PENGEMBANGAN LEMBAR KEGIATAN SISWA (LKS) MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN GUIDED DISCOVERY PADA MATERI TRIGONOMETRI UNTUK SISWA SMA KELAS X.

(1)

i

PENGEMBANGAN LEMBAR KEGIATAN SISWA (LKS) MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN GUIDED DISCOVERY PADA MATERI

TRIGONOMETRI UNTUK SISWA SMA KELAS X

TUGAS AKHIR SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta

untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh:

Mariana Ramelan NIM 13301241053

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

ii

PENGEMBANGAN LEMBAR KEGIATAN SISWA (LKS) MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN GUIDED DISCOVERY PADA MATERI

TRIGONOMETRI UNTUK SISWA SMA KELAS X Oleh:

Mariana Ramelan NIM 13301241053

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan Lembar Kegiatan Siswa (LKS) matematika dengan pendekatan guided discovery pada materi trigonometri untuk siswa SMA kelas X yang memiliki kualitas valid, praktis dan efektif.

Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan yang mengacu model ASSURE dengan melalui 6 tahap yaitu (1) Analyze Learners; (2) State Objectives; (3) Select Methods, Media and Materials; (4) Utilize Media and Materials; (5) Require Learner Participation; (6) Evaluate and Revise. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu lembar penilaian LKS untuk ahli materi dan media, angket respon siswa dan guru dan tes hasil belajar siswa. Subjek ujicoba dalam penelitian ini adalah 33 siswa di SMA N 1 Pengasih.

Hasil penelitian ini yaitu LKS matematika dengan pendekatan guided discovery pada materi trigonometri untuk siswa SMA kelas X yang memiliki kualitas valid, praktis dan efektif. Berdasarkan hasil penilaian oleh ahli materi dan ahli media mendapatkan skor rata-rata 4, 2 dengan kriteria “baik” sehingga LKS dinayatakn valid. Berdasarkan hasil angket respon siswa mendapatkan skor rata-rata 4, 28 dengan kriteria “sangat baik” dan hasil angket respon guru mendapatkan skor rata-rata 4, 2 dengan kriteria “baik”, sehingga LKS dinyatakan praktis. Berdasarkan dari hasil tes belajar siswa diperoleh persentase ketuntasan belajar klasikal sebesar 90, 91% dengan kriteria “sangat baik” sehingga LKS dinyatakan efektif.


(3)

iii

DEVELOPING GUIDED DISCOVERY STUDENTS’ MATHEMATICS WORKSHEET OF TRIGONOMETRY FOR SENIOR HIGH SCHOOL

STUDENT GRADE X By:

Mariana Ramelan NIM 13301241053

ABSTRACT

This research aims to develop a mathematics student worksheet with guided discovery approach in trigonometry for senior high school student grade X that have the quality of valid, practice and effective.

This research was classified as Research and Development which referred to ASSURE model including 6 steps: (1) Analyze Learners; (2) State Objectives; (3) Select Methods, Media and Materials; (4) Utilize Media and Materials; (5) Require Learner Participation; (6) Evaluate and Revise. The instruments used in this research were assessment sheet of student worksheet for matter expert and media expert, questionnaire responses of students and teacher, and learning result test. The subject of this research are 33 students in Pengasih 1 Senior High School. The result of this research is student worksheet with guided discovery approach in trigonometry for senior high school students grade X that have quality of valid, practical and effective. Based on the student worksheet assessment result form matter expert and media expert, the total score was 4, 2 and categorized as “good” so the student worksheet called valid. Based on the questionnaire responses of students, the total score was 4, 28 and categorized as “very good” and the result of questionnaire response of teacher was 4, 2, it is categorized as “good”, so the student worksheet called practice. Based on the students learning result test can be obtained that the percentage of classical learning completeness was 90, 91% and categorized as “very good”, so the student worksheet called effective.


(4)

iv


(5)

v


(6)

vi


(7)

vii

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ini saya persembahkan kepada:

Keluarga tercinta, Ibu Tumarsih, Bapak Ramelan, dan Adikku Muhammad Surya Hadi Ramelan, terimakasih atas dukungan dan doa selama ini. Terimakasih atas dukungan moral dan materi, kasih sayang yang tulus dan

abadi, doa dan nasihat serta keridhaan yang telah diberikan.

Keluarga besar KSI Mist FMIPA UNY yang mengajarkan saya dalam berkarya dan berprestasi.

Teman-teman Pendidikan Matematika Internasional 2013 yang memacu prestasi dalam bidang akademik

Teman-teman kos 161 yang selalu mendukung agar segera menyelesaikan skripsi

Wachid Yulianto yang selalu mendoakan dan memberi semangat dalam mengerjakan skripsi


(8)

viii MOTTO

[QS. Al Insyirah, 5-6]

The 3C’s in Life: Choices, Chances, Changes

You must make a choice to take a chance or your life will never change [Unknown]

Don’t stop when you’re tired STOP when you’re DONE

[MR]

Setiap manusia memiliki batas kemampuan masing-masing. Berusahalah terlebih dahulu dengan diiringi doa, selanjutnya pasrahkan

kepada Allah SWT [MR]


(9)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga tugas akhir skripsi ini dapat terselesaikan. Penulis menyadari bahwa penyusunan tugas akhir skripsi tidak dapat terselesaikan dengan baik tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. Hartono selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Yogyakarta.

2. Bapak Dr. Ali Mahmudi M.Pd. selaku Ketua Jurusan dan Ketua Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Yogyakarta.

3. Ibu Nila Mareta Murdiyani, M.Sc. selaku dosen pembimbing skripsi yang selalu memberikan bimbingan, arahan dan motivasi selama proses penyusunan skripsi.

4. Ibu Fitriana Yuli Saptaningtyas, M.Si. yang telah bersedia memvalidasi dan memberikan saran terhadap instrumen penelitian dan produk penelitian yang dikembangkan dalam penelitian ini.

5. Ibu Kuswari Hernawati, M.Kom. yang telah bersedia memvalidasi dan memberikan saran terhadap produk yang dikembangkan dalam penelitian ini.

6. Seluruh dosen Jurusan pendidikan Matematika yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat.

7. Bapak Ambar Gunawan, S.Pd. selaku kepala SMA N 1 Pengasih yang telah memberikan izin untuk pelaksanaan penelitian ini.


(10)

x

8. Ibu Sri Harimurtiati, S. Pd. selaku guru mata pelajaran matematika di SMA N 1 Pengasih yang telah memberikan izin, penilaian dan masukan terhadap produk yang dikembangkan dalam penelitian ini.

9. Siswa kelas X MIA 4 SMA N 1 Pengasih atas partisipasi aktif dan kerjasamanya.

10.Saudari Dwi Kawuryani, Listia Palupi Wisnu Aji dan saudara Calva Ananta Dominikus Matutina yang telah bersedia menjadi observer selama kegiatan uji coba produk di sekolah.

11.Bapak Pujiyanto, M.Pd., saudara Dheni Nugroho dan Muhammad Kamaluddin yang telah bersedia menjadi reviewer tugas akhir skripsi ini. 12.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah

berkontribusi dalam penulisan dan penyelesaian tugas akhir skripsi ini. Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam tugas akhir skripsi ini. Maka dari itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan tugas akhir skripsi ini. Semoga tugas akhir skripsi ini dapat membawa manfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Yogyakarta, April 2017 Penulis,

Mariana Ramelan NIM. 13301241053


(11)

xi DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL………... i

ABSTRAK………... ii

HALAMAN PERNYATAAN……… iv

HALAMAN PERSETUJUAN……….... v

HALAMAN PENGESAHAN………... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN………. vii

HALAMAN MOTTO………. viii

KATA PENGANTAR………... ix

DAFTAR ISI………... xi

DAFTAR TABEL……….. xiii

DAFTAR GAMBAR……….. xv

DAFTAR LAMPIRAN……….. xvii BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang……….

B. Identifikasi Masalah……….

C. Batasan Masalah………..

D. Rumusan Masalah………

E. Tujuan Penelitian……….

F. Manfaat Penelitian………...

1 8 9 10 10 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori………...

1. Belajar dan Pembelajaran……….

2. Pembelajaran Matematika………

3. Pembelajaran Matematika di SMA……….. 4. Lembar Kegiatan Siswa (LKS)………... 5. Kualitas Produk... 6. Model ASSURE………... 7. Pendekatan Guided Discovery………... 8. Trigonometri………... 12 12 14 15 18 23 29 39 47


(12)

xii

B. Penelitian yang Relevan………... C. Kerangka Berpikir………... D. Pertanyaan Penelitian………...

50 53 54 BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian………... B. Tempat dan Waktu………... C. Subjek Penelitian………... D. Prosedur Penelitian dan Pengembangan………... E. Jenis dan Sumber Data………... F. Instrumen Penelitian………... G. Teknik Analisis Data………...

55 55 55 56 62 63 67 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian………... 1. Hasil Tahap Analyze Learner…...………. 2. Hasil Tahap State Objectives…...……….... 3. Hasil Tahap Select Method, Media and Materials…... 4. Hasil Tahap Utilize Media and Materials…...………… 5. Hasil Tahap Require Learner Participation…...………. 6. Hasil Tahap Evaluate and Revise…...………. 7. Kevalidan Lembar Kegiatan Siswa (LKS) …...……... 8. Kepraktisan Lembar Kegiatan Siswa (LKS) …...……... 9. Keefektifan Lembar Kegiatan Siswa (LKS) …...……... B. Pembahasan………... C. Keterbatasan Penelitian………...

73 73 78 84 109 114 117 122 123 124 125 133 BAB V SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan………... B. Saran………...

134 134 DAFTAR PUSTAKA………... 135 LAMPIRAN ………... 138


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Persentase Penguasaan Materi Trigonometri UN tahun 2014/2015. 4 Tabel 2. Persentase Penguasaan Materi Trigonometri UN tahun 2015/2016. 4

Tabel 3. KI dan KD Materi Trigonometri SMA kelas X………... 48

Tabel 4. Rincian Aspek Penilaian Kevalidan LKS………... 64

Tabel 5. Rincian Aspek Penilaian pada Angket Respon Siswa……….. 65

Tabel 6. Aturan Penskoran Angket Respon Siswa dengan Skala Likert……. 66

Tabel 7. Rincian Aspek Penilaian pada Angket Respon Guru.………... 66

Tabel 8. Aturan pembobotan data penilaian LKS………... 68

Tabel 9. Pedoman klasifikasi penilaian LKS ………. 69

Tabel 10. Pedoman klasifikasi penilaian akhir LKS ……….... 69

Tabel 11. Aturan pembobotan skor penilaian LKS angket respon……… 70

Tabel 12. Pedoman klasifikasi penilaian LKS ………... 70

Tabel 13. Pedoman klasifikasi penilaian akhir LKS angket respon …………. 71

Tabel 14. Kriteria Penilaian Ketuntasan Akademik ………... 72

Tabel 15. KI dan KD Materi Trigonometri untuk SMA Kelas X………. 79

Tabel 16. Indikator Ketercapaian Pembelajaran dan Tujuan Pembelajaran… 80

Tabel 17. Rincian Aspek Penilaian Kevalidan LKS………. 100

Tabel 18. Rincian Aspek Penilaian pada Angket Respon Siswa……….. 101

Tabel 19. Aturan Penskoran Angket Respon Siswa dengan Skala Likert……. 102

Tabel 20. Rincian Aspek Penilaian pada Angket Respon Guru…...…… 102


(14)

xiv

Tabel 22. Data Hasil Analisis Penilaian LKS ………...…... 122

Tabel 23. Data Hasil Analisis Angket Respon Siswa………... 123

Tabel 24. Data Hasil Analisis Angket Respon Guru………... 124


(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Kerangka Berpikir………. 53

Gambar 2. Siklus Prosedur Pengembangan LKS………... 56

Gambar 3. Peta Konsep Trigonometri……… 83

Gambar 4. Tampilan halaman sampul depan………. 87

Gambar 5. Tampilan halaman sampul belakang……….... 87

Gambar 6. Halaman Identitas………. 88

Gambar 7. Halaman Kata Pengantar………... 89

Gambar 8. Tampilan Peta Konsep……….. 89

Gambar 9. Tampilan Daftar Isi………... 90

Gambar 10. Tampilan Pengantar Materi Trigonometri……… 90

Gambar 11. Tampilan Salah Satu Bagian Sub Judul LKS……… 91

Gambar 12. Tampilan Salah Satu Kompetensi Dasar………... 91

Gambar 13. Tampilan Salah Satu Indikator Pencapaian……….. 92

Gambar 14. Tampilan salah satu motivasi……… 92

Gambar 15. Tampilan Petunjuk Penggunaan LKS………... 93

Gambar 16. Tampilan Salah Satu Bagian Kegiatan LKS………. 93

Gambar 17. Tampilan Salah Satu Pertanyaan Bimbingan……… 93

Gambar 18. Tampilan Salah Satu Latihan Soal……… 94

Gambar 19. Tampilan Salah Satu kolom jawaban……… 94

Gambar 20. Tampilan Salah Satu Kesimpulan………. 95

Gambar 21. Tampilan Informasi Pendukung……… 95

Gambar 22. Tampilan Daftar Pustaka………... 96

Gambar 23. Tampilan Sampul LKS Guru………. 96


(16)

xvi

Gambar 25. Tampilan Cover LKS Sebelum Revisi……….. 105

Gambar 26. Tampilan Cover LKS Setelah Revisi……… 106

Gambar 27. Tampilan LKS 2 Sebelum Revisi……….. 107

Gambar 28. Tampilan LKS 2 Setelah Revisi……… 107

Gambar 29. Contoh Tampilan Kesalahan Penulisan Sebelum Revisi…... 107

Gambar 30. Contoh Tampilan Kesalahan Penulisan Sesudah Revisi…... 108

Gambar 31. Contoh Salah Satu Kegiatan Menyelesaikan Masalah Kontekstual……… 108

Gambar 32. Dokumentasi Siswa Melakukan Kegiatan Diskusi Kelompok……….. 112

Gambar 33. Dokumentasi Siswa Aktif Bertanya kepada Guru………… 113

Gambar 34. Dokumentasi Siswa Mempresentasikan Hasil Diskusi Kelompok……….. 113

Gambar 35. Dokumentasi Siswa mengerjakan soal latihan……….. 113

Gambar 36. Tampilan Kunci Jawaban Soal Latihan LKS 6 Sebelum Revisi……….. 118

Gambar 37. Tampilan Kunci Jawaban Soal Latihan LKS 6 Sesudah Revisi.………... 119

Gambar 38. Tampilan Langkah Penemuan pada LKS 5 Sebelum Revisi.. 119

Gambar 39. Tampilan Langkah penemuan pada LKS 5 Sesudah Revisi.. 119

Gambar 40. Tampilan Soal Latihan LKS 4 Sebelum Revisi………. 120


(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran A………....

Lampiran A1. Lembar Penilaian RPP………... Lampiran A2. Lembar Penilaian LKS untuk Ahli Materi………... Lampiran A3. Lembar Penilaian LKS untuk Ahli Media………... Lampiran A4. Lembar Angket Respon Siswa………... Lampiran A5. Lembar Angket Respon Guru.………... Lampiran A6. Kisi – Kisi Instrumen Tes Hasil Belajar Siswa………….... Lampiran A7. Soal Tes Hasil Belajar Siswa………... Lampiran A8. Rubrik Penilaian Tes Hasil Belajar Siswa………... Lampiran B………... Lampiran B1. Pengisian Lembar Penilaian RPP………... Lampiran B2. Pengisian Lembar Penilaian LKS untuk Ahli Materi…... Lampiran B3. Pengisian Lembar Penilaian LKS untuk Ahli Media…... Lampiran B4. Contoh Pengisian Lembar Angket Respon Siswa……... Lampiran B5. Pengisian Lembar Angket Respon Guru………... Lampiran B7. Contoh Pengerjaan Tes Hasil Belajar Siswa…………... Lampiran C……….... Lampiran C1. Data Hasil Analisis Penilaian RPP……….. Lampiran C2. Data Hasil Analisis Penilaian LKS………... Lampiran C3. Data Hasil Analisis Angket Repon Siswa ………... Lampiran C4. Data Hasil Analisis Angket Respon Guru……….... Lampiran C5. Data Hasil Analisis Tes Hasil Belajar Siswa………...

139 140 148 151 156 159 162 164 167 169 170 186 194 204 210 213 216 217 221 227 230 231


(18)

xviii

Lampiran D……….... Lampiran D1. Surat Keterangan Validasi Instrumen Penelitian………… Lampiran D2. Surat Keterangan Validasi Produk……….. Lampiran D3. Surat Permohonan Ijin Penelitian dari FMIPA UNY……. Lampiran D4. Surat Ijin Penelitian dari Badan KESBANGPOL DIY…... Lampiran D5. Surat Ijin Penelitian dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Kabupaten KulonProgo………... Lampiran D6. Surat Keterangan Penelitian dari SMA N 1 Pengasih…… Lampiran D7. Kartu Monitoring Bimbingan Skripsi………...

Lampiran E………...

Lampiran E1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dengan Pendekatan Guided Discovery pada Materi Trigonometri untuk Siswa SMA Kelas X………... Lampiran E2. Lembar Kegiatan Siswa (LKS) Matematika dengan Pendekatan Guided Discovery pada Materi Trigonometri untuk Siswa SMA Kelas X………...

233 234 237 240 242

243 244 245 246

247


(19)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Matematika merupakan salah satu bidang studi yang memiliki peranan penting dalam dunia pendidikan. Hal ini dapat dilihat berdasarkan jumlah alokasi waktu jam pelajaran di sekolah yang lebih banyak dibandingkan pelajaran lain. Pelajaran matematika dalam pelaksanaan pendidikan diberikan kepada semua jenjang pendidikan mulai tingkat SD, SMP, SMA/SMK, bahkan di perguruan tinggi. Matematika tidak hanya dipandang sebagai mata pelajaran wajib di sekolah, melainkan matematika dipandang sebagai ilmu yang mendasari berbagai macam ilmu yang sangat mutlak diperlukan dalam menghadapi perkembangan jaman yang semakin maju.

Berdasarkan hasil wawancara kepada beberapa siswa SMA N 1 Pengasih, matematika masih dianggap mata pelajaran yang sulit, membosankan, bahkan menakutkan. Anggapan siswa ini mungkin tidak berlebihan selain mempunyai sifat yang abstrak, matematika juga memerlukan pemahaman konsep yang baik, karena untuk memahami konsep yang baru diperlukan prasyarat pemahaman konsep sebelumnya. Kasus ini telah menjadi dilema bagi beberapa guru padahal matematika diperlukan sebagai sarana yang dapat membekali seseorang berbagai macam kemampuan seperti logis, kritis, analitis, kreatif, cermat dan teliti, bertanggung jawab, responsif, dan tidak mudah menyerah dalam menyelesaikan masalah (Permendikbud No 21 tahun 2016: 121).


(20)

2

Pada kurikulum 2013 matematika di Sekolah Menengah Atas (SMA) masuk kedalam kelompok mata pelajaran wajib dan kelompok mata pelajaran peminatan (Permendikbud No. 69 tahun 2013 tentang kerangka dasar dan struktur kurikulum SMA/MA). Kelompok mata pelajaran wajib merupakan bagian dari pendidikan umum yaitu pendidikan bagi semua warga negara yang bertujuan memberikan pengetahuan tentang bangsa, sikap sebagai bangsa, dan kemampuan penting untuk mengembangkan kehidupan pribadi peserta didik, masyarakat dan bangsa. Kelompok mata pelajaran peminatan bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik mengembangkan minatnya dalam sekelompok mata pelajaran sesuai dengan minat keilmuannya di perguruan tinggi, dan untuk mengembangkan minatnya terhadap suatu disiplin ilmu atau ketrampilan tertentu.

Berdasarkan Permendikbud No 24 tahun 2016, kelompok matematika wajib untuk kelas X terdapat 2 Kompetensi Inti (KI) dan 20 Kompetensi Dasar (KD) yang harus dicapai siswa. Kelompok matematika peminatan SMA kelas X program Matematika Ilmu Alam (MIA) terdapat 2 KI dan 2 KD yang harus dicapai. Berdasarkan urian tersebut terdapat beberapa kompetensi dalam pembelajaran matematika yang harus dicapai oleh siswa, padahal Permendikbud No 21 tahun 2016 mengisyaratkan bahwa siswa tidak hanya dituntut untuk dapat memahami dan menguasai berbagai macam konsep matematika namun juga mampu mengaplikasikannya dalam pemecahan masalah. Selain itu, siswa juga diharapkan mampu menemukan berbagai


(21)

3

konsep dalam matematika melalui pengalaman-pengalaman belajar yang dilakukannya.

Trigonometri merupakan salah satu materi matematika wajib yang harus dikuasai siswa kelas X baik program Matematika Ilmu Alam (MIA) maupun program Ilmu-Ilmu Sosial (IIS). Trigonometri wajib dipelajari untuk memahami konsep yang mensyaratkan pengetahuan dasar trigonometri seperti materi diferensial, integral dan limit trigonometri yang dipelajari pada tingkat selanjutnya. Trigonometri sangat berguna bagi siswa untuk mengembangkan pengetahuan mereka ketika memasuki jenjang perguruan tinggi. Trigonometri tidak hanya digunakan dalam bidang matematika saja, namun dapat pula digunakan dalam ilmu fisika, kimia, geografi, teknik dan sebagainya. Al Krismanto (2008:2) menyatakan kenyataan dilapangan menunjukkan bahwa dalam kegiatan pembelajaran sering dijumpai adanya kesulitan dalam membelajarkan trigonometri. Hal ini dikarenakan guru lebih terbiasa dengan menyajikan rumus-rumus yang banyak dijumpai dalam trigonometri secara instan dan masih digunakannya sistem menghafalkan rumus dalam menyelesaikan permasalahan matematika. Hal inilah yang mengakibatkan siswa hanya bisa menggunakan tanpa mengetahui asal usulnya, sehingga pembelajaran yang dilakukan kurang bermakna dan hasil belajar siswa yang dicapai belum sesuai dengan yang diharapkan (Miftahul Hasanah, 2013: 3).

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru matematika di SMA N 1 Pengasih pada bulan Oktober 2016, trigonometri juga merupakan materi yang sulit dipahami siswa. Hasil belajar siswa untuk materi trigonometri


(22)

4

dari tahun ke tahun juga masih rendah sehingga perlu ditingkatkan. Hal ini dibuktikan dengan persentase penguasaan materi trigonometri dari hasil nilai UN SMA N 1 Pengasih dua tahun terakhir ini masih dibawah 50%. Berikut menunjukkan perbandingan persentase penguasaan materi trigonometri untuk tingkat sekolah, kabupaten, propinsi dan nasional.

Tabel 1. Persentase Penguasaan Materi Trigonometri UN tahun 2014/2015 Kemampuan yang Diuji Sekolah Kota/

Kab Prop Nas Menyelesaikan masalah yang

berkaitan dengan nilai perbandingan trigonometri yang menggunakan rumus jumlah dan selisih sinus, kosinus dan tangen serta jumlah dan selisih 2 sudut

45, 00 32, 30 40, 96 62, 69

Sumber: Laporan Hasil UN SMA/MA Tahun Pelajaran 2014/2015

Tabel 2. Persentase Penguasaan Materi Trigonometri UN tahun 2015/2016 Kemampuan yang Diuji Sekolah Kota/

Kab Prop Nas Menyelesaikan masalah penalaran

yang berkaitan dengan trigonometri

29, 76 33, 21 43, 28 47, 51

Menghitung nilai perbandingan trigonometri dengan menggunakan rumus jumlah dan selisih dua sudut

35, 71 35, 97 46, 97 50, 41

Sumber: Laporan Hasil UN SMA/MA Tahun Pelajaran 2015/2016 Keterangan:

Sekolah : SMA N 1 Pengasih Kota/Kab : Kabupaten Kulon Progo Prop : Daerah Istimewa Yogyakarta

Hasil observasi selama peneliti melaksanakan Praktek Pengalaman Lapangan (PPL) di SMA N 1 Pengasih kelas X pada bulan Juli sampai dengan September 2016 diketahui bahwa siswa masih kesulitan untuk memahami


(23)

5

konsep matematika yang bersifat abstrak apalagi materi yang baru mereka dapatkan. Ketersediaan bahan ajar kurikulum 2013 sesuai revisi 2016 masih terbatas dan juga belum membantu siswa dalam memahami materi yang bersifat abstrak. SMA N 1 Pengasih pada tahun ajaran 2016/2017 baru menerapkan kurikulum 2013 sehingga masih dalam proses penyesuaian. Selama pelaksanaan PPL, siswa terlihat hanya mengandalkan apa yang disampaikan guru dikelas meskipun sekolah sudah memfasilitasi buku kurikulum 2013 revisi 2014 namun muatan materinya tidak sesuai dengan revisi 2016. Hal ini dapat menghambat kelangsungan pembelajaran matematika di sekolah.

Pemerintah melalui Permendikbud No 22 tahun 2016 mengisyaratkan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan sebaiknya diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Demi terwujudnya hal tersebut diperlukan adanya kegiatan pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered).

Pada pembelajaran matematika, berbagai metode atau pendekatan telah dikembangkan dan diupayakan untuk membantu siswa dalam memahami konsep matematika. Siswa dan guru masih menemukan kendala dalam aktivitas pembelajaran matematika khususnya pada materi trigonometri (Rusdi, dkk, 2013; M.A. Yusha’u, 2013). Bahan ajar dengan kurikulum lama


(24)

6

hanya menyajikan rumus-rumus tanpa memberikan kesempatan bagi siswa untuk membangun pemahaman mengenai suatu konsep matematika. Hal inilah yang menyebabkan siswa merasa kesulitan ketika mempelajari dan mengaplikasikan konsep matematika dikarenakan hanya menghafal dan menggunakan rumus yang bersifat instan tanpa mengetahui asal usulnya.

Kurikulum 2013 menuntut seorang guru harus mampu memanfaatkan sumber belajar yang telah disediakan, mampu mengembangkan media ataupun sumber belajar lain yang dapat mendukung kelancaran kegiatan pembelajaran serta mampu mengembangkan proses pembelajaran yang dapat memfasilitasi peserta didik dalam kegiatan pembelajaran yang disesuaikan dengan kompetensi yang diperlukan peserta didik di masa depan (Kemendikbud, 2013: 74-75). Permendikbud No 22 tahun 2016 menyatakan bahwa seorang guru pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) secara lengkap dan sistematis dimana salah satu elemennya adalah sumber belajar. Lembar Kegiatan Siswa (LKS) merupakan salah satu sumber belajar yang dapat dikembangkan guru untuk membimbing siswa secara terstruktur melalui kegiatan-kegiatan yang dapat memberikan motivasi siswa untuk mempelajari matematika. Guru dituntut untuk mengembangkan bahan ajar sesuai dengan kharakteristik siswanya.

Berdasarkan studi dokumen terhadap Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan bahan ajar berupa LKS di SMA N 1 Pengasih, guru sudah mengembangkan RPP namun untuk LKS baru mulai dikembangkan. LKS yang dikembangkan hanya sebatas kegiatan yang diambil dari buku paket


(25)

7

yang ada dan terkadang hanya sebatas kumpulan latihan soal untuk memperdalam materi yang sebelumnya telah disampaikan oleh guru. Hal ini menunjukkan bahwa LKS yang dikembangkan belum dapat memfasilitasi siswa untuk menemukan konsep atau pengetahuan barunya secara mandiri. Salah satu pendekatan pembelajaran yang terbukti dapat membantu siswa secara aktif menemukan pengetahuan matematikanya sendiri yaitu pendekatan guided discovery (penemuan terbimbing). Amin Suyitno (2004:5) mendefinisikan guided discovery sebagai suatu pendekatan pembelajaran dimana siswa diberikan bimbingan singkat untuk menemukan suatu konsep atau jawaban dari suatu permasalahan. Bimbingan yang diberikan harus mengarahkan agar siswa mampu menemukan sendiri konsep atau jawaban akhir dari permasalahan tersebut. Pendekatan guided discovery ini mendorong siswa untuk mengorganisir suatu permasalahan yang diberikan oleh guru, menganalisis, mengeksplorasi, menyusun konjektur (prakiraan) dari hasil analisis, mempresentasikan, memperoleh kebenaran dari konjektur, dan memperdalam pengetahuannya dengan mengerjakan soal latihan. Salah satu model pengembangan yaitu ASSURE. Model ASSURE merupakan sebuah prosedur panduan untuk mengkombinasikan antara materi, metode dan media sehingga membuat siswa menjadi lebih aktif dan kegiatan belajar siswa semakin efektif. Model ASSURE memiliki tahapan yang detail sehingga LKS yang dikembangkan dapat berkualitas baik dan memfasilitasi siswa dalam pembelajaran.


(26)

8

Berdasarkan latar belakang tersebut maka diperlukan inovasi, strategi dan upaya yang dapat membantu permasalahan terkait pembelajaran matematika trigonometri di SMA. Oleh karena itu, penelitian ini berupaya mengembangkan Lembar Kegiatan Siswa (LKS) matematika pada materi trigonometri dengan pendekatan guided discovery untuk siswa SMA kelas X menggunakan model ASSURE dengan memiliki kualitas yang valid, praktis dan efektif. Lembar Kegiatan Siswa (LKS) yang dihasilkan dalam penelitian ini diharapkan dapat memfasilitasi siswa dalam belajar matematika, khususnya siswa di SMA N 1 Pengasih agar tercipta kegiatan pembelajaran yang terpusat pada siswa dan tercipta pembelajaran yang bermakna. LKS yang dikembangkan diharapkan dapat membantu siswa dalam mempelajari dan memahami materi trigonometri sesuai dengan KI dan KD yang berlaku pada kurikulum 2013 revisi 2016.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasi beberapa permasalahan sebagai berikut.

1. Materi trigonometri merupakan salah satu materi yang dianggap sulit oleh siswa.

2. Hasil nilai UN siswa SMA N 1 Pengasih tahun pelajaran 2014/2015 dan 2015/2016 untuk materi trigonometri masih rendah.

3. Siswa hanya menghafal rumus-rumus trigonometri sehingga mudah lupa karena kurang paham darimana penemuan rumus tersebut, sehingga


(27)

9

dibutuhkan pengembangan bahan ajar dengan pendekatan yang lebih inovatif.

4. Bahan ajar untuk materi trigonometri yang sesuai kurikulum 2013 revisi 2016 masih terbatas.

5. Guru belum mengembangkan LKS trigonometri yang mampu membimbing siswa untuk menemukan sendiri konsep dan rumus-rumus trigonometri secara mandiri.

6. Guru belum mengembangkan LKS sesuai dengan karakteristik siswa di sekolah masing-masing.

7. Belum pernah diterapkannya pendekatan guided discovery untuk materi trigonometri.

C. Batasan Masalah

Permasalahan yang dikaji pada penelitian ini dibatasi pada hal-hal sebagai berikut.

1. Pengembangan bahan ajar berupa LKS untuk membantu siswa kelas X SMA dalam memahami materi trigonometri dengan model pengembangan ASSURE didesain dengan pendekatan guided discovery (penemuan terbimbing).

2. Objek penelitian pengembangan yaitu siswa kelas X di SMA N 1 Pengasih. 3. Penggunaan pendekatan guided dicovery difokuskan pada aktivitas proses pembelajaran yang ada di Lembar Kegiatan Siswa (LKS) yang dikembangkan.


(28)

10

4. Materi trigonometri yang dikembangkan hanya untuk KD 3.7, 3.8, 4.7 dan 4.8 berdasarkan kurikulum 2013 revisi 2016.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang dapat dirumuskan pada penelitian ini yaitu bagaimana mengembangkan Lembar Kegiatan Siswa (LKS) matematika dengan pendekatan guided discovery pada materi trigonometri untuk siswa SMA kelas X yang valid, praktis dan efektif. E. Tujuan Penelitian

Penelitian pengembangan ini memiliki tujuan untuk menghasilkan Lembar Kegiatan Siswa (LKS) matematika dengan pendekatan guided discovery pada materi trigonometri untuk siswa SMA kelas X yang valid, praktis dan efektif.

F. Manfaat Penelitian

Pengembangan bahan ajar berupa LKS matematika untuk SMA N 1 Pengasih kelas X semester genap ini mempunyai manfaat sebagai berikut. 1. Bagi Siswa

a. Siswa mampu menemukan konsep secara aktif dan mandiri dengan guru sebagai fasilitator melalui serangkaian kegiatan yang terdapat pada LKS.

b. Siswa mendapatkan tambahan fasilitas dalam belajar materi trigonometri.

c. Siswa mampu memahami konsep trigonometri dan meningkatkan hasil belajar.


(29)

11 2. Bagi guru

a. LKS yang dikembangkan dapat digunakan sebagai salah satu acuan dalam kegiatan pembelajaran pada materi trigonometri.

b. LKS yang dikembangkan dapat menginspirasi guru untuk mengembangkan LKS bermuatan guided discovery pada materi lain. 3. Bagi sekolah

Lembar Kegiatan Siswa (LKS) ini dapat memberikan sumbangan dalam rangka memperbaiki proses pembelajaran matematika yang telah disusun sesuai dengan kondisi siswa di SMA N 1 Pengasih.

4. Bagi peneliti

a. Kemampuan dalam mengembangkan LKS matematika dengan kriteria valid, praktis, dan efektif yang dapat membantu guru, siswa, ataupun peneliti sebagai calon pendidik dalam kegiatan pembelajaran dapat meningkat.

b. Wawasan dan kreativitas peneliti sebagai calon pendidik dalam mengembangkan LKS matematika dapat bertambah sehingga tidak hanya terbatas pada materi tertentu saja.

5. Bagi Dunia Pendidikan

a. Penggunaan LKS ini dapat menciptakan pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered).

b. Penggunaan LKS matematika ini dapat mengarahkan pada kegiatan penemuan sehingga pembelajaran akan menjadi bermakna.


(30)

12 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Belajar dan Pembelajaran

Belajar adalah suatu kegiatan yang tidak lepas dari kehidupan manusia. Kegiatan belajar dilakukan baik secara formal maupun non formal. Perkembangan zaman yang begitu cepat menuntut setiap individu untuk terus belajar agar mampu mengikuti dan menyesuaikan diri dengan dinamika lingkungan hidup yang juga semakin maju dan kompleks.

Woolfolk (Koohang, 2009: 92) menyatakan “learning is active mental work, not passive reception of teaching,” yang artinya belajar adalah proses mental yang aktif, bukan penerimaan pasif dari sebuah pengajaran. Woolfolk juga menyatakan“... the students actively proces to construct their own knowledge: the mind of the student mediates input from

the outside world to determine what the student will learn” yang artinya belajar merupakan sebuah proses dimana siswa secara aktif membangun pengetahuannya sendiri dengan cara memasukkan apa yang ia peroleh dari dunia luar ke dalam pikirannya. Heinich (Benny A. Pribadi, 2009: 6) mengungkapkan belajar merupakan sebuah proses pengembangan pengetahuan baru, keterampilan, dan sikap individu yang terjadi melalui sumber-sumber belajar.

Implementasi dari belajar yaitu hasil belajar. Menurut Sudjana (2004: 22), hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki


(31)

13

siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Adapun tiga macam hasil belajar mengajar menurut Horwart Kingsley (Sudjana, 2004: 22) yaitu: (1) Keterampilan dan kebiasaan, (2) Pengetahuan dan pengarahan, (3) Sikap dan cita-cita. Belajar juga memiliki keterkaitan dengan pembelajaran.

Pembelajaran diartikan oleh Gagne (Benny A. Pribadi, 2009: 9) sebagai serangkaian kegiatan yang sengaja dilakukan dengan maksud untuk memudahkan terjadinya proses belajar. Masnur Muslich (2011: 71) mengatakan bahwa pembelajaran merupakan proses aktif bagi siswa dan guru untuk mengembangkan potensi siswa sehingga mereka akan “tahu” terhadap pengetahuan dan akhirnya “mampu” untuk melakukan sesuatu. Prinsip dasar pembelajaran adalah untuk memberdayakan semua potensi yang dimiliki siswa sehingga mereka akan mampu meningkatkan pemahamannya terhadap fakta/konsep/prinsip dalam kajian ilmu yang dipelajarinya yang akan terlihat dalam kemampuannya untuk berfikir logis, kritis, dan kreatif.

Permendikbud No. 103 tahun 2014 mengartikan bahwa pembelajaran merupakan suatu proses pengembangan potensi dan pembangunan karakter setiap peserta didik sebagai hasil dari sinergi antara pendidikan yang berlangsung di sekolah, keluarga dan masyarakat. Proses tersebut memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi mereka menjadi kemampuan yang semakin lama semakin meningkat dalam sikap (spiritual dan sosial), pengetahuan, dan keterampilan yang diperlukan dirinya untuk hidup dan untuk


(32)

14

bermasyarakat, berbangsa, serta berkontribusi pada kesejahteraan hidup umat manusia.

Dari berbagai penjelasan tersebut, belajar dan pembelajaran saling berkaitan. Belajar merupakan proses dimana siswa secara aktif membangun pengetahuannya sendiri yang mengarah pada hasil belajar melalui berbagai sumber belajar sedangkan pembelajaran merupakan kegiatan pengembangan potensi siswa untuk memudahkan terjadinya proses belajar sehingga mereka mampu meningkatkan pemahamannya. 2. Pembelajaran Matematika

Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan penting dalam pendidikan. Menurut Alberta (2007: 11) bahwa

Mathematics is one way to describe interconnectedness in a holistic worldview. Mathematics is used to describe and explain relationships among numbers, sets, shapes, objects and concepts. The search for possible relationships involves collecting and analyzing data and describing relationships visually, symbolically, orally or in written form.

Matematika merupakan salah satu cara untuk mendeskripsikan hubungan-hubungan dalam dunia ini. Matematika digunakan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan hubungan antara bilangan, himpunan, bentuk, objek, dan konsep. Hal ini termasuk penelusuran hubungan mengenai pengumpulan, análisis data dan mendeskripsikannya secara visual, simbolik, lisan ataupun dengan tulisan.

Hamzah B. Uno (2008: 129) mengartikan matematika sebagai suatu bidang ilmu yang merupakan alat pikir, berkomunikasi, alat untuk memecahkan berbagai persoalan praktis, yang unsur-unsurnya logika dan


(33)

15

intuisi, analisis dan konstruksi, generalisasi dan individualitas, serta mempunyai cabang-cabang antara lain aritmatika, aljabar, geometri, dan analisis.

Pembelajaran matematika diartikan oleh R. Soedjadi (1999: 6) sebagai kegiatan pendidikan yang menggunakan matematika sebagai kendaraan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Pada pembelajaran matematika hendaknya antara guru dengan siswa saling berinteraksi dengan baik sehingga akan mendorong terjadinya proses pembelajaran yang efektif dan tujuan pembelajaran matematika dapat tercapai secara maksimal. Erman Suherman, dkk (2001: 55) menyatakan bahwa pembelajaran matematika perlu membiasakan siswa untuk memperoleh pemahaman melalui pengalaman tentang sifat-sifat yang dimiliki dan yang tidak dimiliki oleh sekumpulan objek (abstraksi).

Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika adalah suatu kegiatan pendidikan yang menggunakan matematika untuk memperoleh pengalaman tentang sifat-sifat yang dimiliki dan yang tidak dimiliki oleh sekumpulan objek sehingga dapat mencapai tujuan yang ditetapkan.

3. Pembelajaran Matematika di SMA

Berdasarkan teori Piaget (Sugihartono, dkk., 2007: 109) bahwa tahap perkembangan kognitif atau taraf kemampuan berfikir seseorang individu sesuai dengan usianya. Semakin ia dewasa semakin meningkat pula kemampuan berfikirnya. Perkembangan kognitif setiap individu


(34)

16

berkembang berdasarkan empat tahapan, yaitu tahapan sensori motor (dari lahir sampai umur 2 tahun), tahap pra operasi (dari umur 2 tahun sampai umur 7 tahun), tahap operasi konkrit (dari umur 7 tahun sampai 11 tahun), dan tahap operasi formal (umur 11 tahun ke atas). Berdasarkan teori tersebut siswa SMA termasuk dalam tahap operasional formal. Pada tahap ini siswa sudah mampu melakukan penalaran menggunakan hubungan antara objek-objek dalam kehidupan sehari-hari untuk dikaitkan dengan suatu persoalan matematika. Parkay & Stanford (2008: 371) juga menambahkan bahwa anak dalam tahap operasi formal memiliki kemampuan kognitif yang menjangkau tingkatan tertinggi dalam perkembangan mereka, mereka dapat membuat perkiraan, berpikir tentang situasi hipotesis, berpikir tentang suatu proses, serta menghargai struktur bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi.

Siswa SMA tergolong pada tingkat operasi formal namun siswa memiliki struktur kognisi yang berkembang luas, tetapi kenyataannya siswa belum sepenuhnya dapat berpikir abstrak (Ratna Wilis Dahar, 2011: 139). Materi matematika pada tingkat SMA membutuhkan suatu pemikiran yang abstrak sehingga untuk kelancaran pembelajaran dibutuhkan suatu media atau bahan ajar yang dapat membantu siswa berpikir secara abstrak sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran matematika.

Pada kurikulum 2013 matematika di Sekolah Menengah Atas (SMA) masuk kedalam kelompok mata pelajaran wajib dan kelompok mata pelajaran peminatan (Permendikbud No. 69 tahun 2013 tentang kerangka


(35)

17

dasar dan struktur kurikulum SMA/MA). Berdasarkan Permendikbud No 21 tahun 2016, ruang lingkup mata pelajaran matematika pada satuan pendidikan SMA/MA meliputi beberapa aspek-aspek yaitu bilangan real, aljabar, geometri dan transformasi, dasar-dasar trigonometri, limit fungsi aljabar, matriks, kombinatorika, statistika dan peluang, turunan fungsi aljabar dan program linear.

Pembelajaran matematika harus mampu mengaktifkan siswa dalam proses pembelajaran. Guru tidak lagi menjadi peran utama dalam proses pembelajaran, akan tetapi siswalah yang harus berperan aktif selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Permasalahan dalam matematika yang semula disajikan secara abstrak harus bisa dikaitkan dengan konteks dunia nyata (konkret), selain bertujuan agar siswa dapat memahami permasalahan tersebut dengan baik, siswa juga dapat mengaplikasikannya dalam dunia nyata dalam konteks atau permasalahan yang berbeda.

Dari beberapa penjelasan tersebut, pembelajaran matematika di SMA adalah suatu pembelajaran matematika yang tidak hanya sebatas menekankan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep matematika atau meningkatkan kemampuan siswa dalam mengerjakan soal-soal namun sampai pada tahap mengaplikasikan konsep-konsep yang telah mereka dapatkan melalui suatu media atau bahan ajar yang dapat membantu siswa berpikir secara abstrak sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran matematika.


(36)

18 4. Lembar Kegiatan Siswa (LKS)

Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru/instruktur dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar (Depdiknas, 2008:6). Bahan ajar juga merupakan seperangkat materi pembelajaran atau substansi pembelajaran (teaching material) yang disusun secara sistematis, mencerminkan kompetensi yang akan dikuasai peserta didik dalam kegiatan pembelajaran (Sigit Priyanto, 2010).

Ada beberapa jenis bahan ajar yaitu cetak dan noncetak. Bahan ajar cetak sering dijumpai sehari-hari oleh kita diantaranya berupa handout, buku, modul, brosur dan lembar kegiatan siswa. Sedangkan bahan ajar noncetak meliputi bahan ajar dengan audio, video dan lain sebagainya. (Lestari, 2013:5-6). Manfaat penggunaan bahan ajar sangat penting yaitu membuat siswa dapat belajar secara mandiri dan tidak terlalu bergantung pada catatan dari guru saja.

Salah satu bahan ajar yang sering digunakan dalam pembelajaran adalah Lembar Kegiatan Siswa (LKS). Menurut Abdul Majid (2007:176) Lembar Kegiatan Siswa (LKS) adalah lembaran-lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan oleh siswa. Lembar kegiatan berupa petunjuk-petunjuk dan langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu tugas. Tugas yang diperintahkan dalam LKS harus memiliki tujuan yang jelas sesuai dengan Kompetensi Dasar yang akan dicapai. Trianto (2009:222-223) mengartikan Lembar Kegiatan Siswa (LKS) sebagai panduan siswa yang digunakan untuk melakukan kegiatan penyelidikan atau pemecahan masalah. LKS


(37)

19

memuat sekumpulan kegiatan mendasar yang harus dilakukan oleh siswa untuk memaksimalkan pemahaman dalam upaya pembentukan kemampuan dasar sesuai indikator pencapaian hasil belajar yang harus ditempuh.

Suyanto (2011:1-2) menambahkan bahwa LKS sebagai lembaran dimana siswa melakukan kegiatan terkait apa yang sedang dipelajarinya. Kegiatan yang ada pada LKS sangat beragam, seperti melakukan percobaan, mengidentifikasi bagian-bagian, membuat tabel, melakukan pengamatan, menggunakan alat pengamatan dan menuliskan atau menggambar hasil pengamatannya, melakukan pengukuran dan mencatat data hasil pengukurannya, menganalisis data hasil pengukuran dan menarik kesimpulan.

Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa Lembar Kegiatan Siswa (LKS) adalah suatu bahan ajar tertulis yang berisi langkah-langkah dalam upaya pembentukan kemampuan dasar sesuai indikator pencapaian hasil belajar sehingga dapat membantu guru dalam memfasilitasi siswa saat pembelajaran. Lembar Kegiatan Siswa merupakan bahan ajar yang berbentuk cetak dan berisi kegiatan-kegiatan yang dapat dikerjakan oleh siswa untuk mengkonstruk pengetahuannya.

Fungsi penyusunan LKS menurut Depdiknas (2008: 36) adalah sebagai berikut:

a. LKS membantu peserta didik dalam menemukan suatu konsep.

Berdasarkan prinsip konstruktivisme pembelajaran, peserta didik akan belajar dengan membangun pengetahuannya sendiri. LKS akan memuat


(38)

20

apa yang harus dilakukan peserta didik yaitu mengamati, mengorganisasi, dan menganalisis.

b. LKS membantu peserta didik menerapkan konsep yang telah ditemukan. Setelah peserta didik menemukan konsep dari materi yang dipelajari, peserta didik akan ditunjukkan contoh dalam penerapannya melalui soal yang disediakan.

c. LKS berfungsi sebagai penuntun belajar.

LKS merupakan bahan ajar yang digunakan sebagai pendukung pembelajaran selain buku pokok. Dengan demikian, peserta didik disarankan membaca buku lain agar dapat mengerjakan LKS dengan baik.

d. LKS berfungsi sebagai penguatan.

Setelah peserta didik mempelajari suatu materi, LKS juga dikemas dengan mengarah pada penerapan materi.

e. LKS berfungsi sebagai petunjuk kegiatan penemuan.

LKS disusun dengan langkah kerja sehingga nantinya peserta didik dapat menemukan sendiri konsep yang diharapkan dari suatu pembelajaran.

Beberapa hal yang menjadi bagian dari struktur LKS adalah sebagai berikut (Depdiknas 2008: 23-24):

a. Judul.

b. Petunjuk belajar (petunjuk siswa). c. Kompetensi yang akan dicapai.


(39)

21 d. Informasi pendukung.

e. Tugas-tugas dan langkah-langkah kerja. f. Penilaian.

Langkah-langkah yang dilakukan dalam mempersiapkan lembar kegiatan siswa adalah sebagai berikut (Depdiknas, 2008: 23-24):

a. Analisis Kurikulum

Analisis kurikulum dimaksudkan untuk menentukan materi mana yang memerlukan LKS. Biasanya dalam menentukan materi dianalisis dengan cara melihat materi pokok dan pengalaman belajar dari materi yang akan diajarkan, kemudian kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa.

b. Menyusun peta kebutuhan LKS

Peta kebutuhan LKS sangat diperlukan guna mengetahui jumlah LKS yang harus ditulis serta mengetahui dan melihat sekuensi atau urutan yang terdapat pada LKS tersebut. Urutan LKS ini sangat diperlukan dalam menentukan prioritas penulisan. Diawali dengan analisis kurikulum dan analisis sumber belajar.

c. Menentukan judul LKS

Judul LKS ditentukan atas dasar KD-KD, materi-materi pokok atau pengalaman belajar yang terdapat dalam kurikulum. Satu KD dapat dijadikan sebagai judul modul apabila kompetensi itu tidak terlalu besar.


(40)

22 d. Penulisan LKS

Penulisan LKS dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1) Perumusan KD yang harus dikuasai

Rumusan KD pada suatu LKS diturunkan dari dokumen Standar Isi. 2) Menentukan alat penilaian

Penilaian dilakukan terhadap proses kerja dan hasil kerja peserta didik. Untuk pendekatan pembelajaran yang digunakan kompetensi penilaiannya didasarkan pada penguasaan kompetensi.

3) Penyusunan materi

Materi LKS sangat bergantung pada KD yang akan dicapai. Materi LKS dapat berupa informasi pendukung, yaitu gambaran umum atau ruang lingkup substansi yang akan dipelajari. Materi dapat diambil dari berbagai sumber seperti buku, majalah, internet, jurnal hasil penelitian. Referensi yang digunakan pada LKS sebaiknya ditunjukkan agar siswa membaca lebih jauh tentang materi itu sehingga pemahaman siswa terhadap materi lebih kuat. Tugas-tugas harus ditulis secara jelas guna mengurangi pertanyaan dari siswa.

4) Struktur LKS

Struktur LKS secara umum adalah judul, petunjuk belajar (petunjuk siswa), kompetensi yang akan dicapai, informasi pendukung, tugas-tugas dan langkah-langkah kerja serta penilaian.


(41)

23

Mudlofir (2011: 149) menambahkan bahwa pada bagian awal LKS memuat informasi tentang siapa yang akan menggunakan LKS. Pada bagian tengah (bagian utama LKS), siswa difasilitasi untuk melakukan kegiatan belajar sesuai dengan petunjuk yang diberikan pada LKS. Pada bagian terakhir LKS terdapat evaluasi yang dapat digunakan siswa untuk mengetahui tingkat pemahaman yang sudah diperoleh dari belajar pada bagian tengah.

Lembar Kegiatan Siswa (LKS) yang dikembangkan pada penelitian ini meliputi beberapa hal yaitu sebagai berikut.

a. Halaman judul LKS b. Halaman identitas LKS

c. Peta konsep materi trigonometri d. Kompetensi yang akan dicapai e. Motivasi belajar

f. Petunjuk belajar (petunjuk siswa)

g. Materi trigonometri yang disajikan dengan menggunakan pendekatan guided discovery

h. Daftar pustaka 5. Kualitas Produk

Nieveen (1999: 126-127) menyampaikan bahwa kualitas produk yang dikembangkan haruslah memenuhi kriteria valid, praktis, dan efektif. Berikut merupakan penjelasan dari setiap kriteria yang akan digunakan dalam pengembangan LKS pada penelitian ini.


(42)

24 a. Aspek Kevalidan

Validitas dalam penelitian pengembangan meliputi validitas isi, validitas konstruk. Van den Akker (1999: 10) menyatakan:

Validity refers to the extent that design of the intervention is based on state-of-the art knowledge (‘content validity’) and that the various components of the intervention are consistently linked to each other (‘construct validity’)

Validitas mengacu pada tingkat desain intervensi yang didasarkan pada pengetahuan state-of-the art (validitas isi) dan berbagai macam komponen dari intervensi berkaitan satu dengan yang lainnya (validitas konstruk).

Suatu produk yang dikembangkan dikatakan valid apabila … the material (the intended curriculum) must be well considered and the component and the material should be based on state-of-the-art knowledge (content validity) and all components should be consistently linked to each other (contruct validity). (Nieveen, 1999: 127).

Berdasarkan penjelasan di atas, aspek kevalidan meliputi dua hal, yaitu produk yang dikembangkan haruslah berlandaskan pada kajian teori yang kuat (content validity) dan setiap komponen di dalamnya secara konsisten haruslah terkait satu dengan yang lainnya (construct validity).

1) Validitas isi menunjukkan bahwa isi produk yang dikembangkan memiliki landasan yang kuat dan sesuai dengan kurikulum yang berlaku.


(43)

25

2) Validitas konstruk meliputi aspek format dan bahasa produk yang dikembangkan. Format-format dan bahasa produk diupayakan tidak saling bertentangan ketika mengkonstruksi produk tersebut.

Bahan ajar dikatakan baik jika memenuhi aspek kelayakan yang ditentukan oleh Depdiknas (2008: 28) yang meliputi kelayakan isi, kebahasaan, penyajian, dan kegrafikaan.

1) Aspek kelayakan isi

Pada aspek kelayakan isi mencakup beberapa hal sebagai berikut: a) Cakupan materi sesuai dengan SK dan KD

b) Cakupan materi yang dipaparkan sesuai dengan tujuan pengembangan

c) Materi sesuai dengan Perkembangan anak d) Kesesuaian dengan kebutuhan bahan ajar e) Kebenaran substansi materi pembelajaran f) Manfaat untuk penambahan wawasan

g) Kesesuaian dengan nilai moral dan nilai-nilai sosial

h) Latihan soal yang disajikan dapat membantu pemahaman siswa dan dapat menggambarkan aplikasi dari apa yang telah dipelajari siswa.

i) Soal-soal evaluasi benar-benar mampu mengukur tingkat pemahaman siswa dan teknik penskoran yang ada harus tepat. 2) Aspek kelayakan kebahasaan


(44)

26

Pada aspek kelayakan kebahasaan mencakup beberapa hal sebagai berikut:

a) Tidak mengacu pada buku sumber yang di luar kemampuan keterbacaan siswa.

b) Kejelasan informasi

c) Kesesuaian dengan kaidah Bahasa Indonesia yang baik dan benar

d) Pemanfaatan bahasa secara efektif dan efisien (jelas dan singkat)

e) Menggunakan bahasan yang sesuai dengan tingkat dan kedewasaan anak.

3) Aspek kelayakan penyajian

Pada aspek kelayakan penyajian mencakup beberapa hal sebagai berikut:

a) Kejelasan tujuan (indikator) yang ingin dicapai b) Urutan sajian

c) Pemberian motivasi dan daya tarik

d) Interaksi (pemberian stimulus dan respon) e) Kelengkapan informasi

f) Terdapat pendukung penyajian

g) Mempunyai identitas untuk memudahkan administrasinya. 4) Aspek kelayakan kegrafikaan


(45)

27

Pada aspek kelayakan penyajian mencakup beberapa hal sebagai berikut:

a) Penggunaan font: jenis dan ukuran b) Lay out atau tata letak

c) Ilustrasi,gambar, foto d) Desain tampilan

e) Ketepatan warna yang digunakan

Kevalidan yang dimaksud pada penelitian pengembangan ini yaitu produk yang dikembangkan harus meliputi validitas isi dan validitas konstruk. Validitas isi meliputi aspek kompetensi, kelayakan isi dan kesesuaian dengan pendekatan guided discovery sedangkan validitas konstruk meliputi kelayakan bahasa, penyajian dan grafika struktur penyusunan suatu produk.

b. Aspek Kepraktisan

Berkaitan dengan kepraktisan dalam penelitian pengembangan Van den Akker (1999:10) menyatakan bahwa “Practically refers to the extent that user (or other experts) consider the intervention as

appealing and usable in ‘normal’ conditions”.

Kepraktisan mengacu pada tingkat bahwa pengguna (pakar-pakar lainnya) mempertimbangkan intervensi dapat digunakan dan disukai dalam kondisi normal. Suatu produk pengembangan mempunyai kualitas kepraktisan yang tinggi apabila“… teacher and other experts consider the materials to be usable and that is easy for


(46)

28

teachers and students to use the materials in a way that us largely

compatible with the developers’ intention...” (Nieveen, 1999: 127). Kepraktisan yang dimaksud dalam penelitian pengembangan ini yaitu produk yang dikembangkan dapat dan mudah digunakan oleh siswa maupun guru. Hal ini berdampak pada minat (ketertarikan) siswa dalam belajar menggunakan produk yang dikembangkan. Kepraktisan produk dapat diukur menggunakan angket respon siswa dan guru. c. Aspek Keefektifan

Berkaitan dengan keefektifan dalam penelitian pengembangan Van den Akker (1999: 10) menyatakan“Effectiveness refers to the extent that the experiences and outcomes with the intervention are

consistent with the intended aims”. Keefektifan mengacu pada tingkatan bahwa pengalaman dan hasil intervensi konsisten dengan tujuan yang dimaksud.

Efektif mengandung arti bahwa produk yang dikembangkan harus membawa pengaruh atau hasil sesuai dengan tujuan. Adapun aspek keefektifan juga dikaitkan dengan dua hal, yaitu praktisi atau ahli menyatakan bahan ajar tersebut efektif berdasarkan pengalaman menggunakan produk tersebut serta secara nyata produk tersebut memberikan hasil yang sesuai dengan harapan.

Keefektifan suatu produk pengembangan dapat tercapai apabila


(47)

29

take place and it should impact the formative evaluation of the target

group” (Nieveen, 1999: 127-128).

Keefektifan yang dimaksud pada penelitian ini yaitu produk yang dikembangkan dapat berpengaruh memberikan hasil sesuai standar indikator ketercapaian materi. Hasil tersebut dapat dilihat melalui perolehan hasil tes belajar siswa dimana butir-butir soal sesuai dengan indikator.

6. Model ASSURE

Model ASSURE adalah suatu model pengembangan dikembangkan oleh Sharon E. Smaldino, Robert Heinich, Michael Molenda, dan James D. Russell. Model ini diformulasikan untuk kegiatan pembelajaran disebut juga berorientasi kelas. Model ASSURE merupakan sebuah prosedur panduan untuk mendesain perencanaan dan bimbingan pembelajaran yang mengkombinasikan antara materi, metode dan media. Dimana setiap melakukan kegiatan belajar dan pembelajaran disamping guru memberikan materi, guru juga harus menyertakan metode dan media yang dibutuhkan. Model ASSURE akan membuat siswa menjadi lebih aktif dan kegiatan belajar siswa semakin efektif.

Model ASSURE terdiri atas enam tahap antara lain sebagai berikut: a. Analyze learners (menganalisis siswa)

Smaldino et al (2005:48) menyatakan bahwa:

The first step in planning is to identify the learners. You must know your students to select the best medium to meet the objectives. The audience can be analyzed in terms of (1) general


(48)

30

characteristics; (2) specific entry competencies (knowledge, skills, and attitudes about the topic), and (3) learning style. Langkah pertama dari implementasi model ASSURE adalah mengidentifikasi siswa. Kita harus mengetahui karakteristik siswa untuk dapat merumuskan tujuan pembelajaran. Analisis terhadap karakteristik siswa meliputi: (1) karakteristik umum; (2) kompetensi spesifik yang telah dimiliki siswa sebelumnya (pengetahuan, keterampilan, dan cara berpikir tentang sebuah topik) dan gaya belajar siswa.

Beberapa faktor yang dipertimbangkan dalam analisis siswa: 1) Karakteristik Umum

Karakteristik umum siswa dapat dilihat dari usia, tingkat pendidikan, pekerjaan, budaya, dan sosial ekonomi. Siswa dengan latar budaya tertentu mungkin akan lebih tertarik dengan metode dan media tertentu sehubungan dengan latar belakang budayanya. Siswa yang tidak tertarik dengan mata pelajaran tertentu mungkin akan dapat diatasi dengan penggunaan metode dan media belajar yang dapat menarik perhatiannya seperti: media, video, simulasi permainan, aktifitas berbasis teknologi, dan lain-lain.

Bagi pengajar yang telah mengenal karakter siswanya, hal ini dapat dengan mudah dilalui. Bagi pengajar yang belum mengenal karater siswanya hal ini terkadang merupakan kegiatan yang tidak mudah dikarenakan perlu waktu yang lebih untuk melakukan pengamatan dan mencatat karakteristik siswa-siswanya.


(49)

31 2) Kemampuan Awal Siswa

Kemampuan awal siswa menunjuk pada pengetahuan dan keterampilan yang telah dan belum dimiliki siswa. Pengajar harus menguji atau memeriksa anggapan tentang kemampuan awal siswa dengan dua cara. Informal dengan cara wawancara di luar kelas dan formal dengan cara tes yang telah terstandar atau tes buatan pengajar sendiri. Entry test baik formal maupun informal merupakan cara untuk mengetahui apakah siswa telah memiliki kemampuan prasyarat (prerequisites). Prerequisites merupakan kemampuan yang harus dimiliki oleh siswa untuk mengikuti proses pembelajaran yang akan dilakukan. Prerequisites harus dijabarkan dalam tujuan. 3) Gaya Belajar Siswa

Faktor ketiga adalah gaya belajar yang mengacu pada aspek ciri psikologi dari siswa yang menjelaskan tentang bagaimana siswa berinteraksi dan merespon secara emosional pada lingkungan belajar. Para siswa belajar dengan cara yang beragam antara lain tipe audio, visual, audio-visual dan kinestetik. Gardner mengidentifikasi 9 aspek intelegensi manusia, yaitu:(1) verbal/linguistik (bahasa); (2) logika/matematika (sains); (3) visual/spasial; (4) musikal/ritmik; (5) kinestesis (menari/atletik); (6) interpersonal (memahami orang lain); (7) intrapersonal (memahami diri sendiri); (8) naturalis; dan (9) eksistensialis.


(50)

32

Menurut Smaldino et al (2005:48) bahwa “The objectives may be derived from a course syllabus, stated in a text book, taken from a

curriculum guide, or developed by the instructor”. Maksudnya bahwa tujuan pembelajaran dapat diperoleh dari silabus atau kurikulum, informasi yang tercatat dalam buku teks, atau dirumuskan sendiri oleh perancang atau instruktur setelah melalui proses penilaian kebutuhan belajar.

Tujuan pembelajaran merupakan rumusan atau pernyataan yang mendeskripsikan tentang kompetensi-pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang akan dimiliki oleh siswa setelah menempuh proses pembelajaran. Tujuan pembelajaran dapat menggunakan rumusan tujuan dengan model ABCD yaitu Audience, Behavior, Condition, dan Degree. Komponen audience berisi informasi tentang individu yang belajar, misalnya siswa. Komponen behavior mendeskripsikan tentang aspek kompetensi yang akan dimiliki oleh individu setelah menempuh progam pembelajaran. Komponen condition mencerminkan keadaan atau situasi yang perlu ada pada waktu siswa atau individu yang belajar melakukan unjuk kinerja atau performa pada saat dilakukan tes. Komponen ini dapat berupa fasilitas, peralatan, perlengkapan dan objek, atau benda yang merupakan komponen esensial dalam melakukan suatu tugas atau pekerjaan. Komponen yang terakhir adalah degree menggambarkan tingkat atau standard yang perlu diperlihatkan oleh siswa pada waktu menunjukkan kompetensi spesifik yang telah dipelajari.


(51)

33

Pada perumusan tujuan pembelajaran, perlu dianalisis terlebih dahulu terkait pembelajaran yang akan dilakukan cenderung ke domain kognitif, afektif, psikomotor, atau interpersonal. Dengan memahami hal tersebut, kita dapat merumuskan tujuan pembelajaran dengan lebih tepat, dan tentu saja akan menuntun penggunaan metode, strategi dan media pembelajaran yang akan digunakan. Perbedaan individu berkaitan dengan kemampuan individu dalam menuntaskan atau memahami sebuah materi yang diberikan/dipelajari. Individu yang tidak memiliki kesulitan belajar dengan yang memiliki kesulitan belajar pasti memiliki waktu ketuntasan belajar (mastery learning) yang berbeda. Kondisi ini dapat menuntun kita merumuskan tujuan pembelajaran dan pelaksanaannya dengan lebih tepat.

Tujuan pembelajaran perlu untuk ditentukan agar dapat memilih media dengan tepat, mengatur lingkungan belajar yang sesuai dengan tuntutan tujuan, menentukan teknik dan instrumen penilaian/evaluasi. Unsur-unsur yang harus terdapat dalam rumusan tujuan: (1) Permormance atau capabilitas yang diharapkan dari siswa; (2) Kondisi tingkah laku yang dapat diamati; (3) Kriteria/standar minimal perilaku siswa.

c. Select Methods, Media and Materials (Memilih metode, media dan bahan ajar)


(52)

34

Memilih metode, media dan bahan ajar berperan sangat penting untuk digunakan dalam membantu siswa dalam mencapai kompetensi atau tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Menurut Smaldino et al (2005:56) menyatakan bahwa

A systematic plan for using media certainly demands that the methods, media and materials be selected systematically in the first place. The selection process has three steps: (1) deciding on the appropriate method for the given learning tasks, (2) choosing a media format that is suitable for carrying out the method, and (3) selecting, modifying, or designing specific materials within that media format.

Suatu rencana yang sistematik dalam penggunaan media dan teknologi tentu menuntut agar metode, media dan materinya dipilih secara sistematis pula. Proses pemilihannya melibatkan tiga langkah yaitu (1) menentukan metode yang tepat untuk kegiatan belajar tertentu, (2) memilih format media yang disesuaikan dengan metode yang diterapkan dan (3) memilih, memodifikasi, atau merancang/memproduksi bahan ajar. Rincian proses pemilihan metode, media dan bahan ajar adalah sebagai berikut.

1) Memilih Metode

Pemilihan metode yang bisa sesuai dengan gaya belajar siswanya. 2) Memilih Format Media

Format media adalah bentuk fisik tempat dimasukan dan dipajangkannya suatu media, misalnya flip chart, slide, video, dan computer multimedia. Dalam menentukan pemilihan format media


(53)

35

perlu dipertimbangkan sejumlah media dan teknologi yang tersedia, ragam pebelajar dan tujuan yang ingin dicapai.

3) Menghasilkan Bahan Ajar Khusus

Smaldino et al (2005:58) menambahkan bahwa “Obtaining appropriate materials will generally involve one of three alternatives: (1) selecting available materials, (2) modifying exiting materials, or

(3) designing new materials”. Cara memilih metode, media, dan bahan ajar yang akan digunakan dapat memilih satu dari tiga alternatif pilihan yang ada yaitu (1) membeli media pembelajaran yang ada; (2) memodifikasi media pembelajaran yang telah tersedia; atau (3) memproduksi media pembelajaran baru.

Siswa dapat memenuhi tujuan-tujuan yang telah ditetapkan jika bahan ajar itu sudah tersedia. Apabila bahan ajar yang sudah ada ternyata tidak sepenuhnya sesuai dengan tujuan, atau tidak cocok dengan siswa, pendekatan alternatif adalah memodifikasinya. Jika masih belum cocok, alternatif yang terakhir adalah merancang bahan ajar sendiri. Pembuatan bahan ajar sendiri akan dapat sesuai dengan siswa dan memenuhi tujuan yang telah ditetapkan meskipun memerlukan biaya dan memakan banyak waktu. Dalam merancang bahan ajar baru, unsur dasar yang harus dipertimbangkan adalah tujuan, siswa, biaya, keahlian teknis, peralatan, fasilitas dan waktu.


(54)

36

Tahap keempat adalah penggunaan media dan bahan ajar untuk pembelajaran. Smaldino et al (2005: 62-63) mengajukan rumus 5P dalam pemanfaatan media dan bahan ajar yaitu:

1) Preview the Materials (Mengkaji bahan ajar) 2) Prepare the Materials (Menyiapkan bahan ajar)

3) Prepare the Environment (Menyiapkan lingkungan pembelajaran) 4) Prepare the Learners (Menyiapkan siswa)

5) Provide the Learning Experience (Tentukan pengalaman belajar) Langkah-langkah persiapan tersebut dilakukan sebelum produk yang dikembangkan digunakan oleh siswa.

e. Require Lerner Participation (Melibatkan siswa dalam aktivitas pembelajaran)

Tahap kelima adalah melibatkan partisipasi siswa dalam aktivitas pembelajaran. Smaldino et al (2005:48) menyatakan bahwa:

… to be effective, materials based instruction should require

active mental engagement by learners. There should be activities within the lesson that allow learners to process the knowledge or skills and to receive feedback on the oppropriateness of their efforts before being formally assessed.

Proses pembelajaran memerlukan adanya keterlibatan mental siswa secara aktif dengan materi atau substansi yang sedang dipelajari agar berlangsung efektif dan efisien. Pemberian latihan soal merupakan contoh bagaimana melibatkan aktivitas mental siswa dengan materi yang sedang dipelajari. Siswa yang terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran pada umumnya akan dengan mudah mempelajari materi pembelajaran.


(55)

37

Setelah aktif melakukan proses pembelajaran, pemberian umpan balik yang berupa pengetahuan tentang hasil belajar akan memotivasi siswa untuk mencapai prestasi belajar yang lebih tinggi.

f. Evaluate and Revise (Melakukan Evaluasi dan Revisi)

Smaldino, Sharon E, (et all) (2005:48) menyatakan bahwa After instruction, it is necessary to evaluate its impact and effectiveness and to asses student learning. To get the total picture, you must evaluate the entire instructional process. Did the learners meet the objectives? Did the methods and media assist the trainees in reaching the objectives? Could all students use the materials properly?

Tahap evaluasi dan revisi dalam model desain pembelajaran ASSURE ini dilakukan untuk menilai efektifitas dan efisiensi program pembelajaran dan juga menilai pencapaian hasil belajar siswa. Agar dapat memperoleh gambaran yang lengkap tentang kualitas sebuah program pembelajaran, perlu dilakukan proses evaluasi terhadap semua komponen pembelajaran.

Pada model ASSURE, kegiatan mengevaluasi dan merevisi ini terdiri dari:

1) Menilai Prestasi/ Hasil Belajar Siswa

Evaluasi hasil belajar/ prestasi siswa merupakan evaluasi yang dilakukan untuk menilai pencapaian hasil belajar siswa terhadap tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Evaluasi ini dapat dilakukan dengan pengujian kompetensi atau kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah menempuh aktivitas pembelajaran.


(56)

38

Metode dalam menilai prestasi bergantung pada sifat dari tujuan belajar. Ada beberapa jenis alat ukur atau instrumen yang dapat digunakan untuk menilai hasil belajar siswa. Instrumen penilaian tersebut dapat dikategorikan sebagai tes tertulis dan tes performa. Tes tertulis digunakan untuk menilai kompetensi siswa yang terkait dengan aspek kognitif. Sedangkan tes performa digunakan untuk mengukur kinerja nyata dari aspek keterampilan. 2) Mengevaluasi dan Merevisi Strategi, Teknologi, dan Media

Pada dunia pendidikan tidak hanya hasil belajar siswa saja yang dievaluasi dan direvisi, melainkan juga meliputi evaluasi penilaian strategi, teknologi dan media. Evaluasi strategi bertujuan agar guru mengetahui apakah strategi pengajaran yang digunakan sudah berjalan efektif atau belum, dari hasil evaluasi tersebut guru dapat melakukan revisi terhadap strategi yang digunakan untuk ditingkatkan. Evaluasi teknologi dan media bertujuan untuk mengetahui apakah teknologi dan media yang digunakan dapat membantu dan meningkatkan minat siswa dalam belajar.

Kegiatan evaluasi dan revisi dapat dilakukan dengan bantuan pembelajar. Melalui pembelajar kegiatan evaluasi dan revisi dapat dilakukan dengan wawancara dan diskusi. Kegiatan evaluasi pembelajaran yang dilakukan guru dapat dilakukan dengan evaluasi diri sendiri melalui; (1) rekaman audio atau video yang berisi


(57)

39

pengajaran yang dilakukan guru yang bersangkutan; (2) komentar anonim para siswa; dan (3) supervisi dengan rekan sejawat.

Pada tahap ini juga dilakukan evaluasi antara perencanaan yang telah dibuat ditinjau aplikasinya dalam pembelajaran. Apakah sudah sesuai dengan yang diharapkan atau belum, jika hasil evaluasi terjadi perbedaan antara perencanaan dengan pelaksanaan dalam proses pembelajaran maka akan ada kesalahan. Temuan kesalahan-kesalahan dalam melakukan refleksi evaluasi dilakukan perbaikan untuk melakukan pembelajaran berikutnya atau pembelajaran ulang jika kompetensi dasar dan tujuan belum tercapai.

Pengembangan produk pada penelitian ini mengikuti tahapan pengembangan model ASSURE sesuai dengan penjelasan diatas. 7. Pendekatan Guided Discovery

Berkaitan dengan belajar penemuan, Abruscato (1996: 38) menyatakan bahwa:

Discovery learning is hands-on, experiential learning that requires a teacher‟s full knowledge of content, pedagogy, and child

development to create an environment in which new learning are related to what has come before and to that which will follow. Belajar penemuan adalah praktik, pengalaman belajar yang mengharuskan guru secara menyeluruh mengetahui konten, pedagogi, dan perkembangan anak untuk menciptakan lingkungan di mana pembelajaran baru dapat berhubungan dengan apa yang telah dipelajari sebelumnya dan apa yang akan dipelajari selanjutnya.


(58)

40

Santrock (2008: 490), pendidik John Dewey (1933) dan psikolog kognitif Jerome Bruner (1966) mempromosikan konsep pembelajaran penemuan dengan mendorong guru untuk memberi siswa kesempatan belajar sendiri. Pembelajaran penemuan mendorong siswa untuk berpikir sendiri dan menemukan cara menyusun dan mendapatkan pengetahuan. Berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna. Pendekatan belajar penemuan juga dapat memupuk rasa ingin tahu siswa.

Berkaitan dengan penemuan Bruner (dalam Mayer, 2004: 14) menyatakan bahwa “Practice in discovering for one-self teaches one to acquire information in a way that makes that information more readily viable in problem solving”. Artinya kegiatan penemuan untuk diri sendiri mengajarkan seseorang untuk memperoleh informasi dengan cara membuat informasi menjadi lebih mudah dipahami dalam pemecahan masalah.

Pembelajaran penemuan berbeda dengan pendekatan instruksi langsung, di mana guru menjelaskan secara langsung informasi kepada siswa. Dalam pembelajaran penemuan, siswa harus mencari tahu sendiri. Pembelajaran penemuan ini berhubungan dengan ide Piaget, yang pernah mengatakan bahwa setiap kali guru memberi tahu siswa, maka siswa tidak belajar (Santrock, 2008: 490).

Pengetahuan yang diperoleh dengan belajar penemuan menunjukkan beberapa kelebihan. Pertama, pengetahuan itu bertahan lama atau lama


(59)

41

diingat atau lebih mudah diingat bila dibandingkan dengan pengetahuan yang dipelajari dengan cara-cara lain. Kedua, hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik daripada hasil belajar lainnya. Dengan kata lain, konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang diperoleh siswa lebih mudah diterapkan pada situasi-situasi baru. Ketiga, secara menyeluruh belajar penemuan meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berpikir secara bebas. Secara khusus, belajar penemuan melatih keterampilan kognitif siswa untuk menemukan dan memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain (Ratna Wilis Dahar, 2011: 80). Jadi dapat disimpulkan bahwa penemuan adalah suatu proses, suatu jalan/cara dalam mendekati permasalahan bukannya suatu produk atau item pengetahuan tertentu. Proses penemuan dapat menjadi kemampuan umum melalui latihan pemecahan masalah dan praktek membentuk dan menguji hipotesis.

Pembelajaran menggunakan pendekatan penemuan yang digunakan di sekolah, dewasa ini tidak menggunakan pendekatan pembelajaran penemuan”murni‟. Dalam pembelajaran penemuan “murni‟, siswa didorong untuk belajar sendiri dan instruksi diberikan pada level minimal atau bahkan tidak diberikan sama sekali. Belajar sendiri tidak selalu bermanfaat bagi banyak siswa. Misalnya guru memberi materi lalu membiarkan siswa belajar sendiri akan menyebabkan siswa mendapatkan solusi yang salah dan strategi yang tidak efisien untuk menemukan informasi. Bahkan ada siswa yang tidak menemukan pengetahuan sama sekali. Oleh kerena itu, muncullah pembelajaran penemuan dengan


(60)

42

bimbingan (guided discovery learning), di mana siswa didorong untuk menyusun sendiri pemahamannya, tetapi juga dibantu dengan pertanyaan dan pengarahan dari guru. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Brian D. Whitaker (2014: 85),

Bruner (1967) advocated a method of inquiry-based instruction known as discovery learning, where students use previous knowledge and experience to discover new facts for themselves. Critics argue that there are a high rate of misconceptions and inaccuracies when utilizing this learning method. Therefore, by including the instructor as a guide during discovery learning, students can still be involved with an active learning strategy, utilize previous knowledge and experiences, and not be wary of learning inaccurate information. Guided discovery can be used as a vehicle for learning in multiple instances in numerous courses.

Bruner (1967) menyarankan sebuah metode pembelajaran berbasis penyelidikan yang dikenal sebagai pembelajaran penemuan, di mana siswa menggunakan pengetahuan dan pengalaman yang mereka miliki untuk menemukan fakta-fakta baru. Beberapa pengamat atau kritikus berpendapat bahwa pembelajaran dengan metode ini, memungkinkan adanya tingkat ketidaktepatan dan kesalahpahaman konsep yang tinggi. Oleh karena itu, dengan adanya bimbingan dari instruktur selama kegiatan pembelajaran penemuan, siswa masih bisa terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran, menggunakan pengetahuan dan pengalaman sebelumnya (untuk menemukan fakta-fakta baru), dan tidak perlu khawatir akan ketidaktepatan informasi yang diperoleh.


(61)

43

Bruner (dalam Carin & Sund, 1989: 95) juga menyatakan sebagai berikut:

The only way a person learns the techniques of making discoveries is to have opportunities to discover. Through guided discovery, a student slowly learns how to organize and carry out investigations. One of the greatest payoffs of the guided discovery approach is that it aids better memory retention. Something a student discovers independently is more likely to be remembered, but concepts he or she is told can be quickly forgotten.

Satu-satunya cara seseorang belajar teknik membuat penemuan adalah memiliki kesempatan untuk menemukan. Melalui penemuan terbimbing, siswa belajar perlahan-lahan bagaimana mengatur dan melakukan investigasi. Salah satu hasil terbesar dari pendekatan penemuan terbimbing yaitu memiliki ingatan yang lebih baik. Ketika siswa menemukan secara mandiri lebih mungkin untuk diingat, tetapi konsep yang diberitahukan kepada siswa dapat dengan cepat dilupakan.

Hasil belajar siswa dengan penemuan terbimbing menurut Mayer (2004: 15) adalah sebagai berikut:

Guided discovery is effective because it helps students meet two important criteria for active learning (a) activating or constructing appropriate knowledge to be used for makingsense of new incoming information and (b) integrating new incoming information with an appropriate knowledge base.

Artinya:

Penemuan terbimbing efektif karena membantu siswa memenuhi dua kriteria penting untuk belajar aktif, yaitu (a) mengaktifkan atau membangun pengetahuan yang tepat untuk digunakan dalam memahami informasi yang baru masuk (b) mengabungkan informasi baru yang masuk dengan dasar pengetahuan yang tepat.


(62)

44

Model pembelajaran dengan penemuan terbimbing dapat diselenggarakan secara individu atau kelompok. Model ini sangat bermanfaat untuk mata pelajaran matematika sesuai dengan karakteristik matematika tersebut. Guided discovery menempatkan guru pada posisi fasilitator yang siap sedia memfasilitasi siswa. Guru membimbing siswa jika dibutuhkan dan siswa didorong untuk berpikir sendiri sehingga dapat menemukan prinsip umum berdasarkan bahan yang disediakan oleh guru dan sampai seberapa jauh siswa dibimbing tergantung pada kemampuannya dan materi yang sedang dipelajari.

Siswa dengan menggunakan model penemuan terbimbing ini, mereka dihadapkan pada situasi dimana siswa bebas menyelidiki dan menarik kesimpulan. Terkaan, intuisi dan mencoba-coba (trial and error) hendaknya dianjurkan dan guru sebagai penunjuk jalan dan membantu siswa agar mempergunakan ide, konsep dan ketrampilan yang sudah mereka pelajari untuk menemukan pengetahuan yang baru.

Menurut Markaban (2006: 16), agar pelaksanaan model penemuan terbimbing ini berjalan dengan efektif, beberapa langkah yang perlu ditempuh oleh guru matematika adalah sebagai berikut.

a. Merumuskan masalah yang akan diberikan kepada siswa dengan data secukupnya, perumusannya harus jelas, hindari pernyataan yang menimbulkan salah tafsir sehingga arah yang ditempuh siswa tidak salah.


(63)

45

b. Siswa menyusun, memproses, mengorganisir, dan menganalisis data yang diberikan guru. Bimbingan guru dapat diberikan sejauh yang diperlukan saja. Bimbingan ini sebaiknya mengarahkan siswa untuk melangkah ke arah yang hendak dituju, melalui pertanyaan-pertanyaan atau LKS.

c. Siswa menyusun konjektur (prakiraan) dari hasil analisis yang dilakukannya.

d. Bila dipandang perlu, konjektur yang telah dibuat siswa tersebut di atas diperiksa oleh guru. Hal ini penting dilakukan untuk meyakinkan kebenaran prakiraan siswa, sehingga akan menuju arah yang hendak dicapai.

e. Apabila telah diperoleh kepastian tentang kebenaran konjektur tersebut, maka verbalisasi konjektur sebaiknya diserahkan juga kepada siswa untuk menyusunya. Induksi tidak menjamin 100% kebenaran konjektur. f. Sesudah siswa menemukan apa yang dicari, hendaknya guru menyediakan soal latihan atau soal tambahan untuk memeriksa apakah hasil penemuan itu benar.

Guided discovery sebagai suatu pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Menurut Marzano (Markaban, 2006: 16-17) kelebihan pembelajaran guided discovery adalah sebagai berikut:

a. Membuat siswa dapat berpartisipasi aktif dalam pembelajaran yang disajikan.


(1)

55 SMA N 1 PENGASIH

IDENTITAS TRIGONOMETRI

3.8 Menggeneralisasi rasio trigonometri untuk sudut-sudut di berbagai kuadran dan sudut-sudut berelasi

Kompetensi Dasar:

3.8.4 Menemukan konsep identitas trigonometri

3.8.5 Menggunakan identitas trigonometri untuk membuktikan identitas trigonometri lainnya

Indikator Pencapaian:

� � +

� =

Petunjuk Umum:

1. Lakukan langkah-langkah yang ada dalam LKS ini dengan teliti dan sungguh-sungguh. Diskusikan dengan teman kelompokmu!

2. Jawablah pertanyaan-pertanyaan yang ada dengan tepat!

3. Tanyakan kepada Bapak/Ibu guru jika ada hal yang tidak dimengerti. Pada segitiga siku-siku ABC disamping berlaku teorema Pythagoras dan rasio trigonometri

sin � = dan cos � = . Mengapa

berlaku sin � + cos � = ? Bagaimana cara menemukan rumus tersebut? Kalian dapat mengetahui jawabannya dengan mempelajari identitas trigonometri pada LKS 6.


(2)

56 TRIGONOMETRI KELAS X Pada LKS 6, kalian akan mempelajari tentang konsep identitas trigonometri menggunakan pengetahuan dasar tentang rasio trigonometri dan Teorema Phytagoras. Kalian juga akan menggunakan identitas trigonometri tersebut untuk membuktikan identitas trigonometri lainnya.

Ikuti beberapa langkah berikut untuk menemukan konsep identitas trigonometri! 1. Gambarlah segitiga siku-siku di C dengan ∠ = � , = , =

= .

2. Tentukan sin �, cos � tan � dari segitiga siku-siku tersebut dengan menggunakan konsep rasio trigonometri pada LKS 2.

3. Berdasarkan poin 2, tentukan sin �, cos � tan � dari segitiga siku-siku tersebut.

4. Diketahui segitiga ABC adalah siku-siku, maka berlaku + = . Berapakah

sin � + cos �?

5. Dengan persamaan yang didapat dari poin 4, jika ruas kiri dan kanan dikalikan

i �, dengan sin � ≠ , apa yang kamu dapatkan?

� � = � = � � =

sin � = cos � = tan � =

sin � + cos � =

+ =

+

= =

sin � + cos � sin � = sin � ⇔ +

cos �

sin

= sin �


(3)

57 SMA N 1 PENGASIH

6. Dari poin 5, subtitusikan i �= � dan c �i � = cot �, Persamaan apa yang kamu dapatkan?

7. Berdasarkan persamaan yang didapat dari poin 4, jika ruas kiri dan kanan dikalikan

c �, dengan sin � ≠ , apa yang kamu dapatkan?

8. Kemudian subtitusikan c �= � dan c �i � = tan �, persamaan apa yang kamu dapatkan?

sin � + cos � cos � = cos �

⇔sin �cos + = cos �

+cos �sin � = sin � ⟺ + cot � =

sin �

cos � + = cos � ⇔ tan � + = sec �

Identitas Trigonometri Untuk setiap besaran sudut �, berlaku bahwa:

 sin � + cos � =

 + cot � = �

tan � + = sec �

Tuliskan kesimpulan kalian berdasarkan poin 4, 6, 68mengenai identitas


(4)

58 TRIGONOMETRI KELAS X 1. Tentukan bentuk sederhana dari :

a. − sin tan

b. cos + sin cos − sin

2. Buktikanlah identitas trigonometri berikut!

a. cos � − tan � = cos � − sin �

b. cos � + tan � =

c.

c

c

+

= sin

Soal Latihan

a. − sin tan

= cos tan

= cos cossin

= sin

b. cos + sin cos − sin

= − sin . cos + sin . cos − sin

= cos − sin

a.

cos � − tan � = cos � −

i �

c �

= cos � − sin �

b.

cos � + tan � = cos � + i �

c � = sin � + cos � =

c. c −

c +

=

−sin −sin

−sin +sin

= + sin− sin− sin − − sin− sin− sin

= + sin − − sin = sin + sin


(5)

59 SMA N 1 PENGASIH

DAFTAR PUSTAKA

Al Krismanto. 2008. Pembelajaran Trigonometri SMA. Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2016. Buku Siswa Matematika

SMA/MA/SMK/MAK. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Noormandiri. 2016. Matematika untuk SMA/MA Kelas X Kelompok Wajib. Jakarta: Erlangga

Rusgianto. 2012. Trigonometri Membangun Kekuatan Konstruksi Kognitif. Yogyakarta: Grafika Indah


(6)