HUBUNGAN ANTARA REINFORCEMENT DENGAN MOTIVASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR SEGUGUS II KECAMATAN NANGGULAN KABUPATEN KULON PROGO TAHUN AJARAN 2015/2016.

(1)

i

HUBUNGAN ANTARA REINFORCEMENT DENGAN MOTIVASI

BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR SEGUGUS II KECAMATAN NANGGULAN KABUPATEN

KULON PROGO TAHUN AJARAN 2015/2016

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Reny Dwi Wahyuni NIM 12108241093

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

v MOTTO

Alloh SWT akan memberikan yang terbaik untuk setiap hamba-Nya (penulis)

“Sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan” (QS. Al-Insyirah: 6)

“Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kan kau dustakan?” (QS. Ar-Rahman)


(6)

vi

PERSEMBAHAN

Dengan mengharap ridho Allah SWT, Tugas Akhir Skripsi ini penulis persembahkan untuk:

1. Orang tua dan keluarga besar atas doa dan dukungannya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

2. Teman-teman yang selalu memotivasi dan mendoakan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.


(7)

vii

HUBUNGAN ANTARA REINFORCEMENT DENGAN MOTIVASI

BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR SEGUGUS II KECAMATAN NANGGULAN KABUPATEN

KULON PROGO TAHUN AJARAN 2015/2016 Oleh

Reny Dwi Wahyuni NIM. 12108241093

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat reinforcement, tingkat motivasi belajar matematika, dan hubungan antara reinforcement dengan motivasi belajar matematika siswa kelas V SD segugus II Kecamatan Nanggulan Kabupaten Kulon Progo tahun ajaran 2015/2016.

Penelitian ini termasuk jenis penelitian korelasi dengan menggunakan metode kuantitatif. Populasi pada penelitian ini adalah siswa kelas V SD segugus II Kecamatan Nanggulan Kabupaten Kulon Progo yang berjumlah 86 siswa. Pengambilan sampel menggunakan teknik simple random sampling dengan jumlah sampel sebanyak 71 siswa. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah angket. Teknik analisis menggunakan korelasi Pearson Product Moment.

Hasil penelitian menunjukkan sebagai berikut: (1) tingkat reinforcement siswa kelas V SD segugus II Kecamatan Nanggulan Kabupaten Kulon Progo tahun ajaran 2015/2016 sebagian besar berada pada kategori sedang dengan persentase 66,20%, (2) tingkat motivasi belajar matematika siswa kelas V SD segugus II Kecamatan Nanggulan Kabupaten Kulon Progo tahun ajaran 2015/2016 sebagian besar berada pada kategori sedang dengan persentase 63,38%, (3) terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara reinforcement dengan motivasi belajar matematika siswa kelas V SD segugus II Kecamatan Nanggulan Kabupaten Kulon Progo tahun ajaran 2015/2016, yang dibuktikan dengan hasil uji korelasi yaitu nilai signifikansi hasil analisis SPSS 0,000 lebih kecil dari nilai taraf signifikansi 0,05 (0,000 < 0,05) pada taraf signifikansi 5%. Kata kunci: reinforcement, motivasi belajar matematika


(8)

viii

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah, penulis panjatkan kehadirat Alloh SWT, yang telah melimpahkan segala rahmat dan nikmat-Nya sehingga pada kesempatan ini penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan antara Reinforcement dengan Motivasi Belajar Matematika Siswa Kelas V Sekolah Dasar Segugus II Kecamatan Nanggulan Kabupaten Kulon Progo Tahun Ajaran 2015/2016”.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi tingkat sarjana pada Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta. Skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik atas kerjasama, bimbingan, dan bantuaan dari semua pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta, yang telah memberikan kesempatan untuk menyelesaikan studi pada program studi S1 PGSD FIP Universitas Negeri Yogyakarta.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan izin penelitian guna penyusunan Tugas Akhir Skripsi.

3. Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan izin penelitian guna penyusunan Tugas Akhir Skripsi. 4. Ketua Jurusan PSD (Pendidikan Sekolah Dasar) yang telah membantu


(9)

(10)

x DAFTAR ISI

hal

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ...xv

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Pembatasan Masalah ... 8

D. Perumusan Masalah ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 9

F. Manfaat Penelitian ... 10

BAB II. KAJIAN PUSTAKA A. Kajian tentang Reinforcement ... 11

1. Pengertian Reinforcement ... 11

2. Tujuan Reinforcement ... 13

3. Prinsip Reinforcement ... 15

4. Komponen Reinforcement ... 17

B. Kajian tentang Motivasi Belajar ... 19

1. Pengertian Motivasi Belajar ... 19

2. Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar ... 23


(11)

xi

C. Pembelajaran Matematika ... 27

D. Siswa Sekolah Dasar ... 31

E. Penelitian yang Relevan ... 36

F. Kerangka Berpikir ... 37

G. Hipotesis Penelitian ... 38

BAB III METODE PENELITIAN A. Populasi dan Sampel Penelitian ... 39

1. Populasi ... 39

2. Sampel ... 40

B. Setting Penelitian ... 40

1. Tempat Penelitian... 40

2. Waktu Penelitian ... 41

C. Metode Penelitian... 41

D. Variabel Penelitian ... 41

E. Teknik Pengumpulan Data ... 42

F. Definisi Operasional Variabel ... 44

1. Reinforcement ... 44

2. Motivasi Belajar ... 44

G. Instrumen Penelitian... 45

1. Pengembangan Instrumen ... 45

a. Instrumen Reinforcement ... 45

b. Instrumen Motivasi Belajar ... 46

2. Penyusunan dan Penyuntingan Item ... 47

3. Penyekoran Instrumen ... 47

4. Uji Coba Instrumen ... 48

a. Uji Validitas ... 48

b. Uji Reliabilitas ... 53

H. Teknik Analisa Data ... 56

1. Uji Prasyarat Analisis ... 56


(12)

xii

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian ... 61 1. Tingkat Reinforcement ... 61 2. Tingkat Motivasi Belajar ... 67 3. Hubungan antara Reinforcement dengan Motivasi Belajar Matematika... 72 B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 75 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 79 B. Saran ... 79 DAFTAR PUSTAKA ... 81


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

hal Tabel 1. Data persebaran siswa kelas V SD Segugus II Kecamatan Nanggulan 39

Tabel 2. Kisi-kisi Instrumen Variabel Reinforcement ... 46

Tebel 3. Kisi-kisi Instrumen Variabel Motivasi Belajar ... 47

Tabel 4. Hasil Uji Validitas untuk Instrumen Reinforcement ... 50

Tebel 5. Kisi-kisi Instrumen Reinforcement Setelah Divalidasi ... 51

Tebel 6. Hasil Uji Validitas untuk Instrumen Motivasi Belajar... 52

Tebel 7. Kisi-kisi Instrumen Motivasi Belajar Setelah Divalidasi ... 53

Tebel 8. Indeks Koefisien Reliabilitas ... 55

Tabel 9. Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Reinforcement ... 55

Tabel 10. Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Motivasi Belajar ... 55

Tabel 11. Interpretasi Koefisien Korelasi Nilai r ... 59

Tabel 12. Hasil Analisis Deskriptif Variabel Reinforcement ... 61

Tabel 13. Distribusi Frekuensi Skor Reinforcement ... 62

Tabel 14. Distribusi Frekuensi Tingkat Reinforcement ... 64

Tabel 15. Skor Perolehan Indikator Angket Reinforcement ... 65

Tabel 16. Hasil Analisis Deskriptif Variabel Motivasi Belajar Matematika ... 67

Tabel 17. Distribusi Frekuensi Skor Motivasi Belajar Matematika ... 68

Tabel 18. Distribusi Frekuensi Tingkat Motivasi Belajar Matematika ... 70

Tabel 19. Skor Perolehan Angket Motivasi Belajar Matematika ... 71

Tabel 20. Hasil Uji Normalitas (Kolmogorov Smirnov) ... 73

Tabel 21. Rangkuman Hasil Uji Linearitas ... 73

Tabel 22. Hasil Uji Korelasi Variabel Reinforcement dengan Motivasi Belajar Matematika ... 74

Tabel 23. Data Uji Coba Kuesioner Reinforcement ... 102

Tabel 24. Data Uji Coba Kuesioner Motivasi Belajar ... 104

Tabel 25. Data Hasil Penelitian Angket Reinforcement... 130

Tabel 26. Data Hasil Penelitian Angket Motivasi Belajar ... 135


(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

hal Gambar 1. Faktor yang Mempengaruhi Belajar ... 24 Gambar 2. Hubungan antara Reinforcement dengan Motivasi Belajar

Matematika ... 38 Gambar 3. Grafik Distribusi Frekuensi Reinforcement... 63 Gambar 4. Diagram Batang Tingkat Reinforcement ... 64 Gambar 5. Diagram Batang Skor Perolehan Indikator Angket Reinforcement .. 66 Gambar 6. Grafik Distribusi Frekuensi Motivasi Belajar Matematika ... 68 Gambar 7. Diagram Batang Tingkat Motivasi Belajar ... 70 Gambar 8. Diagram Batang Skor Perolehan Indikator Angket Motivasi Belajar 71


(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

hal

Lampiran 1. Surat Keterangan Validasi Expert Judgment ... 84

Lampiran 2. Instrumen Uji Coba Sebelum Penelitian ... 87

Lampiran 3. Data Uji Coba Instrumen Penelitian ... 101

Lampiran 4. Uji Reabilitas ... 109

Lampiran 5. Instrumen Penelitian Setelah Uji Coba ... 114

Lampiran 6. Data Hasil Penelitian ... 129

Lampiran 7. Uji Normalitas, Uji Linearitas, dan Uji Korelasi ... 144

Lampiran 8. Kategori Data Hasil Penelitian ... 148

Lampiran 9. Dokumentasi Pelaksanaan Penelitian ... 151


(16)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan suatu hal yang penting di dalam kehidupan. Salah satu komponen utama dalam pendidikan adalah peserta didik. Peserta didik memiliki peran penting dalam keberhasilan pembelajaran. Dalam proses pembelajaran terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi keberhasilan peserta didik, salah satunya adalah faktor motivasi belajar peserta didik. Hamzah B. Uno (2010: 23) menegaskan bahwa motivasi belajar mempunyai peranan besar dalam keberhasilan seseorang dalam belajar.

Motivasi yang berkaitan dengan pembelajaran adalah motivasi belajar. Oemar Hamalik (2011: 105) telah mengembangkan teori tentang motivasi yang berdasarkan perbuatan belajar. Perbuatan belajar akan berhasil bila berdasarkan motivasi pada diri siswa. siswa dapat dipaksa untuk belajar tetapi tidak dapat dipaksa untuk menghayatinya. Disinilah peran guru untuk berupaya agar siswa mau belajar dan memiliki keinginan belajar terus-menerus.

Sardiman (2007: 2) mengatakan bahwa interaksi antara pengajar dengan warga belajar, diharapkan merupakan proses motivasi. Maksudnya, bagaimana dalam proses interaksi itu pihak pengajar mampu memberikan dan mengembangkan motivasi serta reinforcement kepada pihak warga belajar/siswa/subjek didik, agar dapat melakukan kegiatan belajar secara optimal.


(17)

2

Reinforcement (penguatan) yang lazim digunakan dalam proses pembelajaran berupa penguatan positif sehingga reinforcement dapat memberikan motivasi pada siswa untuk meningkatkan perilaku positif tersebut. Salah satu bentuk tingkah laku siswa yang positif adalah belajar. Namun belum diketahui secara ilmiah apakah pemberian reinforcement berpengaruh terhadap motivasi belajar siswa kelas V di SD segugus II Kecamatan Nanggulan Kabupaten Kulon Progo.

Pada dasarnya reinforcement dibutuhkan oleh setiap individu, termasuk peserta didik di Sekolah Dasar. Reinforcement diperlukan peserta didik untuk meningkatkan motivasi belajarnya. Ketika peserta didik mendapatkan reinforcement maka peserta didik akan cenderung bersemangat dan mempunyai motivasi untuk terus belajar. Siswa yang memiliki motivasi belajar yang tinggi akan cenderung menyukai mata pelajaran apapun. Namun sebaliknya, siswa yang memiliki motivasi belajar rendah cenderung kurang berminat untuk belajar mata pelajaran apapun. Jika siswa tersebut dibiarkan begitu saja maka siswa tidak akan mengalami peningkatan, bahkan dapat mengalami kegagalan terus-menerus dikarenakan kurangnya dorongan untuk belajar. Oleh karena itu reinforcement turut andil dalam meningkatkan motivasi belajar terhadap suatu mata pelajaran.

Salah satu mata pelajaran yang perlu dikuasai siswa adalah matematika. Matematika merupakan dasar ilmu untuk mempelajarai ilmu-ilmu lainnya dan yang paling sering diaplikasikan serta dibutuhkan dalam kehidupan


(18)

sehari-3

hari. Oleh karena itu penerimaan matematika perlu ditanamkan dan dipelajari dengan benar sejak dini.

Berdasarkan dari hasil penelitian di Indonesia Moch. Masykur Ag dan Abdul Halim Fathani (2007: 34) menyatakan bahwa tingkat penguasaan peserta didik dalam matematika pada semua jenjang pendidikan masih sekitar 34%. Ini sangat memprihatinkan. Anggapan masyarakat khususnya di kalangan pelajar, matematika masih merupakan mata pelajaran sulit, membingungkan bahkan sangat ditakuti oleh sebagian besar pelajar.

Matematika merupakan mata pelajaran yang dikembangkan secara nasional oleh pusat. Perlu kita ingat bahwa matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang penting dimana matematika diujikan dalam Ujian Akhir Nasional bagi siswa Sekolah Dasar. Namun dalam kenyataannya, penguasaan matematika di jenjang sekolah selalu menjadi permasalahan. Hal ini terbukti dari hasil Ujian Nasional (UN) yang diselenggarakan memperlihatkan rendahnya persentase kelulusan siswa dalam ujian tersebut, baik yang diselenggarakan di tingkat pusat maupun di daerah. Pendapat Ahmad Susanto, (2013: 185) menyebutkan bahwa penguasaan matematika selalu menjadi permasalahan besar. Hasil ujian nasional (UN) yang diselenggarakan memperlihatkan rendahnya persentase kelulusan siswa dalam ujian tersebut, baik yang diselanggarakan di tingkat pusat maupun di daerah. Pada umumnya, yang menjadi faktor penyebab ketidaklulusan siswa dalam ujian nasional ini adalah rendahnya kemampuan siswa dalam materi pelajaran matematika. Hasil-hasil penelitian masih menujukkan bahwa proses pembelajaran matematika di Sekolah Dasar masih belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Hal ini dapat dilihat dari hasil ujian akhir sekolah (UN dan


(19)

4

UASBN) di mana rata-rata hasil belajar matematika untuk siswa Sekolah Dasar berkisar antara nilai 5 dan 6, bahkan lebih kecil dari angka ini, Ahmad Susanto (2013: 191).

Oleh karena itu, siswa diharapkan dapat menguasai mata pelajaran tersebut untuk dapat memperbaiki hal-hal demikian. Namun yang ditemui saat ini, pentingnya mata pelajaran matematika tidak diikuti dengan ketertarikan siswa untuk mempelajarinya. Tidak sedikit siswa mempunyai keyakinan bahwa mata pelajaran matematika adalah pelajaran yang sulit. Kesulitan yang dihadapi oleh siswa jika diikuti oleh reinforcement yang rendah maka akan mengakibatkan rendahnya motivasi belajar siswa terhadap mata pelajaran matematika.

Salah satu tujuan dilakukannya penguatan menurut Novan Ardy Wiyani (2013: 36) adalah memotivasi, membangkitkan, dan meningkatkan motivasi belajar sehingga memudahkan peserta didik dalam belajar. Dengan demikian diharapkan motivasi siswa terutama motivasi belajar siswa dapat meningkat dengan adanya penguatan (reinforcement) dari guru. Reinforcement merupakan cara untuk membesarkan hati siswa untuk lebih berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran. Ketika siswa mendapat reinforcement, maka siswa akan merasa mendapat penghargaan atas usahanya. Sehingga apabila siswa merasa dihargai, maka siswa akan termotivasi untuk melakukan kembali perbuatan tersebut. Dengan kata lain, reinforcement dapat membuat siswa lebih aktif berpartisipasi dalam pembelajaran sehingga lebih termotivasi untuk belajar lebih giat lagi.


(20)

5

Namun demikian tidak semua siswa di Sekolah Dasar mendapatkan reinforcement yang optimal dari guru. Banyak siswa yang tidak mendapatkan reinforcement sehingga siswa kurang termotivasi untuk belajar dan merasa bahwa mata pelajaran yang dipelajari adalah mata pelajaran yang sulit. Dari kesulitan yang siswa alami akan membuat siswa tidak menyukai dan tidak termotivasi untuk belajar mata pelajaran tersebut. Salah satu mata pelajaran yang tidak disukai siswa adalah matematika. Kurangnya motivasi dalam belajar matematika juga didukung dari hasil observasi, angket, dan wawancara di empat sekolah yang merupakan SD anggota gugus II Kecamatan Nanggulan, pada tanggal 26, 28, 30 Oktober dan 2, 4 November 2015.

Beberapa masalah pada mata pelajaran matematika khususnya terkait dengan proses belajar siswa diantaranya yaitu masalah pertama adalah mata pelajaran matematika merupakan mata pelajaran yang paling tidak disukai dan paling ditakuti oleh siswa. Berdasarkan angket dan wawancara dengan siswa, 68,6% siswa menganggap matematika sebagai pelajaran yang sulit, sehingga mereka tidak menyukai pelajaran matematika.

Masalah kedua, nilai Ulangan Tengah Semester (UTS) September 2015 kurang memuaskan. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari guru kelas V SD anggota gugus II Nanggulan, dapat diketahui bahwa hasil UTS semester gasal tahun 2015 menunjukkan bahwa matematika menempati urutan terendah dalam perolehan nilai apabila dibandingkan dengan mata pelajaran lain, dengan rata-rata nilai 72,1. Sedangkan rata-rata nilai PKn 77,09, rata-rata nilai IPS 82,09, rata nilai Bahasa Jawa 80,45, rata nilai SBK 79,09,


(21)

rata-6

rata nilai Bahasa Inggris 79,4, rata nilai Bahasa Indonesia 79,00, dan rata-rata nilai IPA 75,00.

Masalah ketiga, siswa cenderung kurang termotivasi saat belajar matematika. Hal ini terlihat ketika pembelajaran matematika siswa kurang memperhatikan dan kurang konsentrasi. Nampak terlihat ketika pembelajaran matematika sebagian besar siswa kurang memperhatikan pembelajaran matematika. Beberapa siswa ramai dengan temannya, menyanyi, berbicara dengan teman sebangku, bermain tali, dan bermain bolpoin.

Masalah keempat, penggunaan reinforcement dalam pembelajaran masih kurang optimal. Guru cenderung memberikan reinforcement kepada siswa secara umum sehingga siswa kurang menyadari respon yang diberikan guru. Selama pelajaran berlangsung, guru hanya memberikan reinforcement sesekali kepada salah satu siswa yang mengerjakan soal matematika dengan benar. Padahal menurut pendapat Marno & M. Idris (Barnawi & Mohammad Arifin (2012: 208) yang mengatakan bahwa reinforcement diberikan kepada siswa dengan tujuan meningkatkan perhatian siswa dalam proses belajar; membangkitkan, memelihara, dan meningkatkan motivasi belajar siswa; mengarahkan pengembangan berpikir siswa kearah berpikir divergen; mengatur dan mengembangkan diri anak dalam proses belajar; dan mengendalikan serta memodifikasi tingkah laku siswa yang kurang positif dan mendorong munculnya tingkah laku yang produktif. Dengan pemberian reinforcement siswa akan merasa mendapatkan penghargaan atas usahanya sehingga siswa termotivasi untuk terus mengulangi perbuatannya tersebut.


(22)

7

Berdasarkan beberapa hal di atas, reinforcement yang diberikan oleh guru belum maksimal dan masih bersifat umum sehingga peneliti ingin meneliti terkait dengan reinforcement yang diberikan oleh guru kepada siswa dari sudut pandang siswa dan terkait dengan motivasi belajar siswa itu sendiri. Selain itu berdasarkan hasil penelitian Herning Tyas Sarwastuti (2011: 86) membuktikan bahwa reinforcement berpengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi berprestasi siswa pada mata pelajaran matematika SD Negeri Danurejan tahun ajaran 2010/2011 yang ditunjukkan dengan nilai korelasi sebesar 0,332, oleh karena itu peneliti ingin meneliti hal tersebut di SD segugus II Kecamatan Nanggulan Kabupaten Kulon Progo. Peneliti ingin mengetahui apakah terdapat hubungan yang positif antara reinforcement dengan motivasi belajar matematika siswa. Dengan demikian, judul penelitian

ini adalah “Hubungan antara Reinforcement dengan Motivasi Belajar

Matematika Siswa Kelas V Sekolah Dasar Segugus II Kecamatan Nanggulan Kabupaten Kulon Progo Tahun Ajaran 2015/2016”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut:

1. Hasil observasi, angket siswa, dan wawancara dengan siswa, menunjukkan matematika sebagai mata pelajaran yang tidak disukai pada siswa kelas V di empat sekolah di SD gugus II Kecamatan Nanggulan, Kulon Progo.


(23)

8

2. Rata-rata nilai Ulangan Tengah Semester (UTS) semester gasal mata pelajaran matematika menempati urutan terendah, dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya.

3. Siswa cenderung kurang termotivasi saat pembelajaran matematika. 4. Reinforcement yang diberikan oleh guru belum maksimal dan masih

bersifat umum.

5. Reinforcement dengan motivasi belajar matematika berhubungan positif namun belum pernah diteliti di SD segugus II Kecamatan Nanggulan, Kabupaten Kulon Progo.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, peneliti hanya membatasi pada masalah reinforcement dan motivasi belajar matematika siswa kelas V SD segugus II Kecamatan Nanggulan Kabupaten Kulon Progo tahun ajaran 2015/2016. Pada penelitian ini reinforcement yang dimaksud adalah reinforcement yang bersifat positif yang lazim digunakan dalam proses pembelajaran.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut.


(24)

9

1. Berapa besar tingkat reinforcement pada pembelajaran matematika kelas V Sekolah Dasar Segugus II Kecamatan Nanggulan Tahun Ajaran 2015/2016?

2. Berapa besar tingkat motivasi belajar matematika siswa kelas V Sekolah Dasar Segugus II Kecamatan Nanggulan Tahun Ajaran 2015/2016?

3. Apakah reinforcement memiliki hubungan yang positif dengan motivasi belajar matematika pada siswa kelas V Sekolah Dasar Segugus II Kecamatan Nanggulan Tahun Ajaran 2015/2016?

E. Tujuan Penelitian

Beberapa tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui berapa besar tingkat reinforcement pada pembelajaran matematika kelas V Sekolah Dasar Segugus II Kecamatan Nanggulan Tahun Ajaran 2015/2016.

2. Untuk mengetahui berapa besar tingkat motivasi belajar matematika siswa kelas V Sekolah Dasar Segugus II Kecamatan Nanggulan Tahun Ajaran 2015/2016.

3. Untuk mengetahui positif atau negatif hubungan antara reinforcement dengan motivasi belajar matematika pada siswa kelas V Sekolah Dasar Segugus II Kecamatan Nanggulan Tahun Ajaran 2015/2016.


(25)

10 F. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu manfaat yang bersifat teoritis dan manfaat yang bersifat praktis.

1. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan bagi pengembang pendidikan untuk mengembangkan suatu teori mengenai hubungan reinforcement terhadap motivasi belajar matematika.

2. Manfaat praktis a. Bagi Sekolah

Memberikan informasi kepada guru, kepala sekolah, dan wali murid mengenai hubungan antara reinforcement dengan motivasi belajar matematika di Sekolah Dasar sehingga dapat menjadi masukan guru dalam pelaksanaan pendidikan dan pemberian reinforcement untuk meningkatkan motivasi belajar matematika siswa Sekolah Dasar. b. Bagi Siswa

Memberikan informasi siswa Sekolah Dasar mengenai hubungan antara reinforcement dengan motivasi belajar matematika sehingga siswa dapat termotivasi dalam belajar matematika dan menyadari bahwa matematika merupakan bekal penting di dalam kehidupan siswa sehingga meningkatkan motivasi untuk belajar matematika.


(26)

11 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian tentang Reinforcement 1. Pengertian Reinforcement

Buchari Alma, dkk., (2010: 40) mengatakan bahwa reinforcement adalah respon positif terhadap suatu tingkah laku tertentu dari siswa yang memungkinkan tingkah laku tersebut timbul kembali. Moh. Uzer Usman (2013: 80-81) menyatakan bahwa:

Penguatan (reinforcement) adalah segala bentuk respons, apakah bersifat verbal ataupun nonverbal, yang merupakan bagian dari modifikasi tingkah laku guru terhadap tingkah laku siswa, yang bertujuan untuk memberikan informasi atau umpan balik (feedback) bagi si penerima (siswa) atas perbuatannya sebagai suatu tindak dorongan ataupun koreksi. Atau, penguatan adalah respons terhadap suatu tingkah laku yang dapat meningkatkan kemungkinan berulangnya kembali tingkah laku tersebut. Tindakan tersebut dimaksudkan untuk mengganjar atau membesarkan hati siswa agar mereka lebih giat berpartisipasi dalam interaksi belajar-mengajar.

Tidak jauh berbeda dengan pendapat Marno dan M. Idris (2014: 130) yang menyatakan bahwa penguatan adalah respons positif yang dilakukan guru atas perilaku positif yang dicapai anak dalam proses belajarnya, dengan tujuan untuk mempertahankan dan meningkatkan perilaku tersebut. Marno dan M. Idris (2014: 130) menyatakan pula bahwa penguatan dapat diartikan pula sebagai respons terhadap suatu tingkah laku yang dapat meningkatkan kemungkinan berulangnya kembali tingkah laku tersebut.

Penguatan merupakan bentuk respons guru dengan menggunakan ucapan maupun isyarat terhadap perilaku yang ditunjukkan oleh peserta


(27)

12

didik (Novan Ardy Wiyani, 2013: 35-36). Barnawi & Mohammad Arifin (2012: 208) berpendapat bahwa penguatan ialah respons positif dalam pembelajaran yang diberikan guru terhadap perilaku peserta didik yang positif dengan tujuan mempertahankan dan meningkatkan perilaku tersebut. Dapat diartikan pula penguatan ialah respons terhadap suatu tingkah laku yang sengaja diberikan agar tingkah laku tersebut dapat terulang kembali.

J.J. Hasibuan & Moedjiono (2009: 58) mengartikan reinforcement sebagai penguatan dengan tingkah laku guru dalam merespons secara positif suatu tingkah laku tertentu siswa yang memungkinkan tingkah laku tersebut timbul kembali. Sejalan dengan Saidiman (Hamzah B. Uno, 2006: 168) yang menyatakan bahwa memberi penguatan diartikan dengan tingkah laku dalam merespons secara postif suatu tingkah laku tertentu siswa yang memungkinkan tingkah laku tersebut timbul kembali.

Hamzah B. Uno (2006: 168) berpendapat bahwa keterampilan memberikan penguatan merupakan keterampilan yang arahnya untuk memberikan dorongan, tanggapan, atau hadiah bagi siswa agar dalam mengikuti pelajaran merasa dihormati dan diperhatikan. Penghargaan mempunyai pengaruh positif dalam kehidupan manusia sehari-hari, yaitu mendorong seseorang memperbaiki tigkah laku serta meningkatkan kegiatannya atau usahanya.

Berdasarkan paparan di atas dapat dikaji bahwa reinforcement atau penguatan merupakan tanggapan positif guru terhadap perilaku yang


(28)

13

dilakukan siswa dalam proses pembelajaran sehingga memunculkan kembali perilaku tersebut. Dengan demikian siswa merasa diakui dan dihargai sehingga mendorong siswa kembali melakukan perilaku tersebut.

2. Tujuan Reinforcement

J.J. Hasibuan & Moedjiono (2009: 58) menyatakan tujuan dari pemberian penguatan, yaitu:

a. Meningkatkan perhatian siswa;

b. Melancarkan atau memudahkan proses belajar; c. Membangkitkan dan mempertahankan motivasi;

d. Mengontrol atau mengubah sikap yang mengganggu kearah tingkah laku belajar yang produktif;

e. Mengembangkan dan mengatur diri sendiri dalam belajar; f. Mengarahkan kepada cara berpikir yang baik/divergen dan

inisiatif pribadi.

Menurut Moh. Uzer Usman (2013: 81) penguatan mempunyai pengaruh berupa sikap positif terhadap proses belajar siswa dan bertujuan meningkatkan perhatian siswa terhadap pelajaran, merangsang dan meningkatkan motivasi belajar, serta meningkatkan kegiatan belajar dan membina tingkah laku siswa yang produktif.

Tidak jauh berbeda dengan pendapat Marno & M. Idris (2014: 130-131), tujuan menggunakan penguatan adalah sebagai berikut.

a. Meningkatkan perhatian siswa dalam proses belajar;

b. Membangkitkan, memelihara, dan meningkatkan motivasi belajar siswa;

c. Mengarahkan pengembangan berpikir siswa kearah berpikir divergen;

d. Mengatur dan mengembangkan diri anak sendiri dalam proses belajar;


(29)

14

e. Mengendalikan serta memodifikasi tingkah laku siswa yang kurang positif serta mendorong munculnya tingkah laku yang produktif.

Menurut Saidiman (Hamzah B. Uno, 2006: 168) keterampilan memberikan penguatan bertujuan untuk: (a) meningkatkan perhatian siswa, (b) memperlancar atau memudahkan proses belajar, (c) membangkitkan dan mempertahankan motivasi, (d) mengontrol atau mengubah sikap yang mengganggu kearah tingkah laku bagi yang produktif, (e) mengembangkan dan mengatur diri sendiri dalam belajar, (f) mengarahkan pada cara berpikir yang baik/divergen dan inisiatif pribadi.

Tujuan penggunaan keterampilan memberi penguatan di dalam kelas menurut Syaiful Bahri Djamarah (2010: 118) adalah untuk:

a. Meningkatkan perhatian siswa dan membantu siswa belajar bila pemberian penguatan digunakan secara selektif.

b. Memberi motivasi kepada siswa.

c. Dipakai untuk mengontrol atau mengubah tingkah laku siswa yang mengganggu, dan meningkatkan cara belajar yang produktif.

d. Mengembangkan kepercayaan diri siswa untuk mengatur diri sendiri dalam pengalaman belajar.

e. Mengarahkan terhadap pengembangan berpikir yang divergen (berbeda) dan pengambilan inisiatif yang bebas.

Menurut Novan Ardy Wiyani (2013: 36), tujuan dilakukannya penguatan adalah sebagai berikut.

a. Untuk memberi umpan balik (feedback) bagi peserta didik atas perilakunya sehingga dapat mengendalikan perilaku peserta didik dari yang semula negatif menjadi positif.

b. Meningkatkan dan memusatkan perhatian peserta didik terhadap materi pembelajaran yang sedang dibahas.

c. Memotivasi, membangkitkan, dan meningkatkan motivasi belajar sehingga memudahkan peserta didik dalam belajar. d. Memberikan ganjaran dan membesarkan hati peserta didik agar

mereka lebih aktif berpartisipasi dalam kegiatan belajar.

Berdasarkan paparan di atas dapat diuraikan bahwa tujuan dari reinforcement (penguatan) yaitu meningkatkan perhatian dan motivasi


(30)

15

siswa agar lebih aktif dalam pembelajaran, mengarahkan belajar siswa, dan mendorong munculnya tingkah laku yang positif.

3. Prinsip Reinforcement

Prinsip penggunaan menurut Buchari Alma (2010: 42) adalah (1) Penuh kehangatan, antusias, dan jujur; (2) Hindari reinforcement negatif: kritikan, hukuman; (3) Bervariasi. (4) Penuh arti bagi siswa. (5) Bersifat pribadi. (6) Langsung/segera.

Menurut J.J. Hasibuan & Moedjiono (2009: 60), prinsip penggunaan penguatan yaitu:

a. Penuh kehangatan dan keantusiasan. b. Menghindari penggunaan respons negatif. c. Bermakna bagi siswa.

d. Dapat bersifat pribadi atau kelompok.

Hal ini sejalan dengan prinsip penggunaan reinforcement yang dikemukakan oleh Moh. Uzer Usman (2013: 82) yaitu: a) kehangatan dan keantusiasan, b) kebermaknaan, dan c) menghindari penggunaan respons yang negatif. Adapun jabaran masing-masing prinsip penggunaan penguatan atau reinforcement adalah sebagai berikut.

a. Kehangatan dan keantusiasan

Sikap dan gaya guru, termasuk suara, mimik, dan gerak badan, akan menunjukkan adanya kehangatan dan keantusiasan dalam memberikan penguatan. Dengan demikian tidak terjadi kesan bahwa guru tidak


(31)

16

ikhlas dalam memberikan penguatan karena tidak disertai kehangatan dan keantusiasan.

b. Kebermaknaan

Penguatan hendaknya diberikan sesuai dengan tingkah laku dan penampilan siswa sehingga ia mengerti dan yakin bahwa ia patut diberi penguatan. Dengan demikian penguatan itu bermakna baginya. Yang jelas jangan sampai terjadi sebaliknya.

c. Menghindari penggunaan respons negatif

Walaupun teguran dan hukuman masih bisa digunakan, respons negatif yang diberikan guru berupa komentar, bercanda menghina, ejekan yang kasar perlu dihindari karena akan mematahkan semangat siswa untuk mengembangkan dirinya. Misalnya, jika seorang siswa tidak dapat memberikan jawaban yang diharapkan, guru jangan langsung menyalahkannya, tetapi bisa melontarkan pertanyaan kepada siswa lain.

Tidak jauh berbeda dengan pendapat Syaiful Bahri Djamarah (2010: 123-124) yang menyatakan bahwa prinsip penggunaan penguatan kepada siswa yaitu (a) hangat dan antusias; (b) hindari penggunaan penguatan negatif; (c) penggunaan bervariasi; (d) bermakna. Marno dan M. Idris (2014: 131-132) juga menyatakan bahwa prinsip penggunaan penguatan adalah (a) kehangatan; (b) antusiasme; (c) bermakna; dan (d) menghindari respons negatif.


(32)

17

Berdasarkan paparan di atas dapat diuraikan bahwa prinsip penggunaan penguatan (reinforcement) yaitu bersifat positif, kehangatan dan keantusiasan, kebermaknaan, dan memotivasi.

4. Komponen Reinforcement

Novan Ardy Wiyani (2013: 36) menyatakan bahwa ada dua jenis penguatan, yaitu penguatan verbal dan nonberbal. Penguatan verbal berbentuk ucapan, baik dalam bentuk kata-kata, seperti ucapan betul, bagus, hebat, bagus, dan lainnya serta dalam bentuk kalimat seperti ucapan “Wah pekerjaanmu bagus sekali”.

Selain itu Novan Ardy Wiyani (2013: 36) lebih lanjut memaparkan penguatan nonverbal berbentuk gerakan-gerakan fisik guru (gestural), contohnya adalah sebagai berikut.

a. Penguatan dengan gerakan isyarat dari anggota tubuh seperti menganggukkan kepala, wajah ceria, wajah mendung, tersenyum, tertawa, kontak pandang mata, mengangkat ibu jari tangan, tepuk tangan, dan sebagainya.

b. Penguatan dengan sentuhan seperti memegang atau menepuk bahu, mengusap kepala, jabat tangan, dan sebagainya.

c. Penguatan dengan pendekatan kepada peserta didik, seperti berdiri di samping peserta didik, guru duduk di dekat peserta didik, dan lainnya.

d. Penguatan dengan hadiah.

Barnawi & Mohammad Arifin (2012: 209-210), berpendapat bahwa dalam reinforcement atau penguatan terdapat 2 komponen yaitu

a. Penguatan verbal, yaitu tanggapan guru berupa kata-kata pujian, dukungan, dan pengakuan.

b. Penguatan nonverbal, yang meliputi mimik dan gerakan badan, pendekatan, sentuhan, kegiatan yang menyenangkan, symbol atau benda, serta penuh dan tidak penuh.


(33)

18

Menurut Wingkel (Hamzah B. Uno, 2006: 169-170) komponen keterampilan pemberi penguatan ialah sebagai berikut:

a. Penguatan verbal, berupa kata-kata atau kalimat yang diucapkan guru.

b. Penguatan gestural, berupa mimik, gerakan wajah atau anggota badan yang dapat memberikan kesan kepada siswa.

c. Penguatan dengan cara mendekati, dengan cara mendekai siswa untuk menyatakan perhatian guru terhadap pekerjaan, tingkah laku, atau penampilan siswa.

d. Penguatan dengan sentuhan, dapat menyatakan penghargaan kepada siswa dengan menepuk pundak siswa, menjanat tangan siswa, atau mengangkat tangan siswa.

e. Penguatan dengan memberikan kegiatan yang menyenangkan. f. Penguatan berupa tanda atau benda, merupakan usaha guru

dalam menggunakan bermacam-macam simbol penguatan untuk menunjang tingkah laku siswa yang positif.

J.J. Hasibuan & Moedjiono (2009: 59) menyatakan beberapa keterampilan memberi penguatan adalah (a) penguatan verbal, (b) penguatan gestural, (c) penguatan dengan cara mendekati, (d) penguatan dengan sentuhan, (e) penguatan dengan memberikan kegiatan yang menyenangkan, (f) penguatan berupa tanda atau benda.

Sejalan dengan pendapat Syaiful Bahri Djamarah (2010: 120-122) yang mengemukakan bahwa komponen pemberian penguatan yaitu (a) penguatan verbal; (b) penguatan gestural; (c) penguatan kegiatan; (d) penguatan mendekati; (e) penguatan sentuhan; dan (f) penguatan tanda. Marno dan M. Idris (2014: 133-134) juga menyatakan bahwa komponen keterampilan memberikan penguatan adalah (a) penguatan verbal; (b) penguatan berupa mimik muka dan gerakan badan (gestural); (c) penguatan dengan cara mendekati anak; (d) penguatan dengan sentuhan;


(34)

19

(e) penguatan dengan kegiatan yang menyenangkan; dan (f) penguatan berupa simbol atau benda.

Pemberian penguatan menurut Wingkel (Hamzah B. Uno, 2006: 169) bisa dalam bentuk sebagai berikut: (a) perhatian kepada guru, kawan, atau objek diskusi; (b) tingkah laku belajar, membaca, pekerjaan di papan tulis; (c) penyelesaian hasil pekerjaan (PR); (d) kualitas pekerjaan atau tugas (kerapian, keindahan); (e) perbaikan/penyempurnaan tugas; (f) tugas-tugas mandiri.

Pitadjeng (2006: 41) menyatakan bahwa ganjaran dari guru akan memberikan kepuasan bagi anak didik, dan anak didik cenderung berusaha untuk mengulangi atau meninggalkan apa yang telah dicapainya itu. Guru yang memberikan pujian terhadap anak didik, akan semakin menguatkan konsep yang tertanam pada diri anak, dan merupakan hadiah bagi anak didik yang kelak akan meningkatkan dirinya dalam menguasai pelajaran.

Berdasarkan paparan di atas, peneliti sepakat dengan pendapat Wingkel (Hamzah B. Uno, 2006: 169-170) yang menyatakan bahwa komponen reinforcement yaitu penguatan secara verbal, gestural, mendekati, sentuhan, memberi kegiatan menyenangkan, dan menggunakan tanda atau benda.

B. Kajian tentang Motivasi Belajar 1. Pengertian Motivasi Belajar

Isbandi Rukmianto Adi (Hamzah B. Uno, 2010: 3) menyatakan bahwa istilah motivasi berasal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu, yang menyebabkan individu tersebut bertindak atau berbuat. Menurut Sumadi Suryabrata (Jaali 2011:


(35)

20

101) motivasi adalah keadaan yang terdapat dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk melakukan aktivitas tertentu guna pencapaian suatu tujuan.

Motivasi adalah kekuatan, baik dari dalam maupun dari luar yang mendorong seseorang untuk mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya. Atau dengan kata lain, motivasi dapat diartikan sebagai dorongan mental terhadap perorangan atau orang-orang sebagai anggota masyarakat. Motivasi dapat diartikan juga sebagai proses untuk mencoba memengaruhi orang atau orang-orang yang dipimpinnya agar melakukan pekerjaan yang diinginkan, sesuai dengan tujuan tertentu yang telah ditetapkan lebih dahulu (Hamzah B. Uno, 2010: 1).

Sugihartono, dkk (2012: 20) mengartikan motivasi sebagai suatu kondisi yang menyebabkan atau menimbulkan perilaku tertentu dan yang memberi arah dan ketahanan pada tingkah laku tersebut. Sementara John W Santrock (Sumiati dan Asra, 2008: 30) menyatakan bahwa motivasi adalah proses yang memberi semangat (dorongan), arah dan kegigihan perilaku, artinya perilaku yang termotivasi adalah perilaku yang penuh energi, terarah dan bertahan lama.

Sejalan dengan Oemar Hamalik (2011: 50-51) yang menyatakan bahwa motivasi adalah dorongan buatan atau tindakan tertentu. Perbuatan belajar terjadi karena adanya motivasi yang mendorong seseorang untuk melakukan perbuatan belajar. Dorongan itu dapat timbul dari dalam diri subjek yang belajar yang bersumber dari kebutuhan tertentu yang ingin mendapat pemuasan; atau dorongan yang timbul karena rangsangan dari luar sehingga subjek melakukan perbuatan belajar.

Belajar adalah proses perubahan tingkah perilaku atau pribadi seseorang berdasarkan interaksi antara individu dan lingkungannya yang dilakukan secara formal, informal, dan nonformal (Hamzah B. Uno, 2010: 23).

Menurut psikologi behavioristik (Oemar Hamalik 2010: 43) belajar ditafsirkan sebagai latihan-latihan pembentukan hubungan antara stimulus dan respons. Dengan memberikan rangsangan


(36)

21

(stimulus), maka anaak akan mereaksi dengan respons. Hubungan stimulu-respons ini akan menimbulkan kebiasaan-kebiasaan otomatis pada belajar. Jadi pada dasarnya kelakuan anak adalah terdiri atas respons-respons tertentu terhadap stimulus-stimulus tertentu.

Slameto (Novan Ardy Wiyani, 2013: 17) mengartikan belajar sebagai suatu proses usaha yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya.

Hamzah B. Uno (2010: 15) menegaskan bahwa belajar adalah pemerolehan pengalaman baru oleh seseorang dalam bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap, sebagai akibat adanya proses dalam bentuk interaksi belajar terhadap suatu objek (pengetahuan), atau melalui suatu penguatan (reinforcement) dalam bentuk pengalaman terhadap suatu objek yang ada dalam lingkungan belajar.

Seseorang akan berhasil dalam belajar, kalau pada dirinya sendiri ada keinginan untuk belajar. Inilah prinsip dan hukum pertama dalam kegiatan pendidikan dan pengajaran. Keinginan atau dorongan untuk belajar inilah yang disebut dengan motivasi, Sardiman (2007: 40). Motivasi belajar merupakan suatu hal yang penting dalam proses pembelajaran. Seperti halnya yang dikemukan Hamzah B. Uno (2010: 23) yang menyatakan bahwa motivasi dan belajar merupakan hal yang saling memengaruhi. Belajar adalah perubahan tingkah laku secara relatif permanen dan secara potensial terjadi sebagai hasil dari praktik atau penguatan (reinforced


(37)

22

practice) yang dilandasi tujuan untuk mencapai tujuan tertentu. Oemar Hamalik (2011: 106) mengatakan bahwa motivasi adalah perubahan energi dalam diri (pribadi) seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan.

Hamzah B. Uno (2010: 23) menegaskan bahwa hakikat motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada siswa-siswa yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku, pada umumnya dengan beberapa indikator atau unsur yang mendukung. Sumiati dan Asra (2008: 59) berpendapat bahwa motivasi belajar adalah sesuatu yang mendorong siswa untuk berperilaku yang langsung menyebabkan munculnya perilaku dalam belajar. Siswa akan melakuakan suatu proses belajar betapa pun beratnya jika ia mempunyai motivasi tinggi.

Menurut Raymond J. Wlodkowski dan Judith H.Jaynes, (2004: 11) menyatakan bahwa motivasi belajar adalah suatu nilai dan suatu dorongan untuk belajar. Motivasi belajar adalah segala sesuatu yang dapat memotivasi peserta didik atau individu untuk belajar (Ridwan Abdullah Sani, 2014: 49). Sardiman (2007: 75) mengemukakan bahwa motivasi belajar merupakan faktor psikis yang bersifat non-intelektual. Peranannya yang khas adalah dalam hal penumbuhan gairah, merasa senang dan semangat untuk belajar. Siswa yang memiliki motivasi kuat, akan mempunyai banyak energi untuk melakukan kegiatan belajar.

Menurut Nanang Hanafiah dan Cucu Suhana (2012: 26) mengemukakan bahwa motivasi belajar merupakan kekuatan (power motivation), daya pendorong (driving force), atau alat pembangun kesediaan dan keinginan yang kuat dalam diri peserta didik untuk


(38)

23

belajar secara aktif, kreatif, efektif, inovatif, dan menyenangkan dalam rangka perubahan perilaku, baik dalam aspek kognitif, psikomoyorik, maupun psikomotor.

Berdasarkan paparan di atas dapat dikaji bahwa motivasi belajar merupakan suatu kemauan atau kondisi yang menimbulkan perubahan perilaku, baik dalam pengetahuan, sikap, maupun keterampilan.

2. Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar

Oemar Hamalik (2011: 86) menyatakan bahwa motivasi dapat bersumber dari dalam diri siswa sendiri berdasarkan kebutuhan, dorongan dan kesadaran pada tujuan belajar. Motivasi ini disebut motivasi intrinsik. Motivasi belajar dapat juga tumbuh berkat rangsangan dan tekanan atau desakan dari luar, misalnya dengan hadiah, ganjaran, hukuman dan pemberian harapan lainnya, yang disebut motivasi ekstrinsik.

Hamzah B. Uno (2010: 23) menyatakan bahwa motivasi belajar dapat timbul karena faktor intrinsik, berupa hasrat dan keinginan berhasil dan dorongan kebutuhan belajar, harapan akan cita-cita. Sedangkan faktor ekstrinsiknya adalah adanya penghargaan, lingkungan belajar yang kodusif, dan kegiatan belajar yang menarik. Tetapi harus diingat, kedua faktor tersebut disebabkan oleh rangsangan tertentu, sehingga seseorang berkeinginan untuk melakukan aktivitas belajar yang lebih giat dan semangat.

Oemar Hamalik (2011: 51) mengatakan bahwa motivasi yang timbul karena kebutuhan dari dalam diri siswa dianggap lebih baik dibandingkan


(39)

24

dengan motivasi yang disebabkan oleh rangsangan dari luar. Namun dalam praktiknya, sering motivasi dari dalam itu tidak ada, atau belum timbul. Keadaan ini memerlukan rangsangan dari luar sehingga timbul motivasi belajar.

Terdapat 2 faktor yang mempengaruhi belajar yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar, sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang ada di luar individu. (Sugihartono, dkk., 2012: 76)

Faktor yang mempengaruhi motivasi belajar dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1. Faktor yang mempengaruhi belajar (Sugihartono, dkk., 2012: 76)

Faktor yang mempengaruhi belajar

Faktor Internal Faktor Eksternal

Faktor Jasmani

Faktor Psikologis

Faktor Kesehatan

dan cacat tubuh

Intelegensi, perhatian, minat,

bakat, motif, kematangan, dan

kelelahan

Seko -lah

Kelu-arga

Masy arakat


(40)

25

Motivasi belajar dapat timbul karena faktor intrinsik, berupa hasrat dan keinginan berhasil dan dorongan kebutuhan belajar, harapan akan cita-cita. Sedangkan faktor ekstrinsiknya adalah adanya penghargaan, lingkungan belajar yang kondusif, dan kegiatan belajar yang menarik. Tetapi harus diingat, kedua faktor tersebut disebabkan oleh rangsangan tertentu, sehingga seseorang berkeinginan untuk melakukan aktivitas belajar yang lebih giat dan semangat.

Menurut Edward L. Thorndike dalam teori pembelajaran Thorndike (Pitadjeng, 2006: 39) mengemukakan beberapa hukum belajar yang dikenal dengan sebutan “Law of Effect” menurut hukum ini belajar akan lebih berhasil bila respon siswa terhadap suatu stimulus segera diikuti dengan rasa senang atau kepuasan. Rasa senang atau kepuasan ini bisa timbul sebagai akibat siswa mendapat pujian atau ganjaran lainnya. Stimulus ini termasuk reinforcement. Setelah anak didik berhasil melaksanakan tugasnya dengan tepat dan cepat, pada diri anak muncul kepuasan sebagai akibat sukses yang diraihnya.

Berdasarkan pendapat di atas, peneliti setuju dengan pendapat Sugihartono yang menyebutkan bahwa terdapat 2 faktor yang mempengaruhi belajar yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar, sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang ada di luar individu.


(41)

26

3. Karakteristik Siswa yang Memiliki Motivasi Belajar

Hamzah B. Uno (2010: 10) mengatakan bahwa motivasi adalah dorongan internal dan eksternal dalam diri seseorang untuk mengadakan perubahan tingkah laku, yang mempunyai indikator sebagai berikut: (1) adanya hasrat dan keinginan untuk melakukan kegiatan, (2) adanya dorongan dan kebutuhan melakukan kegiatan, (3) adanya harapan dan cita-cita, (4) penghargaan dan penghormatan atas diri, (5) adanya lingkungan yang baik, dan (6) adanya keinginan yang menarik. Sugihartono, dkk.. (2012: 78) mengatakan bahwa motivasi belajar yang tinggi tercermin dari ketekunan yang tidak mudah patah untuk mencapai sukses meskipun dihadang oleh berbagai kesuitan.

Sugihartono, dkk (2012: 78) menyatakan bahwa motivasi yang tinggi dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa. Motivasi yang tinggi dapat ditemukan dalam sifat perilaku siswa antara lain:

1) Adanya kualitas keterlibatan siswa dalam belajar yang sangat tinggi.

2) Adanya perasaan dan keterlibatan afektif siswa yang tinggi dalam belajar.

3) Adanya upaya siswa untuk senantiasa memelihara atau menjaga agar senantiasa memiliki motivasi belajar tinggi.

Salah satu unsur belajar sebagai proses yang dimodifikasi dari Traver (Abdul Majid, 2013: 34) adalah peserta didik yang termotivasi. Aktivitas belajar untuk mencapai tujuan belajar tidak akan terjadi apabila peserta didik tidak termotivasi untuk belajar. Motivasi belajar itu akan lahir manakala peserta didik merasakan bahwa apa yang disampaikan dalam proses belajar sesuai dengan kebutuhannya. Dan kebutuhan belajar harus


(42)

27

datang dari dalam diri peserta didik, bukan “dipaksakan” oleh pihak luar,

walaupun motivasi dari luar diperlukan.

Dalam penelitian ini, peneliti setuju dengan pendapat Hamzah B. Uno (2010: 10) mengatakan bahwa motivasi adalah dorongan internal dan eksternal dalam diri seseorang untuk mengadakan perubahan tingkah laku, yang mempunyai indikator sebagai berikut: (1) adanya hasrat dan keinginan untuk melakukan kegiatan, (2) adanya dorongan dan kebutuhan melakukan kegiatan, (3) adanya harapan dan cita-cita, (4) penghargaan dan penghormatan atas diri, (5) adanya lingkungan yang baik, dan (6) adanya keinginan yang menarik.

C. Pembelajaran Matematika

Bidang studi matematika merupakan salah satu komponen pendidikan dasar dalam bidang-bidang pengajaran. Bidang studi matematika ini diperlukan untuk proses perhitungan dan proses berpikir yang sangat dibutuhkan orang dalam menyelesaikan berbagai masalah, (Ahmad Susanto, 2013: 184). Menurut Depdiknas (Ahmad Susanto, 2013: 184), matematika berasal dari bahasa Latin, manthanein atau mathema yang berarti “belajar

atau hal yang dipelajari”, sedang dalam bahasa Belanda, matematika disebut

wiskunde atau ilmu pasti, yang kesemuanya berkaitan dengan penalaran. Ahmad Susanto (2013: 184-185) menyatakan bahwa matematika memiliki bahasa dan aturan yang terdefinisi dengan baik, penalaran yang jelas dan sistematis, dan struktur atau keterkaitan antarkonsep yang kuat. Unsur utama pekerjaan matematika adalah penalaran deduktif yang bekerja atas dasar


(43)

28

asumsi (kebenaran konsistensi). Selain itu matematika juga bekerja melalui penalaran induktif yang didasarkan fakta dan gejala yang muncul untuk sampai pada perkiraan tertentu. Tetapi perkiraan ini, tetap harus dibuktikan secara deduktif, dengan argumen yang konsisten.

Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir dan berargumentasi, memberikan konstribusi dalam penyelesaian masalah sehari-hari dan dalam dunia kerja, serta memberikan dukungan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, Ahmad Susanto (2013: 185).

Lebih lanjut Ahmad Susanto (2013: 183) menyatakan bahwa matematika merupakan salah satu bidang studi yang ada pada semua jenjang pendidikan, mulai dari tingkat Sekolah Dasar hingga perguruan tinggi. Bahkan matematika diajarkan di taman kanak-kanak secara informal. Matematika menurut Ruseffendi (Heruman, 2008: 1) adalah bahasa simbol; ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif; ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak didefinisikan, ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau postulat, dan akhirnya ke dalil. Sedangkan hakikat matematika menurut Soedjati (Heruman, 2008: 1), yaitu memiliki objek tujuan abstrak, bertumpu pada kesempatan, dan pola pikir yang deduktif.

Heruman (2008: 2) menegaskan bahwa dalam matematika, setiap konsep yang abstrak yang baru dipahami siswa perlu segera diberi penguatan, agar mengendap dan bertahan lama dalam memori siswa, sehingga akan


(44)

29

melekat dalam pola pikir dan pola tindakannya. Untuk keperluan inilah, maka diperlukan adanya pembelajaran melalui perbuatan dan pengertian, tidak hanya sekedar hafalan atau mengingat fakta saja, kerana hal ini akan mudah dilupakan siswa.

Lebih lanjut Heruman (2008: 3) memaparkan pembelajaran matematika menekankan pada konsep-konsep matematika yakni:

a. Pemahaman Konsep Dasar (Pemahaman Konsep), yaitu pembelajaran suatu konsep baru metematika, ketika siswa belum pernah mempelajari konsep tersebut.

b. Pemahaman Konsep, yaitu pembelajaran lanjutan dari penanaman konsep, yang bertujuan agar siswa lebih memahami suatu konsep matematika.

c. Pembinaan Keterampilan, yaitu pembelajaran lanjutan dari penanaman konsep dan pemahaman konsep.

Ahmad Susanto, (2013: 186-187) menyatakan bahwa pembelajaran matematika adalah suatu proses belajar mengajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berpikir siswa yang dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasa yang baik terhadap materi matematika.

Menurut Wragg (Ahmad Susanto, 2013: 188), menyebutkan bahwa proses pembelajaran matematika bukan sekedar transfer ilmu dari guru ke siswa, melainkan suatu proses kegiatan, yaitu terjadi interaksi antara guru dengan siswa serta antara siswa dengan siswa, dan antara siswa dengan lingkungannya. Selain itu, juga dapat dipahami bahwa pembelajaran matematika bukan hanya sebagai transfer of knowledge, yang mengandung makna bahwa siswa merupakan objek dari belajar, namun hendaknya siswa menjadi subjek dalam belajar. Sehingga dapat dikatakan bahwa seseorang


(45)

30

dikatakan belajar matematika apabila pada diri seseorang tersebut terjadi suatu kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan tingkah laku yang berkaitan dengan matematika. Heruman (2008: 5) menyatakan bahwa pada pembelajaran matematika harus terjadi pula belajar secara “konstruktivisme” Piaget. Dalam konstruktivisme, konstruksi pengetahuan dilakukan sendiri oleh siswa, sedangkan guru berperan sebagai fasilitator dan menciptakan iklim yang kondusif.

Ahmad Susanto (2013: 189) menyatakan secara umum tujuan pembelajaran matematika di Sekolah Dasar adalah agar siswa mampu dan terampil menggunakan matematika. Selain itu juga, dengan pembelajaran matematika dapat memberikan tekanan penataran nalar dalam penerapan matematika. Lebih lanjut Ahmad Susanto (2013: 183) memaparkan bahwa tujuan pembelajaran matematika di sekolah dimaksudkan agar siswa tidak hanya terampil menggunakan matematika, tetapi dapat memberikan bekal kepada siswa dengan tekanan penataan nalar dalam penerapan matematika dalam kehidupan sehari-hari di tengah-tengah masyarakat di mana ia tinggal. Pitadjeng (2006: 70) berpendapat bahwa jika ada anak didik yang tidak punya motif untuk belajar matematika, guru dapat memberikan motivasi pada anak untuk belajar matematika, misalnya dengan hadiah bagi yang berhasil, atau memberi poin untuk dapat menjawab hadiah, mendapat poin, mendapat nilai baik, dapat mengungguli nilai teman, mendapat pujian dari guru atau orang tua, semua itu dapat menjadi motif bagi anak untuk belajar matematika.


(46)

31

Berdasarkan pemaparan di atas dapat dikaji bahwa pembelajaran matematika merupakan suatu proses belajar mengajar yang dapat membangun penguasaan terhadap materi matematika sehingga meningkatkan pengetahuan tentang matematika. Dalam pembelajaran matematika Sekolah Dasar guru berperan sebagai fasilitator yang berperan memberi penguatan kepada siswa sehingga siswa senantiasa termotivasi untuk terus belajar dan dapat mengaplikasikan konsep matematika yang telah dipelajari dan dikuasai dalam kehidupannya sehari-hari.

D. Siswa Sekolah Dasar

Ahmad Susanto (2013: 70) mengatakan bahwa anak yang berada di Sekolah Dasar masih tergolong anak usia dini, terutama di kelas awal, adalah anak yang berada pada rentangan usia dini. Masa usia dini merupakan masa yang pendek tetapi merupakan masa yang sangat penting bagi kehidupan seseorang. Oleh karena itu, pada masa ini seluruh potensi dimiliki anak perlu didorong sehingga akan berkembang secara optimal. Siswa Sekolah Dasar merupakan masa transisi dari sekolah taman kanak-kanak (TK) ke Sekolah Dasar.

Lebih lanjut Ahmad Susanto (2013: 86) menyatakan bahwa masa usia Sekolah Dasar adalah masa kanak-kanak akhir yang berlangsung dari usia enam hingga kira-kira usia sebelas atau dua belas tahun. Sesuai dengan karakteristik anak usia Sekolah Dasar yang suka bermain, memiliki rasa ingin tahu yang besar, mudah terpengaruh oleh lingkungan, dan gemar membentuk


(47)

32

kelompok sebaya. Oleh karena itu, pembelajaran di sekolah dasar diusahakan untuk terciptanya suasana yang kondusif dan menyenangkan.

Sejalan dengan Mgs. Nazarudin (2007: 45) yang menyatakan bahwa dalam psikologi perkembangana usia peserta didik Sekolah Dasar (SD) berada dalam periode „late childhood‟ (akhir masa kanak-kanak), yakni kira-kira berada dalam rentan usia antara enam/tujuh samapai tiba saatnya individu menjadi matang secara seksual sekitar usia tiga belas tahun. Sementara itu perkembangan mental pada anak Sekolah Dasar, yang paling menonjol meliputi perkembangan intelektual, bahasa, sosial, emosi, dan moral keagamaan. Pada perkembangan intelektual, anak usia Sekolah Dasar (usia 6-12 tahun) anak sudah dapat mereaksi rangsangan intelektual, atau melaksanakan tugas-tugas belajar yang menuntut kemampuan intelektual atau kemampuan kognitif, seperti membaca, menulis, dan menghitung, Ahmad Susanto (2013: 72-73).

Menurut Syamsu Yusuf (Ahmad Susanto, 2013: 73), pada anak usia 6-12 tahun ini ditandai dengan tiga kemampuan atau kecakapan baru, yaitu mengklasifikasikan (mengelompokkan), menyusun, dan mengasosiasikan (menghubungkan atau menghitung) angka-angka atau bilangan. Kemampuan yang berkaitan dengan perhitungan angka, seperti menambah, mengurangi, mengalikan, dan membagi. Di samping itu, pada akhir masa ini anak sudah memiliki kemampuan memecahkan masalah (problem solving) yang sederhana.


(48)

33

Dengan mengacu pada teori penahapan perkembangan kognitif Piaget, maka dapat diketahui bahwa anak usia Sekolah Dasar berada pada tahapan operasional konkret (usia 7-11 tahun). Dimana pada rentang usia ini anak mulai menunjukkan perilaku belajar yang berkembang, yang ditandai dengan ciri-ciri berikut:

1. Anak mulai memandang dunia secara objektif, bergeser dari satu aspek situasi ke aspek lain secara reflektif dan memandang unsur-unsur secara serentak.

2. Anak mulai berpikir secara operasional, yakni anak mampu memahami aspek-aspek kumulatif materi, seperti: volume, jumlah, berat, luas, panjang, dan pendek. Anak juga mampu memahami tentang peristiwa-peristiwa yang konkret.

3. Anak dapat menggunakan cara berpikir operasional untuk mengklasifikasi benda-benda yang bervariasi beserta tingkatannya.

4. Anak mampu membentuk dan menggunakan keterhubungan aturan-aturan, prinsip ilmiah sederhana, dan menggunakan hubungan sebab akibat. 5. Anak mampu memahami konsep substansi, volume zat cair, panjang,

pendek, lebar, luas, sempit, ringan, dan berat.

Pada usia siswa Sekolah Dasar (7-8 tahun hingga 12-13 tahun), menurut teori kognitif Piaget termasuk pada tahap operasional konkret. Berdasarkan perkembangan kognitif ini, maka anak usia Sekolah Dasar pada umumnya mengalami kesulitan dalam memahami matematika yang bersifat abstrak. Karena keabstrakannya matematika relatif tidak mudah untuk dipahami oleh


(49)

34

siswa Sekolah Dasar pada umumnya (Ahmad Susanto, 2013: 184). Menurut Kardi (Pitadjeng, 2006: 9), sifat anak SD-MI dikelompokkan menjadi 2 yaitu, pada umur 6-9 tahun (anak SD tingkat rendah) dan pada umur 9-12 tahun (anak SD tingkat tinggi). Adapun penjabarannya sebagai berikut.

1. Sifat anak SD kelompok umur 6-9 tahun.

Anak kelompok umur ini sifat fisiknya sangat aktif sehingga mudah merasa letih dan memerlukan istirahat. Koordinasi otot-otot kecil masih belum sempurna, karena itu masih ada yang belum bisa memegang pensil dengan baik. Untuk dapat menciptakan proses belajar matematika yang efektif dan hidup guru harus dapat menentukan suasana yang tepat dengan kondisi siswa. hindari anak menulis atau mengerjakan soal matematika yang berkepanjangan karena dapat menyebabkan anak jemu, bosan, lelah dan keterampilan menulisnya semakin menurun. Sifat sosial anak SD-MI kelompok umur ini antara lain mereka mulai memilih kawan yang disukai, mulai senang membentuk kelompok bermain yang anggotanya kecil, sering bertengkar, dan kompetisi diantara mereka sangat menonjol. Sifat emosional anak pada kelompok ini adalah mereka mulai menaruh perhatian terhadap apa yang dirasakan temannya. Sedangkan sifat mental anak kelompok usia ini adalah senang sekali belajar.

2. Sifat anak SD kelompok umur 9-12 tahun

Salah satu sifat fisik anak kelompok umur ini adalah senang dan sudah dapat mempergunakan alat-alat dan benda-benda kecil. Sifat sosialnya mereka mulai dipengaruhi oleh tingkah laku kelompok dan mulai terjadi


(50)

35

persaingan antara kelompok anak laki-laki dengan kelompok anak perempuan dalam menyelesaikan tugas pekerjaan rumah maupun kompetensi dalam permainan. Sedangkan sifat mental anak kelompok umur ini adalah mereka mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi, lebih kritis, ada yang mempunyai rasa percaya diri yang berlebihan, dan ingin lebih bebas.

Novan Ardy Wiyani (2013: 70) menyatakan bahwa peserta didik yang berada pada periode Sekolah Dasar (SD) berada dalam periode late childhood atau akhir masa kanal-kanak, yaitu kurang lebih berada dalam rentang usia antara enam/tujuh tahun hingga tiba saatnya peserta didik menjadi individu yang matang secara seksual sekitar usia tiga belas tahun. Periode SD ini ditandai dengan kondisi yang sangat berpengaruh terhadap penyesuaian pribadi serta penyesuaian sosial peserta didik SD.

Sigmund Freud (Novan Ardy Wiyani, 2013: 70) memberi nama fase usia SD dengan fase latent, yang mana dorongan-dorongan pada diri peserta didik seakan-akan mengendap (laten), tidak menggelora seperti masa-masa sebelumnya dan sesudahnya. Masa SD ini dapat diperinci menjadi dua fase, antara lain:

a. Masa kelas rendah SD, saat peserta didik berada pada kelas 1, 2, dan 3 di usia sekitar 6 sampai dengan 9 tahun;

b. Masa kelas atas SD, saat peserta didik berada pada kelas 4, 5, dan 6 di usia sekitar 9 hingga 13 tahun.


(51)

36

Berdasarkan berbagai pendapat di atas, dapat dikaji bahwa siswa Sekolah Dasar merupakan anak usia dini usia 6-13 tahun yang sedang berada pada tahap perkembangan belajar, baik secara kognitif, afektif, maupun psikomotor. Pada masa-masa ini lingkungan di sekitar siswa sangat berpengaruh terhadap proses pembelajaran. Jika dalam pembelajaran tercipta suasana yang menyenangkan bagi siswa tentunya siswa akan lebih menikmati pembelajaran tersebut, namun begitu pula sebaliknya.

E. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan antara lain:

1. “Pengaruh Reinforcement dan Media Pengajaran Terhadap Motivasi

Berprestasi Siswa Pada Mata Pelajaran Matematika Kelas Tinggi Sekolah

Dasar Negeri Kecamatan Danurejan Yogyakarta” yang disusun oleh

Herning Tyas Sarwastuti pada tahun 2011. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa pemberian reinforcement dan penggunaan media pengajaran dapat mempengaruhi motivasi berprestasi siswa secara signifikan pada mata pelajaran matematika kelas tinggi SD Negeri Kecamatan Danurejan tahun ajaran 2010/2011 dengan pembuktian diperoleh harga F sebesar 26,880 dengan harga peluang ralat (p) sebesar 0,000, nilai korelasi R sebesar 0,413 dan R2 sebesar 0,170. Bobot sumbangan efektif kedua variabel secara bersama-sama sebesar 17%.

2. “Hubungan Kecerdasan Emosi dengan Semangat Belajar Siswa Kelas V


(52)

37

yang disusun oleh Rian Ika Maryani tahun 2011. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa terdapat hubunga positif dan signifikan anatara kecerdasan emosi dengan semangat belajar siswa kelas V Sekolah Dasar Segugus I Kecamatan Galur tahun ajaran 2010/1011 yang ditunjukkan dengan r sebesar 0,766.

F. Kerangka Berpikir

Pembelajaran matematika Sekolah Dasar bertujuan agar siswa dapat mengaplikasikan konsep matematika yang telah dipelajari dan dikuasai dalam kehidupannya sehari-hari. Matematika merupakan ilmu pasti yang berkaitan dengan penalaran. Maka dari itu, proses pembelajaran sangat memerlukan penguatan dari guru sehingga dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. Dengan demikian siswa tidak merasa jenuh atau bosan dengan matematika. Apabila siswa merasa senang dengan matematika maka siswa akan termotivasi sehingga pembelajaran dapat berjalan secara maksimal, begitu juga sebaliknya.

Motivasi belajar siswa dapat dibangun dengan penciptaan suasana belajar yang menyenangkan. Dalam menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dapat melalui pemberian penguatan (reinforcement) yang tepat. Penguatan (reinforcement) merupakan tanggapan positif guru terhadap perilaku yang dilakukan siswa sehingga memunculkan kembali perilaku tersebut. Reinforcement dapat berupa penghargaan baik secara verbal maupun nonverbal sehingga siswa akan merasa senang dan termotivasi karena


(53)

38

hasilnya dihargai. Dengan demikian akan mendorong adanya motivasi belajar dan memunculkan kembali perilaku siswa tersebut.

Berdasarkan paparan tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan positif antara reinforcement dengan motivasi belajar matematika. Penelitian ini merumuskan reinforcement dan motivasi belajar matematika sebagai dua variabel yang berhubungan positif, sebagaimana Sardiman (2007: 94) menyatakan bahwa salah satu bentuk dan cara untuk menumbuhkan motivasi dalam kegiatan belajar di sekolah adalah dengan pujian. Pujian ini adalah bentuk reinforcement yang positif dan sekaligus merupakan motivasi yang baik. Hubungan antara reinforcement dengan motivasi belajar matematika digambarkan di bawah ini.

Gambar 2. Hubungan antara Reinforcement dengan Motivasi Belajar Matematika

G. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas, maka dirumuskan hipotesis dalam penelitian ini yaitu “terdapat hubungan yang positif antara reinforcement dengan motivasi belajar matematika siswa kelas

V Sekolah Dasar segugus II Kecamatan Nanggulan tahun ajaran 2015/2016”.

Reinforcement

Motivasi Belajar Matematika


(54)

39 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa SD Kelas V segugus II Kecamatan Nanggulan, Kabupaten Kulon Progo tahun ajaran 2015/2016 sebagai subjek penelitian. Jumlah SD yang ada di Gugus II Kecamatan Nanggulan, Kabupaten Kulon Progo ada tujuh SD. Tujuh SD tersebut adalah SD N I Nanggulan, SD N II Nanggulan, SD Negeri Sokaraja, SD Negeri Wijimulyo Lor, SD Negeri Wijimulyo, SD Negeri Wijilan, dan SD Negeri Dukuh.

Jumlah seluruh siswa kelas V di Gugus II Kecamatan Nanggulan, Kabupaten Kulon Progo tahun ajaran 2015/2016 sebanyak 86 siswa yang terpisah dalam tujuh SD. Berikut ini adalah tabel data persebaran siswa kelas V SD Segugus II Kecamatan Nanggulan.

Tabel 1. Data persebaran siswa kelas V SD Segugus II Kecamatan Nanggulan

No. Sekolah Dasar Jumlah Siswa

1. SD Negeri I Nanggulan 31

2. SD Negeri II Nanggulan 11

3. SD Negeri Sokaraja 8

4. SD Negeri Wijimulyo Lor 7

5. SD Negeri Wijimulyo 6

6. SD Negeri Wijilan 7

7. SD Negeri Dukuh 16

Total 86


(55)

40 2. Sampel

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah simple random sampling atau pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi tersebut karena populasi bersifat homogen. Pengambilan jumlah sampel dilakukan dengan menggunakan rumus Slovin sebagai berikut. Rumus Slovin

Keterangan: n = jumlah sampel N = jumlah populasi e = taraf signifikansi

Pada penelitian ini anggota populasi berjumlah 86 siswa. Berdasarkan perhitungan menggunakan rumus Slovin diperoleh jumlah sampel sebanyak 71 siswa dengan taraf signifikansi 5%.

B. Setting Penelitian 1. Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di seluruh SD yang merupakan anggota gugus II Kecamatan Nanggulan Kabupaten Kulon Progo. SD yang merupakan anggota gugus II Kecamatan Nanggulan Kabupaten Kulon Progo yaitu SD Negeri 1 Nanggulan, SD Negeri II Nanggulan, SD Negeri


(56)

41

Sokaraja, SD Negeri Wijimulyo Lor, SD Negeri Wijimulyo, SD Negeri Wijilan, dan SD Negeri Dukuh.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Februari 2016.

C. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitian ex-post facto. Menurut Nana Syaodih Sukmadinata (2010: 55) penelitian ekspos fakto (expost facto research) meneliti hubungan sebab-akibat yang tidak dimanipulasi atau diberi perlakuan (dirancang dan dilaksanakan) oleh peneliti. Penelitian hubungan sebab-akibat dilakukan terhadap program, kegiatan atau kejadian yang telah berlangsung atau telah terjadi. Jonathan Sarwono (2006: 85) juga menyatakan bahwa dalam desain ex-post facto tidak ada manipulasi perlakuan terhadap variabel bebasnya.

Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional, dengan tujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan, serta tingkat hubungan antara variabel reinforcement dengan variabel motivasi belajar matematika. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif karena data-data pada penelitian ini disimbolkan dengan menggunakan angka-angka.

D. Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini variabel-variabel yang akan diteliti sudah ada dan terjadi secara alami. Kedua variabel tersebut yaitu variabel reinforcement dan


(57)

42

variabel motivasi belajar matematika sudah terjadi ketika peneliti melakukan penelitian, sehingga tidak ada rekayasa maupun pemberian perlakuan terhadap variabel yang diteliti.

Menurut Sugiyono (2010: 61) hubungan antara satu variabel dengan variabel lain dibedakan menjadi dua yaitu variabel independen (bebas) dan variabel dependen (terikat). Variabel-variabel dalam penelitian ini yaitu: 1. Variabel independen (bebas) merupakan variabel yang mempengaruhi atau

menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat). Variabel independen (bebas) dalam penelitian ini adalah reinforcement, dinyatakan dalam X.

2. Variabel dependen (terikat) merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Variabel dependen (terikat) dalam penelitian ini adalah motivasi belajar matematika, dinyatakan dalam Y.

E. Teknik Pengumpulan Data

Pada penelitian ini, pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner (angket). Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya, Sugiyono (2011: 199). Nana Syaodih Sukmadinata, (2010: 219) menyatakan bahwa angket atau kuesioner (questionnaire) merupakan suatu teknik atau cara pengumpulan data secara tidak langsung (peneliti tidak langsung bertanya-jawab dengan responden).


(58)

43

Instrument atau alat pengumpulan datanya juga disebut angket berisi sejumlah pertanyaan atau pernyataan yang harus dijawab atau direspon oleh responden.

Dalam penelitian ini teknik angket digunakan untuk memperoleh data tentang reinforcement dan motivasi belajar siswa pada mata pelajaran matematika kelas V. Angket yang digunakan untuk memperoleh data mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1. Dilihat dari cara menjawabnya merupakan angket tertutup karena siswa tinggal memilih jawaban yang telah disediakan.

2. Dilihat dari jawaban diberikan, merupakan angket langsung dimana responden tinggal menjawab sesuai apa yang dialaminya sendiri.

3. Dilihat dari bentuknya merupakan angket kuesioner pilihan.

Angket untuk mengungkap data reinforcement dan motivasi belajar ini disediakan empat pilihan jawaban, yaitu selalu, sering, kadang-kadang, dan tidak pernah. Penentuan skor untuk masing-masing jawaban sebagai berikut: 1. Pernyataan positif:

a. Pilihan a (selalu) bernilai 4 b. Pilihan b (sering) bernilai 3

c. Pilihan c (kadang-kadang) bernilai 2 d. Pilihan d (tidak pernah) bernilai 1 2. Pernyataan negatif:

a. Pilihan a (selalu) bernilai 1 b. Pilihan b (sering) bernilai 2


(59)

44 d. Pilihan d (tidak pernah) bernilai 4

Pernyataan positif merupakan pernyataan yang mendukung variabel, sedangkan pernyataan negatif adalah pernyataan yang tidak mendukung variabel.

F. Definisi Operasional Variabel 1. Reinforcement

Reinforcement atau penguatan merupakan tanggapan positif guru terhadap perilaku yang dilakukan siswa dalam proses pembelajaran sehingga memunculkan kembali perilaku tersebut. Pada penelitian ini pengumpulan data-data reinforcement di SD segugus II Nanggulan didapat melalui instrument berupa angket dengan beberapa aspek diantaranya bersifat positif, kehangatan dan keantusiasan, kebermaknaan, dan memotivasi.

2. Motivasi Belajar

Motivasi belajar merupakan suatu kemauan atau kondisi yang menimbulkan perubahan perilaku, baik dalam pengetahuan, sikap, maupun keterampilan. Pada penelitian ini pengumpulan data-data motivasi belajar di SD segugus II Nanggulan didapat melalui instrument berupa angket dengan beberapa aspek sesuai dengan teori Hamzah B. Uno (2010: 10) yaitu mencakup hasrat dan keinginan untuk melakukan kegiatan, dorongan


(60)

45

dan kebutuhan, harapan dan cita-cita, penghargaan dan penghormatan atas diri, lingkungan yang baik, dan keinginan yang menarik.

G. Instrumen Penelitian

1. Pengembangan Instrumen

Instrumen penelitian digunakan untuk mengumpulkan data-data yang diperlukan dalam penelitian. Terdapat dua instrumen pada penelitian ini, yaitu instrumen reinforcement dan motivasi belajar matematika.

a. Instrument Reinforcement 1) Tujuan

Instrument ini bertujuan untuk mengungkap dan mendapatkan data tentang reinforcement yang didapat siswa selama proses pembelajaran matematika kelas V Sekolah Dasar.

2) Indikator

Berdasarkan definisi operasional reinforcement pada halaman 38, dapat ditentukan indikator reinforcement sebagai berikut:

a) bersifat positif

b) kehangatan dan keantusiasan c) kebermaknaan

d) memotivasi 3) Kisi-kisi

Berdasarkan indikator di atas, dapat ditetapkan kisi-kisi butir angket sebagai berikut:


(61)

46

Tabel 2. Kisi-kisi Instrumen Variabel Reinforcement

No

Indikator Variabel Reinforcement

Nomor Butir

Jumlah Butir Verbal Gestural Mendekati Kegiatan Sentuhan Tanda

1. Bersifat positif 4 12 14 3

2.

Kehangatan dan

keantusiasan

16, 17, 18, 19

10, 11

1, 3 8

3. Kebermaknaan 2, 5, 9 3

4. Memotivasi 6, 7, 8 15 20 21, 22 13 8

b. Instrumen Motivasi Belajar 1) Tujuan

Instrumen ini bertujuan untuk mengungkap dan mendapatkan data mengenai motivasi belajar siswa pada mata pelajaran matematika kelas V Sekolah Dasar.

2) Indikator

Pada penelitian ini peneliti menggunakan indikator motivasi belajar menurut Hamzah B. Uno pada halaman 26. Adapun indikator sebagai berikut:

a) Hasrat dan keinginan untuk melakukan kegiatan b) Dorongan dan kebutuhan

c) Harapan dan cita-cita

d) Penghargaan dan penghormatan atas diri e) Lingkungan yang baik


(62)

47 3) Kisi-kisi

Berdasarkan indikator di atas, dapat diterapkan kisi-kisi butir soal angket sebagai berikut:

Tabel 3. Kisi-kisi Instrumen Variabel Motivasi Belajar

No Aspek Motivasi Belajar Nomor Butir Jumlah Butir

1.

Hasrat dan keinginan untuk melakukan kegiatan

1, 2, 14, 18, 20, 23, 24 7

2. Dorongan dan kebutuhan 3, 4, 6, 7, 13, 27, 28 7

3. Harapan dan cita-cita 10, 31, 32 3

4.

Penghargaan dan penghormatan atas diri

5, 15, 16, 26 4

5. Lingkungan yang baik 9, 11, 17, 21, 22, 25 6 6. Keinginan yang menarik 8, 12, 19, 29, 30 5

2. Penyusunan dan Penyuntingan Item

Langkah setelah merumuskan kisi-kisi butir, selanjutnya adalah menyusun/menulis item-item butir. Penulisan butir menggunakan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti oleh siswa. penyusunan butir dilengkapi dengan penulisan petunjuk cara pengisian angket.

3. Penyekoran Instrumen

Penyekoran butir dengan menggunakan skala likert, yaitu dengan memberikan memberikan skor secara bertingkat sesuai dengan jawaban yang diberikan oleh responden. Sugiyono (2009: 93) menyatakan bahwa


(63)

48

skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Penelitian ini, skor tertinggi pada masing-masing item adalah 4 sedangkan skor terendah adalah 1.

4. Uji Coba Instrumen

Uji coba instrumen pada penelitian ini terdiri dari uji validitas dan uji reliabilitas. Uji coba instrument penelitian ini mengambil subjek di luar populasi, yaitu siswa kelas V SD Negeri Kaliandong yang berjumlah 30 siswa.

a. Uji Validitas

Purwanto (2012: 123) berpendapat bahwa validitas berhubungan dengan kemampuan untuk mengukur secara tepat sesuatu yang diinginkan diukur. Sedangkan, instrumen adalah alat ukur yang digunakan untuk melakukan pengukuran guna pengumpulan data penelitian.

Sugiyono (2006: 121) menyatakan bahwa instrument yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid. Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur.

Dalam pengujian validitas instrumen pada penelitian ini menggunakan pengujian validitas konstruksi yaitu dengan mengkonsultasikan butir-butir yang telah disusun kepada tenaga ahli


(64)

49

(expert judgment) yang telah menguasai materi reinforcement dan motivasi belajar. Pada penelitian ini, butir-butir dikonsultasikan kepada Bapak Agung Hastomo, M. Pd. (NIP. 19800811 200604 1 002) dosen UNY.

Expert judgment pada penelitian ini menyarankan dalam pembuatan instrument angket menggunakan kata-kata positif dan instrumen yang dibuat hendaknya benar-benar dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Setelah konsultasi dengan ahli, maka pengujian validitas dilakukan dengan uji coba instrument pada anggota populasi sejumlah 30 siswa. Menurut S. Eko Putro Widoyoko (2012: 146), sampel uji coba minimal 30 orang.

Setelah data ditabulasi, menurut Sugiyono (2009: 125) pengujian validitas konstruksi dengan menggunakan analisis faktor, yaitu dengan mengkorelasikan antara skor item instrumen dalam suatu faktor dan mengkorelasikan skor faktor dengan skor total. Teknik korelasi menurut Anas Sudijono (2010: 190) salah satunya adalah teknik korelasi product moment. Rumus korelasi product moment menurut Anas Sudijono (2010: 206) adalah sebagai berikut.

Keterangan:

rxy = Angka Indeks Korelasi “r” Product Moment. N = Number of Cases.


(65)

50

= Jumlah hasil perkalian antara skor X dan skor Y.

ΣX = Jumlah seluruh skor X.

ΣY = Jumlah seluruh skor Y.

Langkah selanjutnya untuk mengetahui apakah setiap butir instrumen valid atau tidak, maka hasil perhitungan korelasi Product Moment dibandingkan dengan nilai r table Product Moment dengan taraf signifikansi 5 % jika rxy hitung lebih besar daripada r tabel butir soal dikatakan valid, untuk mengetahui validitas butir peneliti menggunakan bantuan SPSS versi 16.

Berikut ini hasil dari uji validitas instrumen penelitian untuk variabel reinforcement dan variabel motivasi belajar yang dilakukan di kelas V SD N Kaliandong Kecamatan Nanggulan dengan melibatkan 30 siswa.

1. Variabel Reinforcement

Tabel 4. Hasil Uji Validitas untuk Instrumen Reinforcement

No

Indikator Variabel Reinforcement

Nomor Butir Soal

rhitung rtabel

Nomor Butir Soal Valid Nomor Butir Soal Gugur Verbal

Ges-tural Men-dekati Kegi-atan Sen-tuhan Tan -da 1. Bersifat positif

4 0,622

0,361 4

12 0,554 12

14 0,521 14

2. Kehangatan dan keantusiasan

1 0,649

0,361 1

3 0,647 3

10 0,634 10

11 0,693 11

16 0,581 16

17 0,547 17

18 0,683 18

19 0,611 19

3. Kebermaknaan

2 0,376

0,361 2

5 0,599 5


(66)

51 4. Memotivasi

6 0,543

0,361 6

7 0,621 7

8 0,586 8

13 -0,020 13

15 0,510 15

20 0,505 20

21 0,670 21

22 0,523 22

Jumlah 11 3 1 2 2 2 21 1

22

Berdasarkan hasil di atas, maka dapat diketahui bahwa terdapat 1 butir soal yang gugur, yaitu pada nomor butir soal 13. Butir pernyataan yang gugur tersebut tidak dapat digunakan lagi untuk mengambil data dalam penelitian. Sehingga kisi-kisi angket

reinforcement yang dapat digunakan sebagai instrument penelitian adalah sebagai berikut.

Tabel 5. Kisi-kisi Instrument Reinforcement Setelah Divalidasi No

Indikator Variabel Reinforcement

Nomor Butir Soal

Jumlah Verbal

Ges-tural Men-dekati Kegi-atan Sen-tuhan Tan -da 1. Bersifat positif

1

3 2

3

2. Kehangatan dan keantusiasan 4 8 5 6 7 8 9 10 11 3. Kebermaknaan

12

3 13

14

4. Memotivasi

15 7 16 17 18 19 20


(67)

52

21

Jumlah 21

2. Variabel Motivasi belajar

Tabel 6. Hasil Uji Validitas untuk Instrumen Motivasi Belajar No

Aspek Motivasi

Belajar

Nomor

Butir Soal rhitung

rtabel Nomor Butir

Soal Valid

Nomor Butir Soal Gugur

1.

Hasrat dan keinginan untuk melakukan kegiatan 1 2 14 18 20 23 24 0,444 0,460 0,664 0,528 0,607 0,578 0,363 0,361 1 2 14 18 20 23 24

2. Dorongan dan kebutuhan 3 4 6 7 13 27 28 0,496 0,530 0,436 0,414 0,433 0,471 0,403 0,361 3 4 6 7 13 27 28 3. Harapan dan

cita-cita 10 31 32 0,563 0,678 0,411 0,361 10 31 32 4. Penghargaan dan penghormatan atas diri 5 15 16 26 0,658 0,257 0,394 0,648 0,361 5 16 26 15

5. Lingkungan yang baik 9 11 17 21 22 25 0,162 0,458 0,277 0,167 0,212 0,523

0,361 11 25

9 17 21 22

6. Keinginan yang menarik 8 12 19 29 30 0,707 0,388 0,697 0,375 0,683 0,361 8 12 19 29 30

Jumlah 32 27 5

Berdasarkan hasil uji validitas, maka dapat diketahui bahwa terdapat 5 butir soal yang gugur, yaitu pada nomer butir soal 9, 15,


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)