooth jazz masuk ke dalam perhatian penikmat musik (dalam Heart, 2013).

Barber (2005) percaya bahwa smooth jazz adalah jenis musik yang mengkombinasikan kelembutan, suara melodi yang menenangkan, dan

urban groove sehingga mampu mempengaruhi mood seseorang dengan

mengatasi emosi negatif, membantu kemampuan berpikir kreatif dan membantu dalam latihan ekspresi diri. Smooth jazz memiliki karakteristik sebagai berikut (dalam Dunscomb dan Hill, 2002):

a. Lembut, suara yang enak didengar b. Penggunaa keyboard electric dan bass c. Terdiri dari kelompok kecil


(60)

e. Hiphop dan rap- dipengaruhi alur f. Komposisi yang teratur

Uraian di atas menunjukkan bahwa musik jazz adalah musik klasik Amerika serikat. Musik jazz adalah musik yang dipengaruhi oleh musik di berbagai daerah, seperti Eropa dan Afrika Barat. Musik jazz adalah musik yang berasal dari genre blues namun dipengaruhi oleh musik klasik dan

marching band. Pengaruh musik klasik pada musik jazz memberi inspirasi

terhadap pola-pola harmoni melodi Jazz.

Smooth jazz memiliki karakteristik, berupa suara yang lembut dan

enak didengar, penggunaan bass dan keyboard electric, percampuran irama dan melodi dari genre musik blues, gospel, R&B, pop, dan rock, serta memiliki komposisi yang teratur.

Suara lembut dari jazz (smooth jazz) mampu mempengaruhi kondisi fisik seseorang. Hal ini dikarenakan smooth jazz memiliki pola irama yang sesuai dengan pola peningkatan otak sehingga mendengarkan

smooth jazz mampu merilekskan seseorang. Smooth jazz juga mampu

menaikkan semangat seseorang (mood menjadi baik) dan memberi ketenangan bagi indera pendengaran.

6. Perkembangan Musik Baroque dan Jazz di Indonesia

Musik baroque adalah salah satu jenis musik klasik yang diciptakan pada masa Baroque. Hakim (2010) menjelaskan bahwa musik klasik mempunyai tempat tersendiri di kalangan pengemar musik.


(61)

Beberapa kalangan mengatakan bahwa musik klasik adalah musik kalangan orang-orang menengah ke atas dan tidak sedikit individu yang mengakui bahwa tidak mudah untuk menikmati musik klasik.

Walaupun banyak penelitian yang menyatakan bahwa musik klasik mampu memberikan ketenangan pada pikiran dan mengurangi stress, namun rekaman musik klasik tidak mudah untuk didapatkan (dalam Hakim, 2010).

Hakim (2010) menjelaskan bahwa cukup sulit mendengarkan musik klasik karena sangat jarang televisi menyiarkan pertunjukkan musik klasik. Musisi klasik di Indonesia masih cukup terbatas sehingga sangat sulit untuk memperkenalkan musik klasik pada anak sekolah hingga masyarakat pengemar musik lain. Mendengarkan musik klasik juga merupakan masalah lain.

Mendengarkan pagelaran musik klasik memiliki beberapa aturan, yaitu para penonton tenang, dalam arti tidak ngobrol dan bertepuk tangan sebelum lagu yang dimainkan telah selesai. Aturan yang cukup banyak dalam mendengarkan musik klasik menghambat musik klasik memperoleh tempat di hati para penggemar (dalam Hakim, 2010).

Alunan irama musik jazz sudah cukup familiar di telinga masyarakat di Indonesia. Beny Lihumahuwa seorang musisi Jazz menilai perkembangan musik Jazz di Indonesia saat ini sangat pesat dan bagus (dikutip dari antarnews.com, Sabtu, 14 November 2014). Hal ini terlihat


(62)

dari festival-festival musik Jazz, seperti JakJAzz, Java Jazz, dan Sumatera Jazz.

Sulastianto (2006) mengemukakan bahwa musik jazz memiliki pengaruh yang kuat terhadap musik di Indonesia. Walaupum pengaruh musik jazz tidak menyeluruh, tetapi hampir semua jenis musik modern Indonesia dipengaruhi oleh jazz.

7. Hubungan musik dan otak

Salim (2009) menuliskan bahwa musik sangat berpengaruh dalam kehidupan, selain didengarkan, dimainkan, dan dipentaskan juga dipelajari secara ilmiah. Pythagoras, pada abad 6 SM telah mengupas suatu gejala dalam musik. Seutas tali direnggangkan lima puluh persen menyebabkan nada yang dihasilkan menjadi suatu oktaf lebih tinggi. Pembahasan mengenai musik tidak hanya mengenai analisis nada dan perbandingan getaran dua nada yang matematis tetapi juga pengaruh musik terhadap manusia. Hal tersebut dimulai dari penelitian yang memperdengarkan musik secara lengkap atau hanya irama tertentu saja.

Respon yang terjadi adalah perubahan denyut nadi, kecepatan pernapasan, tahanan listrik pada kulit, dan sirkulasi darah. Denyut jantung secara otomatis menyesuaikan diri dengan irama yang didengar. Irama musik dengan kecepatan ¾ per detik hampir sama dengan berbagai macam irama alam. Irama tersebut sama dengan denyut jantung (rata-rata 0,8 detik). Waktu 0,8 detik sama dengan waktu yang dibutuhkan untuk


(63)

berbagai proses sederhana dalam otak. Musik apa saja baik yang berirama cepat ataupun lambat, memiliki pengaruh yang signifikan terhadap manusia.

Musik memiliki dimensi kreatif selain menjadi bagian-bagian yang identik dengan proses belajar. Musik diyakini memiliki dampak khusus terhadap perilaku karena jenis musik tertentu mampu membawa respon yang berbeda terhadap perilaku manusia.

Musik dengan tempo 60-70 beats mampu menenangkan otak sehingga bermanfaat untuk menyeimbangkan kembali kerja otak. Hal ini dipahami dalam empat gelombang otak. Hasil pengukuran dengan menggunakan alat EEG (Electro Encepalo Graph) diketahui 4 gelombang, sebagai berikut (dalam Gunawan, 2007):

a) Beta

Frekuensi gelombang Beta berada pada kisaran 12-25 Hz. Seseorang berada pada kondisi ini saat dalam keadaan sadar, melakukan aktivitas sehari-hari, melakukan aktivitas yang menuntut konsentrasi tinggi, melakukan debat, berolahraga, atau melakukan suatu proyek yang rumit.

b) Alfa

Frekuensi gelombang Alfa berada pada kisaran 8-12 Hz, dengan alfa optimum berada pada frekuensi 10,5 Hz. Seseorang berada dalam keadaan yang rileks tetapi waspada, seperti membaca, menulis, melihat, dan memikirkan jalan keluar dari suatu masalah.


(64)

c) Teta

Frekuensi gelombang Theta berada pada kisaran 4-8 Hz. Seseorang berada dalam keadaan yang sangat rileks, masuk dalam kondisi meditatif, dan ide-ide kreatif muncul. Seseorang masuk ke kondisi delta dan tertidur apabila tidak mampu mengendalikan diri. (ex: belajar sambil ngantuk).

d) Delta

Frekuensi gelombang Delta berada pada kisaran 0,5-4 Hz. Kondisi ini adalah kondisi tidur dan menjadi tidak sadar dengan kondisi lingkungan.

Proses musik dalam mempengaruhi kinerja otak adalah sebagai berikut (dalam Gunawan, 2007):

a. Musik pertama-tama diproses di auditori cortex dalam bentuk suara b. Seseorang menikmati musik dengan otak kanan, sedangkan otak kiri

memproses lirik dalam musik atau lagu.

c. Sistim limbik menanggani respon terhadap musik dan emosi sehingga belajar dengan menggunakan musik yang tepat sangat membantu dalam meningkatkan daya ingat.

Musik baroque berhubungan dengan gelombang Alfa. Belajar dengan mendengarkan musik baroque mampu meningkatkan konsentrasi dan membuat tubuh lebih rileks. Musik tersebut merangsang otak dalam gelombang alfa yang santai seperti keadaan meditasi sehingga mengakibatkan belajar menjadi lebih efektif.


(65)

Musik jazz yang mampu merilekskan otak adalah smooth jazz.

Smooth jazz menggunakan sifat atau pola yang hampir sama dengan pola

peningkatan otak dalam menyusun irama musik. Irama smooth jazz mampu membuat seseorang menjadi lebih santai yang memiliki peran yang sama dengan musik jazz secara umum, yaitu untuk merilekskan jiwa.

Pemaparan di atas menjelaskan bahwa otak merespon musik yang diputar dan didengarkan oleh telinga. Proses tersebut adalah otak kanan menikmati irama musik sedangkan otak kiri memproses kata-kata atau lirik pada lagu. Penggunaan musik yang tepat tidak hanya mempengaruhi otak kiri dan kanan namun juga sistem limbik yang menanggani sistem memori jangka panjang.

Penggunaan musik dalam meningkatkan daya ingat dan otak adalah dengan tempo yang hampir sama dengan detak jantung manusia (60-80 bpm). Hal ini dipahami melalui kondisi gelombang otak pada saat mendengarkan musik tertentu. Gelombang alfa adalah kondisi gelombang yang paling baik bagi seseorang untuk melakukan proses belajar, seperti membaca dan menulis. Hal ini dikarenakan gelombang alfa adalah suatu kondisi ketika seseorang berada dalam keadaan rileks namun tetap waspada.

Musik baroque adalah musik yang secara khusus diciptakan dengan pengkondisian gelombang alfa. Musik jazz berupa smooth jazz memiliki irama yang mengikuti pola peningkatan otak dengan


(66)

menggunakan suara ritme listrik berulang sehingga mampu membawa seseorang pada kondisi yang lebih santai.

8. Teori musik dan pembelajaran

Musik membantu proses pembelajaran melalui tiga cara (dalam Gunawan, 2007):

1. Musik membantu untuk mengisi kembali energi pada otak 2. Musik membantu untuk merilekskan otak sehingga otak siap

untuk belajar

3. Musik digunakan untuk membawa informasi yang ingin dimasukan ke dalam memori.

Depotter, dkk (2009) mengungkapkan bahwa musik digunakan untuk: (1) meningkatkan semangat, (2) merangsang pengalaman, (3) mnumbuhkan relaksasi, (4) meningkatkan fokus, (5) membina hubungan, (6) menentukan tema untuk hari itu, (7) memberi inspirasi, dan (8) bersenang-senang.

Depotter dan Hernacki (2010) menyimpulkan bahwa dengan menggunakan musik yang khusus maka mampu mengerjakan pekerjaan mental yang melelahkan sambil tetap rileks dan berkonsentrasi.

Berikut perbedaan kondisi fisik pada proses pembelajaran menggunakan musik dan tanpa musik terhadap pekerjaan mental yang melelahkan (DePotter dan Hernacki, 2010):


(67)

Tabel 2.2:

Perbedaan kondisi fisik pada proses pembelajaran yang menggunakan musik dan tanpa musik

Tanpa Musik Dengan musik

Denyut nadi dan tekanan darah meningkat

Denyut nadi dan tekanan darah menurun

Gelombang otak semakin cepat Gelombang otak melambat

Otot-otot menegang Otot-otot rileks

Tabel dikutip dari Bobbi Depotter dan Mike Hernacki, dalam Quantum Learning, 2010:73

Pembelajaran dengan musik oleh psikiater bernama Lozanov (1976, dalam Russel, 2011) untuk meningkatkan belajar dan memori, dikenal sebagai accelerated learning. Lozanov menggunakan musik sebagai bagian integral dari program pembelajaran yang disebut

suggestopedia, atau “konser aktif dan pasif”.

Proses pembelajaran dengan konser aktif dan pasif adalah proses pembelajaran dengan menggunakan media musik. Pengajar menjelaskan materi dengan mengikuti irama musik yang dimainkan sebagai latar (pengiring pembelajaran) agar mahasiswa menyerap materi yang disampaikan pengajar. Berikut adalah perbedaan konser aktif dan pasif dalam proses pembelajaran:

1) Konser aktif

Konser aktif digunakan untuk memperkenalkan materi baru. Materi dibacakan secara dramatik kepada mahasiswa dengan musik klasik atau romantik bertempo sekitar 80 bpm. Lozanov percaya bahwa musik membantu menciptakan sebuah jembatan limbic bagi kata-kata lewat penyeimbangan otak kiri dan kanan agar ingatan lebih


(68)

baik. Mahasiswa menyadari kata-kata di dalam proses pembelajaran. Konser aktif memberikan energi kembali pada otak dan menyeimbangkan kembali otak serta tubuh.

2) Konser pasif

Materi yang sama atau serupa dengan materi konser aktif dibacakan secara lebih pelan kepada mahasiswa dengan musik yang lebih pelan sekitar 60 bpm. Mahasiswa tidak mencatat, hanya duduk dan membiarkan kata-kata mengalir.

Berk (2008) menguraikan beberapa hasil dari mendengarkan musik, yaitu: (1) menarik perhatian mahasiswa, (2) memfokuskan konsentrasi mahasiswa, (3) membangkitkan minat di kelas, (4) menciptakan rasa antisipasi, (5) membangun suasana atau lingkungan yang positif, (6) merilekskan mahasiswa saat belajar, (7) menarik imajinasi mahasiswa, (8) membangun kesesuaian diantara mahasiswa, (9) meningkatkan sikap terhadap konten dan pembelajaran, (10) membangun sebuah hubungan dengan mahasiswa lain dan dosen, (11) meningkatkan konsep atau isi memori, (12) memfasilitasi penyelesaian tugas yang monoton atau berulang, (13) meningkatkan pemahaman, (15) meningkatkan performansi pada tes dan pengukuran lain, (16) menginspirasi dan memotivasi mahasiswa, (17) membuat belajar menyenangkan, (18) meningkatkan kinerja keberhasilan, (19) mengatur

mood, (20) mengurangi kecemasan dan ketegangan pada topik


(69)

Brewer (1995, dalam Berk 2008) merekomendasikan penggunaan iringan musik dimainkan saat mahasiswa belajar, membaca, atau menulis untuk meningkatkan level perhatian, mengembangkan ingatan dan memori, memperpanjang waktu belajar yang fokus, dan memperluas keterampilan berpikir. Musik efektif digunakan selama mengulang materi atau pelaksanaan tes.

Penjelasan di atas menunjukkan bahwa penggunaan iringan musik dalam proses pembelajaran mampu menciptakan kondisi belajar yang rileks dan efektif sehingga membantu meningkatkan konsentrasi, memori, mampu fokus dalam jangka waktu yang lama, dan pemahaman terhadap suatu informasi atau materi, serta mampu meningkatkan ketrampilan berpikir. Oleh karena itu, musik memiliki pengaruh yang kuat terhadap diri seseorang. Musik mempengaruhi perkembangan kognitif, sosial, psikomotor, dan emosi dalam diri individu.

Pengajar memberikan materi dengan mengikuti setiap irama (tinggi rendah nada) pada musik yang dimainkan sebagai iringan pada proses belajar konser aktif. Pengajar lebih lambat dan santai dalam mengucapkan kata-kata dari materi yang diajarkan selama konser pasif. Hal ini dikarenakan tempo musik pada konser pasif yang lebih lambat (60 bpm) dibandingkan tempo musik pada konser aktif (80 bpm).


(1)

123

INFORMED CONSENT

1.

Informed consent Kelompok Kontrol

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANTA DHARMA

Kampus III Universitas Sanata Dharma Paingan, Maguwoharjo, Depok, Sleman

LEMBAR PERSETUJUAN (INFORMED CONSENT)

Undangan :

Saya ingin meminta kesediaan Anda untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Silakan membaca lembar persetujuan ini. Jika ada pertanyaan, tidak perlu merasa sungkan atau ragu untuk menanyakannya.

Eligibilitas :

Subjek atau partisipan dalam penelitian ini adalah mahasiswa dengan gaya belajar auditori. Rentang usia subjek/partisipan adalah 18 – 22 tahun.

Keterlibatan partisipan :

Dalam penelitian ini membutuhkan kesediaan Anda untuk dapat melakukan rangkaian aktivitas yang akan dilaksanakan. Peneliti akan menemui Anda dengan maksud:

1) Meminta Anda membaca dan menandatangani surat persetujuan partisipasi dalam penelitian


(2)

124 3) Meminta anda menjawab sejumlah soal

Penjelasan Prosedur :

Saya akan meminta Anda untuk membaca sebuah bacaan terlebih dahulu. Waktu yang diberikan kepada Anda untuk membaca keseluruhan bacaan adalah 20 menit. Anda diminta untuk mengingat dan memahami materi bacaan yang telah diberikan. Setelah itu, saya akan memberikan sejumlah soal yang berhubungan dengan materi bacaan yang telah Anda baca.

Manfaat dan Resiko :

Penelitian ini mengharapkan kesediaan dan ketulusan Anda untuk berpartisipasi. Penelitian ini nantinya diharapkan dapat membantu Anda untuk menemukan alat bantu belajar yang tepat sehingga membantu Anda dalam mencapai prestasi belajar yang memuaskan.

Jaminan Kerahasiaan :

Kerahasiaan Anda akan saya jaga. Saya tidak akan menyebutkan nama Anda. Saya hanya akan memberikan nama inisial. Semua informasi yang Anda berikan akan dijaga kerahasiaanya sehingga informasi menjadi rahasia peneliti. Hasil penelitian ini akan dipublikasikan sebagai skripsi.

Mengetahui,

Peneliti Dosen Pembimbing

Akwila R. Br.Sitinjak Ratri Sunar Astuti, M.Si Mahasiswa Fak. Psikologi Dosen Fak. Psikologi Universitas Sanata Dharma Universitas Sanata Dharma


(3)

125

Setelah membaca isi informed consentdi atas, saya : 1. Inisial :

2. Usia :

3. Status pendidikan :

Memahami semua informasi di atas dan dengan ini menyatakan kesediaaan untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.

Tanggal, ____________ Partisipan


(4)

126

INFORMED CONSENT

2.

Informed consent Kelompok Eksperimen

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANTA DHARMA

Kampus III Universitas Sanata Dharma Paingan, Maguwoharjo, Depok, Sleman

LEMBAR PERSETUJUAN (INFORMED CONSENT)

Undangan :

Saya ingin meminta kesediaan Anda untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Silakan membaca lembar persetujuan ini. Jika ada pertanyaan, tidak perlu merasa sungkan atau ragu untuk menanyakannya.

Eligibilitas :

Subjek atau partisipan dalam penelitian ini adalah mahasiswa dengan gaya belajar auditori. Rentang usia subjek/partisipan adalah 18 – 22 tahun.

Keterlibatan partisipan :

Dalam penelitian ini membutuhkan kesediaan Anda untuk dapat melakukan rangkaian aktivitas yang akan dilaksanakan. Peneliti akan menemui Anda dengan maksud:

1. Meminta Anda membaca dan menandatangani surat persetujuan partisipasi dalam penelitian


(5)

127 3. Meminta anda menjawab sejumlah soal

Penjelasan Prosedur :

Saya akan meminta Anda untuk membaca sebuah bacaan terlebih dahulu. Waktu yang diberikan kepada Anda untuk membaca keseluruhan bacaan adalah 20 menit. Anda diminta untuk mengingat dan memahami materi bacaan yang telah diberikan. Pada saat membaca, saya akan memutarkan musik latar. Setelah itu, saya akan memberikan sejumlah soal yang berhubungan dengan materi bacaan yang telah Anda baca.

Manfaat dan Resiko :

Penelitian ini mengharapkan kesediaan dan ketulusan Anda untuk berpartisipasi. Penelitian ini nantinya diharapkan dapat membantu Anda untuk menemukan alat bantu belajar yang tepat sehingga membantu Anda dalam mencapai prestasi belajar yang memuaskan..

Jaminan Kerahasiaan :

Kerahasiaan Anda akan saya jaga. Saya tidak akan menyebutkan nama Anda. Saya hanya akan memberikan nama inisial. Semua informasi yang Anda berikan akan dijaga kerahasiaanya sehingga informasi menjadi rahasia peneliti. Hasil penelitian ini akan dipublikasikan sebagai skripsi.

Mengetahui,

Peneliti Dosen Pembimbing

Akwila R. Br.Sitinjak Ratri Sunar Astuti, M.Si Mahasiswa Fak. Psikologi Dosen Fak. Psikologi


(6)

128

Setelah membaca isi informed consentdi atas, saya :

1. Inisial :

2. Usia :

3. Status pendidikan :

Memahami semua informasi di atas dan dengan ini menyatakan kesediaaan untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.

Tanggal, ____________ Partisipan