Hubungan kultur keluarga dan kultur sekolah dengan minat siswa berwirausaha : studi kasus pada siswa kelas X SMK Negeri I Depok, Sleman.

(1)

x

ABSTRAK

HUBUNGAN KULTUR KELUARGA DAN KULTUR SEKOLAH

DENGAN MINAT SISWA BERWIRAUSAHA

Studi Kasus pada Siswa Kelas X SMK Negeri 1 Depok, Sleman

Yulius Noferi Hadi Universitas Sanata Dharma

2009

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) hubungan kultur keluarga dengan minat siswa berwirausaha dan (2) hubungan kultur sekolah dengan minat siswa berwirausaha. Penelitian ini merupakan studi kasus pada siswa kelas X. Penelitian dilaksanakan di SMK Negeri 1 Depok, Sleman. Populasi dalam penelitian ini sebanyak 209 siswa. Teknik pengumpulan data yuang digunakan adalah kuesioner. Teknik analisis data menggunakan statistikChi Square.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) tidak ada hubungan kultur keluarga dengan minat siswa berwirausaha (pada dimensi power distance

menunjukkan χ²hitung = 1,1621 < χ²tabel = 7,81; pada dimensi collectivism vs

individualism menunjukkan χ²hitung= 0,4853 < χ²tabel= 7,81; pada dimensi femininity

vs masculinity menunjukkan χ²hitung = 1,1074 < χ²tabel = 9,49; dan pada dimensi

uncertainty avoidance menunjukkanχ²hitung= 0,4975 <χ²tabel= 7,81) dan (2) tidak ada hubungan kultur sekolah dengan minat siswa berwirausaha (pada dimensi power distance menunjukkanχ²hitung= 0,8016 <χ²tabel = 9,49; pada dimensi collectivism vs

individualism menunjukkanχ²hitung= 1,5435 <χ²tabel= 9,49 ; pada dimensifemininity

vs masculinity menunjukkan χ²hitung = 1,3261 < χ²tabel = 5,99; dan pada dimensi


(2)

xi

ABSTRACT

THE RELATIONSHIP BETWEEN FAMILY CULTURE AND SCHOOL CULTURE WITH STUDENTS’ INTEREST IN ENTREPRENEURSHIP A Case Study on the 10thClass of the State Vocational High School Students in Depok, Sleman Regency

Yulius Noferi Hadi Sanata Dharma University

2009

The aim of the research is to figure out: (1) the relationship between family culture and students’ interest in entrepreneurship; (2) the relationship between school culture and students’ interest in entrepreneurship. The research is a case study on the 10th class students. The research was conducted at State Vocational High School Students in Depok, Sleman Regency. Population in this research were 209 students. The technique of collecting data was questionnaire. The data analysis technique was statisticsChi Square.

The result of the research shows that: (1) there is no relationship between family culture and students’ interest in entrepreneurship (dimension power distance

showsχ²count= 1,1621 <χ²table= 7,81; dimensioncollectivism vs individualismshows

χ²count= 0,4853 < χ²table = 7,81; dimensionfemininity vs masculinity shows χ²count = 1,1074 <χ²table= 9,49; and dimensionuncertainty avoidance showsχ²count= 0,4975 <

χ²table = 7,81) and; (2) there is no relationship between school culture and students’ interest in entrepreneurship (dimension power distance shows χ²count = 0,8016 <

χ²table= 9,49; dimension collectivism vs individualismshows χ²count= 1,5435 <χ²table = 9,49 ; dimension femininity vs masculinityshowsχ²count= 1,3261 < χ²table= 5,99; and dimension uncertainty avoidanceshows χ²count= 0,0406 < χ²table= 9,49).


(3)

HUBUNGAN KULTUR KELUARGA DAN KULTUR

SEKOLAH DENGAN MINAT SISWA BERWIRAUSAHA

Studi Kasus Pada Siswa Kelas X SMK NEGERI I Depok, Sleman

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Akuntansi

Oleh:

YULIUS NOFERI HADI NIM: 051334014

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2009


(4)

i

HUBUNGAN KULTUR KELUARGA DAN KULTUR

SEKOLAH DENGAN MINAT SISWA BERWIRAUSAHA

Studi Kasus Pada Siswa Kelas X SMK NEGERI I Depok, Sleman

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Akuntansi

Oleh:

YULIUS NOFERI HADI NIM: 051334014

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2009


(5)

(6)

(7)

iv

PERSEMBAHAN

Karya tulis yang mungkin sangat jauh dari sempurna ini sebagai

buah tanganku akan ku persembahkan dengan tulus

Kepada:

Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria

Ayahanda Matius Juwardi dan Ibunda Lusia Sri Purwanti

Adikku Yusuf Prapaska Purwan Dalu

Kekasih hatiku Florentina Wulan Anggraini


(8)

v

MOTTO

“Ketika satu pintu tertutup, pintu lain terbuka; namun terkadang kita melihat dan menyesali pintu tertutup tersebut terlalu lama hingga kita tidak melihat pintu lain yang

tebuka (Alexander Graham Bell)”

“Jenius adalah 1% inspirasi dan 99% keringat. Tidak ada yang dapat menggantikan kerja keras. Keberuntungan adalah sesuatu yang terjadi ketika kesempatan bertemu


(9)

(10)

(11)

vii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha kasih karena skripsi ini telah selesai tepat pada waktunya. Skripsi ini ditulis dan diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan, Program Studi Pendidikan Akuntansi.

Penulisan skripsi ini mengalami banyak tantangan dan hambatan yang merupakan pelajaran yang berharga bagi penulis. Namun akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa proses penyusunan skripsi ini mendapatkan berbagai masukan, kritik, dan saran dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin menghaturkan rasa hormat dan terima kasih kepada:

1. Bapak Drs. T. Sarkim, M.Ed., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta;

2. Bapak Laurentius Saptono, S.Pd., M.Si., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Akuntansi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta;

3. Bapak Laurentius Saptono, S.Pd., M.Si., selaku Dosen Pembimbing yang dengan sabar dan meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan, memberikan kritik, dan saran untuk kesempurnaan skripsi ini;


(12)

viii

4. Bapak S. Widanarto Prijowuntato, S.Pd., M.Si., dan Bapak A. Heri Nugroho, S.Pd., M.Pd., selaku dosen penguji, terimakasih atas saran, masukan, dorongan, dan semangat yang telah diberikan;

5. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Akuntansi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah banyak memberikan bekal ilmu dan pengalaman kepada penulis selama kuliah;

6. Semua karyawan di sekretariat Pendidikan Akuntansi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta atas segala keramahannya dalam membantu penulis selama kuliah;

7. Seluruh keluarga besar SMK Negeri 1 Depok yang telah menyediakan waktu dan tempat untuk melaksanakan penelitian kepada penulis;

8. Kedua orang tuaku tercinta, Matius Juwardi dan Lusia Sri Purwanti yang tidak pernah lelah memberikan doa, kasih sayang, serta dukungan baik moril mapun materi selama ini kepada penulis;

9. Adikku Yusuf Prapaska Purwan Dalu atas doa dan dukungannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini;

10. Bulek Tatik, Bulek Yuli, Lek Supri, Lek Herman, dan seluruh keluarga besarku yang telah memberikan inspirasi, doa, dan dorangannya;

11. Florentina Wulan Anggraini yang selalu ada di hatiku, terima kasih atas doa, dukungan, cinta dan kasih sayang, serta segala bantuan selama kuliah dan penyelesaian skripsi ini;


(13)

ix

12. Teman-temanku Agustinus Harry Setiawan, Yoga Valentino, F.X Eka Wahyu W., dan Lusia Rini Hapsari yang telah memberikan semangat dan membantu penulis dalam membagikan kuesioner di SMK Negeri 1 Depok;

13. Teman-temanku Bangkit, Singgih, Ima, Yudha, Agnes, dan seluruh teman-temanku Program Studi Pendidikan Akuntansi angkatan 2005 atas segala informasi, waktu, canda, dan tawa yang boleh penulis nikmati disaat-saat jenuh; 14. Teman-temanku Dhani, Gustav, Kak Willy, Heri, Etris, Jaka, Simon, Farhan,

Martin, Mas Danang, Bagas, Bos Nicudemus, dan seluruh teman-temanku di kos Narada 10 C terima kasih atas canda dan tawa yang boleh penulis nikmati disaat-saat jenuh;

15. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan dan semangatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Dengan kerendahan hati, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu berbagai saran, kritik, dan masukkan sangat diharapkan demi perbaikan skripsi ini. akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.

Yogyakarta, Juni 2009 Penulis


(14)

x

ABSTRAK

HUBUNGAN KULTUR KELUARGA DAN KULTUR SEKOLAH

DENGAN MINAT SISWA BERWIRAUSAHA

Studi Kasus pada Siswa Kelas X SMK Negeri 1 Depok, Sleman

Yulius Noferi Hadi Universitas Sanata Dharma

2009

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) hubungan kultur keluarga dengan minat siswa berwirausaha dan (2) hubungan kultur sekolah dengan minat siswa berwirausaha. Penelitian ini merupakan studi kasus pada siswa kelas X. Penelitian dilaksanakan di SMK Negeri 1 Depok, Sleman. Populasi dalam penelitian ini sebanyak 209 siswa. Teknik pengumpulan data yuang digunakan adalah kuesioner. Teknik analisis data menggunakan statistikChi Square.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) tidak ada hubungan kultur keluarga dengan minat siswa berwirausaha (pada dimensi power distance

menunjukkan χ²hitung = 1,1621 < χ²tabel = 7,81; pada dimensi collectivism vs

individualism menunjukkan χ²hitung= 0,4853 < χ²tabel= 7,81; pada dimensi femininity

vs masculinity menunjukkan χ²hitung = 1,1074 < χ²tabel = 9,49; dan pada dimensi

uncertainty avoidance menunjukkanχ²hitung= 0,4975 <χ²tabel= 7,81) dan (2) tidak ada hubungan kultur sekolah dengan minat siswa berwirausaha (pada dimensi power distance menunjukkanχ²hitung= 0,8016 <χ²tabel = 9,49; pada dimensi collectivism vs

individualism menunjukkanχ²hitung= 1,5435 <χ²tabel= 9,49 ; pada dimensifemininity

vs masculinity menunjukkan χ²hitung = 1,3261 < χ²tabel = 5,99; dan pada dimensi


(15)

xi

ABSTRACT

THE RELATIONSHIP BETWEEN FAMILY CULTURE AND SCHOOL CULTURE WITH STUDENTS’ INTEREST IN ENTREPRENEURSHIP A Case Study on the 10thClass of the State Vocational High School Students in Depok, Sleman Regency

Yulius Noferi Hadi Sanata Dharma University

2009

The aim of the research is to figure out: (1) the relationship between family culture and students’ interest in entrepreneurship; (2) the relationship between school culture and students’ interest in entrepreneurship. The research is a case study on the 10th class students. The research was conducted at State Vocational High School Students in Depok, Sleman Regency. Population in this research were 209 students. The technique of collecting data was questionnaire. The data analysis technique was statisticsChi Square.

The result of the research shows that: (1) there is no relationship between family culture and students’ interest in entrepreneurship (dimension power distance

showsχ²count= 1,1621 <χ²table= 7,81; dimensioncollectivism vs individualismshows

χ²count= 0,4853 < χ²table = 7,81; dimensionfemininity vs masculinity shows χ²count = 1,1074 <χ²table= 9,49; and dimensionuncertainty avoidance showsχ²count= 0,4975 <

χ²table = 7,81) and; (2) there is no relationship between school culture and students’ interest in entrepreneurship (dimension power distance shows χ²count = 0,8016 <

χ²table= 9,49; dimension collectivism vs individualismshows χ²count= 1,5435 <χ²table = 9,49 ; dimension femininity vs masculinityshowsχ²count= 1,3261 < χ²table= 5,99; and dimension uncertainty avoidanceshows χ²count= 0,0406 < χ²table= 9,49).


(16)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

ABSTRAK ... x

ABSTRACT ... xi

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xx

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Batasan Masalah ... 5

C. Rumusan Masalah ... 5

D. Tujuan Penelitian ... 5


(17)

xiii

BAB II LANDASAN TEORITIK ... 7

A. Kultur Keluarga ... 7

1. Pengertian Kultur ... 7

2. Dimensi Kultur Keluarga ... 8

B. Kultur Sekolah ... 10

1. Pengertian Kultur Sekolah ... 10

2. Dimensi Kultur Sekolah ... 13

C. Minat Siswa Berwirausaha ... 15

1. Pengertian Minat ... 15

2. Pengertian Berwirausaha ... 15

3. Dimensi Minat Siswa Berwirausaha ... 17

D. Kerangka Berfikir ... 20

E. Rumusan Hipotesis ... 25

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 26

A. Jenis Penelitian ... 26

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 26

C. Subjek dan Objek Penelitian ... 26

D. Variabel Penelitian dan Pengukuran ... 27

E. Populasi ... 30

F. Teknik Pengumpulan Data ... 31


(18)

xiv

1. Pengujian Validitas ... 31

2. Pengujian Reliabilitas ... 34

H. Teknik Analisis Data ... 35

1. Uji Prasyarat Analisis ... 35

a. Pengujian Normalitas ... 35

b. Uji Linearitas ... 36

2. Pengujian Hipotesis Penelitian ... 37

BAB IV GAMBARAN UMUM SEKOLAH ... 43

A. Gambaran Umum SMK Negeri I Depok ... 43

B. Visi dan Misi SMK Negeri I Depok ... 44

C. Sistem Pendidikan SMK Negeri 1 Depok ... 44

D. Kurikulum SMK Negeri 1 Depok ... 45

E. Sumber Daya Manusia ... 46

F. Organisasi Sekolah SMK Negeri 1 Depok ... 47

G. Pembagian Tugas dan tanggung Jawab ... 48

H. Siswa SMK Negeri I Depok ... 57

I. Kondisi Fisik dan Lingkungan Sekolah SMK Negeri 1 Depok ... 57

J. Fasilitas Pendidikan ... 58

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 60


(19)

xv

1. Deskripsi Responden ... 60

2. Deskripsi Variabel Penelitian ... 61

B. Pengujian Persyaratan Analisis ... 69

1. Uji Normalitas ... 69

2. Uji Linearitas ... 69

C. Pengujian Hipotesis Penelitian ... 70

D. Pembahasan ... 79

BAB VI KESIMPULAN, SARAN, DAN KETERBATASAN ... 86

A. Kesimpulan ... 86

B. Saran ... 87

C. Keterbatasan ... 88


(20)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel Kultur Keluarga ... 27

Tabel 3.2 Operasionalisasi Variabel Kultur Sekolah ... 29

Tabel 3.3 Operasionalisasi Variabel Minat Siswa Berwirausaha ... 30

Tabel 3.4 Rangkuman Uji Validitas Kultur Keluarga ... 33

Tabel 3.5 Rangkuman Uji Validitas Kultur Sekolah ... 33

Tabel 3.6 Rangkuman Uji Validitas Minat Siswa Berwirausaha ... 34

Tabel 3.7 Rangkuman Uji Reliabilitas ... 35

Tabel 3.8 Interprestasi Rasio Koefisien Kontingensi ... 40

Tabel 3.9 Interprestasi Rasio Koefisien Kontingensi... 42

Tabel 4.1 Daftar Nama Kepala Sekolah ... 46

Tabel 4.2 Data Siswa SMK Negeri I Depok ... 57

Tabel 4.3 Daftar Sarana dan Prasarana Sekolah SMK Negeri I Depok .... 58

Tabel 5.1 Deskripsi Jenis Kelamin Responden ... 60

Tabel 5.2 Deskripsi Program Keahlian Responden ... 61

Tabel 5.3 Deskripsi Variabel Penelitian Kultur Keluarga ... 61

Tabel 5.4 Deskripsi Variabel Penelitian Kultur Keluarga pada Dimensi Power Distance ... 62

Tabel 5.5 Deskripsi Variabel Penelitian Kultur Keluarga pada Dimensi Collectivism vs Individualism ... 63


(21)

xvii

Tabel 5.6 Deskripsi Variabel Penelitian Kultur Keluarga pada Dimensi

Femininity vs Masculinity ... 63 Tabel 5.7 Deskripsi Variabel Penelitian Kultur Keluarga pada Dimensi

Uncertainty Avoidance ... 64 Tabel 5.8 Deskripsi Variabel Penelitian Kultur Sekolah ... 65 Tabel 5.9 Deskripsi Variabel Penelitian Kultur Sekolah pada Dimensi

Power Distance ... 65 Tabel 5.10 Deskripsi Variabel Penelitian Kultur Sekolah pada Dimensi

Collectivism vs Individualism ... 66 Tabel 5.11 Deskripsi Variabel Penelitian Kultur Sekolah pada Dimensi

Femininity vs Masculinity ... 67 Tabel 5.12 Deskripsi Variabel Penelitian Kultur Sekolah pada Dimensi

Uncertainty Avoidance ... 67 Tabel 5.13 Deskripsi Variabel Penelitian Minat Siswa Berwirausaha ... 68 Tabel 5.14 Pengujian Normalitas Variabel Kultur Keluarga dan Kultur

Sekolah, dan Minat Siswa Berwirausaha ... 69 Tabel 5.15 Hasil Pengujian Linearitas ... 70 Tabel 5.16 Data Variabel Kultur Keluarga pada Dimensi Power Distance

dan Minat Siswa Berwirausaha ... 71 Tabel 5.17 Tabel Kontingensi Variabel Kultur Keluarga pada Dimensi


(22)

xviii

Tabel 5.18 Data Variabel Kultur Keluarga pada Dimensi Collectivism vs

Individualism dan Minat Siswa Berwirausaha ... 72 Tabel 5.19 Tabel Kontingensi Variabel Kultur Keluarga pada Dimensi

Collectivism vsIndividualism dan Minat Siswa Berwirausaha . 72 Tabel 5.20 Data Variabel Kultur Keluarga pada Dimensi Femininity vs

Masculinitydan Minat Siswa Berwirausaha ... 73 Tabel 5.21 Tabel Kontingensi Variabel Kultur Keluarga pada Dimensi

Femininity vs Masculinitydan Minat Siswa Berwirausaha ... 73 Tabel 5.22 Data Variabel Kultur Keluarga pada DimensiUncertainty

avoidance dan Minat Siswa Berwirausaha ... 74 Tabel 5.23 Tabel Kontingensi Variabel Kultur Keluarga pada Dimensi

Uncertainty avoidance dan Minat Siswa Berwirausaha ... 74 Tabel 5.24 Data Variabel Kultur Sekolah pada Dimensi Power Distance

dan Minat Siswa Berwirausaha ... 75 Tabel 5.25 Tabel Kontingensi Variabel Kultur Sekolah pada Dimensi

Power Distance dan Minat Siswa Berwirausaha ... 75 Tabel 5.26 Data Variabel Kultur Sekolah pada Dimensi Collectivism vs

Individualism dan Minat Siswa Berwirausaha ... 76 Tabel 5.27 Tabel Kontingensi Variabel Kultur Sekolah pada Dimensi

Collectivism vs Individualism dan Minat Siswa Berwirausaha 76 Tabel 5.28 Data Variabel Kultur Sekolah pada Dimensi Femininity vs


(23)

xix

Masculinitydan Minat Siswa Berwirausaha ... 77 Tabel 5.29 Tabel Kontingensi Variabel Kultur Sekolah pada Dimensi

Femininity vs Masculinitydan Minat Siswa Berwirausaha ... 77 Tabel 5.30 Data Variabel Kultur Sekolah pada Dimensi Uncertainty

avoidance dan Minat Siswa Berwirausaha ... 78 Tabel 5.31 Tabel Kontingensi Variabel Kultur Sekolah pada Dimensi


(24)

xx

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner ... 93 Lampiran 2 Data Mentah ... 99 Lampiran 3 Validitas dan Reliability ... 117 Lampiran 4 Deskripsi Responden dan Variabel Penelitian... 118 Lampiran 5 Normalitas dan Linearitas ... 124 Lampiran 6 Kategori Kecenderungan Variabel ... 128 Lampiran 7 Surat Ijin ... 132 Lampiran 8 Daftar Tabel ... 136


(25)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masalah kewirausahaan merupakan persoalan penting di dalam perekonomian suatu bangsa yang sedang membangun seperti Negara Indonesia ini. Kemajuan atau kemunduran suatu bangsa sangat ditentukan oleh keberadaan dan peranan dari kelompok yang mempunyai berbagai keterampilan. Jika suatu bangsa tidak memiliki modal manusia ini, jangan berharap ada kemajuan yang berarti pada bangsa tersebut. Sebaliknya, suatu kemajuan yang telah terjadi pada suatu bangsa dapat dilihat dari keberadaan dan peranan kelompok wirausahawan ini. Salah satu sektor yang dapat menjadi pendukung utama mewujudkan kelompok wirausaha yang berkualitas adalah pendidikan, baik formal maupun non formal.

Sebagai salah satu jenjang pendidikan formal, Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) bertujuan menghasilkan lulusan yang siap kerja dan mempunyai keterampilan. Tetapi, realitas di lapangan menunjukkan kondisi yang tidak ideal sesuai tujuan tersebut. Jumlah lulusan SMK masih banyak menganggur. Pada tahun 2008 misalnya, jumlah pengangguran dari berbagai jenjang pendidikan untuk daerah perkotaan berjumlah 5.433.944 orang. Sedangkan untuk daerah pedesaan sebanyak 4.817.407 orang. Dari jumlah tersebut, jumlah lulusan SMK yang menganggur untuk daerah perkotaan berjumlah 906.845 orang. Sedangkan jumlah pengangguran lulusan SMK dari


(26)

daerah pedesaan berjumlah 347.498 orang (BPS, 2004:264,267). Berdasarkan data-data diatas tampak jelas bahwa minat siswa SMK untuk berwirausaha masih rendah.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya minat siswa SMK untuk berwirausaha. Faktor pertama yang diduga kuat menyebabkan adalah faktor keluarga. Keluarga merupakan faktor utama dalam perkembangan berwirausaha siswa karena keberadaan siswa di rumah lebih lama dibandingkan keberadaan siswa di sekolah. Orang tua dapat membantu anak dengan menciptakan situasi belajar kewirausahaan di lingkungan keluarga (Wasty Soemanto, 2002:96). Pada setiap keluarga memiliki kultur yang berbeda sehingga nilai-nilai yang dianut tiap siswa akan berbeda. Pada keluarga yang memiliki kultur berdimensi power distance kecil yang bercirikan berani mengatakan yang benar, menghormati secara formal dan mengakui perbedaan, dan tidak tergantung pada orang tua; collectivism yang bercirikan terdapatnya suasana demokratis dalam keluarga, mampu mengelola keuangan, tidak diwajibkan mengikuti perayaan atau pesta dalam keluarga, dan merasa bersalah jika melanggar peraturan; masculinity yang bercirikan adanya jarak antara orang tua dan anak, perbedaan peran orang tua, dan suka tantangan; uncertainty avoidance lemah yang bercirikan bertoleransi terhadap situasi yang tidak pasti, maka diduga kuat bahwa minat siswa untuk berwirausaha akan tinggi. Sebaliknya pada kultur keluarga yang berdimensi

power distance besar, individualism, femininity, dan uncertainty avoidance


(27)

Hal ini disebabkan lingkungan belajar siswa di dalam sebuah keluarga seperti berani mengatakan yang benar, menghormati secara formal dan mengakui perbedaan, tidak tergantung pada orang tua, terdapatnya suasana demokratis dalam keluarga, mampu mengelola keuangan, tidak diwajibkan mengikuti perayaan atau pesta dalam keluarga, merasa bersalah jika melanggar peraturan, adanya jarak antara orang tua dan anak, perbedaan peran orang tua, suka tantangan, dan toleransi terhadap situasi yang tidak pasti, merupakan hal-hal yang sejalan dengan ciri-ciri karakteristik yang tampak dari seorang wirausaha. Dengan demikian pembiasaan-pembiasaan dalam keluarga tersebut mendorong siswa memiliki ketertarikan atau minat terhadap suatu profesi wirausaha.

Faktor kedua adalah kultur sekolah. Sebagian waktu anak juga dihabiskan di dalam lingkungan sekolah sehingga sekolah berperan penting dalam perkembangan emosional anak. Sekolah merupakan penghubung siswa dengan dunia usaha, karena siswa tidak hanya mendapatkan pengetahuan yang berupa teori tetapi juga menerapkannya dalam dunia usaha. Setiap sekolah mempunyai kultur yang berbeda sehingga nilai-nilai yang diacu pada tiap siswa akan berbeda. Pada kultur sekolah yang berdimensipower distancekecil bercirikan perilaku guru terhadap siswa sama, proses pembelajaran terpusat pada siswa, dan kesempatan bertanya; collectivism yang bercirikan dengan kebebasan mengungkapkan pendapat, penyelesaian tugas dari guru, tingkat penerimaan diri oleh orang lain, dan sikap positif dalam mengerjakan tugas;


(28)

prestasi;uncertainty avoidance lemah bercirikan dengan kejelasan guru dalam menerangkan materi pelajaran dan kedekatan hubungan guru, siswa, dan orang tua, maka diduga kuat minat siswa berwirausaha akan cenderung tinggi. Sebaliknya, pada kultur yang berdimensi power distancebesar,individualism, femininity, dan uncertainty avoidance kuat, maka diduga kuat minat siswa berwirausaha akan cenderung rendah. Hal ini disebabkan lingkungan sekolah seperti perilaku guru terhadap siswa sama, proses pembelajaran terpusat pada siswa, kesempatan bertanya, kebebasan mengungkapkan pendapat, penyelesaian tugas dari guru, tingkat penerimaan diri oleh orang lain, sikap positif dalam mengerjakan tugas, menyukai kompetisi, berorientasi pada prestasi, kejelasan guru dalam menerangkan materi pelajaran dan kedekatan hubungan guru, siswa, dan orang tua, merupakan hal-hal yang sejalan dengan ciri-ciri karakteristik yang tampak dari seorang wirausaha. Dengan demikian pembiasaan-pembiasaan dalam lingkungan sekolah tersebut mendorong siswa memiliki ketertarikan atau minat terhadap suatu profesi wirausaha.

Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini dimaksudkan untuk menyelidiki kembali apakah ada hubungan kultur keluarga dan kultur sekolah dengan minat siswa berwirausaha. Penelitian ini akan dituangkan dalam judul “Hubungan Kultur Keluarga dan Kultur Sekolah dengan Minat Siswa Berwirausaha”. Penelitian ini merupakan studi kasus pada siswa SMK NEGERI I Depok, Sleman.


(29)

B. Batasan Masalah

Dari beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang untuk berwirausaha. Faktor-faktor tersebut diantaranya faktor pribadi, lingkungan, dan sosial. Faktor individu yang memicu kewirausahaan adalah pencapaian

locus of control, toleransi, pengambilan risiko, nilai-nilai pribadi, pendidikan, pengalaman, usia, komitmen, dan ketidakpuasan. Faktor pemicu yang berasal dari lingkungan ialah peluang, model peran, aktivitas, pesaing, inkubator, sumber daya, dan kebijakan pemerintah. Sedangkan faktor pemicu yang berasal dari lingkungan sosial meliputi keluarga, orang tua, dan jaringan kelompok (Suryana, 2006:63). Dalam penelitian ini penulis hanya mengambil kultur keluarga dan kultur sekolah sebagai variabel yang diduga kuat berhubungan dengan minat siswa berwirausaha.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah ada hubungan kultur keluarga dengan minat siswa berwirausaha? 2. Apakah ada hubungan kultur sekolah dengan minat siswa berwirausaha?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini dimaksudkan untuk mencapai tujuan sebagai berikut:


(30)

1. Untuk mengetahui apakah ada hubungan kultur keluarga dengan minat siswa berwirausaha.

2. Untuk mengetahui apakah ada hubungan kultur sekolah dengan minat siswa berwirausaha.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian yang dilaksanakan ini diharapkan memberikan manfaat-manfaat sebagai berikut:

1. Bagi Siswa-siswi SMK

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi motivasi seorang yang ingin menjadientrepreneurmuda setelah lulus dari sekolah.

2. Bagi Universitas Sanata Dharma

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah kepustakaan dan dapat memberi masukan pada pembaca terutama pengetahuan tentang kewirausahaan.

3. Bagi Penelitian Selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan inspirasi bagi peneliti lain tentang hubungan kultur keluarga, dan kultur sekolah dengan siswa berwirausaha.


(31)

7

BAB II

TINJAUAN TEORITIK

A. Kultur Keluarga 1. Pengertian Kultur

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia yang dimaksud dengan kultur adalah adat atau kebiasaan yang berlaku. Istilah kultur/budaya berasal dari disiplin ilmu antropologi. Sejak satu abad yang lalu oleh para antropolog istilah ini digunakan untuk menjelaskan: 1) keunikan sekelompok masyarakat dibandingkan kelompok masyarakat lainnya; 2) mengapa perilaku sekelompok masyarakat dapat bertahan dari satu generasi ke generasi lainnya (Kotter dan Heskett, 1992:3-4 dalam Saptono dan Muhadi, 2005:12). Hingga saat ini muncul berbagai definisi kultur dari para teoritikus dan peneliti. Schein (1991:9 dalam Saptono dan Muhadi, 2005:12-13) mendefinisikan kultur sebagai:

“a pattern of basic assumption-invented, discovered, or developed by a given group as it learns to cope with its problems of external adaptation and internal integration-that has worked well enough to be considered valid and, therefore,to be taught to new members as the correct way to perceive,think, and feel in relation to those problems”.

Kultur merupakan asumsi dasar yang ditemukan, dipahami, dan dikembangkan oleh anggota kelompok/grup. Karena asumsi terbukti benar saat digunakan untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi kelompok, maka asumsi tersebut diajarkan kepada anggota-anggota baru sebagai cara


(32)

pandang, pola pikir, dan perasaan yang benar ketika menghadapi masalah di masa mendatang.

Clayde Kluckhon, sebagaimana dikutip Erez dan Early (1993:41 dalam Saptono dan Muhadi, 2005:13), menyatakan bahwa:

“Culture consist of patterned ways of thinking, feeling, and reacting, acquired and transmitted mainly by symbols, constituting the distinctive achievement of human group, including their embodiments in artifacts: the essential, core of culture consist of traditional (i.e. historically derived and sellected) ideas and especially their attached values”.

Esiensi kultur adalah nilai-nilai. Nilai-nilai diderivasi dan diseleksi berdasarkan pengalaman sejarah masa lalu. Nilai-nilai merupakan hasil dari sebuah proses yang panjang. Mengingat nilai-nilai telah terinternalisir ke dalam diri masing-masing anggota kelompok, maka nilai-nilai tampak dalam bentuk artifak-artifak, misalnya: pola pikir, rasa, dan reaksi anggota kelompok. Pada umumnya pola-pola ini diartikulasikan ke dalam bentuk simbol-simbol.

2. Dimensi Kultur Keluarga

Kultur dalam suatu kelompok cenderung sangat sulit untuk berubah, jikalau berubah ini akan membutuhkan waktu yang lama dan secara bertahap. Hal ini disebabkan karena kultur telah terkristalisasi ke dalam lembaga yang telah mereka bangun selama ini. La Midjan (1995:7 dalam Saptono dan Muhadi, 2005:12-15) menyebutkan bahwa lembaga yang dimaksud antara lain: struktur keluarga, struktur pendidikan, organisasi keagamaan, asosiasi-asosiasi, bentuk pemerintahan, organisasi


(33)

kerja, lembaga hukum, kepustakaan, pola tata ruang, bentuk bangunan gedung, dan juga teori-teori ilmiah.

Substansi perbedaan kultur antar kelompok akan lebih tampak pada praktik kultur daripada nilai-nilai (Hofstede, 1994:5 dalam Saptono dan Muhadi, 2005:13). Perbedaan kultur antar kelompok dapat dianalisis pada tingkatan unit atau bahkan sub-sub unit dalam suatu organisasi (Hofstede, 1994:181-182 dalam Saptono dan Muhadi, 2005:13). Kultur dapat dibedakan kedalam enam tingkatan atau lapisan yaitu: a national level, a regional level etc,a gender level, a generation level, a social class level,

danan organization or corporate level(Hofstede, 1994:10 dalam Saptono dan Muhadi, 2005:13). Pada tingkatan nasional, kultur dapat dikenali berdasarkan dimensi yang mencakup: power distance (from small to large), collectivism versus individualism, femininity versus masculinity,

dan uncertanity avoidance (from weak to strong).

Dimensi power distance (jarak kekuasaan) merupakan tingkat dalam nama kekuasaan anggota institusi didistribusikan secara berbeda. Dimensi individualism menggambarkan suatu masyarakat dimana pertalian antar individu cenderung memudar. Dimensi collectivism

menunjukkan suatu kondisi kelompok dimana individu sejak lahir diintegrasikan secara kuat sehingga mereka menjadi sangat loyal. Dimensi

masculinity menunjukkan suatu kelompok dimana peran sosial gender terhadap perbedaan yang jelas. Dimensi femininity menunjukkan adanya peran sosial gender terdapat tumpang tindih. Dimensi uncertainty


(34)

avoidance (from weak to strong) menunjukkan masyarakat dalam mana individu akan merasa terancam dalam suatu ketidakpastian. Pada keluarga, dimensi power distance (jarak kekuasaan) mencakup indikator: ketaatan kepada norma keluarga, penghormatan terhadap orang tua dan yang lebih tua sebagai dasar kebaikan, pengaruh otoritas orang tua terus menerus sepanjang hidup dan ketergantungan. Dimensi collectivism versus

individualism mencakup: demokratis dalam keluarga, kesetiaan kepada kelompok adalah sumber daya bersama, kemampuan mengelola keuangan, upacara keagamaan tidak boleh dilupakan, merasa bersalah jika melanggar peraturan dan keluarga menjadi tempat bersatunya anggota keluarga. Dimensifemininityversusmasculinity mencakup indikator: relasi anak dan orangtua ada jarak, perbedaan peran orang tua, peranan wanita yang lebih rendah dari pria dan pembelajaran bersama menjadi rendah hati. Sedangkan dimensi uncertainty avoidance mencakup indikator yang meliputi: toleransi terhadap situasi yang tidak pasti dan punya inisiatif, keluarga sabagai tempat belajar dan kepemilikan aturan.

B. Kultur Sekolah

1. Pengertian Kultur Sekolah

Kultur merupakan pandangan hidup yang diakui bersama oleh suatu kelompok masyarakat, yang mencakup cara berpikir, perilaku, sikap, nilai yang tercermin baik dalam wujud fisik maupun abstrak. Kultur ini juga dapat dilihat sebagai suatu perilaku, nilai-nilai, sikap hidup, dan cara


(35)

hidup untuk melakukan penyesuaian dengan lingkungan, dan sekaligus cara untuk memandang persoalan dan memecahkannya. Oleh karena itu, suatu kultur secara alami akan diwariskan oleh satu generasi kepada generasi berikutnya.

Sekolah merupakan lembaga utama yang didesain untuk memperlancar proses transmisi kultural antar generasi tersebut. Antropolog Clifford Geertz mendefinisikan kultur sebagai suatu pola pemahaman terhadap fenomena sosial, yang terekspresikan secara eksplisit maupun implisit. Merujuk pada konteks organisasi (Depdiknas, 2004), kultur adalah kualitas kehidupan yang diwujudkan dalam aturan-aturan atau norma, tata kerja, kebiasaan, gaya seorang anggota. Kualitas itu tumbuh dan berkembang sesuai nilai-nilai dan spirit atau keyakinan yang dianut oleh organisasi. Kultur dapat dipahami dari dua sisi batiniah dan lahiriah. Dari sisi batiniah berupa nilai, prinsip, semangat, keyakinan yang dianut oleh organisasi. Pada sisi lahiriah berupa aturan atau prosedur yang mengatur hubungan antar anggota organisasi baik formal maupun informal, prosedur kerja yang harus diikuti anggota organisasi, kebiasaan kerja yang dimiliki keseluruhan anggota kelompok.

Kultur sekolah merupakan suatu sistem sosial yang mempunyai organisasi yang unik dan pola relasi sosial diantara anggotanya yang bersifat unik pula. Tiap-tiap sekolah mempunyai kultur yang bersifat unik. Tiap-tiap sekolah mempunyai aturan, kebiasaan, serta lambang-lambang yang memberikan corak khas kepada sekolah yang bersangkutan. Kultur


(36)

mempunyai pengaruh mendalam terhadap proses dan cara belajar siswa. Apa yang dihayati siswa berupa sikap dalam belajar, sikap terhadap kewibawaan dan juga sikap terhadap nilai-nilai bukan berasal dari kurikulum sekolah yang bersifat formal melainkan berasal dari kultur sekolah.

Kultur sekolah diartikan sebagai kualitas kehidupan sebuah sekolah yang tumbuh dan berkembang berdasarkan nilai atau spirit yang dianut sekolah tersebut. Kualitas ini mewujud dalam bentuk bagaimana keseluruhan anggota sekolah, kepala sekolah, para guru, para tenaga kependidikan bekerja, belajar dan berhubungan satu sama lainnya, sebagaimana telah menjadi tradisi sekolah (Depdiknas, 2004). Jadi sesuai dengan hal yang terkait dengan kultur, maka kultur sekolah bisa diartikan sebagai suatu nilai yang dianut oleh sekolah yang mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya kualitas kehidupan sekolah.

Menurut Dapiyanta (1995:93), kultur sekolah merupakan perilaku lahir batin dari komunitas sekolah dalam menjalankan kehidupan sekolah yang berpola dan mentradisi. Mentradisi disini tidak berarti berhenti, melainkan dinamis, selalu berproses. Kultur sekolah yang positif dapat menghasilkan produk kultur yang baik seperti: peningkatan kinerja individu dan kelompok, peningkatan kinerja sekolah dan institusi, terjamin hubungan yang sinergi antara warga sekolah, timbul iklim akademik yang baik serta interaksi yang menyenangkan. Kultur sekolah yang kondusif akan tercermin dalam organisasi sekolah, deskripsi tugas sekolah,


(37)

kebijakan, aturan, tata tertib sekolah, kepemimpinan dan hubungan serta penampilan fisik (Arief Ahmad, http://www.pikiran-rakyat.com/)

Berdasarkan pengertian kultur tersebut di atas, kultur sekolah dapat dideskripsikan sebagai pola nilai-nilai, norma-norma, sikap, ritual, mitos dan kebiasaan-kebiasaan yang dibentuk dalam perjalanan panjang sekolah. Kultur sekolah tersebut sekarang ini dipegang bersama baik oleh kepala sekolah, guru, dan staf administrasi maupun siswa, sebagai dasar mereka dalam memahami dan memecahkan berbagai masalah atau persoalan-persoalan yang muncul di sekolah (http://www.geocities.com/).

2. Dimensi Kultur Sekolah

Kultur dapat dibedakan ke dalam enam tingkatan, yaitu:a national level,a regional level etc,a gender level,a generation level,a social class level, dan an organization or corporate level (Hofstede, 1994:10). Pada tingkatan nasional, kultur dapat dikenali berdasarkan dimensi yang mencakup: power distance (from small to large), collectivism vs

individualism, femininityvs masculinity, dan uncertanity avoidance (from weak to strong).

Dimensi power distance (jarak kekuasaan) merupakan tingkat dalam nama kekuasaan anggota institusi didistribusikan secara berbeda. Dimensi individualism menggambarkan suatu masyarakat dimana pertalian antar individu cenderung memudar. Dimensi collectivism


(38)

diintegrasikan secara kuat sehingga mereka menjadi sangat loyal. Dimensi

masculinity menunjukkan suatu kelompok dimana peran sosial gender terdapat perbedaan yang jelas. Dimensi femininity menunjukkan adanya peran sosial gender terdapat tumpang tindih. Dimensi uncertainty avoidance (from weak to strong) menunjukkan masyarakat dalam mana individu akan merasa terancam dalam suatu ketidakpastian.

Pada sekolah, dimensipower distance(jarak kekuasaan) mencakup indikator: perlakuan guru terhadap proses pembelajaran terpusat pada siswa, kesempatan bertanya, kebebasan menyampaikan kritik, komunikasi dua arah (di kelas), peranan orang tua pada anak di sekolah, aturan dan norma dalam di sekolah, pengembangan kemampuan dan bakat, dan keuntungan orang tua dengan proses pembelajaran sekolah. Dimensi

collectivism vs individualism mencakup: kebebasan mengungkapkan pendapat, penyelesaian tugas dari guru, tingkat penerimaan guru oleh orang lain, sikap positif dalam mengerjakan tugas, dan tujuan berprestasi. Dimensi femininity vs masculinitymencakup indikator suasana kompetisi kelas, orientasi pada prestasi dan kompetensi guru. Sedangkan dimensi

uncertainty avoidance mencakup indikator tingkat penerimaan siswa dengan kekurangan guru, kejelasan guru dalam menerangkan dan kedekatan hubungan antara guru, siswa, dan orang tua.


(39)

C. Minat Siswa Berwirausaha 1. Pengertian Minat

Minat dapat diartikan sebagai suatu kecenderungan yang agak menetap pada seseorang untuk merasa tertarik pada suatu bidang tertentu dan merasa senang berkecimpung dalam kegiatan-kegiatan yang berkaitan dalam bidang itu (Winkel, 1991:533). Sedangkan Hurlock (1992:114) mengatakan, minat adalah sumber motivasi yang mendorong orang untuk melakukan apa yang diinginkan, bila mereka memilihnya secara bebas dan bila mereka melihat bahwa sesuatu akan mengntungkan dan mendatangkan kepuasan.

Pengertian minat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu keinginan. Senada dengan pendapat Maspiare (1982:62), minat adalah suatu perangkat mental yang terdiri dari suatu campuran perasaan, harapan, pendirian, prasangka atau kecenderungan yang mengarahkan individu kepada suatu pilihan tertentu. Ini berarti selain perasaan senang, orang yang berminat terhadap suatu objek juga mempunyai harapan-harapan utnuk memperoleh manfaat dari objek tertentu.

2. Pengertian Berwirausaha

Istilahentrepreneurberasal dari bahasa Perancis dan secara harfiah berarti perantara (Bahasa Inggris: between-taker atau go-between). Pada abad ke-19 dan permulaan abad ke-20 para entrepreneur seringkali tidak


(40)

dibedakan dengan kelompok manajer dan kelompok pengusaha terutama dipandang dari sudut perspektif ekonomi. Istilah entrepreneur dapat diartikan sebagai wirausahawan. Menurut Sutrisno Iwantono (2002:111),

entrepreneur adalah seseorang yang mengorganisasikan, mengelola, melakukan inovasi, dan memiliki keberanian untuk menanggung resiko.

Entrepreneur memiliki dedikasi untuk menjalankan suatu bisnis secara berhasil. Entrepreneur memiliki kemauan dan keberanian untuk mengambil resiko baik dalam finansial, karier, ataupun reputasi. Tujuannya adalah agar ide-ide bisnisnya dapat dijalankan. Entrepreneur

juga bersedia bekerja keras mencurahkan seluruh kemampuan dan bakatnya untuk menjalankan suatu usaha guna mencapai kepuasan batin. Sedangkan Winardi (2005:71) mengatakan entrepreneur adalah seorang yang menciptakan seuah bisnis baru, dengan menghadapi risiko dan ketidakpastian, dan yang bertujuan untuk mencapai laba serta pertumbuhan melalui pengidentifikasian peluang-peluang melalui kombinasi sumber-sumber daya yang diperlukan untuk mendapatkan manfaatnya.

Entrepreneurmuncul di dalam diri seseorang karena didasari oleh suatu keinginan untuk mengimplementasikan gagasan atau konsep baru yang orisinal. Bahkan para entrepreneur itu dapat muncul karena adanya motivasi untuk menyumbangkan atau memberikan kontribusi bagi proses kemanusiaan atau tujuan lain yang lebih spesifik.


(41)

Menurut Sutrisno Iwantono (2002:112), ciri-ciri entrepreneur

adalah sebagai berikut:

1) Umumnya mereka memiliki rasa percaya diri yang kuat untuk bekerja keras secara independen, bekerja keras, dan mereka jugamemiliki pemahaman yang komprehensif tentang risiko yang harus diambil demi mencapai sukses.

2) Mereka memiliki visi bisnis yang kuat, yang kemudian diterjemahkan ke dalam suatu tujuan yang lebih konkret, berorientasi kepada hasil, serta bersedia menanggung risiko kegagalan akibat keputusan yang telah diambinya

3) Mereka memiliki daya kreatif dan inovasi tinggi untuk selalu menemukan dan mencoba ide-ide baru.

4) Biasanya mereka menikmati berbagai tantangan dan selalu bersedia untuk proaktif dengan mengembangkan yang terjadi di sekelilingnya.

3. Dimensi Minat Siswa Berwirusaha

Minat merupakan faktor psikologis yang dapat menetukan suatu pilihan seseorang, selain itu minat merupakan salah satu faktor psikologis yang sangat kuat dan penting untuk suatu kemajuan dan keberhasilan seseorang. Seseorang yang mengerjakan suatu pekerjaan dengan disertai minat sebelumnya, pada umumnya akan memperoleh hasil yang lebih baik daripada mereka yang tidak berminat sebelumnya.

Menurut The Liang Gie (1995:16), minat melahirkan perhatian wajar yang tidak dipaksakan dengan tenaga kemauan. Minat melahirkan perhatian wajar yang tidak dipaksakan akan memudahkan terciptanya konsentrasi dan menjadi benteng pelindung melawan gangguan-gangguan perhatian apapun dari luar. Minat selain memungkinkan pemusatan pikiran, juga akan menimbulkan kegembiraan dalam usaha belajar. Keriangan hati akan memperbesar daya kemampuan belajar seseorang dan


(42)

juga membantunya tidak mudah melupakan apa yang dipelajarinya itu. Menurut Willian Amstrong (The Liang Gie, 1995:133), terdapat sepuluh cara untuk memperoleh minat yaitu sebagai berikut:

1. Hendaknya berusaha menetapkan apa yang ingin diperbuatnya dan ke mana akan menuju.

2. Tetapkan suatu alasan bagi pekerjaan yang dilakukan dan dengan demikian membersihkannya dari unsur pekerjaan yang membosankan. 3. Hendaknya berusaha menentukan tujuan hidupnya (contohnya: ingin

menjadi apa?).

4. Lakukan suatu usaha yang sungguh-sungguh untuk menangkap keyakinan dan pengapdian diri pada pelajarab yang bersangkutan. 5. Hendaknya membangun suatu sikap yang positif, yaitu mencari

minat-minat yang baik ketimbang alasan-alasan penghindar yang buruk. 6. Hendaknya menerapkan keaslian dan kecerdasannya dalam mata

pelajaran sebagaimana dilakukannya pada kegemarannya. 7. Berlakulah jujur terhadap diri sendiri.

8. Praktekkan kebajikan-kebajikan dari minat dalam ruang kuliah, yaitu tampak dan berbuat seakan-akan sungguh berminat.

9. Hendaknya menggunakan nalurinya menghimpun untuk

mengumpulkan keterangan. Hal ini tidak saja membantu perkembangan minat, melainkan juga konsentrasi.

10. Janganlah takut untuk menggunkan rasa ingin tahu.

Sedangkan menurut Freeman (The liang Gie, 1995:135), terdapat sepuluh cara untuk memperoleh minat, yaitu sebgai berikut:

1. Hendaknya menyingkirkan pengganggu yang tak penting dan tak dikehendaki seperti misanya suara, rasa lapar, dan rasa dingin.

2. Kesampingkanlah urusan-urusan mendesak lainnya dengan cara mencatatnya atau menyusun jadwal penyelesaiannya.

3. Tekanlah pikiran-pikiran yang tak dikehendaki dengan cara secepatnya beralih ke topik yang sedang dipelajari.

4. Hendaknya memahami apa yang sedang dipelajari.

5. Punyailah suatu minat yang hidup terhadap mata pelajaran di luar jam studi.

6. Hendaknya menggukan banyak sumber-sumber ide dan keterangan sehingga memperoleh banyak sudut padangan terhadap suatu mata pelajaran dan membangkitkan minatnya.

7. Janganlah berusaha mempelajari suatu mata pelajaran secara tersendiri, melainkan berusaha mempertalikannya sepanjang waktu dengan kehidupan sehari-hari.


(43)

8. Hendaknya berusaha membaca suatu buku mengenai sejarah sesuatu mata pelajaran.

9. Usahakan mengetahui pertalian mata pelajaran itu dengan mata pelajaran lainnya dan bagaimana mata pelajaran itu dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari.

10. Pastikan film-film, acara televisi dan radio yang berhubungan dengan mata pelajaran itu.

Menurut Winkel (1984:30), minat adalah kecenderungan yang agak menetap dalam subjek untuk merasa tertarik pada hal tertentu dan merasa senang berkecimpung dalam bidang itu. Mengenai munculnya minat, Winkel memberikan sebuah gambaran untuk mencapai minat sebagai berikut:

Bila dihubungkan dengan minat seseorang berwirausaha, mula-mula seseorang akan merasa senang terhadap wirausaha. Perasaan tersebut muncul karena seseorang telah mengenal dan karena dia memandang bahwa berwirausaha dapat memberikan manfaat dan berharga bagi dirinya, maka timbulah sikap positif dan dia akan selalu memperhatikan, berusaha mendekati dan menyesuaikan dirinya dengan sikap wirausaha. Dengan demikian dapat dikatakan minat seseorang untuk berwirausaha telah muncul.

Minat berwirausaha dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang mempunyai perasaan senang menaruh perhatian pada sesuatu serta berusaha untuk mengetahi, melakukan pendekatan, memperhatikan dengan seksama, melibatkan diri dan mengarahkan


(44)

individu pada suatu pilihan tertentu. Faktor-faktor yang mempengaruhi minat dikelompokkan menjadi dua golongan (Winkel, 1984:27) adalah sebagai berikut:

1) Minat secara intrinsik

Minat secara intrinsik merupakan minat yang berdasarkan suatu dorongan yang secara mutlak timbul dari dalam individu sendiri tanpa pengaruh dari luar.

2) Minat secara ekstrinsik

Minat secara ekstrinsik merupakan minat yang berdasarkan suatu dorongan atau pengaruh dari luar individu.

D. Kerangka Berpikir

1. Hubungan Kultur Keluarga dengan Minat Siswa Berwirausaha

Kultur keluarga adalah suatu nilai yang dimiliki masyarakat/ keluarga yang merupakan hasil kajian/pengalaman yang berlangsung turun temurun. Siswa yang berasal dari kultur keluarga yang berbeda, diduga kuat mempunyai derajat hubungan yang tidak sama dengan minat berwirausaha. Pada siswa yang berasal dari keluarga yang berdimensi

power distance kecil, maka minat berwirausaha diduga kuat akan tinggi. Keluarga denganpower distance kecil bercirikan mempunyai keberanian untuk mengatakan sebuah kebenaran, menghormati secara formal dan mengakui perbedaan, dan tidak tergantung pada orang tua. Kultur tersebut mendorong siswa akan memiliki ketidaktergantungan, kemandirian, kejujuran, dan menghargai orang lain. Sebaliknya siswa yang berasal dari keluarga dengan power distancebesar bercirikan ketaatan kepada norma keluarga, adanya otoritas orang tua, dan ketergantungan pada orang lain.


(45)

Kultur tersebut mendorong siswa bergantung pada orang lain, tidak adanya keahlian dalam penentuan tujuan, perencanaan, penjadwalan, serta pengaturan pribadi.

Pada siswa yang berasal dari keluarga yang berdimensi

collectivism, maka minat siswa berwirausaha diduga kuat akan tinggi. Keluarga dengan ciricollectivismbercirikan mempunyai demokratis dalam keluarga, kesetiaan kepada kelompok adalah sumber daya bersama, kemampuan mengelola keuangan, upacara keagamaan tidak boleh dilupakan, perasaan bersalah jika melanggar peraturan, dan keluarga menjadi tempat bersatunya anggota keluarga. Kultur tersebut mendorong siswa akan memiliki sikap dan cara mengatur keuangan, keinginan untuk bertindak secara jujur, dan memiliki dorongan dan kemauan yang kuat. Sebaliknya siswa yang berasal dari keluarga dengan individualism

bercirikan adanya kecenderungan menyendiri dan cenderung memikirkan dirinya sendiri. Kultur tersebut mendorong siswa tidak adanya komunikasi dan hubungan antar personal.

Pada siswa yang berasal dari kultur keluarga yang berdimensi

masculinity, maka minat siswa berwirausaha diduga kuat akan lebih tinggi. Keluarga denganmasculinityyang bercirikan relasi anak dan orang tua ada jarak, perbedaan peran orang tua, dan pembelajaran bersama menjadi rendah hati. Kultur tersebut mendorong siswa akan memiliki hubungan antar personal yang baik, memiliki sikap tanggung jawab individual, dan kesiapan diri terhadap inovasi. Sebaliknya siswa yang berasal dari


(46)

keluarga dengan femininity bercirikan adanya peran wanita yang lebih rendah dari pria, dominasi penetapan aturan dalam keluarga dan hasrat untuk kuat. Kultur tersebut mendorong siswa tidak adanya kemampuan dalam memimpin dan manajerial.

Pada siswa yang berasal dari kultur keluarga yang berdimensi

uncertainty avoidanceyang lemah, maka minat siswa berwirausaha diduga kuat akan tinggi. Keluarga dengan uncertainty avoidance yang lemah bercirikan toleransi terhadap situasi yang tidak pasti dan punya inisiatif, keluarga sebagai tempat belajar dan kepemilikan aturan. Kultur tersebut mendorong siswa untuk selalu mengantisipasi berbagai kemungkinan di masa mendatang, memiliki kesiapan diri terhadap inovasi, dan mempunyai jangkauan yang luas terhadap berbagai masalah. Sebaliknya siswa yang berasal dari keluarga dengan uncertainty avoidance yang kuat bercirikan tidak mempunyai inisiatif dan tidak adanya pengaturan atas hal yang tidak baik. Kultur tersebut mendorong siswa tidak memiliki perencanaan dalam segala kegiatan.

2. Hubungan Kultur Sekolah dengan Minat Siswa Berwirausaha

Kultur sekolah adalah suatu nilai yang dianut oleh sekolah yang mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya siswa. Siswa yang berasal dari kultur sekolah yang berbeda, diduga kuat mempunyai derajat hubungan yang tidak sama dengan minat berwirausaha. Pada siswa yang berasal dari sekolah dengan power distance kecil, diduga kuat akan


(47)

memiliki minat berwirausaha tinggi. Sekolah denganpower distance kecil bercirikan perlakuan guru terhadap para siswa sama, proses pembelajaran terpusat pada siswa, kesempatan bertanya, kebebasan menyampaikan kritik, komunikasi dua arah (di kelas), peranan orang tua pada anak di sekolah, aturan dan norma dalam di sekolah, pengembangan kemampuan dan bakat, dan keuntungan orang tua dengan adanya proses pembelajaran sekolah. Kultur tersebut mendorong siswa akan memiliki kreativitas, disiplin diri, kepercayaan diri, memiliki dorongan dan kemauan kuat, serta memiliki keyakinan pada penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebaliknya siswa yang berasal dari sekolah dengan power distance besar bercirikan guru yang selalu pilih kasih, otoritas pada guru, dan komunikasi satu arah. Kultur tersebut mendorong siswa tidak memiliki daya kreatif dan inovatif yang tinggi, tidak memiliki kebebasan dalam berinovasi, serta memiliki jangkauan dan pandangan yang sempit.

Pada siswa yang berasal dari sekolah yang berdimensicollectivism, diduga kuat akan memiliki minat berwirausaha tinggi. Sekolah dengan

collectivism bercirikan siswa mempunyai kebebasan mengungkapkan pendapat, penyelesaian tugas dari guru, tingkat penerimaan diri oleh orang lain, sikap positif dalam mengerjakan tugas dan tujuan berprestasi. Kultur tersebut mendorong siswa akan memiliki perencanaan dalam segala jenis kegiatan, keyakinan terhadap kemampuan diri sendiri, dan keyakinan terhadap kemampuan ilmu pengatahuan dan teknologi. Sebaliknya siswa yang berasal dari sekolah dengan individualism bercirikan siswa


(48)

mempunyai beban dalam mengerjakan tugas dari guru, otoritas pada guru, dan siswa sudah tidak memiliki tujuan berprestasi. Kultur tersebut mendorong siswa tidak memiliki motif berprestasi yang tinggi dan siswa menjadi sulit dalam mengembangkan kemampuan personal.

Pada siswa yang berasal dari sekolah yang berdimensimasculinity, diduga kuat akan memiliki minat berwirausaha tinggi. Sekolah dengan

masculinity bercirikan suasana kompetisi di kelas, berorientasi pada prestasi dan kompetensi guru. Kultur tersebut mendorong siswa akan memiliki kesiapan diri dan keterbukaan terhadap inovasi, dan memiliki komunikasi atau hubungan antar personal, serta memiliki jiwa kepemimpinan. Sebaliknya siswa yang berasal dari sekolah dengan

femininity bercirikan tidak terjadinya kompetisi di kelas dan guru tidak memiliki kompetensi dalam mengajar. Kultur tersebut mendorong siswa akan merasa tidak mempunyai jiwa kemimpinan dan siswa tidak dapat mengembangkan kemampuan yang ada pada dirinya.

Pada siswa yang berasal dari sekolah yang berdimensiuncertainty avoidance lemah, diduga kuat akan memiliki minat berwirausaha tinggi. Sekolah dengan uncertainty avoidance lemah bercirikan tingkat penerimaan siswa dan kekurangan guru, kejelasan guru dalam menerangkan dan kedekatan hubungan antara guru, siswa, dan orang tua. Kultur tersebut mendorong siswa memiliki hubungan dan komunikasi antar personal yang baik. Sebaliknya siswa yang berasal dari sekolah dengan uncertainty avoidance kuat bercirikan guru tidak memiliki


(49)

kompetensi dalam menjelaskan dan kerenggangan hubungan antara guru, siswa, dan orang tua. Kultur tersebut mendorong siswa tidak memiliki prespektif ke depan, jangkauan atau pandangan yang sempit, dan tidak adanya hubungan serta komunikasi antar personal.

E. Rumusan Hipotesis

1. Ada hubungan kultur keluarga dengan minat siswa berwirausaha. 2. Ada hubungan kultur sekolah dengan minat siswa berwirausaha.


(50)

26

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah studi kasus pada siswa SMK NEGERI I Depok, Sleman. Studi kasus merupakan penelitian terhadap obyek tertentu, sehingga kesimpulan yang diambil berdasarkan penelitian tersebut hanya berlaku bagi objek yang diteliti saja.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini akan diadakan oleh penulis di SMK NEGERI I Depok, Sleman.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini akan diadakan oleh penulis pada bulan Mei tahun 2009.

C. Subjek dan Objek Penelitian

1. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah orang-orang yang akan dimintai keterangan berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis. Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian, yaitu siswa kelas X SMK NEGERI I Depok, Sleman.


(51)

2. Objek Penelitian

Objek penelitian adalah variabel-variabel yang menjadi perhatian pokok dalam penelitian. Dalam penelitian ini yang menjadi objek penelitian, yaitu kultur keluarga, kultur sekolah, dan minat siswa berwirausaha.

D. Variabel Penelitian dan Pengukuran

1. Variabel Bebas a. Kultur Keluarga

Kultur keluarga adalah suatu nilai-nilai yang dimiliki suatu masyarakat/keluarga yang merupakan hasil kajian/pengalaman yang berlangsung turun temurun. Nilai-nilai tersebut terlihat dari adanya pola pikir, sikap, rasa ataupun reaksi atas sesuatu yang terjadi. Dimensi kultur keluarga mencakup power distance, collectivism vs individualism, femininity vs masculinity, dan uncertainty avoidance.

Masing-masing dimensi dijabarkan dalam bentuk indikator. Setiap indikator selanjutnya dijabarkan dalam bentuk pernyataan.

Tabel 3.1

Operasionalisasi Variabel Kultur Keluarga

No. Dimensi Indikator ItemNo.

1 Power distance

a. ketaatan kepada norma keluarga

b. penghormatan terhadap orang tua dan yang lebih tua sebagai dasar kebaikan c. pengaruh otoritas orang tua terus

menerus sepanjang hidup d. ketergantungan

1 2

3 4

2 Collectivism vs

individualism

a. demokratis dalam keluarga b. kesetiaan kepada kelompok adalah

sumber daya bersama

c. kemampuan mengelola keuangan d. upacara keagamaan tidak boleh

dilupakan

5 6

7 8


(52)

e. perasaan bersalah jika melanggar peraturan

f. keluarga menjadi tempat bersatunya anggota keluarga 9 10, 11 3 Femininity vs masculinity

a. relasi anak dan orangtua ada jarak b. perbedaan peran orangtua

c. peranan wanita yang lebih rendah dari pria

d. pembelajaran bersama menjadi rendah hati. 12 13 14 15 4 Uncertainty avoidance

a. toleransi terhadap situasi yang tidak pasti dan mempunyai inisiatif

b. keluarga sebagai tempat belajar c. kepemilikan aturan

16

17 18

Skala pengukuran setiap butir pernyataan kultur keluarga didasarkan pada skala likert. Masing-masing item pernyataan dinyatakan dalam empat skala sikap, yaitu sangat setuju (SS) = 4; setuju (S) = 3; tidak setuju (TS) = 2; dan sangat tidak setuju (STS) =1.

b. Kultur Sekolah

Kultur sekolah merupakan faktor esensial dalam membentuk siswa menjadi manusia yang optimis, berani tampil, berperilaku kooperatif, kecakapan personal dan akademik. Iklim sekolah seperti hubungan interpersonal, lingkungan belajar kondusif, menyenangkan, moral dan spirit berkorelasi secara signifikan dengan kepribadian dan prestasi akademik sekolah. Dimensi kultur sekolah mencakup power distance, collectivism vs individualism, femininity vs masculinity, dan

uncertainty avoidance. Masing-masing dimensi dijabarkan dalam bentuk indikator. Setiap indikator selanjutnya dijabarkan dalam bentuk pernyataan.


(53)

Tabel 3.2

Operasionalisasi Variabel Kultur Sekolah

No. Dimensi Indikator No.

Item

1 Power distance

a. perilaku guru terhadap para siswa sama b. proses pembelajaran terpusat pada siswa c. kesempatan bertanya

d. kebebasan menyampaikan kritik e. komunikasi dua arah di kelas f. peran orang tua pada anak di sekolah g. aturan dan norma dalam sekolah h. pengembangan kemampuan dan bakat i. orang tua diuntungkan dengan proses

pembelajaran di sekolah

1 2 3 4 5 6 7 8 9

2 Collectivism vs

individualism

a. kebebasan mengemukakan pendapat b. penyelesaian tugas dari guru

c. tingkat penerimaan dari oleh orang lain d. sikap positif dalam mengerjakan tugas e. tujuan berprestasi

10 11 12 13 14, 15 3 Femininity vs masculinity

a. suasana kompetisi di kelas b. berorientasi pada prestasi c. kompetensi guru

16 17 18

4 Uncertainty

avoidance

a. tingkat penerimaan siswa pada kekurangan guru

b. kejelasan guru dalam menerangkan c. kedekatan hubungan antara guru, siswa,

dan orang tua

19

20 21

Skala pengukuran setiap butir pernyataan kultur sekolah didasarkan pada skala likert. Masing-masing item pernyataan dinyatakan dalam empat skala sikap, yaitu sangat setuju (SS) = 4; setuju (S) = 3; tidak setuju (TS) = 2; dan sangat tidak setuju (STS) =1.

2. Minat Siswa Berwirausaha

Minat siswa berwirausaha, yaitu suatu keadaan dimana seseorang mempunyai perasaan senang, menaruh perhatian pada sesuatu serta berusaha untuk mengetahui, melakukan pendekatan, memperhatikan dengan seksama melibatkan diri dan mengarahkan individu pada suatu


(54)

pilihan tertentu. Dimensi minat siswa berwirausaha meliputi; ketertarikan, perasaan senang, keinginan untuk terlibat dalam kegiatan wirausaha, harapan untuk memperoleh manfaat, pendirian, kemampuan, konsentrasi, dan rasa ingin tahu. Masing-masing dimensi dijabarkan dalam bentuk indikator. Setiap indikator selanjutnya dijabarkan dalam bentuk pernyataan.

Tabel 3.3

Operasionalisasi Variabel Minat Siswa Berwirausaha

No. Indikator No. Item

1 ketertarikan 1,2

2 perasaan senang 3,4,5,8 3 keinginan untuk terlibat dalam kegiatan wirausaha 6,7 4 harapan untuk memperoleh manfaat 11

5 pendirian 9,10

6 kemampuan 12,14,13,15,16

7 konsentrasi 17,18

8 rasa ingin tahu 19,20

Skala pengukuran setiap butir pernyataan minat siswa berwirausaha didasarkan pada skala likert. Masing-masing item pernyataan dinyatakan dalam empat skala sikap, yaitu sangat setuju (SS) = 4; setuju (S) = 3; tidak setuju (TS) =2; dan sangat tidak setuju (STS) =1.

E. Populasi

Populasi adalah jumlah dari keseluruhan objek (satuan-satuan/individu) yang karakteristiknya hendak diduga. Populasi dari penelitian ini adalah siswa kelas X SMK NEGERI I Depok, Sleman yang berjumlah 209 siswa dengan rincian kelas X AK 1 berjumlah 34 siswa, kelas X AK 2 berjumlah 36 siswa, kelas X AP 1 berjumlah 35 siswa, kelas X AP 2


(55)

berjumlah 35 siswa, kelas X PJ 1 berjumlah 33 siswa, dan kelas X PJ 2 berjumlah 36 siswa.

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah kuesioner. Teknik kuesioner yaitu teknik pengumpulan data menggunakan daftar pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden yang kadang-kadang tempat tinggalnya tersebar dan yang terpilih menjadi sampel. Melalui cara ini dimaksudkan untuk memperoleh data tentang kultur keluarga, kultur sekolah, dan minat siswa berwirausaha.

G. Uji Instrumen Penelitian

Untuk menganalisis data yang diperoleh digunakan cara pengujian kuisioner, terdiri dari:

1. Pengujian Validitas

Validitas instrumen adalah taraf sampel mana suatu instrumen mampu mengukur apa yang seharusnya diukur. Suatu alat ukur dikatakan valid atau sahih apabila alat pengukuran tersebut dapat mengukur apa yang ingin diukur dengan tepat dan teliti. Kevalidan atau kesahihan alat ukur tersebut akan diuji dengan menggunakan metode analisis butir, yaitu validitas dengan menguji apakah setiap item atau butir benar-benar telah mengungkapkan faktor atau indikator yang ingin diselidiki. Perhitungan


(56)

dilakukan dengan rumus Korelasi Product Moment dari Karl Pearson sebagai berikut (Suharsimi Arikunto, 2002: 146):

 

 

  2 2 2 2 Y XY X X Y X XY N rXY Keterangan :

N = Jumlah sampel

∑X = Jumlah skor butir

∑Y = Jumlah skor total

∑XY = Jumlah perkalian skor butir dengan skor total rxy = Koefisien korelasi product moment

Besarnya r diperhitungkan dengan menggunakan korelasi dengan taraf signifikan 5%. Apabila hasil pengukuran nilai koefisien r menunjukkan hasil lebih besar atau sama dengan taraf 5%, maka item tersebut dinyatakan valid. Sedangkan jika nilai koefisien lebih kecil dari 5%, maka item tersebut dinyatakan tidak valid.

Pengujian validitas digunakan untuk mengetahui apakah kuesioner yang dipakai sebagai bahan penelitian yang layak atau tidak dipakai. Kuesioner sebagai alat ukur perlu di uji validitasnya untuk menunjukkan sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Semakin tinggi alat ukurnya, semakin tepat pula alat pengukur mengenai sasarannya. Sebaliknya semakin rendah validitas suatu alat ukur, semakin jauh pula alat pengukur itu mengenai sasarannya. Uji validitas menggunakan sampel berukuran N = 46 dengan df = N  2 (dk = 46  2 = 44), sehingga didapatkan r tabel = 0,291.


(57)

Rangkuman dari hasil pengujian validitas tampak dalam tabel berikut ini (lampiran 3, halaman 117-118):

Tabel 3.4

Rangkuman Uji Validitas Kultur Keluarga

No. Item rhitung rtabel Keterangan

1 0,549 0,291 valid

2 0,809 0,291 valid

3 0,332 0,291 valid

4 0,326 0,291 valid

5 0,379 0,291 valid

6 0,371 0,291 valid

7 0,334 0,291 valid

8 0,706 0,291 valid

9 0,773 0,291 valid

10 0,723 0,291 valid

11 0,343 0,291 valid

12 0,407 0,291 valid

13 0,383 0,291 valid

14 0,370 0,291 valid

15 0,810 0,291 valid

16 0,809 0,291 valid

17 0,315 0,291 valid

18 0,353 0,291 valid

Sumber: Data Primer

Tabel 3.5

Rangkuman Uji Validitas Kultur Sekolah

No. Item rhitung rtabel Keterangan

1 0,354 0,291 valid

2 0,645 0,291 valid

3 0,579 0,291 valid

4 0,396 0,291 valid

5 0,549 0,291 valid

6 0,816 0,291 valid

7 0,630 0,291 valid

8 0,359 0,291 valid

9 0,350 0,291 valid

10 0,853 0,291 valid

11 0,322 0,291 valid

12 0,385 0,291 valid

13 0,312 0,291 valid

14 0,307 0,291 valid

15 0,382 0,291 valid

16 0,382 0,291 valid

17 0,322 0,291 valid

18 0,334 0,291 valid

19 0,416 0,291 valid

20 0,379 0,291 valid

21 0,727 0,291 valid


(58)

Tabel 3.6

Rangkuman Uji Validitas Minat Siswa Berwirausaha

No. Item rhitung rtabel Keterangan

1 0,593 0,291 valid

2 0,509 0,291 valid

3 0,360 0,291 valid

4 0,607 0,291 valid

5 0,380 0,291 valid

6 0,352 0,291 valid

7 0,312 0,291 valid

8 0,324 0,291 valid

9 0,396 0,291 valid

10 0,448 0,291 valid

11 0,435 0,291 valid

12 0,617 0,291 valid

13 0,507 0,291 valid

14 0,327 0,291 valid

15 0,329 0,291 valid

16 0,548 0,291 valid

17 0,380 0,291 valid

18 0,313 0,291 valid

19 0,372 0,291 valid

20 0,419 0,291 valid

Sumber: Data Primer

2. Pengujian Reliabilitas

Reliabilitas menunjukkan pada pengertian bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Untuk menguji reliabilitas kuesioner dalam penelitian ini digunakan teknik koefisien alpha, dengan formula (Suharsimi Arikunto, 2000: 236):

             

2

2 11 1 1 b b k k r   Keterangan :

r11 = Reliabilitas instrumen

k = Banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal



2


(59)

2

t = Varians total

Setelah nilai koefisien r11 diperoleh kemudian dikonsultasikan dengan nilai alpha. Jika nilai koefisien Alpha Cronbach lebih besar dari pada 0,60 maka kuesioner dapat dikatakan reliabel, begitu sebaliknya jika nilai Alpha Cronbach lebih kecil dari 0,60 maka kuesioner adalah tidak reliabel (Nunnaly, 1967 dalam Imam Ghozali, 2001:42).

Uji reliabilitas instrumen dilakukan dengan menggunakan rumus

Cronbach-Alphadan dikerjakan dengan program SPSSfor Windows versi 11.5 dengan koefisien r tabel pada n = 46 adalah sebesar 0,291. Hasil pengujian reliabilitas diperoleh hasil sebagai berikut (lampiran 3, halaman 117-118):

Tabel 3.7

Rangkuman Uji Reliabilitas

Variabel Nilai rhitung Nilai rtabel Status

Kultur Keluarga 0,880 0,60 reliabel Kultur Sekolah 0,878 0,60 reliabel Minat Siswa Berwirausaha 0,839 0,60 reliabel

Sumber: Data Primer

H. Teknik Analisis Data

1. Uji Prasyarat Analisis

Uji prasayarat analisis harus dilakukan karena digunakan sebagai langkah selanjutnya dalam mengambil keputusan agar tidak menyimpang dari kebenaran yang seharusnya, maka syarat-syarat yang harus dipenuhi adalah (Sutrisno Hadi, 2000: 303):


(60)

Dimaksudkan untuk mengetahui apakah skor untuk tiap-tiap bagian variabel berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas ini menggunakan rumus Kolmogorov-Smirnov, yaitu:

D = maksimum [ Fo(x) – Sn(x)] Keterangan :

D = Deviasi maksimum

Fo = Fungsi distribusi frekuensi kumulatif yang ditentukan Sn(x) = Distribusi frekuensi kumulatif yang diobservasi

Selanjutnya agar diketahui apakah distribusi frekuensi data masing-masing variabel normal atau tidak dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:

1) Jika nilai probabilitas asymtot > 0,05 berarti sebaran data normal. 2) Jika nilai probabilitas asymtot < 0,05 berarti sebaran data tidak

normal. b. Uji Linieritas

Uji linieritas dilakukan untuk mengetahui apakah masing-masing variabel bebas mempunyai hubungan linier atau tidak dengan variabel terikatnya. Untuk uji linieritas ini digunakan rumus persamaan regresi dengan menguji signifikansi nilai F. Adapun rumus yang digunakan untuk mencari nilai F adalah sebagai berikut (Sudjana,1996:332):

e S

TC S

F 2

2


(61)

2 ) ( 2   k TC JK TC S 2 ) ( 2   k E JK e S Dimana:

F = Harga bilangan F untuk garis regresi S2TC = Varian tuna cocok

S2e = Varian kekeliruan

JK(TC) = Jumlah kuadrat tuna cocok JK(E) = Jumlah kuadrat kekeliruan

Kriteria yang digunakan yaitu jika nilai F hitung < nilai F tabel maka hubungan antar variabel bebas dengan variabel terikat bersifat linier. Sebaliknya jika nilai F hitung > nilai F tabel maka hubungan antar variabel bebas dengan variabel terikat tidak linier.

2. Pengujian Hipotesis Penelitian

a. Pengujian Hipotesis Penelitian Pertama 1) Rumusan Hipotesis Pertama

Ho1 = Tidak ada hubungan kultur keluarga dengan minat siswa berwirausaha.

Ha1 = Ada hubungan kultur keluarga dengan minat siswa berwirausaha.

2) Pengujian Hipotesis

Untuk menguji hipotesis di atas dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:


(62)

Teknik yang digunakan untuk menentukan koefisien kontingensi adalah analisa chi kuadrat. Teknik analisa chi kuadratini digunakan untuk mencari hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat dalam permasalahan di atas. Rumus yang digunakan dalam analisis chi kuadrat yaitu (Arikunto, 1991:228):

Dimana:

χ² = Chi kuadrat

Fo = Frekuensi yang diobservasi Fh = Frekuensi yang diharapkan

b) Menentukan statistik ujiχ2dengan derajat kebebasan

Dengan berdasarkan tabel fo dan fh yang ada, maka dapat dihitung denganχ2pada taraf signifikan 5% dengan dk = (b1) (k1). Apabila dari perhitungan nilaiχ2hitung> harga kritikχ2tabel yang tertera dalam tabel, maka ada hubungan yang menyakinkan antara variabel kultur keluarga dengan minat siswa berwirausaha. Akan tetapi apabila dari perhitungan ternyata nilai χ2hitung < harga kritik χ2tabel, maka tidak ada hubungan yang menyakinkan antara variabel kultur keluarga dengan minat siswa berwirausaha.

c) Menghitung Koefisien Kontingensi


(63)

dengan yang lainnya digunakan kontingensi (C), sedangkan untuk menghitung koefisien kontingensi adalah sebagai berikut (Sudjana, 1996:282):

C =

Dimana:

C = Koefisien kontingensi

χ² = Chi kuadrat n = Jumlah sampel

Agar harga koefisien (C) yang diperoleh dapat dipakai untuik menilai derajat asosiasi antara faktor, maka harga C perlu dibandingkan dengan koefisiensi maksimum (Cmaks) yang bisa terjadi. Harga C maksimum dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Cmaks=

Dimana:

m = Banyaknya kategori yang paling kecil di antara variabel yang diketahui semakin dekat nilai C dengan Cmaks, maka semakin kuat hubungan yang terjadi di antara variabel tersebut.

Perhitungan interprestasi rasio koefisien kontingensi (C) terhadap C maksimum adalah sebagai berikut:


(64)

Tabel 3.8

Interprestasi Rasio Koefisien Kontingensi

Nilai C Interprestasi

0,8 – 1,0 0,6 – 0,799 0,4 – 0,599 0,2 – 0,399 0,0 – 0,199

Sangat Tinggi Tinggi Cukup Tinggi Rendah Sangat Rendah

a. Pengujian Hipotesis Penelitian Kedua 1) Rumusan Hipotesis Kedua

Ho2 = Tidak ada hubungan kultur sekolah dengan minat siswa berwirausaha.

Ha2 = Ada hubungan kultur sekolah dengan minat siswa berwirausaha.

2) Pengujian Hipotesis

Untuk menguji hipotesis di atas dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:

a) Menentukan koefisien kontingensi

Teknik yang digunakan untuk menentukan koefisien kontingensi adalah analisa chi kuadrat. Teknik analisa chi kuadratini digunakan untuk mencari hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat dalam permasalahan di atas. Rumus yang digunakan dalam analisis chi kuadrat yaitu (Arikunto, 1991:228):


(65)

Dimana:

χ2

= Chi kuadrat

Fo = Frekuensi yang diobservasi

Fh = Frekuensi yang diharapkan

b) Menentukan statistik ujiχ2dengan derajat kebebasan

Dengan berdasarkan tabel fo dan fh yang ada, maka dapat dihitung denganχ2pada taraf signifikan 5% dengan dk = (b1) (k1). Apabila dari perhitungan nilai χ2hitung > harga titik χ2tabel yang tertera dalam tabel, maka ada hubungan yang menyakinkan antara variabel kultur sekolah dengan minat siswa berwirausaha. Akan tetapi apabila dari perhitungan ternyata nilai χ2hitung < harga titik χ2tabel, maka tidak ada hubungan yang menyakinkan antara variabel kultur sekolah dengan minat siswa berwirausaha.

c) Menghitung Koefisien Kontingensi

Untuk mengetahui derajat hubungan atara faktor yang satu dengan yang lainnya digunakan kontingensi (C), sedangkan untuk menghitung koefisien kontingensi adalah sebagai berikut (Sudjana, 1996:282):

C =

Dimana:

C = Koefisien kontingensi

χ2

= Chi kuadrat n = Jumlah sampel


(66)

Agar harga koefisien (C) yang diperoleh dapat dipakai untuik menilai derajat asosiasi antara faktor, maka harga C perlu dibandingkan dengan koefisiensi maksimum (Cmaks) yang bisa terjadi. Harga C maksimum dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Cmaks=

Dimana:

m = Banyaknya kategori yang paling kecil di antara variabel yang diketahui semakin dekat nilai C dengan C maks, maka semakin kuat hubungan yang terjadi di antara variabel tersebut.

Perhitungan interprestasi rasio koefisien kontingensi (C) terhadap C maksimum adalah sebagai berikut:

Crasio=

Tabel 3.9

Interprestasi Rasio Koefisien Kontingensi

Nilai C Interprestasi

0,8 – 1,0 0,6 – 0,799 0,4 – 0,599 0,2 – 0,399 0,0 – 0,199

Sangat Tinggi Tinggi Cukup Tinggi Rendah Sangat Rendah


(67)

43

BAB IV

GAMBARAN UMUM SEKOLAH

A. Gambaran Umum SMK Negeri I Depok

SMK Negeri 1 Depok didirikan pada tahun 1952 dengan SK Nomor: 31998/Kab/52 pada tanggal 10 September 1952, pada waktu itu bernama SMEA Negeri 1 Yogyakarta. Berlokasi di Gowongan Kidul Yogyakarta. Pada tahun 1982 lokasi SMEA Negeri 1 Yogyakarta pindah ke Maguwoharjo Depok Sleman.

Berdasarkan SK Mendikbud Nomor:031/O/1997, tanggal 7 Maret 1997 SMEA Negeri 1 Yogyakarta berganti nama menjadi SMK Negeri 1 Depok yang beralamat di Ringroad Utara Maguwoharjo, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Yogyakarta 55282, telepon (0274) 88563, faximili (0274) 885663, e-mail:info@smk1depok.com, website: www.smk1depok.com. SMK Negeri 1 Depok mulai tahun 2008 ditunjuk oleh Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) menjadi Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI) yang mempunyai 3 (tiga) program keahlian yang diselenggarakan, yaitu Program Keahlian Akuntansi, Administrasi Perkantoran, dan Penjualan.


(68)

B. Visi dan Misi SMK Negeri 1 Depok

1. Visi

SMK Negeri 1 Depok memiliki visi sebagai berikut: “Santun dalam budi pekerti, unggul mengukir prestasi, piawai menghadapi kompetisi (respectful, achievable, competitivable)”.

2. Misi

SMK Negeri 1 Depok memiliki misi sebagai berikut:

a. Mengembangkan budaya sekolah yang berakhlak mulia. b. Mewujudkan Sekolah Bertaraf Internasional.

c. Melaksanakan PBM dengan pendekatan Competence Based Training (CBT) yang berorientasi pada peningkatan mutu dan keunggulan sesuai dengan tuntutan dunia kerja.

d. Mengimplementasikan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001: 2000.

C. Sistem Pendidikan SMK Negeri 1 Depok

Tujuan pendidikan tingkat satuan Pendidikan di SMK Negeri 1 Depok mengacu pada tujuan umum Pendidikan yaitu: Tujuan Pendidikan menengah kejuruan adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, akhlak mulia, serta ketrampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.

Konsekuensi dari tujuan tersebut sekolah harus memberikan bekal keilmuan untuk studi lebih lanjut dan mempersiapkan lulusan menjadi tenaga kerja yang handal dan sesuai dengan kebutuhan Dunia Usaha/Industri/Kerja


(69)

(DU/DI/DK), maka SMK Negeri 1 Depok melaksanakan Pendidikan Sistem Ganda (PSG), yaitu pendidikan yang dilaksanakan di dua tempat yaitu di sekolah dan di dunia industri, dunia usaha, dan dunia kerja. Bentuk penyelenggaraan pendidikan keahlian profesional yang memadukan secara sistematis dan sinkron antara program pendidikan di sekolah dan program penguasaan keahlian yang diperoleh melalui kegiatan bekerja langsung di dunia usaha/industri/kerja.

D. Kurikulum SMK Negeri 1 Depok

Kurikulum merupakan seperangkat rencana kegiatan dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar. Kurikulum dimaksudkan untuk memperlancar proses kegiatan belajar mengajar dan membina pengembangan program studi untuk mempersiapakan lulusan yang cakap dan terampil sesuai dengan tuntutan kurikulum.

SMK Negeri 1 Depok saat ini sudah menggunakan Kurikulum 2006 atau yang disebut dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). KTSP merupakan pengembangan kurikulum 2004 (KBK) dan merupakan kurikulum operasional yang disusun oleh dan dikembangkan di masing-masing satuan Pendidikan dan Komite Sekolah, yang berisi: Tujuan Satuan Pendidikan, Struktur dan Muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Kalender Pendidikan, dan Silabus. KTSP ini sudah mulai diterapkan pada tahun pelajaran 2006/2007 mulai kelas X sampai dengan kelas XII.


(70)

E. Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia yang ada meliputi kepala sekolah, para guru, dan karyawan yang bekerja untuk SMK Negeri 1 Depok.

a. Kepala sekolah yang pernah memimpin sejak berdiri sampai sekarang adalah:

Tabel 4.1

Daftar Nama Kepala Sekolah

No. Nama Periode

1 JR. Soeparno

2 Wasi

3 Soenarso

4 JM. Soejitno 1986 s/d 1990

5 Roebijo Sigit Seputro 1990 s/d 1994

6 Drs. Suhardi 1994 s/d 1989

7 Drs. Supriyadi 1989 s/d 2007

8 Drs. Mohammad Efendi. M.M 2007 s/d sekarang Sumber: Data Sekolah

b. Wakil Kepala Sekolah

Kepala sekolah dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh wakil kepala sekolah sesuai tugasnya. Di SMK Negeri 1 Depok memiliki 4 wakil kepala sekolah, yaitu:

a. Wakasek Urusan Kurikulum : HJ. Yeti Suryati, S.Pd. b. Wakasek Urusan Sarana dan Prasarana : Dra. Sri Hestia Purwanti c. Wakasek Urusan Hubungan Masyarakat : Dra. HJ. Subiastuti d. Wakasek Urusan Kesiswaan : Dra. TH. Susilorini c. Guru


(71)

Pada tahun 2008/2009 jumlah guru adalah 72 orang yang terdiri dari Guru tetap berjumlah 57 orang dan Guru tidak tetap berjumlah 15 orang.

d. Pegawai

Karyawan SMK Negeri 1 Depok sebanyak 26 orang terdiri dari 5 orang karyawan tetap dan 5 orang karyawan tidak tetap.

F. Organisasi Sekolah SMK Negeri 1 Depok

Guru, BK, dan Wali Kelas

KEPALA SEKOLAH KOMITE SEKOLAH

WAKA KURIKULUM

Operasional Kurikulum

SDM

WAKA KESISWAAN

Pembina OSIS

WAKA SARANA PRASARANA

LAB

MR

WAKA HUMAS

Perpustakaan

Operasional Prakering

BKK

Keuangan

Tata Usaha

Unit Produksi

Program Keahlian

Akuntansi, Adm. Perkantoran, dan Penjualan


(72)

G. Pembagian Tugas dan tanggung Jawab

1. Kepala Sekolah

Tugas Kepala Sekolah SMK N 1 Depok adalah sebagai berikut: a. Merencanakan program kerja sekolah.

b. Merencanakan RAPBS.

c. Mengkoordinir perencanaan dan pelaksanaan RIPS. d. Mengkoordinir kegiatan UNAS.

e. Mengawasi dan membina pengelolaan PBM.

f. Mengkoordinir kegiatan kerjasama dengan dunia kerja, unit produksi, pemasaran dan penelusuran tamatan.

g. Merencanakan dan membina pengembangan karier dan profesi staf. h. Mengkoordinir pelaksanaan bimbingan kejuruan.

i. Merencanakan pengembangan, pendayagunaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana.

j. Menyelenggarakan administrasi sekolah. k. Mengkoordinir pengembangan kurikulum. l. Engevaluasi program kegiatan kerja sekolah. m. Membuat laporan berkala dan insidentil.

n. Melaksanakan kebijakan Direktorat Dikmenjur. o. Mewakili bidang Dikmenjur dalam hal-hal tertentu. 2. Wakil Kepala Sekolah Urusan Kurikulum

Tugas Wakil Kepala Sekolah Urusan Kurikulum SMK N 1 Depok adalah sebagai berikut:


(73)

a. Memahami kurikulum dan Juklaknya dan mendiskusikan pelaksanaannya secara berkelanjutan.

b. Menyusun program pengajaran (mingguan, bulanan, semesteran, tahunan) dan mengkoordinasikan pelaksanaannya.

c. Mengkoordinir pengembangan kurikulum.

d. Mengkoordinir kegiatan proses belajar mengajar termasuk pembagian tugas guru, jadwal pelajaran, evaluasi belajar, dsb.

e. Mengkoordinasikan persiapan dan peaksanaan ulangan, Ebta/Ebtanas, Uji Profesi dan sebagainya.

f. Menyusun kriteria kenaikan kelas dan persyaratan kelulusan bersama Kepala Rumpun Program Studi.

g. Mengarahkan penyusunan SATPEL.

h. Menggali materi-materi untuk muatan lokal. i. Mengajar 12 jam.

j. Menyusun laporan.

3. Wakil Kepala Sekolah Urusan Hubungan Masyarakat

Tugas Wakil Kepala Sekolah Urusan Hubungan Masyarakat SMK N 1 Depok adalah sebagai berikut:

a. Menyusun program kerja hubungan industri setiap program studi. b. Mengkoordinasikan pembuatan peta dunia kerja/industri yang relevan

di Kota Madya/Kabupaten/Wilayahnya.

c. Mempromosikan hubungan kerja dan pembinaannya dengan dunia kerja.


(74)

d. Merencanakan program PKL dan program magang dan mengkoordinir pelaksanaannya.

e. Mengkoordinir guru tamu dari dunia kerja untuk mengajar di sekolah. f. Mengkoordinir program magang bagi guru di dunia kerja.

g. Mengajar 12 jam.

h. Membuat laporan berkala dan insidentil. 4. Wakil Kepala Sekolah Urusan Kesiswaan

Tugas Wakil Kepala Sekolah Urusan Hubungan Masyarakat SMK N 1 Depok adalah sebagai berikut:

a. Menyusun program kerja pembinaan siswa (bulanan, semesteran, tahunan) dan mengkoordinir pelaksanaannya.

b. Menyusun program kerja 5K-7K dan mengkoordinir pelaksanaannya. c. Mengkoordinasikan pelaksanaan pemilihan pengurus OSIS.

d. Membimbing dan mengawasi kegiatan OSIS. e. Membina kepengurusan OSIS.

f. Mengkoordinir pelaksanaan pemilihan calon siswa teladan, penerimaan beasiswa dan PASKIBRAKA.

g. Mengkoordinir perencanaan dan pelaksanaan kegiatan luar sekolah. h. Mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaan pembinaan siswa. i. Mengajar sebanyak 12 jam.

j. Membuat laporan berkala dan insidentil.


(75)

Tugas Wakil Kepala Sekolah Urusan Sarana dan Prasarana SMK N 1 Depok adalah sebagai berikut:

a. Menyusun program kerja pemanfaatan, pemeliharaan dan perawatan sarana dan prasarana (bulanan, semesteran dan tahunan).

b. Mengkoordinasikan penyusunan kebutuhan sarana/prasarana. c. Mengkoordinasikan pelaksanaan inventarisasi sarana dan prasarana. d. Mengkoordinasikan pelaksanaan pengadaan bahan praktek serta

perlengkapan sekolah.

e. Mengkoordinasikan pemeliharaan, perbaikan, pengembangan dan penghapusan sarana.

f. Mengawasi penggunaan sarana dan prasarana. g. Mengevaluasi penggunaan sarana dan prasarana. h. Mengajar 12 jam.

i. Membuat laporan berkala dan insidentil. 6. Kepala Jurusan

Tugas Kepala Jurusan SMK N 1 Depok adalah sebagai berikut:

a. Membuat program kerja rumpun (mingguan, bulanan, semesteran). b. Mendalami dan memasyarakatkan kurikulum sesuai rumpunnya. c. Mengkoordinasikan penggunaan ruang praktek.

d. Membantu kepala sekolah dalam peningkatan profesi guru sesuai dengan rumpunnya.

e. Mengkoordinir tugas guru sejenis dalam rumpunnya.


(1)

132

Lampiran VII

SURAT IJIN


(2)

133


(3)

134


(4)

135


(5)

136

Lampiran VIII

DAFTAR TABEL


(6)

137

TABEL F

V = dk penyebut

V = dk pembilang 16 20 24 30 50 1,85 2,39 1,78 2,26 1,71 2,18 1,69 2,10 55 1,83 2,35 1,76 2,23 1,72 2,15 1,67 2,00 60 1,81 2,32 1,75 2,20 1,70 2,12 1,65 2,03 65 1,80 2,30 1,74 2,18 1,68 2,09 1,63 2,00 70 1,79 2,28 1,72 2,15 1,67 2,07 1,62 1,98 80 1,77 2,21 1,70 2,11 1,65 2,03 1,60 1,94 100 1,75 2,19 1,68 2,06 1,68 1,98 1,57 1,89 125 1,72 2,15 1,65 2,03 1,60 1,91 1,55 1,85 150 1,71 2,12 1,61 2,00 1,59 1,91 1,54 1,82 200 1,69 2,09 1,62 1,97 1,57 1,88 1,52 1,79 400 1,67 2,01 1,60 1,92 1,54 1,84 1,49 1,74

TABEL CHI-SQUARE pada

α

5%

df

Chi-Square

1

3.84

2

5.99

3

7.81

4

9.49

5

11.07

6

12.59

7

14.07

8

15.51

9

16.92

10

18.31

11

19.68

12

21.03

13

22.36

14

23.68

15

25

16

26.3

17

27.59

18

28.87

TABEL r

N Taraf Signifikan 5%

25 0,396 26 0388 27 0381 28 0374 29 0367 30 0361 31 0355 32 0349 33 0344 34 0339 35 0334 36 0329 37 0325 38 0320 39 0316 40 0312 41 0308 42 0304 43 0301 44 0297 45 0294 46 0291 47 0288 48 0284 49 0281 50 0361


Dokumen yang terkait

HUBUNGAN ANTARA KULTUR SEKOLAH DAN POLA ASUH DEMOKRATIS DENGAN SIKAP KEWIRAUSAHAAN SISWA SMK Hubungan Antara Kultur Sekolah Dan Pola Asuh Demokratis Dengan Sikap Kewirausahaan Siswa SMK.

0 0 13

PENDAHULUAN Hubungan Antara Kultur Sekolah Dan Pola Asuh Demokratis Dengan Sikap Kewirausahaan Siswa SMK.

0 0 12

Pengaruh locus of control, kultur keluarga, dan kultur sekolah pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa : survei pada siswa-siswi kelas IX SMP Negeri dan Swasta di Kabupaten Bantul, Yogyakarta.

0 1 282

Pengaruh locus of control, kultur keluarga, dan kultur sekolah pada hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa : survey siswa-siswi SMP negeri dan swasta di Kabupaten Kulon Progo.

0 1 294

Pengaruh locus of control, kultur keluarga, dan kultur sekolah pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa : survei pada siswa-siswa SMP Negeri dan Swasta di Kabupaten Sleman - Yogyakarta.

0 0 265

HUBUNGAN PROFIL JIWA WIRAUSAHA TERHADAP MINAT BERWIRAUSAHA SISWA SMK NEGERI 2 DEPOK SLEMAN.

1 4 84

Pengaruh locus of control, kultur keluarga, dan kultur sekolah pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa : survei pada siswa-siswa SMP Negeri dan Swasta di Kabupaten Sleman - Yogyakarta - USD Repository

0 0 263

Pengaruh locus of control, kultur keluarga, dan kultur sekolah pada hubungan kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa : survey siswa-siswi SMP negeri dan swasta di Kabupaten Kulon Progo - USD Repository

0 0 292

Pengaruh locus of control, kultur keluarga, dan kultur sekolah pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa : survei pada siswa-siswi kelas IX SMP Negeri dan Swasta di Kabupaten Bantul, Yogyakarta - USD Repository

0 1 280

Hubungan kultur keluarga dan kultur sekolah dengan minat siswa berwirausaha : studi kasus pada siswa kelas X SMK Negeri I Depok, Sleman - USD Repository

0 0 159