PENERAPAN PENGELOLAAN KELAS PADA KELOMPOK B DI TK ANAKQU.

(1)

i

PENERAPAN PENGELOLAAN KELAS PADA KELOMPOK B DI TK ANAKQU

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Nur Endah Saputri NIM 13111241047

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI JURUSAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

v MOTTO

Anak-anak di dalam kelas kita mutlak lebih penting daripada pelajaran yang kita ajarkan kepada mereka (Meladee McCArty)

Kelolalah kelas, maka kelas dan anak didik akan menjadi bagian dari harimu.


(6)

vi

PERSEMBAHAN

Seiring rasa syukur kehadirat Allah Subhaanahu Wa Ta’alaa, karya ini saya persembahkan teruntuk:

1. Ibunda Suratinah dan Ayahanda Muh Alip yang tidak henti-hentinya mendoakanku.


(7)

vii

PENERAPAN PENGELOLAAN KELAS PADA KELOMPOK B DI TK ANAKQU

Oleh

Nur Endah Saputri NIM 13111241047

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penerapan pengelolaan kelas pada kelompok B di TK AnakQu. Penerapan pengelolaan kelas pada kelompok B dipilih karena dilatarbelakangi oleh potensi yang dimiliki oleh kelompok B di TK AnakQu dalam mengelola kelasnya sehingga diharapkan dapat menjadi contoh untuk pengelolaan kelas pada TK lainnya.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Subjek dalam penelitian ini adalah guru kelas kelompok B di TK AnakQu. Data dikumpulkan melalui metode observasi, wawancara, dan dokumentasi. Data yang terkumpul dianalisis menggunakan model analisis interaktif. Data-data hasil penelitian diuji kembali keabsahannya dengan menggunakan perpanjangan keikutsertaan, ketekunan pengamatan, serta trianggulasi.

Hasil penelitian penerapan pengelolaan kelas pada kelompok B di TK AnakQu adalah: 1) Persiapan dilakukan dengan merencanakan pembelajaran, mengatur waktu, mengatur ruang kelas, dan membangun iklim kelas. 2) Pelaksanaan dilakukan dengan mengatur peserta didik, menciptakan dan memelihara kondisi belajar, mengembalikan kondisi belajar, dan memecahkan masalah. 3) Evaluasi dilakukan dengan cara penelusuran, pengecekan, pencarian, dan penyimpulan. 4) Faktor pendukung penerapan pengelolaan kelas yaitu: anak mudah diberi pengarahan, suasana sekolah menunjang kegiatan pembelajaran, sarana dan prasarana mendukung pengelolaan kelas, serta adanya partner guru. Faktor penghambat penerapan pengelolaan kelas yaitu: perbedaan karakteristik anak, belum efektifnya cara preventif dalam pengaturan peserta didik, dan perbedaan pandangan dan pendapat guru dengan partner di kelas. 5) Cara mengatasi faktor penghambat yaitu dengan melakukan pendekatan kepada anak, mengajak anak membantu anak lain, mengingatkan anak kepada tata tertib yang sudah dibuat bersama, serta komunikasi dan sharing bersama partner guru.


(8)

viii

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum, Wr. Wb.

Puji Syukur kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan kasih sayang-Nya, serta telah memberi kesempatan pada penulis untuk dapat menyelesaikan Skripsi yang disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di Universitas Negeri Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya ridho Allah SWT dan do’a beserta bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan fasilitas sehingga dapat melancarkan studi saya.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kemudahan dalam proses penyusunan skripsi.

3. Ketua Jurusan PAUD yang selalu memberikan motivasi padapenulis untuk menyelesaikan studi tepat waktu.

4. Ibu Nelva Rolina, M.Si. sebagai Dosen Pembimbing I dan Ibu Eka Sapti Cahya Ningrum, M.M., M.Pd.sebagai Dosen Pembimbing II yang selalu sabar meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan bimbingan dan pengarahan selama penyusunan skripsi, serta telah memberikan motivasi beserta saran-saran kepada penulis.

5. Miss Catur Mufidatun, S.Pd. selaku kepala sekolah KB & TK AnakQu, Miss Ayu Endah Nur Prasetyaningrum S.Pd. dan Miss Yanu Ariyanti, S.Sos. selaku guru kelas Al-A’rof, serta Miss Aprilia Rezki Qurnialita, S.Pd. dan Miss Ani Kristanti, S.Pd.I. selaku guru kelas Adz-Dzaariyat, yang telah memberikan waktu, tempat, informasi, arahan, dan bantuan dalam pelaksanaan penelitian. 6. Anak-anak kelompok B (Al-A’rof & Adz-Dzaariyat) TK AnakQu tahun ajaran

2016/2017 yang telah menerima kehadiran Miss Putri di kelas.

7. Orang tua (Suratinah & Muh Alip), kakak tersayang (Danang Hari Prabowo) dan keluarga besar tercinta yang selalu memberikan do’a dan dukungan dalam menyusun penelitian ini.


(9)

(10)

x DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Batasan Masalah ... 6

D. Rumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Penelitian ... 7

G. Definisi Operasional ... 7

BAB II KAJIAN TEORI A. Pengelolaan Kelas di TK ... 9

1. Pengertian Pengelolaan Kelas di TK... 9

2. Tujuan Pengelolaan Kelas di TK ... 10

3. Prinsip Pengelolaan Kelas di TK ... 12

4. Pendekatan dalam Pengelolaan Kelas di TK ... 15

5. Ruang Lingkup Pengelolaan Kelas di TK ... 19

6. Komponen Keterampilan Pengelolaan Kelas di TK ... 47

7. Evaluasi Pengelolaan Kelas di TK ... 52

B. Karakteristik Anak TK ... 54

C. Penerapan Pengelolaan Kelas di TK ... 58

D. Kerangka Berpikir ... 59

E. Penelitian yang Relevan ... 61

F. Pertanyaan Penelitian ... 63

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 64

B. Subjek dan Objek Penelitian ... 65

C. Lokasi Penelitian ... 65

D. Metode Pengumpulan Data ... 65

E. Teknik Analisis Data ... 67

F. Uji Keabsahan Data ... 70 Halaman


(11)

xi

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian ... 72

1. Deskripsi Lembaga KB & TK AnakQu ... 72

2. Penerapan Pengelolaan Kelas pada Kelompok B di TK AnakQu ... 74

3. Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat Penerapan Pengelolaan Kelas pada kelompok B di TK AnakQu ... 92

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 95

1. Penerapan Pengelolaan Kelas pada Kelompok B di TK AnakQu ... 95

2. Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat Penerapan Pengelolaan Kelas pada Kelompok B di TK AnakQu ... 105

3. Cara Mengatasi Faktor Penghambat ... 106

BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 108

B. Implikasi ... 109

C. Saran ... 110

DAFTAR PUSTAKA ... 111


(12)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Sifat dan Pengaruh Warna dalam Pengaturan Ruang Kelas …... 26 Tabel 2. Kisi-kisi Observasi ……… 66 Tabel 3. Penyediaan Ruang Kelas KB & TK AnakQu ………. 78 Tabel 4. Sarana Prasarana Pendukung Pengelolaan Kelas ……… 93


(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Formasi Tradisional (Konvensional) ...27

Gambar 2. Formasi Auditorium ...27

Gambar 3. Formasi Chevron ...28

Gambar 4. Formasi Kelas Bentuk U ...28

Gambar 5. Formasi Meja Pertemuan ...29

Gambar 6a. Formasi Konferensi (Guru berada di samping meja) 29 Gambar 6b. Formasi Konferensi (Guru berada di tengah-tengah kursi peserta didik) ...30

Gambar 6c. Formasi Konferensi (dengan ruang kosong di tengah) ...30

Gambar 7. Formasi Pengelompokkan Terpisah (Breakout Groupings) ...30

Gambar 8. Formasi Tempat Kerja ...31

Gambar 9. Formasi Kelompok untuk Kelompok ...31

Gambar 10. Formasi Lingkaran ...31

Gambar 11. Formasi Peripheral ...32

Gambar 12. Skema Kerangka Berpikir ...61

Gambar 13. Komponen-Komponen Analisis Data Model Interaktif ...68

Gambar 14. KB & TK AnakQu nampak depan ...72

Gambar 15. Pengaturan Tempat Duduk Kelas Al-A’rof dan Adz-Dzaariyat ...79


(14)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. PAUD pada hakikatnya ialah pendidikan yang diselenggarakan dengan tujuan untuk memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan anak secara menyeluruh atau menekankan pada pengembangan seluruh aspek kepribadian anak (Suyadi & Maulidya, 2013: 17). PAUD memberi kesempatan kepada anak untuk mengembangkan kepribadian dan potensi secara maksimal melalui berbagai layanan PAUD. Undang-undang Nomor 137 tahun 2014 Pasal 1 ayat 11 menyebutkan bahwa satuan atau program PAUD adalah layanan PAUD yang dilaksanakan pada suatu lembaga pendidikan dalam bentuk Taman Kanak-kanak (TK)/Raudatul Athfal (RA)/Bustanul Athfal (BA), Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA), dan Satuan PAUD Sejenis (SPS).

TK merupakan lembaga pendidikan formal bagi anak berusia 4-6 tahun yang diharapkan dapat memberikan pengetahuan, kecakapan keterampilan, dan sikap-sikap dasar yang diperlukan untuk pembentukan dan pengembangan pribadi yang utuh.Masitoh, dkk. (2005: 2) berpendapat bahwa TK pada dasarnya adalah pendidikan yang diselenggarakan dengan tujuan untuk memfasilitasi pertumbuhan


(15)

2

dan perkembangan anak secara menyeluruh atau menekankan pada pengembangan seluruh aspek kepribadian anak.Hal tersebut dapat dilakukan melalui pembiasaan dan pemberian stimulus pada saat kegiatan pembelajaran. Pembelajaran di TK hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan, usia, dan tahap perkembangan anak supaya pembelajaran dapat berjalanefektif.

Pembelajaran yang efektif merupakan proses belajar mengajar yang bukan saja terfokus kepada hasil yang dicapai peserta didik, namun bagaimana proses pembelajaran yang efektif mampu memberikan pemahaman yang baik, kecerdasan, ketekunan, kesempatan dan mutu serta dapat memberikan perubahan perilaku dan mengaplikasikannya dalam kehidupan mereka(Sri Esti Wuryani Djiwandono, 2002: 226).Pembelajaran yang efektif merupakan keinginan yang hendak dicapai oleh para pendidik. Persoalan yang muncul adalah bagaimana mencapai tujuan tersebut sehingga diperoleh hasil yang optimal bagi perkembangan anak. Untuk mencapai tujuan pembelajaran yang efektif, salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan menciptakan dan mengelola kelas yang menyenangkan bagi anak untuk melakukan berbagai aktivitas pembelajaran (Rusdinal & Elizar, 2005: 11). Oleh karena itu, pengelolaan kelas merupakan salah satu prasyarat untuk mewujudkan proses pembelajaran yang efektif.

Pengelolaan kelas merupakan keterampilan guru untuk menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal dan mengembalikannya bila terjadi gangguan dalam proses belajar mengajar (Moh. Uzer Usman, 2011: 97). Gangguan saat proses pembelajaran dapat disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internaldapat berasal dari anak dan guru. Faktor


(16)

3

internal yang berasal dari anak misalnya mengganggu konsentrasi teman, anak mengantuk, maupun anak ramai sendiri. Faktor internal yang berasal dari guru misalnya penggunaan pendekatan yang kurang sesuai, penguasaan guru terhadap bahan ajar yang disampaikan, kurangnya keluwesan dalam mengajar, dan sebagainya. Sedangkan faktor eksternal terjadinya gangguandapat disebabkan oleh kondisi lingkungan belajar yang kurang kondusif dan penataan lingkungan belajar yang kurang rapi.

Dilihat dari faktor terjadinya gangguan diatas, faktor internal yang berasal dari anak merupakan salah satu masalah pentingyang guru hadapi saat ini. Menurut Powell, Fixsen & Dunlap (2003: 1) perilaku anak jauh lebih bervariasi dan rumitdibandingkan tahun-tahun sebelumnya dan guru menghadapi tantangan untuk mengelola perilaku mereka. Masalah perilaku yang paling umum pada usia prasekolah adalah impulsif, hiperaktif, dan agresif. Sekitar 10%-20% dari anak-anak prasekolah telah terbukti menunjukkan perilaku ini pada tingkat yang signifikan baik di rumah atau di prasekolah.

Fakta tersebut menunjukkan bahwa pengelolaan kelas merupakan hal penting yang harus diperhatikan oleh guru. Pengelolaan kelas yang tidak efektif akan dapat memunculkan berbagai permasalahan dalam pembelajaran seiring dengan muncul dan meningkatnya perilaku anak yang tidak diinginkan. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pengelolaan kelas yang dilakukan guru dengan perilaku anak dan suasana yang terjadi dalam kelas. Selain itu pentingnya pengelolaan kelas telah dibuktikan lewat hasil-hasil penelitian yang menemukan bahwa terdapat hubungan yang positif antara pengelolaan kelas yang


(17)

4

dilakukan guru dengan hasil tingkah laku murid yang diinginkan termasuk keberhasilan murid dan sikap-sikap mereka (Rusdinal & Elizar, 2005: 11). Oleh karena itu, agar suasana kelas menjadi kondusif, perilaku positif yang diharapkan dari anak meningkat, dan perilaku yang tidak diinginkan dapat diperkecil, maka guru perlu mengelola kelas secara profesional.

Pentingnya pengelolaan kelas di atas menunjukkan bahwa suatu proses belajar mengajar akan berhasil apabila guru dapat mengelola kelas dengan baik.Jika kelas dapat dikelola dengan baik dan menjadi kelas yang kondusif, maka guru akan dengan mudah mencapai tujuan pembelajaran yang efektif. Menurut Syaiful Bahri Djamarah & Aswan Zain (2006: 173) masalah pokok yang dihadapi guru, baik pemula maupun yang sudah berpengalaman adalah pengelolaan kelas. Tugas yang cukup sulit bagi guru adalah pengelolaan kelas, terlebih lagi tidak ada satu pun pendekatan yang dikatakan paling baik. Saat mengelola kelas guru harus memperhatikan prinsip, pendekatan, dan komponen apa saja yang harus diperhatikan dalam pengelolaan kelas. Semua kegiatan tersebut merupakan suatu pengelolaan yang tidak mudah dilakukan oleh guru karena guru membutuhkan pengelolaan yang cermat, teliti, dan teratur.

KB & TK AnakQu merupakan salah satu lembaga pendidikan anak usia dini yang beralamatkan di Jl.Nusa Indah 136 H, Depok, Sleman, Yogyakarta. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan pada bulan November 2016, pengelolaan kelas pada kelompok B sudah dilakukan oleh gurudengan pengaturan fisik dan pengaturan peserta didik. Kendala yang sering dijumpai saat proses pembelajaran adalah gangguan yang berasal dari anak. Karakteristik anak


(18)

5

yang bersifat aktif, agresif, dan energetik dapat memicu terjadinya gangguan tersebut. Kebiasaan setiap anak dari rumah yang berbeda-beda juga turut menjadi pemicu terjadinya gangguan di kelas. Gangguan yang muncul sangat bervariasi setiap harinya. Gangguan yang muncul di kelas diantaranya adalah anak ramai sendiri, anak tidak memperhatikan guru, anak mengganggu temannya, anak sering pindah tempat duduk dan sebagainya. Walaupun guru sudah memperingatkan pada awal pembelajaran, namun gangguan tersebut masih sering terjadi. Pemecahan masalahnya pun berbeda-beda menyesuaikan gangguan yang muncul. Hal tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi guru dalam mengelola kelas. Meskipun demikian guru bersikap optimis terhadap penanganan masalah-masalah yang muncul.

Kelebihan di KB & TK AnakQu secara fisik adalah lingkungan belajar dirancang menarik dengan warna-warna yang cerah. Sekolah tersebut juga mendesain sekolah selayaknya di rumah sehingga suasana yang tercipta lebih santai, nyaman, dan menyenangkan. Pemilihan fasilitas kelas sangat diperhatikan dengan mementingkan kenyamanan dan keamanan anak. Hal tersebut dibuktikan dengan pemilihan lantai kayu di kelas, menggunakan meja dan kursi yang sesuai ukuran dengan anak, pemilihan alat permainan dan media pembelajaran yang menarik, serta penataan fasilitas yang rapi.

Berdasarkan potensi pengelolaan kelas pada kelompok B di TK AnakQu yang sudah bagus tersebut, maka peneliti tertarik untuk mengetahui lebih lanjut mengenai penerapan pengelolaan kelas pada kelompok B di TK AnakQu. Peneliti memilih kelompok B karena anak-anak pada kelompok tersebut sedang berada


(19)

6

dalam masa school readiness. School readiness atau kesiapan sekolah merupakan masa dimana anak sudah siap untuk mengikuti perubahan/transisi kegiatan dari sekolah ke jenjang pendidikan selanjutnya. Anak yang berada di kelompok B merupakan anak yang berusia 5-6 tahun. Pada usia tersebut, mereka sedang melakukan persiapan untuk memasuki Sekolah Dasar (SD). Oleh karena itu, pengelolaan kelas pada kelompok B akan menjadi penelitian yang menarik untuk mengetahui bagaimana guru melakukan pengelolaan kelas.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasikan beberapa permasalahan dalam penelitian sebagai berikut:

1. Karakteristik anak yang bersifat aktif, agresif, dan energetik memicu terjadinya gangguan di kelas.

2. Tindakan preventif (pencegahan) dari guru belum efektif. C. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, maka peneliti membatasi masalah pada penerapan pengelolaan kelas pada kelompok B di TK AnakQu.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada batasan masalah, adapun rumusan masalahnya adalah bagaimana penerapan pengelolaan kelas pada kelompok B di TK AnakQu?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan penerapan pengelolaan kelas pada kelompok B di TK AnakQu.


(20)

7 F. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini, yaitu : 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan pengetahuan serta wawasan keilmuan bagi ilmu pendidikan guru pendidikan anak usia dini khususnya pada mata kuliah strategi pembelajaran anak usia dini. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi pada penelitian selanjutnya khususnya yang berkaitan dengan pengelolaan kelas di TK.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Sekolah

Sekolah dapat mengetahui acuan tentang pengelolaan kelas di TK sehingga dapat menjadi bahan referensi dalam meningkatkan kualitas penerapan pengelolaan kelas di sekolah terkait. Penerapan pengelolaan kelas pada penelitian ini diharapkan juga dapat menjadi contoh untuk TK lainnya.

b. Bagi Penelitian Selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi mahasiswa yang akan melakukan penelitian mengenai pengelolaan kelas khususnya pengelolaan kelas di TK ataupun topik penelitian lain yang berkaitan dengan pengelolaan kelas.

G. Definisi Operasional

Menghindari kemungkinan meluasnya penafsiran terhadap permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini, maka perlu disampaikan definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:


(21)

8

1. Pengelolaan kelas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu usaha yang dilakukan guru dalam mempersiapkan, melaksanakan, dan mengevaluasi pengelolaan kelas secara fisik maupun peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran yang optimal. Secara lebih khusus, kegiatan persiapan dapat dilakukan dengan pengelolaan kelas secara fisik yaituperencanaan pembelajaran, pengaturan waktu, penataan ruangan kelas, dan membangun iklim kelas. Pelaksanaan pengelolaan kelas saat pembelajaran dilakukan dengan pengaturan peserta didik, penciptaan dan pemeliharaan kondisi belajar, pengembalian kondisi belajar, serta pemecahan masalah. Evaluasi pengelolaan kelas dilakukan dengan penelusuran, pengecekan, pencarian, dan penyimpulan.

2. Anak yang berada di kelompok B TK AnakQu memiliki usia 5-6 tahun dan sedang melakukan persiapan untuk memasuki Sekolah Dasar (SD) atau biasa disebut school readiness. Kelompok B di TK AnakQumemiliki dua kelas yaitu kelas B1 (Al-A’rof) dan B2 (Adz-Dzaariyat). Pada penelitian ini, peneliti menggunakan dua kelas tersebut untuk pengambilan data.


(22)

9 BAB II KAJIAN TEORI

A. Pengelolaan Kelas di TK

1. Pengertian Pengelolaan Kelas di TK

Secara istilah, pengelolaan kelas berasal dari bahasa inggris “Classroom Management”. Classroom berarti kelas sedangkan management berarti kepemimpinan, ketatalaksanaan, penguasaan maupun pengurusan. Secara sederhana, pengelolaan kelas dapat diartikan sebagai kepemimpinan ataupun ketatalaksanaan guru dalam praktek penyelenggaraan kelas (Tri Mulyani, 2001: 5). Pengelolaan kelas merupakan masalah tingkah laku yang kompleks, dan guru menggunakannya untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi kelas sedemikian rupa sehingga siswa dapat mencapai tujuan pengajaran secara efisien dan memungkinkan mereka dapat belajar (Sunaryo, 1989: 49). Pendapat yang hampir sama disampaikan oleh Moh. Uzer Usman (2011: 97) yang menjelaskan bahwa pengelolaan kelas adalah keterampilan guru untuk menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal dan mengembalikannya bila terjadi gangguan dalam proses belajar mengajar.

Sri Anitah Wiryawan & Noorhadi (Tri Mulyani, 2001: 24) menjelaskan lebih spesifik bahwa pengelolaan kelas merupakan suatu kegiatan pengaturan siswa dan pengaturan fisik kelas sehingga kegiatan pembelajaran dapat berjalan dengan lancar atau terciptanya suasana belajar yang optimal bagi berlangsungnya kegiatan belajar siswa yang efektif. Sedangkan Slamet Suyanto (2005: 44) menjelaskan bahwa pengelolaan kelas di TK merupakan usaha untuk optimalisasi


(23)

10

belajar melalui pengaturan anak, sarana, kegiatan, dan waktu. Pendapat yang hampir sama disampaikan oleh Rusdinal & Elizar (2005: 10) bahwa pengelolaan kelas di TK merupakan suatu usaha yang dilakukan guru secara sistematis yang dimulai dari merencanakan aktivitas pembelajaran, menyiapkan sarana pendukung, mengatur waktu aktivitas anak, menata ruang kelas, serta membangun iklim kelas yang kondusif bagi pembelajaran anak secara efektif.Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pengelolaan kelas di TK merupakan suatu usaha guru dalam merencanakan pembelajaran, serta menciptakan, mengkondisikan, dan mengembalikan suasana belajar mengajar apabila terjadi gangguan dengan cara pengaturan fisik kelas maupun dengan pengaturan peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran yang optimal. 2. Tujuan Pengelolaan Kelas di TK

Pengelolaan kelas pada umumnya bertujuan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam pencapaian tujuan pembelajaran (Tim Dosen Administrasi Pendidikan UPI, 2011: 111). Secara khusus, Syaiful Bahri Djamarah (2005: 147-148) menjelaskan bahwa pengelolaan kelas mempunyai tujuan yang baik untuk anak didik maupun guru , yaitu:

a. Untuk Anak Didik

1) Mendorong anak didik mengembangkan tanggung jawab individu terhadap tingkah lakunya dan kebutuhan untuk mengontrol diri sendiri. 2) Membantu anak didik mengetahui tingkah laku yang sesuai dengan tata tertib kelas dan memahami bahwa teguran guru merupakan suatu peringatan dan bukan kemarahan.

3) Membangkitkan rasa tanggung jawab untuk melibatkan diri dalam tugas dan pada kegiatan yang diadakan.

b. Untuk Guru

1) Megembangkan pemahaman dalam penyajian pelajaran dengan pembukaan yang lancar dan kecepatan yang tepat.


(24)

11

2) Menyadari kebutuhan anak didik dan memiliki kemampuan dalam memberi petunjuk secara jelas kepada anak didik.

3) Mempelajari bagaimana merespon secara efektif terhadap tingkah laku anak didik yang mengganggu.

4) Memiliki strategi remedial yang lebih komprehensif yang dapat diguanakan dalam hubungannya dengan masalah tingkah laku anak didik yang muncul di dalam kelas.

Suharsimi Arikunto (Rusdinal & Elizar, 2005: 13) menjelaskan bahwa tujuan pengelolaan kelas di TK adalah agar setiap anak di kelas dapat bekerja dengan tertib sehingga segera tercapai tujuan pengajaran secara efektif dan efisien. Ungkapan tertib tersebut bukanlah suasana kaku dan tegang dalam melaksanakan aktivitas, melainkan tertib berarti adanya keteraturan yang didasarkan oleh adanya perencanaan dan pengorganisasian kelas secara sistematis. Keadaan inilah yang menghasilkan perilaku tertib yang didukung oleh rasa gembira, senang, termotivasi yang dimiliki anak untuk berinteraksi dengan lingkungan belajarnya.

Pendapat lain disampaikan oleh Djauhar Sidiq, dkk. (2006: 53) yang menjelaskan tujuan dari pengelolaan kelas di TK yaitu:

a. Mendorong anak mengembangkan tanggung jawab individu terhadap tingkah lakunya.

b. Membantu anak untuk mengerti tingkah laku yang sesuai dengan tata tertib kelas, dan memahami bahwa teguran guru merupakan suatu arahan, peringatan bukan kemarahan. Untuk itu guru TK dituntut mampu untuk mengkomunikasikannya ke anak, guru perlu memilih kata-kata yang tepat serta mimik muka dan tatapan mata harus menampilkan keramahan.

c. Menimbulkan rasa berkewajiban melibatkan diri dalam tugas dan tingkah laku yang wajar.

Tujuan pengelolaan kelas di atas telah menggambarkan hasil yang diharapkan dicapai dari kegiatan pengelolaan kelas. Hal yang sangat penting digaris bawahi adalah bahwa pengelolaan kelas pada akhirnya ditujukan untuk


(25)

12

menciptakan lingkungan belajar yang kondusif dan menyenangkan sehingga anak merasa nyaman serta dapat tumbuh dan berkembang secara positif sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Tujuan pengelolaan kelas di TK secara khusus yaitu: a. Mewujudkan situasi dan kondisi kelas yang kondusif.

b. Mengatur berbagai penggunaan fasilitas belajar.

c. Membina dan membimbing anak sesuai dengan berbagai latar belakang sosial, ekonomi, budaya serta sifat-sifat individunya.

d. Mendorong anak didik mengembangkan tanggung jawab individu terhadap tingkah lakunya dan kebutuhan untuk mengontrol diri sendiri.

e. Mengatasi hambatan-hambatan yang menghalangi terwujudnya interaksi dalam kegiatan belajar mengajar.

3. Prinsip Pengelolaan Kelas di TK

Dalam suatu kelas terdapat berbagai permasalahan yang sering timbul baik dari segi pembelajaran, guru, anak, maupun fasilitas. Guna mengurangi permasalahan tersebut, guru haruslah memiliki prinsip pengelolaan kelas. Menurut J.J. Hasibuan & Moedjiono (2012: 83) terdapat beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan keterampilan mengelola kelas, yaitu:

a. Kehangatan dan keantusiasan.

b. Penggunaan bahan-bahan yang menantang akan meningkatkan gairah belajar siswa.

c. Perlu dipertimbangkan penggunaan variasi media, gaya mengajar, dan pola interaksi.

d. Diperlukan keluwesan tingkah laku guru dalam mengubah strategi mengajarnya untuk mencegah gangguan-gangguan yang timbul.

e. Penekanan hal-hal yang positif dan menghindari pemusatan perhatian siswa pada hal-hal negatif.

f. Mendorong siswa untuk mengembangkan disiplin diri sendiri dengan cara memberi contoh dalam perbuatan guru sehari-hari.


(26)

13

Moh. Uzer Usman (2011, 97-98) juga mengemukakan bahwa prinsip-prinsip pengelolaan kelas meliputi (a) kehangatan dan keantusiasan, (b) tantangan, (c) bervariasi, (d) keluwesan, (e) penekankan pada hal-hal positif, dan (f) penanaman disiplin diri. Pendapat yang sama disampaikan oleh Novan Ardy Wiyani (2013: 73-85) yang menyebutkan bahwa prinsip pengelolaan kelas meliputi (a) hangat dan antusias, (b) tantangan, (c) bervariasi, (d) keluwesan, (e) penekanan pada hal-hal positif, dan (f) penanaman disiplin diri. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa prinsip-prinsip pengelolaan kelas di TK meliputi:

a. Hangat dan antusias

Guru yang hangat dan akrab dengan anak didik selalu menunjukkan antusias pada tugas dan aktivitasnya dalam mengimplementasikan pengelolaan kelas. Sikap hangat akan terlihat apabila guru mau dan mampu menjalin ikatan emosional dengan peserta didik. Beberapa cara yang dapat dilakukan adalah tidak segan menyapa anak terlebih dahulu, berjabat tangan dengan anak, berkomunikasi aktif dengan anak, dan memperlakukan anak sebagai manusia sederajat.

b. Tantangan

Penggunaan kata-kata, tindakan, atau bahan-bahan yang menantang akan menarik perhatian anak didik dan dapat meningkatkan gairah siswa untuk belajar. Selain itu, tantangan dapat mengendalikan gairah belajar peserta didik. Hal tersebut dilakukan guna mengurangi kemungkinan munculnya tingkah laku yang menyimpang.


(27)

14 c. Bervariasi

Variasi gaya mengajar dapat dilakukan dengan variasi intonasi suara, variasi gerak, anggota badan, dan variasi posisi guru dalam mengajar di kelas, variasi pola interaksi belajar, serta variasi dalam menggunakan metode, alat, dan media pengajaran. Variasi gaya mengajar merupakan kunci tercapainya pengelolaan kelas yang efektif dan menghindari kejenuhan.

d. Keluwesan

Keluwesan tingkah laku guru untuk mengubah strategi mengajarnya dapat mencegah kemungkinan munculnya gangguan siswa serta menciptakan iklim belajar mengajar yang efektif. Keluwesan pengajaran dapat mencegah munculnya gangguan seperti keributan anak didik, tidak ada perhatian, maupun tidak mengerjakan tugas.

e. Penekanan pada hal-hal positif

Pada dasarnya didalam mengajar dan mendidik, guru harus menekankan hal-hal yang positif dan menghindari pemusatan perhatian siswa pada hal-hal yang negatif. Penekanan pada hal yang positif yaitu penekanan yang dilakukan guru terhadap tingkah laku anak didik yang positif daripada fokus pada tingkah laku yang negatif. Penekanan tersebut dapat dilakukan dengan pemberian penguatan yang positif, dan kesadaran guru untuk menghindari kesalahan yang dapat mengganggu jalannya proses belajar mengajar.

f. Penanaman disiplin diri

Pengembangan disiplin diri sendiri oleh siswa merupakan tujuan akhir dari pengelolaan kelas. Untuk itu guru harus selalu mendorong siswa untuk


(28)

15

melaksanakan disiplin diri sendiri, dan guru sendiri hendaknya menjadi contoh atau teladan tentang pengendalian diri dan pelaksanaan tanggung jawab. Dalam kedisiplinan anak, khususnya disiplin anak di TK banyak aspek yang berkaitan diantaranya adalah menyangkut peran orang tua dan guru dalam pendisiplinan anak, penyesuaian diri anak dan penerimaan lingkungan pada anak.

Prinsip-prinsip pengelolaan kelas tersebut digunakan agar suasana di kelas serta interaksi yang terjadi antara guru dengan anak maupun anak dengan anak dapat berjalan dengan baik. Kondisi kelas yang efektif akan menimbulkan suasana yang menyenangkan serta menghindari timbulnya rasa bosan pada anak. Selain itu, berbagai prinsip pengelolaan kelas mampu menciptakan rasa nyaman bagi anak selama mengikuti proses pembelajaran sehingga guru akan lebih mudah dalam pengelolaan kelasnya.

4. Pendekatan dalam Pengelolaan Kelas di TK

Interaksi di dalam kelas yang terjadi antara guru dengan siswa maupun siswa dengan siswa, tergantung pada pendekatan yang digunakan guru dalam mengelola kelas. Pendekatan dalam pengelolaan kelas menurut Maman Rachman (1998/1999: 49-80)yaitu (a) pendekatan otoriter, (b) pendekatan intimidasi, (c) pendekatan permisif, (d) pendekatan buku masak, (e) pendekatan instruksional, (f) pendekatan pengubahan tingkah laku, (g) pendekatan iklim sosio-emosional, (h) pendekatan proses kelompok, (i) pendekatan eklektik, dan (j) pendekatan pluralistik.

Pendapat yang hampir sama disampaikan oleh Sunaryo (1989: 49-51) dan Syaiful Bahri Djamarah & Aswan Zain (2006: 179-184) bahwa pendekatan dalam


(29)

16

pengelolaan kelas terdiri dari (a) pendekatan kekuasaan, (b) pendekatan ancaman, (c) pendekatan kebebasan, (d) pendekatan resep (cookbook), (e) pendekatan pengajaran, (f) pendekatan pengubahan tingkah laku, (g) pendekatan sosioemosional, (h) pendekatan proses kelompok, dan (i) pendekatan elektis atau pluralistik. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pendekatan pengelolaan kelas TK meliputi:

a. Pendekatan Kekuasaan (otoriter)

Dalam konteks pengelolaan kelas, kekuasaan terwujud melalui kemampuan guru dalam mengatur anak untuk taat patuh terhadap norma atau aturan-aturan yang terdapat di dalam kelas yang dapat menjadikan anak memiliki kedisiplinan diri.

b. Pendekatan Ancaman (intimidasi)

Pengontrolan tingkah laku anak didik dengan pendekatan ini dilakukan dengan cara memberikan ancaman, misalnya melarang, ejekan, sindiran, dan memaksa. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan efek jera pada anak.

c. Pendekatan Kebebasan (permisif)

Pendekatan ini digunakan dengan tujuan agar mampu memberikan serta meningkatkan perasaan bebas pada anak sehingga siswa akan lebih leluasa dalam mengikuti pembelajaran serta berani dalam mengungkapkan pendapat. Terdapat beberapa batasan dalam pendekatan kebebasan yaitu:

1) anak bergerak bebas melakukan berbagai kegiatan di dalam kelas yang terkait dengan kegiatan belajar,


(30)

17

2) anak diperbolehkan melakukan apa saja di kelas selama apa yang dilakukannya tidak menyimpang ataupun melanggar aturan-aturan kelas yang telah disepakati bersama, dan

3) anak bebas berekspresi dengan cara apapun selama tidak mengganggu anak lainnya dan keberlangsungan kegiatan belajar mengajar di kelas.

d. Pendekatan resep/buku masak(cook book)

Pendekatan resep (cook book) dapat diartikan sebagai cara pandang guru yang beransumsi bahwa kelas dapat dikelola dengan baik melalui pembuatan dan penerapan aturan kelas yang dibuat dan disepakati bersama-sama. Aturan terkait erat dengan kesepakatan, kebijakan, dan prosedur.

e. Pendekatan Pengajaran (instruksional)

Pendekatan pengajaran dapat diartikan sebagai cara pandang yang beranggapan bahwa kelas yang kondusif dapat dicapai dengan kegiatan mengajar itu sendiri. Untuk itu, sebelum mengajar seorang guru harus membuat perencanaan pengajaran yang matang sebelum masuk kelas dan pada saat mengajar di kelas seorang guru harus melaksanakan kegiatan mengajar sesuai dengan apa yang telah direncanakannya.

f. Pendekatan Perubahan Tingkah Laku

Peranan guru ialah mengembangkan tingkah laku anak didik yang positif dan mencegah tingkah laku yang kurang baik (negatif). Untuk mengatasi hal tersebut, diharapkan guru dapat memberikan dorongan, maupun penguatan dengan cara memberikan dukungan, pujian maupun hadiah. Sedangkan pada anak yang bersikap negatif, guru mampu melakukan pencegahan dengan cara menegur


(31)

18

atau melontarkan kalimat sindiran. Dengan begitu, diharapkan perilaku anak yang positif dapat berkembang dan perilaku anak yang negatif dapat berkurang.

g. Pendekatan Sosio-Emosional

Pendekatan sosio-emosional dapat diartikan sebagai cara pandang yang menganggap bahwa kelas yang kondusif dapat dicapai dengan menciptakan hubungan yang harmonis antara guru dengan peserta didik serta antar peserta didik. Di sini guru adalah kunci terhadap pembentukan hubungan pribadi dan peranannya adalah menciptakan hubungan pribadi yang sehat.

h. Pendekatan Proses Kelompok

Pengelolaan kelas diartikan sebagai suatu proses menciptakan kelas sebagai suatu sistem sosial dan proses kelompok merupakan yang paling utama. Peranan guru adalah mengusahakan agat pengembangan dan pelaksanaan proses kelompok itu efektif. Proses kelompok adalah usaha mengelompokkan anak didik ke dalam beberapa kelompok dengan berbagai pertimbangan individual sehingga tercipta kelas yang bergairah dalam berlajar.

i. Pendekatan Elektis (eklektik) dan Pluralistik

Pendekatan elektis (electic approach) ini menekankan pada potensialitas, kretivitas, dan inisiatif guru dalam memilih berbagai pendekatan tersebut berdasarkan situasi yang dihadapinya (Syaiful Bahri Djamarah & Aswan Zain, 2006: 183). Pendekatan elektis disebut juga pendekatan pluralistik, yaitu pengelolaan kelas yang berusaha menggunakan berbagai macam pendekatan yang memiliki potensi untuk dapat menciptakan dan mempertahankan suatu kondisi yang memungkinkan proses belajar mengajar berjalan efektif dan efisien.


(32)

19 5. Ruang Lingkup Pengelolaan Kelas di TK

Sri Anitah Wiryawan & Noorhadi (Tri Mulyani, 2001: 24) menjelaskanbahwa kegiatan pengelolaan kelas terdiri dari pengaturan siswa dan pengaturan fisik kelas. Pendapat yang sama disampaikan oleh Tim Dosen Administrasi Pendidikan UPI (2011: 108-110) yang menjelaskan bahwa kegiatan manajemen kelas (pengelolaan kelas) meliputi dua kegiatan yang secara garis besar yaitu pengaturan fisik dan pengaturan siswa. Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup dalam pengelolaan kelas di TK meliputi pengaturan fisik dan pengatuan peserta didik.

a. Pengaturan Fisik

Tim Dosen Administrasi Pendidikan UPI (2011: 108) memaparkan bahwa aktivitas dalam kelas baik guru maupun siswa dalam kelas kelangsungannya akan banyak dipengaruhi oleh kondisi dan situasi fisik lingkungan kelas. Pengaturan fisik kelas diarahkan untuk meningkatkan efektivitas belajar siswa sehingga siswa merasa senang, nyaman, aman, dan belajar dengan baik. Pengelolaan kelas secara fisik dapat dilakukan dengan caraperencanaan pembelajaran, pengaturan waktu, penataan ruang kelas, dan membangun iklim kelas.

1) Perencanaan Pembelajaran

Rencana pelaksanaan pembelajaran merupakan kurikulum operasional yang dijadikan acuan bagiguru dalam mengelola kegiatan bermain untuk mendukung anak dalam proses belajar. Menurut Fridberg (Masitoh, dkk., 2005: 137) perencanaan yang baik untuk anak usia dini khususnya anak TK adalah fleksibel, cukup mengakomodasi pembaharuan, kebutuhan anak, memanfaatkan


(33)

20

saat yang tepat untuk mengajar anak ketika minat mereka muncul. Perencanaan pembelajaran penting sebagai acuan guru dalam melaksanakan pembelajaran untuk mendukung keberhasilan pelaksanaan pembelajaran, mengarahkan guru untuk menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan, mengarahkan guru untuk membangun sikap, pengetahuan dan keterampilan yang diharapkan dimiliki anak, serta mendukung keberhasilan pelaksanaan pembelajaran.

Standar proses perencanaan pembelajaran menurut Permendiknas Nomor 58 Tahun 2009 harus memperhatikan pengembangan rencana pembelajaran, prinsip-prinsip perencanaan, dan pengorganisasian. Pengembangan rencana pembelajaran terdiri dari promes, RKM dan RKH.

a) Promes (Program Semester). Perencanaan program semester berisi daftar tema satu semester termasuk alokasi waktu setiap tema dengan menyesuaikan hari efektif kalender pendidikan.

b) RKM (Rencana Kegiatan Mingguan). Perencanaan program mingguan merupakan rencana kegiatan yang disusun untuk pembelajaran selama satu minggu. Pada akhir satu atau beberapa tema dapat dilaksanakan kegiatan puncak tema yang menunjukkan prestasi peserta didik.

c) RKH (Rencana Kegiatan Harian). RKH adalah unit perencanaan terkecil dibuat untuk digunakan dan memandu kegiatan dalam satu hari. RKH disusun berdasarkan RKM yang berisi kegiatan-kegiatan yang dipilih dari indikator yang direncanakan untuk satu hari sesuai dengan tema dan sub tema. RKH memuat identitas lembaga, tema/sub tema, kelompok usia, alokasi waktu, kegiatan belajar (pembukaan, inti, penutup), media, dan sumber belajar.


(34)

21

Prinsip-prinsip proses perencanaan pembelajaran meliputi:

a) Memperhatikan tingkat perkembangan, kebutuhan, minat dankarakteristik anak.

b) Mengintegrasikan kesehatan, gizi, pendidikan, pengasuhan, danperlindungan. c) Pembelajaran dilaksanakan melalui bermain.

d) Kegiatan pembelajaran dilakukan secara bertahap,berkesinambungan, dan bersifat pembiasaan.

e) Proses pembelajaran bersifat aktif, kreatif, interaktif, efektif, danmenyenangkan.

f) Proses pembelajaran berpusat pada anak.

Pengorganisasian proses perencanaan pembelajaran meliputi: a) Pemilihan metode yang tepat dan bervariasi.

b) Pemilihan alat bermain dan sumber belajar yang ada di lingkungan.

c) Pemilihan teknik dan alat penilaian sesuai dengan kegiatan yangdilaksanakan. 2) Pengaturan Waktu

Undang-Undang Nomor 137 Tahun 2014 Pasal 36 ayat 3 huruf c tentang standar pengelolaan menjelaskan bahwa pada TK (usia 4-6 Tahun) satu kali pertemuan minimal 180 menit dan frekuensi pertemuan minimal lima kali per minggu. Menurut Farida Yusuf, dkk. (2015: 23) pada kelompok usia 4-6 tahun membutuhkan waktu minimal layanan 15 jam per minggu atau 900 menit/ minggu (30 jam @ 30 menit). Oleh karena itu,satuan PAUD yang tidak dapat melakukan pembelajaran 900 menit/minggu wajib melaksanakan pembelajaran 540 menit dan


(35)

22

ditambah 360 menit pengasuhan terprogram atau digantikan dengan program belajar di rumah dengan bimbingan orang tua atau.

Soemiarti Patmonodewo (2003: 162) menjelaskan bahwa waktu untuk melakukan aktivitas bagi anak perlu sedemikian rupa, fleksibel dan mengacu pada karakteristik anak. Jadwal kegiatan belajar disesuaikan dengan lamanya berada di sekolah. Guru sebaiknya mengenal bagaimana pola reaksi anak, bagaimana kecepatan reaksi anak, berapa lama waktu istirahat yang dibutuhkan anak, serta memperhatikan kebutuhan anak supaya dapat menyusun jadwal yang baik. Jadwal kegiatan belajar sebaiknya disusun berdasarkan hal-hal seperti anak belum dapat mengemukakan urutan kegiatan berdasarkan waktu tetapi mereka akan mampu mengemukaakan urutan kegiatan berdasarkan urutan yang dialaminya, misalnya bermain, belajar, pesta ulang tahun, dan seterusnya. Menurut Khanifatul (2013: 9) dalam pembelajaran, yaitu RPP, seorang guru merumuskan langkah-langkah kegiatan pembelajaran, lengkap dengan alokasi waktu, mulai dari kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir. Berikut ini merupakan alokasi waktu untuk setiap model pembelajaran:

a) Model pembelajaran klasikal: kegiatan awal ±30 menit, kegiatan inti ±60 menit, istirahat/makan ±30 menit, dan penutup ± 30menit.

b) Model pembelajaran sudut: kegiatan awal ±30 menit, kegiatan inti ±60 menit, istirahat/makan ±30 menit, dan penutup ± 30menit.

c) Model pembelajaran kelompok: kegiatan awal ±30 menit, kegiatan inti ±60 menit, istirahat/makan ±30 menit, dan penutup ± 30menit.


(36)

23

d) Model pembelajaran area: kegiatan awal ±30 menit, kegiatan inti ±60 menit, istirahat/makan ±30 menit, dan penutup ±30 menit.

e) Model pembelajaran sentra: kegiatan sebelum masuk kelas ±10 menit, kegiatan pembukaan ±20 menit, transisi ±10 menit, kegiatan inti ±90 menit (pijakan pengalaman sebelum bermain ±15 menit, pijakan pengalaman selama bermain ±60 menit, pijakan pengalaman setelah bermain ±15 menit), makan bersama ±10 menit, dan kegiatan penutup ±10 menit).

3) Pengaturan Ruang Kelas

Kelas yang baik merupakan lingkungan belajar yang bersifat menantang dan merangsang anak untuk belajar, memberikan rasa aman dan kepuasan kepada anak dalam mencapai tujuan belajarnya (Rusdinal & Elizar, 2005: 47). Oleh karena itu, guru sebagai pengelola kelas yang sekaligus pengelola lingkungan belajar anak, harus mampu menggunakan pengetahuan tentang teori belajar dan dapat memahami anak dengan segala aspek perkembangannya sehingga memungkinkan terciptanya situasi pembelajaran yang kondusif. Pengaturan ruang kelas TK menurut Rusdinal & Elizar (2005: 68-81) meliputi penyediaan ruang, pengaturan tempat duduk, pengaturan perabot dan alat pemainan, serta pembagian ruangan.

a) Penyediaan Ruang yang Memadai

Idealnya ruang kelas yang dipakai sebagai tempat pembelajaran di TK adalah ruangan yang dibangun secara khusus sehingga bangunan ruang kelas yang ada telah disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan anak usia TK. Rita Mariyana (2005: 42) menjelaskan bahwa terdapat prinsip-prinsip umum dalam


(37)

24

penataan dan pengelolaan ruangan di TK yaitu penataan arah ruangan, ukuran ruangan, lantai, atap dan langit-langit, serta penataan dinding dan pemilihan warna ruangan.

- Arah ruangan. Ruangan kelas yang tampil menghadap ke arah datangnya cahaya yang masuk ke ruangan tersebut serta udara segar membuat anak dapat bernapas lega dan bebas. Namun, jika letak arah ruangan tidak tepat, maka permasalahan tersebut dapat dikurangi dengan pewarnaan dinding kelas dengan cat warna yang lebih terang dan lembut.

- Ukuran ruangan. Ruang kelas hendaknya memiliki ukuran yang memadai sehingga memungkinkan anak-anak dapat bermain dengan bebas. Menurut Sudono dan Rachman (Rusdinal & Elizar, 2005: 68) ukuran ruang kelas untuk TK adalah 7mx8m bujur sangkar. Ukuran ruang kelas tersebut dipengaruhi oleh jenis kegiatan yang akan dilakukan oleh jumlah anak yang terlibat dalam kegiatan tersebut. Jika ruangan yang tersedia terlalu kecil, pihak sekolah dan guru perlu untuk mendesain, mengatur, dan memindahkan perabot sesuai dengan waktu penggunaannya. Sedangkan menurut Rita Mariyana (2005: 43) ukuran ruangan kelas untuk anak usia 4-6 tahun berukuran 120-180 cm² per anak akan lebih mencukupi. Namun ada pula pakar yang menganggap cukup untuk ukuran 105 cm² digunakan di TK, selama ruangan tersebut terpisah dari bak cuci tangan, loker dan lemari kabinet.

- Lantai. Para pendiri dan guru TK diharapkan telah memikirkan dalam mengatur arena bermain dan lantai sedemikian rupa sehingga dapat mengurangi resiko kemungkinan kecelakaan yang mungkin terjadi (Rita


(38)

25

Mariyana, 2005: 44). Salah satu alternatif mengatasi lantai licin adalah dengan menggunakan karpet. Penggunaan karpet juga dapat mengurangi jumlah meja dan kursi yang diperlukan, membuat lantai menjadi lebih halus, mengurangi resiko kerusakan akibat benda yang terjatuh serta dapat mengurangi keributan dan suara gaduh di kelas. Namun terdapat beberapa persoalan yang sering timbul yaitu kesulitan memindahkan lemari, meja atau kursi, kesulitan menggunakan mainan beroda, dan sulit membersihkan tumpahan cairan. Pengaturan lantai yang lain adalah permukaan lantai sengaja dibuat tidak datar (naik dan dicekungkan). Namun jika permukaan tersebut sengaja dibangun dan dipermanenkan, penggunaan menjadi kurang fleksibel. Pengaturan lantai juga dapat menggunakan lantai kayu. Kelebihan dari lantai kayu adalah mampu menyerap panas dan bersifat hangat, bersifat alami dan tampak mewah, lebih aman dan mengurangi resiko cidera, serta pemasangan lebih mudah (www.arafuru.com).

- Atap dan langit-langit. Struktur bangunan atap TK yang ideal adalah memiliki ketinggian yang berbeda. Hal ini dimaksudkan untuk mengakomodasi peralatan dan media pembelajaran yang memiliki ketinggian yang beragam. Ketinggian atap yang dianjurkan adalah 3-3,3 m.

- Penataan dinding dan pemilihan warna ruangan. Dinding dapat dimanfaatkan untuk tempat memajang karya anak atau display. Dinding juga dapat ditata dengan berbagai variasi sehingga dapat memberikan kesan estetis dan menyenangkan bagi yang melihatnya (Rita Mariyana, 2005: 47). Permukaan dinding dapat ditutupi dengan berbagai jenis bahan selain cat. Lapisan dinding


(39)

26

dari bahan-bahan penyerap yang halus dapat mengurangi atau menyerap bunyi. Dalam pemilihan warna dinding, intensitas cahaya merupakan satu kriteria penting yang harus diperhatikan. Sifat-sifat warna yang dapat dimanfaatkan dalam penataan dan pemilihan warna dinding kelas menurut Bassano (Rita Mariyana, 2005: 48) sebagai berikut:

Tabel 1. Sifat dan pengaruh warna

Warna Sifat dan Pengaruh yang ditimbulkan Merah Kekuatan fisik, kepemimpinan, kemandirian

Oranye Harga diri, keberanian, keterbukaan

Kuning Tertutup, pemikir, emosional, berintelektual bagus Hijau Keseimbangan, ketenangan

Biru Dingi, ketenangan, kedamaian, ketuhanan, alamiah Nila Intuitif, berdedikasi, pembersih, kemampuan mengingat

Ungu Dedikasi, pasrah kepada jalan pelayanan, kesadaran akan kesatuan ilahiah

b) Mengatur Tempat Duduk Secara Fleksibel

Tempat duduk dapat mempengaruhi peserta didik dalam mencapai keberhasilan belajarnya. Tempat duduk sebaiknya menyesuaikan postur tubuh peserta didik dan tidak berukuran besar agar mudah diubah-ubah posisinya sesuai keinginan dan kebutuhan dalam kegiatan belajar mengajar. Selain itu, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penataan tempat duduk seperti ukuran bentuk kelas, jumlah peserta didik dalam kelas, jumlah peserta didik dalam setiap kelompok, jumlah kelompok dalam kelas, serta komposisi peserta didik dalam kelompok Guru sebagai manajer kelas sebaiknya mengetahui berbagai formasi pengaturan tempat duduk (Novan Ardy Wiyani, 2013: 134).


(40)

27

Macam-macam formasi pengaturan tempat duduk menurut Novan Ardy Wiyani (2013: 134-145) sebagai beikut:

- Formasi Tradisional (Konvensional)

Gambar 1. Formasi Tradisional (Konvensional)

Pada formasi tradisional para peserta didik duduk berpasang-pasangan dalam satu meja dengan satu kursi panjang atau dua kursi. Tempat duduk pada formasi ini berderet memanjang ke belakang. Formasi ini cocok digunakan untuk metode ceramah.

- Formasi Auditorium

Gambar 2. Formasi Auditorium

Pada formasi ini posisi tempat duduk peserta didik berderet memanjang ke samping. Formasi ini memungkinkan semua peserta didik untuk mudah melihat pergerakan guru. Hal ini menjadikan guru menjadi orang yang menjadi pusat perhatian peserta didik.


(41)

28 - Formasi Chevron

Gambar 3. Formasi Chevron

Formasi chevron membuat interaksi guru dengan peserta didik dan antar peserta didik lebih intensif sehingga peserta didik dapat menjalani kegiatan belajar mengajar dengan antusias, menyenangkan, dan terfokus. Formasi ini cocok digunakan guru jika hendak menyampaikan materi dengan metode ceramah interaktid, tanya jawab, dan diskusi kelompok.

- Formasi Kelas Bentuk U

Gambar 4. Formasi Kelas Bentuk U

Formasi ini menjadikan guru orang yang paling aktif bergerak dinamis ke segala arah serta langsung berinteraksi secara berhadap-hadapan dengan peserta didiknya. Formasi kelas bentuk U sangat tepat dilakukan dalam kegiatan belajar yang dilakukan dengan diskusi, presentasi, dan kerja tim. Formasi kelas bentuk U juga dapat diterapkan di kelas TK untuk demonstrasi dan kegiatan berdiskusi.


(42)

29 - Formasi Meja Pertemuan

Gambar 5. Formasi Meja Pertemuan

Formasi ini dapat digunakan dengan cara membagi peserta didik menjadi beberapa kelompok. Formasi meja pertemuan ini sangat baik jika digunakan dalam kegiatan belajar secara kolektif/berkelompok di dalam kelas.

- Formasi Konferensi

Gambar 6a. Formasi Konferensi (guru berada di samping meja)

Pada formasi ini, meja yang digunakan adalah meja panjang yang didekatkan satu per satu dalam bentuk memanjang sehingga terbentuk kumpulan meja berbentuk persegi panjang. Kemudian para peserta didik duduk di kursi yang mengelilingi meja. Formasi ini sangat bagus digunakan ketika guru hendak menggunakan metode diskusi, debat aktif, dan tim kuis.


(43)

30

Gambar 6b. Formasi Konferensi (guru berada di tengah-tengah kursi peserta didik)

Formasi konferensi juga bisa diubah atau dimodifikasi dengan menempatkan guru di tengah-tengah kursi peserta didik sehingga memungkinkan guru untuk berperan serta dalam kegiatan diskusi yang dibahas oleh peserta didik.

Gambar 6c. Formasi Konferensi (dengan ruang kosong di tengah)

Formasi konferensi juga dapat dibentuk dengan cara menggabungkan beberapa meja kemudian ditengah-tengah meja tersebut dikosongkan.

- Formasi Pengelompokkan Terpisah (Breakout Groupings)

Gambar 7. Formasi Pengelompokkan Terpisah (Breakout Groupings) Apabila ruangan cukup besar, guru dapat menggabungkan formasi kelas bentuk U dan formasi meja pertemuan. Guru dapat menempatkan susunan pecahan-pecahan kelompok secara berjauhan sehingga kelompok satu tidak mengganggu kelompok yang lain.


(44)

31 - Formasi Tempat Kerja

Gambar 8. Formasi Tempat Kerja

Formasi ini sangat tepat jika dilakukan di dalam laboratorium yang mana peserta didik duduk pada satu tempat untuk mengerjakan tugas.

- Formasi Kelompok untuk Kelompok

Gambar 9. Formasi Kelompok untuk Kelompok

Formasi ini menempatkan beberapa kelompok yang duduk dalam satu meja persegi berukuran besar (menggabungkan beberapa meja) sehingga setiap kelompok duduk saling berhadapan. Susunan formasi ini memungkinkan guru melakukan diskusi atau menyusun permainan peran, berdebat, atau observasi pada kegiatan berkelompok.

- Formasi Lingkaran


(45)

32

Formasi lingkaran ini merupakan pengaturan tempat duduk yang disusun melingkar tanpa menggunakan meja dan kursi. Formasi ini biasanya digunakan untuk melakukan kegiatan belajar mengajar dalam satu kelompok yang mana guru sebagai seorang manajer kelas memiliki peran untuk membimbing dan mengarahkan jalannya kegiatan belajar mengajar tersebut.

- Formasi Peripheral

Gambar 11. Formasi Peripheral

Jika seorang guru menginginkan peserta didiknya memiliki tempat untuk menulis, guru dapat menggunakan formasi tempat duduk peripheral, yaitu meja ditempatkan di belakang peserta didik. Guru dapat menyuruh peserta didik memutar kursi secara melingkar saat guru menginginkan diskusi kelompok.

Formasi tempat duduk yang dapat diterapkan di TK adalah formasi yang memperhatikan karakteristik anak TK yaitu formasi tradisional, formasi bentuk U, formasi konferensi, formasi meja pertemuan, formasi pengelompokkan terpisah, serta formasi lingkaran. Tempat duduk untuk anak TK dapat memanfaatkan kursi dan meja atau pula memakai lantai sebagai tempat duduk dalam melakukan aktivitas belajar. Anak-anak pada masa kanak-kanak tidak bisa dikondisikan untuk duduk di kursi dalam waktu yang lama. Mereka cenderung menghabiskan waktu untuk beraktivitas di lantai atau selalu bergerak dengan berpindah-pindah


(46)

33

tempat. Oleh karena itu, pengaturan tempat duduk anak TK harus dilakukan secara fleksibel artinya guru harus mempunyai pertimbangan yang jelas kapan anak harus duduk dikursi yang dilengkapi dengan meja atau kapan anak duduk di lantai, berapa lama dan untuk melakukan kegiatan apa (Rusdinal & Elizar, 2005: 71). Pengaturan tempat duduk yang fleksibel akan memungkinkan adanya variasi tempat yang disediakan untuk anak dalam melakukan aktivitas belajar.

c) Pengaturan Perabot dan Alat Permainan

Perabot dan alat permainan sangat dibutuhkan di TK guna mendukung penerapan konsep bermain sambil belajar yang merupakan aktivitas yang disenangi dan digemari oleh anak-anak usia TK. Segala perabot dan alat permainan yang ada di TK hendaknya ditata sedemikian rupa sehingga menimbulkan kesan yang menyenangkan dan menarik serta dapat membantu proses pembelajaran secar efektif. Penempatan alat permainan hendaknya mempertimbangkan aspek kemudahan untuk dimanfaatkan oleh anak. Ini berarti alat-alat permainan ditempat dekat dengan anak sehingga pada saat melakukan aktivitas, anak dapat memperoleh alat dengan mudah dan teratur.

d) Pembagian Ruangan

Tidak ada suatu konsep yang pasti untuk menyusun suatu ruangan kelas secara permanen karena penataan ruang kelas dilakukan dengan memperhatikan minat, kebutuhan dan perkembangan anak. Perlu kekreativan guru sehingga dapat ditemukan suatu situasi benar-benar kondusif untuk bermain dan belajar bagi anak-anak. Ruangan yang tersedia dapat dimanfaatkan secara kreatif dan fleksibel


(47)

34

sehingga proses pembelajaran yang dialkukan tetap berorientasi pada perkembangan anak.

4) Penciptaan Iklim Kelas

Penciptaan iklim kelas merupakan usaha guru untuk menciptakan suasana kelas yang serasi dan bebas dari gangguan sehingga anak merasa aman dan senang untuk belajar (Rusdinal & Elizar, 2005: 115). Iklim kelas atau suasana kelas yang baik ditandai dengan hubungan yang baik antara guru dan anak maupun antara anak dengan anak. Bentuk kegiatan untuk mengembangkan hubungan baik antara guru dan anak dapat dilakukan dengan menunjukkan sikap terbuka, memahami kesulitan anak, melindungi anak, bersikap hangat, dan menerima anak sebagaimana adanya. Kegiatan guru untuk menciptakan hubungan anak dengan anak cukup beragam dan dapat dilakukan dalam proses belajar mengajar dengan menciptakan suatu interaksi belajar misalnya meminta anak untuk menyelesaikan tugas secara berkelompok. Selain itu guru dapat pula menanamkan sikap yang penuh keakraban, tolong menolong sesama teman, tenggang rasa terhadap keadaan orang lain, mengendalikan emosi, menerima teman apa adanya dengan menjauhkan rasa benci, dendan dan permusuhan antara satu anak dengan anak lainnya.

Penciptaan iklim kelas yang kondusif untuk kegiatan belajar anak di TK juga diciptakan melalui upaya guru dalam menerapkan kepemimpinannnya. Pola kepemimpinan yang diharapkan untuk anak adalah pola kepemimpinan yang demokratis. Hal tersebut mengacu pada pendapat Dreikurs & Cassel dalam Hasibuan (Rusdinal & Elizar, 2005: 117) bahwa dalam pengelolaan kelas suasana


(48)

35

yang demokratis merupakan unsur utama dalam pengelolaan kelas. Suasana yang demokratis tersebut ditandai dengan adanya peranan guru sebagai fasilitator dan mempunyai hubungan pribadi yang baik dengan anak-anak dan membimbing perkembangannya. Beberapa kegiatan guru dalam pembinaan suasana demokratis di kelas dapat dilakukan dengan kegiatan berikut (Rusdinal & Elizar, 2005: 117-120):

a) Berbicara dengan suara ramah. Guru yang ramah menampilkan wajah yang cerah, mudah tersenyum dan bicara dengan suara yang lemah lembut, serta tidak menyinggung perasaan anak dan tidak membuat anak tertekan. Sikap dari penampilan guru yang demikian disenangi anak sehingga anak merasa tidak takut berhadapan, mau bercerita dan bertanya kepadanya, serta bergairah untuk mengikuti pembelajaran dan bereksplorasi.

b) Membimbing anak. Guru harus menyadari bahwa tidak semua anak mempunyai kemampuan yang sama. Ada anak yang cepat belajar, lambat belajar, memiliki kemampuan rata-rata, dan ada pula anak yang mempunyai pola emosi yang berkaitan dengan rasa takut. Cara yang dapat dilakukan guru dalam membimbing anak yang memiliki rasa takut yang berlebihan adalah dengan menuntun anak dalam bermain, bercerita, bernyanyi, dan menciptakan situasi agar anak dapat diterima oleh kawan-kawannya.

c) Menolong anak. Anak usia dini masih memerlukan bimbingan dan pertolongan terutama dalam pembelajaran dan dalam mengembangakan hubungan emosional yang sehat dengan teman sebaya. Guru dapat menolong anak dengancara membantu anak dalam segala permasalahannya dalam


(49)

36

belajar, seperti menolong anak meraut pensilnya, membukakan tabung minum, merapikan bajunya, dan banyak pertolongan lainnya.

d) Memecahkan tanggung jawab. Dalam memecahkan tanggung jawab pada anak, guru harus memperhatikan terlebih dahulu tingkat kemandirian anak. Tingkat kemandirian anak TK dapat dilihat dari segi fisik dan psikologis. Contoh kemandirian anak dari segi fisik yaitu memakai baju sendiri, memasang tali sepatu, atau makan sendiri. Contoh kemandirian anak dari segi psikologis adalah tanggung jawab dalam menyelesaikan tugas, menyimpan alat permainan ke tempatnya setelah digunakan, atau membuang sampah pada tempatnya.

b. Pengaturan Peserta Didik

Pengaturan peserta didik ini berkaitan dengan pemberian stimulus dalam membangkitkan dan mempertahankan kondisi motivasi peserta didik untuk secara sadar berperan aktif dan terlibat dalam kegiatan belajar di kelas (Novan Ardy Wiyani, 2013: 60). Dalam hal ini fungsi guru tetap memiliki proporsi yang besar untuk dapat membimbing, mengarahkan dan memandu setiap aktivitas yang harus dilakukan anak. Peserta didik diberikan kesempatan untuk memperoleh posisi dalam belajar yang sesuai dengan minat dan keinginannya. Pengelolaan kelas dengan pengaturan peserta didik dilakukan apabila adanya gangguan di kelas dan guru berusaha untuk mengembalikannya supaya suasana kelas tetap kondusif. Kegiatan pengelolaan kelas dalam mengatur anak dapat dilakukan dengan dua langkah yaitu tindakan preventif (pencegahan) dan tindakan korektif sesuai pendapat Entang & Raka Joni (Tri Mulyani, 2001: 83).


(50)

37 1) Tindakan Preventif (Pencegahan)

Tindakan preventif (pencegahan) adalah tindakan yang dilakukan sebelum munculnya tingkah laku menyimpang yang mengganggu kondisi optimalnya pembelajaran. Tindakan preventif merupakan suatu tindakan yang dilakukan guru sebelum melakukan kegiatan pembelajaran, misalnya dengan mengajak siswa untuk tetap terkondisikan selama proses pembelajaran berlangsung. Menurut Rusdinal & Elizar (2005: 178) sikap dan tindakan guru yang preventif adalah (1) sikap terbuka, (2) sikap menerima dan menghargai siswa sebagai manusia, (3) sikap empati, (4) sikap demokratis, (5) mengarahkan anak pada tujuan kelompok, (6) menghasilkan aturan kelompok yang disepakati bersama, (7) memperjelas komunikasi, dan (8) menunjukkan kehadiran.

Prosedur dalam dimensi pencegahan adalah langkah-langkah yang harus direncanakan guru untuk menciptakan suatu struktur kondisi yang fleksibel baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Prosedur tindakan pencegahan ini diarahkan pada pelayanan perkembangan tuntutan dan kebutuhan peserta didik secara individual maupun kelompok yang dapat berupa kegiatan, contohnya berupa informasi. Berikut merupakan prosedur dimensi pencegahan (Maman Rachman, 1998/1999: 96-99):

a) Peningkatan kesadaran diri sebagai guru: implikasi adanya kesadaran diri sebagai guru akan tampak pada sikap guru yang demokratis, sikap yang stabil, kepribadian yang harmonis dan berwibawa.

b) Peningkatan kesadaran peserta didik: dengan memberitahukan hak dan kewajiban sebagai peserta didik, memperhatikan kebutuhan, keinginan dan dorongan peserta didik, serta menciptakan suasana saling pengertian, saling menghormati, dan rasa keterbukaan antara guru dan peserta didik. c) Sikap polos dan tulus dari guru: sikap hangat, terbuka, mau mendengarkan


(51)

38

d) Mengenal dan menemukan alternatif pengelolaan: dengan melakukan identifikasi berbagai penyimpangan tingkah laku peserta didik, mengenal berbagai pendekatan pengelolaan kelas, serta mempelajari pengalaman guru lainnya.

e) Menciptakan kontrak sosial: perumusan tata tertib dan sanksi untuk mengatur kehidupan kelas harus dibicarakan atau disetujui oleh guru dan peserta didik.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa tindakan preventif (pencegahan) dalam pengaturan peserta didik meliputi:

a) Peningkatan kesadaran diri sebagai guru: implikasi adanya kesadaran diri sebagai guru akan tampak pada sikap guru yang demokratis, sikap yang stabil, kepribadian yang harmonis dan berwibawa. Sikap dan tindakan guru yang dapat diterapkan antara lain:

- Sikap demokratis. Dalam pembinaan suasana demokratis hendaknya terlihat dari sikap guru yang berusaha menempatkan perannya sebagai pengarah, dan pembimbing dalam proses pembelajaran. Berbicara dengan suara ramah, membimbing anak, menggunakan kata-kata ajakan, menolong anak dan membagi tanggung jawab secara bersama, adalah beberapa contoh upaya guru menciptakan suasana demokratis.

- Menunjukkan kehadiran. Dalam hal ini guru perlu menunjukkan pada anak bahwa ia hadir di kelas, tidak hanya secara fisik tetapi juga mental. Berkaitan dengan hal ini, guru hendaknya sadar serta tanggap terhadap perhatian anak, keterlibatan anak sehingga dapat diketahui mana anak yang acuh atau kurang berpartisipasi dalam proses pembelajaran.

b) Peningkatan kesadaran peserta didik: dengan memberitahukan hak dan kewajiban sebagai peserta didik, memperhatikan kebutuhan, keinginan dan


(52)

39

dorongan peserta didik, serta menciptakan suasana saling pengertian, saling menghormati, dan rasa keterbukaan antara guru dan peserta didik.

c) Sikap polos dan tulus dari guru: sikap hangat, terbuka, mau mendengarkan harapan dan atau keluhan para siswa. Sikap dan tindakan guru yang dapat diterapkan antara lain:

- Sikap terbuka, yaitu sikap guru yang penting untuk menunjukkan keakraban hubungannya dengan anak. Dengan menciptakan suasana keterbukaan, anak akan merasa bebas dan leluasa untuk mengemukakan pendapatnya serta penuh keyakinan bahwa guru akan selalu mendengarkan dan memperhatikan pendapatnya.

- Sikap menerima dan menghargai siswa sebagai manusia. Sikap menerima apa adanya merupakan pernyataan sayang, merasa diterima berarti merasa di sayang. Anak tidak akan merasa rendah diri dan malu, karena guru memperlakukannya dengan cara yang tidak membeda-bedakan.

- Sikap empati. Sikap empati mencegah timbulnya rasa malu dan takut pada anak, serta dapat pula membangun keberanian anak.

- Memperjelas komunikasi. Guru diharapkan dapat memperjelas komunikasi yang dilakukan anak, karena tidak semua anak dapat berkomunikasi dengan baik. Dalam hal ini guru dapat mengulangi apa yang diucapkan anak dengan maksud mempertegas maksud anak.

d) Mengenal dan menemukan alternatif pengelolaan: dengan melakukan identifikasi berbagai penyimpangan tingkah laku peserta didik, mengenal


(53)

40

berbagai pendekatan pengelolaan kelas, serta mempelajari pengalaman guru lainnya.

e) Menciptakan kontrak sosial: perumusan tata tertib dan sanksi untuk mengatur kehidupan kelas harus dibicarakan atau disetujui oleh guru dan peserta didik. Dalam hal ini guru mengusahakan membuat aturan secara bersama dengan anak yang dapat mengikat anak menjadi kelompok yang padu di dalam kelas. Jika ada anak yang tidak menyetujui aturan yang akan digunakan dalam kelompok, akan mengurangi daya ikat aturan tersebut bagi kelompok. Apabila anak tidak dapat diminta partisipasinya dalam pembuatan aturan kelompok, maka minimal aturan yang ditetapkan itu disetujui oleh anak. Aturan yang akan diterapkan pada anak hendaknya dibuat dengan jelas, sederhana dan singkat, sehingga tidak ada kesalahpahaman.

2) Tindakan Korektif

Tindakan korektif merupakan tindakan yang dilakukan guru terhadap tingkah laku siswa yang dapat mengganggu proses pembelajaran yang sedang berlangsung. Tindakan ini dilakukan guru dengan pemberian teguran sampai pemberian sanksi kepada siswa yang membuat gaduh selama proses pembelajaran berlangsung sehingga kondisi belajar dapat kembali kondusif. Tindakan yang bersifat korektif terbagi menjadi dua yaitu: (1) tindakan yang seharusnya segera diambil oleh guru pada saat terjadi gangguan terhadap kondisi optimal pembelajaran (dimensi tindakan), dan (2) dan dimensi penyembuhan (kuratif) yaitu tindakan terhadap tingkah laku menyimpang yang telah terlanjut terjadi agar penyimpangan tersebut tidak berlarut-larut (Maman Rachman, 1998/1999: 94).


(54)

41

a) Dimensi tindakan: dimensi tindakan merupakan tindakan yang seharusnya segera diambil oleh guru pada saat terjadi gangguan terhadap kondisi optimal pembelajaran. Menurut Cowley (2010: 46) terdapat sepuluh strategi yang dapat dipahami dan diterapkan, yaitu:

(1) tunggu hingga suasana hening, (2) gunakan isyarat,

(3) berikan mereka “pilihan”,

(4) bersikap logis tetapi jangan berdebat dengan mereka,

(5) belajar untuk “membaca dan merespon”,

(6) gunakan pernyataan, bukan pertanyaan, dan hargai kepatuhan, (7) gunakan pengulangan,

(8) tetapkan target dan batasan waktu, (9) gunakan humor, serta

(10)tempatkan diri anda dalam posisi mereka.

b) Dimensi Penyembuhan (Kuratif): tindakan kuratif merupakan tindakan yang diambil sang guru terhadap tingkah laku anak yang menyimpang yang sudah terlanjur, dengan harapan tingkah laku yang menyimpang tidak lantas berlarut-larut (Tri Mulyani, 2001: 84). Tingkah laku yang menyimpang segera diperingatkan atau diperbaiki dan akhirnya anak akan sadar dari tanggungjawab memperbaiki diri melalui kegiatan yang dapat dipertanggungjawabkan. Dalam hal ini guru berusaha untuk menumbuhkan kesadaran akan penyimpangan yang dibuat dan akhirnya akan menimbulkan kesadaran dan tanggung jawab untuk memperbaiki diri melalui kegiatan-kegiatan yang direncanakan. Menurut Tim Dosen Administrasi Pendidikan UPI (2011: 121) kegiatan yang bersifat kuratif sebaiknya mengikuti beberapa langkah yaitu: (a) mengidentifikasi masalah, (b) menganalisis masalah, (c) menilai alternatif-alternatif pemecahan, dan (d) mendapatkan balikan.


(55)

42

Pendapat yang sama disampaikan oleh Maman Rachman (1998/1999: 99-101) yang menjelaskan bahwa prosedur dimensi penyembuhan (kuratif) meliputi:

(1) Mengidentifikasi masalah: guru melakukan kegiatan untuk mengenal atau mengetahui masalah-masalah yang timbul dalam kelas. berdasarkan masalah tersebut, guru mengidentifikasi jenis-jenis penyimpangan sekaligus mengetahui latar belakang yang membuat peserta didik melakukan penyimpangan tersebut.

(2) Menganalisis masalah: menganalisis penyimpangan peserta didik dan menyimpulkan latar belakang dan sumber-sumber dari penyimpangan tersebut. setelah ditemukan hal-hal yang berkaitan dengan penyimpangan tersebut, guru melanjutkan usahanya dengan menentukan alternatif penanggulangan atau penyembuhan.

(3) Menilai alternatif-alternatif pemecahan: menilai dan memilih alternatif pemecahan masalah berdasar sejumlah alternatif yang telah tersusun. Memilih dalam arti menentukan alternatif mana yang paling tepat untuk menanggulangi penyimpangan peserta didik tersebut.

(4) Mendapat balikan: menilai keberhasilan pelaksanaan dari alternatif pemecahan yang dipilih untuk mencapai sasaran yang sesuai dengan yang direncanakan.

Rusdinal & Elizar (2005: 182-183) menjelaskan lebih spesifik bahwa teknik kuratif dalam pengaturan peserta didik dapat dilakukan dengan:

(1) penguatan negatif, (2) penghapusan, (3) penghukuman,

(4) pembicaraan situasi pelanggaran dan bukan pelaku pelanggaran, (5) pemasabodohan terhadap pelanggaran anak,

(6) pemberian tugas yang memerlukan keberanian (bagi anak yang menunjukkan tingkah laku menguasai),

(7) pemberian tugas yang menuntut kekuatan fisik (bagi anak yang menunjukkan tingkah laku menguasai),

(8) penghilangan respon, ekspresi wajah tetap wajar (bagi anak yang menunjukkan tingkah laku membalas dendam),

(9) penyalahan anak secara tidak langsung, dan menunjukkan segi-segi keberhasilan (bagi anak yang menunjukkan tingkah laku ketidak mampuan),

(10)peningkatan partisipasi anak dalam beraktivitas, (11) meratakan partisipasi anak,

(12) pengurangan ketegangan, dan


(56)

43

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa tindakan kuratif dalam pengaturan peserta didik dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

(1) Mengidentifikasi masalah: mengidentifikasi jenis-jenis penyimpangan sekaligus mengetahui latar belakang yang membuat peserta didik melakukan penyimpangan tersebut.

(2) Menganalisis masalah: menganalisis penyimpangan peserta didik dan menyimpulkan latar belakang dan sumber-sumber dari penyimpangan tersebut.

(3) Menilai alternatif-alternatif pemecahan: menilai dan memilih alternatif pemecahan masalah berdasar sejumlah alternatif yang telah tersusun. Alternatif pemecahan tersebut meliputi:

- Penguatan negatif. Guru yang melakukan penguatan negatif akan berusaha untuk mengurangi atau selanjutnya menghilangkan suatu stimulus yang tidak menyenangkan, agar anak terdorong kembali untuk berperilaku yang sama sebagai akibat dari pengurangan atau penghilangan stimulus tersebut. - Penghapusan. Kegiatan ini kebalikan dari penguatan, khususnya penguatan positif. Dalam penguatan positif tingkah laku anak dipertahankan, sedangkan dalam penghapusan, tingkah laku anak dikurangi atau dihilangkan sama sekali.

- Penghukuman. Pemberian hukuman secara bijaksana terhadap hal-hal tertentu secara terbatas dapat menimbulkan akibat yang baik secara tepat,


(57)

44

tetapi guru harus dengan hati-hati mencatat akibat-akibat dari hukuman itu.

- Pembicaraan situasi pelanggaran dan bukan pelaku pelanggaran. Dalam hal ini guru dalam menghadapi masalah perilaku anak, tidak bersikap marah atau tidak menyalahkan anak, tetapi memelihara situasi yang telah diciptakan.

- Pemasabodohan terhadap pelanggaran anak. Bersikap masa bodoh dimaksudkan tidak membedakan respon dari perilaku anak yang ingin menguasai. Jika guru memberikan respon justru menjadi faktor penguat bagi anak untuk bertingkah laku yang harus dihentikan.

- Pemberian tugas yang memerlukan keberanian dan menuntut kekuatan fisik (bagi anak yang menunjukkan tingkah laku menguasai). Hal ini dilakukan guru agar anak yang berperilaku menguasai merasa dipandang dan dihargai karena kekuatan dan keberaniannya, dengan demikian anak merasa puas dan tidak mencari perhatian lain yang bisa mengganggu proses pembelajaran.

- Penghilangan respon, ekspresi wajah tetap wajar (bagi anak yang menunjukkan tingkah laku balas dendam). Dalam hal ini guru tidak menghiraukan perilaku anak, begitu juga untuk teman-temannya. Guru diharapkan dapat meminta kepada anak-anak lain agar jangan menghiraukan perilaku anak tersebut. Dengan demikian anak akan merasa bahwa guru maupun temannya bukanlah sasaran balas dendam, anak akan mencari sasaran lain di luar kelas.


(58)

45

- Penyalahan anak secara tidak langsung, dan menunjukkan segi-segi keberhasilan (bagi anak yang menunjukkan tingkah laku ketidak mampuan). Dalam hal ini guru harus menyadari bahwa anak punya potensi. Anak butuh dorongan dan kesempatan untuk mewujudkan kemampuannya, tidak selamanya anak akan gagal dan salah. Oleh karena itu, guru sebaiknya tidak menyalahkan anak secara langsung, jika anak berbuat salah. Berikan penghargaan jika anak menunjukkan suatu keberhasilan, dengan demikian anak diharapkan terdorong untuk lebih meningkatkan usahanya dalam mewujudkan kemampuannya dalam pembelajaran.

- Peningkatan dan perataan partisipasi anak dalam beraktivitas. Guru dapat melakukannya dengan memberi dorongan kepada anak yang kurang berpartisipasi, sedangkan bagi anak yang terlalu aktif berpartisipasi, guru perlu membatasinya dengan cara yang tidak mematikan motivasi anak untuk berpartisipasi aktif.

- Pengurangan ketegangan. Guru diharapkan dapat menurunkan bahkan menghilangkan ketegangan tersebut.

- Penyelesaian pertentangan antar pribadi atau antar kelompok. Guru diharapkan dapat mengamati secara seksama kondisi hubungan antara anak dan berusaha mengatasi pertentangan-pertentangan yang ditemukan. (4) Mendapat balikan: menilai keberhasilan pelaksanaan dari alternatif pemecahan


(59)

46

Konflik antar peserta didik memang tak terhindarkan. Meskipun guru telah berhasil melanjutkan kembali proses belajar mengajar namun konflik antar peserta didik belum tentu selesai. Menurut Dianne Miller Nielsen (2008: 159-160) langkah pertama yang dapat dilakukan adalah dengan mendekati anak yang terlibat. Kehadiran guru dapat membantu anak merasa aman dan nyaman untuk memecahkan konflik. Apabila anak saling melukai, guru sebaiknya menghentikan tindakan tersebut sesegera mungkin. Kemudian, doronglah anak untuk mengungkapkan perasaan kecewa dari kedua belah pihak. Mintalah pada anak untuk menceritakan masalahnya. Sebaiknya posisi tubuh dengan anak adalah sejajar dan mintalah pada anak untuk mengusulkan solusi permasalahan. Ajaklah mereka untuk saling berhadapan dan memperdengarkan sudut masing-masing. Pembahasan ini sangat sulit dilakukan anak karena anak usia dini cenderung bersifat egosentris dan memiliki kesulitan dalam melihat masalah dari perspektif orang lain.

Langkah selanjutanya adalah sebaiknya guru menyatakan ulang pemikiran anak dan membantu anak menyampaikan keinginan, ide, dan perasaan. Guru juga harus memberi dukungan yang dibutuhkan anak untuk menerapkan solusi dalam tindakan. Langkah terakhir adalah memperlihatkan anak pada pemecahan masalah. Apabila ternyata anak tidak menemui jalan keluar dan tidak bisa mencapai solusi, tanyakan apakah mereka ingin melibatkan teman lain yang mungkin mempunyai ide atau apakah mereka ingin mendengar pendapat guru. Hal yang paling penting untuk diingat adalah menghindari berperan sebagai pemecah


(60)

47

masalah bagi anak. Tujuannya adalah untuk membantu anak mempelajari cara menyesuaikan diri dengan orang lain.

6. Komponen Keterampilan Pengelolaan Kelas di TK

Komponen-komponen keterampilan pengelolaan kelas dikelompokkan menjadi dua yaitu (1) keterampilan yang berkaitan dengan penciptaan dan pemeliharaan kondisi belajar yang optimal serta (2) keterampilan yang berkaitan dengan pengendalian kondisi belajar yang optimal (E. Mulyasa, 2006: 91). Pendapat yang sama disampaikan oleh Djauhar Sidiq, dkk. (2006: 54) dan Moh. Uzer Usman (2011: 98-100) bahwa komponen keterampilan pengelolaan kelas dikelompokkan menjadi dua yaitu (1) keterampilan yang berkaitan dengan penciptaan dan pemeliharaan kondisi belajar yang optimal serta (2) keterampilan yang berkaitan dengan pengembalian kondisi belajar yang optimal.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa komponen keterampilan pengelolaan kelas dikelompokkan menjadi dua yaitu keterampilan yang berkaitan dengan penciptaan dan pemeliharaan kondisi belajar yang optimal serta keterampilan yang berkaitan dengan pengembalian kondisi belajar yang optimal.

a. Penciptaan dan Pemeliharaan Kondisi Belajar yang Optimal

Keterampilan ini berkaitan dengan kemampuan guru dalam mengambil inisiatif dan mengendalikan pembelajaran. Kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan hal-hal tersebut yang meliputi enam keterampilan yaitu: (1) menunjukkan sikap tanggap, (2) memberi perhatian, (3) memusatkan perhatian, (4) memusatkan perhatian kelompok, (5) memberikan petunjuk yang jelas, dan (6) menegur.


(61)

48

Keterampilan penciptaan dan pemeliharaan kondisi belajar yang optimal sebagai berikut:

1) Menunjukkan sikap tanggap

Tanggap merupakan tanggap terhadap perhatian, keterlibatan, ketidakacuhan, dan ketidakterlibatan anak dalam tugas-tugas di kelas. Melalui perbuatan sikap tanggap tersebut, anak akan merasa bahwa “guru hadir bersama dengan mereka” dan “tau apa yang mereka perbuat” (Withitness). Menurut Moh. Uzer Usman (2011: 98-99) kesan tersebut dapat ditunjukkan dengan cara sebagai berikut:

- Memandang kelas secara seksama: memandang secara seksama dapat mengundang dan melibatkan siswa dalam kontak pandangan serta interaksi antar pribadi yang dapat ditampakkan dalam pendekatan guru untukbercakap-cakap, bekerja sama, dan menunjukkan rasa persahabatan. - Gerak mendekati: gerak guru dalam posisi mendekati kelompok kecil atau

individu menandakan kesiagaan, minat dan perhatian guru yang diberikan terhadap tugas serta aktivitas siswa. Gerak mendekati hendaklah dilakukan secara wajar, bukan untuk menakut-nakuti, mengancam, atau memberi kritikan dan hubungan.

- Memberikan pernyataan: pernyataan guru terhadap sesuatu yang dikemukakan siswa sangat diperlukan, baik berupa tanggapan, komentar, ataupun yang lain. Akan tetapi, haruslah dihindari hal-hal yang menunjukkan dominasi guru, misalnya dengan komentas atau pernyataan yang mengandung ancaman.

- Memberikan reaksi terhadap gangguan serta kekacauan anak. Apabila ada siswa yang menimbulkan gangguan atau menunjukkan ketakacuhan, guru dapat memberikan reaksi dalam bentuk teguran. Teguran haruslah diberikan pada saat yang tepat dan sasaran yang tepat pula sehingga dapat mencegah meluasnya penyimpangan tingkah laku.

2) Membagi perhatian

Pengelolaan kelas yang efektif terjadi bila guru mampu memberi perhatian kepada beberapa kegiatan yang berlangsung dalam waktu yang sama. Menurut


(62)

49

Novan Ardy Wiyani (2013: 93) membagi perhatian dapat dilakukan dengan dua cara:

- Visual: mengalihkan pandangan dari satu kegiatan kepada kegiatan yang lain dengan kontak pandang terhadap kelompok anak atau seorang anak secara individual.

- Verbal: guru dapat memberikan komentar, penjelasan, pertanyaan, dan sebagainya terhadap aktivitas seorang anak sementara ia memimpin kegiatan siswa yang lain.

3) Memusatkan perhatian kelompok

Kegiatan siswa dalam belajar dapat dipertahankan apabila dari waktu ke waktu guru mampu memusatkan perhatian kelompok terhadap tugas-tugas yang dilakukan. Menurut Syaiful Bahri Djamarah (2005: 151-155) hal tersebut dapat dilaksanakan dengan cara berikut:

- Memberi tanda: dalam memulai proses belajar mengajar guru memusatkan pada perhatian kelompok terhadap suatu tugas dengan memberi beberapa tanda, misalnya menciptakan atau membuat situasi tenang sebelum memperkenalkan objek, pertanyaan, atau topic, dengan memilih anak didik secara random untuk meresponnya.

- Pertanggungjawaban: setiap anak didik sebagai anggota kelompok harus bertanggung jawab terhadap kegiatan sendiri, maupun kegiatan kelompoknya. Misalnya dengan meminta kepada anak untuk memperagakan, melaporkan hasil dan memberikan tanggapan.

- Pengarahan dan petunjuk jelas: pengarahan dan petunjuk dapat dilakukan pada seluruh anggota kelas, kepada kelompok kecil, ataupun kepada individu dengan bahsa dan tujuan yang jelas.

- Penghentian: apabila terjadi gangguan tingkah laku anak, guru dapat menghentikan gangguan tersebut secara verbal. Cara lainnya adalah guru dan anak membuat persetujuan mengenai prosedur dan aturan yang merupakan bagian dari pelaksanaan rutin proses belajar mengajar, sehingga menghentikan gangguan dengan peringatan.

- Penguatan: penggunaan penguatan untuk mengubah tingkah laku merupakan strategi remedial untuk mengatasi anak didik yang terus mengganggu atau yang tidak melakukan tugas. Penggunaan penguatan positif digunakan ketika anak telah menghentikan gangguan atau ketika anak tidak mengganggu.

- Kelancaran (smoothness): kelancaran anak dalam belajar adalah indikator bahwa anak didik dapat memusatkan perhatiannya pada pembelajarn yang diberikan di kelas.


(63)

50

- Kecepatan (pacing): terdapat dua kesalahan kecepatan yang harus dihindari apabila kecepatan yang tepat mau dipertahankan yaitu bertele-tele dan pengulangan penjelasan yang tidak perlu.

4) Memberikan petunjuk-petunjuk yang jelas

Hal ini berhubungan dengan cara guru dalam memberikan petunjuk agar jelas dan singkat dalam pelajaran sehingga tidak terjadi kebingungan pada diri anak. Pengarahan dan petunjuk dapat dilakukan pada seluruh anggota kelas, kepada kelompok kecil, ataupun kepada individu dengan bahasa dan tujuan yang jelas.

5) Menegur

Apabila terjadi tingkah laku anak yang mengganggu kelas atau kelompok dalam kelas, hendaknya guru menegurnya secara verbal. Teguran verbal yang efektif adalah yang memenuhi syarat menurut pendapat Moh Uzer Usman (2011: 99) yaitu:

- Tegas dan jelas tertuju kepada siswa yang mengganggu serta kepada tingkah lakunya yang menyimpang.

- Menghindari peringatan yang kasar dan menyakitkan atau yang mengandung penghinaan.

- Menghindari ocehan atau ejekan, lebih-lebih yang berkepanjangan. 6) Memberi penguatan

Pemberian penguatan dapat dilakukan kepada anak yang suka mengganggu kemudian jika pada suatu saat anak tertangkap melakukan perbuatan yang positif. Dapat pula kepada siswa yang bertingkah laku wajar dan dengan


(1)

189 Kode data : CD-2-5e

Hal : Area Bermain Indoor (Playground)

Kode data : CD-2-5f Hal : Ruang Dapur


(2)

190 Kode data : CD-2-5g

Hal : Ruang Makan

Kode data : CD-2-5h


(3)

191 Kode data : CD-2-5i

Hal : Gudang

Kode data : CD-2-5j


(4)

192 Kode data : CD-2-5k

Hal : Perpustakaan

Kode data : CD-2-5l

Hal : Ruang Audio Visual

Kode data : CD-2-5m


(5)

193 Kode data : CD-2-5n

Hal : Tempat Cuci Tangan

Kode data : CD-2-5n Hal : Tempat Parkir

Kode data : CD-2-5o


(6)

194 Kode data : CD-2-5o

Hal : Ruang Tunggu

Kode data : CD-2-5o


Dokumen yang terkait

KELAS TK B

0 7 1

PENERAPAN METODE EKSPERIMEN UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP SAINS PADA ANAK KELOMPOK B TK Penerapan Metode Eksperimen Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Sains Pada Anak Kelompok B TK Dharma Wanita Krendowahono Gondang Rejo Karanganyar Tahun Ajaran

0 3 12

PENGARUH PENERAPAN METODE CANTOL RAUDHOH TERHADAP KEMAMPUAN MEMBACA ANAK KELOMPOK B DI TK KELOMPOK PENGARUH PENERAPAN METODE CANTOL RAUDHOH TERHADAP KEMAMPUAN MEMBACA ANAK KELOMPOK B DI TK KELOMPOK BERMAIN BAITUL ILMI TIYARAN, BULU, SUKOHARJO TAHUN PELA

0 1 14

PENGARUH PENERAPAN METODE CANTOL RAUDHOH TERHADAP KEMAMPUAN MEMBACA ANAK KELOMPOK B DI TK KELOMPOK PENGARUH PENERAPAN METODE CANTOL RAUDHOH TERHADAP KEMAMPUAN MEMBACA ANAK KELOMPOK B DI TK KELOMPOK BERMAIN BAITUL ILMI TIYARAN, BULU, SUKOHARJO TAHUN PELA

2 7 11

PENANGANAN ANAK AGRESIF PADA ANAK KELOMPOK TK B DI KB/ TK TAQIYYA KARTASURA TAHUN AJARAN Penanganan Anak Agresif Pada Anak Kelompok Tk B DI KB/ TK Taqiyya Kartasura Tahun Ajaran 2012/ 2013.

0 2 14

JURNAL PUBLIKASI PENANGANAN ANAK AGRESIF PADA ANAK KELOMPOK TK B Penanganan Anak Agresif Pada Anak Kelompok Tk B DI KB/ TK Taqiyya Kartasura Tahun Ajaran 2012/ 2013.

0 1 12

PENERAPAN PERMAINAN TEBAK KATA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBAHASA ANAK PADA ANAK KELOMPOK B DI TK Penerapan Permainan Tebak Kata Untuk Meningkatkan Kemampuan Berbahasa Anak Pada Anak Kelompok B Di Tk Pgri Mranggen Jatinom Klaten Tahun Ajaran 2012/201

0 5 15

PENERAPAN PERMAINAN TEBAK KATA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBAHASA ANAK PADA ANAK KELOMPOK B DI TK Penerapan Permainan Tebak Kata Untuk Meningkatkan Kemampuan Berbahasa Anak Pada Anak Kelompok B Di Tk Pgri Mranggen Jatinom Klaten Tahun Ajaran 2012/201

0 6 15

EVALUASI PENERAPAN BEYOND CENTERS AND CIRCLE TIME (BCCT) PADA PEMBELAJARAN KELOMPOK B DI TK AN-NUUR SLEMAN.

2 43 230

Program Tahunan Kelompok TK B

2 6 14