Evaluasi kerasionalan iklan obat tanpa resep pada tayangan acara untuk anak-anak di empat stasiun televisi swasta nasional.
INTISARI
Penelitian jenis non eksperimental (observasional) dengan rancangan penelitian deskriptif non analitik ini, bertujuan mengevaluasi kerasionalan iklan obat tanpa resep pada tayangan acara untuk anak-anak di empat stasiun televisi swasta nasional.
Pengambilan data dilakukan dengan pengamatan langsung iklan selama dua minggu, yang meliputi jenis acara, waktu tayang, jenis produk, jenis iklan, dan frekuensi, serta untuk iklan obat tanpa resep diamati kelengkapan informasi berdasarkan kriteria iklan WHO (1988) dan Keputusan Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994 serta kerasionalan klaim indikasinya berdasarkan mekanisme kerja zat aktif dan menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994. Analisis data menggunakan metode statistik deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat iklan obat tanpa resep (2,1%) dan paling banyak ditayangkan pada acara sinetron anak (64,0%). Dari iklan tersebut yang paling banyak adalah dari kelas terapi obat analgesik (sakit kepala, demam) (40,5%), golongan obat bebas terbatas (56,8), jenis obat Biogesic Anak (26,2%), obat untuk konsumen dewasa (64,0%), dan obat produksi Medifarma (26,2). Kelengkapan informasi iklan obat tanpa resep tidak ada yang rasional (0,0%) berdasarkan kriteria iklan WHO (1988), 7,1% dinyatakan rasional menurut Keputusan Menteri Kesehatan No.386 tahun 1994, serta yang mencantumkan zat aktif (42,9%), kontraindikasi (0,0%), alamat industri (0,0%), peringatan-perhatian (100,0%), nama industri farmasi (85,7%), efek samping obat (7,1%), nama dagang (100,0%), dan indikasi (100,0%). Iklan obat tanpa resep yang dinilai rasional klaim indikasinya sebanyak 57,1%.
Kata kunci : kerasionalan, iklan, obat tanpa resep, televisi
(2)
ABSTRACT
Research of type non eksperimental (observasional) with descriptive research device non analytic, aim to evaluate is rational of nonprescription drug advertisements at displaying event for children in national four private sector television station.
Intake of data done with observation of advertisement direct during two week, what covering event type, time displayed, product type, advertisement type, and advertisement frequency, and also information completeness for non-prescription drug advertisement is observed equipment of information based on The WHO Ethical Criteria for Medicinal Drug Promotion (1988) and the Decree of Health Minister No. 386/1994 serta rationality claim the indication based on . active matter job mechanism and according to the Decree of Health Minister No. 386/1994. Data analysis apply descriptive statistical methods.
Research result show there are nonprescription drug advertisements (2.1%) and most displayed at event of electronic cinema of children (64.0%). From that advertisement more consisted of the therapeutic class of analgesic drugs (headache, fever) 40.5%, limited over-the-counter drugs (56.8), drug of Biogesic Anak (26.2%), drug to adult consumers (64.0%), and drug produced by medifarma (26.2%) Equipment of Nonprescription drug advertisement nothing that rational (0.0%) based on The WHO Ethical Criteria for Medicinal Drug Promotion (1988), 7.1% expressed is rational according to and the Decree of Health Minister No. 386/1994, and also mentioning active substance (42.9%), contraindication (0.0%), industrial address (0.0%), precaution-warning (100.0%), the name of pharmaceutical industy (85.7%), side effects ( 7.1%), trade name (100.0%), and indication (100.0%). Nonprescription drug advertisements whose indication claims rational are 57.1%.
keyword : Rational, advertisement, nonprescription drug, television
(3)
EVALUASI KERASIONALAN IKLAN OBAT TANPA RESEP PADA TAYANGAN ACARA UNTUK ANAK-ANAK DI EMPAT STASIUN
TELEVISI SWASTA NASIONAL
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Wahyu Esa Purwanto NIM : 998114018
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
2007
(4)
(5)
(6)
HIDUP ITU AKAN MUDAH
JIKA KITA SENDIRI YANG
MEMBUATNYA MENJADI MUDAH
Kupersembahkan buat: Ibu-Bapakku, ungkapan rasa hormat dan baktiku Adik-adikku dan Almamaterku
(7)
(8)
INTISARI
Penelitian jenis non eksperimental (observasional) dengan rancangan penelitian deskriptif non analitik ini, bertujuan mengevaluasi kerasionalan iklan obat tanpa resep pada tayangan acara untuk anak-anak di empat stasiun televisi swasta nasional.
Pengambilan data dilakukan dengan pengamatan langsung iklan selama dua minggu, yang meliputi jenis acara, waktu tayang, jenis produk, jenis iklan, dan frekuensi, serta untuk iklan obat tanpa resep diamati kelengkapan informasi berdasarkan kriteria iklan WHO (1988) dan Keputusan Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994 serta kerasionalan klaim indikasinya berdasarkan mekanisme kerja zat aktif dan menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994. Analisis data menggunakan metode statistik deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat iklan obat tanpa resep (2,1%) dan paling banyak ditayangkan pada acara sinetron anak (64,0%). Dari iklan tersebut yang paling banyak adalah dari kelas terapi obat analgesik (sakit kepala, demam) (40,5%), golongan obat bebas terbatas (56,8), jenis obat Biogesic Anak (26,2%), obat untuk konsumen dewasa (64,0%), dan obat produksi Medifarma (26,2). Kelengkapan informasi iklan obat tanpa resep tidak ada yang rasional (0,0%) berdasarkan kriteria iklan WHO (1988), 7,1% dinyatakan rasional menurut Keputusan Menteri Kesehatan No.386 tahun 1994, serta yang mencantumkan zat aktif (42,9%), kontraindikasi (0,0%), alamat industri (0,0%), peringatan-perhatian (100,0%), nama industri farmasi (85,7%), efek samping obat (7,1%), nama dagang (100,0%), dan indikasi (100,0%). Iklan obat tanpa resep yang dinilai rasional klaim indikasinya sebanyak 57,1%.
Kata kunci : kerasionalan, iklan, obat tanpa resep, televisi
(9)
ABSTRACT
Research of type non eksperimental (observasional) with descriptive research device non analytic, aim to evaluate is rational of nonprescription drug advertisements at displaying event for children in national four private sector television station.
Intake of data done with observation of advertisement direct during two week, what covering event type, time displayed, product type, advertisement type, and advertisement frequency, and also information completeness for non-prescription drug advertisement is observed equipment of information based on The WHO Ethical Criteria for Medicinal Drug Promotion (1988) and the Decree of Health Minister No. 386/1994 serta rationality claim the indication based on . active matter job mechanism and according to the Decree of Health Minister No. 386/1994. Data analysis apply descriptive statistical methods.
Research result show there are nonprescription drug advertisements (2.1%) and most displayed at event of electronic cinema of children (64.0%). From that advertisement more consisted of the therapeutic class of analgesic drugs (headache, fever) 40.5%, limited over-the-counter drugs (56.8), drug of Biogesic Anak (26.2%), drug to adult consumers (64.0%), and drug produced by medifarma (26.2%) Equipment of Nonprescription drug advertisement nothing that rational (0.0%) based on The WHO Ethical Criteria for Medicinal Drug Promotion (1988), 7.1% expressed is rational according to and the Decree of Health Minister No. 386/1994, and also mentioning active substance (42.9%), contraindication (0.0%), industrial address (0.0%), precaution-warning (100.0%), the name of pharmaceutical industy (85.7%), side effects ( 7.1%), trade name (100.0%), and indication (100.0%). Nonprescription drug advertisements whose indication claims rational are 57.1%.
keyword : Rational, advertisement, nonprescription drug, television
(10)
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, oleh karena kasih dan penyertaan-Nya sehingga penulis dapat meyelesaikan skripsi yang berjudul “Evaluasi Kerasionalan Iklan Obat Tanpa Resep Pada Tayangan Acara Untuk Anak-anak di Empat Stasiun Televisi Swasta Nasional”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Farmasi Universitas Sanatha Dharma Yogyakarta.
Tersusunnya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang dalam kepada :
1. Ibu Rita Suhadi,M.Si, Apt selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanatha Dharma, sekaligus sebagai Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan hingga skripsi ini dapat tersusun. 2. Ibu Yustina Sri Hartini,M.Si, Apt selaku Dosen Pembimbing yang telah
banyak memberikan bimbingan dan pengarahan hingga skripsi ini dapat tersusun.
3. Bapak Drs. Sulasmono, Apt. selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan, saran, dan kritik yang membangun untuk skripsi ini.
4. Ibu Aris Widayati, M.Si., Apt. selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan, saran, dan kritik yang membangun untuk skripsi ini.
5. Seluruh Dosen atas bimbingannya selama kuliah dan Staff Fakultas Farmasi USD atas pelayanannya selama ini.
(11)
(12)
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………... HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... HALAMAN PENGESAHAN...……… HALAMAN PERSEMBAHAN………... PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……….. INTISARI …..……….
ABSTRACT ….………...
PRAKATA………. DAFTAR ISI………... DAFTAR TABEL…...……… DAFTAR GAMBAR……….. DAFTAR LAMPIRAN……….. BAB I. PENDAHULUAN………... A. LatarBelakang………. B. Permasalahan………...…... C Keaslian Penelitian………...………..…... D Manfaat penelitian…...……….………... E Tujuan…..………...
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA………... A. Pengobatan Sendiri……..……...
B. Anak dan televisi……….………...……..
C. Obat Tanpa Resep (OTR)……..………
D. Tinjauan Iklan dan Promosi……...……..………... 1. Perbedaan Iklan dan Promosi…….………..………. 2. Definisi promosi...……… 3. Definisi Iklan...………. 4. Media Iklan...
i ii iii iv v vi vii viii x xiii xvi xvii 1 1 5 6 7 7 9 9 12 14 16 16 17 17 17 x
(13)
5. Tujuan Iklan... 6. Fungsi Iklan... 7. Peraturan Periklanan Bidang Obat... E. Televisi Sebagai Salah Satu Media Iklan …………... F. Keterangan Empiris………. BAB III. METODOLOGI PENELITIAN...………..
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ………. B. Definisi Operasional………. C. Subjek Penelitian……… D. Tata Cara Penelitian………..……… E. Tata Cara Analisis Hasil……… F. Kesulitan Penelitian……….………. BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN………...……… A. Profil Jenis Iklan………. 1. Distribusi frekuensi jenis iklan pada masing-masing
televisi………... 2. Distribusi frekuensi jenis iklan pada keempat stasiun
televisi………... B. Profil Iklan Obat Tanpa Resep ……….. 1. Jenis acara………... ... . 2. Kelas terapi………. . 3. Golongan Obat...
4. Jenis Obat……… 5. Sasaran Konsumen………... 6. Produsen………... C. Evaluasi Kerasionalan Kelengkapan Informasi Iklan Obat Tanpa
Resep………... D. Evaluasi Kerasionalan Klaim Indikasi Iklan Obat Tanpa
Resep…... E. Rangkuman Pembahasan... BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN……….…..
18 18 18 23 25 26 26 26 29 31 32 33 34 34 34 35 37 37 39 41 42 44 46 48 59 69 75 xi
(14)
A Kesimpulan………... B. Saran………... DAFTAR PUSTAKA……….. LAMPIRAN... BIOGRAFI PENULIS……….……..
75 76 77 82 96
(15)
DAFTAR TABEL
Tabel I. Distribusi frekuensi jenis iklan pada tayangan acara untuk anak-anak pada masing-masing stasiun televisi A, B, C, D selama dua minggu (periode Juli 2006) ... 35 Tabel II. Distribusi frekuensi jenis iklan pada tayangan acara untuk
anak-anak pada keempat stasiun televisi A, B, C, D selama dua minggu (periode Juli 2006)... 36 Tabel III. Distribusi frekuensi iklan obat tanpa resep pada tayangan acara
untuk anak-anak pada masing-masing stasiun televisi A, B, C, D selama dua minggu (periode Juli 2006) berdasarkan jenis acara... 37 Tabel IV. Distribusi frekuensi iklan obat tanpa resep pada tayangan acara
untuk anak-anak pada masing-masing stasiun televisi A, B, C, D selama dua minggu (periode Juli 2006) berdasarkan kelas terapi... 39 Tabel V. Distribusi frekuensi iklan obat tanpa resep pada tayangan acara
untuk anak-anak pada keempat stasiun televisi A, B, C, D selama dua minggu (periode Juli 2006) berdasarkan golongan obat ... 42 Tabel VI. Distribusi frekuensi iklan obat tanpa resep pada tayangan acara
untuk anak-anak pada masing-masing stasiun televisi A, B, C, D selama dua minggu (periode Juli 2006) berdasarkan jenis obat... 43 Tabel VII. Distribusi frekuensi iklan obat tanpa resep pada tayangan acara
untuk anak-anak pada keempat stasiun televisi A, B, C, D selama dua minggu (periode Juli2006) berdasarkan jenis obat... 44
(16)
Tabel VIII. Distribusi frekuensi iklan obat tanpa resep pada tayangan acara untuk anak-anak pada keempat stasiun televisi A, B, C, D selama dua minggu (periode Juli 2006) berdasarkan Produsen obat.... 47 Tabel IX. Evaluasi kerasionalan kelengkapan informasi iklan obat tanpa
resep pada tayangan acara untuk anak-anak di stasiun televisi A, B, C, D selama dua minggu (periode Juli 2006 ... .. 50 Tabel X. Persentase kelengkapan informasi iklan obat tanpa resep pada
tayangan acara untuk anak-anak di stasiun televisi A, B, C, D selama dua minggu (periode Juli 2006)... 56 Tabel XI. Persentase kerasionalan kelengkapan iklan obat tanpa resep pada
tayangan acara untuk anak-anak di stasiun televisi A, B, C, D selama dua minggu (periode Juli 2006)... 57 Tabel XII. Evaluasi kerasionalan klaim indikasi iklan obat analgesik (sakit
kepala,demam) tanpa resep pada tayangan acara untuk anak-anak di stasiun televisi A, B, C, D selama dua minggu (periode Juli 2006) ... .. 60 Tabel XIII. Evaluasi kerasionalan klaim indikasi iklan obat gizi dan darah
tanpa resep pada tayangan acara untuk anak-anak di stasiun televisi A, B, C, D selama dua minggu (periode Juli 2006)... 61 Tabel XIV. Evaluasi kerasionalan klaim indikasi iklan obat saluran cerna
(diare) tanpa resep pada tayangan acara untuk anak-anak di stasiun televisi A, B, C, D selama dua minggu (periode Juli 2006) ... ... 62 Tabel XV. Evaluasi kerasionalan klaim indikasi iklan obat saluran cerna
(maag) tanpa resep pada tayangan acara untuk anak-anak di stasiun televisi A, B, C, D selama dua minggu (periode Juli 2006) ... ... 62 Tabel XVI. Evaluasi kerasionalan klaim indikasi iklan obat saluran nafas
(asma) tanpa resep pada tayangan acara untuk anak-anak di stasiun televisi A, B, C, D selama dua minggu (periode Juli 2007)... 63
(17)
Tabel XVII. Evaluasi kerasionalan klaim indikasi iklan obat saluran nafas (batuk) tanpa resep pada tayangan acara untuk anak-anak di stasiun televisi A, B, C, D selama dua minggu (periode Juli 2006)... 64 Tabel XVIII. Evaluasi kerasionalan klaim indikasi iklan obat saluran nafas
(batuk, pilek) tanpa resep pada tayangan acara untuk anak-anak di stasiun televisi A, B, C, D selama dua minggu (periode Juli 2006) ... ... 65 Tabel XIX. Evaluasi kerasionalan klaim indikasi iklan obat saluran nafas
(flu) tanpa resep pada tayangan acara untuk anak-anak di stasiun televisi A, B, C, D selama dua minggu (periode Juli 2006)... 66 Tabel XX. Evaluasi kerasionalan klaim indikasi iklan obat saluran nafas
(flu, batuk) tanpa resep pada tayangan acara untuk anak-anak di stasiun televisi A, B, C, D selama dua minggu (periode Juli 2006)... 66 Tabel XXI. Evaluasi kerasionalan klaim indikasi iklan obat topikal kulit
(infeksi jamur) tanpa resep pada tayangan acara untuk anak-anak di stasiun televisi A, B, C, D selama dua minggu (periode Juli 2006)... 67 Tabel XXII. Persentase kerasionalan klaim indikasi iklan obat tanpa resep
pada tayangan acara untuk anak-anak di stasiun televisi A, B, C, D selama dua minggu (periode Juli 2006)... 68 Tabel XXIII. Kerasionalan iklan obat tanpa resep pada tayangan acara untuk
anak-anak di stasiun televisi A, B, C, D selama dua minggu (periode Juli 2006... .. 74
(18)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Distribusi frekuensi iklan obat tanpa resep pada tayangan acara untuk anak-anak pada keempat stasiun televisi A, B, C, D selama dua minggu (periode Juli 2006) berdasarkan jenis acara... 38 Gambar 2. Distribusi frekuensi iklan obat tanpa resep pada tayangan acara
untuk anak-anak pada keempat stasiun televisi A, B, C, D selama dua minggu (periode Juli 2006 berdasarkan kelas terapi... 40 Gambar 3. Distribusi frekuensi iklan obat tanpa resep pada tayangan acara
untuk anak-anak pada masing-masing stasiun televisi A, B, C, D selama dua minggu (periode Juli 2006) berdasarkan golongan obat... 41 Gambar 4. Distribusi frekuensi iklan obat tanpa resep pada tayangan acara
untuk anak- anak pada masing-masing stasiun televisi A, B, C, D selama dua minggu (periodeJuli 2006) berdasarkan sasaran konsumen... 45 Gambar 5. Distribusi frekuensi iklan obat tanpa resep pada tayangan acara
untuk anak-anak pada keempat stasiun televisi A, B, C, D selama dua minggu (periode Juli 2006) berdasarkan sasaran konsumen... 46
(19)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Jadwal tayangan acara untuk anak-anak di stasiun televisi A selama dua minggu (periode Juli 2006) ... 82 Lampiran 2. Jadwal tayangan acara untuk anak-anak di stasiun televisi B
selama dua minggu (periode Juli 2006)... 83 Lampiran 3. Jadwal tayangan acara untuk anak-anak di stasiun televisi C
selama dua minggu (periode Juli 2006)... 84 Lampiran 4. Jadwal tayangan acara untuk anak-anak di stasiun televisi D
selama dua minggu (periode Juli 2006)... 85 Lampiran 5. Data distribusi frekuensi iklan pada tayangan acara untuk anak-anak di stasiun televisi A selama dua minggu... 86 Lampiran 6. Data distribusi frekuensi iklan pada tayangan acara untuk anak-anak di stasiun televisi B selama dua minggu... 88 Lampiran 7. Data distribusi frekuensi iklan pada tayangan acara untuk anak-anak di stasiun televisi C selama dua minggu... 89 Lampiran 8. Data distribusi frekuensi iklan pada tayangan acara untuk anak-anak di stasiun televisi D selama dua minggu... 90 Lampiran 9. Data distribusi frekuensi iklan obat tanpa resep pada tayangan
acara untuk anak-anak di stasiun televisi D selama dua minggu... 91 Lampiran 10. Data distribusi frekuensi iklan obat tanpa resep pada tayangan
acara untuk anak-anak di stasiun televisi D selama dua minggu... 92 Lampiran 11. Data distribusi frekuensi iklan obat tanpa resep pada tayangan
acara untuk anak-anak di stasiun televisi D selama dua minggu... 93 Lampiran 12. Data distribusi frekuensi iklan obat tanpa resep pada tayangan
acara untuk anak-anak di stasiun televisi D selama dua minggu... 94
(20)
Lampiran 13. Data kelengkapan informasi dan klaim indikasi iklan obat tanpa resep pada tayangan acara untuk anak-anak di stasiun televisi A, B, C, D selama dua minggu (periode Juli 2006)... 95
(21)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sakit seringkali terjadi pada seseorang, dan tidak bisa dihindarkan. Ketika menderita sakit maka orang tersebut akan berupaya untuk mendapatkan penyembuhan atas penyakitnya itu. Sakit adalah penilaian seseorang terhadap penyakit sehubungan dengan pengalaman yang langsung dialaminya (Sarwono, 2003). Hal ini bersifat subyektif dan sangat tergantung dengan perasaan orang tersebut, bila dia merasa badannya tidak enak dia akan mendefinisikan bahwa dirinya menderita sakit. Perasaan sakit itu akan menyebabkan orang tersebut merasa terganggu aktivitasnya, karena itu dia akan mengupayakan penyembuhan terhadap keadaan sakit tersebut. Upaya pengobatan itu dapat berupa pengobatan sendiri atau dilakukan oleh tenaga medis.
Pengobatan sendiri lebih diartikan sebagai upaya untuk memberikan pengobatan atas penyakitnya secara mandiri. Sukasediati (1996) mendefinisikan bahwa pengobatan sendiri merupakan bagian dari upaya masyarakat untuk menjaga kesehatannya sendiri, dan sangat dipengaruhi oleh kebiasaan, adat, tradisi, dan kepercayaan yang mempengaruhi seseorang; dipengaruhi tingkat pendidikan seseorang; dilakukan sewaktu-waktu manakala dibutuhkan; berada di luar kerangka kerja medik profesional; modelnya bervariasi; dan dilakukan oleh semua kelompok masyarakat.
(22)
Faktor yang mendorong masyarakat melakukan pengobatan sendiri adalah kenyataan semakin mahalnya biaya berobat dengan pergi ke dokter. Hal tersebut menyebabkan masyarakat yang menderita penyakit yang dianggap ringan, misalnya: flu, pilek, dan batuk, merasa tidak perlu pergi ke dokter, tetapi cukup pergi ke apotik atau toko obat berijin yang menjual obat bebas dan obat bebas terbatas atau yang sering disebut obat tanpa resep.
Obat tanpa resep terdiri dari obat bebas, obat bebas terbatas, serta obat wajib apotik, yaitu obat keras yang dapat diperoleh tanpa resep dokter dan diserahkan oleh apoteker di apotek (Anonim, 2005). Obat wajib apotik memang dapat diberikan tanpa resep dokter, tetapi obat tersebut tidak termasuk dalam penelitian ini, karena obat wajib apotik termasuk dalam obat keras atau obat daftar G (gevaarlijk). Obat tradisional yaitu bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman (Anonim, 1992). Oleh WHO, obat tradisional juga dimasukkan dalam pelayanan kesehatan umum. Obat tradisional diserahkan tanpa resep karena sulit diresepkan oleh dokter, akibat selalu bersandar pada kaidah alamiah. Keberadaan obat tradisional masih diperdebatkan akibat tidak sedikit yang keamanan dan khasiatnya hanya berdasarkan pengalaman turun temurun tanpa dibuktikan secara ilmiah (Marlinda, 2003). Obat tradisional tidak termasuk dalam penelitian obat tanpa resep ini. Iklan obat tradisional mempunyai bagian tersendiri dalam Keputusan Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994,
(23)
terpisah dari pedoman periklanan obat bebas yang mengatur iklan obat bebas dan obat bebas terbatas.
Obat tanpa resep yang termasuk dalam penelitian ini adalah obat bebas dan obat bebas terbatas. Kriteria obat bebas dan bebas terbatas antara lain adalah telah terbukti secara ilmiah menunjukkan manfaat klinis, sangat diperlukan untuk menanggulangi kesakitan yang banyak dijumpai di masyarakat, dan relatif aman. Obat tanpa resep memang mudah didapatkan, akan tetapi obat tanpa resep juga mempunyai efek merugikan baik secara langsung, juga berefek jangka sedang dan panjang bila tidak digunakan secara benar (Luize, 2003).
Dalam menentukan obat yang tepat dalam upaya pengobatan sendiri tersebut masyarakat memerlukan sumber informasi yang benar mengenai obat yang dipilihnya tersebut. Salah satu informasi yang dipilih masyarakat untuk menentukan obat yang akan dipakainya adalah iklan yang ada di media massa, maupun media elektronik. Iklan diharapkan akan memberikan informasi yang cukup dan tidak menyesatkan dari pembaca, pendengar, atau pemirsanya. Dari hasil survei kecil yang dilakukan oleh YLKI dengan target konsumen umum di wilayah Jakarta ternyata 81% responden menganggap iklan obat yang ada dewasa ini bermanfaat bagi konsumen, dan hanya 44,3% yang menilai iklan obat menampilkan indikasi yang berlebihan. Dengan melihat betapa tergantungnya konsumen terhadap iklan obat, maka rasanya tidak berlebihan apabila kemudian perusahaan farmasi dituntut untuk menciptakan iklan obat yang baik sehingga dapat memberikan informasi yang tidak merugikan konsumen (Zahir, 1996).
(24)
Tidak dipungkiri iklan merupakan media untuk menyampaikan kehebatan produk dengan tujuan untuk menarik konsumen sebanyak-banyaknya dan mendapatkan penjualan setinggi-tingginya. Hal ini terjadi karena setiap hari masyarakat banyak menghabiskan waktu untuk menonton televisi, yaitu 60% responden sebuah penelitian menonton televisi dalam sehari antara 1-5 jam bahkan hingga lebih dari 5 jam pada 30% responden (Widanenci, 2007). Waktu yang singkat dan biaya yang sangat tinggi tidak memberikan kesempatan pada sebuah iklan untuk menampilkan informasi mengenai efek samping dari produk obat tersebut. Peringatan dan kontra indikasi, sebaiknya juga disampaikan dalam iklan, agar konsumen dapat memilih obat tanpa resep yang paling sesuai untuk kondisi tubuhnya sendiri (Zahir, 1996).
Televisi swasta nasional merupakan salah satu sarana yang digunakan produsen obat untuk mengiklankan produknya, karena memiliki jaringan pemirsa yang sangat luas (Yulia, 1993). Berdasarkan survei Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI) tahun 2002, pendapatan iklan televisi terbanyak masih dipegang oleh RCTI, INDOSIAR, SCTV, dan TPI. Menyusul kemudian Trans, Metro, Global, TV7, ANteve, dan Lativi (Anonim, 2002b). Empat stasiun televisi swasta nasional dalam penelitian ini (stasiun televisi A, B, C, D) memiliki pendapatan iklan yang tinggi, program acaranya sudah sangat dikenal oleh pemirsa karena lebih awal berdiri, dan banyak menayangkan acara untuk anak-anak. Data terbaru dari Nielsen Media Research, setelah penelitian ini dilakukan, menunjukkan bahwa selama tahun 2006 telah terjadi perubahan besar urutan belanja iklan di televisi, dari yang paling tinggi adalah kelompok RCTI, TPI,
(25)
Global TV, kelompok Trans TV dan TV 7, kelompok ANTV dan Lativi, diikuti stasiun-stasiun televisi yang masih berdiri sendiri yaitu SCTV, Indosiar, serta Metro TV (Harto, Ratnasari, Saragih, dan Mudjiono, 2006).
Berdasarkan pemantauan dan evaluasi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tahun 2003, iklan obat di televisi dinilai banyak yang tidak layak tayang, karena seringkali memberikan informasi yang irrasional dan cenderung menyesatkan (Danto, 2004). Hal ini amatlah disayangkan karena iklan obat di televisi merupakan sumber informasi yang penting bagi seseorang dalam memilih obat tanpa resep untuk dirinya sendiri ataupun orang lain, terutama bila obat tanpa resep itu ditujukan untuk anak-anak. Iklan obat tidak boleh menggambarkan bahwa keputusan penggunaan obat diambil oleh anak-anak (Anonim, 1994). Berkaitan dengan hal-hal tersebut, perlu dilakukan suatu penelitian tentang evaluasi kerasionalan iklan obat tanpa resep pada tayangan acara untuk anak-anak di empat stasiun televisi swasta nasional.
B. Permasalahan
Permasalahan dalam penelitian yang dilakukan pada tayangan acara untuk anak-anak di empat stasiun televisi swasta nasional (stasiun televisi A, B, C, D) meliputi:
1. seperti apa profil iklan pada tayangan acara untuk anak-anak di empat stasiun televisi swasta nasional yang meliputi jenis iklan dan frekuensi iklan?
2. seperti apa profil frekuensi iklan obat tanpa resep pada tayangan acara untuk anak-anak di empat stasiun televisi swasta nasional berdasarkan klafisikasi
(26)
jenis acara, kelas terapi, golongan obat, jenis obat, sasaran konsumen, dan produsen?
3. bagaimana kerasionalan iklan obat tanpa resep pada tayangan acara untuk anak-anak di empat stasiun televisi swasta nasional yang meliputi kerasionalan kelengkapan informasi iklan berdasarkan kriteria iklan WHO (1988) dan Keputusan Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994, serta kerasionalan klaim indikasi iklan berdasarkan mekanisme kerja zat aktif dan Keputusan Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994?
C. Keaslian Penelitian
Sejauh informasi yang diterima penulis, penelitian ini belum pernah dilakukan dan berbeda dengan beberapa penelitian lain tentang iklan obat di televisi seperti penelitian oleh Saragih (2000), Papilaya (2003), dan Christina (2004), penelitian-penelitian tersebut menggunakan responden sebagai subyek penelitian dan metode kuisioner untuk pengambilan data, sedangkan pada penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah iklan obat di televisi, pengambilan data dengan observasi langsung dan titik berat permasalahan mengenai evaluasi kerasionalan iklan obat di televisi. Selain itu pengamatan iklan obat dilakukan pada semua kelas terapi, tidak hanya satu kelas terapi saja. Penelitian lain yang memiliki kesamaan adalah penelitian berjudul ”evaluasi kerasionalan obat tanpa resep pada tayangan acara untuk ibu-ibu di empat stasiun televisi swasta nasional” yang dilakukan oleh Kartikaningtyas Yunari (2007). Penelitian ini juga mengamati mengenai evaluasi kerasionalan iklan obat di
(27)
televisi . Tetapi yang membedakannya adalah jenis acara yang diambil dalam penelitian ini.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Menambah informasi dan pengetahuan bagi perkembangan ilmu farmasi, khususnya mengenai evaluasi kerasionalan iklan obat tanpa resep di televisi. 2. Manfaat praktis
a. Hasil penelitian ini dapat dijadikan pedoman bagi apoteker dalam memberikan pelayanan informasi kepada orang tua tentang pemilihan obat tanpa resep berdasarkan evaluasi kerasionalan iklannya di televisi.
b. Data dari penelitian ini dapat digunakan oleh pihak-pihak yang terkait untuk lebih meningkatkan kerasionalan iklan obat tanpa resep di televisi.
E. Tujuan
Tujuan dalam penelitian yang dilakukan pada tayangan acara untuk anak-anak di empat stasiun televisi swasta nasional, meliputi :
1. mengetahui profil iklan pada tayangan acara untuk anak-anak di empat stasiun televisi swasta nasional yang meliputi jenis iklan dan frekuensi iklan.
2. mengetahui profil frekuensi iklan obat tanpa resep pada tayangan acara untuk anak-anak di empat stasiun televisi swasta nasional berdasarkan klafisikasi jenis acara, kelas terapi, golongan obat, jenis obat, sasaran konsumen, dan produsen.
(28)
3. mengetahui kerasionalan iklan obat tanpa resep pada tayangan acara untuk anak-anak di empat stasiun televisi swasta nasional yang meliputi kerasionalan kelengkapan informasi iklan berdasarkan kriteria iklan WHO (1988) dan Keputusan Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994, serta kerasionalan klaim indikasi iklan berdasarkan mekanisme kerja zat aktif dan Keputusan Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994.
(29)
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A.Pengobatan Sendiri
Pengobatan sendiri adalah suatu tindakan mengobati diri sendiri dengan obat tanpa resep yang dilakukan secara tepat dan bertanggung jawab. Hal tersebut merupakan salah satu upaya seseorang untuk mencapai kesehatan yang optimal. Pengobatan sendiri merupakan upaya pertama yang dilakukan masyarakat untuk menjaga kesehatannya sendiri. (Sukasediati, 1996).
Pengobatan sendiri sangat dipengaruhi oleh kebiasaan, tradisi, kepercayaan seseorang, dan juga yang paling menentukan adalah tingkat pendidikan seseorang. Tingkat pendidikan seseorang akan berperan penting dalam menentukan pengobatan yang terbaik untuk dirinya sendiri (Sukasediati, 1996). Dari survei kesehatan rumah tangga yang dilakukan oleh departemen kesehatan RI, didapatkan data kuantitatif, yaitu sebanyak 63% masyarakat menggunakan obat bebas, 18% pergi ke dokter atau puskesmas, 9% masyarakat akan mengkonsumsi jamu untuk menanggulangi penyakitnya, 5% diobati dengan cara sendiri dan sisanya sebanyak 5% tidak melakukan apapun (Sartono, 1993). Data tersebut tidak jauh berbeda dengan data yang ada di negara maju seperti Amerika Serikat. Di Amerika Serikat, setiap tahun ada 75% dari jumlah penduduknya mengeluh atau menderita sakit. Dari jumlah tersebut diketahui 65% masyarakat mengobati sendiri penyakitnya, 25% masyarakat akan pergi ke dokter untuk mengobati penyakitnya sedangkan 10% masyarakat tidak melakukan tindakan
(30)
apapun untuk menanggulangi penyakitnya. Dari data di atas, ternyata persentase masyarakat yang melakukan pengobatan sendiri cukup besar, sehingga kenyataan tersebut dijadikan salah satu dasar kebijakan dalam membina kesehatan masyarakat pada umumnya (Sartono, 1993).
Pengobatan sendiri dengan obat tanpa resep hendaknya dilakukan secara tepat dan bertanggung jawab, biasanya untuk kasus-kasus:
1. perawatan simtomatik minor, misalnya: rasa tidak enak badan, cidera ringan 2. penyakit self-limiting atau paliatif: flu, sakit kepala
3. pencegahan dan penyembuhan penyakit ringan: mabuk perjalanan, kutu air 4. penyakit kronis, yang sebelumnya sudah pernah didiagnosis dokter atau
tenaga medis profesional lainnya: arthritis, asma
5. keadaan yang mengancam jiwa dan memerlukan penanganan dengan segera (Holt dan Hall, 1990).
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sehubungan dengan kebiasaan pengobatan sendiri. Pertama, setiap obat selain memiliki khasiat menyembuhkan atau meningkatkan taraf sehat, juga memberikan risiko efek samping. Efek samping obat bisa saja ringan dan akan hilang jika obat dihentikan, tetapi bisa juga berat sehingga memerlukan pertolongan dokter atau petugas kesehatan lainnya. Kedua, setiap obat pasti memiliki efek farmakologi spesifik, yaitu untuk mengatasi suatu gejala atau penyakit tertentu. Ketiga, setiap obat memiliki aturan pemakaian yang khusus, antara lain dosis, frekuensi pemberian, apakah harus diminum sesudah makan, pada saat makan, atau sebelum makan dan lama pemakaian.. Pengobatan sendiri umumnya dilakukan untuk (1) penyakit saluran
(31)
pernafasan; (2) demam; (3) sakit kepala/nyeri; (4) diare; (5) gangguan pada lambung; dan (6) penyakit kulit (Dwiprahasto, 1999).
Saat ini penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas masih sering menimbulkan masalah bagi kesehatan. Hal ini disebabkan tingkat pendidikan masyarakat tentang obat dan permasalahannya masih rendah. Pada umumnya dasar penggunaan obat bebas untuk pengobatan sendiri bersumber pada pengalaman menggunakan obat bebas tertentu pada waktu yang lampau atau karena diberitahu oleh orang lain, baik keluarga, tetangga, maupun teman. Atau bisa juga bersumber dari iklan obat melalui media cetak seperti surat kabar dan majalah, atau dapat juga melalui media elektronik seperti radio dan televisi. Iklan obat sebagai sumber informasi utama bagi masyarakat cenderung menyesatkan. Hampir semua iklan obat yang beredar di media televisi tidak pernah menampilkan isi bahan berkhasiatnya maupun efek samping dan kontra indikasi dari obat tersebut, sehingga masyarakat kehilangan informasi penting mengenai jenis obat yang diperlukan untuk mengobati penyakitnya dan efek samping dari obat yang dikonsumsinya tersebut, padahal tidak ada obat yang benar-benar aman untuk dikonsumsi (Sudarwanto, 1996).
Obat tanpa resep mempunyai batas keamanan yang cukup baik, tetapi pemakaiannya tanpa pengawasan ketat sangat memungkinkan terjadinya kesalahan dalam penggunaan (Sudarwanto, 1996). Berkaitan dengan hal tersebut, pengobatan sendiri dengan obat tanpa resep harus tetap memperhatikan prinsip-prinsip penggunaan obat yang rasional (Anonim, 2002a). Prinsip pengobatan rasional meliputi: indikasi tepat, penilaian kondisi pasien tepat, pemilihan obat
(32)
tepat dan sesuai dengan kondisi pasien, dosis dan cara pemberian obat secara tepat, informasi untuk pasien secara tepat, serta evaluasi dan tindak lanjut dilakukan secara tepat (Anonim, 2000).
Penilaian kerasionalan pengobatan sendiri dengan obat tanpa resep, dapat ditinjau dari komponen rasional dan tidak rasional. Pengobatan yang rasional menganut 4 asas tepat ditambah 1 asas waspada, yaitu: tepat indikasi, tepat penderita, tepat obat, tepat dosis, dan waspada efek samping obat. Tepat indikasi, obat yang digunakan didasarkan pada diagnosis penyakit yang akurat. Tepat penderita yaitu tidak ada kontraindikasi. Tepat obat, pemilihan obat didasarkan pada pertimbangan rasio keamanan-kemanjuran yang terbaik. Tepat dosis, yaitu takaran, jalur, saat dan lama pemberian sesuai dengan kondisi penderita (Donatus, 1997).
Upaya penggunaan obat tanpa resep secara rasional tentunya harus melibatkan peran aktif tenaga farmasi, yang terutama berfungsi untuk memberikan informasi serinci mungkin mengenai obat-obat yang dibutuhkan oleh masyarakat (Anonim, 2002a).
B.Anak dan Televisi
Anak dapat begitu terikat dengan televisi, bahkan seperti bisa menyebabkan ketergantungan. Efek ketergantungan TV ini, hanyalah satu dari begitu banyak efek yang diberikan oleh kemajuan teknologi TV. Kita semua tahu, betapa besar kemajuan dan perubahan yang terjadi semenjak TV ditemukan. Kita dapat menyaksikan liputan berita tentang berbagai peristiwa dari seluruh dunia,
(33)
kita dapat menyaksikan berbagai jenis film, dari film kartun, drama, biografi, aksi, edukasi, musik dan lain sebagainya, dari dalam dan luar negeri (Martin, 2000).
Menurut data AC Nielsen, rata-rata anak-anak menonton televisi selama dua puluh satu sampai dua puluh tiga jam setiap pekan atau kurang lebih tiga sampai tiga setengah jam per hari (Marfu’ah 2006)
Solusinya adalah orangtua harus bersedia duduk bersama mereka sekalipun program yang tengah ditontonnya adalah acara anak-anak. Orangtua harus turut menjelaskan setiap gambar yang muncul, apalagi jika gambar itu mengandung sesuatu yang tidak logis atau tidak bisa diterima oleh akal sehat anak-anak. Bukan tidak mungkin dalam program tayangan anak sekalipun, ketidaklogisan bisa saja muncul baik dalam bentuk gambar-gambar, maupun dalam bentuk tema cerita yang ditampilkan. Posisi anak-anak atas tayangan televisi memang sangat lemah. Hal ini berkaitan dengan sifat anak yang di antaranya pertama, anak- anak sulit membedakan mana tayangan yang baik atau buruk, mana yang pantas ditiru atau diabaikan. Kedua, anak-anak belum memiliki
self- censorship dan belum memiliki batasan nilai. Ketiga, anak-anak bersifat pasif dan tidak kritis terhadap tayangan televisi. Akibatnya, semua yang ditayangkan televisi akan dianggap sebagai sebuah kewajaran. Lebih-lebih kualitas tayangan yang ditayangkan televisi umumnya tidak berpihak kepada anak-anak (Mulkan, 2006).
Hal lain lagi, adalah masalah pengaruh iklan di TV yang semakin hari semakin berlebihan. Ada begitu banyak iklan yang menawarkan berbagai barang, dari mainan anak, makanan, minuman, dan lain sebagainya. Iklan-iklan begitu
(34)
gencarnya memberikan janji-janji kesenangan dan kebahagiaan keluarga yang akan diperoleh bila membeli produk tersebut. Secara tidak sadar hal tersebut dapat menanamkan kepada anak nilai-nilai konsumerisme dan bahwa kebahagiaan/kesuksesan sebuah keluarga diukur dari kemampuan memiliki produk terbaru yang ditawarkan. Sekali lagi kita bandingkan dengan diri kita sendiri. Orang dewasa saja banyak yang terpengaruh oleh iklan-iklan yang ada di TV (Martin, 2000).
C.Obat Tanpa Resep (OTR)
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 72 tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan, pasal 1 ayat 1, disebutkan bahwa obat adalah bahan atau paduan bahan yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosa, pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit, pemulihan, dan peningkatan kesehatan termasuk kontrasepsi dan sediaan biologis.
Obat bebas dan obat bebas terbatas merupakan golongan obat tanpa resep, yang dapat dibeli secara bebas (tanpa resep) di apotek dan toko obat berijin. Obat bebas yaitu golongan obat yang dalam penggunannya tidak membahayakan dan dapat digunakan tanpa pengawasan dokter (Tjay dan Raharja, 1996). Menurut Surat keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 2380/A/SK/IX/1980 tentang tanda khusus untuk obat bebas pada etiket wadah dan bungkus luar atau kemasan terkecil obat jadi yang tergolong obat bebas harus mencantumkan tanda khusus berupa lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam (Anonim. 1996b).
(35)
Yang dimaksud obat bebas terbatas, yaitu golongan obat yang dalam penggunaannya cukup aman, tetapi apabila digunakan berlebihan dapat mengakibatkan efek samping yang kurang menyenangkan. Pemakaian obat ini tidak memerlukan pengawasan dokter, namun penggunaannya terbatas sesuai dengan aturan yang tercantum pada kemasannya (Tjay dan Raharja, 1986). Obat bebas terbatas berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 6355/Dir.Jen/SK/1969 , harus dicantumkan tanda peringatan pada wadah atau kemasannya. Tanda peringatan berwarna hitam dengan ukuran panjang 5 cm dan lebar 2 cm atau disesuaikan kemasannya, dan memuat pemberitahuan dengan huruf berwarna putih. Sesuai obatnya, pemberitahuan tersebut adalah :
P. no. 1. Awas! Obat keras. Bacalah aturan pemakaiannya di dalam. Contoh: Decolgen tablet, Inza® tablet
P. no. 2. Awas! Obat keras. Hanya untuk kumur, jangan ditelan. Contoh: Betadine® kumur
P. no. 3. Awas! Obat keras. Hanya untuk bagian luar badan. Contoh: Betadidine® untuk antiseptik lokal
P. no. 4. Awas! Obat keras. Hanya untuk dibakar. Contoh: rokok anti asma
P. no. 5. Awas! Obat keras. Tidak boleh ditelan. Contoh: Dulcolax® supositoria
P. no. 6. Awas! Obat keras. Obat wasir, jangan ditelan. Contoh: Anusol® supositoria
(Sartono, 1993) Selain tanda peringatan tersebut, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 6335/Dir. Jend/SK/1969 pada kemasan obat bebas terbatas juga wajib dicantumkan tanda khusus. Tanda khusus untuk Obat Bebas Terbatas berupa lingkaran biru dengan garis tepi hitam.
(36)
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 919/MENKES/PER/X/1993 tentang Kriteria Obat yang Dapat Diserahkan Tanpa Resep, pasal 2, obat yang dapat diserahkan tanpa resep harus memenuhi kriteria:
a. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di bawah usia 2 tahun dan orang tua di atas 65 tahun.
b. Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan risiko pada kelanjutan penyakit.
c. Penggunaanya tidak memerlukan cara dan atau alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan.
d. Penggunaanya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia.
e. Obat dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri.
(Anonim, 1996c)
D.Tinjauan Iklan dan Promosi
1. Perbedaan iklan dengan promosi
Periklanan (advertisement) merupakan bagian dari kegiatan bauran promosi (promotion mix), sementara itu bauran promosi merupakan bagian dari kegiatan bauran pemasaran (marketing mix). Iklan tidak boleh disamakan dengan promosi, keduanya berasal dari kata dalam bahasa Latin yang berbeda, yaitu
advere untuk iklan (advertising) yang artinya mengoperkan pikiran dan gagasan kepada pihak lain, dan promovere untuk promosi (promotion) yang berarti meningkatkan atau menaikkan sesuatu. Perbedaan lain adalah bentuk sasarannya, yaitu iklan “mengubah jalan pikiran” (state of mind) calon konsumennya untuk membeli, sedangkan promosi “merangsang kegiatan pembelian di tempat” (immediately stimulating purchase) (Widyatama, 2005).
(37)
2. Definisi Promosi
Menurut WHO, promosi obat adalah semua kegiatan informasi dan persuasi oleh produsen dan distributor untuk tujuan menaikkan jumlah resep, suplai, pembelian, dan atau pemakaian obat. Pernyataan yang digunakan dalam promosi harus dapat diandalkan, akurat, benar (jujur), informatif, seimbang, up to date, dapat dibuktikan klaimnya, serta mempunyai warna dan selera yang baik. Pernyataan yang tidak diperbolehkan dalam promosi adalah pernyataan menyesatkan, tidak dapat dibuktikan kebenaran klaim, atau menghilangkan fakta untuk meningkatkan penggunaan obat. Ruang lingkup promosi meliputi iklan,
medical representatives, free sample obat resep untuk promosi, free sample obat tanpa resep untuk umum, simposium dan temu ilmiah, studi purna jual dan kontrol, kemasan dan label, informasi untuk pasien (leaflets, booklets), serta promosi produk ekspor (Anonim, 1988).
3. Definisi iklan
Iklan menurut Komisi Periklanan Indonesia (1996) diartikan sebagai segala bentuk pesan tentang suatu produk yang disampaikan melalui suatu media, dibiayai oleh pemrakarsa yang dikenal, serta ditujukan kepada sebagian atau seluruh masyarakat. Sedangkan iklan obat adalah pesan yang disampaikan melalui komunikasi media massa oleh perusahaan farmasi tertentu untuk meningkatkan pemasaran (Anief, 1985).
4. Media iklan
Media yang digunakan iklan berdasarkan tipenya diklasifikasikan oleh Gilson dan Berkman (1993) menjadi: media cetak (surat kabar dan majalah),
(38)
media siaran (radio dan televisi), media yang langsung dan khusus (katalog dan pemberian nama barang pada amplop dan kertas surat), serta media yang ditempatkan di tempat umum (plakat dan poster).
5. Tujuan Iklan
WHO menyatakan bahwa tujuan iklan untuk masyarakat umum yaitu membantu pemakai dalam membuat keputusan rasional pada penggunaan obat yang telah ditetapkan sebagai obat tanpa resep (Anonim, 1988). Berdasarkan sasarannya, Kotler (2003b) menggolongkan tujuan iklan menjadi empat. Iklan informatif untuk menciptakan kesadaran dan pengetahuan tentang produk baru; iklan persuasif untuk menciptakan kesukaan, preferensi, keyakinan, dan pembelian suatu produk atau jasa; iklan pengingat untuk merangsang pembelian produk dan jasa kembali; serta iklan penguatan yang dimaksudkan untuk meyakinkan pembeli sekarang bahwa mereka telah melakukan pilihan yang tepat.
6. Fungsi iklan
Fungsi iklan meliputi: fungsi pemasaran (menjual produk), fungsi komunikasi (menyampaikan pesan), fungsi pendidikan (mendidik mengenai sesuatu), fungsi ekonomi (menjadi penggerak ekonomi) dan fungsi sosial (menimbulkan dampak sosial psikologis) (Bovee dan Arens, 1986).
7. Peraturan Periklanan Bidang Obat
Informasi mengenai produk obat dalam suatu iklan harus sesuai dengan ketentuan dalam pasal 41 ayat (2) UU No. 23 tahun 1992, yaitu :
“Penandan dan Informasi sediaan farmasi dan alat kesehatan harus memenuhi persyaratan objektivitas dan kelengkapan serta tidak menyesatkan”
(39)
Penjabaran pasal 41 ayat (2) UU no. 23 tahun 1992 tentang informasi sediaan farmasi tercantum dalam Keputusan menteri kesehatan RI No. 386/MENKES/SK/IV/1994, yaitu :
a. obyektif : harus memberikan informasi sesuai dengan kenyataan yang ada dan tidak boleh menyimpang dari sifat kemanfaatan dan keamanan obat yang telah disetujui.
b. lengkap : harus mencantumkan tidak hanya informasi tentang khasiat obat tetapi juga memberikan informasi tentang hal-hal yang harus diperhatikan, misalnya adanya kontra indikasi dan efek samping.
c. tidak menyesatkan : informasi obat harus jujur, akurat, bertanggungjawab, serta tidak boleh memanfaatkan kekuatiran masyarakat akan suatu masalah kesehatan (Anonim, 1997b).
Yang perlu diperhatikan adalah iklan yang memuat produk anak-anak dan iklan yang ditayangkan pada tayangan untuk anak-anak. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994 yang memuat pengaturan iklan tentang obat bebas, obat tradisional, alat kesehatan, kosmetika, perbekalan kesehatan rumah tangga, dan makanan minuman menyatakan bahwa: iklan obat tidak boleh ditujukan untuk khalayak anak-anak atau menampilkan anak-anak tanpa adanya supervisor orang dewasa atau memakai narasi suara anak-anak yang menganjurkan penggunaan obat. Iklan obat tidak boleh menggambarkan bahwa keputusan penggunaan obat diambil oleh anak-anak.
Iklan obat harus mencantumkan spot peringatan sebagai berikut : Baca Aturan Pakai, Jika Sakit Berlanjut Hubungi Dokter. Untuk media televisi, spot
(40)
peringatan harus dicantumkan dengan tulisan yang jelas terbaca pada satu screen/gambar terakhir dengan ukuran minimal 30% dari gambar dan ditayangkan minimal selama 3 detik (Anonim, 1997b).
Upaya pengendalian informasi komersial untuk meningkatkan kerasionalan pengobatan sendiri juga dilakukan Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) dengan mengeluarkan kriteria etik promosi obat (Ethical Criteria for Medicinal Drug Promotion) sejak tahun 1988.
Berdasarkan Ethical Criteria for Medical Drug Promotion-WHO, informasi dalam suatu iklan obat yang ditujukan kepada konsumen meliputi:
a. komposisi zat aktif dengan nama INN (Internasional Nonpropriety Names);
b. nama merek dagang; c. indikasi utama;
d. perhatian, kontra indikasi, dan peringatan;
e. nama dan alamat industri farmasi atau distributor (Geneva, 1988).
Dengan mengacu pada Ethical Criteria for Medicinal Drug Promotion – WHO, pemerintah Republik Indonesia juga mengeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan No. 386/MEN.KES/SK/IV/1994, khususnya tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas. Salah satu latar belakang dikeluarkannya pedoman ini adalah untuk melindungi masyarakat dari kemungkinan penggunaan obat yang salah, tidak tepat dan tidak rasional akibat pengaruh promosi melalui iklan. Berdasarkan Pedoman Periklanan Obat Bebas, iklan obat harus mencantumkan informasi mengenai :
(41)
a. Komposisi zat aktif obat dengan nama INN (khusus untuk media cetak) ; untuk media lain, apabila ingin menyebutkan komposisi zat aktif, harus dengan nama INN.
b. Indikasi utama obat dan informasi mengenai keamanan obat. c. Nama dagang obat.
d. Nama industri farmasi.
e. Nomor pendaftaran (khusus untuk media cetak).
(Anonim, 1997b) Berdasarkan Surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. HK.00.05.3.02706 tahun 2002 tentang Promosi Obat, pasal 5, dinyatakan bahwa promosi obat melalui media audio visual dan elektronik hanya diperbolehkan untuk obat bebas dan obat bebas terbatas (Anonim, 2002c). Dalam Keputusan Menteri Kesehatan No. 386/MEN.KES/SK/IV/1994, tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, juga dinyatakan bahwa obat yang dapat diiklankan kepada masyarakat adalah obat yang sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku tergolong dalam obat bebas atau obat bebas terbatas, kecuali dinyatakan lain. Peraturan Pemerintah RI No. 72 tahun 1998 pasal 32 menyatakan bahwa sediaan farmasi yang berupa obat untuk pelayanan kesehatan yang penyerahannya dilakukan berdasarkan resep dokter hanya dapat diiklankan pada media cetak ilmiah kedokteran atau media cetak ilmiah farmasi. Dalam Undang-Undang RI No. 5 tahun 1997 pasal 31 (1) disebutkan psikotropika hanya dapat diiklankan pada media cetak ilmiah kedokteran dan/atau media cetak ilmiah farmasi. Undang-Undang RI No. 22 tahun 1997 pasal 42 menyatakan narkotika hanya dapat dipublikasikan pada media cetak ilmiah kedokteran atau media cetak ilmiah farmasi.
(42)
Beberapa hal yang juga diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan No. 386/MEN.KES/SK/IV/1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, adalah : 1. Iklan obat dapat dimuat di media periklanan setelah rancangan iklan tersebut
disetujui oleh Departemen Kesehatan RI.
2. Iklan obat tidak boleh memberikan pernyataan superlatif, komparatif tentang indikasi, kegunaan/manfaat obat.
3. Iklan obat harus mencantumkan spot peringatan perhatian (BACA ATURAN PAKAI. JIKA SAKIT BERLANJUT, HUBUNGI DOKTER), dan untuk media televisi spot iklan harus dicantumkan dengan tulisan yang jelas terbaca pada satu screen/ gambar terakhir dengan ukuran minimal 30% dari screen dan ditayangkan minimal selama 3 detik.
4. Iklan suatu obat hanya boleh diindikasikan untuk kondisi-kondisi tertentu dengan batasan-batasan khusus, antara lain meliputi :
a. Vitamin
Iklan multivitamin dan mineral
Untuk pencegahan dan mengatasi kekurangan vitamin dan mineral, misalnya sesudah operasi, sakit, wanita hamil dan menyusui, anak dalam masa pertumbuhan, serta lansia.
b. Obat Pereda Sakit dan Penurun Panas
Untuk meringankan rasa sakit misalnya : sakit kepala, sakit gigi, nyeri otot, dan atau menurunkan panas.
(43)
Untuk meredakan gejala flu seperti demam, sakit kepala, hidung tersumbat, dan pilek.
d. Obat Asma
Untuk meringankan gejala sesak napas karena asma. e. Obat Batuk
1) Antitusif
Untuk meredakan batuk yang tidak berdahak. 2) Ekspektoran
Untuk meredakan batuk yang berdahak. 3) Antitusif + Ekspektoran + Antihistamin
Untuk meredakan batuk berdahak yang disertai pilek. f. Antasida
Untuk mengatasi gejala sakit maag seperti : perih, kembung, mual. g. Obat Kulit (Topikal)
Untuk mengatasi infeksi karena jamur
(Anonim, 1997b)
E. Televisi Sebagai Salah Satu Media Iklan
Televisi sudah lama dikenal di Indonesia, bahkan sekarang ini hampir semua penduduk memiliki televisi di rumah. Pemerintah adalah pihak pertama yang memanfaatkan media ini. Banyak pesan pembangunan yang dapat dengan efektif disampaikan melalui media ini. Karakter budaya kita yang lebih suka mendengar dan melihat daripada membaca menyebabkan berkembang pesatnya
(44)
industri televisi. Kemudian, seperti biasa, kalangan bisnispun tanggap dengan potensi tersebut. Jaringan dan kelompok sasaran yang luas adalah poin terbesar yang dilirik kalangan tersebut. Hasilnya iklan banyak bermunculan di televisi. (Puspadewi, 1993).
Konsumen akan lebih asyik menonton televisi, yang memang lebih atraktif dan dinamis daripada membaca koran/majalah. Di Indonesia saja terdapat sepuluh televisi swasta nasional (RCTI, SCTV, AN TV, TPI, INDOSIAR, TRANS TV, TV 7, METRO TV, GLOBAL TV, dan LATIVI). Hal inilah yang semakin memacu semakin tingginya belanja iklan di televisi (Abadi, 2003).
Belanja iklan di televisi dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Menurut data Advertising Information Services dari Nielsen Media Research, belanja iklan di media televisi, koran, majalah, dan tabloid pada tahun 2006 mencapai Rp 30,036 triliun. Televisi masih mendominasi perolehan dari keseluruhan belanja itu dengan nilai belanja iklan lebih dari Rp 20 triliun atau sekitar 69%, koran 27%, majalah dan tabloid 4% (Anonim 2007). RCTI, TPI, dan Global TV memperoleh 32,9% dari total belanja iklan tahun 2006, Trans TV dan TV 7 (23,2%), ANTV dan Lativi (15,7%), sisanya adalah SCTV, Indosiar, serta Metro TV (Harto, Ratnasari, Saragih, dan Mudjiono, 2006).
Sangat jelas sekali terlihat bahwa kehadiran iklan di media massa secara umum dalam membentuk karakter konsumen, tidak bisa dianggap enteng. Media massa, dengan “pasukan” iklan komersialnya, ditambah berbagai iklan terselubung lainnya; efektif mengubah perilaku masyarakat konsumen dalam menggunakan berbagai produk barang atau jasa. Selain dampak terhadap perilaku
(45)
konsumen, menjamurnya iklan di media televisi juga membuka seluas-luasnya adanya pelanggaran yang dilakukan oleh iklan, baik itu sifatnya etik maupun pelanggaran terhadap produk hukum (Abadi, 2003).
Itulah faktanya, kehadiran media massa kadang tidak bisa dilawan oleh siapapun juga. Media tersebut, terutama televisi memiliki kekuasaan yang sangat besar dalam membentuk suatu agenda publik yang tidak bisa dihalangi oleh hukum apapun. Media televisi sebagai media massa dapat menentukan apa yang akan dibicarakan dan dipikirkan oleh masyarakat (White cit Abadi, 2003).
F. Keterangan Empiris
Penelitian ini dikerjakan untuk memperoleh gambaran mengenai kerasionalan iklan obat tanpa resep pada tayangan acara untuk anak-anak di empat stasiun televisi swasta nasional (A, B, C, D).
(46)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian yang dilakukan merupakan jenis penelitian non eksperimental (observasional). Menurut Praktiknya (2003), penelitian observasional adalah penelitian yang observasinya dilakukan terhadap sejumlah ciri (variabel) subjek menurut keadaan apa adanya (in nature), tanpa adanya manipulasi peneliti. Pada penelitian ini dilakukan evaluasi, tetapi bukan mengenai bagaimana dan mengapa fenomena tersebut terjadi. Rancangan penelitian yang digunakan adalah deskriptif non analitik. Penelitian deskriptif non analitik dimaksudkan untuk pengukuran yang cermat terhadap fenomena masyarakat (sosial) tertentu, peneliti mengembangkan konsep dan menghimpun fakta tetapi tidak melakukan pengujian hipotesis (Hasan, 2002). Menurut Pratiknya (2001) disebut rancangan penelitian deskriptif non analitik karena hanya melakukan eksplorasi deskriptif terhadap fenomena yang terjadi.
B. Definisi Operasional
1. Iklan di televisi adalah informasi yang diberikan produsen kepada konsumen melalui media elektronik televisi, dengan maksud memperkenalkan produknya sekaligus memikat konsumen untuk memakai produk yang diiklankan
2. Obat tanpa resep adalah obat yang diperjualbelikan dengan bebas, tanpa resep dokter, terdiri dari obat bebas dengan tanda lingkaran hijau dengan garis tepi
(47)
hitam dan obat bebas terbatas dengan tanda lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam
3. Evaluasi kerasionalan iklan obat tanpa resep adalah penilaian kerasionalan iklan obat tanpa resep berdasarkan kriteria iklan WHO (1988) dan Keputusan Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994. Iklan obat tanpa resep itu dinilai rasional bila memenuhi semua persyaratan dari kriteria iklan WHO (1988) dan Keputusan Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994, dan tidak rasional bila tidak semua kriterianya terpenuhi dilihat dari kelengkapan dan klaim indikasi iklan obat tanpa resep. Persyaratan dalam kriteria iklan tersebut adalah:
a. kerasionalan kelengkapan informasi iklan berdasarkan kriteria iklan WHO (1988), yang meliputi nama zat aktif, nama dagang, indikasi, peringatan-perhatian, kontraindikasi, nama dan alamat industri farmasi
b. kerasionalan kelengkapan informasi iklan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994, yang meliputi indikasi, informasi keamanan obat (diasumsikan meliputi peringatan-perhatian dan efek samping), nama dagang, dan nama industri farmasi
c. kerasionalan klaim indikasi iklan berdasarkan mekanisme kerja zat aktif dan Keputusan Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994
4. Zat aktif: komponen obat yang mempunyai efek farmakologis, nama dagang: nama obat yang diberikan oleh pemilik produk untuk identitas produknya, indikasi: petunjuk kegunaan obat dalam pengobatan penyakit, kontraindikasi: petunjuk penggunaan obat yang tidak diperbolehkan karena berlawanan
(48)
dengan kondisi tubuh pemakai, dan efek samping: efek yang timbul tetapi tidak diinginkan yang dapat merugikan atau berbahaya
5. Tayangan acara untuk anak-anak adalah tayangan acara di televisi yang ditujukan untuk konsumsi anak-anak berumur 2-12 tahun, meliputi film kartun, sinetron anak, film anak, reality show, dan serial anak
6. Stasiun televisi swasta nasional adalah stasiun televisi dalam negeri yang dikelola oleh pihak swasta
7. Waktu tayang adalah kurun waktu tayang acara untuk anak-anak yang dipakai dalam penelitian
8. Frekuensi tayang adalah jumlah tayang (kemunculan) iklan selama kurun waktu tayang acara untuk anak-anak yang dipakai dalam penelitian
9. Jenis iklan adalah macam-macam iklan berdasarkan jenis produk yang diiklankan, yang meliputi obat tanpa resep (obat bebas dan obat bebas terbatas); obat tradisional (jamu) contoh: Tolak Angin, obat herbal berstandar contoh: ProLipid, fitofarmaka contoh: Stimuno dan obat quasi contoh: Salonpas; vitamin, suplemen, dan perbekalan kesehatan rumah tangga; makanan dan minuman; kosmetika; serta lain-lain. Obat dengan kandungan vitamin dan mineral yang terdapat tanda lingkaran hijau/biru bergaris tepi hitam pada kemasannya termasuk jenis iklan obat tanpa resep, sedangkan yang tidak terdapat tanda tersebut termasuk jenis iklan vitamin, suplemen, obat wajib apotek, dan perbekalan kesehatan rumah tangga.
10.Jenis produk yang diiklankan adalah nama dagang produk yang diiklankan 11.Kriteria iklan adalah dasar penilaian iklan
(49)
12.Unsur-unsur kerasionalan iklan obat tanpa resep adalah unsur-unsur yang ditampilkan dalam iklan obat di televisi
13.Klasifikasi golongan obat adalah penggolongan obat tanpa resep yang diiklankan di televisi berdasarkan golongan obat bebas dan obat bebas terbatas, jenis obat berdasarkan nama dagang obat, kelas terapi berdasarkan IONI (Informatorium Obat Nasional Indonesia 2000) dan indikasi secara umum dengan memperhatikan mekanisme kerja obat, sasaran konsumen (dewasa dan anak-anak), serta produsen yaitu berdasarkan nama produsen obat.
C.Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah semua iklan yang ditayangkan di empat stasiun televisi swasta nasional (A, B, C, D) pada acara untuk anak-anak. Subjek penelitian diobservasi selama dua minggu, pada tanggal 12–19 Juli dan 26 Juli-1 Agustus 2006. Adanya selang waktu dalam pengambilan data dilakukan untuk memperoleh data yang lebih representatif. Waktu pengamatan setiap hari : acara pertama diambil mulai pukul 07.00 dan acara terakhir diambil mulai pukul 20.00.
Menurut Gay (cit., Hasan, 2002) menyatakan bahwa ukuran sampel minimum yang dapat diterima untuk metode penelitian deskriptif minimal 10% dari populasi, dan untuk populasi yang relatif kecil minimal 20% dari populasi (Hasan, 2002). Iklan yang ada di televisi sangat besar jumlahnya dan sulit diketahui dengan pasti berapa jumlahnya, oleh sebab itu pengambilan sampel ditentukan melalui jumlah stasiun televisi. Jumlah stasiun televisi swasta nasional
(50)
yang ada sekarang ini adalah 10 buah, sehingga yang diperlukan adalah dua stasiun televisi. Penelitian ini menggunakan empat stasiun televisi untuk pengambilan data, dengan harapan data yang diperoleh sudah bisa mewakili iklan obat tanpa resep di stasiun swasta nasional. Dalam penelitian ini dipilih empat stasiun televisi dengan pertimbangan keempat stasiun televisi ini, menurut data tahun 2002 memiliki pendapatan iklan yang tinggi dan cukup banyak menayangkan acara untuk anak-anak.
Subyek penelitian diambil dengan metode purposif. Purposif sampling adalah pemilihan sekelompok subyek didasarkan atas sifat-sifat tertentu yang mempunyai sangkut paut erat dengan sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya. Dalam teknik ini sampel ditetapkan secara sengaja oleh peneliti didasarkan kriteria atau pertimbangan tertentu (Faisal, 1989). Menurut Nawawi (1998), dalam teknik ini pengambilan sampel disesuaikan dengan kriteria-kriteria tertentu yang ditetapkan berdasarkan tujuan penelitian. Kriteria subyek penelitian adalah iklan obat tanpa resep pada tayangan acara untuk anak-anak di empat stasiun televisi swasta nasional Indonesia (A, B, C, D) pada periode Juli 2006 yang ditayangkan dengan waktu pengamatan setiap hari dari pukul 07.00 WIB sampai pukul 20.00 WIB. Berdasarkan data tahun 2002 yang didapatkan pada awal penelitian menyatakan bahwa empat stasiun televisi (A, B, C, D) merupakan empat stasiun televisi dengan pendapatan belanja iklan paling tinggi dibandingkan stasiun televisi lainnya, dan juga cukup banyak menayangkan acara untuk anak-anak. Pemilihan waktu pengamatan tersebut, karena pada rentang waktu yang
(51)
ditetapkan untuk pengambilan data ini terdapat tayangan acara untuk anak-anak ditelevisi, sedangkan diluar waktu tersebut adalah tayangan untuk orang dewasa.
D.Tata Cara Penelitian
1. Prosedur pelaksanaan penelitian
a. Analisis situasi dan penentuan masalah
Dilakukan pengamatan awal terhadap keseluruhan tayangan iklan di stasiun televisi swasta nasional, untuk menentukan stasiun televisi dan jam tayang yang digunakan dalam penelitian.
b. Pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan dengan pencatatan data hasil observasi langsung tayangan iklan di stasiun televisi swasta nasional.
c. Pengolahan, analisis, dan interprestasi data
Data yang terkumpul mengalami proses pengolahan yaitu dengan mengedit dan mengkodekan data. Kemudian dilakukan analisis data dengan membuat tabulasi data sesuai dengan susunan sajian data yang dibutuhkan dalam penelitian, dan melakukan penghitungan-penghitungan tertentu sesuai dengan metode statistik yang digunakan. Selanjutnya data diinterpretasikan dan ditarik kesimpulannya.
2. Tata cara pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi langsung terhadap tayangan iklan di empat stasiun televisi swasta nasional A, B, C, D) selama dua minggu, pada tanggal 12–19 Juli dan 26 Juli-1 Agustus 2006 pada
(52)
acara untuk anak-anak dengan batas waktu pengamatan setiap hari dari pukul 07.00-20.00. Data yang dikumpulkan meliputi waktu tayang iklan, jenis iklan, jenis produk yang diiklankan, frekuensi tayang iklan, kelengkapan informasi iklan, dan klaim iklan obat tanpa resep.
E. Tata Cara Analisis Hasil
Analisis data pada penelitian ini dilakukan dengan metode statistik deskriptif. Metode statistik ini menggunakan teknik persentase, dan ditampilkan dalam bentuk tabel atau gambar. Data frekuensi dapat langsung dianalisis, sedangkan data kelengkapan informasi dan klaim indikasi iklan obat tanpa resep, dinyatakan dulu dalam bentuk rasional dan tidak rasional.
Tabel atau gambar yang dibuat dari data iklan pada tayangan acara untuk anak-anak selama dua minggu, meliputi:
1. persentase frekuensi jenis iklan pada masing-masing stasiun televisi (A, B, C, D) dan pada keempat stasiun televisi sekaligus
2. persentase frekuensi iklan obat tanpa resep pada masing-masing stasiun televisi (A, B, C, D) dan pada keempat stasiun televisi sekaligus, yang meliputi klasifikasi : jenis acara, kelas terapi, golongan obat, jenis obat, sasaran konsumen, dan produsen
3. persentase kelengkapan informasi iklan obat tanpa resep (nama zat aktif, nama dagang, indikasi, peringatan-perhatian, kontraindikasi, efek samping, serta nama industri farmasi dan alamatnya)
(53)
4. evaluasi kerasionalan kelengkapan informasi iklan obat tanpa resep berdasarkan kriteria iklan WHO (1988), dan persentasenya
5. evaluasi kerasionalan kelengkapan informasi iklan obat tanpa resep berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994, dan persentasenya
6. evaluasi kerasionalan klaim indikasi iklan obat tanpa resep berdasarkan mekanisme kerja zat aktif dan Keputusan Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994, dan persentasenya.
F. Kesulitan Penelitian
Kendala yang dihadapi penulis dalam melakukan penelitian ini adalah sulitnya melakukan pengambilan data kelengkapan informasi iklan dan klaim indikasi untuk iklan obat tanpa resep. Hal ini terjadi karena cepatnya durasi tayang iklan yang diamati, sedangkan pada waktu yang bersamaan penulis harus melakukan pengamatan sekaligus pencatatan data. Masalah ini diatasi dengan pengamatan berulang-ulang terhadap setiap penayangan kembali iklan obat tanpa resep. Namun, terdapat kendala lain lagi karena untuk beberapa iklan obat tanpa resep yang sudah tercatat, ada yang tidak ditayangkan lagi ataupun baru ditayangkan kembali setelah periode waktu tertentu. Dengan demikian, penelitian ini membutuhkan tambahan waktu khusus, demi mendapatkan hasil yang terbaik sesuai dengan keterbatasan kemampuan penulis dalam melakukan pengamatan.
(54)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Profil Jenis Iklan
Tingkat pengenalan konsumen terhadap sebuah produk ditentukan oleh produk itu sendiri. Nama atau merek sebuah produk akan diingat orang karena tingginya frekuensi tayang iklan tersebut (Suryolaksono, 2002). Semakin tinggi frekuensi penayangan sebuah iklan, semakin besar pula perhatian konsumen terhadap produk yang diiklankan. Profil iklan yang disajikan merupakan gambaran distribusi frekuensi iklan pada tayangan acara untuk anak-anak di stasiun televisi A, B, C, D selama dua minggu, berdasarkan jenis iklan. Tujuannya adalah untuk mengetahui persentase jenis iklan obat tanpa resep dari keseluruhan iklan yang ditayangkan. Obat tanpa resep dalam penelitian ini meliputi obat bebas yang pada kemasannya terdapat tanda lingkaran hijau bergaris tepi hitam, dan obat bebas terbatas dengan tanda lingkaran biru bergaris tepi hitam.
1. Distribusi frekuensi jenis iklan pada masing-masing stasiun televisi
Persentase frekuensi jenis iklan di setiap stasiun televisi A, B, C, D dapat dilihat dari grafik pada Tabel I. Frekuensi jenis iklan obat tanpa resep di stasiun televisi A ada 9 (1,1%), stasiun televisi B ada 6 (1,5%), stasiun televisi C ada 21 (7,50%), dan stasiun televisi D ada 6 (1,2%). Iklan obat tanpa resep bisa ditemukan di semua stasiun televisi, tetapi frekuensi yang paling tinggi terdapat pada stasiun televisi C. Frekuensi iklan obat tanpa resep pada tayangan acara untuk anak-anak di stasiun televisi A, B, dan D sangat sedikit, yaitu di bawah 2%.
(55)
Stasiun televisi C mempunyai frekuensi iklan obat tanpa resep lebih tinggi karena tayangan acara yang diambil adalah sinetron anak pada jam tayang utama yang umumnya tidak hanya ditonton oleh anak-anak saja tetapi juga bersama orang tuanya, sehingga produsen meningkatkan frekuensi iklan pada tayangan acara tersebut karena yang mengambil keputusan dalam membeli suatu kebutuhan di dalam keluarga adalah orang tua.
Tabel I. Distribusi frekuensi jenis iklan pada tayangan acara untuk anak-anak pada masing-masing stasiun televisi A, B, C, D selama dua minggu (periode Juli 2006)
No. Jenis Iklan A B C D
1 Obat tanpa resep (obat bebas dan obat bebas terbatas) 1.1 1.5 7.5 1.2 2 Obat tradisional (jamu) dan fitofarmaka 0.6 0.0 2.1 1.0 3 Vitamin, suplemen, dan perbekalan kesehatan rumah tangga 1.8 0.0 6.1 0.6
4 Makanan dan minuman 59.0 71.7 28.2 51.7
5 Kosmetika 7.5 7.0 8.9 9.1
6 Lain-lain 30.0 19.8 47.1 36.5
Total 100.0 100.0 100.0 100.0
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994 yang memuat pengaturan iklan tentang obat bebas, obat tradisional, alat kesehatan, kosmetika, perbekalan kesehatan rumah tangga, dan makanan minuman dinyatakan bahwaiklan obat tidak boleh ditujukan untuk khalayak anak-anak atau menampilkan anak-anak tanpa adanya supervisor orang dewasa atau memakai narasi suara anak-anak yang menganjurkan penggunaan obat. Iklan obat tidak boleh menggambarkan bahwa keputusan penggunaan obat diambil oleh anak-anak (Anonim, 1994).
2. Distribusi frekuensi jenis iklan pada keempat stasiun televisi
Jumlah total frekuensi iklan obat tanpa resep pada tayangan acara untuk anak-anak pada keempat stasiun televisi adalah 42 dengan persentase 2,1% (lihat
(56)
lain. Hal ini disebabkan dalam perundang-undangan, penayangan iklan obat untuk anak-anak diatur lebih detail, termasuk bahwa iklan obat untuk anak-anak tidak boleh ditujukan langsung kepada anak-anak. Pemilihan obat untuk anak-anak yang menjadi wewenang orang tua terutama kaum ibu, juga menyebabkan para produsen tidak memasang iklan obat tanpa resep terlalu banyak pada tayangan acara anak-anak. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh K. Yunari menyatakan bahwa iklan obat tanpa resep lebih banyak pada acara untuk ibu-ibu yaitu sebesar 6,4% dan jenis obat untuk anak-anaknya juga lebih banyak (K. Yunari, 2007). Meskipun demikian, televisi diakui merupakan media paling sering ditemukannya iklan obat, terpaut cukup banyak dengan media iklan lainnya (Zahir, 1996).
Tabel II. Distribusi frekuensi jenis iklan pada tayangan acara untuk anak-anak pada keempat stasiun televisi A, B, C, D selama dua minggu (periode Juli 2006)
No. Jenis Iklan Σ Frekuensi Persentase (%)
1 Obat tanpa resep (obat bebas dan obat bebas terbatas) 42 2.1 2 Obat tradisional (jamu) dan fitofarmaka 16 0.8 3 Vitamin, suplemen, dan perbekalan kesehatan rumah tangga 35 1.7
4 Makanan dan minuman 1130 55.5
5 Kosmetika 163 8.0
6 Lain-lain 651 32.0
Total 2037 100.0
Frekuensi iklan makanan dan minuman (55,5%), jauh lebih tinggi dibandingkan iklan obat tanpa resep. Kondisi ini terjadi karena makanan dan minuman relatif lebih aman dikonsumsi oleh anak-anak dibandingkan obat tanpa resep, karena biarpun obat tersebut diperuntukkan bagi anak-anak, tetapi bila dikonsumsi tidak sesuai aturan maka obat tersebut bisa membahayakan. Obat tanpa resep memang sebaiknya hanya digunakan pada saat tubuh benar-benar membutuhkan, karena penggunaan obat tanpa resep dalam jangka panjang dapat menimbulkan efek samping yang berbahaya, misalnya parasetamol dapat
(57)
menyebabkan kerusakan sel darah, kerusakan hati, dan ginjal bila digunakan dalam jangka waktu yang lama.
B. Profil Iklan Obat Tanpa Resep
Pengambilan keputusan untuk memakai suatu produk obat seringkali dilakukan berdasarkan iklan (Zahir, 1996). Obat dengan frekuensi iklan yang tinggi menunjukkan tingkat konsumsi obat yang lebih tinggi dibandingkan obat dengan frekuensi iklan yang lebih rendah. Gambaran distribusi frekuensi iklan obat tanpa resep pada tayangan acara untuk anak-anak di stasiun televisi A, B, C, D ditampilkan berdasarkan jenis acara, golongan obat, jenis obat, kelas terapi, sasaran konsumen, dan produsen. Penyajian dilakukan untuk masing-masing stasiun televisi maupun gabungan dari keempat stasiun televisi.
1. Jenis Acara
Jenis acara televisi yang dipilih dalam penelitian ini adalah tayangan acara untuk anak-anak, yang meliputi sinetron anak, reality show, serial anak, film anak, dan film kartun. Tayangan acara untuk anak-anak dipilih karena anak-anak lebih mudah dipengaruhi oleh tayangan di televisi, padahal anak-anak belum mempunyai daya pikir yang cukup untuk menyaring informasi yang didapatnya.
Tabel III.Distribusi frekuensi iklan obat tanpa resep pada tayangan acara untuk anak-anak pada masing-masing stasiun televisi A, B, C, D selama dua minggu (periode Juli 2006) berdasarkan jenis acara
S. Televisi A S. Televisi B S. Televisi C S. Televisi D
No. Jenis Acara Σ F % Σ F % Σ F % Σ F %
1 Film Anak 5 55.6
2 Kartun 4 44.4 4 66.7 3 Reality show
4 Serial Anak 2 33.3
5 Sinetron 21 100.0 6 100.0 Total 9 100.0 6 100.0 21 100.0 6 100.0
(58)
Dari tabel di atas diketahui bahwa frekuensi iklan obat tanpa resep yang paling banyak terdapat pada acara sinetron di stasiun televisi C dan D (masing-masing 100%). Pada keempat stasiun televisi (lihat Gambar 1), iklan obat tanpa resep juga tertinggi frekuensi iklannya pada acara sinetron (27,64%), sedangkan yang terendah adalah program reality show (0%).Hal ini menunjukkan acara sinetron anak dinilai para produsen lebih efektif untuk menarik para konsumen karena ditayangkan pada jam tayang utama yang pada umumnya anak-anak menonton televisi bersama seluruh anggota keluarga. Pada acara yang lain frekuensi iklannya relatif lebih sedikit karena penayangannya pada pagi atau sore hari, yang sangat memungkinkan anak-anak menonton televisi tanpa pendampingan, sehingga produsen beranggapan kurang efektif untuk berpromosi pada tayangan acara anak-anak yang lain karena bagaimanapun juga pengambilan keputusan penggunaan obat pada anak-anak tetap menjadi wewenang orang tua ataupun orang dewasa dalam sebuah keluarga.
PERSENTASE IKLAN OTR PADA KEEMPAT STASIUN TELEVISI BERDASARKAN JENIS
ACARA
5, 12%
8, 19%
0, 0% 2, 5% 27, 64%
Film Anak Kartun Reality show Serial Anak Sinetron
Gambar 1. Distribusi frekuensi iklan obat tanpa resep pada tayangan acara untuk anak- anak pada keempat stasiun televisi A, B, C, D selama dua minggu (periode Juli 2006) berdasarkan jenis acara
(59)
2. Kelas Terapi
Obat-obat tanpa resep yang diiklankan di stasiun televisi A, B, C, D dapat dikelompokkan dalam beberapa kelas terapi. Persentase frekuensi iklan obat tanpa resep berdasarkan kelas terapi pada masing-masing stasiun televisi, disajikan dalam tabel berikut ini.
Tabel IV. Distribusi frekuensi iklan obat tanpa resep pada tayangan acara untuk anak- anak pada masing-masing stasiun televisi A, B, C, D selama dua minggu (periode Juli 2006) berdasarkan kelas terapi
S. Televisi
A S. Televisi B S. Televisi C
S. Televisi D No. Kelas Terapi
Σ F % Σ F % Σ F % Σ F %
1
Obat analgesik (sakit
kepala, demam) 4 44.4 6 100.0 7 33.3 2 Obat gizi dan darah 1 4.8 3
Obat saluran cerna (diare)
1 4.8 4
Obat saluran cerna (maag)
1 4.8 5
Obat saluran nafas (asma)
3 14.3 6
Obat saluran nafas (batuk)
6 28.6 7
Obat saluran nafas
(batuk, pilek) 4 44.4 8 Obat saluran nafas (flu) 1 4.8 9
Obat saluran nafas (flu,
batuk) 6 100.0
10
Obat topikal kulit (infeksi
jamur) 1 11.1 1 4.8
Total 9 100.0 6 100.0 21 100.0 6 100.0
Obat tanpa resep yang paling banyak diiklankan di stasiun televisi A, B, dan C adalah kelas terapi obat analgesik (sakit kepala, demam), sedangkan di stasiun televisi D adalah obat saluran nafas (flu, batuk). Obat-obat tersebut mempunyai frekuensi iklan yang paling tinggi, karena sakit kepala, demam, batuk, dan flu merupakan penyakit-penyakit ringan yang sering diderita oleh masyarakat,
(60)
sangat membutuhkan pengobatan dengan segera karena mengganggu aktivitas kerja sehari-hari, sehingga obat analgesik dan obat saluran nafas untuk penyakit-penyakit inilah yang paling banyak diiklankan oleh para produsen.
Pembagian kelas terapi seluruh obat tanpa resep di keempat stasiun televisi A, B, C, D disajikan dalam grafik berikut ini:
4.9 14.6 2.4 14.6 9.8 7.3 2.4 2.4 2.4 40.5 0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 30.0 35.0 40.0 45.0 P e r se n ta se (% ) Kelas Terapi
PERSENTASE KELAS TERAPI PADA KEEMPAT STASIUN TELEVISI
Obat analgesik (sakit kepala-demam)
Obat gizi dan darah
Obat saluran cerna (diare)
Obat saluran cerna (maag)
Obat saluran nafas (asma)
Obat saluran nafas (batuk -pilek)
Obat saluran nafas (batuk)
Obat saluran nafas (flu)
Obat saluran nafas (flu-batuk)
Obat topikal kulit (infeksi jamur)
Gambar 2. Distribusi frekuensi iklan obat tanpa resep pada tayangan acara untuk anak- anak pada keempat stasiun televisi A, B, C, D selama dua minggu (periode Juli 2006 berdasarkan kelas terapi
Dari grafik diketahui seluruh obat tanpa resep yang diiklankan di keempat stasiun televisi terbagi menjadi 10 macam kelas terapi. Obat analgesik (sakit kepala, demam), frekuensi iklannya paling tinggi. Hal ini menunjukkan obat
(61)
analgesik dengan indikasi sakit kepala, demam adalah obat-obat yang paling banyak dikonsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat.
3. Golongan Obat
Obat tanpa resep terdiri dari golongan obat bebas dan obat bebas terbatas. Berdasarkan grafik (Gambar 3), frekuensi iklan obat bebas di stasiun televisi B (100,0%).Hal ini menunjukkan stasiun televisi B paling banyak menayangkan iklan obat bebas. Sebaliknya stasiun televisi D paling banyak menayangkan iklan obat bebas terbatas (100,0%).
44.44 55.56
100.00
0.00
42.86 57.14
0.00 100.00
0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00
A B C D
Stasiun Televisi
PERSENTASE GOLONGAN OBAT PADA MASING-MASING STASIUN TELEVISI
Obat bebas
Obat bebas terbatas
Gambar 3. Distribusi frekuensi iklan obat tanpa resep pada tayangan acara untuk anak- anak pada masing-masing stasiun televisi A, B, C, D selama dua minggu (periode Juli 2006) berdasarkan golongan obat
Persentase frekuensi total pada keempat stasiun televisi A, B, C, D disajikan dalam Tabel V. Obat tanpa resep golongan obat bebas terbatas lebih banyak diiklankan daripada obat bebas. Frekuensi iklan obat bebas terbatas lebih tinggi daripada obat bebas, karena jenis obat bebas kebanyakan namanya sudah sangat terkenal di masyarakat sehingga beberapa di antaranya sudah tidak diiklankan lagi oleh produsennya.
(1)
Lampiran 9. Data distribusi frekuensi iklan obat tanpa resep pada tayangan
acara untuk anak-anak di stasiun televisi A selama dua minggu
Hari ke- JA & WT JI ∑F 1 Kartun
07.30-08.00 0
Canesten 1 2 Film
07.30-09.00 Panadol Extra 1 Biogesic Anak 2 3 Film
07.30-09.00 Panadol Extra 1 Reality show
08.00-08.30
0 4
Kartun
08.30-09.00 0
Kartun
07.00-07.30 0
Kartun
07.30-08.00 0
Kartun
08.00-08.30 0
Kartun
08.30-09.00 0
Kartun
09.00-09.30 0
Kartun
09.30-10.00 0
Kartun
10.00-10.30 0
5
Reality show 10.30-11.30
0
6 Kartun
07.30-08.00 Anakonidin 2
7 Kartun
07.30-08.00 Anakonidin 2
8 Reality show 08.00-08.30
0
Kartun
07.00-07.30 0
Kartun
07.30-08.00 0
Kartun
08.00-08.30 0
Kartun
08.30-09.00 0
Kartun
09.00-09.30 0
Kartun
09.30-10.00 0
Kartun
10.00-10.30 0
9
Reality show 10.30-11.30
0
10 Kartun
07.30-08.00 0
11 Kartun
07.30-08.00 0
12 Kartun
07.30-08.00 0
13 Kartun
07.30-08.00 0
14 Kartun
07.30-08.00 0
(2)
Lampiran 10. Data distribusi frekuensi iklan obat tanpa resep pada tayangan
acara untuk anak-anak di stasiun televisi B selama dua minggu
Hari ke- JA & WT JI ∑F
Kartun
07.00-07.30 0
Kartun
07.30-08.00 Biogesic Anak 1 Kartun
08.00-08.30 0
Kartun
08.30-09.00 0
Kartun
09.00-09.30 0
Kartun
09.30-10.00 0
Serial Anak 10.00-10.30
Biogesic Anak 1 Kartun
10.30-11.00 Biogesic Anak 1 5
Kartun
17.00-18.00 0
Kartun
07.00-07.30 0
Kartun
07.30-08.00 Biogesic Anak 1 Kartun
08.00-08.30 0
Kartun
08.30-09.00 0
Kartun
09.00-09.30 0
Kartun
09.30-10.00 0
Serial Anak 10.00-10.30
Biogesic Anak 1 9
Kartun
10.30-11.00 Biogesic Anak 1
Total 5
Keterangan :
JA : Jenis Acara WT : Waktu Tayang JI : Jenis Iklan ΣF : Jumlah Frekuensi
(3)
Lampiran 11. Data distribusi frekuensi iklan obat tanpa resep pada tayangan
acara untuk anak-anak di stasiun televisi C selama dua minggu
Hari ke- JA & WT JI ∑F
1 Sinetron
18.00-19.00 Laserin 1
Laserin 1 Vicks Formula 44 1
2 Sinetron 18.00-19.00
Biogesic anak 1 3 Sinetron
18.00-19.00 Biogesic anak 1 5 Sinetron
18.00-19.00 Neo Napacin 2 6 Sinetron
18.00-19.00 Neosanmaag Fast 1 7 Sinetron
18.00-19.00 Biogesic anak 1
Neo Entrostop 1 9 Sinetron
18.00-19.00 Neo Napacin 1 10 Sinetron
18.00-19.00 0
Ultraflu 1 Neo Ultracap 1
11 Sinetron 18.00-19.00
Neo Ultrasillin 1 12 Sinetron
18.00-19.00 Laserin 1
Vicks Formula 44 1 13 Sinetron
18.00-19.00 Bodrex Migra 2 Bodrex Migra 2 14 Sinetron
18.00-19.00 Laserin 1
Total 21
Keterangan :
JA : Jenis Acara WT : Waktu Tayang JI : Jenis Iklan ΣF : Jumlah Frekuensi
(4)
Lampiran 12. Data distribusi frekuensi iklan obat tanpa resep pada tayangan
acara untuk anak-anak di stasiun televisi D selama dua minggu
Hari ke- JA & WT JI ∑F
Sinetron
08.00-09.00 Mixagrip Flu dan batuk 1 1
Kartun
16.00-16.30 0
Sinetron
08.00-09.00 Mixagrip Flu dan batuk 2 2
Kartun
16.00-16.30 0
Kartun
07.00-07.30 0
3
Kartun
16.00-16.30 0
Kartun
08.00-08.30 0
4
Kartun
16.00-16.30 0
6 Kartun
16.00-16.30 0
7 Kartun
16.00-16.30 0
8 Kartun
08.00-08.30 0
Kartun
16.00-16.30 0
9 Kartun
15.00-16.00 0
Kartun
16.00-17.00 0
10
Sinetron
19.00-20.00 Mixagrip Flu dan batuk 3 11 Kartun
16.00-17.00 0
12 Kartun
16.00-17.00 0
Kartun
16.00-17.00 0
13
Kartun
16.00-16.30 0
Kartun
07.00-07.30 0
14
Kartun
16.00-17.00 0
Total 6
Keterangan :
JA : Jenis Acara WT : Waktu Tayang JI : Jenis Iklan ΣF : Jumlah Frekuensi
(5)
Lampiran 13. Data kelengkapan informasi dan klaim indikasi iklan obat tanpa resep pada tayangan acara untuk anak-anak di stasiun
televisi A, B, C, D selama dua minggu (periode Juli 2006)
Kelengkapan Informasi Iklan Industri Farmasi No Jenis Obat
ZA ND Indikasi KI PP
Nama Alamat ESO
Klaim Indikasi
2. Anakonidin ─ + + ─ + + ─ + meredakan batuk, tenggorokan gatal, dan hidung tersumbat pada anak
4. Biogesic Anak ─ + + ─ + + ─ ─ efektif meredakan demam anak
7. Bodrex Migra + + + ─ + + ─ ─ untuk sakit kepala sebelah
10. Canesten + + + ─ + + ─ ─ atasi gatal jamur, cabut jamur sampai ke akar
20. Laserin + + + ─ + + ─ ─ untuk batuk
21. Mixagrip Flu & Batuk + + + ─ + + ─ ─ efektif redakan flu dan batuk sekaligus
23. Neo Entrostop ─ + + ─ + + ─ ─ untuk diare yang tak bisa berhenti
24. Neo Napacin ─ + + ─ + + ─ ─ untuk sesak nafas akibat asma
27. Neo Ultracap + + + ─ + + ─ ─ mengatasi letih, lesu, capek, pegal-pegal
28. Neo Ultrasiline ─ + + ─ + ─ ─ ─ efektif untuk panu dan kutu air
29. Neosanmag Fast + + + ─ + + ─ ─ obat maag : menetralkan asam lambung dan mengurangi asam lambung
36. Panadol Extra ─ + + ─ + ─ ─ ─ efektif untuk sakit kepala tak tertahankan
44. Ultraflu ─ + + ─ + + ─ ─ meredakan flu
45. Vicks Formula 44 ─ + + ─ + + ─ ─ meredakan batuk dan membantu istirahat
Ket : ZA = Zat Aktif, ND = Nama Dagang, KI = Kontraindikasi, PP = Peringatan-Perhatian, ESO = Efek Samping Obat, (+) = ada, (─) = tidak ada
(6)