Pola peresepan obat penyakit asma bronkial pada pasien pediatri di instalansi rawat jalan Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun 2006.

(1)

INTISARI

Asma merupakan penyakit saluran pernapasan yang bersifat reversibel dan dapat timbul pada berbagai usia. Asma bronkial pada anak dan bayi merupakan angka kejadian lebih tinggi daripada orang dewasa dan merupakan penyebab kesakitan dan kematian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola peresepan penyakit asma bronkial pada pasien anak rawat jalan di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2006.

Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan rancangan penelitian deskriptif non analitik. Bahan yang digunakan adalah lembar catatan medik (medical record) pasien pediatri dengan diagnosis pola penyakit asma bronkial. Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap yaitu perencanaan, pengambilan data, dan pengolahan hasil secara deskriptif. Dalam penelitian ini diperoleh kasus asma bronkial sebanyak 81 kasus, terdiri dari 64,5% laki-laki dan 35,5% perempuan. Berdasarkan umur, 0-5tahun (61,7%), 6-11 tahun (34,6%), ≥12 tahun (3,7%).

Obat yang diberikan pada pasien anak sebanyak 3-7 macam. Simpatomimetik (82,7%), xantin (40,7%), antiinfeksi (70,4%), kortikosteroid (46,9%), merupakan obat yang sering diresepkan.


(2)

ABSTRACT

Asthma is a reversible respiratory disease occurred in all age. Bronchial asthma at child and baby represent the higher occurence number than adult and represent the cause of painfulness and death. This research aim to know the pattern of chief of asthma disease of child patient in Panti Rapih Hospital Yogyakarta 2006.

This non experimental research was designed as descriptive non analytical study. The patient bronchial asthma medical record werw used as source of data. This research was conducted in three step that is planning, data intake, and data analysis of descriptively. Eighty one cases observed in the study, consist 64,5% of male and 35,5% of female patient. Based on age, 61,7% was 0-5 year old, 34,6% was 6-11 year old, and 3,7% was more than 12 year old.

The drugs given to the patient were 3-7 items. Simpatomimetik (82,7%), xantin (40,7%), anti infection (70,4%), corticosteroid(46,9%) were drugs frequently prescribed.


(3)

POLA PERESEPAN OBAT PENYAKIT ASMA BRONKIAL PADA PASIEN PEDIATRI DI INSTALASI RAWAT JALAN RUMAH SAKIT

PANTI RAPIH YOGYAKARTA TAHUN 2006

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi ( S.Farm )

Program Studi Farmasi

Oleh :

I Gusti Bagus Sindu Martha Nugraha NIM : 028114118

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA


(4)

(5)

(6)

When the blue night is over my face

on the dark side of the world in space

When I'm all alone with the stars above

you are the one I love, darling

Karya ini kupersembahkan untuk:

Keluargaku tersayang :Alm. Papa, Mama ,Kakek, Nenek,

Kakakku Wulan, Adikku Galli.

My self

Nia tersayang yang selalu ada di hatiku

Temen-temen farmasi angkatan 02 (kelas C)

Almamaterku


(7)

(8)

KATA PENGANTAR

Dengan penuh rasa syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan anugerah serta kehendaknya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini bukanlah sesuatu hal yang mudah, hanya dengan bantuan dan dukungan dari berbagai pihak penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Farmasi yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian ini.

2. dr. Luciana Kuswibawati, M.Kes selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan petunjuk, saran dan masukan yang berharga dalam proses penyusunan skripsi.

3. Drs. Mulyono, Apt selaku dosen penguji, atas kritik dan saran yang telah diberikan sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.

4. Rita Suhadi, M.Si., Apt selaku dosen penguji, atas kritik dan saran yang telah diberikan sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.

5. Dewi Setyaningsih, S.Si., Apt selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan pengarahan.


(9)

6. Rumah sakit panti rapih yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian

7. Almarhum Papa yang selalu kusayang, kurindukan sosokmu selamanya 8. Mamaku tercinta atas kasih sayang, doa serta dukungannya baik moril

maupun materiil

9. Kakakku Wulan dan adikku Galli yang selalu mendukung aku.

10. Nia atas kasih sayang, cinta dan dukungannya, kehadiranmu merupakan hadiah yang terindah dari Tuhan

11. Sahabat-sahabatku angkatan 02 kelas C: Cipoet, Made, Hen, Santi, dan semuanya atas persahabatan dan kebersamaannya selama ini.

12. Teman-teman satu kos yang pada aneh-aneh : Kung, Van the Goeh, Gede Sudi, Arya, Cenay, Imam, Mbud bersaudara atas kebersamaannya.

13. Pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Akhirnya, dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa tidak ada yang sempurna di dunia ini. Skripsi ini jauh dari sempurna karena keterbatasan pikiran, waktu dan tenaga. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar skripsi ini lebih mendekati sempurna. Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat untuk menambah ilmu pengetahuan.

Yogyakarta, 08 Januari 2007

Penulis


(10)

INTISARI

Asma merupakan penyakit saluran pernapasan yang bersifat reversibel dan dapat timbul pada berbagai usia. Asma bronkial pada anak dan bayi merupakan angka kejadian lebih tinggi daripada orang dewasa dan merupakan penyebab kesakitan dan kematian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola peresepan penyakit asma bronkial pada pasien anak rawat jalan di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2006.

Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan rancangan penelitian deskriptif non analitik. Bahan yang digunakan adalah lembar catatan medik (medical record) pasien pediatri dengan diagnosis pola penyakit asma bronkial. Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap yaitu perencanaan, pengambilan data, dan pengolahan hasil secara deskriptif. Dalam penelitian ini diperoleh kasus asma bronkial sebanyak 81 kasus, terdiri dari 64,5% laki-laki dan 35,5% perempuan. Berdasarkan umur, 0-5tahun (61,7%), 6-11 tahun (34,6%), ≥12 tahun (3,7%).

Obat yang diberikan pada pasien anak sebanyak 3-7 macam. Simpatomimetik (82,7%), xantin (40,7%), antiinfeksi (70,4%), kortikosteroid (46,9%), merupakan obat yang sering diresepkan.


(11)

ABSTRACT

Asthma is a reversible respiratory disease occurred in all age. Bronchial asthma at child and baby represent the higher occurence number than adult and represent the cause of painfulness and death. This research aim to know the pattern of chief of asthma disease of child patient in Panti Rapih Hospital Yogyakarta 2006.

This non experimental research was designed as descriptive non analytical study. The patient bronchial asthma medical record werw used as source of data. This research was conducted in three step that is planning, data intake, and data analysis of descriptively. Eighty one cases observed in the study, consist 64,5% of male and 35,5% of female patient. Based on age, 61,7% was 0-5 year old, 34,6% was 6-11 year old, and 3,7% was more than 12 year old.

The drugs given to the patient were 3-7 items. Simpatomimetik (82,7%), xantin (40,7%), anti infection (70,4%), corticosteroid(46,9%) were drugs frequently prescribed.


(12)

DAFTAR ISI

halaman

HALAMAN JUDUL………... i

HALAMAN PERSETUJUAN……… ii

HALAMAN PENGESAHAN………. iii

HALAMAN PERSEMBAHAN………... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………... v

KATA PENGANTAR………. vi

INTISARI………... vii

ABSTRACT ………... viii

DAFTAR ISI……… x

DAFTAR TABEL……… xiv

DAFTAR GAMBAR………... xvi

DAFTAR LAMPIRAN……… xvii

BAB I PENDAHULUAN……… 1

A. Latar Belakang Masalah………... 1

1. Perumusan masalah ……… 3

2. Keaslian penelitian ………. 4

3. Manfaat penelitian ……….. 4

B. Tujuan penelitian……….. 4


(13)

2. Tujuan khusus……… 5

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA……….. 6

A. Anatomi Saluran Pernapasan pada Manusia……… 6

1. Rongga hidung……… 6

2. Faring……….. 6

3. Laring ……….... 7

4. Trakea ……….... 7

5. Bronkus ………. 7

6. Paru-paru ………... 8

B. Asma Bronkial ……… 9

1. Pengertian ………. 9

2. Epidemiologi Asma ……….. 9

3. Etiologi dan Patogenesis Asma ……… 11

4. Remodeling Saluran Respirasi ………. 15

5. Gejala Klinis ………. 16

6. Klasifikasi Asma ……… 22

7. Penatalaksanaan Asma ……….... 25

C. Peresepan pada anak-anak ……… 32

1. Dosis ………... 33

2. Berat badan ……… 33

3. Luas permukaan badan ………. 34

D. Pola Peresepan Obat ……… 34


(14)

2. Patient care ……….. 35

3. Fasilitas kesehatan (facility health) ……….. 36

E. Penatalaksanaan Serangan Asma di Rumah Sakit ………. 37

1. Di ruang gawat darurat ……… 37

2. Penilaian ulang ………. 37

3. Perawatan inap ………. 37

4. Perawatan intensif ……… 38

F. Keterangan Empiris yang Diharapkan ………... 38

BAB III METODOLOGI PENELITIAN………. 39

A. Jenis dan Rancangan Penelitian………... 39

B. Definisi Operasional ………... 39

C. Bahan Penelitian dan Subjek Penelitian ………. 40

D. Jalannya Penelitian ……… 41

1. Tahap perencanaan ………... 41

2. Tahap pengambilan data ………... 41

3. Tahap pengolahan hasil dan pembahasan ……….. 42

E. Tata Cara Pengolahan Hasil Penelitian ………. 42

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...44

A. Karakteristik Pasien ……… 44

1. Jenis kelamin ……… 44

2. Umur ……… 45

B. Gambaran Umum Peresepan ………..……… 46


(15)

2. Golongan obat ………..……… 48

3. Jenis obat yang digunakan ……..………... 50

1. Simpatomimetik ……… 50

2. Xantin ……… 51

3. Kortikosteroid ……… 52

4. Antibiotik ……….. 53

5. Obat batuk ………. 55

6. Antialergi ………... 56

7. Analgesik antipiretik ………. 56

8. Vitamin ………. 57

C. Cara Pemberian Obat yang Diberikan ……… 57

D. Interaksi Obat ………... 58

E. Kajian Umum Pola Pengobatan Asma Bronkial Pada Anak……… 59

F. Rangkuman Hasi dan Pembahasan... 61

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN……….. 63

A. Kesimpulan………... 63

B. Saran……….. 64

DAFTAR PUSTAKA………. . 65

LAMPIRAN………. 67


(16)

DAFTAR TABEL

Tabel I. Perbandingan angka mortalitas dengan prevalensi asma Akut

pada 12 negara...11 Tabel II. Prevalensi Asma Anak di Indonesia...11 Tabel III. Klasifikasi derajat penyakit asma...22 Tabel IV. Distribusi Pasien Asma Bronkial pada Anak berdasarkan Jenis

Kelamin di Instalasi Rwat Jalan RSPR Yogyakarta

Tahun 2006………...46 Tabel V. Distribusi Pasien Asma Bronkial pada Anak berdasarkan

Umur di Instalasi Rawat Jalan RSPR Yogyakarta

Tahun 2006…...47 Tabel VI. Jumlah Obat yang Diberikan pada Pasien Asma Anak

di Instalasi Rawat Jalan RSPR Yogyakarta

Tahun 200...48 Tabel VII. Golongan Obat yang Digunakan Pasien Anak Asma Bronkial

di InstalasiRawat Jalan RSPR Yogyakarta Tahun 2006...50 Tabel VIII. Jenis Obat Simpatomimetik yang Digunakan Pasien Anak

Asma Bronkial yang Menjalani Rawat Jalan di Rumah Sakit

Pant iRapih Yogyakarta Tahun 2006... 52 Tabel IX. Jenis Obat Xantin yang Digunakan Pasien Anak Asma Bronkial yang Menjalani Rawat Jalan di Rumah Sakit Panti Rapih


(17)

Tabel X. Jenis Obat Kortikosteroid yang Digunakan Pasien Anak Asma Bronkial yang Menjalani Rawat Jalan di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2006………. 54 Tabel XI.Jenis Obat Antibiotik yang Digunakan Pasien Anak Asma

Bronkial yang Menjalani Rawat Jalan di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2006... 55 Tabel XII. Jenis Obat Batuk yang Digunakan Pasien Anak Asma

Bronkial yang Menjalani Rawat Jalan di Rumah Sakit Panti

Rapih Yogyakarta Tahun 2006... 56 Tabel XIII. Jenis Obat Antialergi yang Digunakan Pasien Anak Asma

Bronkial di Instalansi Rawat Jalan Rumah Sakit Panti


(18)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Strukur Sistem Pernapasan ………...8 Gambar 2. Perbedaan Saluran Nafas Normal Dengan Asma...13 Gambar 3. Mekanisme Hipersensitivitas Tipe I...14


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Standar Pelayanan Medik Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 1998 mengenai Penyakit Asma

Bronkial...66 Lampiran 2. Data………...72


(20)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit asma merupakan suatu penyakit umum yang terdapat di seluruh dunia. Menurut definisi yang telah dipublikasikan oleh United States Nasional Tuberculosis Association 1967, asma bronkial merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh tanggap reaksi yang meningkat dari trakea dan bronki terhadap berbagai macam rangsangan yang manifestasinya berupa kesukaran napas, karena penyempitan yang menyeluruh dari saluran napas (Sundaru, 2001).

Asma dapat timbul pada berbagai usia, terjadi pada laki-laki dan wanita. Prevalensi morbiditas dan mortalitas asma akhir-akhir ini dilaporkan meningkat di seluruh dunia, meskipun berbagai obat baru terus dikembangkan dan digunakan untuk mengobati penyakit ini. Saat ini lebih dari 100 juta orang di dunia menderita asma dan kebanyakan terjadi pada anak-anak. Di Amerika Serikat (AS), pengidap asma meningkat dari 6,7 juta tahun 1980 menjadi 17,3 juta tahun 1998. Penelitian lain menyebutkan prevalensi asma berat meningkat sampai 10% pada anak usia 13-14 tahun (1993-1995). Prevalensi asma di Australia juga naik dua kali lipat dalam 10 tahun, dari 10,4% (1982) menjadi 27,6% tahun 1992. Sedangkan di Indonesia penelitian anak sekolah usia 13-14 tahun dengan menggunakan kuesioner International Study of Asthma and Allergy in Children (ISAAC) tahun 1995 prevalensi asma 2,1% meningkat menjadi 5,2% di tahun 2003 (Sundaru, 2006).


(21)

Di negara-negara yang telah maju penelitian kedokterannya, diperkirakan 5% sampai 20% bayi dan anak-anak menderita asma, sedangkan penderita asma usia dewasa dan orangtua anak-anak berkisar antara 2% sampai 10%. Walaupun belum ada angka yang resmi dari penelitian yang pernah dilakukan, di beberapa tempat diperkirakan 2% sampai 5% penduduk Indonesia menderita asma. Angka kejadian asma pada anak lebih tinggi dari orang dewasa. Pada masa anak-anak penderita asma laki-laki lebih banyak daripada penderita perempuan, sedangkan pada usia dewasa terjadi sebaliknya. Tinggi rendahnya angka kejadian penderita asma dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain: faktor umur penderita, jenis kelamin, bakat alergi, bangsa, keturunan, linkungan, dan faktor fisiologik (Sundaru, 2001).

Pengobatan asma pada anak-anak berbeda dengan orang dewasa, sehingga dalam penanganan asma anak perlu memperhatikan faktor-faktor pertumbuhan, pola iritan-iritan yang memicu kepekaan dan akibat medikasi. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa anak bukanlah miniatur dewasa, mereka masih dalam proses tumbuh kembang, dimana fungsi organ dan keadaan fisiologis lainnya juga masih berkembang. Melihat adanya fenomena tentang masih berkembangnya penyakit asma yang menimpa sebagian besar masyarakat terutama anak-anak, sehingga mengundang suatu pertanyaan untuk mengetahui seperti apakah pola peresepan obat asma pada anak di Rumah Sakit Panti Rapih di Yogyakarta (Anonim, 2000b).

Rumah Sakit Panti Rapih (RSPR) adalah Rumah Sakit Swasta di Daerah Istimewa Yogyakarta yang didirikan pada tanggal 14 September 1929. Tujuan


(22)

Rumah Sakit Panti Rapih adalah mengantar masyarakat mencapai status kesehatan yang optimal melalui pendekatan layanan holistik (menyeluruh yang meliputi aspek biologis, psikologis, sosial, spiritual dan intelektual), dan mengupayakan pelayanan kesehatan yang sesuai bagi perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran bagi seluruh lapisan masyarakat menciptakan budaya kerja guna mewujudkan kesejahteraan umum bagi seluruh karyawan.

Rumah Sakit Panti Rapih mempunyai visi sebagai Rumah Sakit rujukan yang memandang pasien sebagai sumber inspirasi dan motivasi kerja, dengan memberikan pelayanan kepada siapa saja secara profesional. Sedangkan misi Rumah Sakit Panti Rapih adalah menyelenggarakan pelayanan kesehatan menyeluruh secara ramah, adil, dan profesional (Anonim, 2000b).

1. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dirumuskan beberapa permasalahan penelitian sebagai berikut ini.

a. Seperti apa karakteristik pasien asma bronkial pada anak ?

b. Berapakah jumlah obat yang diberikan pada pasien anak dengan kasus penyakit asma bronkial ?

c. Golongan obat apa saja yang diberikan pada pasien anak dengan kasus penyakit asma bronkial ?

d. Jenis obat apa saja yang diberikan pada pasien anak dengan kasus penyakit asma bronkial ?

e. Bagaimana cara pemberian obat pada pasien anak dengan kasus penyakit asma bronkial ?


(23)

f. Apakah terjadi potensial interaksi obat yang diresepkan ? 2. Keaslian Penelitian

Penelitian sejenis pernah dilakukan oleh Haryo Kusumo, dengan judul “Kajian Pola Peresepan Obat Asma yang Diberikan pada Pasien Asma Anak di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2002”. Pada penelitian oleh Haryo Kusumo, meneliti pola peresepan untuk pasien asma anak di Instalasi Rawat Inap di Rumah Sakit Panti Rapih sedangkan penelitian kali ini meneliti pola persepan untuk penyakit asma bronkial pada anak di Instalasi Rawat jalan di Rumah Sakit Panti Rapih. Penelitian ini juga dilaksanakan pada tahun, bulan dan waktu pelaksanaan yang berbeda.

3. Manfaat Penelitian

Sebagai sumber informasi bagi Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta dan tenaga kesehatan dalam usaha meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dan meningkatkan kerasionalan penggunaan obat bagi penderita asma anak pada khususnya.

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Untuk mengetahui pola peresepan obat asma pada anak di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta.


(24)

2. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Untuk mengetahui karakteristik pasien asma bronkial pada anak

b. Untuk mengetahui jumlah obat yang diberikan pada pasien anak dengan kasus penyakit asma bronkial

c. Untuk mengetahui golongan obat apa saja yang diberikan pada pasien anak dengan kasus penyakit asma bronkial.

d. Untuk mengetahui jenis obat apa saja yang diberikan pada pasien anak dengan kasus penyakit asma bronkial

e. Untuk mengetahui cara pemberian obat pada pasien anak dengan kasus penyakit asma


(25)

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Anatomi Saluran Pernapasan pada Manusia

Sistem pernapasan mempunyai dua bagian, yaitu bagian penghantar dan pernapasan. Bagian penghantar atau saluran udara terdiri atas hidung bagian luar, rongga-rongga hidung, faring, laring, trakea, bronkus, dan bronkiolus. Bagian pernapasan terdiri dari paru, bronkiolus respirasi, duktulus alveolar, sakus alveolar, dan alveolus (Sundaru, 2001).

1. Rongga hidung

Rongga hidung dilapisi oleh selaput lendir yang terdapat banyak pembuluh darah dan terhubung dengan lapisan faring pada semua sinus yang masuk ke dalam rongga hidung. Daerah pernapasan pada rongga hidung dilapisi dengan epitelium silinder dan sel epitel rambut yang mengandung sel lendir. Rongga hidung kanan dan kiri dipisahkan oleh septum nasi. Dinding rongga hidung terdapat tiga kerang yang melengkung ke arah inferior, yaitu konka-konka, menggantung di atas tiga saluran yang melintas anteroposterior, yaitu meatus. 2. Faring

Faring dimiliki bersama oleh sistem pencernaan dan pernapasan, merupakan rongga fibromuskular yang panjangnya hanya 15 cm dan menuju ke arah faring berhubungan dengan rongga hidung, rongga mulut, dan rongga faring.


(26)

3. Laring

Setelah melalui faring udara akan melalui laring yang terdapat kotak suara. Di daerah tersebut terdapat katup yang dapat mencegah agar makanan atau minuman tidak masuk ke paru-paru sewaktu kita makan dan minum.

4. Trakea

Trakea adalah pipa elastis yang mempunyai panjang sekitar 10 cm, dengan penampang sebesar pangkal jari telunjuk. Trakea dipertahankan terbuka dengan 20 buah cincin tulang rawan hialin yang berbentuk U terbuka ke arah posterior. 5. Bronkus

Bronkus dan cabang-cabangnya berfungsi untuk menghangatkan, melembabkan, dan membersihkan udara. Bronkus dan cabang-cabangnya memiliki komponen-komponen sebagai berikut.

a. Lapisan dalam yang terdiri dari permukaan selaput lendir, kelenjar-kelenjar mukus yang memproduksi lendir dan sel-sel yang mempunyai rambut-rambut getar yang sangat halus yang disebut silia.

b. Jaringan ikat dan penunjang yang mengandung pembuluh darah.

c. Saluran napas yang diliputi oleh otot-otot, baik otot-otot sirkular yang melingkari saluran napas dan otot-otot longitudinal yang sejajar dengan saluran napas.

d. Cincin tulang rawan pada trakea dan bronkus yang menyerupai tapak kuda. Tulang ini berfungsi sebagai lubang saluran napas agar tidak mudah menyempit.


(27)

6. Paru-paru

Paru kanan dan kiri adalah jaringan elastis yang bekerja seperti bunga karang dan teraba seperti karet spons. Paru kanan terbagi menjadi tiga lobus yang terpisah oleh dua fisura lengkap, paru kiri terbagi menjadi dua lobus oleh satu fisura (Sundaru, 2001).


(28)

B. Asma Bronkial (Asma) 1. Pengertian

Berdasarkan Global Initiative For Asthma (GINA), batasan asma menggambarkan konsep inflamasi sebagai dasar mekanismenya gangguan inflamasi kronik saluran respiratorik dengan banyak sel yang berperan khususnya sel mast, eosinofil, dan limfosit T. Pada orang yang rentan, inflamasi ini menyebabkan episod wheezing berulang, sesak napas, rasa dada tertekan, dan batuk, khususnya pada malam atau dini hari. Gejala ini biasanya berhubungan dengan penyempitan saluran respiratorik yang luas namun bervariasi, yang paling tidak sebagian bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan pengobatan (Anonim, 2004).

Asma adalah penyakit radang kronis pada saluran pernapasan yang ditandai oleh hiperresponsif pada cabang trakiobronkial terhadap berbagai rangsangan dimanifestasikan secara fungsiologis dengan penyempitan saluran nafas yang menyeluruh dan kebanyakan secara klinis ditandai dengan sesak nafas paroksismal batuk dan wheezing. Biasanya serangan asma jangka pendek antara beberapa menit sampai beberapa jam dan pasien dapat pulih kembali setelah serangan (Anonim, 2003).

2. Epidemiologi Asma

Saat ini lebih dari 100 juta orang di dunia menderita asma dan kebanyakan terjadi pada anak-anak terutama di daerah perkotaan dan industri. Berbagai faktor menjadi sebab dari keadaan ini yaitu faktor polusi, kekurangan dalam berbagai hal yaitu pengetahuan tentang asma, penegakan diagnosa yang tidak lengkap,


(29)

sistimatika dan pelaksanaan pengelolaan, upaya pencegahan dan penyuluhan, dan pembiayaan. Dilaporkan adanya peningkatan prevalensi asma di seluruh dunia secara umum dan khususnya peningkatan frekuensi kunjungan ke emergensi atau perawatan di Rumah Sakit. Penyebab terjadinya hal ini diduga disebabkan peningkatan kontak dan interaksi alergen di rumah/lingkungan pasien. Angka kejadian yang dilaporkan dipengaruhi oleh perbedaan dalam pengamatan yaitu oleh berbagai faktor yaitu faktor lokasi (negara, daerah, kota atau desa), populasi pasien (masyarakat atau sekolah/ rumah sakit, rawat nginap atau rawat jalan), usia (anak, dewasa), cuaca (kering atau lembab). Prevalensi asma di seluruh dunia adalah sebesar 8-10 persen pada anak dan 3-5 persen pada dewasa, yang dalam 10 tahun terakhir ini meningkat sebesar 50 persen dari angka semula. Dimana prevalensi asma pada anak lebih besar dibandingkan dengan orang dewasa. Pada saat masa anak-anak, laki-laki memiliki kemungkinan yang lebih besar terserang asma, karena pada anak laki-laki memiliki aktivitas yang lebih tinggi dibanding anak perempuan, sehingga sistem imunnya lebih rendah dan kemungkinan kontak dengan alergen lebih sering terpapar, sedangkan pada saat dewasa akan terjadi sebaliknya (Anonim, 2003).

Tabel I. Perbandingan angka mortalitas dengan prevalensi asma akut pada 12 negara (Anonim, 2003).


(30)

Negara Angka mortalitas asma *

Prevalensi asma berat**

Rasio

Australia 0,86 8,3 0,10

Canada 0,25 8,0 0,03

Inggris 0,52 8,7 0,06

Finlandia 0,21 3,1 0,07

Perancis 0,40 2,8 0,14

Itali 0,23 2,0 0,12

Jepang 0,73 2,1 0,35

Selandia baru 0,50 8,0 0,06

Swedia 0,12 2,0 0,06

Amerika serikat Jerman 0,47 0,44 10,0 5,0 0,05 0,08 *Angka mortalitas asma (per 100.000) pada usia 5-34 tahun pada tahun 1993 **Asma berat didefinisikan episode wheezing sampai keterbatasan bicara, dalam 12 bulan sebelumnya pada anak usia 13-14 tahun,1993-1995

Tabel II. Prevalensi Asma Anak di Indonesia (Rahajoe dkk, 2004). Penelitian (kota) Tahun Jumlah

Sampel Umur (Tahun) Prevalens (%) Djajanto B(Jakarta) Rosmayudi (Bandung) Dahlan (Jakarta) Arifin (Palembang) Rosalina (Bandung) Yunus F (Jakarta) Kartasasmita CB (Bandung)

Rahajoe NN (Jakarta)

1991 1993 1996 1996 1997 2001 2002 2002 1200 4865 1296 3118 2234 2678 2836 1296 6-12 6-12 6-12 13-15 13-15 13-14 6-7 13-14 16,4 6,6 17,4 5,7 2,6 11,5 3,0 6,7

3. Etiologi dan Patogenesis Asma

Penyebab asma masih belum jelas. Diduga yang memegang peranan utama ialah reaksi berlebihan dari trakea dan bronkus (hiperreaktifitas bronkus). Hiperreaktifitas bronkus itu belum diketahui dengan jelas penyebabnya. Diduga karena adanya hambatan sebagian sistem adrenergik, kurangnya enzim


(31)

adenilsiklase dan meningginya tonus sistem parasimpatik. Keadaan demikian menyebabkan mudah terjadinya kelebihan tonus parasimpatik kalau ada rangsangan sehingga terjadi spasme bronkus (Rahajoe dkk, 2004).

Inflamasi sel (sel mast, eosinofil, limfosit T, neutrofil), mediator kimia (histamin, leukotrin, platelet-activating factor, bradikinin), dan faktor kemotaktik (sitokin, eotaxin) yang mendasari munculnya inflamasi sekitar saluran respirasi pada penderita asma. Inflamasi terjadi apabila timbul hiperresponsif pada saluran respirasi penderita asma sehingga cenderung terjadi kontriksi saluran respirasi yang diakibatkan oleh respon alergi, iritan, infeksi virus dan beban fisik. Hal tersebut juga mengakibatkan edema, peningkatan produksi mukus pada paru, keluarnya sel inflamasi pada saluran respirasi dan sel epitelnya mengalami denaturasi. Pada inflamasi kronik dapat terjadi remodeling saluran respirasi yang mendasari timbulnya proliferasi pada ekstraseluler matrix protein, hiperplasi vaskuler dan mungkin terjadinya perubahan struktur yang irreversibel serta kehilangan progresifitas pada fungsi paru (Nelson, 2006).

Penderita asma mempunyai saluran udara yang sensitif dalam paru-parunya. Sewaktu terekspos kepada penyebab tertentu, saluran udara semakin sempit, dan akibatnya sulit untuk bernafas. Ada dua faktor utama yang menyebabkan saluran udara menjadi sempit.

a. Selaput dalam saluran udara menjadi merah dan bengkak (radang) dan banyak mukus (lendir) yang dihasilkan.


(32)

Gambar II. Perbedaan Saluran Nafas Normal Dengan Asma (Dennys, 2005)

Berbagai faktor menyebabkan timbulnya rangsangan asma antara lain infeksi virus, terekspos alergi dan iritan (rokok, bau busuk yang kuat, asap), kegiatan, emosi dan perubahan cuaca/lingkungan. Rhinosinisitis, gastroesofageal refluk dan sensitivitas dari obat non steroid anti inflamasi (aspirin) dapat juga merangsang timbulnya asma.


(33)

Gambar III. Mekanisme Hipersensitivitas Tipe 1 (Anonim, 2002)

Antigen (allergen) yang berhubungan dengan lingkungan luar merusak permukaan mukosa dan ditangkap oleh antigen presenting cells (APCs) dimana proses ini dipresentasikan ke sel T-helper (Th). Sel Th2 mengeluarkan sitokin yang menyebabkan proliferasi sel B dan respon allergen-specific IgE. Imunoglobulin E terikat melalui Fcε reseptors (FcεRI) sehingga sel mast menjadi peka. Bilamana setelah sel mast menjadi peka maka sel mast itu akan membentuk cross-links surface-bound IgE yang menyebabkan peningkatan calsium (Ca2++) yang merangsang pengeluaran mediator pre-formed yaitu seperti histamin, protease dan bentuk mediator yang baru, lipid mediator seperti leukotrin dan prostaglandin. Produk yang dibentuk itu merupakan gejala klinik pada alergi.


(34)

Sitokin yang dikeluarkan juga berasal dari degranulasi sel mast dan inflamasi serta respon IgE (Rahajoe dkk, 2004).

4. Remodeling Saluran Respirasi

Remodeling saluran respirasi adalah serangkaian proses yang menyebabkan deposisi jaringan penyambung dan mengubah struktur saluran respirasi melalui proses diferensiasi, migrasi diferensiasi dan maturasi struktur sel. Kombinasi kerusakan sel epitel, perbaikan epitel yang berlanjut, produksi berlebih faktor pertumbuhan profibrotik/transforming growth factors (TGF-b) dan proliferasi serta diferensiasi fibroblast menjadi myofibroblas diyakini merupakan proses yang penting dalam remodeling. Myofibroblas yang teraktifasi akan memproduksi faktor-faktor pertumbuhan, kemokin dan sitokin yang menyebabkan proliferasi sel-sel otot polos saluran respirasi dan meningkatkan permeabilitas mikrovaskular, menambah vaskularisasi, dan neuvaskularisasi dan jaringan saraf. Peningkatan deposisi matriks molekul termasuk proteoglikan kompleks pada dinding saluran respirasi dapat diamati pada pasien yang meninggal karena asma dan hal ini secara langsung berhubungan dengan lamanya penyakit (Baratawidjaja, 2001).

Hipertrofi dan hiperplasia otot polos saluran respirasi, sel globet kelenjar submukosa timbul pada bronkus pasien asma terutama pada yang kronik dan berat. Secara keseluruhan, saluran respirasi yang bervariasi sering dapat menyebabkan penebalan dinding saluran respirasi yang bersifat reversibel. Pada sebagian besar pasien reversibilitas yang menyeluruh dapat diamati pada pengukuran dengan spirometri setelah diterapi dengan inhalasi kortikosteroid.


(35)

Beberapa penderita asma mengalami obstruksi saluran respirasi residual yang dapat terjadi pada pasien yang tidak menunjukan gejala, hal ini mencerminkan adanya remodeling saluran napas (Baratawidjaja, 2001).

Remodeling bertujuan untuk mengetahui patogenesis hiperreaktivitas saluran respirasi yang non spesifik terutama pada pasien yang sembuh dalam waktu yang lama (lebih dari 1-2 tahun) atau yang tidak sembuh sempurna setelah terapi steroid hirupan (Baratawidjaja, 2001).

5. Gejala Klinis

Pada penderita asma akan dijumpai gangguan fungsi tubuh sehingga menimbulkan gambaran klinik yang berupa episode serangan batuk, wheezing, sesak napas, rasa dada tertekan dan inflamasi saluran napas kronik.Hiperreaksi saluran nafas terhadap berbagai perangsangan dan pencetus obstruksi jalan nafas dan pembatasan aliran udara akibat meningginya kepekaan saluran nafas oleh proses inflamasi (Rahajoe dkk, 2004).

Pada inspeksi terlihat pernapasan cepat dan sukar, disertai batuk-batuk paroksismal, kadang-kadang terdapat suara wheezing (mengi), ekspirium memanjang, pada inspirasi terlihat retraksi daerah supraklavikular, suprasternal, epigastrium dan sela iga. Selama episode akut, pemeriksaan fisik ditemukan takipnea, takikardi, batuk, wheezing dan napas fase ekspirasi yang memanjang (Nelson, 2006).

Pada asma kronik terlihat bentuk toraks emfisematus, bongkok ke depan, sela iga melebar, diameter anteroposterior toraks bertambah. Pada perkusi


(36)

terdengar hipersonor seluruh toraks, terutama bagian bawah posterior. Daerah pekak jantung dan hati mengecil (Rahajoe dkk, 2004).

Dasar kelainan asma adalah keadaan bronkus (saluran nafas bagian dalam) yang hiperreaktif terhadap berbagai rangsangan. Jika ada rangsangan pada bronkus yang hiperreaktif maka akan menyebabkan otot bronkus akan mengerut atau menyempit, selaput lendir bronkus membengkak, produksi lendir menjadi banyak dan kental. Lendir yang kental ini sulit dikeluarkan atau dibatukkan sehingga penderita menjadi lebih sesak.

Keadaan bronkus yang sangat peka dan hiperreaktif pada penderita asma menyebabkan saluran nafas menjadi sempit, akibatnya pernafasan menjadi terganggu. Hal ini menimbulkan gejala asma yang khas yaitu : batuk, sesak nafas dan wheezing atau mengi. Manifestasi serangan asma tidak sama pada setiap orang, bahkan pada satu penderita yang sama berat dan lamanya serangan asma dapat berbeda dari waktu ke waktu. Beratnya serangan dapat bervariasi mulai dari yang ringan sampai berat, demikian pula dengan lamanya serangan. Serangan bisa saja singkat, sebaliknya dapat pula berlangsung sampai berhari-hari (Abidin dan Ekarini, 2002).

a. Gejala klinis penyakit asma berdasarkan derajat serangan 1) Serangan asma akut ringan, dengan gejala :

a) rasa berat di dada,

b) batuk kering ataupun berdahak,

c) gangguan tidur malam karena batuk atau sesak napas, d) mengi tidak ada atau mengi ringan,


(37)

e) arus puncak aspirasi (APE) kurang dari 80 %.

2) Serangan asma akut sedang, dengan gejala : a) sesak dengan mengi agak nyaring b) batuk kering/berdahak

c) aktivitas terganggu

d) arus puncak aspirasi antara 50-80%

3) Serangan asma akut berat, dengan gejala :

a) sesak sekali

b) sukar berbicara dan kalimat terputus-putus

c) tidak bisa berbaring, posisi mesti 1/2 duduk agar dapat bernapas d) arus puncak aspirasi kurang dari 50 %

b. Gejala klinis penyakit asma berdasarkan derajat penyakit 1) Serangan Asma episodik yang jarang

a) Gejala-gejala yang timbul lebih menonjol pada malam hari b) Mengi (wheezing) dapat berlangsung sekitar 3-4 hari c) Batuk-batuk dapat berlangsung 10-14 hari

d) Manifestasi alergi lain seperti eksim jarang didapatkan e) Tumbuh kembang anak biasanya baik

f) Diluar serangan tidak ditemukan kelainan


(38)

2) Serangan Asma episodik sering

a) Berhubungan dengan infeksi saluran nafas akut

b) Biasanya dihubungkan dengan perubahan udara, adanya allergen, aktivitas fisik dan stress

c) Umumnya gejala paling jelek terjadi pada malam hari dengan batuk dan mengi yang dapat mengganggu tidur

d) Dapat ditemukan hay fever

3) Serangan Asma kronik atau persisten a) Terdapat mengi yang lama

b) Terjadi obstruksi saluran napas yang persisten dan hamper selalu terdapat mengi tiap hari

c) Pada malam hari sering terganggu oleh batu dan mengi d) Aktivitas fisik yang sering menyebabkan mengi

e) Dari waktu kewaktu terjadi serangan yang berat dan sering memerlukan perawatan rumah sakit

f) Adanya gangguan pertumbuhan yaitu bertubuh kecil g) Kemampuan aktivitas fisik berkurang ( Salim dkk, 2001).

Selain golongan yang di atas terdapat bentuk asma yang tidak dapat begitu saja dimasukan ke dalamnya.


(39)

Serangan biasanya berat dan sering memerlukan perawatan rumah sakit, berhubungan dengan infeksi virus saluran napas. Di luar serangan biasanya normal dan tanda-tanda alergi tidak menonjol. Tidak terdapat obstruksi saluran napas persisten.

b. Asma persisten pada bayi

Mengi yang persisten dengan takipnu untuk beberapa hari atau beberapa minggu. Mengi biasanya terdengar jelas kalau anak sedang aktif dan tidak terdengar kalau anak sedang tidur. Keadaan umum anak biasanya tetap baik dan tumbuh kembangnya juga baik bahkan gemuk. Gambaran rontgen paru biasanya normal.

c. Asma hipersekresi

Terdapat batuk, suara napas berderak (krek-krek,krok-krok) dan mengi. Pada pemeriksaan fisik didapatkan ronki basah dan ronki kering.

d. Asma karena beban fisik (exercise induced asthma)

Serangan asma yang muncul setelah melakukan kegiatan fisik. e. Asma dengan allergen atau sensitivitas fisik

Serangan asma baru timbul setelah terkena allergen misalnya bulu binatang, minum aspirin, zat warna tartrasin atau makan makanan atau minuman yang mengandung zat pengawet bisulfit.

f. Batuk malam

Serangan batuk malam yang keras dan kering. Batuk biasanya terjadi pada jam 1-4 pagi, dan sering mengganggu tidur anak dan keluarganya. Sering didapatkan tanda adanya alergi pada anak dan keluarganya.


(40)

g. Asma yang memburuk pada pagi hari (early morning dipping)

Gejalanya paling buruk jam 1-4 pagi. Keadaan demikian dapat terjadi secara teratur dan intermiten diduga berhubungan dengan diurnal kaiber saluran napas (Rahajoe dkk, 2004).

Serangan klinis asma dibagi menjadi 3 stadium,yaitu : 1) stadium I

Waktu terjadi edema dinding bronkus, batukparoksismal karena iritasi dan batuk kering. Sputum yang kental dam mengumppul merupakan benda asing yang merangsang keluar.

2) stadium II

Sekresi bronkus bertambah banyak dan batuk dengan dahak yang jernih dan berbusa.. pada stadium ini anak akan mulai merasa sesak nafas berusaha bernapas lebih dalam. Ekspirasi memanjang dan terdengar bunyi mengi. Tampak otot nafas tambahan lebih bekerja. Terdapat retraksi suprasternal, epigastrium dan mungkin juga sela iga. Anak lebih sering duduk dan membungkuk, tangan menekan pada tepi tempat tidur atau kursi. Anak tampak gelisah,, pucat dan sianosis sekitar mulut.

3) stadium III

Obstruksi otot spasme bronkus lebih berat, aliran udara sangat sedikit sehingga suara nafas hampir tidak terdengar. Stadium ini sangat berbahaya karena sering disangka ada perbaikan. Juga batuk seperti ditekan. Pernafasan dangkal, tidak teratur dan frekuensi nafas yang mendadak tinggi (Salim dkk, 2001).


(41)

6. Klasifikasi Asma

a. Klasifikasi asma berdasarkan derajat penyakit

Pedoman nasional asma anak membagi derajat asma menjadi 3 derajat penyakit : 1) asma episodik jarang, 2) asma episodik sering, 3) asma persisten.

Tabel III. Klasifikasi Derajat Penyakit Asma (Rahajoe dkk, 2004) Parameter

klinis,kebutuhan obat,dan faal paru

Asma Episodik Jarang Asma Episodik Sering Asma Persisten 1.Frekuensi serangan 2.Lama serangan 3.Intensitas serangan 4.Diantara serangan 5.Tidur dan aktivitas 6.Pemeriksaan fisis diluar serangan 7.obat pengendali (antiinflamasi) 8.Uji faal paru

(diluar serangan) 9.Variabilitas faal

paru (bila ada serangan) <1×/bulan <1 minggu biasanya ringan tanpa gejala tidak terganggu normal (tidak ditemukan kelainan) tidak perlu FEV1/FVC>80% Variabilitas >15% >×/bulan >1 minggu biasanya sedang sering ada gejalanya sering terganggu mungkin terganggu (ditemukan kelainan) perlu FEV1/FVC 60-80% Variabilitas >30% Sering Hampir sepanjang tahun, tidak ada remisi

biasanya berat

gejala siang dan malam sangat terganggu tidak pernah normal perlu FEV1/FVC <60% Variabilitas20-30% Variabilitas >50%

Konsensus Internasional III membagi derajat penyakit asma anak berdasarkan keadaan klinis dan kebutuhan obat menjadi 3 yaitu, asma episodik


(42)

jarang yang meliputi 75 persen populasi anak asma, asma episodik sering meliputi 20 persen populasi, dan asma persisten meliputi 5 persen populasi (Rahajoe dkk, 2004).

b. Berdasarkan macam rangsangan atau faktor pencetus asma patogenesisnya dapat dibedakan menjadi dua.

1) Asma ekstrinsik (imunologik)

Bentuk asma ekstrinsik biasanya terdapat pada anak-anak dengan riwayat keluarga semua bentuk alergi yang jelas. Proses imun berperan pada suatu penyakit, bila penyakit tersebut terdapat antigen atau alergen dan antibodi atau sel yang tersensitisasi. Pada asma, alergen merupakan zat-zat yang ditemukan di sekitar lingkungan seperti debu, bulu-bulu binatang, tungau dan sebagainya. Pada proses imun sebagai antibodi adalah Ig E dan sebagai sel yang tersensitisasi adalah sel mastosit. Sel mastosit akan mengeluarkan zat-zat kimia yang disebut mediator ke jaringan sekitarnya. Bila mediator dilepaskan pada saluran napas akan menyebabkan penyempitan saluran napas dan menimbulakan gejala asma (Abidin dan Ekarini, 2002).

2) Asma intrinsik (Non imunologik)

Asma intrinsik merupakan asma yang tidak disebabkan oleh faktor lingkungan dan tidak diketahui penyebabnya serta dipicu oleh faktor-faktor non alergen seperti infeksi oleh virus, iritan, emosi dan olahraga. Asma ini umumnya terjadi pada orang dewasa dan mempunyai kecenderungan lebih sering kambuh dan lebih berat keparahannya dibanding dengan asma ekstrinsik. Asma intrinsik dan imunologik dipostulasikan sebagai hasil


(43)

berbagai abnormalitas kontrol parasimpatik fungsi saluran nafas. Otot polos saluran udara, kelenjar submukosa dan kapiler diatur oleh sistem saraf otonom, rangsangan kolinergik dan alfa adrenergik menyebabkan bronkokonstriksi dan sekresi mukosa, adanya rangsangan beta-alfa reseptor dari sel mukosa bronkial dapat menyebabkan banyaknya gejala asma. Kemungkinan beberapa intervensi yang menghambat jalur beta adrenergik dapat juga menyebabkan bronkokonstriksi (Abidin dan Ekarini, 2002).

c. Klasifikasi berdasarkan pola waktu serangan

Klasifikasi asma juga bisa dibuat berdasarkan pola waktu terjadi serangan yang dipantau dengan pemeriksaan APE. Klasifikasi ini mencerminkan berbagai kelainan patologi yang menyebabkan gangguan aliran udara serta mempunyai dampak terhadap pengobatan. Termasuk dalam klasifikasi ini adalah:

1) Asma intermiten

Pada jenis ini serangan asma timbul kadang-kadang. Di antara dua serangan APE normal, tidak terdapat atau ada hiperreaktivitas bronkus yang ringan.

2) Asma persisten

Terdapat variabilitas APE antara siang dan malam hari, serangan sering terjadi dan terdapat hiperaktivitas bronkus. Pada beberapa penderita asma persisten yang berlangsung lama, faal paru tidak pernah kembali normal meskipun diberikan pengobatan kortikosteroid yang intensif.


(44)

3) Asma britel

Penderita jenis ini mempunyai saluran napas yang sangat sensitif, variabilitas obstruksi saluran napas dari hari ke hari sangat ekstrim.

Beratnya derajat serangan menentukan terapi yang akan diterapkan dan tindakan selanjutnya yang akan dilakukan untuk menangani timbulnya serangan yang mungkin akan terjadi (Kumarawati, 2004).

7. Penatalaksanaan Asma

Asma pada kebanyakan penderita dapat dikontrol secara efektif meskipun tidak dapat disembuhkan. Penatalaksanaan yang paling efektif adalah mencegah atau mengurangi inflamasi kronik dan menghilangkan faktor penyebab. Faktor utama yang berperan dalam kesakitan dan kematian pada asma adalah tidak terdiagnosisnya penyakit ini dan pengobatan yang tidak cukup. Penatalaksanaan asma berguna untuk mengontrol penyakit. Asma dikatakan terkontrol bila:

a. gejala kronik minimal (sebaiknya tidak ada), termasuk gejala asma malam b. eksaserbasi minimal (jarang)

c. tidak ada kunjungan ke Unit Gawat Darurat

d. kebutuhan obat agonis -2 minimal (idealnya tidak diperlukan) e. tidak ada keterbatasan aktivitas termasuk exercise

f. variasi harian APE kurang dari 20% g. nilai APE normal atau mendekati normal h. efek samping obat minimal (tidak ada). i. tujuan penatalaksanaan asma adalah untuk j. menghilangkan dan mengendalikan gejala asma


(45)

k. mencegah eksaserbasi penyakit

l. meningkatkan fungsi paru mendekati nilai normal dan m. mempertahankan nilai tersebut

n. mengusahakan tercapainya tingkat aktivitas normal, ter- o. masuk exercise

p. menghindari efek samping karena obat q. mencegah kematian karena asma

Penatalaksanaan asma jangka panjang perlu dirancang sedemikian rupa agar penyakit dapat dikontrol dengan pemberian obat-obatan seminimal mungkin.

Pengobatan diberikan berdasarkan tahap beratnya penyakit. Secara garis besar obat asma terdiri atas 2 golongan, yaitu pertama, obat yang berguna untuk menghilangkan serangan asma, yaitu mengurangi bronkokonstriksi yang terjadi. Obat ini disebut obat pelega napas (reliever) yang umumnya bekerja sebagai bronkodilator dan golongan obat kedua adalah obat yang dapat mengontrol asma disebut sebagai controller medications. Obat ini diberikan setiap hari untuk jangka waktu yang lama.

a. Pengobatan asma ditujukan pada macam-macam aspek seperti berikut ini. 1) Kausal : mencari dan menentukan sebabnya, bila diketahui sebabnya maka

dengan menghindari sebab itu akan mengurangi kemungkinan mendapat serangan terutama dari sebab-sebab yang tergolong pada faktor pencetus. 2) Simptomatis : pengobatan yang hanya untuk menghilangkan gejala asma. 3) Obat pencegah serangan : berguna untuk mencegah agar serangan asma


(46)

4) Imunoterapi : dengan jalan mengurangi bahan-bahan yang menyebabkan timbulnya serangan asma (Baratawidjaja, 2001).

b. Prinsip umum pengobatan asma bronkial adalah seperti berikut ini. 1) Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segera.

2) Mengenal dan menghindari faktor-faktor yang dapat mencetuskan serangan asma.

3) Memberikan penerangan kepada penderita atau keluarganya mengenai penyakit asma maupun tentang perjalanan penyakitnya, sehingga penderita mengerti tujuan pengobatan yang diberikan dan bekerja sama dengan dokter yang merawatnya (Baratawidjaja, 2001 ).

c. Obat-obat asma

Obat-obat asma terdiri dari dua bagian yaitu saat serangan asma dan pencegah serangan asma.

1) Obat saat serangan asma. a) Bronkodilator

Bronkodilator menyebabkan relaksasi otot-otot polos yang berada di saluran pernafasan. Obat ini membantu mengontrol kondisi saluran pernafasan yang menyebabkan hambatan pada aliran udara yang melewatinya. Bronkodilator sendiri terdiri atas 3 golongan yaitu:

(1) Simpatomimetik

Obat anti asma golongan simpatomimetik bekerja dengan jalan merangsang reseptor-reseptor. Rangsangan ini akan menyebabkan reaksi kimia di dalam sel, yang hasilnya berupa efek yang sudah tertentu.


(47)

Misalnya rangsangan terhadap reseptor beta 2 menyebabkan pelebaran saluran nafas, obat-obatannya dikenal dengan nama agonis beta2 atau agonis beta 2 selektif. Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet, sirup, suntikan, dan semprotan (Sundaru, 2001).

(2) Xantin

Dalam golongan metil-xantin termasuk teofilin dan aminofilin (teofilin dan etilendiamin), merupakan bronkodilator yang sering digunakan pada pengobatan asma (Bratawidjaya, 2004). Bentuk obatnya berupa tablet, kapsul, sirup, suntikan dan supositoria (Sundaru, 2001). (3) Atropin

Atropin hanyalah bronkodilator yang lemah sehingga tidak dipergunakan sebagai obat utama anti asma. Turunan atropin yang lebih efektif dan aman yaitu pratiopium dalam bentuk Metered Dose Inhaler (MDI) (Sundaru, 2001).

b) Kortikosteroid

Kortikosteroid yaitu obat anti alergi dan anti peradangan contohnya; prednison, metil prednisolon, hidrokortison. Cara kerjanya sebagai obat anti alergi yang kuat, mengurangi pembengkakan saluran nafas dan memperbaiki kerja bronkodilator yang sudah melemah. Karena banyak efek sampingnya steroid diberikan bila obat-obatan bronkodilator sudah tidak mempan lagi (Sundaru, 1995). Hanya sebagian kecil penderita asma yang memerlukan kortikosteroid dalam hidupnya, terutama asma menahun (Bratawidjaya, 2001).


(48)

2) Obat-obatan untuk mencegah serangan asma. a) Kromon

Sodium kromolin adalah senyawa yang sudah lama tersedia bagi perawatan profilaksis asma kurang lebih selama hampir 20 tahun. Mekanisme senyawa ini belum diketahui. Hal yang sudah diketahui adalah bahwa kromon menghalangi early asthmatic respons (EAR) dan late asthmatic respons (LAR) serta mencegah menigkatnya hiperaktivitas bronki berikutnya. Hal ini diduga bahwa semua aktivitas kromolin merupakan hasil stabilitas tiang sel membran. Profilaksis jangka panjang dengan kromolin mencegah reaksi umum pada hiperaktivitas bronki yang disebabkan oleh tepung sari, debu dan alergen yang dapat menghasilkan pengurangan pada dasar hiperaktivitas bronki. Kromilin menghalangi pergerakan invitro dalam neutrofil, makrofag, dan eosinofil manusia (Kelly dan Kamada, 1997).

b) Ketotifen

Dibandingkan dengan obat-obatan pencegah serangan asma yang lain seperti kortikosteroid aerosol, obat ini lebih praktis dan mudah dipakai karena bentuk obatnya berupa tablet dan sirup. Angka keberhasilan pengobatan ketotifen pada asma berkisar antara 60%-70%. Dosis pada anak-anak sama dengan orang dewasa yaitu 2 kali 1 mg sehari. Ketotifen terutama bermanfaat pada asma yang penyebabnya alergi (Sundaru, 2001).


(49)

c) Kortikosteroid aerosol

Kebalikan dari obat yang bekerja sistematik, obat aerosol bekerja dengan jalan menempel di permukaan bagian tubuh yang sakit. Cara kerja steroid aerosol pada dasarnya sama dengan yang sistematik yaitu sebagai anti alergi dan anti peradangan. Untuk melihat manfaatnya diperlukan waktu sekitar 4 minggu. Diperkirakan steroid aerosol juga membantu memperkuat kerja dari bronkodilator (Sundaru, 2001).

d) Nedokromil

Obat ini diduga mempunyai efek anti peradangan seperti halnya natrium kromolin, nedokromil dipakai untuk mencegah asma ringan dan sedang, terutama yang disebabkan oleh alergen, kegiatan jasmani maupun iritan seperti hawa dingin atau asap (Sundaru, 2001).

e) Antileukotrien

Leukotrien adalah salah satu mediator dari reaksi alergi yang dapat menyebabkan gejala asma. Obat-obatan yang termasuk golongan anti leukotrien bekerja dengan jalan mencegah terjadinya serangan asma. Oleh karena itu obat ini dipakai terus menerus untuk jangka panjang. Keuntungan anti leukotrien bermanfaat pada asma yang dicetuskan oleh alergen, kegiatan jasmani, aspirin, dan iritan karena polusi udara (Sundaru, 2001).

f) Suntikan alergen (Laprin)

Istilah suntikan allergen bermacam-macam. Ada yang menyebut hiposensitisasi atau imunoterapi atau desensitasi, yang disuntikkan


(50)

adalah alergen atau zat penyebab alergi. Bila disuntikkan ke badan akan membentuk zat anti (kebal), sehingga suatu hari jika penderita terpapar (kontak) dengan alergen tadi, reaksi alergi tidak terjadi sama sekali dan hasil akhirnya serangan asma tidak timbul (Sundaru, 2001).

Obat pengontrol asma yang paling efektif adalah kortikosteroid. Cara pemberian yang paling baik adalah secara inhalasi. Pemakaian kortikosteroid inhalasi jangka panjang dapat menurunkan kebutuhan terhadap kortikosteroid sistemik. Pada asma kronik berat dibutuhkan dosis inhalasi yang tinggi untuk mengontrol asma. Bila dengan dosis inhalasi yang tinggi belum juga dapat mengontrol asmanya, maka ditambahkan kortikosteroid oral. Pada pemakaian kortikosteroid inhalasi jangka panjang dapat timbul efek samping kandidiasis orofaring, disfonia dan kadang-kadang batu. Efek samping itu dapat dicegah dengan pemakaian spacer atau dengan mencuci mulut sesudah pemakaian alat. Obat kortikosteroid sistemik diberikan bila obat inhalasi masih kurang efektif dalam mengontrol asma. Obat sistemik juga diberikan pada seat terjadi serangan asma yang berat. Pemberian obat selama 57 hari dapat digunakan sebagai terapi maksimal untuk mengontrol gejala asma. Pemberian demikian dilakukan pada permulaan terapi jangka panjang maupun sebagai terapi awal pada asma yang tidak terkontrol atau selama masa perburukan penyakit. Pemberian obat kortikosteroid jangka panjang mungkin perlu untuk mengontrol asma


(51)

persisten berat, tetapi pemberian itu terbatas oleh karena risiko terhadap efek samping.

Pemberian inhalasi kortikosteroid jangka lama selalu lebih baik daripada pemberian secara oral maupun parenteral. Bila pemberian oral diberikan untuk jangka lama harus diperhatikan kemungkinan timbal efek samping. Untuk jangka panjang pemberian obat secara oral lebih baik daripada parenteral. Preparat oral golongan steroid yang bersifat short acting seperti prednison, prednisolon dan metil prednisolon lebih baik karena efek mineralokortikoidnya minimal, masa kerja pendek sehingga efek samping lebih sedikit dan efeknya terbatas pada otot. Bila mungkin prednison oral jangka lama diberikan selang sehari pada pagi hari untuk mengurangi efek samping. Tetapi kadang-kadang penderita asma berat memerlukan obat tiap hari bahkan dua kali sehari (Anonim, 2003).

C. Peresepan pada anak-anak

Anak terutama neonatus mempunyai respons yang berbeda terhadap obat dibanding orang dewasa. Perhatian khusus diberikan pada masa neonatal (0-30 hari) karena dosis harus selalu dihitung dengan cermat. Pada umur ini, resiko toksisitas bertambah karena filtrasi renal yang belum efisien, defisiensi relatif enzim, sensitifitas organ target yang berbeda, dan belum adekuasinya sistem detoksifikasi yang menyebabkan lambatnya ekskresi obat (Anonim, 2000 (b)).


(52)

The British Paediatric Association (BPA) mengusulkan tentang waktu yang didasarkan pada saat terjadinya perubahan-perubahan biologis. Perubahan biologis yang diwakili oleh tiap rentang waktu tersebut adalah neonatus terjadi perubahan organ yang sangat penting, bayi merupakan masa awal pertumbuhan yang pesat, anak-anak adalah masa pertumbuhan secara bertahap. Neonatus dimulai dari awal kelahiran kurang dari 1 bulan, bayi dimulai dari rentang 1 bulan sampai 2 tahun, dan kelompok anak mempunyai rentang di atas 2 tahun sampai dengan 12 tahun (Prest, 2003).

Hal-hal yang sebaiknya menjadi pertimbangan petugas kesehatan peresepan obat pada anak-anak adalah sebagai berikut ini.

1. Dosis

Dosis untuk anak bisa dihitung dari dosis dewasa berdasar umur, berat badan, luas permukaan badan, atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut. Metode yang paling akurat adalah berdasarkan luas permukaan tubuh.

2. Berat badan

Berat badan bisa digunakan untuk menghitung dosis, ditunjukkan dengan mg/kg. anak kecil mungkin memerlukan dosis per kilogram yang lebih besar dibanding orang dewasa karena kecepatan metabolismenya lebih tinggi. Beberapa masalah yang perlu dipertimbangkan antara lain, pada anak yang gemuk akan mendapat dosis yang terlalu besar, sehingga sebagian besar perhitungan dosis menggunakan berat badan ideal dikaitkan dengan tinggi badan dan umur.


(53)

3. Luas permukaan badan

Dibandingkan dengan lainnya, perhitungan dosis dengan luas permukaan tubuh ini lebih akurat, karena fenomena fisiologis tubuh lebih dekat berhubungan dengan luas permukaan tubuh (Anonim, 2000 (b))

Dikenal juga adanya peresepan yang berlebihan, yaitu peresepan yang memberikan obat yang tidak dibutuhkan, dosis yang diberikan terlalu besar, lama dan waktu pengobatan yang banyak. Multiple prescribing merupakan criteria peresepan apabila ditemukan 2 atau lebih obat yang menimbulkan efek yang sama, dan pengobatan beberapa kondisi yang berhubungan dan pengobatan yang pertama akan memperbaiki kondisi yang lain (Anonim, 2000(b)).

D. Pola Peresepan Obat

Proses peresepan menggambarkan suatu proses normal dari pengobatan, dimana diperlukan pengetahuan, keahlian sekaligus berbagai pertimbangan dalam setiap tahap sebelum membuat suatu keputusan. Kenyataanya dalam praktek sering dijumpai kebiasaan pengobatan (peresepan) yang tidak rasional (irational prescribing). Pemakaian obat yang tidak rasional merupakan masalah serius dalam pelayanan kesehatan oleh karena kemungkinan dampak negatif yang terjadi. Dampak yang mungkin terjadi adalah dampak terhadap mutu pengobatan dan pelayanan, dampak terhadap biaya pelayanan pengobatan, dampak terhadap efek samping obat, dan dampak psikososial, yaitu ketergantungan obat terhadap masyarakat (Anonim, 2003).


(54)

Secara praktis untuk memantau pola penggunaan atau peresepan obat secara umum, telah dikembangkan indikator yang dapat dipakai secara cepat untuk menilai pola penggunaan obat di unit pelayanan, membandingkan antar unit, atau menilai perubahan sesudah suatu intervensi. Tipe indikator peresepan digunakan untuk membangun (menentukan) gambaran peresepan dalam 3 hal umum yang saling berhubungan dengan penggunaan obat yang rasional, yang mencakup hal-hal di bawah ini.

1. Prescribing practice, dengan indikator :

a. rata-rata jumlah penggunaan obat, untuk mengetahui tingkat penggunaan obat yang berlebih (polifarmasi).

b. persentase peresepan dengan menggunakan nama obat generik, untuk mengetahui tendensi persepan dengan nama obat generik.

c. persentase peresepan antibiotika.

d. persentase peresepan penggunaan injeksi.

e. persentase peresepan obat dari daftar obat essensial, untuk mengetahui tingkat penggunaan obat dari daftar obat essensial.

2. Patient care, dengan indikator : a. rata-rata waktu konsultasi b. rata-rata waktu dispensing

c. persentase keberhasilan peresepan obat d. persentase daftar obat yang cukup memadai e. pengetahuan pasien tentang dosis obat yang benar


(55)

3. Fasilitas kesehatan (facility health), dengan indikator : a. kegunaan dari daftar atau formularium obat essensial

b. kegunaan dari obat penting, untuk mengetahui kegunaan obat penting dengan terapi masalah kesehatan (Anonim, 2003).

Quick (1997) menyebutkan bahwa bentuk dari peresepan obat yang tidak rasional adalah: 1) peresepan berlebihan (extravagant prescribing), yaitu peresepan dengan obat-obat yang lebih mahal padahal ada alternatif lain yang lebih murah dengan manfaat dan keamanan yang sama, 2) peresepan berlebihan (over prescribing) terjadi bila dosis obat, lama pemberian atau jumlah obat yang diresepkan melebihi ketentuan, 3) peresepan yang salah (incorrect prescribing) mencakup pemakaian obat untuk indikasi yang keliru, diagnosis tepat tetapi obatnya keliru, pemberian obat kepada salah, 4) peresepan majemuk (multiple prescribing) yakni pemakaian dua atau lebih kombinasi obat padahal sebenarnya cukup hanya diberikan obat tunggal saja, 5) peresepan kurang (under pescribing) terjadi kalau obat yang diperlukan tidak diresepkan, dosis tidak cukup atau lama pemberian terlalu pendek. Dari berbagai bentuk ketidak rasionalan yaitu : 1) upaya pendidikan (educational strategies) yang mencakup perbaikkan isi dan cara pendekatan pendidikan bagi calon-calon penulis resep untuk memperkenalkan prinsip-prinsip pemakaian obat secara rasional dan masalah ketidak rasionalan pemakaian obat, 2) upaya pengelolaan (managerial strategies) yang mencakup perbaikan sistem suplai, yakni dalam proses pengadaan obat, sistem peresepan dan dispensing obat, 3) upaya peraturan (regulatory strategies).


(56)

E. Penatalaksanaan Serangan Asma di Rumah Sakit 1. Di ruang gawat darurat

Jika respon terhadap pengobatan awal di rumah buruk dan keadaan sesak penderita bertambah parah maka penderita harus segera dibawa ke ruang gawat darurat rumah sakit. Selama di ruang gawat darurat akan dilakukan hal-hal berikut ini.

a. evaluasi terhadap fungsi paru atau penyempitan saluran nafas.

b. anamnesia mengenai riwayat penyakit dan penyakit lain yang menyertai jika ada.

c. pemeriksaan fisik terhadap penderita. d. pemeriksaan laboratorium.

e. foto paru dan elektrokardiogram (EKG) tidak rutin dilakukan melainkan atas indikasi saja.

f. pemberian obat-obatan, seperti : oksigen, agonis beta-2 hirup (aerosol), antikolinergik.

2. Penilaian ulang

Penilaian ulang terhadap penderita dilakukan setelah pemberian terapi awal selesai (60-90 menit). Respon terapi awal di Unit Gawat Darurat (UGD), menentukan apakah penderita selanjutnya di rawat inap, masuk ke ruang perawatan intensif, atau diperbolehkan pulang.

3. Perawatan inap

Kebutuhan untuk merawat penderita diambil berdasarkan lama dan beratnya serangan asma, beratnya obstruksi saluran nafas, obat-obatan yang


(57)

dipakai pada saat serangan, fasilitas perawatan, dukungan keluarga, kondisi rumah adanya gangguan psikiatrik.

4. Perawatan intensif

Sebagian besar penderita asma akut memberikan respon terapi yang baik, namun gejala asma sebagian kecil penderita makin memburuk baik karena obstruksinya makin berat atau otot-otot pernafasannya semakin lemah atau kombinasi keduanya sehingga pasien tampak gelisah, kesadaran menurun, adanya tanda-tanda gagal nafas yang mengancam (seperti kekurangan oksigen atau hipoksemia) meskipun sudah diberikan oksigen yang cukup (Abidin dan Ekarini, 2002).

F. Keterangan Empiris yang diharapkan

Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang pola peresepan obat anti asma pada pediatri di instalansi rawat jalan Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta tahun dengan mengetahui jenis dan golongan obat, mengetahui cara pemberian obat pada anak, mengetahui dosis obat yang digunakan, dan mengetahui jumlah obat yang digunakan


(58)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian tentang pola peresepan penyakit asma bronkial pada pasien pediatrik di Instalansi Rawat Jalan Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2006 merupakan jenis penelitian observasional yaitu penelitian yang observasinya dilakukan tehadap sejumlah ciri (variabel) subyek menurut keadaan apa adanya (in nature), tanpa ada manipulasi atau intervensi peneliti. Rancangan penelitian yaitu deskriptif non analitik artinya penelitian yang hanya menyuguhkan sedeskriptif mungkin fenomena yang ada, tanpa menganalisa bagaimana dan mengapa fenomena tersebut terjadi. Cara pengambilan data dilakukan melalui rekam medik secara retrospektif.

B. Definisi Operasional

1. Asma bronkial adalah suatu jenis penyakit kronis yang pada umumnya mengalami peningkatan respon trakea dan bronki terhadap berbagai rangsang dengan manifestasi berupa penyempitan saluran nafas, yang ditandai dengan adanya sesak nafas dan “mengi”.

2. Pasien asma dalam penelitian ini adalah penderita pada pediatri dengan diagnosis asma bronkial di instalansi Rawat Jalan RSPR Yogyakarta Tahun 2006.


(59)

3. Pediatri adalah pasien yang berusia 2 tahun sampai 12 tahun berdasar The British Paediatric Association (BPA).

4. Jumlah obat adalah banyaknya obat yang diberikan pada pasien tergantung pada tingkat keparahan dari penyakit berdasarkan diagnosis yang diberikan, misalnya pada pasien yang terdiagnosis asma bronkial yang tergolong ringan diberikan 3 macam obat (bronkodilator, obat batuk, dan analgesik) ,

5. Golongan obat adalah kelompok obat berdasarkan kelas terapinya, misalnya antikolinergik, kortikosteroid.

6. Jenis obat adalah nama macam obat yang diberikan, misalnya aminofilin, prednison.

7. Cara penggunaan adalah cara pemberian obat kepada pasien penderita asma bronkial misalnya cara pemberian secara oral atau parenteral di RSPR Yogyakarta.

7. Interaksi obat adalah penggunaan dua atau lebih obat yang diberikan pada waktu bersamaan yang dapat memberikan efek tidak saling mempengaruhi, atau saling mempengaruhi (berinteraksi).

C. Bahan Penelitian dan Subyek Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan adalah menggunakan Indeks Diagnosis Rawat Jalan dan lembar catatan medik (medical record) pasien pediatri dengan diagnosis asma bronkial di Instalansi Rawat Jalan Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode 2006.


(60)

Subyek penelitian adalah pasien anak yang berusia 0 sampai 12 tahun, dengan diagnosis asma bronkial, pasien menjalani rawat jalan di RSPSR. Pengambilan usia anak berdasarkan penggolongan oleh The British Paediatric Association (BPA) yaitu neonatus adalah usia mulai awal kelahiran sampai 1 bulan, bayi usia 1 bulan sampai 2 tahun, anak usia 2 tahun sampai 12 tahun, dan remaja usia 12 tahun sampai 18 tahun.

D. Jalannya Penelitian

Jalannya penelitian dilakukan dalam tiga tahap, pertama adalah tahap perencanaan, tahap kedua adalah pengambilan data, sedangkan tahap ketiga adalah melakukan pengolahan hasil dan pembahasan.

1. Tahap Perencanaan

Tahap perencanaan meliputi analisis situasi dan penentuan masalah. Analisis situasi dilakukan dengan mencari data penyakit terbanyak yang ada di RSPR Yogyakarta Tahun 2006. Hasil analisis menunjukkan bahwa persentase kejadian asma bronkial pada anak cukup besar. Melihat terapi pada anak memerlukan perhatian khusus, maka diangkat masalah peresepan asma bronkial di instalansi Rawat Jalan RSPR Yogyakarta Tahun 2006.

2. Tahap Pengambilan Data.

Tahap pengambilan data diawali dengan melakukan penelusuran data. Tahap selanjutnya pengumpulan bahan data pencatatan data ke lembar laporan.


(61)

a. Proses penelusuran data dilakukan melalui Unit Catatan Medik

Salah satu bentuk laporan Unit Catatan Medik berupa table nomor registrasi (nomor catatan medik) penderita rawat jalan. Berdasarkan nomor registrasi tersebut sehingga diperoleh nomor registrasi kasus asma bronkial dan umur pasien. Penelusuran dilakukan untuk tahun 2006.

b. Pengumpulan bahan dalam penelitian ini dilakukan melalui catatan medik Pengumpulan didasarkan pada nomor registrasi yang telah diperoleh dalam penelusuran data. Bahan-bahan tersebut diperoleh di Unit Catatan Medik.

c. Pencatatan data dilakukan dalam lembar laporan

Data meliputi nomor registrasi (nomor rekam medik), umur pasien (tahun), berat badan (Kg), kondisi umum dan gejala, riwayat penyakit, terapi, dosis, mulai menggunakan obat (hari ke-), lama perawatan (hari) dan diagnosis pasien.

3. Tahap Pengolahan Hasil dan Pembahasan.

Pengolahan dilakukan secara deskriptif. Hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabulasi dan disertai uraian pembahasannya.

E.Tata Cara Pengolahan Hasil Penelitian

Hasil penelitian diolah secara deskriptif untuk memperoleh informasi mengenai hal-hal berikut ini.

1. Golongan obat masing-masing dalam peresepan disajikan dengan melihat kelas terapinya dan jenis obat disertai jumlah kasus yang menerima obat


(62)

tersebut. Persentase golongan dan jenis obat yang diberikan dihitung dari jumlah kasus yang diteliti (n) dikalikan 100%.

2. Aturan pakai disajikan dengan melihat dosis obat yang diresepkan dalam sehari, frekuensi penggunaan obat dalam sehari, serta keterangan lain yang ada, kemudian dikelompokkan berdasarkan rentang usia pasien yaitu 0-5 tahun, >5-11 tahun, dan >11-≤12 tahun.

3. Bentuk sediaan obat disajikan menurut jenis bentuk sediaan tertentu, disertai jumlah pasien yang menerima bentuk sediaan tersebut. Persentase bentuk sediaan obat yang diberikan dihitung berdasarkan jumlah pasien yang menerima bentuk sediaan tersebut dibagi jumlah kasus yang diteliti (n) dikalikan 100%.

4. Kontraindikasi disajikan dengan melihat obat yang diberi disesuaikan dengan riwayat, kondisi umum dan gejala penyakit pasien, misalnya penggunaan salbutamol akan terjadi kontraindikasi pada penderita yang hipersensitif dan jangan diberikan bersama-sama dengan obat dari golongan beta bloker.

5. Potensial interaksi obat disajikan menurut jenis interaksi antara obat anti asma dengan obat lain yang diberikan pada saat yang sama dan dikaji secara teoritis. Jenis interaksi obat adalah interaksi farmakodinamika atau farmakokinetika.


(63)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada data RM, kasus asma bronkial pada pasien anak di RSPR Yogyakarta Tahun 2006 yang diamati ditekankan pada umur 0-12 tahun, tanpa membedakan umur bayi dan anak-anak. Pada data, umur anak yang terkecil diperoleh adalah 1,5 bulan dan yang terbesar adalah 12 tahun. Jenis kelamin yang paling banyak ditemukan dalam kasus asma bronkial ini adalah laki-laki. Setelah dilakukan penelusuran data melalui buku kunjungan poliklinik bagian rekam medik, jumlah kasus asma bronkiial pada pasien anak rawat jalan di RSPR Yogyakarta Tahun 2006 adalah sebanyak 81 kasus.

A. Karakteristik Pasien

Karateristik pasien asma di Instalasi Rawat Jalan RSPR Yogyakarta Tahun 2006 dikhususkan pada pasien anak-anak. Karakteristik pasien asma anak berdasarkan pada jenis kelamin, umur dan diagnosis pasien.

1. Jenis kelamin

Perbandingan jumlah dan persentase dari laki-laki dan perempuan pada pasien asma bronkial pada anak di Instalasi Rawat Jalan RSPR Yogyakarta Tahun 2006 adalah 64,5 % untuk jenis kelamin laki-laki dan 34,5 % untuk jenis kelamin perempuan

Tabel IV. Distribusi Pasien Asma Bronkial pada Anak berdasarkan Jenis Kelamin di Instalasi Rwat Jalan RSPR Yogyakarta Tahun 2006

No Jenis kelamin Jumlah pasien Persentase %

1 Laki-laki 53 64,5

2 Perempuan 28 34,5


(64)

Data penelitian diatas menunjukan bahwa jumlah pasien asma bronkial pada anak dengan jenis kelamin laki-laki lebih besar daripada jenis kelamin perempuan.

2. Umur

Pasien asma bronkial pada anak di RSPR Yogyakarta Tahun 2006 rata-rata berumur 0-12 tahun yang terbagi atas umur 0-5 tahun 61,7 %, umur 6-11 tahun 34,6 %, umur ≥12 tahun 3,7 %.

Tabel V. Distribusi Pasien Asma Bronkial pada Anak berdasarkan Umur di Instalasi Rawat Jalan RSPR Yogyakarta Tahun 2006

No Umur Jumlah pasien Persentase %

1 0-5 tahun 50 61,7

2 >5-11 tahun 28 34,6

3 >11-≤12 tahun 3 3,7

Jumlah 81 100,0

Data penelitian di atas menunjukkan bahwa pasien asma anak di Instalasi Rawat Jalan RSPR Yogyakarta Tahun 2006 yang berumur 0-5 tahun terdiagnosis penyakit asma bronkial lebih banyak dibandingkan yang berumur 6-11 tahun dan yang berumur ≥12 tahun. Pada umur 0-5 tahun, bayi sering mengalami mengi karena saluran pernapasannya sangat kecil sehingga mudah sekali menyempit jika terinfeksi (Abidin dan Ekarini, 2002). Pada umur 6-11 tahun mempunyai kecenderungan untuk kambuh, mulai dari asma ringan sampai asma berat, tetapi ada kemungkinan pada umur 10 tahun asma yang diderita sembuh dan jarang kambuh lagi. Pada umur lebih dari atau sama dengan 12 tahun sudah dapat mengendalikan atau menghindari faktor-faktor pencetus yang dapt menyebabkan


(65)

asma dengan mengetahui kapan terserang asma dan bagaimana mencegah dan mengobati asma.

B. Gambaran umum peresepan

Pada penelitian ini gambaran umum peresepan pasien anak dapat dilihat pada beberapa variabel, yaitu jumlah obat, golongan obat, jenis obat, bentuk sediaan dan cara pemakaian.

1. Jumlah obat

Jumlah obat yang dipakai untuk pengobatan pasien asma bronkial pada anak di Instalasi Rawat Jalan RSPR Tahun 2006 adalah 3-7 macam obat dengan jumlah obat terbanyak yang diberikan adalah 4 macam obat pada 41 pasien. Jumlah obat yang diberikan pada pasien asma anak tidak diberikan dalam jumlah dan waktu yang bersamaan, tetapi menurut selang waktu dan dosis tertentu berdasarkan system limited dispensing, yaitu distribusi obat yang diberikan pada pasien menurut dosis yang dibutuhkan selama masa perawatan di Instalasi Rawat Jalan RSPSR.

Tabel VI. Jumlah Obat yang Diberikan pada Pasien Asma Anak di Instalasi Rawat Jalan RSPR Yogyakarta Tahun 2006

No Jumlah Obat Jumlah pasien (n= 81) Persentase (%)

1 3 7 8,6

2 4 41 50,6

3 5 24 29,6

4 6 7 8,6

5 7 2 2,5

Jumlah 81 100,0

Variasi jumlah obat yang besar perlu diperhatikan karena diberikan pada pasien anak yang kemungkinan dapat menimbulkan terjadinya interaksi obat,


(66)

timbulnya efek samping bahkan kematian. Selain itu, dapat juga mempengaruhi kepatuhan pasien untuk mengikuti instruksi cara penggunaan dan peningkatan biaya pengobatan selama perawatan. Oleh karena itu, perlu dipertimbangkan penyederhanaan jumlah obat yang digunakan seminimal mungkin sesuai kebutuhan klinik untuk menghindari dampak negatif yang mungkin timbul.

Jumlah macam obat yang bervariasi diantara pasien asma bronkial disebabkan oleh perbedaan diagnosis yang diberikan oleh dokter berdasarkan gejala-gejala yang dialami pasien. Jumlah obat yang diberikan pada pasien tergantung pada tingkat keparahan dari penyakit berdasarkan diagnosis yang diberikan, misalnya pada pasien yang terdiagnosis asma bronkial yang tergolong ringan diberikan 3 macam obat (bronkodilator, obat batuk, dan analgesik) , sedangkan asma bronkial yang tergolong parah diberikan 6 macam obat (1. bronkodilator, 2 simpatomimetik, 1 kortikosteroid, 1 antihistamin, 1 antiinfeksi). Jadi obat yang diberikan pada pasien asma anak dengan jumlah yang minimal ataupun maksimal disesuaikan dengan kebutuhan dalam proses terapi penyakit asma dan gejala-gejala lain yang menyertainya.

Menurut Sundaru (2001), perbedaan jumlah obat yang diberikan disebabkan oleh sifat variabilitas dan individualitas dari pasien asma dengan respon pengobatan tiap pasien berbeda-beda, ada pasien yang memerlukan satu macam obat dan ada pasien yang memerlukan bermacam-macam obat, misalnya pada salah satu pasien asma yang memerlukan antihistamain untuk meringankan alergi, antasida untuk meringankan gangguan pencernaan, dan antimigren untuk mengobati sakit kepala sebelah kiri. Jumlah obat yang diberikan menujukkan


(67)

bahwa dalam proses terapi penyakit asma tidak hanya khusus untuk asma, tetapi juga untuk gejala-gejala yang dialami oleh pasien anak.

2. Golongan obat

Golongan obat yang digunakan oleh pasien anak penderita asma bronkial di Instalasi rawat jalan RPSR tahun 2006 meliputi golongan obat anti asma (simpatomimetik, kortikosteroid, xantin) dan obat-obat tambahan seperti antialergi, obat batuk, antibiotik, dan analgesik antipiretik.

Tabel VII. Golongan Obat yang Digunakan Pasien Anak Asma Bronkial di Instalasi Rawat Jalan RSPR Yogyakarta Tahun 2006

No Golongan Obat Jumlah pasien (n= 81) Persentase (%)

1 Simpatomimetik 68 84,0

2 Xantin 35 43,2

3 Kortikosteroid 40 49,3

4 Antibiotika 73 90,1

5 Obat batuk 13 16,0

6 Antialergi 36 44,4

7 Analgetik antipretik 27 33,3

8 Vitamin 9 11,1

Pada data yang tertera di tabel VII, presentase penggunaan simpatomimetik sebagai bronkodilator lebih besar dibandingkan xantin. Hal ini hendaknya diteliti lebih lanjut.

Kortikosteroid diberikan untuk menekan radang sebagai faktor penting terjadinya hiperreaktivitas bronkus, dimana hiperreaktivitas bronkus merupakankelainan sentral untuk terjadinya asma. Penggunaan kortikosteroid memiliki presentase sebesar 38 %. Hal ini menunjukkan bahwa dalam penanganan asma bronkial pada anak ada upaya untuk menekan faktor pencetus asma dan faktor yang memperberat serangan asma.


(68)

Antibiotik merupakan pilihan obat yang biasa digunakan dalam penanganan infeksi karena bakteri. Penggunaan antibiotk dalam pengobatan asma bronkial pada anak memiliki presentase yang besar yaitu 90,1%, dibandingkan penggunaan obat yang lain termasuk obat anti asma sendiri. Hal ini perlu mendapat perhatian dan perlu diteliti lebih lanjut tentang kerasionalan penggunaan antibiotik pada asma mengingat penggunaan antibiotik yang tidak tepat akan menyebabkan kuman menjadi kebal terhadap antibiotik.

Penggunaan obat batuk berguna untuk mengurangi keluhan batuk yang dirasa mengganggu. Batuk terjadi karena adanya rangsangan saluran napas akibat produksi dahak yang berlebihan yang disebabkan karena radang bronkus. Pada tabel VII, penggunaan obat batuk dalam pengobatan asma bronkial pada anak sebesar 18,5%.

Antialergi bermanfaat untuk mengatasi alergi yang timbul akibat adanya allergen. Pada tabel VII, penggunaan antialergi dalam pengobatan asma bronchial pada anak sebesar 39,5%.

Analgetik antipiretik biasanya diberikan kepada pasien dengan maksud untuk memberikan rasa nyaman akibat infeksi yang terjadi (demam, pusing). Penggunaan analgetik antipiretik dalam pengobatan asma bronkiial pada anak sebesar 33,3%. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan analgetik antipiretik tidak mutlak digunakan melihat angka presentase yang kecil, karena prinsip terapi untuk asma bronchial (khususnya infeksi yang terjadi) adalah mengatasi faktor pencetus sehingga keluhan-keluhan yang lain dapat diatasi.


(69)

3. Jenis Obat yang Digunakan

Jenis obat tiap golongan yang digunakan oleh pasien anak penderita asma bronkial rawat jalan di RSPR Yogyakarta Tahun 2006 dapat dilihat sebagai berikut.

a. Simpatomimetik

Jenis obat simpatomimetik yang digunakan untuk pasien anak asma bronkial antara lain terbutalin, salbutamol, prokaterol HCl.

Tabel VIII. Jenis Obat Simpatomimetik yang Digunakan Pasien Anak Asma Bronkial yang Menjalani Rawat Jalan di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta

Tahun 2006

No Simpatomimetik Jumlah 0bat Persentase %

1 Terbutalin 6 7,4

2 Salbutamol 51 63,0

3 Prokaterol HCl 11 13,6

Jumlah 68 84,0

Penggunaan simpatomimetik sebagai bronkodilator untuk mengatasi sesak napas. Pada kasus ini salbutamol sebagai stimulant adrenoseptor beta-2 selektif yang efektif mengatasi serangan asma ringan sampai sedang dengan cepat paling banyak digunakan, karena golongan simpatomimetik dapat merelaksasikan otot polos saluran pernapasan dan menghambat pelepasan senyawa bronkokontriksi dari mediator pencetus alergi. Salbutamol, terbutalin sulfat, dan prokaterol hidroklorida yang termasuk dalam golongan simpatomimetik memiliki toksisitas sistemik yang rendah dibandingkan dengan aminofilin dan teofilin dari golongan xantin serta lebih efektif bila digunakan dalam sediaan inhalasi, karena efek dari zat-zat golongan simpatomimetik lebih cepat menuju ke saluran pernapasan yang mengalami bronkokontriksi dan merelaksasikan otot polos saluran pernapasan.


(70)

b. Xantin

Jenis obat Xantin yang digunakan untuk pasien anak asma bronkial dapat diamati pada tabel IX.

Tabel IX. Jenis Obat Xantin yang Digunakan Pasien Anak Asma Bronkial yang Menjalani Rawat Jalan di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2006

No Xantin Jumlah 0bat Persentase %

1 Aminofilin 24 29,6

2 Teofilin 11 13,6

Jumlah 35 43,2

Dalam penanganan asma secara umum, teofilin dan aminofilin merupakan pilihan yang baik untuk mengatasi obstruksi saluran napas, menghambat reaksi lambat tetapi tidak mempunyai efek terhadap hiperreaksi bronkus dan dapat memperkuat kerja otot diafragma. Pada kasus yang diamati, teofilin dan aminofilin penggunaanya lebih sedikit dibanding dengan simpatomimetik. Pada data pengobatan asma bronkial pasien anak rawat jalan menunjukkan beberapa kasus menggunakan simpatomimetik dan xantin secara bersamaan.

Teofilin digunakan untuk mengatasi obstruksi saluran napas, dimana cara kerjanya yaitu menekan pelepasan mediator peradangan yang ditimbulkan oleh alergen (misalnya histamin) dari sel mastosit yang disensitisasikan oleh IgE. Kadar teofilin dalam serum yang diinginkan berkisar dari 10 sampai 20 μg/ml, dan biasa diperoleh dengan memberikan dosis 5 sampai 6 mg/kg BB setiap 6 jam.

Aminofilin merupakan bentuk garam dari teofilin yang larut dalam air atau suatu campuran teofilin dengan etilendiamin sehingga memiliki kelarutan 20 kali lebih baik dibanding teofilin, yang bekerja mengurangi pembebasan mediator. Larutan steril aminofilin digunakan secara luas untuk penobatan intravena pada


(71)

asma berat, tetapi menyebabkan rasa sakit yang berat dan cedera jaringan jika disuntikkan melalui jalan lain.

Pemakaian kombinasi antara bronkodilator xantin dan simpatomimetik dapat memperkuat efek terhadap jantung yaitu menyebabkan kerja jantung bertambah sehingga menyebabkan pasien merasa gemetar dan dada berdebar-debar. Efek ini dapat dikurangi dengan menggunakan obat bronkodilator dalam bentuk sediaan aerosol dan dengan pemantauan dokter dimana pemakaian teofilin dimulai dengan dosis terkecil dan secara bertahap setiap tiga hari dosisnya ditingkatkan dengan memperhatikan kadarnya dalam darah, namun dalam penelitian ini tidak memperhatikan keadaan klinis pasien setelah menggunakan obat asma di RSPR

Hal ini hendaknya diteliti lebih lanjut apakah kombinasi dari kedua golongan tersebut yang fungsinya sama-sama sebagai bronkodilator benar-benar efektif, mengingat prinsip pemberian obat pada anak dan biaya yang akan dikeluarkan.

c. Kortikosteroid

Jenis obat kortikosteroid yang digunakan untuk pasien anak asma bronkial dapat dilihat pada tabel X.

Tabel X. Jenis Obat Kortikosteroid yang Digunakan Pasien Anak Asma Bronkial yang Menjalani Rawat Jalan di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2006

No Kortikosteroid Jumlah obat Persentase %

1 Deksametason 16 19,7

2 Metilprednisolon 24 29,6


(1)

60 531126 10 L Asma Bronkiale Erysanbe Eritromisin 3x250 mg Tablet Oral 4

Claforam Sefotaksim 2x500 mg Tablet Oral Sistenol Parasetamol 3x1/3 tab Tablet Oral

Lasal exp Salbutamol 3x1 cth Syrup Oral

61 076336 9 L Asma Bronkiale Erysanbe Eritromisin 3x250 mg Tablet Oral 5

Claforam Sefotaksim 2x500 mg Tablet Oral Sistenol Parasetamol 3x1/3 tab Tablet Oral

Lasal exp Salbutamol 3x1 cth Syrup Oral

Vit. B

62 532067 4,5 L Asma Bronkiale Aminophilin Aminofilin 3x40 mg Tablet Oral 5 Medixon Metilprednisolon 1x2 tab Tablet Oral

CTM CTM 3x1/3 tab Tablet Oral Lasal Salbutamol 3x1 cth Syrup Oral Cefspan Sefiksim 3x1/2 cth Syrup Oral

63 285670 6 L Asma Bronkiale Nebulizer - - Inhalasi Inhalasi 2

Ambroksol Ambroksol 3x1/2 cth Syrup Oral

CTM CTM 3x1/3 tab Tablet Oral

Salbutamol Salbutamol 3x2 mg Tablet Oral 64 006203 12 P Asma Bronkiale Lasal exp Salbutamol 3x1/2 cth Syrup Oral 4

Parasetamol 250

mg

Parasetamol 3x1 tab Tablet Oral CTM CTM 3x1 tab Tablet Oral Bisolvon Bromheksin 4x1/2 cth Syrup Oral

65 421621 10 L Asma Bronkiale Nebulizer - - Inhalasi Inhalasi 4 Meptin Prokaterol HCl 2x1 tab Tablet Oral

Bisolvon Bromheksin 3x1/2 cth Syrup Oral CTM CTM 3x1/2 tab Tablet Oral


(2)

66 532637 8 P Asma Bronkiale Nebulizer - - Inhalasi Inhalasi 3 O2 - 2 lt/menit Inhalasi Inhalasi Amoxan Amoksisilin 3x150 mg Tablet Oral

Meptin Prokaterol HCl 2x1 cth Syrup Oral Profilas Ketotifen 2x1 cth Syrup Oral

67 231636 5,3 L Asma Bronkiale Nebulizer - - Inhalasi Inhalasi 4

Ceffriazon Brodced 1x500 mg Tablet Oral Kalmetason Deksametason 3x1/2 tab Tablet Oral

Aminophilin Aminofilin 3x35 mg Tablet Oral 68 174230 6 L Asma Bronkiale Nebulizer - - Inhalasi Inhalasi 4

Lasal exp Salbutamol 3x1 cth Syrup Oral Profilas Ketotifen 2x1 cth Syrup Oral Amoksisilin Amoksisilin 3x250 mg Tablet Oral

69 304339 8 L Asma Bronkiale Cefspan Sefiksim 2x25 mg Tablet Oral 5 Profilas Ketotifen 2x1 cth Syrup Oral

Aminophilin Aminofilin 3x25 mg Tablet Oral

Nebulizer - - Inhalasi Inhalasi

Erysanbe Eritromisin 3x250 mg Tablet Oral 70 448743 26 L Asma Bronkiale Erysanbe Eritromisin 3x1 tab Tablet Oral

Teophilin Teofilin 3x15 mg Tablet Oral Sistenol Parasetamol 3x1/2 tab Tablet Oral Lasal exp Salbutamol 3x1 cth Syrup Oral

Vit. B

Ceffriazon Brodced 1x250 mg Tablet Oral 71 385735 3 P Asma Bronkiale Erysanbe Eritromisin 3x250 mg Tablet Oral 5

Claforam Sefotaksim 2x500 mg Tablet Oral Sistenol Parasetamol 3x1/2 tab Tablet Oral


(3)

Vit B Lasal exp Salbutamol 3x1 cth Syrup Oral

72 534277 9 L Asma Bronkiale Nebulizer - - Inhalasi Inhalasi 5

Ambroksol Ambroksol 3x1/2 cth Syrup Oral CTM CTM 3x1/2 tab Tablet Oral

Ventolin exp Salbutamol 3x1 cth Syrup Oral Aminophilin Aminofilin 3x40 mg Tablet Oral

73 332311 4 L Asma Bronkiale Erysanbe Eritromisin 3x250 mg Tablet Oral 5

Lasal exp Salbutamol 3x1 cth Syrup Oral

CTM CTM 3x1/3 tab Tablet Oral

Medixon Metil prednisolon 1x1 tab Tablet Oral

Nebulizer - - Inhalasi Inhalasi

74 217696 3 P Asma Bronkiale Nebulizer - - Inhalasi Inhalasi 4

Ambroksol Ambroksol 3x1/2 cth Syrup Oral Medixon Metal prednisolon 1x1 tab Tablet Oral

Lasal exp Salbutamol 3x1 cth Syrup Oral

75 064422 10 L Asma Bronkiale Nebulizer - - Inhalasi Inhalasi 4 Ventolin Salbutamol 3x1 cth Syrup Oral Medixon Metil prednisolon 1x2 tab Tablet Oral

CTM CTM 3x1/2 tab Tablet Oral

76 095510 8 L Asma Bronkiale Erysanbe Eritromisin 3x250 mg Tablet Oral 6 Cefspan Cefiksim 2x20 mg Tablet Oral

Aminophilin Aminofilin 3x40 mg Tablet Oral Medixon Metilprednisolon 1x1 tab Tablet Oral

CTM CTM 3x1/3 tab Tablet Oral

Ceffriazon Brodced 1x 500 mg Tablet Oral


(4)

Claforam sefotaksim 1x500 mg Tablet Oral Sistenol Parasetamol 3x1/2 tab Tablet Oral

Vit B Oral

Lasal exp Salbutamol 3x1 cth Syrup Oral 78 218296 5,3 L Asma Bronkiale Aminophilin Aminofilin 3x25 mg Tablet Oral 5

Meptin Prokaterol HCl 2x1 tab Tablet Oral Lasal exp Salbutamol 3x1 cth Syrup Oral

Nebulizer - - Inhalasi Inhalasi

Medixon Metal prednisolon 1x2 tab Tablet Oral

79 511594 4 L Asma Bronkiale Teophilin Teofilin 3x50 mg Tablet Oral 4 Ikadryl Difenhidramin HCl 4x1/2 cth Syrup Oral

Erytromisin Eritromisin 3x150 mg Tablet Oral

O2 - - Inhalasi Inhalasi

Nebulizer - - Inhalasi inhalasi

80 269238 4 L Asma Bronkiale Amoxan 250 Amoksisilin 3x1 Tablet Oral 3 Deksametason Deksametason 3x1/3 tab Tablet Oral Aminophilin Aminofilin 3x25 mg Tablet Oral

O2 - - Inhalasi Inhalasi

Nebulizer - - Inhalasi inhalasi

81 142914 8 P Asma Bronkiale Ventolin exp Salbutamol 2x1/2 cth Syrup Oral 4

Erysanbe Eritromisin 3x1 tab Tablet Oral

CTM CTM 3x1/2 tab Tablet Oral


(5)

BIOGRAFI PENULIS

Penulis skripsi yang berjudul Pola Peresepan Obat Penyakit Asma Bronkial Pada Pasien Pediatri di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Panti Rapih

Yogyakarta 2006 mempunyai nama lengkap I Gusti

Bagus Sindu Martha Nugraha.

Penulis dilahirkan di Negara, Bali tanggal 17 September 1984, anak kedua dari tiga bersaudara, pasangan Bapak Alm. I Gusti Nyoman Mertanawa dan Ibu Sri Sunarlik.

Penulis memulai mengenal bangku sekolah di TK Pertiwi Negara pada tahun 1989-1990, melanjutkan sekolah dasar di SDN 2 Negara tahun 1990-1996, kemudian melanjutkan pendidikan ke SLTPN 2 Negara tahun 1996-1999, tahun 1999 melanjutkan pendidikan di SMUN 1 Negara sampai tahun 2002. Tahun 2002 penulis melanjutkan pendidikan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Selama kuliah di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, penulis aktif sebagai anggota kepanitiaan Apotek musik di tingkat fakultas.


(6)