Jenis tanda dan tuturan pada fasilitas umum di Kelurahan Caturtunggal, Depok, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
ABSTRAK
Andilolo, Eunike Zabrina. 2011. "Jenis Tanda dan Tuturan pada Fasilitas Umum di Kelurahan Caturtunggal, Depok, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta". Skripsi. Yogyakarta. Program Studi Sastra Indonesia. Fakultas Sastra. Universitas Sanata Dharma.
Skripsi ini membahas jenis tanda dan tuturan pada fasilitas umum di Kelurahan Caturtunggal, Depok, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Skripsi ini bertujuan untuk menjelaskan jenis-jenis tanda, jenis-jenis tuturan, dan tingkat kesopanan jenis tuturan pada tanda verbal dan gabungan tanda verbal dan tanda nonverbal pada fasilitas umum di Kelurahan Caturtunggal, Depok, Sleman, DIY.
Dalam memperoleh data, peneliti menggunakan metode simak dengan teknik lanjutan yang disebut dengan teknik simak bebas libat cakap. Analisis data dilakukan dengan menggunakan dua metode, yaitu metode padan dan metode agih. Metode padan yang digunakan dalam skripsi ini adalah metode padan referensial dan metode padan pragmatis. Metode padan referensial ialah metode yang alat penentunya berupa referen bahasa, sedangkan metode padan pragmatis ialah metode yang alat penentunya berupa lawan atau mitra wicara. Metode agih dengan teknik ubah ujud dalam skripsi ini digunakan untuk meneliti tingkat kesopanan pada tuturan. Setelah dianalisis dengan dua metode tersebut, hasil analisis data disajikan dengan metode informal dan formal.
Hasil penelitian ini berupa penjelasan tentang jenis-jenis tanda, jenis-jenis tuturan, dan tingkat kesopanan tuturan pada tanda verbal dan gabungan tanda verbal dan tanda nonverbal. Dari hasil kajian jenis tanda pada fasilitas umum, diperoleh tiga jenis tanda, yaitu tanda verbal, tanda nonverbal, dan gabungan tanda verbal dan tanda nonverbal. Dari hasil kajian jenis-jenis tuturan, diperoleh dua jenis tuturan, yaitu berdasarkan modus dan tujuan sosial. Berdasarkan modusnya, tuturan dibedakan menjadi dua jenis, yaitu tuturan langsung dan tuturan tidak langsung. Berdasarkan tujuan sosial, tuturan dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu tuturan menyenangkan (convival), tuturan bekerja sama
(collaborative), dan tuturan kompetitif (competitive). Dari hasil kajian tingkat
kesopanan pada tuturan, diperoleh dua tingkat kesopanan berdasarkan jenis kalimat yang berbeda. Pertama, berdasarkan modus kalimatnya, tuturan tidak langsung menyuruh memiliki tingkat kesopanan yang lebih tinggi daripada tuturan langsung menyuruh, sedangkan tuturan tidak langsung melarang memiliki tingkat kesopanan yang lebih tinggi daripada tuturan langsung melarang. Kedua, berdasarkan tujuan sosial, tuturan menyenangkan (convivial) memiliki tingkat kesopanan yang lebih tinggi daripada tuturan bekerja sama (collaborative) dan tuturan kompetitif (competitive).
Kata Kunci : tanda verbal dan nonverbal, tuturan langsung dan tidak langsung, tingkat kesopanan.
(2)
ABSTRACT
Andilolo, Eunike Zabrina. 2011. "Kind of Sign and Speech on Public Facilities in Kelurahan Caturtunggal, Depok, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta". Thesis. Yogyakarta. Indonesia Literature Study Program. Faculty of Letters. Sanata Dharma University.
This thesis discuses about kind of sign and speech on public facilities in Kelurahan Caturtunggal, Depok, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. This thesis is aim to explain kinds of sign, kinds of speech and politeness level of speech act on verbal sign and combination of verbal sign and non-verbal sign on public facilities in Kelurahan Caturtunggal, Depok, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. In obtaining datas, authors was using metode simak with advanced techniques that called teknik simak bebas libat cakap. In analyze data, authors was using two method, namely metode padan and metode agih. A kind of metode padan that used in this thesis are metode padan referensial and metode padan pragmatik. Metode padan referensial is language referent is the decisive tool, and metode padan pragmatik is the opponent or dialogue partners are decisive tool. Metode agih with teknik ubah ujud in this thesis used for analyze the level of politeness speech. After being analyzed with those two methods, data analysis is presented by metode informal dan metode formal.
The result of this research are an explain about kind of signs, kind of speech and politeness level of speech act on verbal sign and combination of verbal sign and non-verbal sign. The result of study about kind of sign on public facilities is three signs, namely verbal sign, non-verbal sign and combination of both. The result of study about kind of speech act is two kinds of speech act, based on mode and social purpose. Based on mode, speech act is divided into two kinds, namely convivial speech, collaborative speech and competitive speech. The result of politeness level of speech, obtained two politeness level based on diferent kind of sentences. First, based on sentence mode, speech indirect order speech has a higher politeness level than direct order speech act, and prohibit indirect speech has a higher politeness level than prohibit direct speech. Second, based on social purpose, convivial speech has a higher politeness level than collaborative speech act and competitive speech.
Keywords : verbal sign and non-verbal sign, direct and indirect speech, politeness level.
(3)
JENIS TANDA DAN TUTURAN PADA FASILITAS UMUM
DI KELURAHAN CATURTUNGGAL, DEPOK, SLEMAN,
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia
Program Studi Sastra Indonesia
Oleh
Eunike Zabrina Andilolo
NIM : 114114006
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA
JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
(4)
JENIS TANDA DAN TUTURAN PADA FASILITAS UMUM
DI KELURAHAN CATURTUNGGAL, DEPOK, SLEMAN,
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia
Program Studi Sastra Indonesia
Oleh
Eunike Zabrina Andilolo
NIM : 114114006
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA
JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
(5)
(6)
(7)
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan segenap kejujuran bahwa skripsi yang saya tulis
ini tidak memuat karya orang lain atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah
disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmu
ilmiah.
Yogyakarta, 9 Juni 2015
Penulis,
Eunike Zabrina Andilolo
(8)
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :
Nama : Eunike Zabrina Andilolo
Nomor Mahasiswa : 114114006
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul: "Jenis Tanda dan Tuturan pada Fasilitas Umum di Kelurahan Caturtunggal, Depok, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta" beserta perangkat yang dibutuhkan (bila ada).
Dengan demikian, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademia tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal: 9 Juni 2015
Yang menyatakan
(9)
KATA PENGANTAR
Pertama-tama penulis mengucapkan puji syukur kepada Tuhan karena
berkat kasih-Nya, tugas akhir ini dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi berjudul
"Jenis Tanda dan Tuturan pada Fasilitas Umum di Kelurahan Caturtunggal,
Depok, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta" ini, merupakan salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra pada Program Studi Sastra
Indonesia Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Besarnya tantangan yang dihadapi, menyebabkan penulis memohon dari
pelbagai pihak. Dengan segala hormat, penulis hendak menyampaikan terima
kasih kepada semua pihak yang terlibat. Untuk itu, penulis mengucapkan terima
kasih kepada :
1. Prof. Dr. I. Praptomo Baryadi, M.Hum., selaku pembimbing I yang tak
pernah bosan pembimbing dan mengoreksi kelalaian analisis penulis.
2. Dr. Paulus Ari Subagyo, M.Hum., selaku Kaprodi Sastra Indonesia dan
pembimbing II, kesabaran dan bimbingannya begitu membangkitkan
semangat penulis.
3. Drs. Hery Antono, M.Hum., selaku Wakaprodi Sastra Indonesia, telah
bersedia memberi fasilitas belajar kepada penulis untuk menimba ilmu di
Prodi Sastra Indonesia.
4. Susilawati Endah Peni Adji, S.S., M.Hum., selaku dosen Pembimbing
Akademik yang tidak pernah bosan untuk terus memberi semangat dalam
(10)
5. Para dosen Sastra Indonesia yang telah bersedia mengajarkan berbagai hal
kepada penulis, antara lain Dra. Fransisca Tjandrasih Adji, M.Hum.; Dr.
Yoseph Yapi Taum; Prof. Dr. I Dewa Putu Wijana, S.U., M.A.; dan Drs.
B. Rahmanto, M.Hum., serta karyawan Prodi Sastra Indonesia Universitas
Sanata Dharma.
6. Orang tua tercinta.
7. Sahabat tercinta Valen, Elis, Jalu, serta teman-teman angkatan 2011.
8. Orang terkasih Aditya Debe Seputra
9. Elisabeth Nadia Adriani yang telah membantu membenahi abstract.
Akhirnya dengan penuh kesadaran, penulis menyadari segala kekurangan
yang ada dalam skripsi ini. Untuk itu, demi perbaikan skripsi ini, kritik dan saran
(11)
Motto
"Selalu Ada Jalan Jika Terus Berusaha" - penulis -
"Kendaraan menuju keberhasilan adalah kerja keras. Mereka yang menolak bekerja keras karena telah menemukan konsep bekerja cerdas masih harus
bekerja keras" - Mario Teguh -
(12)
Halaman Persembahan
Tugas Akhir ini kudedikasikan dan kupersembahkan untuk :
1. Mama tercinta yang selalu mendampingiku dan menguatkan saat aku putus asa.
2. Kakak Lidya dan Yoan yang selalu mendukung dalam segala hal.
3. Adik Niko yang selalu menghiburku saat terasa penat dalam hidupku.
Keluarga besarku serta semua manusia yang tidak hanya bisa berharap, tetapi
(13)
ABSTRAK
Andilolo, Eunike Zabrina. 2011. "Jenis Tanda dan Tuturan pada Fasilitas Umum di Kelurahan Caturtunggal, Depok, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta". Skripsi. Yogyakarta. Program Studi Sastra Indonesia. Fakultas Sastra. Universitas Sanata Dharma.
Skripsi ini membahas jenis tanda dan tuturan pada fasilitas umum di Kelurahan Caturtunggal, Depok, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Skripsi ini bertujuan untuk menjelaskan jenis-jenis tanda, jenis-jenis tuturan, dan tingkat kesopanan jenis tuturan pada tanda verbal dan gabungan tanda verbal dan tanda nonverbal pada fasilitas umum di Kelurahan Caturtunggal, Depok, Sleman, DIY.
Dalam memperoleh data, peneliti menggunakan metode simak dengan teknik lanjutan yang disebut dengan teknik simak bebas libat cakap. Analisis data dilakukan dengan menggunakan dua metode, yaitu metode padan dan metode agih. Metode padan yang digunakan dalam skripsi ini adalah metode padan referensial dan metode padan pragmatis. Metode padan referensial ialah metode yang alat penentunya berupa referen bahasa, sedangkan metode padan pragmatis ialah metode yang alat penentunya berupa lawan atau mitra wicara. Metode agih dengan teknik ubah ujud dalam skripsi ini digunakan untuk meneliti tingkat kesopanan pada tuturan. Setelah dianalisis dengan dua metode tersebut, hasil analisis data disajikan dengan metode informal dan formal.
Hasil penelitian ini berupa penjelasan tentang jenis-jenis tanda, jenis-jenis tuturan, dan tingkat kesopanan tuturan pada tanda verbal dan gabungan tanda verbal dan tanda nonverbal. Dari hasil kajian jenis tanda pada fasilitas umum, diperoleh tiga jenis tanda, yaitu tanda verbal, tanda nonverbal, dan gabungan tanda verbal dan tanda nonverbal. Dari hasil kajian jenis-jenis tuturan, diperoleh dua jenis tuturan, yaitu berdasarkan modus dan tujuan sosial. Berdasarkan modusnya, tuturan dibedakan menjadi dua jenis, yaitu tuturan langsung dan tuturan tidak langsung. Berdasarkan tujuan sosial, tuturan dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu tuturan menyenangkan (convival), tuturan bekerja sama
(collaborative), dan tuturan kompetitif (competitive). Dari hasil kajian tingkat
kesopanan pada tuturan, diperoleh dua tingkat kesopanan berdasarkan jenis kalimat yang berbeda. Pertama, berdasarkan modus kalimatnya, tuturan tidak langsung menyuruh memiliki tingkat kesopanan yang lebih tinggi daripada tuturan langsung menyuruh, sedangkan tuturan tidak langsung melarang memiliki tingkat kesopanan yang lebih tinggi daripada tuturan langsung melarang. Kedua, berdasarkan tujuan sosial, tuturan menyenangkan (convivial) memiliki tingkat kesopanan yang lebih tinggi daripada tuturan bekerja sama (collaborative) dan tuturan kompetitif (competitive).
Kata Kunci : tanda verbal dan nonverbal, tuturan langsung dan tidak langsung, tingkat kesopanan.
(14)
ABSTRACT
Andilolo, Eunike Zabrina. 2011. "Kind of Sign and Speech on Public Facilities in Kelurahan Caturtunggal, Depok, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta". Thesis. Yogyakarta. Indonesia Literature Study Program. Faculty of Letters. Sanata Dharma University.
This thesis discuses about kind of sign and speech on public facilities in Kelurahan Caturtunggal, Depok, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. This thesis is aim to explain kinds of sign, kinds of speech and politeness level of speech act on verbal sign and combination of verbal sign and non-verbal sign on public facilities in Kelurahan Caturtunggal, Depok, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. In obtaining datas, authors was using metode simak with advanced techniques that called teknik simak bebas libat cakap. In analyze data, authors was using two method, namely metode padan and metode agih. A kind of metode padan that used in this thesis are metode padan referensial and metode padan pragmatik. Metode padan referensial is language referent is the decisive tool, and metode padan pragmatik is the opponent or dialogue partners are decisive tool. Metode agih with teknik ubah ujud in this thesis used for analyze the level of politeness speech. After being analyzed with those two methods, data analysis is presented by metode informal dan metode formal.
The result of this research are an explain about kind of signs, kind of speech and politeness level of speech act on verbal sign and combination of verbal sign and non-verbal sign. The result of study about kind of sign on public facilities is three signs, namely verbal sign, non-verbal sign and combination of both. The result of study about kind of speech act is two kinds of speech act, based on mode and social purpose. Based on mode, speech act is divided into two kinds, namely convivial speech, collaborative speech and competitive speech. The result of politeness level of speech, obtained two politeness level based on diferent kind of sentences. First, based on sentence mode, speech indirect order speech has a higher politeness level than direct order speech act, and prohibit indirect speech has a higher politeness level than prohibit direct speech. Second, based on social purpose, convivial speech has a higher politeness level than collaborative speech act and competitive speech.
Keywords : verbal sign and non-verbal sign, direct and indirect speech, politeness level.
(15)
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL... i
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING... ii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI... iii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... iv
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS... v
KATA PENGANTAR... vi
MOTO... viii
HALAMAN PERSEMBAHAN... ix
ABSTRAK... x
ABSTRACT... . xi
DAFTAR ISI... xii
DAFTAR TABEL... xv
BAB I PENDAHULUAN... 1
1.1 Latar Belakang... 1
1.2 Rumusan Masalah... 7
1.3 Tujuan Penelitian... 8
1.4 Manfaat Penelitian... 9
1.5 Tinjauan Pustaka... 9
1.6 Landasan Teori... 11
1.6.1 Pengertian Tanda... 11
1.6.2 Jenis-jenis Tanda... 12
1.6.2.1 Jenis Tanda Berdasarkan Wujudnya... 12
1.6.2.1.1 Tanda Verbal... 12
1.6.2.1.2 Tanda Nonverbal... 14
1.6.2.2 Jenis Tanda Menurut Charles S. Pierce... 14
1.6.3 Pengertian dan Jenis Tuturan... 17
1.6.3.1 Jenis Tuturan Berdasarkan Modus... 17
1.6.3.1.1 Tuturan Langsung... 18
1.6.3.1.2 Tuturan Tidak Langsung... 19
1.6.3.2 Jenis Tuturan Berdasarkan Tujuan Sosial... 20
1.6.4 Teori Kesopanan... 21
1.7 Metode dan Teknik Penelitian... 22
1.7.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data... 22
1.7.2 Metode dan Teknik Analisis Data... 23
1.7.3 Metode Penyajian Hasil Analisis Data... 26
1.8 Sistematika Penyajian... 27
BAB II JENIS-JENIS TANDA PADA FASILITAS UMUM DI KELURAHAN CATURTUNGGAL, DEPOK, SLEMAN, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA... 29
2.1 Pengantar... 29
2.2 Tanda Verbal... 29
(16)
2.3.1 Tanda Nonverbal Berupa Ikon Sekaligus Indeks... 33
2.3.2 Tanda Nonverbal Berupa Simbol Sekaligus Indeks... 37
2.3.3 Tanda Nonverbal Berupa Gabungan dari Ikon, Indeks, dan Simbol... 39
BAB III JENIS-JENIS TUTURAN PADA TANDA VERBAL DAN GABUNGAN TANDA VERBAL DAN NONVERBAL PADA FASILITAS UMUM DI KELURAHAN CATURTUNGGAL, DEPOK, SLEMAN, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA... 42
3.1 Pengantar... 42
3.2 Jenis Tuturan Berdasarkan Modus Kalimatnya... 42
3.2.1 Tuturan Langsung... 42
3.2.1.1 Tuturan Langsung Menyuruh... 43
3.2.1.2 Tuturan Langsung Melarang... 44
3.2.2 Tuturan Tidak Langsung... 45
3.2.2.1 Tuturan Tidak Langsung Menyuruh... 45
3.2.2.2 Tuturan Tidak Langsung Melarang... 46
3.3 Jenis Tuturan Berdasarkan Tujuan Sosial... 47
3.3.1 Tuturan Menyenangkan (Convivial)... 48
3.3.2 Tuturan Bekerja Sama (Collaborative)... 50
3.3.3 Tuturan Kompetitif (Competitive)... 51
BAB IV TINGKAT KESOPANAN JENIS TUTURAN TANDA VERBAL DAN GABUNGAN TANDA VERBAL DAN TANDA NONVERBAL PADA FASILITAS UMUM DI KELURAHAN CATURTUNGGAL, DEPOK, SLEMAN, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA... 54
4.1 Pengantar... 54
4.2 Tingkat Kesopanan Jenis Tuturan Berdasarkan Modus Kalimat... 54
4.2.1 Kesopanan Tuturan Langsung... 55
4.2.1.1 Kesopanan Jenis Tuturan Langsung Menyuruh... 55
4.2.1.2 Kesopanan Jenis Tuturan Langsung Melarang... 57
4.2.2 Kesopanan Jenis Tuturan Tidak Langsung... 59
4.2.2.1 Kesopanan Jenis Tuturan Tidak Langsung Menyuruh... 59
4.2.2.2 Kesopanan Jenis Tuturan Tidak Langsung Melarang... 61
4.2.3 Tingkat Kesopanan Tuturan Langsung dan Tindak Tutur Tidak Langsung... 65
4.2.3.1 Tingkat Kesopanan Tuturan Langsung dan Tidak Langsung Menyuruh... 65
4.2.3.2 Tingkat Kesopanan Tuturan Langsung dan Tidak Langsung Melarang... 67
(17)
4.3 Tingkat Kesopanan Jenis Tuturan Berdasarkan Tujuan
Sosial... 69
4.3.1 Kesopanan Tuturan Menyenangkan (Convivial)... 69
4.3.2 Kesopanan Tuturan Bekerja Sama (Collaborative)... 71
4.3.3 Kesopanan Tuturan Kompetitif (Competitive)... 72
4.3.4 Perbandingan Tingkat Kesopanan Jenis Tuturan Berdasarkan Tujuan Sosial... 73
BAB V PENUTUP... 74
5.1 Kesimpulan... 74
5.2 Saran... 75
DAFTAR PUSTAKA... 76
(18)
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 4.1 Tingkat Kesopanan Tuturan Langsung dan Tuturan Tidak
Langsung Menyuruh ... 68 Tabel 4.2 Tingkat Kesopanan Tuturan Langsung Melarang dan
(19)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Skripsi ini membahas jenis tanda dan tuturan pada fasilitas umum di
Kelurahan Caturtunggal, Depok, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Peneliti membatasi objek penelitian hanya berada di Kelurahan Caturtunggal,
Depok, Sleman karena wilayah Kelurahan Caturtunggal merupakan wilayah yang
padat, baik dari segi pendidikan maupun perdagangan. Selain itu, di wilayah
Caturtunggal juga terdapat jalan protokol (jalan utama dalam kota). Hal itu
menyebabkan banyak tanda verbal dan nonverbal pada daerah Caturtunggal.
Dengan adanya berbagai macam jenis tanda pada Kelurahan Caturtunggal,
peneliti menjadi tertarik untuk mengolah tanda-tanda tersebut menjadi data objek
penelitian.
Tuturan adalah sebuah ungkapan dengan menggunakan kata-kata. Tanda
verbal adalah tanda yang berwujud kata-kata. Tanda nonverbal adalah tanda yang
tidak berupa kata-kata, melainkan berwujud gambar, warna, patung, dan
sebagainya. Fasilitas umum adalah prasarana dan sarana yang disediakan untuk
kepentingan umum, seperti jalan raya, lapangan, taman, rumah sakit, WC umum,
dan pusat perbelanjaan.
Berikut ini contoh tanda verbal dan nonverbal yang terdapat pada fasilitas
umum.
(1) 'DILARANG BERJUALAN DI TROTOAR DAERAH MILIK
JALAN. DILARANG MEMASANG PLAKAT DAN
(20)
(2)
(3)
Contoh (1) termasuk tanda verbal karena tanda tersebut berupa
kata-kata.Kata-kata itu dapat dilihat pada tulisan 'dilarang berjualan di trotoar daerah
milik jalan'. 'Dilarang memasang plakat dan membuang sampah di sini'. Contoh
(2) termasuk tanda nonverbal karena tanda tersebut berupa isyarat lampu, yaitu
lampu merah, lampu kuning, dan lampu hijau. Contoh (3) merupakan gabungan
tanda verbal dan nonverbal karena tanda tersebut berwujud gambar dan tulisan.
Tanda verbal dapat dilihat pada tulisan 'sepanjang jalan ini', sedangkan tanda
(21)
Dari contoh (1), (2), (3), diketahui bahwa tuturan terdapat pada tanda
verbal serta gabungan tanda verbal dan tanda nonverbal. Berikut ini contoh
lainnya.
(4) 'PELAN-PELAN RAWAN KECELAKAAN.
(5) 'HATI-HATI BANYAK YANG MENYEBRANG'
Contoh (4) termasuk tanda verbal yang berupa tuturan 'pelan2 rawan
kecelakaan'. Contoh (5) termasuk gabungan tanda verbal dan nonverbal karena
pada tanda tersebut terdapat gambar orang berjalan dan tuturan 'hati-hati banyak
yang menyebrang'
Jenis tanda dan tuturan pada fasilitas umum di Kelurahan Caturtunggal,
(22)
sebagai berikut. Pertama, pada fasilitas umum di Kelurahan Caturtunggal, Depok,
Sleman, DIY terdapat berbagai jenis tanda. Kedua, terdapat jenis-jenis tuturan
yang ada pada tanda verbal dan gabungan tanda verbal dan nonverbal pada
fasilitas umum di Kelurahan Caturtunggal, Depok, Sleman, DIY. Ketiga, ada
hal-hal yang perlu diungkap melalui penelitian ini, yaitu jenis tuturan dan tingkat
kesopanan berbagai jenis tuturan. Keempat, penelitian tentang jenis tanda dan
tuturan pada fasilitas umum di Kelurahan Caturtunggal, Depok, Sleman, DIY
menghasilkan manfaat teoretis dan manfaat praktis.
Hal pertama yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah jenis tanda yang
terdapat pada fasilitas umum di Kelurahan Caturtunggal, Depok, Sleman, DIY.
Berikut ini contohnya.
(6) 'BERHENTI !!! DAHULUKAN KERETA API.
(23)
(8) 'SIMPANG 3'
Contoh (6) merupakan tanda verbal karena tanda tersebut berupa kata-kata
atau tuturan yang menyatakan sebuah peringatan kepada pembaca tanda agar
berhati-hati jika melewati rel kereta api. Contoh (7) merupakan tanda nonverbal
karena tanda tersebut berupa gambar garis melengkung yang menyatakan tempat
untuk berputar arah. Contoh (8) merupakan gabungan tanda verbal yang berupa
tulisan 'simpang 3' yang menyatakan sebuah informasi kepada pembaca tanda
tentang adanya simpang 3 dan tanda nonverbal yang berupa gambar panah ke atas
dan garis lurus ke kanan menyatakan akan ada persimpangan ke kanan. Contoh
tersebut dapat menimbulkan pertanyaan jenis-jenis tanda apa saja yang terdapat
pada fasilitas umum.
Hal kedua yang dibahas dalam skripsi ini adalah jenis-jenis tuturan dalam
tanda verbal yang terdapat di fasilitas umum. Berikut ini contohnya.
(24)
(10) 'BIASAKAN TERTIB DAN SOPAN DI JALAN'
Contoh (9) dan (10) merupakan tanda verbal yang berupa tuturan yang
berbeda jenisnya. Berdasarkan modusnya, tuturan (9) merupakan tuturan langsung
melarang untuk tidak berjualan, sedangkan tuturan (10) merupakan tuturan tidak
langsung menyuruh untuk pelan-pelan dan hati-hati saat berkendaraan.
Berdasarkan tujuan sosial, tuturan (9) dan (10) merupakan jenis tuturan kompetitif
karena tuturan tersebut bersaing dengan tujuan sosial. Contoh-contoh tersebut
dapat menimbulkan pertanyaan jenis-jenis tuturan apa saja yang terdapat pada
tanda verbal dan gabungan tanda verbal dan nonverbal di fasilitas umum.
Hal ketiga yang dibicarakan dalam skripsi ini adalah tingkat kesopanan
pada tuturan tanda verbal dan gabungan tanda verbal dan nonverbal yang terdapat
di fasilitas umum. Berikut ini contohnya.
(25)
(12) 'DILARANG ! BUANG SAMPAH, MENJALA, MENYETRUM,
dan MEMOTAS IKAN DI SUNGAI'
Tuturan (11) dan (12) mengandung maksud yang sama, yaitu larangan
membuang sampah di sungai. Namun, tuturan yang digunakan berbeda.
Perbedaan tuturan juga memiliki tingat kesopanan yang berbeda pula.
Berdasarkan teori sopan santun yang dikemukakan oleh Leech (1993:206), tuturan
(11) memenuhi lima maksim, yaitu maksim kearifan, maksim pujian, maksim
kerendahan hati, maksim kesepakatan, dan maksim pujian, sedangkan tuturan (12)
hanya memenuhi maksim kearifan dan maksim kesepakatan. Dilihat dari
kepatuhannya terhadap maksim kesopanan, tuturan (11) memiliki tingat
kesopanan yang lebih tinggi daripada tuturan (12). Berdasarkan contoh tersebut
dapat menimbulkan pertanyaan bagaimana tingkat kesopanan pada tanda verbal
dan gabungan tanda verbal dan nonverbal di fasilitas umum.
1.2 Rumusan Masalah
Masalah pokok yang dibahas dalam skripsi ini adalah jenis tanda dan
tuturan pada fasilitas umum, di Kelurahan Caturtunggal, Depok, Sleman, DIY.
(26)
1.2.1 Apa saja jenis-jenis tanda yang terdapat pada fasilitas umum di Kelurahan
Caturtunggal, Depok, Sleman, DIY ? Hal ini akan dibahas pada Bab II.
1.2.2 Apa saja jenis-jenis tuturan yang terdapat pada tanda verbal serta
gabungan tanda verbal dan nonverbal pada fasilitas umum di Kelurahan
Caturtunggal, Depok, Sleman, DIY ? Hal ini akan dibahas pada Bab III.
1.2.3 Bagaimana tingkat kesopanan yang terdapat pada tanda verbal serta
gabungan tanda verbal dan nonverbal pada fasilitas umum di Kelurahan
Caturtunggal, Depok, Sleman, DIY ? Hal ini akan dibahas pada Bab IV.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan utama yang dicapai penelitian ini adalah menjelaskan jenis tanda
dan tuturan pada fasilitas umum di Kelurahan Caturtunggal, Depok, Sleman,
DIY. Tujuan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut :
1.3.1 Menjelaskan jenis-jenis tanda yang terdapat pada fasilitas umum di
Kelurahan Caturtunggal, Depok, Sleman, DIY.
1.3.2 Menjelaskan jenis-jenis tuturan pada tanda verbal serta gabungan tanda
verbal dan nonverbal pada fasilitas umum di Kelurahan Caturtunggal,
Depok, Sleman, DIY.
1.3.3 Menjelaskan tingkat kesopanan jenis-jenis tuturan pada tanda verbal
serta gabungan tanda verbal dan nonverbal pada fasilitas umum di
(27)
1.4 Manfaat Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini berupa deskripsi mengenai jenis tanda dan tuturan pada
fasilitas umum di Kelurahan Caturtunggal, Depok, Sleman, DIY. Deskripsi
tersebut memberikan manfaat teoretis dan manfaat praktis. Deskripsi tentang
jenis-jenis tanda di fasilitas umum memberikan manfaat teoretis dalam bidang
Semiotika, yaitu memperkuat teori jenis-jenis tanda yang dikemukakan oleh
Charles. S. Pierce. Deskripsi tentang jenis-jenis tuturan memberikan manfaat
teoretis dalam bidang Pragmatik, yaitu untuk memperkuat teori jenis tuturan
menurut modusnya dari Wijana (1996:30) dan jenis tuturan menurut tujuan sosial
dari Leech (1993:162). Deskripsi tentang tingkat kesopanan memberikan manfaat
teoretis dalam bidang Pragmatik, yaitu mengukuhkan teori kesopanan dari Leech
(1993:206).
Hasil penelitian ini juga memberikan manfaat praktis, yakni dapat menjadi
pedoman bagi pembuat tanda untuk fasilitas umum. Selain itu, hasil penelitian ini
juga dapat digunakan sebagai panduan untuk membuat tuturan yang sopan yang
ditujukan untuk masyarakat umum.
1.5 Tinjauan Pustaka
Objek penelitian mengenai tanda, tuturan, dan kesopanan telah dibahas
oleh Ferliana (2013), Sutama, dkk. (2013), Wibowo (2013), dan Rahmi (2015).
Ferliana (2013) mengenai analisis Semiotika makna pesan nonverbal
dalam iklan Class Mild versi "macet" di media televisi. Tanda-tanda yang terdapat
dalam iklan Class Mild versi "macet" di media televisi merupakan sejumlah
(28)
konsep tersebut mempresentasikan makna-makna sendiri. Hal ini diwakili melalui
tanda-tanda nonverbal dalam iklan Class Mild yang disampaikan melalui pesan
kinesik yang terdiri dari pesan fasial yang mewakili beberapa ekspresi wajah,
seperti senang, bosan, dan marah. Pesan gestural yang mewakili beberapa pesan
seperti perintah, menunggu, serta posisi duduk dan berdiri.
Sutama, dkk. (2013) mengenai kesantunan verbal dan nonverbal pada
tuturan imperatif dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMP Pangudi Luhur
Ambarawa, Jawa Tengah. Bentuk kesantunan tuturan imperatif secara verbal dan
nonverbal dalam pembelajaran berupa tuturan imperatif (a) biasa, (b) permintaan,
(c) pemberian izin, (d) ajakan, (e) suruhan. Prinsip kesantunan tutran imperatif
secara verbal dan nonverbal pada proses pembelajaran antara lain (a) prinsip
kebijaksanaan, (b) prinsip kedermawanan, (c) prinsip penghargaan, (d) prinsip
kesimpatisan.
Wibowo (2013) mengenai komunikasi verbal dan nonverbal. Komunikasi
verbal adalah komunikasi yang menggunakan kata-kata, entah lisan maupun
tulisan. Sedangkan komunikasi nonverbal adalah komunikasi yang pesannya
dikemas dalam bentuk nonverbal, tanpa kata-kata, lebih ke ekspresi.
Rahmi (2015) mengenai tanda verbal dan nonverbal dalam iklan studi
kasus iklan Somatose dalam surat kabar Pemberitaan Betawi tahun 1915. Ciri
tanda verbal dalam iklan Somatose adalah teks yang terdiri dari headline, body
copy, merk dagang, dan slogan. Ciri tanda nonverbal dalam iklan Somatose adalah
gambar orang Eropa. Tanda verbal menyampaikan isi pesan yang berbeda dengan
tanda nonverbal. Namun, kedua tanfa tersebut memiliki hubungan saling
(29)
Berdasarkan tinjauan pustaka, penelitian ini difokuskan pada jenis tanda
dan tuturan pada fasilitas umum di Kelurahan Caturtunggal, Depok, Sleman,
Daerah Istimewa Yogyakarta.
1.6 Landasan Teori
Pada landasan teori dipaparkan (a) pengertian tanda (b) jenis-jenis tanda,
(c) pengertian dan jenis tuturan, dan (d) teori kesopanan.
1.6.1 Pengertian Tanda
Tanda (sign) adalah segala sesuatu yang digunakan untuk menyatakan
sesuatu yang lain. Ferdinand de Sasussure merumuskan tanda sebagai suatu
kesatuan dari dua bidang yang tidak dapat dipisahkan, yaitu penanda (signifier)
dan petanda (signified). Penanda (signifier) merupakan aspek material tanda yang
bersifat sensoris atau atau dapat diindrai (sensible), sedangkan petanda (signifier)
merupakan aspek material dari tanda-tanda yang biasa disebut juga dengan
'konsep', yakni konsep-konsep ideasional yang ada dalam benak penutur
(Budiman, 2011:30). Berikut ini contohnya :
(13) Penanda : Lampu lalu lintas berwarna merah
Petanda : Harus berhenti
Hubungan antara penanda dan petanda bersifat konvensional atau sudah
disepakati bersama. Sementara itu, menurut Charles Sanders Pierce (dalam
Budiman, 2011:17), sebuah tanda atau representamen (representament) adalah
sesuatu yang bagi seseorang mewakili sesuatu yang lain dalam beberapa hal atau
(30)
yang pertama-pada gilirannya mengacu pada objek (object). Dengan demikian,
sebuah tanda atau representamen memiliki relasi triadik langsung dengan
interpretan dan objeknya.
1.6.2 Jenis - Jenis Tanda
Jenis tanda dibedakan menjadi dua, yaitu berdasarkan wujudnya dan
menurut Charles S. Pierce.
1.6.2.1 Jenis Tanda Berdasarkan Wujudnya
Jenis-jenis tanda berdasarkan wujudnya dibagi menjadi dua jenis, yaitu
tanda verbal dan tanda nonverbal. Tanda verbal ialah tanda yang berwujud
kata atau tuturan, sedangkan tanda nonverbal ialah tanda yang tidak berupa
kata-kata atau tuturan, melainkan berupa gambar, warna, patung, dan sebagainya.
Tanda verbal dan tanda nonverbal di paparkan satu per satu.
1.6.2.1.1 Tanda Verbal
Berikut ini dipaparkan macam-macam tanda verbal.
(14) 'PERHATIAN !!!
CALON PENUMPANG ANGKUTAN UMUM DILARANG MENUNGGU/NAIK KENDARAAN DI
SEKITAR AREAL INI
ANGKUTAN UMUM DILARANG MENAIKKAN/ MENURUNKAN PENUMPANG DI AREAL INI.'
(31)
(15) 'STOP! WAJIB BERHENTI SESAAT DAN TENGOK
KIRI KANAN SEBELUM MELEWATI
PERLINTASAN.'
Kedua contoh di atas merupakan tanda verbal yang terdapat pada fasilitas
umum. Kedua tanda verbal tersebut menggunakan kalimat perintah. Contoh (14)
merupakan kalimat perintah untuk melarang penumpang naik atau turun di area
sekitar tanda dan melarang angkutan umum untuk berhenti di area sekitar tanda.
Contoh (15) merupakan kalimat perintah untuk memperingatkan pengendara
(32)
1.6.2.1.2 Tanda Nonverbal
Berikut ini dipaparkan macam-macam tanda nonverbal.
(16)
(17)
Kedua contoh diatas merupakan tanda nonverbal karena hanya berupa
gambar. Contoh (16) merupakan gambar garis melengkung ke kanan yang
menyatakan tikungan ke kanan. Contoh (17) merupakan gambar garis vertikal dan
garis horizontal yang menyatakan rek kereta api.
1.6.2.2 Jenis Tanda Menurut Charles S. Pierce
Pierce dalam Budiman (2011:78) mengklasifikasikan tanda yang
dipandang dari sisi hubungan representamen dengan objeknya. Tanda-tanda
tersebut diklasifikasi oleh Pierce menjadi ikon (icon), indeks (index), dan simbol
(33)
A. Ikon (icon)
Ikon (icon) adalah tanda yang didasarkan atas 'keserupaan' atau 'kemiripan'
('resemblance') di antara representamen dan objeknya, entah objek tersebut
betul-betul eksis atau tidak (Budiman, 2011:78). Menurut Baryadi (2007:1), kata ikon
berarti 'arca, patung' atau 'gambar' atau 'patung yang menyerupai contohnya'.
Berikut ini contohnya.
(18)
Gambar di atas merupakan ikon pada toilet umum. Gambar pria mengacu
pada lambang pria, yang artinya adalah 'toilet untuk pria' dan gambar wanita
mengacu pada wanita, yang artinya adalah 'toilet untuk wanita'. Gambar pria dan
wanita pada toilet umum juga bisa menjadi indeks karena objek yang diacu.
B. Indeks (index)
Indeks (index) adalah tanda yang memiliki kaitan fisik, eksistensial, atau
kausal di antara representamen dan objeknya sehingga seolah-oleh akan
kehilangan karakter yang menjadiannya tanda jika objeknya dihilangkan atau
dipindahkan (Budiman, 2011:79).
(34)
Gambar penunjuk jalan di atas merupakan indeks karena langsung
menunjuk pada kedekatan realitas yang diacunya. Berdasarkan kedekatan dengan
realitas tersebut, maka para pengguna tanda langsung dapat memahami arah jalan
yang akan dituju ketika melihat penunjuk jalan tersebut.
C. Simbol (Symbol)
Simbol (symbol) adalah tanda yang representamennya merujuk pada objek
tertentu. Simbol terbentuk melalui konvensi atau kaidah-kaidah, tanpa adanya
kaitan langsung diantara representamen dan objeknya, yang oleh Ferdinand de
Saussure dalam Budiman (2011:80) dikatakan sebagai 'sifat tanda yang
arbitrer'(the 'arbitrary character of the sign'). Berikut ini contohnya.
(20)
Lampu lalu lintas terdiri dari tiga warna, yaitu lampu yang berwarna
merah, lampu yang berwarna kuning, dan lampu yang berwarna hijau. Ketiga
warna tersebut memiliki arti yang berbeda-beda. Lampu lalu lintas berwarna
merah memberi tanda 'harus berhenti'. Lampu lalu lintas berwarna kuning
memberi tanda agar masyarakat hati-hati dalam berkendara dan lampu lalu lintas
berwarna hijau memberi tanda agar para pengendara segera melajukan
kendaraannya. Ketiga warna pada lampu lalu lintas tersebut sudah disepakati
(35)
mengetahui apa yang harus dilakukan jika salah satu dari ketiga lampu itu
menyala.
(21)
Gambar gelas dan ular mengacu pada toko obat (apotek). Simbol ini telah
disepakati bersama sebelumnya sehingga simbol ini menjadi tidak asing lagi bagi
banyak orang.
1.6.3 Pengertian dan Jenis Tuturan
Wijana dan Leech mengemukakan teorinya mengenai jenis-jenis tuturan.
Berdasarkan modusnya, Wijana (1996:30) membagi tuturan menjadi dua jenis,
yaitu tuturan langsung dan tuturan tidak langsung. Berdasarkan tujuan sosial,
Leech (1993:162) membagi tuturan menjadi empat jenis, yaitu tuturan kompetitif
(compettitive), tuturan menyenangkan (convivial), tuturan bekerja sama (collaborative), dan tuturan bertentangan (conflictive). Berikut ini dipaparkan
satu per satu.
1.6.3.1 Jenis Tuturan Berdasarkan Modus
Secara formal, berdasarkan modusnya, tuturan dibedakan menjadi dua
jenis, yaitu tuturan langsung dan tuturan tidak langsung. Berdasarkan kedua jenis
tuturan tersebut, jenis kalimat atau tuturan yang terdapat tanda verbal dan
(36)
menjadi dua jenis, yaitu kalimat yang bermaksud menyuruh dan melarang.
Berikut ini dipaparkan satu per satu.
1.6.3.1.1 Tuturan Langsung
Berikut ini dipaparkan macam-macam jenis tuturan langsung.
(22) 'ANDA MASUK KAWASAN RW. HARAP SOPAN.
DILARANG NGEBUT.
(23) 'HARAP PELAN-PELAN'
Contoh (22) merupakan jenis tuturan langsung. Berdasarkan maksud
kalimatnya, tuturan tersebut merupakan jenis tuturan langsung melarang untuk
'ngebut dan ugal-ugalan' saat berkendara. Contoh (23) merupakan jenis tuturan
(37)
tuturan langsung yang bermaksud menyuruh untuk hati-hati dan pelan-pelan
dalam berkendara.
1.6.3.1.2 Tuturan Tidak Langsung
Tuturan tidak langsung ialah tuturan yang diutarakan secara tidak langsung
biasanya tidak dijawab secara langsung, tetapi harus segera dilakukan maksud
yang terimplikasi didalamnya (Wijana, 1996:31). Berikut ini contohnya.
(24) 'ANDA SOPAN BERKENDARAAN KAMI HORMAT. ANDA
SOPAN KAMI SEGAN.'
(25) 'ANDA MEMASUKI KAWASAN SOPAN BERKENDARA'
Contoh (24) dan (25) diatas merupakan tuturan tidak langsung karena ada
maksud yang terimplikasi di dalam tuturan tersebut. Secara tidak langsung,
tuturan (24) dibuat agar pengendara (pengguna tanda) dapat saling menghormati
(38)
tuturan tersebut merupakan tuturan tidak langsung melarang untuk tidak ngebut
saat berkendara. Tuturan (25) merupakan jenis tuturan tidak langsung.
Berdasarkan maksud kalimatnya, tuturan tersebut merupakan jenis tuturan tidak
langsung yang bermaksud menyuruh para pengendara atau mitra tutur untuk
berhati-hati dalam berkendara karena akan memasui kawasan sopan berkendara.
1.6.3.2 Jenis Tuturan Berdasarkan Tujuan Sosial
Leech (1993:162) mengemukakan ada empat jenis tuturan sesuai dengan
hubungan fungsi-fungsi tersebut dengan tujuan sosial berupa pemeliharaan
perilaku yang sopan dan terhormat, yaitu tuturan kompetitif (compettitive), tuturan
menyenangkan (convivial), tuturan bekerja sama (collaborative), dan tuturan
bertentangan (conflictive). Tuturan kompetitif adalah tuturan yang bersaing
dengan tujuan sosial atau tujuan ilousi bersaing dengan tujuan sosial, misalnya
memerintah, meminta, menuntut, melarang, memperingatkan, dan mengemis.
Tuturan menyenangkan adalah tuturan yang sejalan dengan tujuan sosial atau
tujuan ilokusi sejalan dengan tujuan sosial, misalnya menawarkan,
mengejak/mengundang, menyapa, mengucapkan terima kasih, memaafkan,
meminta maaf, dan mengucapkan selamat. Tuturan bekerja sama adalah tuturan
yang tidak menghiraukan tujuan sosial atau tindak ilousi tidak menghiraukan
tujuan sosial, misalnya menyatakan, melapor, mengumumkan, memberitahukan,
menginformasikan, dan mengajarkan. Tuturan bertentangan adalah tuturan yang
bertentangan dengan tujuan sosial atau tindak ilokusi bertentangan dengan tujuan
(39)
1.6.4 Teori Kesopanan
Sebuah tanda verbal memiliki berbagai macam variasi bahasa hanya untuk
menyampaikan maksud yang sama. Bahasa yang bervariasi itu tentu mengandung
tingkat kesopanan yang berbeda. Sopan atau tidaknya sebuah tuturan tergantung
dari penafsiran masyarakat pengguna tanda. Leech, dalam bukunya yang berjudul
Prinsip-prinsip Pragmatik melontarkan gagasan mengenai prinsip kesopanan (politeness principle). Prinsip tersebut terdiri atas enam maksim, yaitu maksim
kearifan (tact maxim), maksim kedermawanan (generosity maxim), maksim pujian
(approbation maxim), maksim kerendahan hati (modesty maxim), maksim
kesepakatan (agreement maxim), dan maksim simpati (sympathy maxim) (Leech,
1993:206).
Maksim Kearifan (tact maxim) merupakan maksim yang berhubungan
dengan tuturan impositif dan komisif. Tuturan imposif adalah tuturan yang
digunakan untuk menyatakan perintah atau suruhan, sedangkan tuturan komisif
adalah tuturan yang berfungsi untuk menyatakan janji atau penawaran. Maksim
kearifan berpusat pada orang lain, yaitu dengan meminimalkan kerugian orang
lain dan memaksimalkan keuntungan bagi orang lain. Maksim Kedermawanan
(geneorisity maxim) merupakan maksim yang berhubungan dengan tuturan
impositif dan komisif. Kalau maksim kearifan berpusat pada orang lain, maksim
kedermawanan berpusat pada diri sendiri, yaitu dengan memaksimalkan kerugian
diri sendiri dan meminimalkan keuntungan diri sendiri.
Maksim Pujian (approbation maxim) merupakan maksim berkaitan
dengan ujaran ekspresif (untuk menyatakan sikap psikologis pembicara terhadap
(40)
pujian memaksimalkan penghormatan dan meminimalkan ketidakhormatan pada
orang lain. Maksim Kerendahan Hati (modesty maxim) merupakan maksim yang
berkaitan dengan ujaran ekspresif (untuk menyatakan sikap psikologis pembicara
terhadap suatu keadaan) dan asertif (untuk menyatakan kebenaran proposisi). Bila
maksim pujian berpusat pada orang lain, maksim kerendahan hati berpusat pada
diri sendiri yaitu dengan memaksimalkan ketidakhormatan pada diri sendiri dan
meminimalkan rasa hormat pada diri sendiri.Maksim Kesepakatan (agreement
maxim) merupakan maksim yang berkaitan dengan ujaran ekspresif dan asertif.
Maksim ini berpusat pada setiap peserta pertuturan untuk memaksimalkan
kecocokan di antara mereka dan meminimalkan ketidakcocokan diantara mereka.
Maksim Simpati (symphaty maxim) merupakan maksim yang berkenaan dengan
ujaran ekspresif dan asertif. Maksim ini mengharuskan setiap peserta pertuturan
untuk memaksimalkan rasa simpati dan meminimalkan rasa antipati kepada mitra
tutur.
1.7 Metode dan Teknik Penelitian
Penelitian ini dilakukan melalu tiga tahap, yaitu (i) pengumpulan data, (ii)
analisis data, (iii) penyajian hasil analisis data. Setiap tahap dilakukan dengan
metode tertentu. Berikut dijelaskan masing-masing metode pada setiap tahap
dalam penelitian ini.
1.7.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Objek dalam penelitian ini adalah tuturan. Objek ini berada dalam data
(41)
Data diperoleh dari tanda verbal dan gabungan antara tanda verbal dan tanda
nonverbal yang terdapat pada fasilitas umum yang terletak di Kelurahan
Caturtunggal, Depok, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Pengumpulan data dilakukan dengan metode simak yang diwujudkan
dengan teknik lanjutan yang disebut dengan teknik simak bebas libat cakap.
Teknik simak bebas libat cakap ialah penjaringan data yang dilakukan dengan
menyimak penggunaan bahasa tanpa ikut berpartisipasi dalam proses pembicaraan
(Kesuma, 2007:44). Dalam penerapan teknik ini, peneliti tidak terlibat langsung
untuk ikut menentukan pembentukan dan pemunculan calon data kecuali hanya
sebagai pemerhati-pemerhati terhadap calon data yang terbentuk dan muncul dari
peristiwa kebahasaan yang berada di luar dirinya (Sudaryanto dalam Kesuma,
2007:44). Dalam mengambil data, peneliti hanya mengambil gambar tanda-tanda
di fasilitas umum dengan cara memotret tanda-tanda yang ada.
1.7.2 Metode dan Teknik Analisis Data
Setelah data dikumpulkan, langkah berikutnya adalah analisis data.
Metode yang digunakan pada tahap ini adalah metode padan dan metode agih.
Metode padan, yang dapat disebut pula metode identitas, adalah motede analisis
data yang alat penentunya berada di luar, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari
bahasa (langue) yang bersangkutan atau diteliti (Sudaryanto dalam Kesuma,
2007:47). Metode agih adalah metode analisis yang alat penentunya ada di dalam
dan merupakan bagian dari bahasa yang diteliti (Sudaryanto dalam Kesuma
(42)
Metode padan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode padan
referensial dan metode padan pragmatis. Metode padan referensial adalah metode
padan yang alat penentunya berupa referen bahasa. Referen bahasa adalah
kenyataan atau unsur luar bahasa yang ditunjuk satuan kebahasaan (Kridalaksana
dalam Kesuma, 2007:48). Referen dalam penelitian ini merupakan objek yang
diacu oleh tanda, yaitu ikon, indeks, dan simbol. Berikut ini contohnya.
(26)
(27)
(43)
Contoh (26) merupakan ikon karena memiliki keserupaan atau kemiripan
dengan objek yang diacu, yaitu orang yang sedang menyebrang jalan.Dengan
adanya tanda tersebut, pengguna tanda menjadi tahu bahwa tersedia tempat untuk
menyebrang. Contoh (27) termasuk indeks karena menunjuk pada kedekatan
realitas objek yang diacunya. Berdasarkan kedekatan dengan realitas yang
diacunya, maka pengguna akan terbantu dalam menentukan arah. Contoh (28)
merupakan simbol, karena huruf 'S' dicoret merupakan simbol dilarang berhenti.
Huruf 'S' dicoret merupakan singkatan dari kata 'stop' dalam bahasa Inggris atau
'Berhenti' dalam bahasa Indonesia.
Metode padan pragmatis adalah metode padan yang alat penentunya lawan
atau mitra wicara. Metode ini digunakan untuk mengidentifikasi, misalnya, satuan
kebahasaan menurut reaksi atau akibat yang terjadi atau timbul pada lawan atau
mitra wicaranya ketika satuan kebahasaan itu dituturkan oleh pembicara (Kesuma,
2007:49). Pada tanda verbal dan gabungan tanda verbal dan tanda nonverbal,
metode padan pragmatis berguna untuk menentukan tingkat kesopanan pada
tuturannya. Berikut ini contohnya.
(44)
(30) 'MAAF ANDA MEMASUKI KAWASAN BEBAS ROKOK'
Dari kedua tuturan tersebut, dapat terlihat bahwa tuturan (30) memiliki
tingkat kesopanan lebih tinggi bila dibandingkan dengan tuturan (29). Pengguna
tanda tentu akan merasa lebih dihargai bila membaca tanda verbal seperti pada
tuturan (30).
Metode agih yang digunakan dalam penelitian ini diterapkan melalui
teknik lanjutan, yaitu teknik ubah ujud. Teknik ubah ujud adalah teknik analisis
data dengan cara mengubah wujud atau bentuk satuan kebahasaan yang dianalisis
(Kesuma 2007:63). Teknik ubah ujud dalam penelitian ini digunakan untuk
meneliti tingkat kesopanan dalam tuturan pada tanda verbal serta gabungan tanda
verbal dan nonverbal.
1.7.3 Metode Penyajian Hasil Analisis Data
Setelah data dianalisis, tahap selanjutnya adalah tahap penyajian hasil
analisis data. Analisis data dalam penelitian ini disajikan secara informal dan
formal (Kesuma, 2007:71). Penyajian hasil analisis data secara informal yaitu
(45)
dibaca dengan serta merta dapat langsung dipahami dan bukan kata-kata yang
bersifat konotatif. Penyampaian hasil analisis data secara formal adalah penyajian
hasil analisis data dengan menggunakan kaidah yang berbentuk bagan dan
gambar.
1.8 Sistematika Penyajian
Laporan hasil penelitian ini disusun dalam lima bab. Bab pertama
merupakan pendahuluan. Pendahuluan berisis latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori,
metode dan teknik penelitian, dan sistematika penelitian. Latar belakang masalah
menguraikan alasan penulis melakukan penelitian ini. Rumusan masalah berisi
tentang masalah-masalah yang ditemukan penulis dalam penelitian ini.Tujuan
penelitian mendeskripsikan tujuan penulis dalam melakukan penelitian ini.
Manfaat penelitian memaparkan manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian ini.
Tinjauan pustaka mengemukakan teori-teori para ahli yang pernah membahas
tentang tanda, tuturan, dan kesopanan. Landasan teori menyampaikan teori-teori
yang digunakan sebagai landasan penelitian. Metode dan teknik penelitian
memaparkan metode dan teknik pengumpulan data, metode dan teknik analisis
data, dan metode penyajian hasil analisis data, serta sistematika penyajian yang
digunakan dalam penelitian ini.
Bab kedua berisi penjelasan mengenai jenis tanda apa saja yang terdapat
pada fasilitas umum di Kelurahan Caturtunggal, Depok, Sleman, Daerah Istimewa
Yogyakarta. Bab ketiga berisi penjelasan mengenai jenis tuturan apa saja yang
(46)
di fasilitas umum. Bab keempat berisi penjelasan mengenai tingkat kesopanan
jenis-jenis tuturan pada faslitas umum. Bab kelima berisi kesimpulan dan saran
(47)
BAB II
JENIS-JENIS TANDA PADA FASILITAS UMUM DI KELURAHAN
CATURTUNGGAL, DEPOK, SLEMAN,
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
2.1 Pengantar
Berdasarkan wujudnya, tanda-tanda pada fasilitas umum di Kelurahan
Caturtungal, Depok, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta dibedakan menjadi
tiga jenis, yaitu tanda verbal, tanda nonverbal, dan gabungan tanda verbal dan
nonverbal. Berikut ini setiap jenis tanda tersebut dibicarakan satu per satu.
2.2. Tanda Verbal
Tanda verbal adalah tanda yang berupa kata-kata. Tanda verbal yang
terdapat pada fasilitas umum di Kelurahan Caturtunggal, Depok, Sleman, DIY,
berupa tulisan. Tanda verbal di fasilitas umum dapat dimasukkan ke dalam
simbol-simbol sekaligus indeks. Berikut ini dipaparkan contohnya.
(48)
(32) 'HATI-HATI TIKUNGAN RAWAN KECELAKAAN.'
(33) 'PARKIRLAH SECARA SEJAJAR ATAU MEMBENTUK
SUDUT MENURUT ARAH LALU LINTAS.'
(34) 'DIMOHON UNTUK TIDAK MEMASANG TANDA
BENDERA, PROMOSI UMBUL-UMBUL, DLL. PADA
(49)
Contoh (31) merupakan tanda verbal yang menggunakan kalimat
deklaratif. Tuturan tersebut merupakan tanda verbal karena diungkapkan dengan
menggunakan kata-kata. Tujuan dibuatnya tanda verbal tersebut ialah untuk
memberi informasi pengendara atau mitra tutur bahwa mereka akan memasuki
kawasan tertib lalu lintas. Selain untuk menginformasikan, ada simbol atau
maksud lain yang ada dalam tanda verbal tersebut. Maksud lain itu ialah pengguna
tanda diharapkan dapat lebih berhati-hati dalam berkendara dan mamakai segala
peralatan yang dibutuhkan dalam berkendara, seperti jaket dan pelindung kepala
(helm), serta membawa surat-surat yang dibutuhkan, seperti Surat Izin
Mengemudi (SIM) dan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK). Berdasarkan
hubungan penanda dengan objeknya, tanda verbal tersebut juga termasuk dalam
indeks karena menunjuk pada jalan yang akan dilalui oleh pengendara (pengguna
tanda). Jalan yang ditunjuk itu merupakan kawasan tertib lalu lintas.
Contoh (32) merupakan tanda verbal karena diungkapkan dengan
menggunakan kata-kata. Tuturan tersebut dibuat dengan menggunakan kalimat
imperatif sekaligus juga kalimat deklaratif. Kalimat imperatif yang digunakan
dalam tanda verbal tersebut ialah untuk memperingatkan pengendara (pengguna
tanda) agar dapat berhati-hati dalam berkendara, sedangkan kalimat deklaratif
yang terdapat pada tanda verbal tersebut ialah untuk menginformasikan kepada
pengendara (pengguna tanda) bahwa akan ada tikungan yang rawan kecelakaan.
Berdasarkan hubungan penanda dengan objek yang diacunya, tanda verbal
tersebut termasuk dalam indeks karena menunjuk pada tikungan yang akan dilalui
(50)
Contoh (33) merupakan tanda verbal karena diungkapkan dengan
menggunakan kata-kata. Tuturan tersebut dibuat dengan menggunakan kalimat
imperatif, yaitu menyuruh pengendara agar parkir secara sejajar. Berdasarkan
hubungan tidak langsung antara penanda dengan objeknya, tanda verbal tersebut
mengandung simbol yang terdapat dibalik tuturan, yaitu dengan memarkirkan
kendaraan secara rapi dan sejajar maka akan timbul kenyamanan antara sesama
pengguna jalan. Bila kendaraan diparkirkan secara paralel, maka pengguna jalan
yang lain akan merasa terganggu dan ruang untuk berkendara menjadi semakin
sempit. Hal ini juga berpengaruh kepada petugas parkir, agar mudah dalam
mengatur parkir dan tidak ada pihak lain yang merasa terganggu. Berdasarkan
hubungan penanda dengan objek yang diacunya, tanda verbal tersebut juga
termasuk indeks karena menunjuk pada jalanan di sepanjang trotoar tempat tanda
tersebut berada.
Contoh (34) merupakan tanda verbal karena diungkapkan dengan
menggunakan kata-kata. Tuturan tersebut dibuat dengan menggunakan kalimat
perintah untuk menyuruh pengguna tanda agar tidak memasang umbul-umbul atau
hal lainnya yang dapat merusak keindahan tanaman. Berdasarkan hubungan tidak
langsung dengan objeknya, terdapat simbol ada dalam tanda verbal tersebut, yaitu
kebersihan dan kenyamanan bagi sesama pengguna tanda. Bila tidak ada
umbul-umbul atau alat promosi lainnya, maka tanaman terlihat rapi dan bersih.
Berdasarkan hubungan penanda dengan objek yang diacunya, tanda verbal
tersebut merupakan indeks karena menunjuk pada tanaman tempat tanda verbal
(51)
2.3 Tanda Nonverbal
Tanda nonverbal dibagi dalam tiga jenis, yaitu tanda nonverbal berupa
ikon sekaligus indeks, simbol sekaligus indeks, serta gabungan dari ikon, indeks,
dan simbol.
2.3.1 Tanda Nonverbal Berupa Ikon Sekaligus Indeks
Tanda nonverbal dapat disebut ikon apabila penandanya mirip dengan
objek yang diacunya dan tanda nonverbal dapat disebut indeks apabila dekat
dengan objek yang akan diacunya. Berikut ini contohnya.
(35)
(52)
(37)
(38)
(53)
(40)
Contoh (35) merupakan tanda nonverbal karena tanda tersebut berupa
gambar garis melengkung. Berdasarkan hubungan penanda dengan objek yang
diacunya, tanda tersebut termasuk dalam ikon sekaligus indeks. Tanda nonverbal
tersebut termasuk dalam ikon karena mirip dengan objek yang diacunya. Gambar
garis melengkung pada tanda nonverbal tersebut mirip dengan objek yang
diacunya, yaitu jalan untuk berputar arah. Bila kendaraan akan berputar arah,
pengendara akan memutarkan kendaraannya secara melengkung sesuai dengan
gambar pada tanda nonverbal tersebut. Selain ikon, tanda nonverbal tersebut juga
termasuk dalam indeks karena menunjukkan pada jalan untuk berputar arah.
Contoh (36) merupakan tanda nonverbal karena tanda tersebut berupa
gambar garis keatas dan ke samping. Berdasarkan hubungan penanda dengan
objek yang diacunya, tanda tersebut termasuk dalam ikon sekaligus indeks. Tanda
nonverbal tersebut termasuk dalam ikon karena mirip dengan objek yang
diacunya, yaitu persimpangan jalan. Bila dibuat garis dan digambar, bentuk dari
persimpangan jalan sama seperti gambar yang ada pada tanda nonverbal tersebut.
Selain ikon, tanda nonverbal tersebut juga termasuk dalam indeks karena tanda
(54)
jalan, sehingga pengguna jalan dapat lebih berhati-hati. Tanda tersebut tidak akan
menjadi indeks, apabila tidak sesuai dengan objeknya.
Contoh (37) termasuk tanda nonverbal karena tanda tersebut berupa
gambar lampu lalu lintas. Berdasarkan hubungan penanda dengan objek yang
diacunya, tanda tersebut termasuk dalam ikon sekaligus indeks. Tanda nonverbal
tersebut termasuk dalam ikon karena mirip dengan objek yang diacunya, yaitu
lampu lalu lintas. Selain ikon, tanda tersebut juga merupakan indeks karena
memberi petunjuk kepada pengendara (pengguna tanda) bahwa akan ada lampu
lalu lintas.
Contoh (38) merupakan tanda nonverbal karena tanda tersebut berupa
gambar panah yang menyerong ke samping kanan. Berdasarkan hubungan antara
penanda dengan objek yang diacunya, tanda tersebut termasuk dalam ikon
sekaligus indeks. Tanda nonverbal tersebut termasuk dalam ikon karena mirip
dengan objek yang diacunya, yaitu jalan tikungan ke kanan. Tanda nonverbal itu
juga termasuk dalam indeks karena memberitahu pengguna jalan akan ada jalan
menikung ke kanan. Tanda itu tidak akan menjadi indeks, bila objek tempat tanda
itu berada merupakan jalan lurus yang tidak ada tikungannya.
Contoh (39) merupakan tanda nonverbal karena tanda tersebut berupa
gambar pompa bensin. Berdasarkan hubungan penanda dengan objek yang
diacunya, tanda tersebut termasuk dalam ikon sekaligus indeks. Tanda nonverbal
tersebut termasuk dalam ikon karena mirip dengan objek yang diacunya, yaitu
Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU). Tanda nonverbal tersebut
termasuk dalam indeks karena menunjuk pada SPBU yang akan dilalui oleh
(55)
Contoh (40) merupakan tanda nonverbal karena tanda tersebut berupa
gambar masjid. Berdasarkan hubungan antara pennada dengan objek yang
diacunya, tanda tersebut termasuk dalam ikon sekaligus indeks. Tanda tersebut
termasuk dalam ikon karena memiliki kemiripan dengan objek yang diacunya,
yaitu masjid. Tanda tersebut termasuk dalam indeks karena menunjukkan bahwa
pengendara akan melewati masjid.
2.3.2 Tanda Nonverbal Berupa Simbol Sekaligus Indeks
Tanda nonverbal dapat disebut simbol karena tanda tersebut mengandung
arti lain selain memliki hubungan penanda dengan objek yang diacunya.Tanda
nonverbal dapat disebut indeks karena dekat dengan objek yang diacunya. Berikut
ini contohnya.
(41)
(56)
(43)
Contoh (41) merupakan tanda nonverbal yang berupa simbol sekaligus
indeks. Tanda nonverbal berupa simbol karena huruf P pada tanda tersebut berasal
dari kata parkir yang berrati tempat untuk memarkirkan kendaraan. Tanda
nonverbal berupa indeks karena dekat dengan objek yang diacunya, yaitu jalan
yang disediakan untuk memarkirkan kendaraan.
Contoh (42) merupakan tanda nonverbal yang berupa simbol sekaligus
indeks. Tanda nonverbal berupa simbol karena huruf P pada tanda berasal dari
kata parkir, sedangkan garis pada huruf P berarti 'larangan'. Huruf P dicoret
berarti 'dilarang parkir'. Tanda nonverbal berupa indeks karena dekat dengan
objek yang diacu, yaitu jalan tempat tanda tersebut berada.
Contoh (43) merupakan tanda nonverbal yang berupa simbol sekaligus
indeks. Tanda nonverbal berupa simbol karena huruf S yang dicoret memiliki arti
dilarang berhenti. Huruf S pada tanda tersebut merupakan singkatan dari kata stop
(dalam bahasa Inggris) atau berhent' (dalam bahasa Indonesia). Tanda nonverbal
berupa indeks karena dekat dengan objek yang dicunya, yaitu jalan tempat tanda
(57)
2.3.3 Tanda Nonverbal Berupa Gabungan dari Ikon, Indeks, dan Simbol
Tanda nonverbal dapat disebut ikon apabila mirip dengan objek yang
diacunya. Tanda nonverbal berupa indeks apabila dekat dengan objek yang
diacunya. Tanda nonverbal disebut simbol apabila memiliki arti lain selain
hubungan dengan objek yang diacunya. Berikut ini contohnya.
(44) 'SIMPANG 3'
(45) 'KHUSUS BUS TRANS JOGJA'
.
(58)
Contoh (44) merupakan gabungan antara tanda verbal dan nonverbal
karena tanda tersebut berupa gambar panah ke atas dan garis kesamping dan
tulisan Simpang 3. Tanda tersebut merupakan gabungan antara ikon, simbol, dan
indeks.Tanda nonverbalberupa ikon karena gambar garus lurus ke atas dan ke
kanan yang terdapat dalam tanda mirip dengan objek yang diacunya yaitu
persimpangan ke kanan. Tanda nonverbal berupa simbol dari gabungan antara
tanda verbal dan nonverbal tersebut ialah tulisan yang berada di bawah gambar,
yaitu simpang 3. Tulisan yang ada pada tanda memiliki arti bahwa pengendara
harus berhati-hati dalam mengendarai kendaraannya karena akan melewati
persimpangan. Tanda tersebut termask dalanm indeks karena mirip dengan objek
yang diacunya, yaitu persimpangan ke kanan yang akan dilalui oleh pengendara.
Contoh (45) merupakan gabungan tamda verbal dan nonverbal karena
tanda tersebut berupa gambar bus dan tulisan khusus bus Trans Jogja. Tanda
tersebut merupakan gabungan antara ikon, indeks, dan simbol. Ikon yang terdapat
pada tanda di atas ialah gambar bis yang ada pada tanda mirip dengan objek yang
diacunya, yaitu bus Trans Jogja. Tanda tersebut termasuk dalam indeks karena
dekat dengan objek yang diacunya, yaitu pengendara akan melewati halte bus
Trans Jogja. Simbol yang ada pada tanda nonverbal tersebut juga terdapat pada
tulisan di bawah gambar, yaitu khusus bus Trans Jogja. Tulisan tersebut juga
memiliki arti lain bahwa bis angkutan umum yang bukan Trans Jogja tidak boleh
menaikkan atau menurunkan penumpang di daerah itu.
Contoh (46) merupakan gabungan antara tanda verbal dan noverbal karena
tanda tersebut berupa gambar garis melengkung dan tulisan khusus sepeda motor.
(59)
tersebut termasuk dalam ikon karena mirip dengan objek yang diacunya, yaitu
gambar garis melengkung pada tanda mirip dengan jalan yang melengkung ketika
berputar arah.Tanda tersebut termasuk dalam indeks karena mengacu pada objek
yangdiacunya, yaitu jalan yang digunakan untuk berputar arah.Simbol dari tanda
tersebut dapat dilihat dari kata-kata dibawah gambar, yaitu khusus sepeda motor.
Tanda verbal tersebut berarti mobil dilarang berputar di jalan itu. Selain itu,
dengan adanya gabungan antara tanda verbal dan nonverbal itu, arus lalu lintas
dapat menjadi lebih tertib dan tidak ada motor yang berputar arah di sembarang
(60)
BAB III
JENIS-JENIS TUTURAN PADA TANDA VERBAL SERTA
GABUNGAN TANDA VERBAL DAN NONVERBAL
PADA FASILITAS UMUM DI KELURAHAN CATURTUNGGAL,
DEPOK, SLEMAN, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
3.1 Pengantar
Pada Bab III ini dibahas jenis-jenis tuturan pada tanda verbal dan
gabungan tanda verbal dan nonverbal di Kelurahan Caturtunggal, Depok, Sleman,
DIY. Dalam hal ini, tuturan pada tanda verbal dan gabungan tanda verbal dan
nonverbal dibedakan berdasarkan modus kalimat yang dikemukakan oleh Wijana
(1996 : 30) dan tujuan sosial yang dikemukakan oleh Leech (1993 : 162).
3.2 Jenis Tuturan Berdasarkan Modus Kalimatnya
Berdasarkan modus kalimatnya, tuturan pada tanda verbal dan gabungan
tanda verbal dan nonverbal pada fasilitas umum di Kelurahan Caturtunggal,
Depok, Sleman, DIY dibedakan menjadi dua jenis, yaitu tuturan langsung dan
tuturan tidak langsung.
3.2.1 Tuturan Langsung
Berdasarkan modusnya, tuturan langsung pada tanda verbal di fasilitas
umum dapat dibedakan menjadi kalimat imperatif yang bermaksud menyuruh dan
(61)
3.2.1.1 Tuturan Langsung Menyuruh
Berikut ini contoh tuturan langsung menyuruh.
(47) 'MATIKAN MESIN HARUS TURUN !'
(48) 'HATI-HATI TIKUNGAN RAWAN KECELAKAAN.'
(49) 'PARKIRLAH SECARA SEJAJAR ATAU MEMBENTUK
(62)
Contoh (47) merupakan tuturan langsung yang bermaksud menyuruh para
pengendara (mitra tutur) untuk mematikan mesin dan menuntun kendaraannya
agar tidak mengganggu warga sekitar perkampungan. Contoh (48) merupakan
tuturan langsung yang bermaksud menyuruh para pengendara agar berhati-hati
dalam berkendara karena akan melewati tikungan dan biasanya sering terjadi
kecelakaan. Contoh (49) merupakan tuturan langsung yang bermaksud menyuruh
para pengendara (mitra tutur) untuk memarkirkan kendaraannya secara rapi dan
sejajar.
3.2.1.2 Tuturan Langsung Melarang
Berikut ini contoh tuturan langsung melarang.
(50) 'DILARANG MEMASANG SPANDUK DAN UMBUL-UMBUL
DI SEPANJANG JALAN INI'
(51) 'DILARANG...! BUANG SAMPAH, MENJALA,
(63)
(52) 'PEMULUNG DILARANG MASUK'
Contoh (50) merupakan tuturan yang secara langsung melarangmitra tutur
memasang spanduk atau umbul-umbul. Contoh (51) merupakan tuturan yang
secara langsung melarang mitra tutur membuang sampah dan merusak ekosistem
yang ada di sungai. Contoh (52) merupakan tuturan yang secara langsung
melarang pemulung agar tidak masuk ke area perkampungan.
3.2.2 Tuturan Tidak Langsung
Berdasarkan modusnya, tuturan tidak langsung pada tanda verbal dan
gabungan tanda verbal dan nonverbal dapat dibedakan menjadi kalimat deklaratif
yang bermaksud menyuruh dan melarang.
3.2.2.1 Tuturan Tidak Langsung Menyuruh
Berikut ini contoh tuturan tidak langsung menyuruh.
(64)
(54) 'ANDA SOPAN BERKENDARA KAMI HORMAT.
ANDA SOPAN, KAMI SEGAN.'
Contoh (53) merupakan kalimat berita yang secara tidak langsung
mengandung maksud menyuruh para pengendara (mitra tutur) untuk tertib dalam
berkendara, yaitu dengan menggunakan perangkat keselamatan yang lengkap dan
mematuhi tata tertib lalu lintas. Contoh (54) merupakan kalimat berita yang secara
tidak langsung mengandung maksud menyuruh para pengendara atau mitra tutur
agar selalu sopan di jalan. Tanda tersebut dibuat agar tidak ngebut dan
ugal-ugalan di jalan. Apabila pengendara atau mitra tutur sopan berkendara, maka
masyarakat setempat juga akan merasa dihargai.
3.2.2.2 Tuturan Tidak Langsung Melarang
Berikut ini contoh tuturan tidak langsung melarang.
(55) 'KHUSUS BUS TRANS JOGJA'
(65)
(56) 'KHUSUS SEPEDA MOTOR'
Contoh (55) merupakan gabungan antara gambar dan tuturan. Tuturan
pada contoh tersebut berupa kalimat deklaratif yang mengandung maksud
melarang kendaraan lain selain bus Trans Jogja untuk berhenti atau mengangkut
penumpang.
Contoh (56) merupakan gabungan antara gambar dan tuturan. Tuturan
pada contoh tersebut berupa kalimat deklaratif yang bermaksud melarang
kendaraan lain selain sepeda motor untuk berputar arah.
3.3 Jenis Tuturan Berdasarkan Tujuan Sosial
Berdasarkan tujuan sosialnya, Leech (1993:162) mengemukakan bahwa
tuturan pada tanda nonverbal dan gabungan tanda verbal dan nonverbal dapat
dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu tuturan menyenangkan (convival), tuturan
bekerja sama (collaborative), dan tuturan kompetitif (competitive). Ketiga jenis
tuturan tersebut dibuat berdasarkan kesesuaiannya dengan tujuan sosial. Tujuan
(66)
penutur (pembuat tanda) dan mitra tutur (pengguna tanda). Berikut ini dijelaskan
satu per satu.
3.3.1 Tuturan Menyenangkan (Convival)
Tuturan menyenangkan merupakan tuturan yang sejalan dengan tujuan
sosial (Baryadi, 2012:32). Pada tuturan konvival ini, sopan santun lebih positif
bentuknya dan bertujuan mecari kesempatan untuk beramah tamah (Leech,
1993:163). Berikut ini contohnya
(57) 'MAAF ANDA MEMASUKI KAWASAN BEBAS
ROKOK'
(58) 'DIMOHON UNTUK TIDAK MEMASANG TANDA
BENDERA, PROMOSI UMBUL-UMBUL, DLL. PADA
(67)
(59) 'MASYARAKATKU BERSIH SUNGAIKU BERSIH'
Contoh (57) termasuk tuturan menyenangkan karena sejalan dengan tujuan
sosial. Kata maaf pada tanda verbal menciptakan hubungan yang harmonis antara
penutur dan mitra tutur. Dengan kata maaf, secara tidak langsung penutur
meminta maaf kepada mitra tutur/pengguna tanda untuk tidak merokok saat
berada di dalam ruangan.
Contoh (58) termasuk tuturan menyenangkan karena sejalan dengan tujuan
sosial, yaitu hubungan yang harmonis antara penutur dan mitra tutur (Baryadi,
2012:32). Kata dimohon pada tanda tersebut berarti mengajak mitra
tutur/pengguna tanda untuk tidak mengotori tanaman. Dengan adanya kata
dimohon, mitra tutur/pengguna tanda merasa dihargai oleh oleh penutur/pengguna
tanda dan dapat tercipta hubungan yang harmonis antara penutur dengan mitra
tutur.
Contoh (59) merupakan tuturan menyenangkan karena tuturan tersebut
sejalan dengan tujuan sosial. Tuturan tersebut bermaksud agar masyarakat tidak
membuang sampah di sungai, namun disampaikan dengan menggunakan tuturan
(68)
yang harmonis antara penutur dan mitra tutur sehingga tujuan sosial dapat
tercapai.
3.3.2 Tuturan Bekerja Sama (Collaborative)
Tuturan kolaboratif merupakan tuturan yang tidak menghirauan tujuan
sosial (Baryadi, 2012:32). Tuturan bekerja sama tidak melibatkan sopan santun,
karena pada fungsi ini sopan santun tidak relevan (Leech, 1993:163). Berikut ini
contohnya
(60) 'ANDA MEMASUKI KAWASAN SOPAN
BERKENDARA'
(61) 'JAM WAJIB BELAJAR 19.00-21.00 WIB. TAMU
(69)
Contoh (60) merupakan tuturan bekerja sama karena tidak menghiraukan
tujuan sosial. Tujuan penutur membuat tuturan kolaboratif ialah untuk
menginformasikan kepada mitra tutur bahwa mereka akan memasuki kawasan
sopan berkendara.
Contoh (61) merupakan tuturan bekerja sama karena tidak menghiraukan
tujuan sosial. Tujuan penutur membuat tuturan kolaboratif adalah hanya untuk
menginformasikan jam wajib belajar dan tamu yang akan menginap wajib lapor.
3.3.3 Tuturan Kompetitif (Competitive)
Tuturan kompetitif adalah tuturan yang bersaing dengan tujuan sosial
(Baryadi, 2012:32). Sopan santun dalam tuturan kompetitif bersifat negatif dan
tujuannya ialah mengurangi ketidakharmonisan yang tersirat dengan apa yang
ingin dicapai oleh penutur/pembuat tanda dengan mitra tutur/pengguna tanda
(Leech, 1993:162). Meskipun mengurangi unsur ketidakharmonisan, namun
tuturan kompetitif memiliki tujuan yang baik.Berikut ini contohnya.
(70)
(63) 'KURANGI KECEPATAN KENDARAAN ANDA'
(64) 'AWAS BANYAK ANAK-ANAK'
(71)
Contoh (62) merupakan tuturan kompetitif karena tujuan dibuatnya tuturan
tersebut ialah untuk melarang masyarakat atau mitra tutur agar tidak berjualan di
sepanjang jalan tempat tanda tersebut berada. Penutur menggunakan tuturan
kompetitif pada tuturan tersebut agar terkesan lebih kasar supaya mitra
tutur/pengguna tanda mengetahui bahwa di jalan itu tidak diperbolehkan untuk
berjualan. Dengan adanya kata dilarang yang terkesan kasar tidak ada
keharmonisan yang terjalin antara penutur dan mitra tutur, sehingga tujuan sosial
tidak tercapai.
Contoh (63) merupakan tuturan kompetitf karena secara langsung penutur
menyuruh mitra tutur untuk mengurangi kecepatan.Tuturan yang disampaikan
secara langsung terkesan lebih kasar, sehingga muncul ketidakharmonisan antara
penutur dan mitra tutur.
Contoh (64) merupakan tuturan kompetitif yang secara tidak langsung
menyuruh mitra tutur untuk berhati-hati dalam berkendaraan. Kata 'awas' pada
tuturan tersebut mengandung makna ancaman, namun bila dilihat secara
keseluruhan tuturan tersebut memiliki maksud yang baik. Adanya makna ancaman
dengan arti tuturan secara keseluruhan menyebabkan tuturan bersaing dengan
tujuan sosial.
Contoh (65) merupakan tuturan kompetitif yang secara langsung
menyuruh mitra tutur untuk berhati-hati saat berkendaraan karena sering terjadi
kecelakaan. Sama seperti contoh (64), kata 'awas' pada tuturan (65) mengandung
makna ancaman, namun bila dilihat secara keseluruhan tuturan tersebut memiliki
maksud yang baik. Adanya makna ancaman dengan arti tindak tutur secara
(72)
BAB IV
TINGKAT KESOPANAN JENIS TUTURAN TANDA VERBAL SERTA
GABUNGAN TANDA VERBAL DAN TANDA NONVERBAL
PADA FASILITAS UMUM DI KELURAHAN CATURTUNGGAL,
DEPOK, SLEMAN, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
4.1 Pengantar
Pada Bab III telah diuraikan jenis-jenis tuturan pada tanda verbal dan
gabungan antara tanda vebal dan tanda nonverbal pada fasilitas umum. Dalam bab
ini, dibahas tinkat kesopanan jenis-jenis tuturan yang telah diuraian pada Bab III.
Pada 4.2 diuraikan tingkat kesopanan tuturan langsung dan tuturan tidak langsung.
Pada 4.3 dibicarakan tingkat kesopanan pada tuturan konvivial, tuturan
kolaboratif, tuturan kompetitif, dan tuturan konfliktif.
Tingkat kesopanan tersebut dilihat dari enam maksim yang dikemukaan
oleh Leech (1993:206), yaitu maksim kearifan (taxt maxim), maksim
kedermawanan (generosity maxim), maksim pujian (approbation maxim), maksim
kerendahan hati (modesty maxim), maksim kesepakatan (agreement maxim), dan
maksim simpati (sympathy maxim).
4.2 Tingkat Kesopanan Jenis Tuturan Berdasarkan Modus Kalimat
Tingkat kesopanan jenis tuturan berdasarkan modus kalimatnya dibedakan
menjadi dua, yaitu kesopanan pada tuturan langsung dan kesopanan pada tuturan
(73)
4.2.1 Kesopanan Tuturan Langsung
Kesopanan jenis tuturan langsung dibedakan menjadi dua, yaitu kesopanan
jenis tuturan langsung menyuruh dan kesopanan jenis tuturan langsung melarang.
4.2.1.1 Kesopanan Jenis Tuturan Langsung Menyuruh
Berikut ini dipaparkan macam-macam kesopanan jenis tuturan langsung
menyuruh.
(66) 'PELAN-PELAN RAWAN KECELAKAAN.
(74)
(68) 'HATI-HATI PERLINTASAN KERETA API
(69) 'KURANGI KECEPATAN KENDARAAN ANDA'
Bila dilihat dari enam maksim kesopanan menurut Leech, contoh (66)
memenuhi dua maksim, yaitu maksim kearifan dan maksim pujian. Memenuhi
maksim kearifan karena tuturan diatas ditujukan pada orang lain, yaitu mitra tutur
atau pengguna tanda. Tuturan tersebut memenuhi maksim pujian karena dengan
adanya kata pelan-pelan pada tuturan tersebut, maka terciptalah sebuah
penghormatan antara penutur dan mitra tutur. Dengan adanya kata pelan-pelan,
maka tuturan tersebut dibuat untuk menyuruh pengguna tanda atau mitra tutur
untuk pelan-pelan dan berhati-hati dalam berkendara karena sering terjadi
(75)
Bila dilihat dari 6 maksim kesopanan menurut Leech, contoh (67) dan
contoh (68) memenuhi tiga maksim, yaitu maksim kearifan, maksim pujian, dan
maksim simpati. Tuturan tersebut memenuhi maksim kearifan karena tuturan
tersebut dibuat oleh penutur kepada mitra tutur atau pengguna tanda. Memenuhi
maksim pujian karena ada rasa hormat antara penutur dan mitra tutur, yaitu
dengan adanya kata hati-hati. Memenuhi maksim simpati karena kata hati-hati
dalam tuturan tersebut dapat memaksimalkan rasa simpati antara penutur dan
mitra tutur. Tuturan (67) tersebut dibuat oleh penutur dengan tujuan untuk
menyuruh mitra tutur atau pengguna tanda agar berhati-hati karena jalan yang
dilewati juga merupakan jalan untuk menyebrang bagi pejalan kaki, sedangkan
tuturan (68) dibuat oleh penutur dengan tujuan untuk menyuruh mitra tutur atau
pengguna tanda agar selalu berhati-hati dalam berkendara karena akan melewati
perlintasan kereta api.
Bila dilihat dari enam maksim kesopanan menurut Leech, tuturan (69)
hanya memenuhi maksim kearifan karena secara langsung tuturan tersebut dibuat
oleh penutur kepada mitra tutur untuk menyuruh mitra tutur atau pengguna tanda
untuk mengurangi kecepatan kendaraan agar tidak membahayakan keselamatan
pengguna jalan yang lain. Dengan adanya tuturan tersebut, maka mitra tutur atau
pengguna tanda merasa diuntungkan karena secara langsung mereka diingatkan
untuk mengurangi kecepatan kendaraan.
4.2.1.2 Kesopanan Jenis Tuturan Langsung Melarang
Berikut ini dipaparkan macam-macam kesopanan jenis tuturan langsung
(76)
(70) 'NO SMOKING/DILARANG MEROKOK'
(71) 'ANDA MASUK KAWASAN RW. HARAP SOPAN.
DILARANG NGEBUT'
(72) 'SEPANJANG JALAN INI DILARANG PARKIR DI SISI
SEBELAH KIRI'
Bila dilihat dari 6 maksim kesopanan menurut Leech, contoh (70)
merupakan gabungan antara tanda verbal dan tanda nonverbal memenuhi maksim
kearifan dan maksim kesepakatan, sedangkan contoh (71) dan contoh (72) hanya
(77)
kata 'no smoking/dilarang merokok' pada tuturan tersebut, dimana tuturan itu
dibuat oleh penutur untuk melarang mitra tutur/pengguna tanda agar tidak
merokok, sedangkan maksim kesepakatan dapat dilihat pada gambar rokok dicoret
pada tanda tersebut. Adanya kesepakatan antara penutur dan mitra tutur sehingga
mitra tutur yang melihat gambar tersebut dapat langsung mengetahui artinya yaitu
'dilarang merokok'.
Contoh (71) memenuhi masim kearifan dapat dilihat pada kata 'dilarang
ngebut'. Secara langsung tuturan tersebut dibuat oleh penutur kepada mitra tutur
atau pengguna tanda agar tidak 'ngebut' saat berkendara. Contoh (72) memenuhi
maksim kearifan karena secara langsung tuturan tersebut dibuat oleh penutur agar
mitra tutur/pengguna tanda tidak parkir di sebelah kiri jalan. Dengan adanya
tuturan tersebut, maka mitra tutur atau pengguna tanda merasa diuntungkan
karena lalu lintas menjadi lebih lancar dan rapi.
4.2.2 Kesopanan Jenis Tuturan Tidak Langsung
Kesopanan jenis tuturan tidak langsung dibedakan menjadi dua jenis, yaitu
kesopanan jenis tuturan tidak langsung menyuruh dan kesopanan jenis tuturan
tidak langsung melarang
4.2.2.1 Kesopanan Jenis Tuturan Tidak Langsung Menyuruh
Berikut ini dipaparkan macam-macam jenis tuturan tidak langsung
(78)
(73) 'ANDA PELAN KAMI SEGAN'
(74) 'ANDA MEMASUKI KAWASAN TERTIB LALU LINTAS.'
Bila dilihat dari 6 maksim menurut Leech, tuturan (73) memenuhi empat
maksim, yaitu maksim kearifan, maksim kedermawanan, maksim pujian, dan
maksim kerendahan hati. Tuturan tersebut memenuhi maksim kearifan karena
secara tidak langsung tuturan tersebut dibuat oleh penutur kepada mitra tutur atau
pengguna tanda agar selalu pelan-pelan dan hati-hati dalam berkendara. Jika
berhati-hati dalam berkendara, maka sesama pengguna jalan akan merasa saling
dihargai. Adanya tuturan tersebut dapat menguntungkan sesama pengguna jalan,
yaitu dapat digunakan sebagai pengingat untuk selalu berhati-hati dalam
berkendara.
Memenuhi maksim kedermawanan karena kata kami segan pada tuturan
tersebut menunjukkan bahwa penutur telah meminimalkan keuntungan pada diri
(1)
(45)
Pusat Perbelanjaan
(46)
(47)
Apotek
(2)
Sekolah
(49)
(50)
(3)
(4)
(5)
KETERANGAN NOMOR
1. Selokan Mataram 2. Jl. Laksda Adisutjipto 3. Jl. Laksda Adisutjipto 4. Jl. Komojoyo
5. Jl. Komojoyo 6. Jl. Raya Janti 7. Jl. Gejayan 8. Jl. Colombo 9. Jl. Gejayan 10.Jl. Tambak Bayan 11.Jl. Pringgodani 12.Jl. Nologaten 14.Jl. Gejayan 15.Jl. Raya Janti 16.Jl. Colombo 17.Jl. Raya Janti
18.Mall Ambarukmo Plaza
19.Jl. Laksda Adisutjipto 20.Jl. Laksda Adisutjipto 21.Jl. Tambak Bayan 22.Jl. Tambak Bayan 23.Jl. Tambak Bayan 24.Jl. Kruwing 25.Jl. Megar Sari 26.Jl. Perumnas
27.Jl. Laksda Adisutjipto 28.Mall Ambarukmo Plaza
29.BAA Sanata Dharma 30.Jl. Tambak Bayan 31.Jl. Selokan Mataram 32.Jl. Gejayan
33.Jl. Gejayan
34.Jl. Selokan Mataram 35.Jl. Laksda Adisutjipto 36.Jl. Selokan Mataram 37.Jl. Gejayan
38.Jl. Megar Sari 39.Jl. Gejayan
40.Jl. Laksda Adisutjipto 41.Jl. Colombo
42.Jl. Laksda Adisutjipto 43.Jl. Timoho
44.Jl. Timoho 45.Jl. Perumnas 46.Jl. Kruwing 47.Jl. Tambak Bayan
48.Jl. Kruwing
49.Jl. Selokan Mataram 50.Jl. Nogorojo
51.Jl. Prof. Herman Yohanes 52.Jl. Ampel
(6)
42 41 40 39 38 37 36 35 34 33 32 31 30 29 28 27 26 25 24 23 22 21 20 19 18 17 16 15 14 12 11 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52