UPAYA MENINGKATAN PEMAHAMAN TENTANG REPRODUKSI SEHAT MELALUI DISKUSI KELOMPOK KECIL PADA SISWA KELAS X DI SMKN I SANDEN BANTUL.

(1)

UPAYA MENINGKATKAN PEMAHAMAN TENTANG REPRODUKSI SEHAT MELALUI DISKUSI KELOMPOK KECIL PADA SISWA

KELAS X DI SMK NEGERI 1 SANDEN BANTUL

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Ratih Wulansari NIM 06104244070

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

(3)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar karya saya sendiri. Sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali sebagai acuan atau kutipan dengan mengikuti tata penulisan karya ilmiah yang telah lazim.

Tanda tangan dosen penguji yang tertera dalam halaman pengesahan adalah asli. Jika tidak asli, saya siap menerima sanksi ditunda yudisium pada periode berikutnya.

Yogyakarta, Juni 2013 Yang menyatakan,

Ratih Wulansari NIM 06104244070


(4)

(5)

MOTTO

Jadikanlah Kekecewaan Masa Lalu Menjadi Senjata Sukses Masa Depan. ( Penulis )


(6)

PERSEMBAHAN

Penulis mempersembahkan skripsi ini kepada:

1. Bapak Ibu tercinta yang tiada hentinya mendoakan, mendukung dan memberikan nasehat, terimakasih untuk doa dan semangat yang diberikan selama ini.

2. Agama, Nusa dan Bangsa. 3. Almamaterku.


(7)

UPAYA MENINGKATAN PEMAHAMAN TENTANG REPRODUKSI SEHAT MELALUI DISKUSI KELOMPOK KECIL PADA SISWA KELAS

X DI SMKN I SANDEN BANTUL Oleh

RatihWulansari NIM 06104244070

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman siswa tentang reproduksi sehat pada siswa kelas X RPL dan TPHPI di SMKN I Sanden melalui metode diskusi kelompok kecil.

Penelitian ini adalah penelitian tindakan dengan subyek penelitian yaitu siswa kelas X RPL dan TPHPI di SMKN I Sanden.Subjek dalam penelitian ini 8 siswa, pengambilan subjek dilakukan secara purposive sampling (sample bertujuan). Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan observasi, wawancara dan dokumentasi, sedangkan instrumen yang digunakan adalahskala reproduksi sehat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemahaman siswa tentang reproduksi sehat dapat dikembangkan melalui diskusi kelompok kecil pada siswa kelas X RPL dan TPHPI di SMKN I Sanden.Hal ini dapat dilihat dari hasil perbandingan antara hasil pre-test dengan hasil post-test yang mengalami dimilikinya. Peningkatan sangat signifikan. Hasil pre-test51,75%, setelah dilakukan tindakan dan post-testmengalami peningkatan menjadi 77,63%. Teknik diskusi kelompok kecil dapat meningkatkan pemahaman reproduksi sehatsiswa karena siswa menjadi mampu memahami, mengenal dirinya dan mampu menghargai dirinya sendiri yang dapat ditunjukkan dengan perilaku yakin pada kemampuan yang dimiliki.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan ridho serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penyusunan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya suatu usaha maksimal, bimbingan serta bantuan baik moril maupun materiil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada yang terhormat:

1. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberi izin untuk mengadakan penelitian, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Ketua Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan yang telah menyetujui judul ini.

3. Ibu Sri Iswanti, M. Pd. selaku dosen pembimbing I atas waktu dan kesabaran yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Sugiyanto, M. Pd. selaku dosen Pembimbing II yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak dan Ibu dosen prodi Bimbingan dan Konseling yang telah memberikan ilmu dan wawasan selama masa studi Penulis.

6. Kepala Sekolah SMK Negeri 1 Sanden yang telah memberikan ijin untuk mengadakan penelitian, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

7. Orang tua tersayang yang telah mengorbankan tenaga dan waktu untuk mendoakan, membesarkan, mendidik serta membiayai kuliah demi tercapai


(9)

8. Tarjo (Tedrik Sutiaji) terima kasih atas semangat dan dukungannya dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Sahabatku Wulan, Handa, Fitria, Heni, dan Puput terima kasih atas semangat dan diskusi-diskusi kecil tentang kehidupan yang membuat aku bisa bangkit menatap masa depan, kita akan selalu percaya bahwa semua akan indah pada waktunya.

10. Teman seperjuanganku Riska, Sisca, dan Astrid terimakasih atas motivasi dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

11. Sahabatku Miss Rempong terimakasih atas semangat dan dukungannya membuat aku bisa bangkit menatap masa depan, kita akan selalu percaya bahwa semua akan indah pada waktunya.

12. Mas Udin terimakasih telah membantu mengedit dan memberi semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.

13. Teman-teman BK semua angkatan, khususnya BK 2006 yang telah berbagi suka, duka serta pengalaman yang berharga bagiku.

14. Semua pihak yang telah memberikan bantuannya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Demikian pengantar dari penulis, semoga tugas akhir skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak terutama bagi pengembangan dunia pendidikan. Penulis menyadari masih terdapat kekurangan, maka saran dan kritik membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan selanjutnya.

Yogyakarta, Juni 2013 Penyusun


(10)

DAFTAR ISI

Hal

HALAMAN JUDUL... i

PERSETUJUAN ... ii

PERNYATAAN ... iii

PENGESAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 8

C. Batasan Masalah ... 8

D. Rumusan Masalah ... 9

E. Tujuan Penelitian ... 9

F. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Reproduksi Sehat ... 11

1. Pemahaman ... 11

2. Pengertian Reproduksi Sehat ... 12

3. Masalah-masalah reproduksi sehat yang umum terjadi ... 17

4. Faktor–faktor penyebab masalah reproduksi dan akibatnya .... 19

5. Materi Reproduksi Sehat ... 22


(11)

2. Ciri-ciri Remaja Awal ... 30

3. Tugas Perkembangan Masa Remaja ... 33

4. Fase-fase Remaja ... 35

5. Remaja dan Reproduksi Sehat ... 36

C. Diskusi Kelompok Kecil (Buzz groups Discussion) sebagai Teknik Bimbingan ... 39

1. Pengertian Diskusi Kelompok ... 39

2. Tujuan DiskusiKelompok ... 40

3. Keuntungan DiskusiKelompok ... 41

4. Langkah-langkah Diskusi Kelompok ... 42

5. Diskusi Kelompok Kecil (Buzz group Discussion) Tentang Reproduksi Sehat ... 44

D. Hipotesis Penelitian ... 45

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 46

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 48

C. Subyek Penelitian ... 48

D. Desain Penelitian ... 49

E. Rancangan Tindakan ... 50

F. Teknik Pengumpulan Data ... 53

G. Instrumen Penelitian... 55

H. Uji Validitas dan Realibilitas Instrumen ... 62

I. Teknik Analisis Data ... 65

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Sekolah ... 67

B. Data Subjek Penelitian ... 67

C. Persiapan Sebelum Tindakan ... 67

D. Pelaksanaan Penelitian Tindakan ... 68

E. Pelaksanaan Tindakan ... 72

1. Siklus I ... 72


(12)

3. Siklus III ... 76

4. Siklus IV ... 78

F. Observasi dan Wawancara ... 80

G. Pemberian Post-Test... 80

H. Pembahasan Hasil Penelitian ... 83

I. Keterbatasan Penelitian ... 87

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 88

B. Saran ... 88

DAFTAR PUSTAKA ... 90


(13)

DAFTAR TABEL

Hal

Tabel 1. Kisi-kisi Skala Konsep Reproduksi Sehat ... 58

Tabel 2. Kisi-kisi Lembar Observasi ... 60

Tabel 3. Kisi-kisi Wawancara Dengan Guru Pembimbing ... 61

Tabel 4. Kisi-kisi Wawancara Dengan Siswa ... 62

Tabel 5. Kriteria Pemahaman Siswa Akan Konsep Reproduksi Sehat ... 66

Tabel 6. Hasil Pre-Test ... 70

Tabel 7. Tindakan dan Materi ... 71

Tabel 8. Daftar Nama Anggota ... 72

Tabel 9. Perbandingan Skor Pemahaman Siswa Sebelum dan Sesudah Diskusi Kelompok Kecil ... 82


(14)

DAFTAR GAMBAR

Hal Gambar 1. Proses Penelitian Tindakan ... 49


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Hal

Lampiran 1. Lembar observasi ... 93

Lampiran 2. Wawancara Dengan Guru Pembimbing ... 97

Lampiran 3. Instrumen Kuesioner... 115

Lampiran 4. Hasil Uji Validitas Dan Reliabilitas ... 127

Lampiran 5. Hasil Pre Test dan Post Test ... 133

Lampiran 6. Materi Reproduksi Sehat ... 139

Lampiran 7. Surat Ijin Penelitian ... 155


(16)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Usia remaja merupakan salah satu tahap kehidupan manusia yang dianggap paling kritis. Hal ini dikarenakan masa ini merupakan tahap transisi menuju dewasa dimana dalam prosesnya merupakan pembentukan kepribadian. Pada masa ini gejolak darah mudanya sedang bangkit. Keinginan untuk mencari jati diri dan mendapatkan pengakuan dari keluarga serta lingkungan sangat tinggi. Remaja berperilaku tertentu yang dianggapnya mampu merefleksikan jati dirinya, sehingga eksistensinya diakui oleh keluarga serta lingkungan di sekitarnya. Namun terkadang untuk mendapatkan pengakuan dari lingkungan, remaja melakukan hal-hal yang di luar etika dan aturan normatif. Remaja menghendaki kebebasan dalam menentukan jati diri dan bentuk perilaku tertentu. Akan tetapi, mereka dihadapkan pada berbagai pengaruh, dari orang tua, media, sekolah, kelompok pertemanan dan masyarakat. Hal ini membuat remaja sering menghadapi dilema, sehingga remaja membutuhkan bimbingan yang dapat diterima tanpa merampas hak mereka sebagai remaja.

Remaja merupakan masa yang sangat rentan terhadap hal-hal yang negatif karena remaja mengalami perubahan pada aspek fisik yang berkaitan dengan dorongan perkembangan naluri seksualnya. Beberapa ciri perubahan pada aspek fisik remaja antara lain ditandai dengan datangnya menarche dan timbulnya payudara pada remaja perempuan atau terjadinya pertumbuhan testis dan berubahnya pita suara pada laki-laki dan (Rumini & Sundari, 2004: 41). Selain perubahan tersebut di atas, perubahan fisik yang erat kaitannya dengan dorongan


(17)

seksual pada remaja, dan upaya untuk memenuhi dorongan tersebut remaja akan mencari informasi tersebut berasal dari media massa baik cetak maupun elektronik (Sarwono,1999: 32).

Salah satu realita negatif yang terjadi pada usia remaja adalah terjadinya pergaulan bebas seperti seks pra nikah. Berdasarkan survei Komisi Perlindungan Anak (KPA) yang dilakukan terhadap 4.500 remaja di 12 kota besar seluruh Indonesia ditemukan hasil bahwa 62,7% remaja mengaku pernah berhubungan badan, 93% remaja pernah berciuman, dan 21% remaja telah melakukan aborsi (Kompas.com, 9/5/2010). Data yang mencengangkan juga pernah dirilis oleh Sony Adi Setiawan, seorang dosen di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Menurutnya, 750 hingga 900 video porno sudah dibuat dan diedarkan di Indonesia. Mayoritas merupakan video amatir hasil rekaman kamera ponsel. Pembuatnya 90% kawula muda, dari pelajar SMP hingga mahasiswa.

Menurut Kartono (1992) perilaku seksual pranikah adalah perilaku seksual yang dilakukan sebelum adanya ikatan perkawinan yang sah. Perilaku ini dapat dikategorikan sebagai perilaku yang menyimpang, sebab perilaku seksual yang dilakukan di luar perkawinan tersebut merupakan perbuatan berzina. Norma-norma yang berlaku hanya membenarkan perilaku seksual jika sudah ada ikatan perkawinan yang sah antara dua orang yang berlawanan jenis kelamin.

Masalah ini seringkali muncul dalam kehidupan remaja karena mereka ingin mencoba-coba segala hal, termasuk yang berhubungan dengan fungsi ketubuhannya yang juga melibatkan pasangannya. Namun dibalik itu semua, faktor internal yang paling mempengaruhi perilaku seksual remaja sehingga mengarah pada perilaku seksual pranikah pada remaja adalah berkembangnya


(18)

organ seksual. Gonads (kelenjar seks) yang tetap bekerja (seks primer) bukan saja berpengaruh pada penyempurnaan tubuh (khususnya yang berhubungan dengan ciri-ciri seks sekunder), melainkan juga berpengaruh jauh pada kehidupan psikis, moral, dan sosial.

Kondisi pada remaja tersebut menunjukkan kondisi yang semakin memprihatinkan manakala seakan mendapatkan dukungan dari lingkungan media yang menghadirkan berbagai tayangan yang mengeksploitasi tema-tema seks dan pergaulan bebas. Eksploitasi seksual dalam video klip, majalah, televisi dan film-film ternyata mendorong para remaja untuk melakukan aktivitas seks secara sembarangan di usia muda. Dengan melihat tampilan atau tayangan seks di media, para remaja itu beranggapan bahwa seks adalah sesuatu yang bebas dilakukan oleh siapa saja, dimana saja (KapanLagi.com, 2006).

Konteks media khususnya media televisi, sebenarnya sudah ada mekanisme yang memberikan pembatasan dalam hal penayangan suatu acara, yaitu dengan dibentuknya Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Diantaranya KPI mengeluarkan Pasal 44 yang menyebutkan bahwa Lembaga Penyiaran dilarang menyiarkan adegan tarian dan atau lirik yang dapat dikategorikan sensual, menonjolkan seks, membangkitkan hasrat seksual atau memberi kesan hubungan seks. Namun demikian dalam prakteknya terjadi konflik kepentingan antara kalangan regulator (Pemerintah melalui KPI) dengan industri media yang menjadikan Pasal tersebut tidak dapat diterapkan secara maksimal.

Di dunia maya, saat ini ada sekitar empat juta situs web pornografi. Sebanyak 90 ribu di antaranya menampilkan pornografi anak-anak. (Koran


(19)

Tempo, 16 Mei 2010). Sementara pengakses internet terbesar menurut hasil riset Yahoo Indonesia dan Taylor Nelson Sofres pada tahun 2009 adalah kalangan remaja usia 15-19 tahun, yakni sebesar 64%.

Pada kehidupan psikis remaja, perkembangan organ seksual mempunyai pengaruh kuat dalam minat remaja terhadap lawan jenis kelamin. Ketertarikkan antar lawan jenis ini kemudian berkembang ke pola kencan yang lebih serius serta memilih pasangan kencan dan romans yang akan ditetapkan sebagai teman hidup. Sedangkan pada kehidupan moral, seiringan dengan bekerjanya gonads, tak jarang timbul konflik dalam diri remaja. Masalah yang timbul yaitu akibat adanya dorongan seks dan pertimbangan moral sering kali bertentangan. Bila dorongan seks terlalu besar sehingga menimbulkan konflik yang kuat, maka dorongan seks tersebut cenderung untuk dimenangkan dengan berbagai dalih sebagai pembenaran diri (www.isekolah.org).

Berdasarkan realita di atas, maka seyogyanya perlu lebih diintensifkan upaya pencegahan perilaku pergaulan bebas di kalangan remaja. Dalam konteks pendidikan, maka dibutuhkan adanya upaya pemahaman serta penyadaran kepada generasi muda akan perlunya menjaga sikap dan pergaulan. Oleh sebab itu kepada siswa perlu diberikan bekal wawasan dan pengetahuan tentang reproduksi sehat. Reproduksi merupakan proses melanjutkan keturunan melalui hubungan seks antara pria dan wanita, sehingga seorang wanita akan menjadi hamil. Sedangkan batasan reproduksi sehat adalah terjadi antara pria dan wanita yang terikat oleh pernikahan yang sah serta tidak melakukan hubungan seks secara bebas dengan pasangan yang bukan suami/ istri yang sah (BKKBN, 2002).


(20)

Pentingnya menjaga kesehatan reproduksi agar tidak terkena penyakit menular seksual (PMS), seperti Gonorhea (Kencing Nanah), Sifilis, Herpes Genital, Keputihan (Fluor Albus), dan AIDS. Penyakit-penyakit itu sangat berdampak buruk bagi kesehatan reproduksi, dimana remaja rentan akan terkena penyakait menular seksual. Oleh karena itu perlu diberikan pemahaman tentang reproduksi sehat (http://abdurrohman.blogspot.com).

Konteks pendidikan di sekolah, jika siswa telah memiliki bekal pemahaman yang memadai tentang reproduksi sehat, maka siswa diharapkan dapat lebih mengenal dampak negatif pergaulan bebas dan sebagai gantinya siswa akan dapat menumbuhkan kesadaran untuk berperilaku lebih baik. Adapun salah satu media yang dapat digunakan bagi pembelajaran tentang reproduksi sehat adalah bimbingan konseling melalui bimbingan kelompok.

Studi pendahuluan yang dilakukan peneliti melalui wawancara dengan salah satu guru bimbingan dan konseling SMKN 1 Sanden Bantul diketahui bahwa informasi tentang reproduksi sehat kurang diberikan secara maksimal, sehingga menyebabkan rendahnya pemahaman siswa terhadap pemahaman tentang reproduksi sehat. Hal ini dimaklumi karena kurangnya kesempatan yang diberikan kepada guru bimbingan dan konseling untuk melakukan bimbingan klasikal sehingga guru bimbingan dan konseling kurang dapat melakukan variasi dalam memberikan bimbingan kelompok khususnya diskusi kelompok. Menurut salah satu guru bimbingan dan konseling di sekolah tersebut, Kelas X RPL dan TPHP merupakan salah satu kelas dimana tingkat pemahaman tentang reproduksi


(21)

sehat termasuk rendah. Di kelas ini banyak siswa yang melanggar peraturan sekolah mengenai rambu-rambu reproduksi sehat.

SMK N 1 Sanden Bantul juga telah menyelenggarakan layanan bimbingan tentang reproduksi sehat kepada siswanya, terutama siswa kelas X. Materi ini dikemas sebagai salah satu materi tambahan. Selama ini materi tentang reproduksi sehat disampaikan dengan sistem klasikal. Dalam metode ini, sistem pembelajaran tersentralisir kepada guru. Dalam upaya untuk lebih mendorong interaksi siswa dalam proses penyampaian pengetahuan tentang reproduksi sehat, maka metode diskusi kelompok dapat menjadi alternatif.

Bimbingan kelompok merupakan suatu teknik dalam layanan bimbingan yang bertujuan untuk membentu siswa dalam memecahkan permasalahan melalui kegiatan kelompok. Bimbingan kelompok diselenggarakan untuk memberikan informasi yang bersifat personal, sosial dan vokasional. Interaksi sosial yang intensif dan dinamis yang terjadi selama proses bimbingan kelompok dapat mencapai tujuan layananan, yakni memenuhi kebutuhan-kebutuhan individu anggota kelompok (Prayinto, 1999: 309). Adapun bentuk-bentuk bimbingan kelompok terdiri dari Home Room Program, karya wisata, diskusi kelompok, kegiatan kelompok, organisasi murid, sosiodrama, dan psikodrama (Djumhur dan Surya, 1975: 107).

Teknik diskusi merupakan satu teknik belajar mengajar yang dilakukan oleh seorang guru di sekolah. Di dalam diskusi ini terdapat proses interaksi antara dua atau lebih individu yang terlibat saling tukar menukar pengalaman, informasi, memecahkan masalah, dapat terjadi semuanya aktif tidak ada yang pasif sebagai


(22)

pendengar saja (Roestiyah, 2001). Oleh sebab itu diskusi merupakan pembelajaran yang bersifat interaktif. Manakala salah satu di antara siswa berbicara maka siswa yang lain menjadi bagian dari kelompok yang aktif mendengarkan. Siapa yang berbicara terlebih dahulu dan begitu pula yang menanggapi tidak harus diatur lebih dahulu. Dalam diskusi, setiap kali siswa saling menanggapi jawaban temannya atau berkomentar terhadap jawaban yang diajukan siswa lain (Suprihadi, dkk., 2000).

Penelitian ini difokuskan pada upaya peningkatan pemahaman siswa tentang reproduksi sehat melalui diskusi kelompok kecil pada siswa Kelas X di SMK N 1 Sanden Bantul. Adapun lingkup kajian tentang reproduksi sehat dalam penelitian ini meliputi batasan reproduksi sehat, dampak negatif dari pergaulan bebas, beragam resiko pada pernikahan usia muda, bahaya aborsi serta permasalahan reproduksi lain yang berkenaan dengan budaya.

Pemilihan kelas X didasari oleh pertimbangan bahwa dilihat dari tingkatan usia, pada umumnya siswa kelas X masuk kategori remaja awal. Analisis diarahkan untuk mengukur tingkat pemahaman siswa tentang reproduksi sehat yang dilakukan melalui diskusi kelompok kecil. Dalam penelitian ini digunakan diskusi kelompok kecil karena diskusi kelompok kecil dianggap akan lebih cepat dan efisien membantu siswa dalam menyelesaikan masalah. Diskusi kelompok kecil memiliki kelebihan dalam hal adanya interaksi antara individu sehingga masing-masing individu akan memiliki kesempatan yang sama untuk memberikan kontribusi.


(23)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan hal tersebut, maka identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Masa remaja merupakan masa yang rentan terhadap hal-hal negatif seperti pergaulan bebas.

2. Tingkat pergaulan bebas remaja yang tinggi memiliki resiko terjadi seks pra nikah.

3. Media massa memberikan kontribusi dalam memasok informasi yang buruk tentang aneka ragam pergaulan remaja.

4. Dunia maya banyak memasok web pornografi sementara pengakses internet terbesar adalah kalangan remaja.

5. Pergaulan bebas pada remaja berpotensi melahirkan perilaku yang menyimpang dari rambu-rambu reproduksi yang sehat.

6. Rendahnya pemahaman siswa terhadap pengetahuan tentang reproduksi sehat. 7. Guru bimbingan dan konseling kurang maksimal dalam memberikan informasi

tentang reproduksi sehat.

8. Guru bimbingan dan konseling kurang diberi kesempatan untuk melakukan bimbingan klasikal khususnya diskusi kelompok.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan pemaparan identifikasi masalah di atas, maka penelitian ini lebih memprioritaskan pada peningkatan pemahaman siswa tentang reproduksi sehat pada siswa Kelas X RPL dan TPHP di SMK N 1 Sanden Bantul.


(24)

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan hal tersebut, maka dalam penelitian ini penulis merumuskan permasalahan, sebagai berikut:

1. Apakah diskusi kelompok kecil dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang reproduksi sehat pada siswa Kelas X RPL dan TPHP di SMK N 1 Sanden Bantul?

2. Bagaimakah meningkatkan pemahaman tentang reproduksi sehat melalui diskusi kecil pada siswa Kelas X RPL dan TPHP di SMK N 1 Sanden Bantul? E. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk meningkatkan pemahaman tentang reproduksi sehat melalui diskusi

kelompok kecil pada siswa Kelas X RPL dan TPHP di SMK N 1 Sanden Bantul. 2. Untuk mengetahui proses diskusi kelompok kecil dalam meningkatkan pemahaman tentang reproduksi sehat pada siswa Kelas X RPL dan TPHP di SMK N 1 Sanden Bantul.

F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

a. Menambah pengetahuan yang lebih luas tentang ilmu bimbingan dan konseling.

b. Mendalami pengetahuan tentang reproduksi sehat.

c. Mendalami pengetahuan mengenai layanan bimbingan kelompok dengan diskusi kelompok.


(25)

2. Manfaat Praktis a. Bagi guru BK

1) Pertimbangan guru bimbingan dan konseling dalam meningkatkan layanan bimbingan kelompok dalam bentuk diskusi kelompok.

2) Bahan masukan guru bimbingan dan konseling sehingga dalam proses pendampingan, siswa mampu memahami tentang reproduksi yang sehat melalui layanan bimbingan pribadi sosial.

b. Bagi siswa

Siswa dapat lebih memahami tentang reproduksi sehat sehingga siswa dapat menghindari seks bebas.


(26)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Reproduksi Sehat

1. Pemahaman

Menurut Suparno (1998: 21) pemahaman dapat diartikan sebagai penguasaan sesuatu dengan pikiran. Penguasaan yang dimaksudkan disini adalah mengerti secara mental, makna-maknanya, tujuan serta aplikasinya dalam kehidupan. Dengan demikian, siswa dikatakan memahami suatu materi bila siswa tersebut dapat mengorganisasikan kembali pengalaman-pengalamannya dalam menyerap materi dalam suatu informasi untuk memecahkan soal-soal yang berkenaan dengan materi tersebut.

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia (2002) pemahaman adalah proses, cara, perbuatan memahami dan memahamkan. Sedangkan menurut Suharsimi Arikunto (2005: 137), pemahaman (comprehension) adalah mempertahankan, membedakan, menduga (estimate), menerangkan, memperluas, menyimpulkan, menggeneralisasi, memberi contoh, menuliskan kembali dan memperkirakan. Dapat diartikan bahwa dalam memberikan materi berarti harus mengerti maksud dan tujuannya, sehingga menyebabkan siswa dapat memahami materi yang diberikan tersebut dan siswa dapat menerangkan kembali materi yang telah diberikan serta dapat menyimpulkannya.

Pemahaman oleh Bloom (Mudhoffir, 1987: 118) dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mengerti, menginterpretasikan dan menyatakan kembali dalam bentuk lain. Batasan di atas menunjukkan ada tiga aspek dalam pemahaman, yaitu:


(27)

a. Kemampuan mengenali, yaitu kemampuan untuk mengenal obyek yang hendak dipahami

b. Kemampuan menjelaskan, merupakan kemampuan menyerap arti secara lengkap

c. Kemampuan untuk memberikan kesimpulan dari informasi yang diterima. 2. Pengertian Reproduksi Sehat

Beberapa waktu yang lampau masalah remaja dengan alat reproduksinya kurang mendapat perhatian karena umur relatif muda, masih dalam status pendidikan sehingga seolah-olah bebas dari kemungkinan menghadapi masalah penyakit yang berkaitan dengan alat reproduksinya. Namun saat ini terbukti bahwa remaja yang sedang mencari identitas diri telah sangat mudah menerima informasi dunia berkaitan dengan masalah fungsi alat reproduksinya sehingga cenderung menjurus ke arah pelaksanaan hubungan seksual yang semakin bebas.

Istilah reproduksi berasal dari kata “re” yang artinya kembali, “produksi” artinya menghasilkan. Jadi reproduksi berarti suatu proses melanjutkan keturunan pada manusia demi kelestarian hidup manusia. Sedangkan yang dimaksud dengan reproduksi sehat adalah kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang utuh dan bukan hanya tidak ada penyakit atau kelemahan dalam segala hal yang berhubungan dengan system reproduksi dan fungsi serta prosesnya. (ICDP Kairo,1994).

Adapun WHO (World Health Organization) memberikan batasan tentang kesehatan reproduksi, sebagai berikut:

Within the framework of WHO's definition of health as a state of complete physical, mental and social well-being, and not merely the absence of


(28)

disease or infirmity, reproductive health addresses the reproductive processes, functions and system at all stages of life. Reproductive health, therefore, implies that people are able to have a responsible, satisfying and safe sex life and that they have the capability to reproduce and the freedom to decide if, when and how often to do so.

(http://www.who.int/topics/reproductive_health/en/) Berdasarkan pernyataan di atas, dapat dipahami bahwa dalam kerangka WHO (World Health Organization), kesehatan didefinisikan sebagai keadaan fisik, mental dan kesejahteraan sosial, dan bukan sekedar tidak adanya penyakit atau kelemahan. Sedangkan kesehatan reproduksi membahas proses reproduksi, fungsi dan sistem pada semua tahap kehidupan. Oleh karena itu, kesehatan reproduksi menyiratkan bahwa orang-orang dapat memiliki kehidupan, seks yang bertanggung jawab memuaskan dan aman dan bahwa mereka memiliki kemampuan untuk bereproduksi dan kebebasan untuk memutuskan apakah, kapan dan seberapa sering untuk melakukannya.

Sedangkan menurut BKKBN (2007) reproduksi sehat adalah kondisi dimana wanita dan pria sebagai pasangan suami istri dapat hubungan seksual secara aman, dengan atau tujuan terjadinya kehamilan, dan bila kehamilan diinginkan wanita hamil pada umur yang tepat dan dengan jarak kelahiran yang cukup sehingga dimungkinkan menjalani kehamilan dengan aman. Reproduksi merupakan proses melanjutkan keturunan melalui hubungan seks antara pria dan wanita, sehingga seorang wanita akan menjadi hamil. Sedangkan batasan reproduksi sehat adalah terjadi antara pria dan wanita yang terikat oleh pernikahan yang sah serta tidak melakukan hubungan seks secara bebas dengan pasangan yang bukan suami/ istri yang sah (BKKBN, 2002).


(29)

Sementara itu, Konferensi International Kependudukan dan Pembangunan (1994) memberikan batasan tentang kesehatan reproduksi sebagai keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial yang utuh dalam segala hal yang berkaitan dengan fungsi, peran & sistem reproduksi. Pengertian sehat disini tidak semata-mata berarti bebas penyakit atau bebas dari kecacatan namun juga sehat secara mental serta sosial kultural.

The 1994 International Conference on Population and Development in Cairo and the 1995 Fourth World Conference on Women held in Beijing memberikan perspektif yang lebih luas tentang reproduksi sehat.

Implicitly in this last condition are the right of men and women to e informed and to have access to safe, effective, affordable and acceptable methods of family planning of their choice, as well as other methods of their choice for regulations of fertility which are not against the law and the right of access to appropriate health-care services that will enable women to go safely through pregnancy and childbirth and provide couples with the best chance of having a healthy infant. In line with the above definition of reproductive health, reproductive health care is defined as the constellation of methods, techniques and services that contribute to reproductive health and well-being by preventing and solving reproductive health problems. It also includes sexual health, the purpose of which is the enhancement of life and personal relations, and not merely counselling and care related to reproduction and sexually transmitted

diseases.”

(http://www.adelaide.edu.au/rcrh/about/cairo_definition.pdf) Berdasarkan pernyataan di atas, dapat dipahami bahwa adalah merupakan hak pria dan wanita untuk mendapatkan informasi dan memiliki akses ke metode yang aman, efektif, terjangkau dan dapat diterima keluarga berencana pilihan mereka, serta metode lain pilihan mereka untuk peraturan kesuburan yang tidak melawan hukum dan hak akses yang tepat layanan kesehatan yang akan memungkinkan perempuan untuk pergi dengan aman melalui kehamilan dan


(30)

persalinan dan memberikan pasangan dengan kesempatan terbaik untuk memiliki bayi yang sehat. Sejalan dengan definisi di atas tentang kesehatan reproduksi, kesehatan reproduksi didefinisikan sebagai konstelasi metode, teknik dan jasa yang berkontribusi terhadap kesehatan reproduksi dan kesejahteraan dengan pencegahan dan penyelesaian masalah kesehatan reproduksi. Ini juga mencakup kesehatan seksual, tujuan yang merupakan peningkatan kehidupan dan hubungan pribadi, dan bukan hanya konseling dan perawatan yang berhubungan dengan reproduksi dan penyakit menular seksual.

Secara sosial hubungan seks baru diperbolehkan bila telah terikat dalam perkawinan. Di tengah masyarakat Indonesia yang berdasarkan Pancasila, belum dapat diterima kehamilan tanpa status perkawinan yang resmi atau hidup bersama tanpa perkawinan. Menghadapi gerakan keluarga berencana dianjurkan untuk menikah pada usia yang relatif dewasa (20 – 25 tahun) sehingga diperlukan waktu panjang mencapai umur itu.

Menghadapi penundaan perkawinan ini para remaja memerlukan penyaluran diri sehingga terhindar dari berbagai aspek hubungan seks yang dilakukan secara semborono. Hubungan seks yang bebas sudah tentu akan menimbulkan akibat yang tidak diinginkan yaitu kehamilan yang belum dikehendaki, penyakit radang panggul, hingga akhirnya terjadi kemandulan (Manuaba, 1998: 20).

Seksualitas dan kesehatan reproduksi remaja didefinisikan sebagai keadaan sejahtera fisik dan psikis seorang remaja, termasuk keadaan terbebas dari kehamilan yang tak dikehendaki, aborsi yang tidak aman, penyakit menular


(31)

seksual (PMS) ter-masuk HIV/AIDS, serta semua bentuk kekerasan dan pemaksaan seksual (FCI, 2000) (http://www.kesrepro.info).

Kebutuhan dan jenis risiko kesehatan reproduksi yang dihadapi remaja mempunyai ciri yang berbeda dari anak-anak ataupun orang dewasa. Jenis risiko kesehatan reproduksi yang harus dihadapi remaja antara lain adalah kehamilan, aborsi, penyakit menular seksual (PMS), kekerasan seksual, serta masalah keterbatasan akses terhadap informasi dan pelayanan kesehatan. Risiko ini dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berhubungan, yaitu tuntutan untuk kawin muda dan hubungan seksual, akses terhadap pendidikan dan pekerjaan, ketidaksetaraan jender, kekerasan seksual dan pengaruh media massa maupun gaya hidup (http://www.kesrepro.info).

Pengertian di atas memberikan batasan yang cukup jelas tentang komponen reproduksi sehat yang diantaranya meliputi hubungan seks antara pria dan wanita, adanya kehamilan yang diakibatkan hubungan tersebut, terikat oleh pernikahan yang sah serta tidak melakukan hubungan seks secara bebas dengan pasangan yang bukan suami/ istri yang sah. Selain itu, reproduksi sehat juga mengacu pada keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial yang utuh dalam segala hal yang berkaitan dengan fungsi, peran dan sistem reproduksi termasuk keadaan terbatas, dari kehamilan yang tidak dikehendaki, aborsi yang aman, penyakit menulas seks (PMS) serta bentuk kekerasan dan pelecehan seksual.

3. Masalah-masalah Reproduksi Sehat yang Umum Terjadi

Salah satu aspek yang menentukan kesehatan reproduksi adalah masalah perawatan kesehatan reproduksi. Perawatan kesehatan reproduksi merupakan


(32)

suatu kumpulan metode, teknik, dan pelayanan yang mendukung kesehatan reproduksi dan kesejahteraan melalui pencegahan dan penanganan masalah-masalah kesehatan reproduksi mencakup perawatan kesehatan seksual yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup dan hubungan antar pribadi. Perawatan kesehatan reproduksi perlu dilaksanakan pada jenjang perawatan kesehatan primer yang mencakup berbagai pelayanan yang terkait satu sama lain, sebagai berikut (Kusmiran, 2011: 96):

a. Bimbingan dalam pelaksanaan keluarga berencana, termasuk di dalamnya ialah pemberian pendidikan, komunikasi, informasi, konseling dan pelayanan kontrasepsi.

b. Pendidikan dan pelayanan perawatan prenatal. c. Penanganan proses kelahiran yang aman.

d. Perawatan pasca natal khususnya pemberian ASI, perawatan kesehatan bayi, anak dan ibu.

e. Pencegahan dan pengobatan yang memadai terhadap kemandulan (infertilitas). f. Penanganan masalah aborsi.

g. Pengobatan infeksi saluran reproduksi.

h. Penyakit yang ditularkan secara seksual termasuk penyakit HIV/ AIDS dan kanker alat reproduksi.

i. Informasi pendidikan dan konseling tentang seksualitas sesuai umur, termasuk pengetahuan reproduksi bagi remaja agar menjadi orang tua yang bertanggung jawab.


(33)

Selain itu menurut BKKBN (2009) masalah yang ada pada reproduksi sehat yang umumnya terjadi pada remaja:

a. Seks bebas yang berrsiko pada kehamilan di luar nikah.

b. Penyakit menular seksual (PMS) seperti Gonorrhoea (GO), Sifilis (LUES), Herpes Ginatal, Chlamydia, dan HIV AIDS.

c. Kekerasan seksual pada perempuan seperti pelecehan seksual dan pemerkosaan.

d. Aborsi yang di karenakan kehamilan tidak diinginkan oleh remaja yang belum menikah sehingga akan menggugurkan kandungannya (aborsi) karena merasa malu.

Selain masalah perawatan reproduksi sehat, aspek yang juga perlu dipahami terkait dengan reproduksi sehat yaitu adanya potensi penyakit yang diakibatkan buruknya tingkat reproduksi sehat. Beberapa diantaranya dikenal sebagai penyakit menular seksual (PMS). Penyakit Menular Seksual (PMS) merupakan penyakit yang menular melalui hubungan seksual. Penyakit menular seksual ini akan lebih berisiko bila melakukan hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan baik melalui vagina, oral maupun anal.

4. Faktor-faktor Penyebab Masalah Reproduksi Sehat

Faktor-faktor penyebab masalah kesehatan reproduksi dan akibatnya dapat diklasifikasikan, sebagai berikut:

a. Pergaulan bebas

Pergaulan bebas dapat berdampak pada terjangkitnya pelaku oleh virus IMS/ HIV. Pergaulan bebas juga dapat mendorong ke perilaku seks bebas, dimana


(34)

dampak buruknya dapat berupa terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan. Selanjutnya dampak buruk berikutnya adalah terjadinya praktek aborsi.

b. Pernikahan usia muda

Pernikahan muda berpotensi terjadinya kehamilan di usia muda. Jika tidak direspon secara tepat, kehamilan di usia muda berpotensi mendorong terjadinya praktek aborsi.

c. Prostitusi

Sama halnya dengan pergaulan bebas, prostitusi sangat besar berdampak pada kehamilan yang tidak diinginkan dan berpotensi berujung pada praktek aborsi. Prostitusi juga mengancam pelakunya dengan dampak yang tidak kalah buruknya, yaitu terjangkit oleh virus IMS/ HIV.

d. Khitan perempuan (memotong klitoris)

Praktek khitan pada perempuan yang dilakukan dengan memotong klitoris berpotensi menyebabkan infeksi maupun pendarahan. Jika tidak ditangani secara cepat dan tepat, kondisi tersebut dapat mengakibatkan kematian.

e. Percaya terhadap mitos

Ada beberapa mitos yang tidak benar dan dapat berakibat gangguan pada kesehatan reproduksi perempuan.

f. Melahirkan dengan dukun bayi yang tidak terlatih

Proses persalinan membutuhkan penanganan yang sangat tepat. Kesalahan dalam penanganan proses persalinan dapat berdampak pada hal-hal yang tidak diinginkan seperti infeksi dan pendarahan. Hal tersebut dapat mengancam keselamatan perempuan yang melahirkan beserta anaknya.


(35)

g. Kurang gizi

Masalah kecukupan asupan gizi ke dalam tubuh merupakan kebutuhan yang vital. Perempuan yang kekurangan asupan gizi akan berdampak buruk tidak saja kepada perempuan yang bersangkutan, namun juga kepada anak yang nantinya dikandung dan dilahirkan.

h. Anemia

Sama halnya dengan masalah gizi, anemia merupakan masalah yang tidak boleh diremehkan. Perempuan yang mengalami anemia akan berdampak buruk kepada perempuan yang bersangkutan serta anak yang nantinya dikandung dan dilahirkan.

i. Usia Muda

Faktor usia akan menentukan kematangan seseorang, termasuk dalam konteks pernikahan. Kegagalan komunikasi dan hubungan yang sehat antara pasangan suami isteri banyak terjadi pada pasangan usia muda yang belum memiliki cukup kematangan.

j. Ketergantungan isteri pada suami

Kematangan perempuan diantaranya juga dapat dilihat dari tingkat ketergantungan isteri pada suami. Jika perempuan sangat bergantung pada suami, maka kondisi tersebut akan berdampak buruk pada kemandirian perempuan, termasuk di antaranya adalah kemandirian dalam hal menjaga kesehatan reproduksinya.

k. Tekanan mental

Hubungan yang tidak seimbang pada pasangan suami isteri berpotensi mengganggu kesehatan reproduksi pada perempuan. Dominasi yang berlebihan


(36)

dari pihak suami dalam interaksi suami isteri berpotensi menciptakan tekanan mental di pihak perempuan. Kondisi tersebut akan berdampak serius pada kesehatan reproduksi perempuan.

Organisasi kesehatan dunia (WHO) telah membuat daftar indikator kesehatan reproduksi secara global yang meliputi (Kusmiran, 2011: 96):

a. Total fertility rate (TFR) b. Prevalensi kontrasepsi c. Rasio kematian ibu

d. Persentase wanita yang berkunjung sekurang-kurangnya satu kali selama kehamilan ke pelayanan kesehatan sehubungan dengan kehamilan

e. Persentase kelahiran yang ditolong oleh tenaga kesehatan professional

f. Jumlah fasilitas yang berfungsi sebagai pelayanan obstetri esensial komprehensif per 500.000 penduduk

g. Angka kematian perinatal

h. Persentase kelahiran bayi hidup dengan berat lahir rendah

i. Prevalensi tes serologi positif pada ibu hamil yang berkunjung ke prenatal care

j. Persentase wanita usia reproduksi yang diskrining kadar hemoglobinnya untuk mendeteksi yang terkena anemia

k. Persentase tenaga obstetri dan ginekologi yang melakukan aborsi

l. Persentase wanita usia reproduksi yang beresiko hamil yang dilaporkan mencoba untuk hamil 2 tahun atau lebih


(37)

m. Laporan insidensi uretritis pada pria (usia 15 – 49 tahun) dan prevalensi HIV pada wanita hamil.

Kesehatan reproduksi dapat dijaga dan ditingkatkan dengan melakukan perawatan kesehatan reproduksi. Perawatan kesehatan reproduksi merupakan suatu kumpulan metode, teknik dan pelayanan yang mendukung kesehaan reproduksi dan kesejahteraan melalui pencegahan dan penanganan masalah-masalah kesehatan reproduksi mencakup perawatan kesehatan seksual yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup dan hubungan antar pribadi.

5. Materi Reproduksi Sehat

Usia anak dan remaja merupakan suatu periode transisi dalam upaya menemukan jati diri kedewasaan biologis dan psikologis. Karena usia anak dan remaja merupakan periode kritis tetapi strategis untuk tetap dibina dan diarahkan. Tranformasi substansi, biologis,psikologis, dan mental spiritual hanya dapat dilakukan dalam suasana yang setara,terbuka dan harmonis penuh dengan cinta kasih sayang.

Menurut BKKBN (1997) materi reproduksi sehat dibagi sesuai dengan tingkat kematangan usia mulai dari remaja awal hingga remaja akhir, yang dimana dibagi menjadi tiga kelompok yaitu kelompok usia 11-13 tahun,kelompok usia 14-18 tahun, dan kelompok usia 19-21 tahun, dengan masing-masing topic bahasan materi yang disesuaikan dengan tingkat perkembangannya.

Materi bahasan reproduksi sehat dari pengelompokan usia di atas meliputi (BKKBN, 1997) :

a. Kelompok usia 11-13 tahun membahas tentang peran orang tua dalam membina remaja, tumbuh kembang remaja, remaja dan reproduksi.


(38)

b. Kelompok usia 14-18 tahun membahas seks dan kehamilan, cara menghindari kehamilan sebelum menikah, perilaku seksual beresiko dan akibatnya, kenakalan remaja.

c. Kelompok usia 19-21 tahun membahas kehamilan persalinan dan pasca kelahiran, pencegahan kehamilan, Penyakit Menular Seksual (PMS).

Dari pengelompokan usia remaja pada reproduksi sehat peneliti lebih memfokuskan pada kelompok usia remaja 14-18 tahun dikarenakan sebagian besar siswa kelas X berusia 16 tahun. Materi reproduksi sehat yang disampaikan meliputi seks dan kehamilan, cara menghindari kehamilan sebelum menikah, perilaku seksual beresiko dan akibatnya, kenakalan remaja.

Materi kelompok usia 14-18 tahun meliputi (BKKBN,1997): a. Seks dan Kehamilan

Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Anak laki-laki beralih menjai pria dewasa dan perempuan beralih menjadi matang secara jasmani dan rohani. Dalam tumbuh kembang manusia, masa remaja merupakan tahapan yang sangat menentukan untuk pembentukan pribadi selanjutnya.

Pada umumnya masa akil balig anak perempuan satu atau dua tahun lebih awal dari pada anak laki-laki. Masa akli balig anak perempuan sekitar usia 11-12 tahun dan anak laki-laki pada usia 13-14 tahun. Pada masa akil balig baik anak laki-laki maupun anak perempuan mengalami perubahan pada jasmani, perubahan kejiwaan, dan perubahan tinggkah laku. Peningkatan hormon pada masa akil balig menyebabkan remaja mudah terangsang secara jasmani dan kejiwaan. Remaja


(39)

awalnya hanya sekedar ingin tahu dapat berakhir dengan melakukan hubungan seks sebelum menikah.

Hubungan seks dapat menyebabkan kehamilan bila remaja wanita berada dalam masa subur. Walaupun hubungan seks hanya dilakukan sekali sudah menyebabkan kehamilan. Hubungan seks yang dilakukan pada saat tidak subur tetap beresiko menyebabkan kehamilan. Hal ini disebabkan pada remaja perempuan siklus biasanya tidak teratur sehingga masa subur sulit diketahui secara tepat.

Kehamilan terjadi karena pertemuan benih laki-laki dan perempuan. Bila terjadi ejakulasi (pengeluaran sperma dan cairan mani) dengan posisi alat kelamin laki-laki berada du dalam vagina memudahkan pertemuan sperma dan sel telur yang beresiko terjadinya pembuahan dan kehamulan. Kehamilan pada remaja bisa menyebabkan beberapa resiko yang mengancam jiwa remaja perempuan dan bayinya, yaitu:

1) Keguguran

2) Bayi lahir sebelum waktunya (kurang dari 9 bulan) serta berat badan rendah (kurang dari 2,5 kg).

3) Proses kelahiran dengan penyulit (persalinan macet dan pendarahan) yang bisa mengakibatkan kematian pada calon ibu dan bayinya.

Resiko lain dari kehamilan yang tidak diinginkan, yaitu:

1) Gangguan kejiwaan seperti rasa ketakutan dan rasa tertekan yang dalam, kadang timbul keinginan bunuh diri.


(40)

2) Resiko putus sekolah karena malu bertemu dengan teman dan sekolah karena hamil.

3) Melajukan pengguguran kandungan yang tidak aman (aborsi).

Remaja biasanya hubungan seks sebelum menikah sering terjadi tanpa memikirkan akibat kedepanya. Oleh karena itu remaja harus berani menolak dengan tegas bila ada yang mengajak berhubungan seks dengan alasan apapun. b. Menghindari kehamilan sebelum menikah

Remaja usia 14 tahun hingga 18 tahun khususnya pada perempuan arus berani dan tegas mengatakan tidak bila diajak untuk melakukan hubungan seks. Sedangkan bagi remaja laki-laki harus menghormati teman perempuan dengan tidak meminta atau memaksa untuk melakukan hubungan seks sebelum menikah.

Cara yang tepat untuk tidak menghindari kehamilan kehamilan sebelum menikah adalah tidak melakukan hubungan seks (Abstinensia) pada masa remaja. Abstinensia membutuhkan komitmen, motivasi dan pengendalian diri, hal-hal tersebut sulit dilaksanakan oleh para remaja saat ini. Sebaliknya perlu ditingkatkan kemampuan untuk menolak setiap ajakan berhubungan seks sebelum waktunya (sebelum menikah). Para remaja juga perlu memahami bahwa seks bukanlah satu-satunya cara untuk mengungkapkan kasih sayang. Hubungan seks sebelum menikah banyak mengandung resiko, seperti:

1) Kehamilan yang tidak diinginkan. Hal ini mengharuskan remaja menikah diusia dini padahal belum ada kesiapan secara lahir dan batin.

2) Penguguran kandungan, jika dilakukan tidak aman dapat terjadi pendarahan yang bisa menyebabkan kematian.


(41)

3) Terkena penyakit menular seksual, khususnya yang sering berganti-ganti pasangan seksual.

Remaja harus tegas untuk mengatakan tidak pada semua ajakan hubungan seks diluar nikah. Hubungan seks yang baik, aman, sehat, serta halal hanya boleh dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah.

c. Perilaku seksual beresiko dan akibatnya

Usia remaja berada pada masa peralihan, sehingga mudah terbawa arus dan mudah terpengaruh apalagi dalam hal mencoba sesuatu yang baru yang ingin di ketahui. Perilaku seksual yang beresiko perlu dihindari karena akan berakibat buruk pada diri sendiri. Beberapa perilaku seksual yang perlu remaja ketahui adalah :

1) Homoseksual dan Biseksual

Homoseksual adalah suatu kondisi tertentu dimana seseorang tertarik dengan sesame jenisnya. Hubungan dan pasangan yang melebihi batas kewajaran dari laki-laki dengan laki-laki dikenal dengan istilah Gay, sedangkan jika wanita dengan wanita lainnya dikatakan Lesbian. Mereka yang tertarik dengan sesama jenisnya dapat juga tertarik dengan lawan jenisnya serta dorongan seksual timbul terhadap keduanya (pria dan wanita), atau Biseksual. Bila remaja pernah tertarik atau mengalami satu atau dua kali hubungan dengan sesama jenis bukan berarti selamanya menjadi homoseksual. Tetapi bisa karena terpengaruh lingkungan atau terbawa arus dari teman-teman.


(42)

2) Hubungan seks anal (dubur)

Hubungan seks yang dilakukan dengan cara memasukkan alat kelamin pria ke lubang dubur pasangannya. Perilaku ini dapat mengakibatkan timbulnya luka pada anus (dubur).

3) Hubungan seks oral (melalui mulut)

Hubungan seks yang dilakukan dengan cara memasukkan alat kelamin ke mulut pasangannya. Resikonya adalah tertular penyakit menular seksual lewat luka pada rongga mulut.

d. Kenakalan remaja

Masa remaja merupakan proses di mana mengalami perkembangan dan perubahan. Remaja mulai senang berkelompok dan melakukan kegiatan secara bersama-sama dengan teman-teman. Memiliki banyak teman merupakan hal yang diinginkan oleh setiap remaja, tetapi teman juga bisa membawa pengaruh baik dan buruk. Remaja harus lebih berhati-hati dalam memilih teman karena pengaruh dari teman dan pergaulan sangatlah besar.

Remaja mengalami perubahan perilaku kearah negative akibat pengaruh teman dan lingkungan, misalnya menjadi pecandu obat terlarang dan minuman keras, hal ini dilakukan agar tetap bisa diterima sebagai anggota kelompok. Di usia remaja timbul keinginan untuk dihargai, diperhatikan, dan diterima oleh teman dan kelompok. Karena itu remaja terkadang remaja membuat keributan dan kegaduan yang bisa merugikan diri sendiri maupun orang lain (lingkungan), sert bisa melanggar hukum. Kenkaln remaja yang umumnya terjadi pada usia 14 tahun hingga 18 tahun adalah membolos sekolah, tawuran (berkelahi), mencoret-coret, kebut-kebutan, narkoba, minum-minuman keras, dan kekersan seksual.


(43)

Godaan untuk mencoba minuman keras dan obat terlarang dapat membawa akibat yang tidak baik pada jiwa dan tubuh, yaitu menimbulkan ketergantungan secara jasmani atau kejiwaan. Akibat selanjutnya adalah menimbulkan susah konsentrasi, tidak focus pada pelajaran di sekolah, serta dapat dikeluatkan dari sekolah karena menjadi pencadu narkoba.

Kekerasan seksual yang sering terjadi pada usia remaja dikarenakan dorongan seksual yang tinggi dan rasa keingin tahuan. Kekerasan seksual biasanya terjadi dibawah ancaman atau korban dibuat tidak sadar atau tidak berdaya. Kekerasan seksual yang sering terjadi ada dua macam, yaitu :

1) Pelecehan seksual

Pelecehan seksual adalah setiap bentuk perilaku yang memiliki muatan seksual yang dilakukan seseorang atau sejumlah orang namun tidak disukai dan tidak diharapkan oleh orang yang menjadi sasaran sehingga menimbulkan akibat negatif, seperti: rasa malu, tersinggung, terhina, marah, kehilangan harga diri, kehilangan kesucian dan sebagainya, pada diri orang yang menjadi korban.

2) Perkosaan

Perkosaan adalah pelecehan paling ekstrem. Dalam banyak kasus perkosaan dilakukan oleh orang yang sudah dikenal korban.Misalnya: teman dekat, kekasih, saudara, ayah (tiri maupun kandung), guru, pemuka agama, atasan dan sebagainya. Dalam banyak kasus lainya, perkosaan dilakukan oleh orang-orang yang baru dikenal dan semula nampak sebagai orang-orang baik-baik yang menawarkan bantuan misalnya, mengantarkan korban ke suatu tempat.


(44)

Remaja perlu waspada jika mendapat perlakuan yang mencurigakan, dan serta menolak ajakan orang yang tidak dikenal. Kekerasan seksual akan berakibat buruk pada korban yaitu masa depan sulit dan jika hamil akan beresiko aborsi. Sedangkan bagi pelaku kekerasan seksual akan terkena sangsi social da terlibat masalah hukum.

Pemberian materi reproduksi sehat hendaknya disesuaikan dengan kategori usia. Sebab masing-masing kategori usia memiliki kebutuhan akan materi yang berbeda dan karaktersitik kemampuan yang tidak sama dalam memahami suatu materi. Usia remaja membutuhkan materi yang lebih berorientasi pada pencegahan perilaku negatif yang berdampak buruk pada kesehatan reproduksi. B. Siswa SMA Sebagai Remaja Awal

1. Pengertian Remaja

Masa remaja disebut juga masa adolecence, yang mempunyai arti yang lebih luas mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik. Karena rata-rata anak laki-laki lebih lambat matang dari pada anak perempuan, maka anak laki-laki mengalami periode awal masa remaja yang lebih singkat, meskipun pada usia 18 tahun ia sudah dianggap dewasa, seperti halnya pada anak perempuan. Akibatnya sering kali anak laki-laki kurang matang usianya dibandingkan perempuan. Namun dengan adanya kedudukan di sekolah dan di rumah, atau di masyrakat, biasanya anak laki-laki cepat menyesuaikan diri dan menunjukkan perilaku yang matang. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak yang mengalami masa perkembangan semua aspek atau fungsi untuk memasuki masa dewasa.


(45)

Menurut Andi Mapiare (1982: 25) rentang usia remaja antara 13-21 tahun, yang dibagi pula dalam masa remaja awal usia 13-14 tahun sampai 17 tahun dan remaja akhir 17 sampai 21 tahun. Menurut Hurlock (2004: 207), awal remaja berlangsung kira-kira 13-17 tahun, dan akhir masa remaja berakhir usia sekitar 16 atau 17 tahun. Menurut Singgih D. Gunarsa (1991: 203) bahwa usia beberapa kesulitan menentukan batasan usia remaja di Indonesia, namun akhirnya menetapkan bahwa usia antara 12-21 tahun sebagai masa dewasa.

Dari beberapa rumusan yang telah dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Mengalami perkembangan semua fungsi, dan berlangsung dalam batasan usia 13 sampai 21 tahun yang terjadi baik pada perempuan maupun laki-laki.

2. Ciri-ciri Remaja Awal

Menurut Harlock (1980: 207-209) ciri- ciri remaja awal sebagai berikut: a. Masa remaja sebagai masa remaja yang penting.

Pada masa remaja, baik akibat langsung maupun akibat jangka panjangnya tetap penting. Perkembangan fisik yang cepat dan penting disertai dengan cepatnya perkembangan mental, terutama pada awal masa remaja. Semua perkembangan itu menimbulkan perlunya penyesuaian mental dan perlunya membentuk sikap, nilai dan minat.

b. Masa remaja sebagai masa masa peralihan

Peralihan tidak putus dengan atau berubah dari apa yang telah terjadi sebelumnya, melainkan lebih-lebih sebuah peralihan dari satu tahap ke tahap berikutnya.


(46)

c. Masa remaja sebagai masa perubahan.

Ada empat perubahan yang sama yang hampir berlaku secara universal. Pertama, meningginya emosi yang intensitasnya bergantung pada tingkat perubahan fisik dan psikis yang terjadi. Kedua, perubahan tubuh, minat dan peran yang diharapkan oleh kelompok siswa baik di sekolah maupun di luar sekolah. Ketiga, dengan perubahan minat dan perilaku, maka nilai-nilai juga berubah. Apa yang dianggap penting pada masa kanak-kanak, sekarang dianggap tidak penting. Keempat, sebagian besar remaja bersikap ambivalen terhadap setiap perubahan mereka menginginkan perubahan tetapi mereka sering takut bertanggung jawab. d. Masa remaja sebagai masa usia bermasalah.

Setiap periode mempunyai masalahnya sendiri, namun masalah masa remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi. Remaja cenderung mengembangkan kebiasan yang makin mempersulit keadaannya sementara dia sendiri tidak percaya bantuan pihak lain.

e. Masa remaja merupakan masa mencari identitas diri.

Pada tahun-tahun awal masa remaja, penyesuain diri dengan kelompok sebaya masih tetap penting bagi remaja. Lambat laun mereka mendambakan identitas diri dan tidak puas dengan menjadi sama dengan teman-teman dalam segala hal seperti sebelumnya. Identitas diri yang dicari remaja berusaha menjelaskan siapa dirinya dan perannya di masyarakat.

f. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik.

Remaja melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana ia inginkan dan bukan sebagaimana adanya, terlebih dalam harapan dan cita-cita.


(47)

g. Masa remaja di ambang masa dewasa.

Remaja menjadi gelisah untuk meninggalkan stereotip belasan tahun dan memberikan kesan bahwa sudah hampir dewasa. Berpakaian dan bertindak seperti orang dewasa belumlah cukup.

h. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan.

Anggapan stereotip budaya bahwa remaja adalah anak-anak yang tidak rapi, yang tidak dapat dipercaya dan cenderung merusak perilaku, menyebabkan orang dewasa harus membimbing dan mengawasi kehidupan masa remaja.

Pendapat lain mengenai ciri-ciri remaja awal menurut Andi Mapiare (1982: 32-35):

a. Ketidakstabilan keadaan perasaan dan emosi.

Remaja mengalami badai dan topan dalam kehidupan perasaan dan emosinya, keadaan ini diistilahkan sebagai “storm and stress.” Tidak aneh bila orang yang mengerti kalau melihat sikap dan sifat remaja yang sekali bergairah dalam bekerja tiba-tiba berganti lesu.

b. Sikap dan moral terutama menonjol menjelang akhir remaja awal.

Organ-organ seks yang telah matang menyababkan remaja mendekati lawan jenis.

c. Kecerdasan atau kemampuan mental.

Kemampuan mental atau kemampuan berpikir remaja awal, mulai sempurna. Keadaan ini terjadi antara usia 12-16 tahun.

d. Status remaja awal sangat sulit ditentukan.

Status remaja awal sulit ditentukan, bahkan membinggungkan ada keraguan orang dewasa untuk memberi tanggung jawab kepada remaja dengan


(48)

dalih “mereka masih kanak-kanak”. Tetapi pada lain kesempatan si remaja awal sering mendapatkan teguran sebagai “orang yang sudah besar”.

e. Remaja awal banyak masalah yang dihadapi.

Penyebabkan emosional remaja kerena kemampuan berpikirnya lebih dikuasai emosi sehingga kurang mampu mengadakan konsensus dengan pendapat orang lain yang bertentangan dengan dirinya.

f. Masa remaja awal adalah masa yang kritis.

Dikatakan kritis karena remaja akan dihadapkan dengan pertanyaan apakah ia dapat menghadapi dan memecahkan masalah dengan baik atau tidak.

Dari pandangan beberapa ahli maka dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri masa remaja merupakan masa peralihan masa yang sulit untuk mencari identitas diri sehingga akan menimbulkan banyak masalah.

3. Tugas Perkembangan Masa Remaja

Havigrust (dalam Muhammad Ali, 2008: 171) mendefinisikan tugas perkembangan adalah tugas yang muncul pada saat atau sekitar satu periode tertentu dari kehidupan individu dan jika berhasil akan menimbulkan fase bahagia dan membawa keberhasilan dalam melaksanakan tugas-tugas berikutnya. Akan tetapi kalau gagal akan menimbulkan rasa tidak bahagia dan kesulitan dalam menghadapi tugas-tugas berikutnya.

Tugas perkembangan masa remaja difokuskan pada upaya meningkatkan sikap dan perilaku kekanak-kanakan serta berusaha untuk mencapai kemampuan bersikap dan berperilaku secara dewasa. Adapun tugas-tugas perkembangan remaja menurut Hurlock (dalam Muhammad Ali, 2008: 10) adalah :


(49)

a. Mampu menerima keadaan fisiknya

b. Mampu menerima dan memahami peran seks usia dewasa

c. Mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang berlainan jenis

d. Mencapai kemandirian emosional e. Mencapai kemandirian ekonomi

f. Mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang sangat diperlukan untuk melakukan peran sebagai anggota masyarakat

g. Memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai orang dewasa dan orang tua h. Mengembangkan perilaku tanggung jawab social yang diperlukan untuk

memasuki dunia dewasa

i. Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan

j. Memahami dan mempersiapkan berbagai tanggung jawab kehidupan keluarga. Hal senada diungkapkan oleh Zulkifli (2005: 76) tentang tugas perkembangan masa remaja adalah :

a. Bergaul dengan teman sebaya dari kedua jenis kelamin b. Mencapai peranan sosial sebagai pria atau wanita c. Menerima keadaan fisik sendiri

d. Memilih dan mempersiapkan lapangan pekerjaan

e. Memilih pasangan dan mempersiapkan diri untuk berkeluarga

Berdasarkan pendapat tersebut maka peneliti menyimpulkan bahwa tugas-tugas perkembangan remaja adalah sikap dan perilaku dirinya sendiri dalam menyikapi lingkungan di sekitarnya. Perubahan yang terjadi pada fisik maupun


(50)

psikologisnya menuntut anak untuk dapat menyesuaikan diri dalam lingkungan dan tantangan hidup yang ada dihadapannya.

4. Fase-fase Remaja

Secara psikologis, pada fase remaja ini ada 2 aspek yang penting yang harus dipersiapkan, sebagai berikut (Kusmiran, 2011: 33):

a. Orientasi seksual

Heteroseksualitas rasa tertarik terhadap lawan jenis timbul dan sejalan dengan berkembangnya minat terhadap aktivitas yang berhubungan dengan seks. Keadaan ini ditandai oleh rasa ingin tahu yang kuat dan kehausan akan informasi yang selanjutnya dapat berkembang ke arah tingkah laku seksual yang sesungguhnya.

Relasi heterokseksual manusia umumnya mengikuti pola tertentu, yaitu pengidolaan terhadap figur tertentu, cinta monyet (perasaan ketertarikan terhadap lawan jenis yang masih berpindah-pindah), pacaran (menjalin komitmen), bertunangan (going steady) dan menikah.

b. Peran seks

Peran seks adalah menerima dan mengembangkan peran serta kemampuan tertentu selaras dengan jenis kelaminnya. Bagi remaja laki-laki, hal itu mungkin tidak terlalu menjadi masalah. Namun bagi remaja perempuan, bermacam revolusi dan perubahan pandangan atau nilai terhadap perempuan yang berlangsung terus menerus sampai saat ini dapat menimbulkan masalah tertentu. Perubahan-perubahan nilai dan norma tentang seks yang terjadi saat ini dapat menimbulkan berbagai persoalan bagi remaja (pelacuran, penyakin kelamin menular, penyimpangan seksual, kehamilan di luar nikah dan sebagainya).


(51)

5. Remaja dan Reproduksi Sehat

Sejak masa remaja, pada diri seorang anak akan terlihat adanya perubahan-perubahan pada bentuk tubuh yang disertai dengan perubahan-perubahan struktur dan fungsi. Pematangan kelenjar pituitari berpengaruh pada proses pertumbuhan tubuh sehingga remaja mendapatkan cirri-cirinya sebagai perempuan dewasa atau laki-laki dewasa.

Masa remaja diawali oleh masa pubertas, yaitu masa terjadinya perubahan-perubahan fisik (meliputi penampilan fisik seperti bentuk tubuh dan proporsi tubuh) dan fungsi fisiologis (kematangan organ-organ seksual). Perubahan tubuh ini disertai dengan perkembangan bertahap dari karakteristik seksual primer dan karakteristik seksual sekunder.

Karakteristik seksual primer mencakup perkembangan organ-organ reproduksi sedangkan karakteristik seksual sekunder mencakup perubahan dalam bentuk tubuh sesuai dengan jenis kelamin, misalnya pada remaja putri ditandai dengan pembesaran buah dada dan pinggul, sedangkan pada remaja putra mengalami pembesaran suara, tumbuh bulu dada, kaki serta kumis.

Karakteristik seksual sekunder ini tidak berhubungan langsung dengan fungsi reproduksi, tetapi perananya dalam kehidupan seksual tidak kalah pentingnya karena berhubungan dengan sex appeal (daya tarik seksual). Kematangan seksual pada remaja ini menyebabkan munculnya minat seksual remaja (Kusmiran, 2011: 31).

Perubahan dan perkembangan perilaku seksual yang terjadi pada masa remaja dipengaruhi oleh berfungsinya hormon-hormon seksual (testoteron untuk


(52)

laki-laki dan progesteron untuk perempuan). Hormon-hormon inilah yang berpengaruh terhadap dorongan seksual manusia. Perilaku seksual memiliki pengertian yang berbeda dengan aktivitas seksual dan hubungan seksual.

Perilaku seksual sering ditanggapi sebagai hal yang berkonotasi negatif, padahal perilaku seksual ini sangat luas sifatnya. Perilaku seksual merupakan perilaku yang bertujuan untuk menarik perhatian lawan jenis. Aktivitas seksual adalah kegiatan yang dilakukan dalam upaya memenuhi dorongan seksual atau kegiatan mendapatkan kesenangan organ kelamin atau seksual melalui berbagai perilaku (Kusmiran, 2011: 33).

Dalam konteks remaja, masalah reproduksi ini perlu mendapatkan perhatian sejak dini. Beberapa program kesehatan reproduksi yang perlu dipahami oleh remaja adalah program kesehatan sebelum kehamilan. Program ini meliputi beberapa aspek, sebagai berikut (Kusmiran, 2011: 153):

a. Keluarga berencana

Hal ini dilakukan melalui beberapa cara, seperti:

1) Penundaan usia kehamilan pertama (di atas 18 tahun) 2) Peningkatan jarak kehamilan (lebih dari 2 tahun) b. Nutrisi prekonsepsi

Hal ini dilakukan melalui beberapa cara, seperti:

1) Peningkatan status nutrisi (berat badan sebelum kehamilan lebih dari 41 kg)

2) Kecukupan gizi mikronutrien (terutama asam folat dan zat besi) 3) Kecukupan mikronutrium yodium


(53)

c. Pencegahan infeksi dan pengobatan pada wanita usia reproduksi Hal ini dilakukan melalui beberapa cara, seperti:

1) Pencegahan infeksi HIV dan penyakit menular seksual terutama pada remaja

2) Pengobatan penyakit menular seksual 3) Pemberian imunisasi khususnya tetanus 4) Pemberian imunisasi khusus seperti rubella d. Peningkatan status wanita dan pendidikan

Hal ini dilakukan melalui beberapa cara, seperti:

1) Peningkatan pendidikan untuk mengurangi buta huruf

2) Pemberdayaan wanita dalam keluarga sebagai pembuat keputusan khususnya mengenai kesehatan wanita

3) Peningkatan akses wanita dalam keuangan/ ekonomi

4) Pencegahan sunat wanita (female genital cutting) dan kekerasan terhadap wanita

Masa remaja merupakan fase kritis dalam perkembangan kesehatan reproduksi. Oleh karenanya dibutuhkan upaya pemahaman kepada para remaja akan situasi yang dihadapinya terkait dengan masalah reproduksi. Pendidikan reproduksi sehat kepada remaja akan menanamkan kesadaran tentang arti penting menjaga kesehatan reproduksi dan menghindarkan remaja dari perilaku buruk yang merugikan. Selain itu, pendidikan yang memadai akan memberikan bekal pengetahuan dalam upaya menjaga dan memelihara kesehatan reproduksi.


(54)

C. Diskusi Kelompok Kecil (Buzz groups Discussion) sebagai Teknik Bimbingan

1. Pengertian Diskusi Kelompok Kecil (Buzz groups Discussion)

Teknik kelompok buzz digunakan dalam kegiatan pembelajaran pemecahan masalah yang di dalamnya mengandung bagian-bagian khusus dalam masalah itu. Kegiatan belajar biasanya dilakukan melalui diskusi dalam kelompok-kelompok kecil (sub-groups) dengan jumlah anggota masing-masing kelompok sekitar 3-4 orang. Kelompok-kelompok kecil itu melakukan kegiatan diskusi dalam waktu singkat tentang bagian-bagian khusus dari masalah yang dihadapi oleh kelompok besar (Sudjana, 2005: 122).

Satu cara yang secara sukses digunakan dengan berkala adalah metode sesi mendengeung, yang dikembangkan pertama kali oleh J. Donald Philip (23) sebagai “Philips 66”. Contohnya jika sebuah kelompok yang terdiri dari 40 orang atau lebih sedang mendiskusikan permasalahan yang kompleks, akan ada sebagian orang yang berpartisipasi. Agar orang-orang dapat mengemukakan idenya dan dapat terlibat dalam diskusi kelompok dapat dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 6 atau 8 anggota. Yang dihadapi adalah pertanyaan khusus yang terbatas kemudian anggota dari tiap kelompok membentuk lingkaran dan mendiskusikan permasalahan dalam waktu yang telah ditentukan biasanya 6-10 menit. Pada akhir sesi pendek ini, juru bicara yang ditunjuk oleh tiap-tiap kelompok melaporkan hasil diskusi kepada seluruh kelompok (Halbert E. Gulley, 1960: 44).

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian diskusi kelompok kecil (buzz groups discussion) adalah sebuah kelompok besar


(55)

yang berkumpul dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil antara 4 sampai 6 orang, untuk mendiskusikan masalah tertentu dalam waktu yang singkat, misalnya 5 menit atau tidak lebih dari 15 menit.

2. Tujuan Diskusi Kelompok Kecil (Buzz groups Discussion)

Tujuan dari pengajaran kelompok buzz menurut Pinheiro & Connors K, Bernstein B, dalam http://www.pediatricsinpractice.org, diakses pada tanggal 16 Juni 2010 yaitu:

a. Membina kerjasama.

b. Meningkatkan partisipasi di antara semua anggota kelompok. c. Mengaktifkan pengetahuan sebelumnya dari peserta didik. d. Berfungsi sebagai metode untuk pemecahan masalah. e. Mendorong refleksi kelompok.

Tujuan diskusi kelompok kecil (Buzz groups) menurut Callahan & Clark (1982: 187) yaitu:

a. Menyediakan kesempatan bagi seluruh siswa untuk berpartisipas dalam sebuah kelompok.

b. Membantu siswa untuk mengembangkan ketrampilan mendengarkan dan juga berbicara.

c. Menghibur siswa ketika mereka bosan, dapat juga membantgu melatih berpikir ketika berinteraksi dengan yang lain.

Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari diskusi kelompok kecil (buzz groups discussion) yaitu berfungsi sebagai metode untuk


(56)

pemecahan masalah, membina kerjasama dan berpartisipasi dalam sebuah kelompok, membantu melatih berpikir ketika berinteraksi dengan orang lain. 3. Keuntungan Diskusi Kelompok Kecil (Buzz groups Discussion)

Menurut Sudjana (2005: 124) menyatakan bahwa keuntungan dari diskusi kelompok kecil (Buzz groups Discussion) adalah sebagai berikut:

a. Peserta didik yang kurang biasa menyampaikan pendapat dalam kelompok belajar dibantu untuk berbicara dalam kelompok kecil.

b. Menumbuhkan suasana yang akrab, penuh perhatian terhadap pendapat orang lain, dan mungkin akan menyenangkan.

c. Dapat menghimpun berbagai pendapat tentang bagian-bagian masalah dalam waktu singkat.

d. Dapat digunakan bersama teknik lain, sehingga penggunaan teknik ini bervariasi.

Halbert E (1960: 44) menyatakan bahwa keuntungan dari diskusi kelompok kecil (Buzz groups Discussion) adalah sebagai berikut:

a. Dari seluruh anggota kelompok biasanya lebih membuat semangat setelah sesi mendengung.

b. Menstimulasi pikiran dan mendorong tiap anggota untuk berpartisipasi dalam diskusi dengan membuat suatu pernyataan.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa keuntungan dari diskusi kelompok kecil (buzz groups) yaitu membantu peserta didik untuk bisa menyampaikan gagasan atau pendapat di dalam kelompok, menumbuhkan suasana akrab dan menyenangkan, mendorong tiap anggota untuk


(57)

berpartisipasi dalam diskusi, dapat digunakan bersama teknik lain sehingga penggunaan teknik lebih bervariasi.

4. Langkah-langkah Diskusi Kelompok Kecil (Buzz groups Discussion) Berikut ini beberapa pendapat mengenai langkah-langkah diskusi kelompok kecil (buzz groups). Sudjana (2005: 123) menyatakan bahwa langkah-langkah diskusi kelopok adalah sebagai berikut:

a. Pendidik, mungkin bersama peserta didik, memilih dan menentukan masalah dan bagian-bagian masalah yang akan dibahas dan perlu dipecahkan dalam kegiatan belajar.

b. Pendidik menunjuk beberapa peserta didik untuk membentuk kelompok kecil. Jumlah kelompok yang akan dibentuk dan banyaknya peserta dalam setiap kelompok kecil disesuaikan dengan jumlah bagian masalah yang akan dibahas. c. Pendidik membagikan bagian-bagian masalah kepada masing-masing kelompok kecil. Satu kelompok membahas satu bagian masalah. Selanjutnya, pendidik menjelaskan tentang tugas kelompok yang harus dilakukan, waktu pembahasan (biasanya 5-15 menit), pemilihan pelapor, dan lain sebagainya. d. Kelompok-kelompok kecil berdiskusi untuk membahas bagian masalah yang

telah ditentukan. Para peserta didik dalam kelompok kecil itu memperjelas bagian masalah, serta memberikan saran-saran untuk pemecahannya.

e. Apabila waktu yang ditentukan telah selesai, pendidik mengundang kelompok-kelompok kecil untuk berkumpul kembali dalam kelompok-kelompok besar, kemudian ia mempersilahkan para pelapor dari masing-masing kelompok kecil secara bergiliran untuk menyampaikan laporannya kepada kelompok besar.


(58)

f. Pendidik, atau seorang peserta didik yang ditunjuk, mencatat pokok-pokok laporan yang telah disampaikan. Selanjutnya para peserta didik diminta untuk menambah, mengurangi, atau mengomentari laporan itu.

g. Pendidik dapat menugaskan salah seorang atau beberapa orang peserta didik untuk merangkum hasil pembahasan akhir laporan itu.

h. Pendidik bersama peserta didik dapat mengajukan kemungkinan kegiatan lanjutan yang dapat dilakukan berdasarkan hasil diskusi dan selanjutnya melakukan evaluasi terhadap proses dan hasil diskusi itu.

Menurut Callahan & Clark (1982: 188) petunjuk atau langkah-langkah untuk melaksanakan diskusi kelompok kecil (Buzz group) adalah sebagai berikut: a. Bentuk kelompok dengan cara berhitung, kartu bergambar, atau dengan hanya

menunjuk para siswa.

b. Pilih seorang pemimpin dan juru tulis untuk setiap kelompok. c. Jelaskan apa yang akan mereka lakukan, pastikan mereka mengerti.

d. Biarkanlah mereka berdiskusi selama 5-10 menit, lebih baik jika diskusi berlangsung dalam jangka waktu yang lebih singkat.

e. Lanjutkan dengan kegiatan latihan diskusi kelas tipe fishbowl dengan perwakilan dari kelompok, juru tulis dan lain-lain.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah yang harus dilaksanakan dalam diskusi kelompok kecil (buzz group), yaitu pembentukan kelompok, pelaksanaan diskusi, pelaporan hasil diskusi dan terakhir adalah pencatatan hasil diskusi yang telah dilaksanakan.


(59)

5. Diskusi Kelompok Kecil (Buzz group Discussion) Tentang Reproduksi Sehat

Masa remaja merupakan masa peralihan masa periode terpenting dalam rentang kehidupan manusia. Setiap remaja mempunyai tugas perkembangan baru. Tugas utama dari masa remaja adalah mencari identitas diri.

Dalam konteks reproduksi, karakteristik yang dimiliki remaja akan cenderung mengarahkannya pada keinginan dan upaya mengetahui perihal reproduksi melalui media bebas dan tanpa diimbangi oleh kesadaran akan konsekuensi serta tanggung jawab yang memadai.

Melalui diskusi kelompok ini para anggota dapat belajar bersama dengan anggota kelompok yang lain dalam memecahkan masalah yang dihadapi, selain itu pemberian alternatif-alternatif bantuan yang ditawarkan oleh para anggota kelompok yang lain lebih efektif sebab anggota kelompok tersebut sudah mengalami secara langsung. Selain itu melalui diskusi kelompok para siswa dapat bertukar pengalaman yang diperoleh dari setiap individu terkait dengan masalah reproduksi. Hal ini akan menciptakan mekanisme yang mengarahkan terciptanya interaksi antar individu.

Jadi pada dasarnya diskusi dalam kelompok kecil ini akan membantu siswa untuk saling memperkaya wawasan terkait dengan dampak negatif pergaulan bebas, baik dalam kaitannya dengan reproduksi sehat, resiko terjadinya pernikahan usia muda serta resiko terjerumus ke dalam prostitusi.

Wawasan lain yang dapat dikembangkan dari diskusi ini adalah wawasan tentang aspek biologis tentang prenatal, bahaya aborsi. Aspek budaya juga dapat


(60)

digali dari diskusi ini, diantaranya tentang mitos seputar khitan, penanganan proses kelahiran yang aman serta masalah persalinan dan pertumbuhan bayi.

Diskusi juga akan membantu siswa untuk mendapatkan pencerahan secara psikologis terkait dengan hubungan usia muda dengan reproduksi sehat, adanya resiko ketergantungan isteri pada suami serta resiko adanya tekanan mental. D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian teori dan kerangka pikir yang telah diuraikan di atas, maka dapat diajukan hipotesis dalam penelitian tindakan kelas ini adalah ”Diskusi kelompok kecil dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang reproduksi sehat.”


(61)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian tindakan (action research). Menurut Elliot (1991) dalam Suwarsih Madya (1994) melihat penelitian tindakan sebagai kajian dari sebuah situasi sosial dengan kemungkinan tindakan untuk memperbaiki kualitas situasi sosial tersebut. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1999: 1) menyatakan bahwa penelitian tindakan adalah salah satu strategi pemecahan masalah yang memanfaatkan tindakan nyata dan proses pengembangan kemampuan dalam mendeteksi dan memecahkan masalah. Dalam prosesnya, pihak-pihak yang terlibat saling mendukung satu sama lain, dilengkapi dengan fakta-fakta dan mengembangkan kemampuan analisis. Selanjutnya, menurut Nana Syaodih (2005: 140) penelitian tindakan merupakan suatu pencarian sistematik yang dilaksanakan oleh para pelaksana program dalam kegiatannya sendiri (dalam pendidikan dilakukan oleh guru, dosen, kepala sekolah, konselor, dll), dalam mengumpulkan data tentang pelaksanaan kegiatan, keberhasilan dan hambatan yang dihadapi, untuk kemudian menyusun rencana dan melakukan kegiatan-kegiatan penyempurnaan. Menurut Pardjono (2007 : 10) penelitian tindakan merupakan bentuk penelitian untuk mendapatkan pengetahuan tentang perubahan (changes) dan peningkatan (improvement) karena dampak suatu tindakan yang mampu memberdayakan kelompok sasaran.

Dari berbagai definisi yang tersebut di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa penelitian tindakan adalah suatu pencarian sistematik yang dilaksanakan oleh para pelaksana program dalam kegiatannya sendiri sebagai


(62)

upaya perbaikan situasi sosial (termasuk didalamnya prakik pendidikan) agar diperoleh dampak yang nyata terhadap situasi sosial tersebut.

Kelebihan penelitian tindakan kelas menurut Abraham Shumsky yang dikutip oleh Suwarsih Madya (1994: 13) adalah sebagai berikut :

1. Kerjasama dalam penelitian tindakan menimbulkan rasa memiliki yang akan menjadi ajang untuk menciptakan kelompok dasar baru dan mendorong lahirnya keterikatan.

2. Kerjasama dalam penelitian tindakan mendorong kreativitas dan pemikiran yang kritis. Melalui interaksi dengan orang lain dalam penelitian tindakannya, lebih banyak saran untuk penyelesaiannya, lebih banyak analisis dan kritikan terhadap rencana yang diajukan.

3. Kerjasama meningkatkan kemungkinan akan berubah.

4. Kerjasama dapat meningkatkan kesepakatan untuk mengumpulkan fakta dan secara cermat menilai serta menguraikan masalahnya.

Bentuk kerjasama dalam penelitian ini adalah guru Bimbingan dan Konseling berperan sebagai pemimpin konseling kelompok yang merupakan seorang yang profesional dan peneliti berperan sebagai observer. Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan di atas, maka pemilihan penelitian tindakan sejalan dengan tujuan dari penelitian kali ini yaitu ingin meningkatkan pemahaman siswatentang reproduksi sehat pada siswa kelas X RPL dan TPHP SMK N 1 Sanden Bantul melalui diskusi kelompok kecil (Buzz Group Discussion).


(63)

B. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kelas X RPL dan TPHP di SMK N 1 Sanden Bantul. Pemilihan subyek penelitian lebih didasarkan pada kemudahan akses peneliti ke sekolah yang bersangkutan.

2. Waktu penelitian: penelitian dilaksanakan dari tanggal 26 Januari 2013 sampai 16 Maret 2013.

C. Subjek Penelitian

Suharsimi Arikunto (2002: 88) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan subjek penelitian adalah suatu benda, hal, atau orang tempat data variabel penelitian yang melekat dan yang dipermasalahkan. Jadi subjek merupakan posisi yang sangat penting, karena pada subjek itulah terdapat data tentang variabel yang diteliti dan diamati oleh peneliti.

Subjek dalam penelitian ini siswa Kelas X RPL dan TPHP di SMK N 1 Sanden Bantul. Pemilihan kelas X RPL dan TPHP berdasarkan hasil wawancara dengan guru pembimbing dan hasil observasi, kelas tersebut terdapat siswa yang pacaran satu kelas dan dari tingkah lakunya siswa antar lawan jenis terlihat tidak saling menghargai. Pengambilan subjek didasarkan atas adanya tujuan tertentu melalui purposive sampling. Subjek dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan hasil pre test yang memiliki pemahaman tentang reproduksi sehat dengan kategori rendah. Hal ini dimaksudkan agar penelitian ini dapat mengukur kontribusi dari pelaksanaan diskusi kelompok terhadap peningkatan pemahaman tentang reproduksi sehat.


(64)

D. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah model Kemmis dan Mc Taggart dalam Suwarsih Madya (1994: 25), yang meliputi menyusun rencana tindakan, bertindak, observasi, melakukan refleksi, dan merancang tindakan selanjutnya.

Penelitian model Kemmis dan Mc Taggart, dapat dievaluasikan dalam bentuk gambar sebagai berikut:

Gambar 1. Proses Penelitian Tindakan (Suwarsih Madya 1994: 25) Keterangan :

1. Perencanaan 4. Rencana revisi I

2. Tindakan dan Observasi I 5. Tindakan dan Observasi II

3. Refleksi I 6. Refleksi II

Penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam suatu siklus tindakan. Suatu siklus terdiri dari empat tahapan yaitu (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) pengamatan, (4) refleksi, sehingga satu siklus adalah dari tahap penyusunan rancangan sampai dengan refleksi atau evaluasi.


(65)

Peneliti melakukan observasi awal di Kelas X RPL dan TPHP di SMK N 1 Sanden Bantul untuk memperoleh informasi mengenai pemahaman siswa akan reproduksi sehat serta aplikasinya dalam pergaulan sehari-hari. Peneliti juga mendapatkan informasi dari guru pembimbing yang telah melakukan pengamatan terhadap para siswanya. Setelah memperoleh informasi dari pembimbing dan melakukan pengamatan kepada siswa, diketahui bahwa sebagaimana remaja pada umumnya, sebagian siswa pola pergaulan yang cenderung berpotensi melanggar etika dan norma sosial. Oleh karena itu penyusun menyusun rancangan tindakan yang digunakan sebagai upaya meningkatkan pemahaman akan reproduksi sehat serta implementasinya dalam pergaulan dengan sesama.

E. Rancangan Tindakan

Berikut dijelaskan prosedur penelitian yang dilakukan: 1. Pra tindakan

Sebelum melakukan rencana tindakan terlebih dahulu peneliti melakukan beberapa langkah pra tindakan agar dapat berjalan lancar dan sesuai dengan tujuan yang diinginkan adapun langkah-langkah tersebut :

a. Peneliti berdiskusi dengan guru pembimbing di Kelas X RPL dan TPHP di SMK N 1 Sanden Bantul mengidentifikasi masalah mengenai rendahnya pemahaman siswa akan konsep reproduksi sehat dan selanjutnya membuat kesepakatan untuk melakukan tindakan.

b. Berdiskusi dengan guru pembimbing mengenai cara melakukan tindakan. c. Melakukan pre test dengan skala untuk menentukan subjek penelitian.


(66)

2. Siklus a. Perencanaan

1) Peneliti menentukan kriteria siswa yang memiliki pemahaman rendah akan konsep reproduksi sehat. Adapun kriteria dari pemahaman yang rendah didasarkan pada jawaban siswa atas angket pre test.

2) Peneliti berkoordinasi dengan guru pembimbing untuk menentukan subjek penelitian.

3) Peneliti menentukan kapan waktu pelaksanaan bimbingan.

4) Peneliti mempersiapkan tempat yang akan digunakan sebagai tempat pelaksanaan bimbingan.

5) Peneliti menyiapkan pedoman observasi untuk membantu peneliti merekam fakta yang terjadi selama tindakan berlangsung.

6) Peneliti berkoordinasi dengan guru pembimbing tentang penyampaian materi.

7) Peneliti mempersiapkan materi atau topik bahasan yang akan disampaikan dalam layanan diskusi kelompok.

b. Tindakan dan observasi

1) Sebelum pelaksanaan bimbingan, peneliti membangun komunikasi awal dengan siswa agar siswa tidak tegang dalam mengikuti materi dan diskusi kelompok.

2) Peneliti menjelaskan tujuan penyampaian materi dan diskusi kelompok kepada siswa yaitu meningkatkan pemahaman siswa akan konsep reproduksi sehat.


(1)

(2)

(3)

Lampiran 8. Foto Penelitian

Siswa mengerjakan evaluasi seputar materi yang telah diberikan


(4)

Lembar evaluasi yang di berikan kepada siswa berbentuk angket.

Saat berdiskusi kelompok siswa duduk melingkar, siswa masih terlihat canggung dan malu saat berdiskusi.


(5)

Saat diskusi kelompok terlihat siswa masih ada yang mengobrol dengan siswa yang lainnya.


(6)

Siswa serius dalam berdiskusi dalam memahami materi reproduksi sehat.

Siswa tampak mulai nyaman dengan susasana diskusi dan fokus dalam memahami materi.