Peningkatan prestasi belajar sejarah dengan menerapkan model cooperative learning tipe example and non example dan penggunaan media gambar siswa kelas XI IPA 1 SMAN 1 Depok Yogyakarta.

(1)

viii ABSTRAK

PENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SEJARAH DENGAN

MENERAPKAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE

EXAMPLE AND NON EXAMPLE DAN PENGGUNAAN MEDIA

GAMBAR SISWA KELAS XI IPA SMAN 1 DEPOK

YOGYAKARTA

Heribertus Eko Budistyadi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2015

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan prestasi belajar sejarah melalui penerapan model cooperative learning tipe example and non example dan penggunaan media gambar di SMA Negeri 1 Depok Yogyakarta pada siswa kelas XI IPA dengan materi “Proses masuk dan perkembangan penjajahan bangsa Barat di Indonesia.”

Metode penelitian yang digunakan model Kemmis dan Tagart dengan empat tahapan terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, observasi, refleksi. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA 1 SMA Negeri 1 Depok Yogyakarta dengan jumlah 34 siswa. Objek penelitian adalah prestasi belajar sejarah dan media gambar. Pengumpulan data menggunakan instrumen kuesioner, observasi, wawancara dan tes tertulis. Analisis data menggunakan persentase.

Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan prestasi belajar sejarah. Peningkatan prestasi belajar sejarah, pada siklus I (74,8) meningkat menjadi (77,0) pada siklus II.


(2)

ix ABSTRACT

"INCREASED ACHIEVEMENT LEARNING HISTORY BY APPLYING A MODEL COOPERATIVE LEARNING TYPE EXAMPLE AND NON EXAMPLE AND USE OF MEDIA IMAGES OF CLASS XI IPA 1 DEPOK

SENIOR HIGH SCHOOL YOGYAKARTA" Heribertus Eko Budistyadi

Sanata Dharma University 2015

This research aims to improve the learning achievements of history through the application of cooperative learning model of the type example and non example with the use of media images in Depok Senior High School Yogyakarta by the grade XI IPA student was the material for discussion "entry Process and the development of Western colonization in Indonesia."

The research methods used are Kemmis and Taggart model with four phases that consists of planning, implementation, observation, reflection. The subject in this study are students of Class XI IPA 1 Depok Senior High School Yogyakarta as many as34 students. The object of research is the study of history, achievements of the cooperative learning model. Data collection used the quisoner instrument, observation, interview and written test. Was used for analysis persentage.

The results showed an increase in learning achievements in history. Improvement of learning achievements in history, in a cycle I (74,8) increased to (77,0) in cycle II


(3)

PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR SEJARAH DENGAN

MENERAPKAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE

EXAMPLE AND NON EXAMPLE DAN PENGGUNAAN MEDIA

GAMBAR SISWA KELAS XI IPA 1 SMAN 1 DEPOK

YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Sejarah

Oleh:

Heribertus Eko Budistyadi 101314021

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA


(4)

i

PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR SEJARAH DENGAN

MENERAPKAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE

EXAMPLE AND NON EXAMPLE DAN PENGGUNAAN MEDIA

GAMBAR SISWA KELAS XI IPA SMAN 1 DEPOK

YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Sejarah

Oleh:

Heribertus Eko Budistyadi 101314021

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA


(5)

(6)

(7)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya yang sederhana ini kupersembahan untuk:

 Tuhan Yesus Kristus yang selalu menyertaiku atas segala rahmat dan karunia-Nya

 Ibu, dan Bapakku tercinta serta saudara-saudaraku,terima kasih atas segala bimbingan, kasih sayang, dan doanya.

 Sahabat-sahabat terbaikku  Almamaterku


(8)

v MOTTO

Pemenang tidak pernah TAKUT , Penakut tidak pernah MENANG dan Pemenang bukannya tak pernah gagal, tapi tak pernah menyerah. (Lukas 14:11) Orang-orang yang sukses hidup dengan lengkap. Mereka bahagia dan penuh rasa

syukur dan cinta terhadap segala sesuatu dalam kehidupan mereka. Mereka sudah menemukan tujuan hidup mereka dan menunaikan misi mereka di

dunia ini dengan baik, sehingga dunia ini menjadi tempat yang lebih baik dari pada ketika mereka belum datang.

Dunia menjadi lebih baik karena orang-orang yang sukses ini selalu melihat potensi terbaik dalam diri semua manusia di sekitar mereka, dan mereka selalu

memberikan yang terbaik pula yang mereka punya kepada dunia. (Ralph Waldo Emersom)

“To get a success, your courage must be greater than your fear.” (Untuk mendapatkan kesuksesan, keberanianmu harus lebih besar daripada

ketakutanmu.)


(9)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 22 Mei 2015

Penulis


(10)

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Heribertus Eko Budistyadi

Nomor Mahasiswa : 101314021

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

Peningkatan Prestasi Belajar Sejarah Melalui Model Cooperative Learning Tipe Example and Non Example dan Penggunaan Media Gambar siswa kelas XI IPA SMA N 1 Depok Yogyakarta. Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 22 Mei 2015 Yang menyatakan


(11)

viii ABSTRAK

PENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SEJARAH DENGAN

MENERAPKAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE

EXAMPLE AND NON EXAMPLE DAN PENGGUNAAN MEDIA

GAMBAR SISWA KELAS XI IPA SMAN 1 DEPOK

YOGYAKARTA

Heribertus Eko Budistyadi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2015

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan prestasi belajar sejarah melalui penerapan model cooperative learning tipe example and non example dan penggunaan media gambar di SMA Negeri 1 Depok Yogyakarta pada siswa kelas XI IPA dengan materi “Proses masuk dan perkembangan penjajahan bangsa Barat di Indonesia.”

Metode penelitian yang digunakan model Kemmis dan Tagart dengan empat tahapan terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, observasi, refleksi. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA 1 SMA Negeri 1 Depok Yogyakarta dengan jumlah 34 siswa. Objek penelitian adalah prestasi belajar sejarah dan media gambar. Pengumpulan data menggunakan instrumen kuesioner, observasi, wawancara dan tes tertulis. Analisis data menggunakan persentase.

Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan prestasi belajar sejarah. Peningkatan prestasi belajar sejarah, pada siklus I (74,8) meningkat menjadi (77,0) pada siklus II.


(12)

ix ABSTRACT

"INCREASED ACHIEVEMENT LEARNING HISTORY BY APPLYING A MODEL COOPERATIVE LEARNING TYPE EXAMPLE AND NON EXAMPLE AND USE OF MEDIA IMAGES OF CLASS XI IPA 1 DEPOK

SENIOR HIGH SCHOOL YOGYAKARTA" Heribertus Eko Budistyadi

Sanata Dharma University 2015

This research aims to improve the learning achievements of history through the application of cooperative learning model of the type example and non example with the use of media images in Depok Senior High School Yogyakarta by the grade XI IPA student was the material for discussion "entry Process and the development of Western colonization in Indonesia."

The research methods used are Kemmis and Taggart model with four phases that consists of planning, implementation, observation, reflection. The subject in this study are students of Class XI IPA 1 Depok Senior High School Yogyakarta as many as34 students. The object of research is the study of history, achievements of the cooperative learning model. Data collection used the quisoner instrument, observation, interview and written test. Was used for analysis persentage.

The results showed an increase in learning achievements in history. Improvement of learning achievements in history, in a cycle I (74,8) increased to (77,0) in cycle II


(13)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat serta karuniaNya yang telah dilimpahkan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas penelitian ini yang dilaksanakan di SMA N 1 Depok Yogyakarta pada tahun ajaran 2014/2015. Laporan Penelitian ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pendidikan.

Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan bulan Oktober 2014. Terlaksananya Penelitian serta terselesaikannya laporan ini tidak lepas dari dukungan semua pihak. Oleh karena itu bersamaan dengan ini saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Rohandi, Ph. D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Bapak Drs. Pius Nurwidasa P, M,Ed.,Ph.D. selaku Wakil Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Ibu Dra. Th. Sumini, M.Pd, selaku Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis dalam melaksanakan Penelitian skripsi.

4. Bapak Drs. Sutarjo Adisusilo, S. Th., M.Pd., selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan dukungan serta bimbingan dalam melaksanakan Penelitian skripsi .

5. Bapak Agus selaku sekretariat Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Senata Dharma Yogyakarta yang telah membantu memperlancar pelaksanaan penelitian II.

6. Bapak Drs. Maskur selaku Kepala Sekolah SMA N 1 Depok Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan kepada praktikan untuk melaksanakan Penelitian skripsi di SMA N 1 Depok, Sleman, Yogyakarta.


(14)

xi

7. Ibu Dra. Magda Indra Dewi Darmawan selaku Wakil Kepala Sekolah SMA N 1 Depok Sleman, Yogyakarta sebagai koordinator dalam praktikan untuk melaksanakan Penelitian skripsi di SMA N 1 Depok, Sleman, Yogyakarta. 8. Bapak Sigit S.Pd selaku guru Sejarah yang telah memberikan pendampingan

dalam menjalankan praktek mengajar serta memberikan bimbingan yang sangat berharga bagi perkembangan praktikan yang lebih baik di kemudian harinya.

9. Seluruh Guru, Staf, dan Karyawan SMA N 1 Depok Yogyakarta dan semua pihak yang telah membantu memperlancar pelaksanaan Penelitian skripsi ini. 10. Semua siswa-siswi SMA N 1 Depok Yogyakarta, khususnya kelas XI IPA 1

yang ikut serta mendukung program pelaksanaan penelitian dikelas.

11. Kepada seluruh teman-teman Mahasiswa Pendidikan Sejarah angkatan 2010 yang telah memberikan dukungan dan semangat demi terselesaikannya skripsi ini.

Saya menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kesempurnaan laporan ini. Semoga Laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Yogyakarta, 22 Mei 2015 Penulis

Heribertus Eko Budistyadi (101314021)


(15)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Batasan Masalah ... 7

D. Rumusan Masalah ... 7

E. Pemecahan Masalah ... 7

F. Tujuan Penelitian ... 8

G. Manfaat Penelitian ... 9


(16)

xiii

BAB II KAJIAN TEORI ... 13

A. Landasan Teori ... 13

1. Prestasi Belajar ... 14

2. Teori Prestasi Belajar ... 15

a. Ranah Kognitif ... 15

b. Ranah Afektif ... 16

c. Ranah Psikomotor ... 18

3. Model Pembelajaran Kooperatif... 19

a. Pengertian Model Kooperatif ... 19

b. Tujuan Pembelajaran Kooperatif ... 21

c. Unsur-unsur Pembelajaran Kooperatif ... 21

4. Teknik Example and Non Example ... 24

a. Pengertian Example and Non Example ... 24

b. Metode Example and Non Example ... 27

c. Ciri-Ciri Pembelajaran Example and non Example ... 28

d. Kelebihan dan Kekurangan Teknik Example and Non Example ... 29

5. Media Gambar ……….. 30

a. Pengertian Media Gambar ... 30

b. Gambar Mati dan Gambar Diam ... 31

c. Syarat-Syarat Pemilihan Gambar ... 32

d. Kelebihan dan Kelemahan Gambar ... 33

e. Cara Memperlihatkan Gambar ... 33

B. Penelitian Tindakan Kelas ... 34

a. Pengertian PTK ... 34

b. Tujuan dan Manfaat PTK ... 34

c. Sifat Penelitian Tindakan Kelas ... 36

C. Keterkaitan PTK dalam Model Cooperative Learning tipe Example And Non Example dengan Media Gambar pada Pembelajaran Sejarah ... . 38


(17)

xiv

D. Kerangka Berpikir ... 38

E. Hipotesis Tindakan ... 41

BAB III METODE PENELITIAN ... 42

A. Setting Penelitian ... 42

B. Subjek ………. 42

C. Obyek Penelitian ... 42

D. Desain penelitian ... 43

E. Definisi Operasionel Variabel... 44

F. Prosedur Penelitian ... 45

G. Sumber data ... 53

H. Metode Pengumpulan data ... 54

I. Instrumen Pengumpulan data ... 55

J. Analisis dan Penyajian Data ... 59

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 66

A. Hasil penelitian ... 66

1. Keadaan Awal ... 66

2. Siklus 1 ... 71

3. Siklus 2 ... 80

B. Pembahasan Siklus 1 dan Siklus 2 ... 92

BAB V PENUTUP ... 94

A. Kesimpulan ... 94

B. Saran ... 96


(18)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Kriteria penentuan hasil belajar berdasarkan PAP ... 60

Tabel 2a : Instrumen pengamatan sikap kolektif siswa dikelas ………… 62

Tabel 2b : Instrumen pengamatan sikap individu skor pernyataan positif dan negatif ... 63

Tabel 3a : Instrumen Penilaian individu ………. 64

Tabel 3b : Instrumen penilaian kolektif ………... 64

Tabel 4 : Tingkat Kategori nilai ……… 65

Tabel 5 : Data keadaan awal prestasi belajar siswa aspek kognitif ……... 67

Tabel 5a : Khusus prestasi belajar kognitif ………. 69

Tabel 6 : Data hasil penilaian kognitif, afektif, psikomotor siklus I……. 76

Tabel 6a : Data khusus nilai rata-rata siklus 1………... 77

Tabel 6b : Nilai akhir prestasi belajar siklus 1 ……….... 78

Tabel 7 : Data hasil penilaian kognitif, afektif dan psikomotor siklus II.. 84

Tabel 7a : Data khusus nilai rata-rata siklus 2 ……… 85

Tabel 7b : Hasil akhir prestasi belajar siklus 2 ……….... 86


(19)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar I : Kerangka Berpikir ... 40 Gambar II : Desain Model Kemmis dan Taggart ... 43 Gambar III : Grafik Nilai rata-rata Kognitif Keadaan Awal ... 69 Gambar IV : Grafik rata-rata nilai Kognitif, Afektif dan Psikomotor

Siklus 1 ... 77 Gambar V : Grafik rata-rata Nilai Prestasi Belajar Siklus 1 ... 79 Gambar VI : Grafik rata-rata nilai Kognitif, Afektif dan Psikomotor

Siklus 2 ... 86 Gambar VII : Grafik rata-rata nilai Prestasi Belajar siklus II ... 88 Gambar VIII : Grafik jumlah nilai pengetahuan, sikap, keterampilan

Kondisia awal, siklus 1 dan siklus 2 ... 89 Gambar IX : Grafik hasil akhir rata-rata nilai keadaan awal ,siklus 1


(20)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Jadwal Kerja ... 101

Lampiran 2 : Angket Judul Penelitian ... 102

Lampiran 3 : Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian ... 105

Lampiran 4 : Silabus ... 107

Lampiran 5 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 118

Lampiran 6 : Kisi-kisi Soal siklus 1 dan 2 ... 146

Lampiran 7 : Surat Ijin Validitas Soal ... 153

Lampiran 8 : Soal Evaluasi siklus 1 dan 2 dan kunci jawaban ... 154

Lampiran 9 : Observasi Guru dikelas ... 179

Lampiran 10 : Observasi Guru secara Umum ... 182

Lampiran 11 : Observasi Aktivitas Siswa di kelas ... 183

Lampiran 12 : Checklist aktivitas siswa ... 184

Lampiran 13 : Checklist Psikomotor ... 190

Lampiran 14 : Analisis dan Reabilitas Butir Soal 1 dan 2 ... 196

Lampiran 15 : Media Gambar ... 206

Lampiran 16 : Foto Dokumentasi ... 208


(21)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan berasal dari kata “didik”, lalu kata ini mendapat awalan me sehingga menjadi “mendidik” artinya memelihara dan memberi latihan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991:203), di dalam memelihara dan memberi latihan diperlukan adanya jajaran, tuntutan, dan pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Selanjutnya, pengertian” pendidikan” menurut KBBI ialah proses pengubahan sikap dan tata laku seorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya dan pelatihan. Pendidikan adalah investasi jangka panjang yang memerlukan usaha dan dana yang cukup besar, hal ini diakui oleh semua orang atau suatu bangsa demi kelangsungan masa depannya. Demikian halnya dengan Indonesia menaruh harapan besar terhadap pendidik dalam perkembangan masa depan bangsa ini, karena dari sanalah tunas muda harapan bangsa sebagai generasi penerus dibentuk.

Meski diakui bahwa pendidikan adalah investasi besar jangka panjang yang harus ditata, disiapkan dan diberikan sarana maupun prasarananya dalam arti modal material yang cukup besar, tetapi sampai saat ini Indonesia masih berkutat pada problematika klasik dalam hal ini yaitu kualitas pendidikan. Meningkatkan kualitas pendidikan itu sendiri tidak terlepas dari peran seorang guru yang menjadi motor penggerak dalam meningkatkan kualitas pendidikan itu sendiri. Kualitas pendidikan akan baik jika peran guru dalam kelas juga baik pula yaitu


(22)

terutama model pembelajaran yang dipakai seorang guru, cara menyampaikan materi sehingga peserta didik dapat menangkap pelajaran yang diberikan oleh seorang guru. Selain itu upaya yang dilakukan untuk meningkatan kemampuan mengajar guru dibutuhkan usaha-usaha pembinanaan atau penyuluhan mulai dari pola pengajaran, metode, kemampuan, menyusu bahan pelajaran dan lain sebagainya. Selain itu juga guru harus dapat memberikan motivasi kepada peserta didiknya dalam proses kegiatan belajar maka dari itu seorang guru harus mengemas materi pelajaran yang akan di sampaikan sesuai dengan tingkat kebutuhan para peserta didiknya.

Dalam penelitian ini peneliti melakukan penelitiaan di salah satu SMA Negeri di Yogyakarta terletak di pinggiran Kota Yogyakarta termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Sleman bagian selatan dan berada di dalam lingkungan pendidikan perguruan tinggi. SMAN 1 Depok berada di Jalan Babarsari, Depok, Sleman, Yogyakarta 55281 Telp. (0274) 485794 di mana sekolah ini merupakan salah satu SMA andalan negeri di Kabupaten Sleman, di mana sekolah tersebut mempunyai jumlah kelas yang cukup banyak dan memadai dalam setiap jenjangnya dari kelas X mempunyai jumlah 6 kelas yang masing-masing kelas terdiri dari 32 siswa, kelas XI yang terdiri dari 3 jurusan IPA dan 3 jurusan IPS yang masih-masing kelas terdiri dari 32-34 siswa. Sedangkakan kelas XII terdiri dari 8 kelas yaitu 4 kelas IPA dan 4 IPS yang masing-masing terdiri dari 32 siswa. Kondisi kelasnya pun juga terlihat cukup memadai memungkinkan semua siswa bergerak leluasa dan tidak berdesak-desakan, selain itu mempunyai ventilasi, penerangan, pengeras suara yang cukup dengan kondisi yang baik dan setiap


(23)

kelasnya sudah disedikan media pembelajaran seperti halnya LCD yang kadang terlihat berdebu dan fasilitas lain berupa papan tulis, white board, meja dan kursi yang cukup memadai.

Selain hal itu sekolah SMAN 1 Depok Yogyakarta ini mempunyai halaman yang cukup luas dan memadai yang terdiri dari halaman depan yang biasa dipakai untuk olahraga voli, lalu dibagian dalam ada dua yaitu halaman untuk upacara dan yang disebelahnya biasa digunakan untuk basket yang cukup memadai. Selain itu ada pula tempat parkir tamu dan tempat pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler yang cukup memadai. hal itu bisa dilihat dari observasi. Disamping mempunyai halaman yang cukup luas, sekolah ini memiliki perpustakaan yang sangat rapi namun belum memadai karena ruangannya pun sempit, di mana perpustakaan ini merupakan salah satu tempat yang biasa digunakan oleh siswa SMAN 1 Depok untuk mencari berbagai macam sumber pengetahuan walaupun sempit ruangannya namun perpusatakaan ini memiliki buku-buku yang cukup lengkap dari buku paket, buku panduan, majalh, surat kabar, buku cerita dan lain. Selain itu perpustakaan ini juga dilengkapi dengan wifi yang khusus diperuntukkan untuk semua warga sekolah SMA N 1 Depok Yogyakarta sehingga siswa merasa mudah untuk mencari berbagai informasi dalam hal ini untuk pelajaran. Sekolah ini dilengkapi juga dengan beberapa lab yaitu lab IPA/IPS dan bahasa yang masing-masing cukup memadai.

Dilihat dari kondisi sekolah, prestasi belajar yang terdapat pada sekolah ini cukup bagus, dimana hal tersebut dapat dilihat dari nilai-nilai rapot lebih-lebih pada prestasi belajar kognitif sejarah. hanya ada beberapa siswa yang prestasi


(24)

belajarnya masih sangat rendah. Selain itu situasi belajar mengajar dalam kelas khusunya mata pelajaran sejarah dinilai juga cukup bagus namun hanya ada beberapa siswa yang prestasi belajar sejarahnya masih rendah. Hal tersebut bisa terjadi karena guru kurang begitu menyukai pembelajaran sejarah dengan menggunakan model maupun media yang inovatif sehingga terlihat kurang memotivasi anak untuk berfikir dan hal tersebut bisa mempengaruhi prestasi belajar siswa.

Terkait dengan hal di atas, berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti di kelas XA, XB, dan XC SMA N 1 Depok Yogyakarta dengan melakukan pengamatan dan juga menyebarkan kuesioner (lihat lampiran 2 hal 102), dapat disimpulkan bahwa sebenarnya siswa tersebut cukup antusias dan juga aktif dalam mengikuti mata pelajaran sejarah. Siswa senang diajukan pertanyaan-pertanyaan karena dapat membangkitkan minat belajar mereka. Hasil pengamatan, lebih dari 80% dari 20 siswa menunjukkan keaktifannya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pelajaran sejarah bukanlah mata pelajaran yang membosankan bagi beberapa siswa, melainkan mata pelajaran yang penting untuk dipelajari.

Dari data di atas, dapat disimpulkan bahwa pandangan atau anggapan yang selama ini muncul mengenai mata pelajaran sejarah itu membosankan hanyalah sebuah anggapan dari orang-orang yang tidak tahu akan realita sebenarnya di dalam kelas, akan tetapi semuanya berbanding terbalik ketika peneliti mendapatkan fakta yang sebenarnya dari pengamatan dan juga penelitian yang dilakukan di kelas XA SMA N 1 Depok Yogyakarta. Hanya saja perlu perbaikan model dan metode pembelajaran yang diterapkan olah guru mata pelajaran.


(25)

Berdasarkan hal tersebut peneliti melakukan penelitian dengan menerapakan model pembelajaran yang mendukung pembelajaran yaitu dengan menerapkan model cooperative learning dimana model cooperative learning ialah bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari dua sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen. Keberhasilan belajar kelompok tergantung pada kemampuan dan aktivitas anggota kelompok, baik secara individual maupun secara kelompok. Dengan model cooperative tersebut siswa mampu menerapkan pengetahuan, konsep, kemampuan, dan pemahaman yang mereka butuhkan supaya bisa menjadi anggota masyarakat yang bahagia dan memberikan kontribusi.

Agar pembelajaran tersebut menarik maka diperlukan alat pendukung dalam proses pembelajaran berlangsung . Alat pendukung yang dipilih oleh peneliti ialah dengan media gambar berupa foto, peta, tokoh-tokoh. Dengan menerapkan model cooperative learning dan penggunaan media gambar tersebut diharapkan peserta didik dapat meningkatkan aktivitas belajarnya, sehingga terjadi penguatan terhadap materi yang diberikan di sekolah dan siswa pun bisa menyerap materi yang telah diajarkan dengan dengan harapan bahwa siswa mampu meningkatkan hasil belajar atau prestasi belajarnya baik prestasi kognitif, afektif dan psikomotornya.

Berdasarkan uraian yang telah disampaikan di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di SMAN 1 Depok Yogyakarta kelas XI IPA dengan menerapkan model cooperative learning dan penggunaan media gambar pada


(26)

mata pelajaran sejarah. Peneliti memilih SMAN 1 Depok Yogyakarta karena siswa cukup aktif dan penelitian dengan menggunakan model cooperative sangat menarik walaupun sudah pernah ada beberapa penelitian yang menggunakan model ini untuk penelitian di sekolah ini namun pada mata pelajaran lainnya. Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan aspek kognitif, afektif dan psikomotor.

B. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang di atas, dapat diketahui bahwa kondisi pembelajaran yang ada saat ini :

1. Model pembelajaran konvensional sehingga proses pembelajaran masih monoton. Minat dan juga ketertarikan siswa terhadap mata pelajaran sudah baik, namun karena cara mengajar guru yang masih tergolong membosankan, maka mereka menjadi malas untuk belajar sejarah.

2. Siswa kurang tertarik dan kurang termotivasi dalam mengikuti pelajaran sejarah .

3. Guru jarang menggunakan media pembelajaran yang menarik dan kreatif sehingga siswa merasa cepat bosan.

C. Batasan Masalah

Penelitian ini hanya dibatasi pada usaha peningkatan prestasi belajar siswa kelas XI IPA 1 semester I di SMAN 1 Depok Yogyakarta dengan menerapkan model cooperative learning tipe example and non example pada pokok bahasan “Menganalisis Proses Masuk dan Perkembangan Penjajahan bangsa Barat (Portugis, Belanda, Inggris) di Indonesia”.


(27)

D. Rumusan Masalah

Untuk menjawab pertanyaan berikut peneliti merinci sebagai berikut: 1. Apakah ada peningkatan prestasi belajar sejarah dengan menerapkan

model cooperative learning?

2. Apakah ada peningkatan prestasi belajar sejarah dengan menerapkan model cooperative learning tipe example and non example dan penggunaan media gambar di SMAN 1 Depok Yogyakarta.

E. Pemecahan Masalah

Cara yang digunakan untuk memecahkan masalah dalam penelitian ini adalah dengan menerapkan model cooperative learning tipe example and non example pada siswa kelas XI IPA1 semester I di SMAN 1 Depok Yogyakarta. Untuk menigkatkan aspek kognitif, afektif dan psikomotor siswa yang sesuai dengan PTK yaitu:

1) Dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif learning dan memanfaatkan penggunaan media gambar sebagai sarana pembelajaran yaitu untuk meningkatkan aspek kognitif (pengetahuan), aspek afektif (sikap) dan aspek psikomotor (keterampilan) siswa. Cara ini digunakan untuk melihat kemampuan siswa yang perlu ditingkatkan terutama dalam hal prestasi dan juga mengenai sikap dan keterampilan , karena hal tersebut berhubungan dengan pendidikan karakter untuk membentuk siswa menjadi pribadi yang utuh, peduli sesama dan memperjuangkan nilai-nilai


(28)

kemanusiaan. Dengan menerapkan model cooperative learning tipe example and non example siswa dapat menganalisis gambar tersebut menjadi sebuah bentuk diskripsi singkat mengenai apa yang ada didalam gambar. Dengan memusatkan perhatian siswa terhadap example and non example diharapkan akan dapat mendorong siswa untuk menuju pemahaman yang lebih dalam mengenai materi yang ada dan memberikan para siswa pengetahuan, konsep, kemampuan, dan pemahaman yang mereka butuhkan supaya bisa menjadi anggota masyarakat yang bahagia dan memberikan kontribusi.

2) Dalam cooperative learning penyampaian materi didasarkan pada konteks, pengalaman, refleksi, aksi, dan evaluasi yang dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan.. Setelah pengalaman sudah di dapatkan, kemudian direfleksikan dan hasilnya diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga siswa dapat berbuat positif. Dalam proses pembelajaran yang memanfaatkan multimedia pembelajaran siswa lebih mudah memahami materi dan memaknai nilai-nilai kemanusiaan yang terdapat dalam materi pelajaran sejarah. F. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Tujuan Umum

 Untuk meningkatkan prestasi belajar sejarah yang diajar dengan menerapkan model cooperative learning tipe example


(29)

and non example pada siswa kelas XI IPA 1 semester I di SMAN 1 Depok Yogyakarta.

 Untuk mengetahui seberapa besar peningkatan hasil belajar siswa dengan menerapkan model cooperative learning tipe example and non example.

2. Tujuan Khusus

 Meningkatkan prestasi belajar siswa terhadap pelajaran sejarah terutama XI IPA1 semester I di SMAN 1 Depok Yogyakarta, dengan menerapkan model cooperative learning tipe example and non example.

 Mengetahui aktivitas belajar sejarah sesudah menggunakan model cooperative learning tipe example and non example. G. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara praktis maupun teoritis sebagai berikut :

1. Manfaat Bagi Guru a. Manfaat Teoritis

Manfaat yang diperoleh dengan teknik example and non example dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif model pembelajaran kooperatif yang dapat digunakan guru untuk melakukan pembelajaran sejarah yang lebih inovatif dan kreatif.


(30)

b. Manfaat Praktis

Sebagai bahan pertimbangan untuk memilih metode dalam mengajar Sejarah.

2. Manfaat Bagi Siswa a. Secara Teoritis

Memberikan pengalaman belajar siswa untuk meningkatkan prestasi belajar dalam kegiatan belajar, mengoptimalkan kemampuan berpikir kreatif dan menggali serta mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya untuk meraih keberhasilan belajar yang optimal. b. Secara Praktis

Sebagai subyek penelitian, diharapkan dapat memperoleh pengalaman langsung dalam pembelajaran sehingga dalam proses pembelajaran lebih aktif, kreatif, dan menyenangkan.

3. Manfaat Bagi Penelitian

Dapat menambah wawasan tentang strategi pembelajaran serta inovasi yang berguna untuk mengembangkan dan meningkatkan gaya mengajar agar mampu merencanakan dan melaksanakan model pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan kelas dan zaman.

4. Manfaat Bagi Sekolah (SMA N 1 Depok Yogyakarta)

a. Dapat mengembangkan pembelajaran, dengan PTK guru mengembangkan keterampilan atau pendekatan baru pembelajaran dan penerapan di ruang kelas. Meningkatkan mutu sekolah secara keseluruhan.Sehingga dapat menghasilkan mutu lulusan yang


(31)

berkualitas sehingga lulusannya dapat diterima di perguruan tinggi yang diinginkan siswa.

H. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam skripsi dengan judul Peningkatan Prestasi Belajar Sejarah Dengan Menerapkan Model Cooperative Learning Tipe Example and Non Example dan Penggunaan Media Gambar di SMA Negeri 1 Depok Yogyakarta terdiri dari 5 bab yaitu :

BAB I : Berupa pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah, pemecahan masalah, tujuan dan manfaat penelitian.

BAB II : Berupa kajian teori yang memaparkan teori-teori pendukung dalam penelitian ini, materi pembelajaran, keterkaitan Model Cooperative Learning dengan penggunaan media gambar dengan PTK dalam pembelajaran sejarah, penelitian yang relevan, kerangka berpikir dan hipotesis penelitian.

BAB III : Menjelaskan metode penelitian yang terdiri dari jenis penelitian, seting penelitian, subyek dan obyek penelitian, desain penelitian, definisi opereasional variabel, sumber data, metode pengumpulan data, instrumen pengumpulan data, analisis data, prosedur penelitian, dan indikator keberhasilan.


(32)

data Kognitif, Afektif dan Psikomotor dari keadaan awal sampai siklus 2 dan komparasinya.


(33)

13 BAB II

KAJIAN TEORI

A. Landasan Teori

Penelitian tindakan kelas ini dilakukan guna meningkatkan prestasi belajar sejarah dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif dan penggunaan media gambar pada siswa kelas XI IPA SMA N 1 Depok Yogyakarta. Penelitian tindakan kelas ini tidak lepas dari landasan teori yang akan digunakan.

Dalam landasan teori ini peneliti terlebih dahulu akan membahas tentang teori prestasi belajar yang dikemukan oleh Bloom dengan tujuan untuk mengetahui perilaku-perilaku siswa pada kelas XI IPA yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian sikap, dan keterampilan berpikir. Setelah membahas teori prestasi, selanjutnya peneliti akan membahas mengenai model pembelajaran kooperatif yang cocok digunakan untuk pembelajaran sejarah dimana tujuannya adalah menciptakan norma-norma yang pro-akademik di antara para siswa, dan norma-norma pro-akademik memiliki pengaruh yang amat penting bagi pencapaian siswa.. Dalam landasan teori ini peneliti menjelaskan tentang arti, tujuan, dan manfaat pembelajaran sejarah. Peneliti juga akan membahas mengenai media pembelejaran yang akan digunakan peneliti untuk meningkatkan prestasi belajar sejarah siswa kelas XI IPA SMA N 1 Depok Yogyakarta.


(34)

1. Prestasi Belajar

a. Pengertian Prestasi Belajar

Yang dimaksud prestasi menurut Winkel (1996:162) adalah hasil yang telah dicapai. Jika dihubungkan dengan belajar, maka mempunyai arti hasil yang telah dicapai siswa setelah melakukan aktifitas belajar.

Prestasi belajar, berasal dari kata “Prestasi ” dan “Belajar”. Menurut Djamarah (1994: 20-21) mengemukakan bahwa prestasi adalah apa yang telah dapat diciptakan, hasil pekerjaan, hasil yang menyenangkan hati yang diperoleh dengan jalan keuletan kerja. Dalam buku yang sama Nasrun Harahap, berpendapat bahwa prestasi adalah penilaian pendidikan tentang perkembangan dan kemajuan siswa berkenaan dengan penguasaan bahan pelajaran yang disajikan kepada siswa. Selanjutnya untuk memahami pengertian tentang belajar berikut dikemukakan beberapa pengertian belajar diantaranya menurut Slameto, (2003:2) mengemukakan bahwa belajar ialah suatu usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

Sedangkan menurut Muhibbin Syah, (2000:136) mengemukakan bahwa belajar adalah tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif.

Berdasarkan beberapa pendapat bahwa prestasi belajar merupakan kegiatan yang dilakukan secara sadar dan rutin pada seseorang sehingga akan mengalami perubahan secara individu bagi pengetahuan, keterampilan, sikap dan tingkah laku yang dihasilkan dari proses latihan dan pengalaman individu itu sendiri dalam


(35)

berinteraksi dengan lingkungannya. Prestasi belajar dapat diukur melalui tes yang sering dikenal dengan tes prestasi belajar (menggunakan butir-butir soal).

Taksonomi Bloom menjelaskan mengenai teori Bloom yang menyatakan bahwa, tujuan belajar siswa diarahkan untuk mencapai ketiga ranah. Ketiga ranah tersebut adalah ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Dalam proses kegiatan belajar mengajar, maka melalui ketiga ranah ini pula akan terlihat tingkat keberhasilan siswa dalam menerima hasil pembelajaran atau ketercapaian siswa dalam penerimaan pembelajaran. Dengan kata lain, prestasi belajar akan terukur melalui ketercapaian siswa dalam penguasaan ketiga ranah tersebut. Maka Untuk lebih spesifiknya, penulis akan menguraikan ketiga ranah kognitif, afektif dan psikomotorik sebagai yang terdapat dalam teori Bloom berikut:

2. Teori Prestasi Belajar a. Ranah Kognitif

Cognitive Domain (ranah kognitif) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir. Bloom membagi domain kognisi ke dalam 6 tingkatan. Domain ini terdiri dari dua bagian: Bagian pertama adalah berupa Pengetahuan (kategori 1) dan bagian kedua berupa Kemampuan dan Keterampilan Intelektual (kategori 2-6).

1. Knowledge (Pengetahuan). Berisikan kemampuan untuk mengenali dan mengingat peristilahan, definisi, fakta-fakta, gagasan, pola, urutan, metodologi, prinsip dasar dan sebagainya. Pengetahuan juga diartikan sebagai kemampuan mengingat akan hal-hal yang pernah dipelajari dan disimpan dalam ingatan (Winkel, 1996:247).

2. Comprehension (Pemahaman). Pemahaman didefinisikan sebagai kemampuan untuk menangkap makna dan arti yang dari bahan yang dipelajari (Winkel, 1996:247). Pemahaman juga dikenali dari kemampuan


(36)

untuk membaca dan memahami gambaran, laporan, tabel, diagram, arahan, peraturan, dan sebagainya.

3. Aplication (Aplikasi). Aplikasi atau penerapan diartikan sebagai kemampuan untuk menerapkan suatu kaidah atau metode bekerja pada suatu kasus atau problem yang konkret dan baru (Winkel, 1996:247). Di tingkat ini, seseorang memiliki kemampuan untuk menerapkan gagasan, prosedur, metode, rumus, teori, dan sebagainya di dalam kondisi kerja. 4. Analysis (Analisis). Analisis didefinisikan sebagai kemampuan untuk

merinci suatu kesatuan ke dalam bagian-bagian, sehingga struktur keseluruhan atau organisasinya dapat dipahami dengan baik. Di tingkat analisis, seseorang akan mampu menganalisa informasi yang masuk dan membagi-bagi atau menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk mengenali pola atau hubungannya, dan mampu mengenali serta membedakan faktor penyebab dan akibat dari sebuah skenario yang rumit.

5. Synthesis (Sintesis). Sintesis diartikan sebagai kemampuan untuk membentuk suatu kesatuan atau pola baru. Sintesis satu tingkat di atas analisa. Seseorang di tingkat sintesa akan mampu menjelaskan struktur atau pola dari sebuah skenario yang sebelumnya tidak terlihat, dan mampu mengenali data atau informasi yang harus didapat untuk menghasilkan solusi yang dibutuhkan.

6. Evaluation (Evalusi). Evaluasi diartikan sebagai kemampuan untik membentuk suatu pendapat mengenai sesuatu atau beberapa hal, bersama dengan pertanggungjawaban pendapat itu, yang berdasarkan kriteria tertentu. Evaluasi dikenali dari kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap solusi, gagasan, metodologi, dengan menggunakan kriteria yang cocok atau standar yang ada untuk memastikan nilai efektivitas atau manfaatnya.

Dalam penelitian ini, hasil yang akan dicapai siswa untuk mengukur keberhasilan melalui tingkatan kognitif ini dibagi menjadi tiga tahapan yaitu tahapan kognitif (fakta), kognitif (konsep), dan kognitif (nilai). Yang masing-masing tingkatan memiliki bobot soal dan nilai yang berbeda sehingga dapat mengacu siswa untuk berpikir kritis.

Affective Domain (Ranah Afektif)

Affective Domain berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri. Tujuan


(37)

pendidikan ranah afektif adalah hail belajar atau kemampuan yang berhubungan dengan sikap atau afektif. Taksonomi tujuan pendidikan ranah afektif terdiri dari aspek:

1. Receiving/Attending (Penerimanaan). Penerimaan mencakup kepekaan akan adanya suatu perangsang dan kesediaan untuk memperhatikan rangsangsangan itu, seperti buku pelajaran atau penjelasan yang diberikan oleg guru.

2. Responding (Tanggapan). Memberikan reaksi terhadap fenomena yang ada di lingkungannya. Meliputi persetujuan, kesediaan, dan kepuasan dalam memberikan tanggapan.

3. Valuing (Penghargaan). Penghargaan atau penilaian mencakup kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap sesuatu dan membawa diri sesuai dengan penilaian itu.mulai dibentuk suatu sikap menerima, menolak atau mengabaikan, sikap itu dinyatakan dalam tingkah laku yang sesuai dengan konsisten dengan sikap batin.

4. Organization (Pengorganisasian). Memadukan nilai-nilai yang berbeda, menyelesaikan konflik di antaranya, dan membentuk suatu sistem nilai yang konsisten. Pengorganisasian juga mencakup kemampuan untuk membentuk suatu sistem nilai sebagai pedoman dan pegangan dalam kehidupan. Nilai- nilai yang diakui dan diterima ditempatkan pada suatu skala nilai mana yang pokok dan selalu harus diperjuangkan, mana yang tidak begitu penting.

5. Characterization by a Value or Value Complex (Karakterisasi Berdasakan Nilai-nilai). Memiliki sistem nilai yang mengendalikan tingkah-lakunya sehingga menjadi karakteristik gaya-hidupnya (Winkel, 1996:248). Karakterisasinya mencakup kemampuan untuk menghayati nilai-nilai kehidupan sedemikin rupa, sehingga menjadi milik pribadi (internalisasi) dan menjadi pegangan nyata dan jelas dalam mengatur kehidupannya sendiri.

Dalam penelitian ini hasil nilai sikap dari seorang siswa diukur dengan penugasan berupa soal pilihan ganda untuk penilaian individu dan keaktifan siswa di dalam kelas berupa cheklist. Dimana pada setiap soal penilaian afektif individu memiliki tingkatan-tingkatan yang berbeda dari soal positif dan negatif yang bertujuan menghayati nilai-nilai kehidupan sedemikian rupa sehingga seorang


(38)

siswa pada nantinya menjadi pegangan nyata dan jelas dalam mengatur kehidupannya sendiri.

Psikomotor Domain (Ranah Psikomotor)

Berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek keterampilan motorik seperti tulisan tangan, mengetik, berenang, dan mengoperasikan mesin. Alisuf Sabri dalam buku Psikologi Pendidikan menjelaskan, keterampilan ini disebut .motorik. karena keterampilan ini melibatkan secara langsung otot, urat dan persendian, sehingga keterampilan benar-benar berakar pada kejasmanian. Orang yang memiliki keterampiulan motorik, mampu melakukan serangkaian gerakan tubuh dalam urutan tertentu dengan mengadakan koordinasi gerakan-gerakan anggota tubuh secara terpadu. Ciri khas dari keterampilan motorik ini ialah adanya kemampuan otomatisme, yaitu gerakan-gerik yang terjadi berlangsung secara teratur dan berjalan dengan enak, lancar dan luwes tanpa harus disertai pikiran tentang apa yang harus dilakukan dan mengapa hal itu dilakukan. (Sabri, 1996:99-100).

Dalam penelitian untuk mengukur tingkat keberahasilan siswa pada aspek ini yaitu dengan memberikan penugasan kepada siswa dan dibagi menjadi dua tahap yaitu berupa keterampilan individu dan keterampilan kolektif (kelompok). Hal tersebut bisa dilihat dengan memberikan tugas seperti tugas portofolio, dan membuat gambar peta. Hal ini bertujuan agar peserta mendidik lebih kreatif dan terampil dalam proses pembelejaran.


(39)

3. Model Pembelajaran Cooperative

a. Pengertian Model Pembelajaran Cooperative

Model pembelajaran cooperative adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Menurut Rusman (2011:202) Cooperative Learning mengandung pengertian bekerja bersama dalam mencapai tujuan bersama. Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari dua sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen. Keberhasilan belajar dalam kelompok tergantung pada kemampuan dan aktivitas anggota kelompok, baik secara individual maupun secara kelompok.

Slavin dalam Isjoni (2009:15), mengemukakan bahwa pembelajaran cooperative adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya 5 orang dengan struktur kelompok heterogen. Sedangkan menurut Sunal dan Hans dalam Isjoni (2009:15) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan suatu cara pendekatan atau serangkaian strategi yang khusus dirancang untuk memberi dorongan kepada siswa agar bekerja sama selama proses pembelajaran. Selanjutnya Stahl dalam Isjoni (2009:15) menyatakan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan belajar siswa lebih baik dan meningkatkan sikap saling tolong-menolong dalam perilaku sosial.


(40)

Anita Lie (2007:29) mengungkapkan bahwa model pembelajaran cooperative tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok. Ada lima unsur dasar pembelajaran cooperative learning yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan. Pelaksanaan model pembelajaran kooperatif dengan benar akan menunjukkan pendidik mengelola kelas lebih efektif. Johnson (Anita Lie,2007: 30) mengemukakan dalam model pembelajaran cooperative ada lima unsur yaitu: saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota, dan evaluasi proses kelompok.

Agus Suprijono (2009:54) mengemukakan bahwa pembelajaran cooperative adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Secara umum pembelajaran kooperatif dianggap lebih diarahkan oleh guru, di mana guru menetapkan tugas dan pertanyaan-pertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk membantu siswa menyelesaikan masalah yang dimaksudkan. Guru biasanya menetapkan bentuk ujian tertentu pada akhir tugas.

Menurut Anita Lie dalam bukunya Agus Suprijono (2009:56) menguraikan model pembelajaran cooperative ini didasarkan pada falsafah homo homini socius. Berlawanan dengan teori Darwin, filsafat ini menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial. Dialog interaktif (interaksi sosial) adalah kunci seseorang dapat menempatkan dirinya di lingkungan sekitar.


(41)

Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli di atas, model pembelajaran kooperatif learning yang saya lakukan dalam penelitian ini adalah model pembelajaran yang menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok kecil yang anggotanya bersifat heterogen, terdiri dari siswa dengan prestasi tinggi, sedang, dan rendah, perempuan dan laki-laki dengan latar belakang etnik yang berbeda untuk saling membantu dan bekerja sama mempelajari materi pelajaran sejarah agar belajar semua anggota maksimal. Dalam hal ini berkaitan dengan prestasi belajar siswa.

Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Menurut Robert E. Slavin (2005) mengemukakan bahwa tujuan yang paling penting dari model pembelajaran kooperatif adalah untuk memberikan para siswa pengetahuan, konsep, kemampuan, dan pemahaman yang mereka butuhkan supaya bisa menjadi anggota masyarakat yang bahagia dan memberikan kontribusi. Wisenbaken (Slavin, 2005) mengemukakan bahwa tujuan model pembelajaran kooperatif adalah menciptakan norma-norma yang pro-akademik di antara para siswa, dan norma-norma pro-akademik memiliki pengaruh yang amat penting bagi pencapaian siswa.

Unsur-Unsur Pembelajaran Kooperatif

Menurut Isjoni (2009:16), mengemukakan unsur-unsur dalam pembelajaran cooperative sebagai berikut:

1) para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka “ tenggelam atau berenang bersama.

2) para siswa harus memiliki tanggung jawab terhadap siswa atau siswa lain dalam kelompoknya, selain tanggung jawab terhadap diri sendiri dalam mempelajari materi yang dihadapi.


(42)

3) para siswa harus berpendapat bahwa mereka semua memiliki tujuan yang sama.

4) para siswa membagi tugas dan berbagi tanggung jawab di antara para anggota kelompok.

5) para siswa diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut berpengaruh terhadap evaluasi kelompok.

6) para siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh keterampilan bekerja sama selama belajar;

7) setiap siswa akan diminta mempertanggung jawabkan secara individual materi yangditangani dalam kelompok kooperatif.

Roger dan David (Agus Suprijono, 2009: 58) mengatakan bahwa tidak semua belajar kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur dalam model pembelajaran kooperatif harus diterapkan. Lima unsur tersebut adalah sebagai berikut:

1) Positive interdependence (saling ketergantungan positif). Unsur ini menunjukkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif ada dua pertanggungjawaban kelompok. Pertama, mempelajari bahan yang ditugaskan kepada kelompok. Kedua, menjamin semua anggota kelompok secara individu mempelajari bahan yang ditugaskan tersebut.

2) Personal responsibility (tanggung jawab perseorangan) Pertanggungjawaban ini muncul jika dilakukan pengukuran terhadap keberhasilan kelompok. Tujuan pembelajaran kooperatif adalah membentuk semua anggota kelompok menjadi pribadi yang kuat. Tanggungjawab perseorangan adalah kunci untuk menjamin semua anggota yang diperkuat oleh kegiatan belajar bersama. Artinya, setelah mengikuti kelompok belajar bersama, anggota kelompok harus dapat menyelesaikan tugas yang sama.

3) Face to face promotive interaction (interaksi promotif). Unsur ini penting karena dapat menghasilkan saling ketergantungan positif. Ciri–ciri interaksi promotif adalah saling membantu secara efektif dan efisien,


(43)

saling memberikan informasi dan sarana yang diperlukan, memproses informasi bersama secara lebih efektif dan efisien, saling mengingatkan, saling membantu dalam merumuskan dan mengembangkan argumentasi serta meningkatkan kemampuan wawasan terhadap masalah yang dihadapi, saling percaya, dan saling memotivasi untuk memperoleh keberhasilan bersama.

4) Interpersonal skill (komunikasi antaranggota) Untuk mengkoordinasikan kegiatan siswa dalam pencapaian tujuan siswa harus adalah saling mengenal dan mempercayai, mampu berkomunikasi secara akurat dan tidak ambisius, saling menerima dan saling mendukung, serta mampu menyelesaikan konflik secara konstruktif.

5) Group processing (pemrosesan kelompok)Pemrosesan mengandung arti menilai. Melalui pemrosesan kelompok dapat diidentifikasi dari urutan atau tahapan kegiatan kelompok dan kegiatan dari anggota kelompok. Siapa di antara anggota kelompok yang sangat membantu dan siapa yang tidak membantu. Tujuan pemrosesan kelompok adalah meningkatkan efektivitas anggota dalam memberikan kontribusi terhadap kegiatan kolaboratif untuk mencapai tujuan kelompok. Ada dua tingkat pemrosesan yaitu kelompok kecil dan kelas secara keseluruhan.

Menurut Thompson, et al dalam Isjoni (2009:17), mengemukakan bahwa pembelajaran cooperative turut menambah unsur-unsur interaksi sosial pada pembelajaran. Di dalam pembelajaran kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil yang saling membantu satu sama lain. Kelas disusun dalam kelompok yang terdiri dari 4-5 siswa dengan kemampuan yang heterogen. Maksud kelompok heterogen adalah terdiri dari campuran kemampuan siswa, jenis kelamin, dan suku.

Pembelajaran kooperatif yang diajarkan dalam penelitian ini adalah keterampilan-keterampilan khusus agar dapat bekerja sama dengan baik di dalam


(44)

kelompoknya, seperti menjadi pendengar yang baik, siswa diberi lembar kegiatan yang berisi pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk diajarkan. Selama kerja kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan. Hal ini bermanfaat untuk melatih siswa menerima perbedaan dan bekerja dengan teman yang berbeda latar belakangnya.

4. Teknik Example and Non Example a. Pengertian Example and Non Example

Menurut Buehl (1996) dalam Apriani dkk, (2010:20) menjelaskan bahwa example and non example adalah taktik yang dapat digunakan untuk mengajarkan definisi konsep. Taktik ini bertujuan untuk mempersiapkan siswa secara cepat dengan menggunakan 2 hal yang terdiri dari example and non example dari suatu definisi konsep yang ada dan meminta siswa untuk mengklasifikasikan keduanya sesuai dengan konsep yang ada. Example memberikan gambaran akan sesuatu yang menjadi contoh akan suatu materi yang sedang dibahas, sedangkan non example memberikan gambaran akan sesuatu yang bukanlah contoh dari suatu materi yang sedang dibahas.

Metode Example and non Example adalah metode yang menggunakan media gambar dalam penyampaian materi pembelajaran yang bertujuan mendorong siswa untuk belajar berfikir kritis dengan jalan memecahkan permasalahan-permasalahan yang terkandung dalam contoh-contoh gambar yang disajikan

Konsep pada umumnya dipelajari melalui dua cara. Paling banyak konsep yang kita pelajari di luar sekolah melalui pengamatan dan juga dipelajari melalui


(45)

definisi konsep itu sendiri. Example and non example adalah taktik yang dapat digunakan untuk mengajarkan definisi konsep

Example and non example dianggap perlu dilakukan karena suatu definisi konsep adalah suatu konsep yang diketahui secara primer hanya dari segi definisinya dari pada dari sifat fisiknya.

Penggunaan media gambar ini disusun dan dirancang agar anak dapat menganalisis gambar tersebut menjadi sebuah bentuk diskripsi singkat mengenai apa yang ada didalam gambar. Dengan memusatkan perhatian siswa terhadap example and non example diharapkan akan dapat mendorong siswa untuk menuju pemahaman yang lebih dalam mengenai materi yang ada.

Contoh-contoh yang biasa digunakan dan sederhana bisa berupa kasus yang ada di koran atau media lain seperti televisi, ataupun bisa lebih sederhana lagi berupa isu-isu yang sedang berkembang di dalam masyarakat yang tentunya tetap sesuai dengan bobot materi yang akan diberikan.

Example and non example merupakan model pembelajaran dengan mempersiapkan gambar, diagram, atau tabel sesuai materi bahan ajar dan kompetensi, sajian gambar ditempel atau memakai LCD/OHP, dengan petunjuk guru siswa mencermati sajian, diskusi kelompok tentang sajian gambar tadi, presentasi hasil kelompok, bimbingan penyimpulan, evaluasi, dan refleksi.

Selanjutnya Slavin dalam Djamarah, (2006:1) menjelaskan bahwa example and non example adalah model pembelajaran yang menggunakan contoh-contoh. Contoh-contoh dapat diperoleh dari kasus atau gambar yang relevan dengan Kompetensi Dasar.


(46)

Menurut Agus Suprijono (2009:125) Langkah – langkah model pembelajaran examples non examples diantaranya :

1) Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran. Gambar yang digunakan tentunya merupakan gambar yang relevan dengan materi yang dibahas sesuai dengan Kompetensi Dasar.

2) Guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan melalui LCD atau OHP, jika ada dapat pula menggunakan proyektor. Pada tahapan ini guru juga dapat meminta bantuan siswa untuk mempersiapkan gambar yang telah dibuat dan sekaligus pembentukan kelompok siswa.

3) Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan pada peserta didik untuk memperhatikan/menganalisis gambar. Biarkan siswa melihat dan menelaah gambar yang disajikan secara seksama, agar detil gambar dapat difahami oleh siswa. Selain itu, guru juga memberikan deskripsi jelas tentang gambar yang sedang diamati siswa.

4) Melalui diskusi kelompok 2-3 orang peserta didik, hasil diskusi dari analisis gambar tersebut dicatat pada kertas. Kertas yang digunakan akan lebih baik jika disediakan oleh guru.

5) Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya. Siswa dilatih untuk menjelaskan hasil diskusi mereka melalui perwakilan kelompok masing-masing.

6) Mulai dari komentar/hasil diskusi peserta didik, guru mulai menjelaskan materi sesuai tujuan yang ingin dicapai. Setelah memahami hasil dari analisa yang dilakukan siswa, maka guru mulai menjelaskan materi sesuai tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.

7) Guru dan peserta didik menyimpulkan materi sesuai dengan tujuan pembelajaran

Modifikasi model pembelajaran Example and Non Example : 1) Guru menulis topik pembelajaran

2) Guru menulis tujuan pembelajaran

3) Guru membagi peserta didik dalam kelompok (masing-masing kelompok beranggotakan 6-7 orang)

4) Guru menempelkan gambar di papan tulis atau menayangkannya melalui LCD atau OHP

5) Guru meminta kepada masing-masing kelompok untuk membuat rangkuman tentang macam-macam gambar yang ditunjukkan oleh guru melalui LCD

6) Guru meminta salah satu kelompok mempresentasikan hasil rangkumannya, sementara kelompok lain sebagai penyangga dan penanya.

7) Peserta didik melakukan diskusi


(47)

b. Metode Example and Non Example

Metode example and non example juga merupakan metode yang mengajarkan pada siswa untuk belajar mengerti dan menganalisis sebuah konsep. Konsep pada umumnya dipelajari melalui dua cara. Paling banyak konsep yang kita pelajari di luar sekolah melalui pengamatan dan juga dipelajari melalui definisi konsep itu sendiri. example and non example adalah taktik yang dapat digunakan untuk mengajarkan definisi konsep example and non example dianggap perlu dilakukan karena suatu definisi konsep adalah suatu konsep yang diketahui secara primer hanya dari segi definisinya daripada dari sifat fisiknya. Dengan memusatkan perhatian siswa terhadap example and non example diharapkan akan dapat mendorong siswa untuk menuju pemahaman yang lebih dalam mengenai materi yang ada.

Guru menyiapkan pengalaman dengan contoh dan non-contoh akan membantu siswa untuk membangun makna yang kaya dan lebih mendalam dari sebuah konsep penting telah memberikan kerangka konsep terkait strategi tindakan, yang menggunakan metode example and non example, sebagai berikut: a) Menggeneralisasikan pasangan antara contoh dan non-contoh yang menjelaskan beberapa dari sebagian besar karakter atau atribut dari konsep baru. Menyajikan itu dalam satu waktu dan meminta siswa untuk memikirkan perbedaan apa yang terdapat pada dua daftar tersebut. Selama siswa memikirkan tentang tiap example and non example tersebut, tanyakanlah pada mereka apa yang membuat kedua daftar itu berbeda.


(48)

b) Menyiapkan example and non example tambahan, mengenai konsep yang lebih spesifik untuk mendorong siswa mengecek hipotesis yang telah dibuatnya sehingga mampu memahami konsep yang baru.

c) Meminta siswa untuk bekerja berpasangan untuk menggeneralisasikan konsep example and non example mereka. Setelah itu meminta tiap pasangan untuk menginformasikan di kelas untuk mendiskusikannya secara klasikal sehingga tiap siswa dapat memberikan umpan balik.

d) Sebagai bagian penutup, adalah meminta siswa untuk mendeskripsikan konsep yang telah diperoleh dengan menggunakan karakter yang telah didapat dari example and non example.

Berdasarkan hal di atas, maka penggunaan metode example and non example pada prinsipnya adalah upaya untuk memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk menemukan konsep pelajarannya sendiri melalui kegiatan mendeskripsikan pemberian contoh dan bukan contoh terhadap materi yang sedang dipelajari.

c. Ciri-ciri Pembelajaran Example and non Example

Metode example and non example juga merupakan metode yang mengajarkan pada siswa untuk belajar mengerti dan menganalisis sebuah konsep. Konsep pada umumnya dipelajari melalui dua cara. Paling banyak konsep yang kita pelajari di luar sekolah melalui pengamatan dan juga dipelajari melalui definisi konsep itu sendiri.

Strategi yang diterapkan dari metode ini bertujuan untuk mempersiapkan siswa secara cepat dengan menggunakan 2 hal yang terdiri dari example


(49)

(memberikan gambaran akan sesuatu yang menjadi contoh akan suatu materi yang sedang dibahas, sedangkan) dan non example (memberikan gambaran akan sesuatu yang bukanlah contoh dari suatu materi yang sedang dibahas) dari suatu definisi konsep yang ada, dan meminta siswa untuk mengklasifikasikan keduanya sesuai dengan konsep yang ada.

Metode example and non example penting dilakukan karena suatu definisi konsep adalah suatu konsep yang diketahui secara primer hanya dari segi definisinya daripada dari sifat fisiknya. Dengan memusatkan perhatian siswa terhadap example dan non example diharapkan akan dapat mendorong siswa untuk menuju pemahaman yang lebih dalam mengenai materi yang ada.

d. Kelebihan dan Kekurangan Teknik Example and Non Example 1) Kelebihan Model Pembelajaran Example and Non Example

Menurut Buehl dalam Apriani dkk, (2007:219) mengemukakan kelebihan metode example and non example antara lain:

a) Siswa berangkat dari satu definisi yang selanjutnya digunakan untuk memperluas pemahaman konsepnya dengan lebih mendalam dan lebih kompleks.

b) Siswa terlibat dalam satu proses discovery (penemuan), yang mendorong mereka untuk membangun konsep secara progresif melalui pengalaman dari example and non example

c) Siswa diberi sesuatu yang berlawanan untuk mengeksplorasi karakteristik dari suatu konsep dengan mempertimbangkan bagian non example yang dimungkinkan masih terdapat beberapa bagian yang merupakan suatu karakter dari konsep yang telah dipaparkan pada bagian example.

Kelebihan lainnya dalam model pembelajaran example dan non example diantaranya :

a) Siswa lebih berfikir kritis dalam menganalisa gambar yang relevan dengan Kompetensi Dasar (KD).


(50)

b) Siswa mengetahui aplikasi dari materi berupa contoh gambar yang relevan dengan Kompetensi Dasar (KD).

c) Siswa diberi kesempatan mengemukakan pendapatnya yang mengenai analisis gambar yang relevan dengan Kompetensi Dasar (KD).

2) Kekurangan Model Pembelajaran Example and Non Example a) Tidak semua materi dapat disajikan dalam bentuk gambar. b) Memakan waktu yang lama.

Contoh dapat dari kasus / gambar yang relevan dengan kompetensi dasar langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:

a) guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran

b)guru menempelkan gambar dipapan atau ditayangkan melalui OHP / LCD

c) guru memberi petunjuk dan member kesempatan pada siswa untuk memperhatikan / menganalisa gambar

d) melalui diskusi kelompok 2-3 orang siswa, hasil dari diskusi gambar dicatat pada kertas

e) tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya f) mulai dari komentar atau hasil diskusi siswa, guru mulai

menjelaskan materi sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai g) kesimpulan.

5. Media Gambar

a. Pengertian Media Gambar

Media merupakan perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan. Menurut Gerlach dan Ely dalam bukunya Azhar Arshad (2010:3) mengatakan bahwa media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan atau sikap.

Gambar merupakan alat visual yang penting dan mudah di dapat. Penting sebab dapat memberikan penggambaran visual yang konkrit tentang masalah yang digambarkannya. Gambar membuat orang dapat menangkap ide atau


(51)

informasi yang terkandung di dalamnya dengan jelas, lebih jelas daripada yang dapat diungkapkan oleh kata-kata, baik yang ditulis maupun yang diucapkan. Gambar telah lama digunakan sebagai medium untuk mengajar dan belajar serta dapat digunakan terus dengan efektif dan mudah. Selain itu gambar mudah didapat. Orang dapat memperolehnya dalam jumlah besar kalau mau berusaha.

Namun disini gambar yang bisa digunakan ialah gambar yang tertentu ada hubungannya dengan pelajaran yang sedang digarap atau masalah yang sedang dihadapi. Gambar harus dapat merangsang partisipasi peserta supaya ia suka bicara tentang gambar yang dilihatnya. Sehinga dari sebuah gambar bisa lahir diskusi yang cerdas dan menarik. Bagi seorang guru merupakan tugas untuk membuat lingkungan pelajaran menjadi bertambah luas dengan membawa gambar peri kehidupan ke dalam kelas, dimulai dengan sesuatu yang menyangkut lingkungan kemudian bangsa sendiri, sesudah itu bangsa-bangsa lain.

b. Gambar Mati dan Gambar Diam

Gerlach dan Ely dalam Anitah (2009:7) berpendapat bahwa gambar tidak hanya bernilai seribu bahasa tetapi juga seribu tahun atau seribu mil. Melalui gambar, dapat ditunjukkan suatu tempat, orang, dan segala sesuatu dari daerah yang jauh dari lingkungan peserta didik. Gambar juga dapat memberikan gambaran tentang kejadian-kejadian yang terjadi di masa lampau maupun gambaran yang akan terjadi di masa mendatang. Menurut Edgar Dale, gambar dapat mengalihkan pengalaman belajar dari taraf belajar


(52)

dengan lambang kata-kata naik ke taraf yang lebih kongkrit atau pengalaman langsung.

Dalam Munandi (2013: 89) saat memperhatikan suatu gambar, mereka akan terdorong untuk berbicara lebih banyak berinteraksi baik dengan gambar-gambar tersebut, maupun dengan sesamanya membuat hubungan diantara paradoks dan membangun gagasan-gagasan baru.

Dengan gambar diharapkan dapat merangsang peserta didik untuk berfikir lebih kritis dan kreatif. Karena dengan gambar, peserta didik lebih mudah dalam memahami suatu peristiwa yang terjadi.Diharapkan dengan penggunaan gambar sebagai media pembelajaran, peserta didik menjadi lebih tertarik terhadap pembelajaran sejarah.

c. Syarat-Syarat Pemilihan Gambar

Seperti hal yang dikemukan oleh Hamzah Suleiman Amir (1981) supaya gambar mencapai tujuan maksimal mungkin sebagai alat visual, gambar itu harus dipilih menurut syarat-syarat tertentu ialah sebagai beriku:

1) Gambar harus bagus dan jelas, menarik, mudah dimengerti dan cukup besar untuk dapat meperlihatkan datail.

2) Apa yang tergambar harus cukup penting dan cocok untuk hal yang sedang dipelajari atau masalah yang sedang dihadapi.

3) Gambar harus benar dan autentik, artinya menggambarkan situasi yang serupa jika dilihat dalam keadaan sebenarnya.

4) Kesederhanaan penting sekali. Gambar yang rumit sering mengalihkan perhatian dari hal-hal yang penting. Anak-anak dan orang yang tidak terpelajar bingung oleh bagian-bagian yang kecil dari sebuah gambar, akhirnya gagal menemukan arti yang sesungguhnya dari gambar yang dilihat itu.

5) Gambar harus sesuai dengan kecerdasan orang yang melihatnya. 6) Warna walau tidak mutlak dapat meniingikan nilai sebuah gambar,

menjadikannya lebih realistis dan merangsang untuk melihatnya. Selain itu warna dapat memperjelas arti dari apa yang digambarkan.


(53)

Akan tetapi penggunaaan warna yang salah sering menghasilkan pengertian yang tidak benar.

d. Kelebihan dan Kelemahan Gambar

Di dalam Anita Lie (2009:8) kelebihan dari gambar adalah, pertama dapat menerjemahkan ide-ide abstrak ke dalam bentuk yang lebih nyata. Kedua, banyak gambar yang sudah tersedia di dalam buku-buku. Ketiga, sangat mudah dipakai karena tidak membutuhkan peralatan. Keempat, relative tidak mahal.Kelima, dapat dipakai untuk berbagai tingkat pelajaran dan bidang studi.

Ada kelebihan pasti ada pula kekurangan, kekurangan gambar sebagai media pembelajaran adalah pertama, kadang-kadang terlampau kecil untuk ditampilkan di kelas yang besar.Kedua, gambar tidak dapat menunjukkan gerak.Ketiga, peserta didik tidak selalu mengetahui bagaimana membaca atau menginterprestasikan gambar.

e. Cara Memperlihatkan Gambar

Selain itu ada beberapa cara untuk memperlihatkan gambar seperti diterangkan dibawah ini:

1) Kalau gambar itu besar dan direkat pada karton tebal, gambar dapat disandarkan atau digunting dan diperlihatkan sambil menerangkannya. 2) Kalau gambar itu kecil ada kemungkinan yang duduk dibelakang tidak

dapat melihatnya dengan jelas gambar itu harus diedarkan untuk memperlihatkan secara bergilir. Tetapi cara ini dapat menyebabkan keresahan bagi yang menunggu giliran atau bagi yang sudah melihatnya. 3) Kalau ada opaque projector gambar yang kecil dapat diproyeksikan seperti

yang diterangkan pada fasal berikut. Proyeksi gambar menjadi cukup besar untuk dilihat oleh semua yang hadir bersama-sama dengan jelas.

4) Kalau tidak ada opaque projector kita harus memperbesarkan gambar yang kecil di papan tulis atau pada selembar kertas pantograph.

5) Setelah pelajaran, penerangan atau penyuluhan selesai, gambar dapat dipaku atau ditempelkan pada papan tulis atau digantungkan di dinding.


(54)

Disitu gambar dapat dipelajari kembali oleh yang ingin mempelajarinya secara perorangan.

B. Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

a. Pengertian Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

Secara etimologis dalam Sanjaya (2009:25-26) ada tiga istilah yang berhubungan dengan penelitian tindakan kelas yaitu penelitian, tindakan dan kelas. Penelitian merupakan suatu proses pemecahan masalah yang dilakukan secara sistematis, empiris dan terkontrol. Sistematis berarti semua dilakukan secara runut sesuai dengan aturan tertentu.Empiris mengandung arti bahwa penelitian harus berdasarkan data-data tertentu.Sedangkan terkontrol bearti suatu penelitian harus berdasarkan prosedur kerja yang jelas.Tindakan dapat diatikan sebagai perlakuan tertentu yang dilakukan oleh guru terhadap peserta didik.tindakn ini ditujukan untuk memperbaiki kinerja yang dilakukan oleh guru. Dan kelas menunjukkan pada tempat proses pembelajarn berlangsung.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan PTK adalah suatu proses pengkajian masalah pembelajaran didalam kelas melalui refleksi diri dalam upaya untuk memecahkan masalah tersebut dengan caramelakukan berbagai tindakanyang terencana dalam situasi nyata serta menganalisis setiap pengaruh dan perlakuan tersebut (Sanjaya, 2009:26).

b. Tujuan dan Manfaat PTK

Tujuan umum dari PTK adalah untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran serta membantu memberdayakan guru dalam memecahkan masalah pembelajaran di sekolah. Adapun tujuan PTK yaitu :


(55)

Menurut Sarwiji Suwandi (2011:16-17) pertama, untuk menanggulangi masalah dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang dihadapi oleh guru terutama dalam permasalahan pengajaran dan pengembangan materi ajar.Kedua, untuk memberikan pedoman bagi guru dan civitas akademika guna memperbaiki dan meningkatkan mutu kinerja supaya lebih baik dan produktif.Ketiga, untuk memasukkan unsur-unsur pembaruan dalam sistem pembelajaran yang sedang berjalan dan sulit untuk ditembus oleh pembaruan pada umumnya.dan yang keempat, untuk perbaikan suasana keseluruhan sistem sekolah.

Sedangkan manfaat PTK yang pertama, guru dapat melakukan inovasi pembelajaran, sehingga pembelajaran menjadi lebih variatif dan menarik serta bermanfaat.Kedua, guru dapat mengembangkan kurikulum sesuai dengan karakteristik pembelajaran, situasi, dan kondisi kelas.Ketiga, untuk mengembangkan profesionalisme guru, karena dengan PTK guru bisa lebih berlatih dalam mengembangkan metode pengajaran serta pemahaman atas materi pembelajaran (Mulyasa, 2010:90).

Dari tujuan dan manfaat PTK maka diharapkan akan memberikan pembelajaran yang semakin inovatif dan kreatif. PTK yang dilakukan oleh peneliti memiliki tujuan tersendiri yaitu untuk memberikan pembaharuan dalam proses belajar mengajar dengan penerapan model kooperatif leraning tipe example dan non example. Dengan model kooperatif ini, prestasi meningkat dan akan dikembangkan menjadi lebih baik. Tujuan yang utama


(56)

dalam penelitian ini dalam penerapan model kooperatif learning yaitu untuk meningkatkan aspek kogintif, afektif dan psikomotorik.

c. Sifat Penelitian Tindakan Kelas

Apabila disimak kembali uraian di atas dapat dikemukakan sifat-sifat penelitian tindakan (kelas), yang membedakannya dari penelitian “formal” lainnya. Sifat-sifat tersebut adalah sebagai berikut :

1) Pada dasarnya PTK merupakan penelitian yang dirancang dan dilaksanakan di dalam ruang kelas tertentu. Oleh karena itu PTK bersifat situasional atau kontekstual. Artinya, apa yang dirancang dan dilaksanakan di dalam ruang kelas itu hanya berlaku untuk ruang kelas tersebut dan hasilnya tidak serta merta dapat diberlakukan dalam ruang kelas yang lain selama tidak ada jaminan bahwa ruang kelas lain tidak memiliki karakteristik yang sama dengan tempat dilakukannya penelitian.

2) PTK bertujuan mencari pemecahan praktis atas permasalahan yang bersifat lokal dan/atau mencari cara-cara untuk meningkatkan kualitas suatu sistem dalam ruang kelas tertentu yang juga bersifat lokal. Oleh karena itu, penelitian tindakan kelas tidak menerapkan metodologi penelitian seketat penelitian ilmiah lainnya, yang berusaha mengembangkan atau menemukan teori-teori ilmiah yang bersifat universal. Sehubungan dengan hal itu, kredibilitas penelitian tindakan kelas tersebut ditentukan oleh kemanfaatannya dalam memecahkan masalah atau meningkatkan kualitas sistem tersebut.


(57)

3) PTK terdiri atas siklus-siklus yang masing-masing meliputi perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Keempat langkah tersebut akan berulang dalam setiap siklus dan perpindahan dari satu siklus ke siklus selanjutnya. Artinya, siklus satu akan menjadi landasan bagi siklus dua, siklus dua akan menjadi dasar bagi siklus tiga, demikian seterusnya hingga PTK berakhir.

4) Meskipun dapat dilaksanakan sendiri oleh seorang guru, PTK cenderung bersifat partisipasif. Paling tidak guru sebagai peneliti akan melibatkan siswa (sebagai subjek) dalam proses penelitian. Peneliti tidak akan mampu mengungkap masalah yang timbul berikut penyebabnya secara akurat tanpa partisipasi aktif dari para siswa tersebut.

5) Karena dalam PTK proses sama pentingnya dengan hasil tindakan, maka penelitian ini cenderung bersifat kualitatif daripada kuantitatif. Langkah-langkah perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi yang membentuk satu siklus merupakan keseluruhan proses yang lazimnya dideskripsikan dengan kata-kata. Apabila kemudian digunakan angka-angka yang merefleksikan prestasi siswa, misalnya, hal itu merupakan bagian yang tak terpisahkan dari keseluruahn proses tersebut.

PTK bersifat reflektif. Artinya, kemampuan reflektif peneliti terhadap proses dan hasil tindakan merupakan bagian penting dalam setiap siklus. Hasil refleksi menjadi landasan yang penting bagi pengembangan rencana dan pengambilan tindakan selanjutnya.


(58)

C. Keterkaitan PTK Dalam Model Cooperative Learning tipe Example and non Example dengan Media Gambar Pada Pembelajaran Sejarah.

Model cooperative learning adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Sedangkan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah suatu pengamatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan dalam sebuah siklus pembelajaran. Pembelajaran cooperative dirasa paling cocok oleh peneliti untuk digunakan sebagai model pembelajaran yang diterapkan dalam penelitian tindakan kelas yang bertujuan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa yaitu pada aspek kognitif, afketif dan psikomotor. Kaitannya dengan media gambar yang digunakan sebagai sarana proses pembelajaran. Dalam menyampaikan materi ajar memanfaatkan media gambar sehingga pembelajaran akan menarik dan siswa akan mudah untuk menerima materi yang diberikan. Oleh karena itu tujuan dengan menerapkan model kooperatif learning ini dan pengunaan media gambar yang digunakan dalam PTK ini ditujukan untuk meningkatkan prestasi belajar yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.

D. Kerangka Berpikir

Berdasarkan pengalaman yang diperoleh, siswa kelas XI IPA 1 SMA N 1 Depok Yogyakarta pada keadaan awal masih banyak siswa yang prestasi belajarnya masih rendah. Dalam hal ini disebabkan karena cara mengajar guru yang masih terlihat monoton dan guru terlihat jarang menggunakan model pembelajaran yang kreatif dan inovatif selain itu juga kemampuan guru dalam


(59)

menyampaikan materi pelajaran sejarah masih kurang atau belum menggunakan media pembelajaran yang bervariasi sehingga anak lebih tertarik dan tertantang untuk menyelesaikan masalah-masalah yang berkenaan dengan pelajaran sejarah.

Atas dasar hal tersebut maka penulis mencoba untuk mengimplementasikan salah satu bentuk model pembelajaran kooperatif learning tipe example dan non example untuk menyampaikan salah satu materi pelajaran sejarah di kelas XI IPA 1. Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan PTK yang terdiri dari dua siklus dimana pada siklus yang pertama dengan mengimplementasikan model kooperatif learning dan dari prestasi belajar siswa pada siklus pertama masih terlihat kurang memuaskan meskipun sudah ada peningkatan sehingga terjadi siklus yang kedua dimana prestasi belajar sejarah dapat lebih ditingkatkan dengan mengimplementasikan model pembelajaran kooperatif learning tipe example dan non example dan media yang dipilih adalah media gambar, media ini dipilih karena mudah diperoleh serta murah namun dapat melibatkan siswa untuk berfikir aktif dalam pembelajaran baik secara individual maupun kelompok.

Dalam upaya meningkatkan prestasi belajar dalam aspek kognitif (pengetahuan), afektif (sikap) dan psikomotor (keterampilan), media pembelajaran merupakan stretegi yang digunakan guru dalam proses pembelajaran. Dalam hal ini media gambar berupa foto yang peniliti gunakan untuk meningkatkan prestasi belajar itu sendiri. Dengan bentuk pembelajaran


(60)

yang dikemas secara menarik menggunakan media maka dapat diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar sejarah dan membantu menunjang dalam proses penanaman nilai-nilai karakter dan kemanusiaan yang sangat banyak terkandung dalam pelajaran sejarah.

Gambar I: Kerangka Berpikir

Prestasi belajar dari siklus satu kurang

memuaskan

Terjadi siklus 1

Prestasi belajar sejarah dapat lebih ditingkatkan dengan mengimplementasika

n model pembelajaran kooperatif example

non example dan penggunaan media

gambar

Prestasi belajar sejarah meningkat Terjadi siklus 2

Banyak siswa prestasi belajarnya masih rendah

Prestasi belajar sejarah bisa di implementasikan

dalam model kooperatif learning


(61)

E. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan landasan teori dan kerangka berpikir yang telah dijabarkan diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Dengan menerapkan model cooperatif learning tipe example dan non

example dan penggunaan media gambar dapat meningkatkan prestasi belajar sejarah kelas XI IPA 1 di SMA Negeri 1 Depok Yogyakarta.


(62)

42 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Setting Penelitian 1. Tempat Penelitian

Penelitian Tindakan Kelas ini dilakukan pada kelas XI IPA SMA Negeri 1 Depok Yogyakarta Negeri 1 Depok, Jl. Babarsari, Depok, Kab.Sleman 55281. Telp. (0274) 485794Yogyakarta..

2. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan Oktober 2014.

3. Siklus

Dalam Penelitian Tindakan Kelas ini menggunakan 2 siklus. B. Subjek Penelitian

Subyek yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA SMA Negeri 1 Depok Yogyakarta yang berjumlah 34 siswa (laki-laki 12 siswa dan perempuan 22 siswa) pada semester 1 tahun pelajaran 2014/2015.

C. Objek Penelitian

Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Prestasi Belajar Sejarah (Aspek Kognitif, Afektif, dan Psikomotorik)

b. Model Kooperatif Learning Tipe Example and Non Example c. Media Gambar


(63)

D. Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam PTK ini yaitu menggunakan model Kemis dan Tagart dalam Punaji Setyosari (2010:44). Model ini pada hakikatnya berupa perangkat-perangkat atau untaian-untaian dengan satu perangkat terdiri dari empat komponen, yaitu : perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Keempat langkah ini di lakukan secara berurutan dan di identifikasi menjadi sebuah siklus. Dengan mengikuti langkah-langkah secara tepat, peneliti telah melampaui suatu siklus, karena dilakukan secara berulang-ulang dengan langkah yang sama, peneliti melakukan siklus-siklus, sehinga kita mengenal siklus 1, siklus 2, siklus 3 dan seterusnya.

Secara skematis model penelitian tindakan kelas dapat digambarkan seperti gambar berikut :

Gambar II: Model Penelitian Tindakan Kelas Kemmis dan Taggart

Observasi Perencanaan I

Pelaksanaan Siklus I Refleksi

Observasi

Pelaksanaan Siklus II Refleksi


(64)

E. Desain Operasional Variabel 1. Variabel - variabel Penelitian

Variabel terikat (Y1) : Prestasi Belajar

Variabel bebas (X1) : Model Pembelajaran Kooperatif Variabel bebas (X2) : Media gambar

2. Devinisi operasional variabel a. Prestasi Belajar

Prestasi belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai oleh seseorang. Prestasi belajar merupakan hasil maksimum yang dicapai oleh seseorang setelah melaksanakan usaha-usaha belajar dalam bentuk tes dan non tes.

b. Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran Kooperatif merupakan suatu pembelajaran kelompok dengan jumlah peserta didik 2-5 orang dengan gagasan untuk saling memotivasi antara anggotanya untuk saling membantu agar tercapainya suatu tujuan pembelajaran yang maksimal. Dimana guru menetapkan tugas dan pertanyaan-pertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk membantu peserta didik menyelesaikan masalah yang dimaksud.

3. Media Gambar

Menurut Arsyad Azhar ( 2011: 3) mengatakan media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harafiah berarti tengah, perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima.Media merupakan


(1)

(2)

(3)

1. Presentasi kelompok


(4)

2. Diskusi Kelompok


(5)

(6)

Dokumen yang terkait

PENINGKATAN KREATIVITAS PEMBELAJARAN IPA MELALUI STRATEGI EXAMPLE NON EXAMPLE DENGAN MEDIA PUZZLE Peningkatan Kreativitas Pembelajaran Ipa Melalui Strategi Example Non Example Dengan Media Puzzle Pada Siswa Kelas IV Sd Muhammadiyah 11 Mangkuyudan Tahun

0 3 15

PENINGKATAN KEAKTIFAN DALAM PEMBELAJARAN TEMA LINGKUNGAN MELALUI MODEL PEMBELAJARAN EXAMPLE NON EXAMPLE Peningkatan Keaktifan Dalam Pembelajaran Tema Lingkungan Melalui Model Pembelajaran Example Non Example Dengan Menggunakan Media Gambar Pada Siswa Kel

0 2 16

PENINGKATAN KEAKTIFAN DALAM PEMBELAJARAN TEMA LINGKUNGAN MELALUI MODEL PEMBELAJARAN EXAMPLE NON EXAMPLE Peningkatan Keaktifan Dalam Pembelajaran Tema Lingkungan Melalui Model Pembelajaran Example Non Example Dengan Menggunakan Media Gambar Pada Siswa Kel

0 2 10

Peningkatan prestasi belajar sejarah dengan menerapkan model pembelajaran berbasis masalah dan penggunaan media gambar di SMA N 1 Depok.

0 0 167

Peningkatan prestasi belajar sejarah melalui penerapan model pembelajaran example non-example pada siswa kelas XA SMA Negeri 1 Mlati.

0 5 199

MODEL PEMBELAJARAN TIDAK TERARAH NON DIR

0 0 1

PENINGKATAN HASIL BELAJAR TEMATIK MELALUI MODEL PEMBELAJARAN EXAMPLE NON EXAMPLE SISWA KELAS V SD

0 0 9

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar Kognitif IPA Siswa SD Kelas V Melalui Model Example Non Example dengan Pendekatan Problem Based Learning

0 0 19

PENGARUH MODEL EXAMPLE NON EXAMPLE TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA SEKOLAH DASAR

0 0 9

PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA MATERI STRUKTUR TUMBUHAN DAN FUNGSINYA MELALUI MODEL EXAMPLE NON EXAMPLE PADA SISWA KELAS IV SDN 1 PASURUHAN KIDUL

0 0 27