UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN MELALUI PERMAINAN BOLA HURUF PADA ANAK KELOMPOK A2 DI TK MASJID SYUHADA YOGYAKARTA.

(1)

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN

MEMBACA PERMULAAN MELALUI PERMAINAN BOLA HURUF PADA ANAK KELOMPOK A2 DI TK MASJID SYUHADA YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Ermi Sumardiyatun NIM 11111247012

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI JURUSAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN

MEMBACA PERMULAAN MELALUI PERMAINAN BOLA HURUF PADA ANAK KELOMPOK A2 DI TK MASJID SYUHAD YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Oleh

Ermi Sumardiyatun NIM 11111247012

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI JURUSAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(3)

(4)

(5)

(6)

MOTTO

Bermain merupakan cara belajar anak dalam membangun pengetahuannya. Bermain merupakan dunia anak yang sesungguhnya.


(7)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini ku persembahkan untuk :

 Bapak (alm) dan Ibu yang selalu memberikan doa restu dan dukungan dalam langkahku.

 Suamiku yang selalu mendoakan dan memotivasiku.


(8)

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN

MEMBACA PERMULAAN MELALUI PERMAINAN BOLA HURUF PADA ANAK KELOMPOK A2 DI TK MASJID SYUHADA YOGYAKARTA

Oleh

Ermi Sumardiyatun NIP 11111247012

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan membaca permulaan melalui permainan bola huruf pada anak Kelompok A2 TK Masjid Syuhada Yogyakarta. Permainan dengan menggunakan bola huruf dipilih karena bola merupakan media permainan yang sudah dikenal anak dan disukai anak.

Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK) yang dilakukan secara kolaboratif antara peneliti dan guru kelas. Subjek penelitian adalah anak Kelompok A2 TK Masjid Syuhada Yogyakarta, sejumlah 11 anak. Objek penelitian adalah kemampuan membaca permulaan. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Data penelitian dianalisis secara deskriptif kuantitatif dan kualitatif dengan indikator keberhasilan 80%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa permainan bola huruf dapat meningkatkan kemampuan membaca permulaan pada anak. Hal tersebut terbukti dengan adanya peningkatan kemampuan membaca permulaan pada anak sebesar 6,57% dari pra tindakan 52,44% menjadi 59,01% dengan kriteria kurang siklus I. Peningkatan sebesar 23,89% dari siklus I sebesar 59,01% menjadi 82,90% pada siklus II dengan kriteria baik. Permainan bola huruf dilakukan dengan cara menstimulasi anak dalam mengenal huruf, mengenal suku kata, mengenal kata, mengenal hubungan antara huruf dengan bunyi huruf, kewajaran lafal bunyi, intonasi bunyi, kelancaran bunyi, kejelasan bunyi, ketepatan bunyi. Bentuk permainan bola huruf yang dilakukan adalah mengelompokkan bola huruf, kocok kotak kubus, dan memancing bola huruf.


(9)

(10)

(11)

DAFTAR ISI

hal

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN... ii

SURAT PERNYATAAN... iii

HALAMAN PENGESAHAN... iv

MOTTO... v

PERSEMBAHAN... vi

ABSTRAK... vii

KATA PENGANTAR... viii

DAFTAR ISI... x

DAFTAR TABEL... xiii

DAFTAR GAMBAR... xiv

DAFTAR LAMPIRAN... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah... 6

C. Batasan Masalah... 6

D. Rumusan Masalah... 6

E. Tujuan... 7

F. Manfaat... 7

BAB II KAJIAN TEORI A.Berbahasa... 9

1. Menyimak... 11

2. Berbicara... 12

3. Membaca... 13

4. Menulis... 13

B.Membaca Permulaan... 14


(12)

2. Proses Membaca... 16

3. Tahap-Tahap Membaca... 17

4. Metode Membaca... 19

5. Faktor Yang Mempengaruhi Membaca... 21

6. Aspek-Aspek Membaca... 22

7. Kemampuan Membaca Permulaan Anak Usia Dini... 23

C.Permainan... 26

1. Pengertian Permainan... 26

2. Manfaat Bermain... 28

3. Ciri-ciri Bermain... 29

4. Tahapan Bermain... 30

5. Jenis-jenis Permainan... 31

6. Kelebihan dan kekurangan metode bermain ... 32

7. Permainan Bola... 34

8. Permainan Bola Huruf... 36

9. Kelebihan dan Kekurangan Permainan Bola Huruf... 38

D.Kajian Anak Usia Dini... 39

1. Pengertian Anak Usia Dini... 39

2. Karakteristik Anak Usia Dini... 40

3. Prinsip Pembelajaran Anak Usia Dini... 43

E. Kerangka Pikir... 44

F. Hipotesis Tindakan... 46

BAB III METODE PENELITIAN A.Jenis Penelitian... 47

B.Subjek Penelitian... 47

C.Setting Penelitian... 48

D.Tahap Penelitian... 50

1. Perencanaan... 50

2. Pelaksanaan Tindakan... 50

3. Pengamatan... 51


(13)

E. Teknik Pengumpulan Data... 52

1. Observasi... 53

2. Dokumentasi... 54

F. Instrument Pengumpulan Data... 55

G.Teknik Analisis Data... 57

H.Indikator Keberhasilan Penelitian Tindakan Kelas... 58

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Hasil Penelitian... 59

1. Lokasi Penelitian... 59

2. Kondisi Awal Kecerdasan Kinestetik Anak Sebelum Tindakan... 59

3. Hasil Kemampuan Membaca Permulaan Anak Setelah Tindakan... 61

B.Pembahasan... 83

C.Keterbatasan Penelitian... 86

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan... 87

B.Saran... 88

DAFTAR PUSTAKA... 89


(14)

DAFTAR TABEL

hal

Tabel 1. Tingkat pencapaian perkembangan anak usia 4-5 tahun... 42

Tabel 2. Kisi-Kisi Observasi Membaca Permulaan Anak... 54

Tabel 3. Lembar observasi kemampuan membaca permulaan anak... 55


(15)

DAFTAR GAMBAR

hal Gambar 1. Kemampuan Membaca Permulaan Anak Pra Tindakan... 60 Gambar 2. Kemampuan Membaca Permulaan Anak Siklus I... 69 Gambar 3. Kemampuan Membaca Permulaan Anak pada Masing-masing

Siklus I... 70 Gambar 4. Kemampuan Membaca Permulaan Anak Siklus I... 80 Gambar 3. Kemampuan Membaca Permulaan Anak pada Masing-masin

Siklus I... 81


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

hal

Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian... 92

Lampiran 2. RKH... 96

Lampiran 3. Lembar Observasi... 114

Lampiran 4. Jadwal Penelitian... 116

Lampiran 5. Hasil observasi... 118


(17)

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Pembentukan perkembangan diri seorang anak sangat ditentukan pada masa-masa awal perkembangan anak. Melalui pemberian berbagai rangsangan, potensi anak dapat dikembangkan. Saat sekarang ini pendidikan anak usia dini mendapat perhatian dari pemerintah, para praktisi pendidikan maupun orang tua yang sadar akan pentingnya perkembangan anak. Pendidikan adalah segala pengalaman hidup dalam berbagai lingkungan yang berpengaruh positif bagi perkembangan inividu yang berlangsung sepanjang hayat (Ermiana, 2010: 42). Sedangkan menurut Harun Rasyid (2009: 39), pendidikan anak usia dini adalah upaya-upaya untuk menstimulasi anak secara konsisten untuk menumbuhkan potensi-potensi yang dimiliki oleh anak usia 0-6 tahun. Stimulasi yang diberikan secara konsisten tersebut merupakan proses melakukan latihan dan pengulangan baik perkataan maupun dalam aktivitas. Lebih lanjut Berk (Sofia Hartati, 2005: 5) menjelaskan bahwa anak usia dini 0-6 tahun mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan yang pesat dan tercepat dalam rentang perkembangan hidup manusia.

Pendidikan anak usia dini hendaknya tidak hanya berlangsung di sekolah saja namun mulai diberikan sejak anak berusia 0 tahun. Lima tahun pertama adalah masa keemasan bagi anak untuk belajar dan menyerap informasi sebanyak-banyaknya (Ermiana, 2010: 43). Selanjutnya dikatakan dalam National Assosiation In Education For Young Children (NAEYC) adalah anak yang berada


(18)

pada rentang usia lahir sampai usia 8 tahun. Sedangkan anak usia dini menurut Biechler dan Snowman (Yulianti, 2010: 9) adalah anak yang berusia 3-6 tahun.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan anak usia dini adalah salah satu pembinaan yang ditujukan untuk anak usia sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang diberikan melalui rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki jenjang pendidikan lebih lanjut.

Bentuk layanan pendidikan bagi anak usia dini diharapkan dapat menstimulasi seluruh aspek-aspek perkembangan anak. Aspek perkembangan dalam diri seorang anak antara lain aspek kognitif, fisik motorik, bahasa dan social emosional. Dalam aspek perkembangan bahasa khususnya membaca, hal tersebut sedang menjadi perhatian masyarakat luas, dikarenakan pembelajaran membaca mempunyai peranan penting dalam membekali anak untuk melanjutkan ketingkat sekolah dasar. Masyarakat luas terutamanya para orang tua menuntut anaknya sudah dapat membaca ketika lulus dari Taman Kanak-Kanak.

Tantangan bagi lembaga pendidikan adalah adanya tuntutan dari masyarakat dan orang tua yang menginginkan anak-anaknya lulus dari Taman Kanak-Kanak sudah bias membaca. Pada dasarnya lembaga pendidikan selaku wadah layanan pendidikan untuk anak usia dini bukanlah tempat untuk mengajarkan membaca. Namun, lembaga pendidikan anak usia dini sebagai lembaga yang memfasilitasi dan merangsang anak untuk bisa membaca secara alami. Dalam memfasilitasi pembelajaran membaca bagi anak diperlukan


(19)

perencanaan yang baik mengenai metode dan media atau alat bantu pembelajaran. Tingkat kematangan dan kesiapan bagi anak juga diperlukan agar anak dapat melalui proses belajar membaca dengan baik. Selain hal tersebut guru juga harus paham tentang pembelajaran membaca bagi anak. Hal ini agar tidak terjadi kesalahan dalam memberikan pembelajaran membaca bagi anak.

Slamet Suyanto (2005: 165) mengungkapakan bahwa mengenal huruf alphabet dari A-Z dan mengingatnya bukanlah mudah bagi anak. Menurut hasil penelitian, salah satu penyebabnya adalah terdapat huruf yang mirip tetapi bunyinya berbeda sehingga menyulitkan anak dalam mengenal huruf dan

merangkainya menjadi kata. Misalnya huruf “M” dan “W” bagi anak tidak jauh berbeda, tetapi cukup menyulitkan bagi anak karena bunyinya jauh berbeda. Suhartono (2005; 176) menjelaskan bahwa tidak semua konsonan Bahasa Indonesia diperkenalkan kepada anak usia dini. Hal ini disebabkan konsonan tersebut berasal dari bahasa asing dan kata-kata yang ada juga tidak tepat bila diajarkan pada anak suia dini. Konsonan yang tidak tepat diajarkan pada anak usia dini adalah f, q, v, dan z. Konsonan-konsonan yang diperkenalkan pada anak usia dini adalah konsonan bilabial, dental, velar, dan glotal.

Carol Seefeldt dan Barbara A. Wasik (2008: 326) mengatakan bahwa sangat umum bagi anak-anak mengalami kesulitan untuk membedakan huruf “E” dengan huruf “F” atau “N” dengan huruf “M”. Tidak hanya sulit bagi anak-anak yang belajar huruf untuk membedakan bentuk huruf, tetapi juga sulit untuk memecahkan masalah tentang bagaimana huruf itu berorientasi pada ruang. Itulah


(20)

sebabnya anak-anak kadang kesulitan untuk membedakan huruf “W” dan “M”,

“P” dan “Q”, “N” dan “U”, serta “B” dan “D”.

Anak-anak kelompok A2 di TK Masjid Syuhada mempunyai karakter yang beragam. Mereka tergolong anak yang aktif. Anak-anak ini membutuhkan layanan yang tepat dalam pembelajaran, khususnya dalam membaca permulaan. Berdasarkan hasil obsevasi yang dilakukan , kemampuan membaca permulaan di kelompok A2 TK Masjid Syuhada masih perlu ditingkatkan lagi karena anak-anak masih terbolak-balik dalam mengenali huruf dan terdapat anak yang baru mengenal huruf vokal saja. Hal tersebut senada dengan hasil wawancara yang dilakukan peneliti kepada guru kelas kelompok A2 TK Masjid Syuhada. Dari 11 anak terdapat 3 anak sudah mengenal simbol huruf vokal dan konsonan dengan cukup baik dan 8 anak belum mengenal simbol-simbol huruf dengan baik. Dari kedelapan anak tersebut terdapat 3 anak yang baru mengenal huruf a, i, u, o, b dan s. Sedangkan 5 anak masih kesulitan dalam mengucapkan nama huruf dan

membedakan huruf seperti “p dengan q, m dengan w, b dengan d, n dengan u, f

dengan v, t dengan f, l dengan i, dan h dengan n “. Hal ini terlihat pada saat dilakukan observasi pra tindakan dengan cara anak-anak diminta menyebutkan simbol huruf yang ditunjukkan oleh guru masih mengalami kesulitan. Kesulitan yang terjadi adalah anak tidak dapat mengenali dan membedakan huruf-huruf. Selain itu juga anak-anak dalam menyebutkan huruf-huruf masih mengalami kesulitan.

Proses pembelajaran membaca permulaan pada anak terkendala dengan konsentrasi anak didalam kelas yang mudah terganggu dan beralih. Hal ini


(21)

dikarenakan adanya 3 anak yang masih keluar masuk kelas. Ketiga anak tersebut juga sering mengganggu teman-temannya. Hal ini disebabkan oleh kejenuhan anak yang hanya melihat sebuah tulisan tanpa ada variasi dalam ragam kegiatan melalui permainan. Ragam kegiatan dalam pembelajaran membaca yang monoton seperti anak menyebutkan simbol huruf yang dipegang dan ditunjukkan guru juga menjadi kendala dalam perkembangan membaca pada anak. Jika hal ini berlangsung terus menerus akan mempengaruhi kemampuan baca anak.

Melihat permasalahan yang ada, perkembangan bahasa anak khususnya dalam membaca, permasalahan tersebut dapat dipecahkan dengan memberikan stimulasi melalui metode permainan. Dengan metode permainan, anak akan merasa senang dan tidak terasa bahwa sesungguhnya anak tersebut sedang belajar. Bentuk permainan yang dapat diberikan seperti: permainan mengelompokkan, kocok, memancing dan menjaring. Permainan agar semakin menarik dan menyenangkan dibutuhkan media untuk menunjang permainan tersebut. Bola dapat dijadikan sebagai media permainan karena bola sangat dikenal dan disukai oleh anak-anak.

Dari permasalahan di atas, penulis tertantang untuk melakukan penelitian dengan mengambil permasalahan pembelajaran yang ada yaitu untuk meningkatkan kemampuan anak dalam membaca permulaan dengan metode permainan yang disukai oleh anak-anak yaitu permainan bola, khususnya bola huruf. Oleh karena itu, penulis menindak lanjuti hal tersebut dan mengangkat


(22)

Permainan Bola Huruf Pada Anak Kelompok A2 Di TK Masjid Syuhada Yogyakarta”.

B.Identifikasi Masalah

Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan, masalah itu dapat diidentifikasi dibawah ini:

1. Kurangnya tingkat kemampuan membaca permulaan pada anak dikarenakan anak mengalami kesulitan dalam mengenali dan membedakan huruf.

2. Kurangnya kreativitas guru menciptakan ragam kegiatan untuk mendukung kemampuan membaca permulaan anak.

3. Konsentrasi anak yang mudah terganggu karena adanya 3 anak yang sering keluar masuk kelas dan suka menganggu temannya.

4. Kurangnya tingkat kematangan kemampuan membaca permulaan pada anak. 5. Kurang bervariasinya ragam kegiatan pembelajaran membaca pada anak.

C.Batasan Masalah

Dari identifikasi masalah di atas, peneliti membatasi permasalahan nomor satu yaitu pada meningkatkan kemampuan membaca permulaan melalui permainan bola huruf pada anak kelompok A2 TK Masjid Syuhada Yogyakarta.

D.Rumusan Masalah

Dari permasalahan yang telah diuraikan di atas rumusan permasalahan ini adalah:


(23)

1. Bagaimanakah proses peningkatan kemampuan membaca permulaan melalui permainan bola huruf pada anak kelompok A2 di TK Masjid Syuhada Yogyakarta.

2. Bagaimanakah hasil proses peningkatan kemampuan membaca permulaan melalui permainan bola huruf pada anak kelompok A2 di TK Masjid Syuhada Yogyakarta.

E.Tujuan

Dari latar belakang di atas maka dapat diketahui tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini yaitu untuk:

1. Mengetahui proses peningkatan kemampuan membaca permulaan pada anak melalui permainan bola huruf.

2. Memaparkan hasil peningkatan kemampuan membaca permulaan pada anak melalui permainan bola huruf.

F. Manfaat

Manfaat dari penelitian ini antara lain: 1. Manfaat Teoritis

Dengan diadakan penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan membaca permulaan pada anak serta dapat memberikan gambaran tentang permainan bola huruf.


(24)

2. Manfaat Praktis a. Bagi Peserta Didik

Agar anak dapat meningkatkan kemampuannya dalam membaca permulaan melalui permainan bola huruf secara optimal.

b. Bagi Guru

Membantu guru dalam menguasai berbagai ragam kegiatan permainan untuk meningkatkan kemampuan membaca melalui permainan bola huruf. c. Bagi Sekolah

Dapat sebagai acuan dalam membuat program pembelajaran yang diintergrasikan dengan kurikulum.

d. Bagi Orang Tua

Menambahkan wawasan tentang perkembangan kemampuan bahasa anak pada aspek membaca permulaan.


(25)

BAB II KAJIAN TEORI

A.Berbahasa

Woolfolk (Adriany, 2011: 3), mengungkapkan bahwa bahasa merupakan elemen yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Untuk itu bahasa harus diajarkan kepada anak sedini mungkin, agar anak dapat memiliki kosakata yang banyak. Melalui bahasa individu belajar untuk bersosialisasi dengan lingkungannya. Bahasa juga membantu anak untuk mengungkapkan perasaan, pikiran, dan keinginannya kepada orang lain. Sebagai sebuah sistem, bahasa dibangun atas beberapa komponen.

Terdapat empat komponen yang membangun bahasa. Komponen yang pertama yaitu fonologi. Fonologi mengatur bunyi huruf pada sebuah bahasa. Komponen kedua yaitu semantik-semantik merupakan struktur bahasa yang mengatur kosakata atau perbendaharaan kata dari suatu bahasa. Komponen ketiga yaitu grammar. Grammar merupakan struktur bahasa yang mengatur tentang tata bahasa dan bagaimana menggunakan dalam konteks kalimat. Kompoen terakhir adalah pragmatis. Komponen ini merupakan komponen bahasa yang mengatur bagaimana menggunakan bahasa untuk berkomunikasi dengan orang lain (Dhieni, 2008: 1.12)

Bahasa merupakan salah satu bidang pengembangan dalam pertumbuhan di taman kanak-kanak. Bahasa memungkinkan anak untuk menerjemahkan pengalaman ke dalam simbol-simbol yang dapat digunakan untuk berkomunikasi dan berpikir. Menurut Ahmad Santoso (2011: 73), bahasa adalah alat untuk


(26)

berpikir, mengekspresikan diri dan berkomunikasi. Keterampilan bahasa juga sangat penting dalam rangka pembentukan konsep, informasi dan pemecahan masalah. Melalui bahasa pula kita dapat memahami komunikasi pikiran dan perasaan.

John W. Santrock (2007: 353), mengatakan bahwa bahasa adalah suatu bentuk komunikasi yang dapat berbentuk lisan, tertulis atau isyarat yang berdasarkan pada suatu system dari symbol-simbol. Bahasa terdiri dari kata-kata yang digunakan oleh masyarakat beserta aturan-aturan untuk menyusun berbagai fariasi dan mengkombinasikannya. Bahasa juga merupakan alat komunikasi dengan orang lain dan kemudian berlangsung dalam suatu interaksi social. Pembelajaran bahasa untuk anak usia dini diarahkan pada kemampuan berkomunikasi secara lisan maupun tertulis (simbolis). Dalam hal belajar bahasa simbolis, diperlukan pelajaran membaca dan menulis pada anak. Menurut Suyanto (Ahmad Susanto, 2011: 74) belajar bahasa sering dibedakan menjadi dua, yaitu belajar bahasa untuk komunikasi dan belajar literasi yaitu belajar membaca dan menulis.

Dari beberapa kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa bahasa adalah bentuk komunikasi baik lisan maupun tertulis yang mengandung makna tertentu. Komunikasi lisan terjadi apabila ada dua individu yang saling membutuhkan. Sedangkan komunikasi tertulis adalah komunikasi melalui simbol-simbol yang dapat dipahami orang lain. Komponen dalam perkembangan bahasa yaitu berbicara, menyimak, menulis dan membaca:


(27)

1. Menyimak

Tarigan (1985: 19) mengungkapkan bahwa menyimak adalah suatu proses kegiatan mendengarkan lambang-lambang lisan dengan penuh perhatian, pemahaman, apresiasi, serta interpretasi untuk memperoleh informasi, menangkap isi, serta memahami makna komunikasi yang tidak disampaikan oleh si pembicara melalui ujaran atau bahasa lisan. Menyimak mempunyai peranan yaitu: sebagai dasar berbahasa, penunjang ketrampilan berbicara, membaca dan menulis, memperlancar komunikasi lisan, menambah informasi atau pengetahuan.

Kemampuan-kemampuan yang digunakan dalam kegiatan menyimak adalah kemampuan memusatkan perhatian dan menangkap bunyi bahasa untuk diidentifikasi. Dalam proses identifikasi diperlukan kemampuan linguistik dan kemampuan kognitif. Setelah proses identifikasi, dalam menyimak harus mampu memahami dan menafsirkan maknanya. Kemampuan menyimak anak usia 4,5-6 tahun adalah sebagai berikut:

a. Menyimak pada teman-teman sebaya dalam kelompok-kelompok;

b. Mengembangkan waktu perhatian yang amat panjang terhadap cerita-cerita;

c. Dapat mengingat petunjuk dan pesan-pesan sederhana.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa menyimak adalah proses mendengarkan, memperhatikan, memahami sampai menafsirkan informasi yang disampaikan oleh pemberi informasi.


(28)

2. Berbicara

Kegiatan berbicara diawali dari suatu pesan yang dimiliki pembicara yang akan disampaikan kepada penerima pesan agar penerima pesan dapat menerima atau memahami isi pesan tersebut. Dalam menyampaikan pesan, seseorang menggunakan suatu media atau alat yaitu bahasa lisan. Peristiwa penyampaian pesan lisan seperti ini disebut berbicara.

Nurdiana Dhieni (2008: 3.6) menjelaskan berbicara bukanlah sekedar pengucapan kata atau bunyi, tetapi alat untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan atau mengkomunikasikan pikiran, ide, maupun perasaan. Kemampuan berbicara berkaitan dengan kosakata yang diperoleh anak dari kegiatan menyimak dan membaca. Ada dua tipe perkembangan berbicara pada anak, yaitu:

a. Egocentric speech, terjadi pada anak berusia 2-3 tahun, di mana anak berbicara pada dirinya sendiri (monolog);

b. Socialized speech, terjadi ketika anak berinteraksi dengan temannya ataupun lingkungannya. Hal ini berfungsi untuk mengembangkan kemampuan adaptasi sosial anak.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan berbicara adalah peristiwa penyampaian pesan melalui bahsa lisan yang terjadi antara dua individu yaitu pemberi dan penerima pesan yang didalamnya mengandung makna.


(29)

3. Membaca

Brooks (Tarigan, 1985: 2) mengatakan bahwa membaca dan menyimak mempunyai persamaan, keduanya bersifat reseptif. Perbedaan dari kedua hal tersebut terletak pada menyimak menerima informasi dari sumber lisan, sedangkan membaca menerima informasi dari sumber tertulis. Menyimak merupakan faktor penting bagi kesuksesan seseorang dalam belajar membaca secara efektif.

Anderson (Tarigan, 1985: 4), membaca dan menyimak mempunyai hubungan yang penting, yaitu:

a. Membaca dan menyimak menuntut kedewasaan mental, kosa kata, kemampuan mengikuti urutan ide-ide, dan minatnya dalam bahasa;

b. Baik dalam membaca maupun menyimak, makna kata biasanya bukanlah merupakan kesatuan pemahaman, namun kata mempengaruhi pemahaman terhadap frase kalimat dan paragraf;

c. Membaca maupun menyimak, kesatuan pemahaman lebih tertuju pada frase, kalimat atau paragraf.

d. Membaca maupun menyimak dapat berlangsung dalam situasi-situasi individual atau social.

Dari uraian di atas terdapat perbedaan antara membaca dan menyimak. Perbedaan tersebut terletak pada sumber informasi dimana membaca sumber informasi diperoleh dari media tertulis/cetak dan menyimak bersumber dari lisan/informan.

4. Menulis

Menulis merupakan salah satu media untuk berkomunikasi, di mana anak dapat menyampaikan makna ide, pikiran dan perasaannya melalui untaian kata-kata yang bermakna. Menurut Porwadarminta (Dhieni, 2008: 3.10) menulis memiliki batasan sebagai berikut: (1) membuat huruf, angka, dan lainnya dengan


(30)

pena, kapur dan sebagainya; (2) mengekspresikan pikiran atau perasaan seperti mengarang, membuat surat dan lainnya dengan tulisan. Brewer (Dhieni, 2008: 3.10) mengungkapkan ada 4 tahapan dalam kemampuan menulis, yaitu sebagai berikut:

a. Scribble Stage, yaitu tahap mencoret atau membuat goresan.

Pada tahap ini anak-anak mulai membuat tanda-tanda dengan menggunakan alat tulis.

b. Liniar Repetitive Stage, yaitu tahap pengulangan linear.

Pada tahapan ini anak-anak menelusuri bentuk tulisan yang horizontal. c. Random Letter Stage, tahap menulis acak.

Pada tahapan ini anak belajar tentang berbagai bentuk yang merupakan suatu tulisan dan mengulang berbagai kata dan kalimat.

d. Letter Name Writing Or Phonetic Writing, yaitu tahap menulis nama. Pada tahapan ini anak-anak mulai menyusun dan menghubungkan antara tulisan dan bunyinya. Anak mulai menulis nama dan bunyi secara bersamaan.

Menulis adalah media komunikasi yang dapat mengekspresikan pikiran atau perasaan melalui untaian kata-kata yang bermakna ke dalam bentuk tulisan.

B.Membaca Permulaan

1. Pengertian membaca permulaan

Para ahli memberikan pandangan tentang membaca permulaan. Henri Guntur Taringan (1982: 2) mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan


(31)

membaca adalah proses memperoleh pesan yang disampaikan oleh penulis dengan tulisan. Dalam kamus besar bahasa membaca adalah melihat sambil melisankan suatu tulisan dengan tujuan ingin mengetahui isinya.

Syamsuadinar (Darmiati Zuchdi, 2001: 25) mengemukaka bahwa membaca adalah suatu kepandaian mengubah bahasa tulis menjadi bahasa suara dan oleh karena itu harus megikuti pikiran yang ada di dalamnya, apa yang dimaksud dari membaca tersebut. Pengertian membaca permulaan adalah keterampilan menerapkan kemampuan berbahasa secara biologis dan psikis yang dipengaruhi oleh lingkaran huruf, suku kata, dan kalimat sebagai objek baca dengan tingkatan awal dalam belajar membaca (Depdikbud, 1994: 4).

Pembelajaran membaca permulaan erat kaitannya dengan pembelajaran menulis permulaan. Sebelum mengajarkan menulis, guru terlebih dahulu mengenalkan bunyi suatu tulisan atau huruf yang terdapat pada kata-kata dalam kalimat. Pengenalan tulisan ini beserta bunyi ini melalui pembelajaran membaca. Steinberg (Ahmad Susanto, 2011: 83), mengatakan bahwa membaca permulaan adalah membaca yang diajarkan secara terprogram kepada anak pra sekolah. Program ini merupakan perharian pada perkataan-perkataan utuh, bermakna dalam konteks pribadi anak-anak dan bahan-bahan yang diberikan melalui permainan dan kegiatan yang menarik sebagai perantaraan pembelajaran. Anderson (Dhieni, 2008: 5.5) mengungkapkan bahwa membaca permulaan adalah membaca yang diajarkan secara terpadu, yang menitik beratkan pada pengenalan huruf dan kata serta menghubungkannya dengan bunyi.


(32)

Iskandar Wassid dan Dadang Sunendar (2008: 289), mengatakan bahwa tujuan pembelajaran membaca dibagi menjadi 3 yaitu: tingkat pemula, menengah, dan mahir. Tujuan dari pembelajaran membaca permulaan bagi peserta didik menurut Iskandar Wassid adalah: a) mengenali lambang-lambang (simbol-simbol bahasa); b) mengenali kata dan kalimat; c) menemukan ide pokok dan kata-kata kunci; d) menceritakan kembali isi bacaan pendek. Sementara itu Zuchri dan Budiasih (1996: 72) menyebutkan bahwa tujuan membaca permulaan adalah anak dapat melafalkan lambang huruf atau tulisan dengan intonasi yang wajar, tepat, lancar dan jelas. Hal ini berarti bahwa membaca permulaan menitikberatkan pada aspek-aspek yang bersifat teknis seperti ketepatan menyuarakan tulisan, lafal dan intonasi yang wajar, serta kelancaran dan kejelasan suara.

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa membaca permulaan adalah membaca yang dilaksanankan di TK yang dilakukan secara terprogram kepada anak prasekolah dengan mengenalkan huruf-huruf atau symbol bunyi, lambang-lambang tulisan dan menyuarakannya sebagai dasar pembelajaran membaca berikutnya dengan menitik beratkan pada aspek ketepatan menyuarakan tulisan, lafal, dan intonasi yang wajar, kelancaran dan kejelasan suara.

2. Proses membaca

Spondek dan Saracho (Rofi’uddin dan Zuhdi, 2001: 31) menyatakan membaca merupakan proses memperoleh makna dari barang cetak. Ada dua cara yang ditempuh pembaca dalam memperoleh makna dari barang cetak tersebut yaitu: (a) secara langsung, yakni menggabungkan ciri penanda visual dari tulisan dengan maknanya, dan (b) secara tidak langsung, yaitu mengidentifikasi bunyi


(33)

dalam kata dan menggabungkannya dengan makna. Cara pertama digunakan oleh pembaca lanjut dan cara kedua digunakan oleh pembaca permulaan.

Dalam pengajaran membaca permulaan yang diutamakan adalah memberikan kecakapan kepada para anak untuk mengubah rangkaian-rangkaian huruf menjadi rangkaian-rangkaian bunyi yang bermakna, selain itu juga melancarkan teknik membaca pada anak (Ngalim Purwanto, 1997: 29).

3. Tahap-tahap membaca

Combs (Rofi’uddin dan Zuhdi, 2001: 3) kegiatan membaca dibagi menjadi tiga tahap yaitu:

a. Tahap persiapan

Pada tahap ini anak mulai menyadari fungsi barang cetak, konsep tentang cara kerja barang cetak, konsep tentang huruf dan konsep tentang kata. b. Tahap perkembangan

Pada tahapan ini anak mulai memahami pola bahasa yang terdapat dalam barang cetak. Anak mulai belajar memasangkan satu kata dengan kata yang lain.

c. Tahap transisi

Anak mulai mengubah kebiasaan membaca bersuara menjadi membaca dalam hati. Anak mulai melakukan kegiatan membaca dengan santai.

Menurut Stigenberg (Ahmad Susanto, 2001: 90-91) kemampuan membaca anak usia dini dapat dibagi menjadi empat tahap perkembangan yaitu:


(34)

a. Magical Stage (Tahapan Fantasi)

Yaitu tahapan dimana anak mulai belajar menggunakan buku, mulai berfikir bahwa buku itu penting, melihat atau membolak-balik buku dan kadang-kadang anak membawa buku kesuakaannya.

b. Self concept stage (tahapan membentuk konsep diri membaca)

Anak memandang dirinya sebagai pembaca, dan mulai melibatkan diri dalam kegiatan membaca, pura-pura membaca buku, menggunakan bahasa baku meski tidak cocok dengan tulisannya.

c. Bridging Reading Stage (Tahap Membaca Gambar)

Pada tahapan ini anak mulai sadar pada cetakan yang tampak serta dapat menemukan kata yang sudah dikenal, dapat mengungkapkan kata-kata yang memiliki makna dengan sendirinya, dapat mengulang kembali cerita yang tertulis, dapat mengenal cetakan kata dari puisi atau lagu yang dikenalnya serta sudah mengenal abjad.

d. Take off reader stage (tahap pengenalan bacaan)

Anak tertarik pada bacaan, mulai mengingat kembali cetakan pada konteksnya, berusaha mengenal tanda-tanda pada lingkungan serta membaca berbagai tanda seperti kotak susu, pasta gigi, atau papan iklan.

e. Independen reader stage (tahap membaca lancar)

Pada tahap ini anak dapat membaca berbagai jenis buku yang berbeda-beda secara bebas, menyusun pengertian dari tanda, pengalaman dan isyarat yang dikenalnya, dapat membuat perkiraan bahan-bahan bacaan.


(35)

Pada penelitian ini, peneliti akan meningkatkan tahapan membaca anak pada tahapan Bridging Reading Stage (Tahap Membaca Gambar). Hal ini dimaksudkan agar dalam tahapan ini anak benar-benar mengenal simbol-simbol huruf dengan baik, sehingga anak dapat melanjutkan pada tahapan berikutnya tanpa mengalami kesulitan. Selain faktor tersebut, subjek penelitian ini adalah anak-anak yang berusia empat tahun yang berada pada tahapan tersebut.

4. Metode Membaca

Pembelajaran membaca permulaan dapat menggunakan berbagai metode. Menurut Darmiati Zuchdi (1997: 27) metode pengajaran bahasa adalah rencana pembelajaran yang menakup pemilihan, penentuan, dan penyusunan secara sistematis bahan yang akan diajarkan serta kemungkinan pengadaan remidi dan bahan pengembangannya. Akhadiah (Dimyati Zuchdi dan Budiasih, 2001: 61-66) menjelaskan bahwa dalam pembelajaran membaca permulaan ada beberapa metode yang digunakan, antara lain yaitu:

a. Metode abjad dan metode bunyi

Dalam penerapannya, kedua metode ini sering menggunakan kata lepas. Misalnya: metode abjad (dalam mengucapkan huruf-hurufnya sesuai dengan

abjad “a”, “b”, “c”, dan seterusnya), metode bunyi dalam mengucapkan

huruf-hurufnya sesuai dengan bunyinya, “a”, “be”, “ce” dan seterusnya. b. Metode kupas rangkai suku kata dan metode kata lembaga

Kedua cara ini dalam penerapannya menggunakan cara mengurai dan merangkainya.

Contoh: Bola Bo – la B – o – l – a Bo – la Bola

c. Metode global

Metode ini menggunakan langkah-langkah sebagai berikut: mengkaji salah satu suku kata, menguraikan huruf menjadi suku kata, menguraikan suku kata


(36)

menjadi huruf, menggabungkan huruf menjadi suku kata, merangkaikan suku kata menjadi kata, merangkaikan kata menjadi kalimat.

d. Metode SAS (Struktural analitik sintetik)

Momo dalam Darmiyati Zuchri dan Budiasih (2001, 63-66), menyebutkan dalam pelaksanaanya, metode ini dibagi dalam dua tahap yakni (1) tanpa buku, (2) menggunakan buku.

Purwanto (1997: 31) membagi metode pengajaran membaca awal dalam 5 metode, yaitu:

a. Metode Eja (spell method)

Metode ini mengajarkan kepada anak-anak huruf-huruf abjad menurut urutan, melafalkan huruf sesuai dengan nama hurufnya.

b. Metode bunyi (klank method)

Pembelajaran dalam metode ini bukanlah mengajarkan nama huruf, melainkan bunyinya. Metode ini caranya sama dengan pembelajran metode eja.

c. Metode lembaga kata

Proses pelaksanaan metode ini dengan menyajikan kepada anak-anak dengan sebuah kata yang tidak asing lagi agi mereka. Proses dengan menganalisis atau menguraikan kata menjadi suku kata dan suku kata langsung ke bunyi huruf.

d. Metode global

Proses pelaksanaan metode ini dengan memberikan anak-anak kalimat-kalimat yang merupakan cerita singkat. Setelah beberapa lama, anak-anak akan hafal dengan kalimat-kalimat tersebut dan dapat membedakan kata-kata yang sama.

e. Metode SAS atau struktur analisa sintesa

Dalam metode SAS dimulai dengan suatu cerita dan siswa perlu menghafal kalimat dan dikenalkan dengan huruf sekaligus. Dalam metode SAS hanya membicarakan satu hal saja. Misalnya ibu, bacaannya berupa kalimat pendek, seperti ini ibu dan ibu ani.

Menurut Abdurrahman (2004: 214) menyebutkan ada 2 kelompok metode pengajaran membaca yakni pengajaran membaca bagi anak pada umumnya dan pengajaran membaca khusus bagi anak berkesulitan belajar. Menurut beliau, metode pengajaran bagi anak pada umumnya meliputi:

a. Metode membaca dasar

Metode ini diajarkan dengan menggabungkan berbagai prosedur untuk mengajarkan kesiapan, perbendaharaan kata, mengenal kata, pemahaman, dan kesenangan membaca.


(37)

b. Metode fonik

Metode ini mengajarkan pengenalan kata melalui proses mendengarkan bunyi huruf. Anak-anak diajak mengenal bunyi-bunyi huruf, kemudian mensintesiskannya menjadi suku kata dan kata dengan mengaitkannya dengan kata benda.

c. Metode SAS (structural analitik sintetik)

Metode ini merupakan perpaduan antara metode fonik dengan metode linguistik. Perbedaanya adalah jika metode linguistik kode tulisan yang dipecahkan berupa kata, di dalam SAS berupa kalimat pendek yang utuh. d. Metode alfabetik

Metode ini memperkenalkan kepada anak berbagai huruf alfabetik dan kemudian merangaikan huruf-huruf tersebut menjadi suku kata, kata dan kalimat.

e. Metode pengalaman bahasa

Metode ini terintregasi dalam ketrampilan mendengarkan, bercakap-cakap, dan menulis. Bahan bacaan yang digunakan berdasarkan atas pengalaman anak.

Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan metode lembaga kata. Peneliti memilih metode ini karena ingin mengenalkan bunyi huruf sekaligus dengan lambangnya secara bersamaan melalui sebuah kata yang bermakna bagi anak. Hal ini dimaksudkan agar anak memahami bahwa sebuah kata terdiri dari susunan lambang huruf dan mempunyai bunyi. Metode ini akan dilakukan melalui permainan agar anak lebih tertarik. Selain itu anak juga tertantang untuk melakukan kegiatan.

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi membaca

Nurhadi (Samsu Somadayo, 2011: 5) menyebutkan membaca adalah suatu proses yang kompleks dan rumit. Banyak faktor yang menyebabkan membaca menjadi proses yang kompleks. Faktor yang terlibat dapat berupa faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor internal dapat berupa faktor intelegensi, minat, sikap bakat, motivasi, tujuan membaca dan sebagainya. Faktor eksternal biasanya dalam bentuk sarana membaca, teks bacaan, faktor lingkungan atau faktor latar belakang sosial ekonomi, kebiasaan dan tradisi membaca.


(38)

Kemampuan membaca ini merupakan kegiatan yang kompleks. Artinya banyak faktor yang mempengaruhinya. Tampubolon (Dhieni, 2009: 19) membagi faktor itu menjadi dua, yaitu faktor endogen dan eksogen. Faktor endogen adalah faktor yang berkembang baik secara biologis, maupun psikologis, dan linguistic yang timbul dari diri anak. Sedangkan faktor eksogen adalah faktor lingkungan. 6. Aspek-aspek membaca

Pembelajaran membaca harus memperhatikan aspek-aspek perkembangan anak. Menururt Broughbon (Tarigan, 1979: 11-12) terdapat dua aspek penting dalam membaca yaitu:

a. Keterampilan yang bersifat mekanis

Dalam keterampilan mekanis ini mencakup aspek: (1) Pengenalan bentuk huruf;

(2) Pengenalan unsure-unsur linguistik

(3) Pengenalan hubungan/korespondensi pola ejaan dan bunyi (kemampuan menyuarakan bahan tertulis);

(4) Kemapuan membaca bertaraf lambat. b. Keterampilan yang bersifat pemahaman

Pada keterampilan ini mencakup aspek:

(1) Memahami mengerti pengertian sederhana (leksikal, gramatikal, retorikal); (2) Memahami signifikasi atau makna;

(3) Evaluasi atau penilaian;

(4) Kecepatan membaca yang fleksibel, yang mudah disesuaikan dengan keadaan.


(39)

Ahmad Rofi’uddin (1998: 50) mengungkapkan bahwa pengajaran membaca diarahkan pada aspek-aspek sebagai berikut:

a. Perkembangan aspek sosial anak, yaitu kemampuan bekerjasama, percaya diri, pengendalian diri, kestabilan emosi dan rasa tanggungjawab.

b. Perkembangan fisik yaitu pengaturan gerak motorik, koordinasi gerak mata dan tangan.

c. Perkembangan kognitif yaitu membedakan bunyi, huruf, menghubungkan kata dan makna.

7. Kemampuan membaca permulaan pada anak usia dini

Kemampuan dalam kamus besar Bahasa Indonesia berarti kesanggupan atau kecakapan. Kemampuan membaca adalah kecepatan membaca dan memahami isi secara keseluruhan. Pada dasarnya membaca adalah suatu keterampilan atau kemampuan yang kompleks dan rumit. Hal ini dikarenakan membaca melibatkan serangkaian kemampuan yang lebih kecil. Broughton (tarigan, 1979: 10-11) menyebutkan membaca ada tiga komponen, yaitu:

a. Pengenalan terhadap aksara serta tanda-tanda baca

Kemapuan ini untuk mengenal bentuk-bentuk yang sesuai dengan model berupa gambar, lengkungan-lengkungan, garis-garis dan titik teratur rapi. b. Korelasi aksara serta tanda-tanda baca dengan unsur-unsur linguistik yang

formal.

Keterampilan ini merupakan kemampuan menghubungkan gambar-gambar berpola dengan bahasa.


(40)

c. Hubungan makna atau meaning.

Kemapuan ini mencakup keseluruhan keterampilan membaca yaitu menghubungkan kata-kata sebagai bunyi dengan makna yang dilambangkan oleh kata-kata tersebut.

Suwaryono Wiryodijoyo (1989: 20-21) mengungkapkan bahwa anak-anak dikatakan siap belajar membaca jika: (1) ingat urutan huruf dan tahu perbedaan kata-kata; (2) ingat macam-macam bunyi dan dapat membedakan bunyi dalam kata-kata; (3) dapat memusatkan pandangan pada huruf-huruf dan menyelaraskan gerakan mata mengikuti tulisan serta ke baris berikutnya; (4) mempunyai bahasa lisan yang benar; (5) ingin membaca kata-kata dan menyadari bahwa pikiran informatif dapat diganti dengan kata-kata; (6) mudah menangkap pengertian-pengertian yang diperkenalkan pada awal buku-buku bacaan.

Anderson (Nurbiani Dhieni, 2008: 5.50) mengungkapkan bahwa membaca permulaan adalah membaca yang diajarkan secara terpadu yang menitikberatkan pada pengenalan huruf, kata, menghubungkannya dengan bunyi. Sedangkan menurut Darmiati Zuhri dan Budiasih (1996: 50) membaca permulaan diberikan secara bertahap yakni pra membaca dan membaca. Pada tahap pra membaca, anak diajarkan: (1) sikap duduk yang baik pada waktu membaca; (2) cara yang baik meletakkan buku di meja; (3) cara memegang buku; (4) cara membuka dan membalik halaman buku; (5) melihat dan memperhatikan tulisan. Sedangkan pada tahap membaca, anak diajrakan: (1) lafal dan intonasi kata dan kalimat sederhana (menirukan guru); (2) huruf-huruf banyak digunakan dalam kata dan kalimat


(41)

sederhana yang sudah dikenal siswa (huruf-huruf diperkenalkan secara bertahap sampai pada 14 huruf).

Membaca permulaan menurut Sabarti Akhadiah dkk. (1993: 11) ditekankan pada menyuarakan kalimat-kalimat yang disajikan dalam bentuk tulisan. Dengan kata lain, anak dituntut untuk mampu menerjemahkan bentuk tulisan ke dalam bentuk lisan. Dalam hal ini, tercakup pula aspek kelancaran membaca. Anak harus dapat membaca wacana dengan lancar, bukan hanya membaca kata-kata ataupun mengenali huruf-huruf yang tertulis.

Darmiati Zuchri dan Budiasih (1997: 50) menjelaskan bahwa kemampuan membaca yang diperoleh pada membaca permulaan akan sangat berpengaruh terhadap kemampuan lanjut. Jika pada membaca permulaan belum kuat, maka pada tahap membaca lanjut, anak akan mengalami kesulitan untuk dapat memiliki kemampuan yang memadai. Darmiati Zuchri dan Budiasih (1997: 123) juga menambahkan bahwa anak dikatakan mempunyai kemampuan membaca permulaan manakala anak tersebut tepat dalam menyuarakan tulisan, kewajaran lafal, kewajaran intonasi, kelancaran, kejelasan suara, dan pemahaman isi/makna.

Anderson (Sabarti Akhadiah, 1993: 23-24) mengungkapkan cirri-ciri membaca permulaan, bahwa membaca adalah sebagai berikut:

a. Merupakan proses konstruktif. b. Harus lancar.

c. Harus dilakukan dengan strategi yang tepat. d. Memerlukan motivasi.

e. Merupakan keterampilan yang harus dikembangkan secara berkesinambungan.

Tanda-tanda kesiapan anak untuk belajar membaca adalah anak sudah mampu memahami bahasa lisan, anak sudah dapat mengucapkan kata-kata


(42)

dengan jelas, anak sudah dapat mengingat kata-kata, anak sudah dapat mengucapakan bunyi huruf, anak sudah menunjukkan minat membaca dan anak sudah dapat membedakan suara atau bunyi dan objek-objek dengan baik (Dhieni, 2008: 9.4).

Secara umum karakteristik kemapuan bahasa anak TK usia 4-5 tahun adalah terjadi perkembangan yang cepat dalam bahasa anak, anak dapat menggunakan kalimat dengan baik dan benar, anak menguasai 90% fonem dan sintaks bahasa yang digunakan, anak dapat berpartisipasi aktif dalam percakapan dan anak dapat mendengarkan orang lain berbicara dan menanggapi pembicaraan tersebut.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan membaca permulaan adalah kesanggupan anak dalam mengenal dan memahami huruf-huruf dan lambang-lambang tulisan yang kemudian diucapkan dengan menitikberatkan aspek ketepatan menyuarakan tulisan, lafal dan intonasi yang wajar, kelancaran dan kejelasan suara.

C.Permainan

1. Pengertian permainan

Bermain diartikan sebagai kegaitan kegiatan yang dilakukakan untuk kesenangan dan tidak mempertimbangkan hasil akhir. Anak-anak bermain karena mereka perlu memanipulasi dan bereksperimen untuk melihat apa yang terjadi, bagaimana sesuatu itu berproses, dan bagaimana sesuatu berfungsi dalam kehidupannya. Jmes Sully (Tedjasaputra, 2001: 15), bermain mempunyai manfaat


(43)

tertentu. Yang terpenting dan paling diperlukan dalam kegiatan bermain adalah rasa senang yang ditandai dengan tertawa.

Bermain menurut Piaget (Yulianti, 2010: 32) merupakan latihan untuk mengkonsolidasikan berbagai pengetahuan dan keterampilan kognisi yang baru dikuasai, sehingga dapat berfungsi secara efektif. Menurut Hildebrand (Yulianti, 2010: 32) bermain berarti berlatih, mengeksploitasi, merekayasa, mengulang latihan apapun yang dapat dilakukan untuk mentransformasi secara imajinatif hal-hal yang sama dengan dunia orang dewasa. Sementara menurut Moeslichatun (Yulianti, 2010: 35) bermain merupakan tuntutan dan kebutuhan psikologis dan biologis anak yang sangat esensial.

Bettelheim (Tedjasaputra, 2001: 60), permainan dan olah raga adalah kegiatan yang ditandai oleh aturan serta persyaratan-persyaratan yang disetuji bersama dan ditentukan dari luar untuk melakukan kegiatan dalam tindakan yang bertujuan. Dalam permainan, terdapat aturan yang harus diikuti. Sedangkan Conny semiawan (2008: 24) mengatakan bahwa permainan adalah alat bagi anak untuk menjelajahi dunianya, dari yang tidak ia kenali sampai pada yang ia ketahui dan dari yang tidak dapat diperbuatnya sampai mampu melakukannya. Jadi bermain mempunyai nilai dan ciri yang penting dalam kemajuan perkembangan kehidupan sehari-hari seorang anak.

Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa permainan adalah suatu kegiatan menyenangkan bagi anak yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan psikologis dan biologisnya tanpa mempertimbangkan hasil akhir dengan unsur aturan yang harus diikuti.


(44)

2. Manfaat bermain

Bermain sangat penting bagi anak. Bermain sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan anak itu sendiri. Anak-anak harus bermain agar dapat mencapai perkembangan yang optimal. Anak-anak yang tidak pernah bermain akan bermasalah di kemudian hari. Herbert Spencer (Cattron dan Allen, 1999) menyatakan bahwa anak bermain karena mereka punya energi berlebih. Energy ini mendorong mereka melakukan aktivitas sehingga mereka terbebas dari perasaan tertekan. Andang Ismail (2005: 18) mengemukakan tentang beberapa manfaat bermain, yaitu sebagai sarana untuk membawa anak kea lam masyarakat, untuk mengenal keuatan sendiri, memperoleh kesempatan mengembangkan fantasi dan menyalurkan kecenderungan pembawaannya, melatih anak untuk menempa emosi, memperoleh kegembiraan, kesenangan dan kepuasan, serta melatih diri untuk mentaati peraturan yang berlaku.

Movitz Lazarus dalam Takhiroatun Musfiroh (2008: 5) anak bermain karena mereka memerlukan penyegaran kembali atau mengembalikan energi yang habis digunakan untuk kegiatan rutin sehari-hari. Lebih lanjut Karl Groos menjelaskan bahwa anak bermain karena anak perlu belajar peran-peran tertentu dalam kehidupan. Nakita dalam Kamtini dan Husni Wardi Tanjung (2005: 55) menyebutkan manfaat bermain bagi anak sangat bervariatif. Ia merinci bebrapa manfaat bermain meliputi tiga ranah, yaitu:

a. Fisik-motorik. Anak akan terlatih motorik kasar dan halusnya. Dengan bergerak, ia akan memiliti otot-otot tubuh yang terbentuk secara baik dan lebih sehat secara fisik.

b. Social-emosional. Anak merasa senang karena ada teman bermainnya. Ditahun-tahun pertama kehidupannya, orang tua merupakan teman bermain utama bagi anak. Ini membuatnya merasa disayang dan ada


(45)

kelekatan dengan orang tua, selain itu anak juga belajar komunikasi dua arah.

c. Kognisi. Anak belajar mengenal atau mempunyai pengalaman kasar-halus, rasa asam, manis dan asin. Ia pun belajar perbendaharaan kata, bahasa, dan komunikasi timbal balik.

Anak dapat mengembangkan rasa harga diri melalui bermain, karena dengan bermain anak memperoleh kemampuan untuk menguasai tubuh mereka, benda-benda, dan keterampilan sosial (Erikson, 1963). Anak bermain karena mereka berinteraksi guna belajar mengkreasikan pengetahuan. Bermain merupakan cara dan jalan anak berfikir dan menyelesaikan masalah. Anak bermain karena membutuhkan pengalaman langsung dalam interaksi sosial agar mereka memperoleh dasar kehidupan sosial.

Piaget (Diana Mutiah, 2010: 138), permainan sebagai suatu media yang meningkatkan perkembangan kognitif anak-anak. Permainan memungkinkan anak mempraktekkan kompetensi-kompetensi dan keterampilan-keterampilan yang dilakukan dengan cara yang santai dan menyenangkan. Mildred Parten (Daiana Mutiah, 2010: 138-139) mengklasifikasikan permainan anak yang didasarkan pada observasi terhadap anak-anak dalam permainan bebas yaitu: unoccupied play, solitary play, onlooked play, parallel play, assosiatif play, cooperative play. 3. Ciri-ciri bermain

Bermain mempunyai cirri-ciri yang khas yang membedakan dengan kegiatan yang lain (Musfiroh, 2004: 7). Kegiatan bermain pada anak-anak memilik cirri-ciri sebagai berikut:

a. Bermain selalu menyenangkan dan menggembirakan; b. Motivasi bermain adalah motivasi intrinsik;


(46)

c. Bermain bersifat spontan dan suka rela;

d. Bermain melibatkan peran aktif semua peserta;

e. Bermain bersifat non-literal, pura-pura dan tidak senyatanya;

f. Bermain tidak memiliki kaidah ekstrinsik/bermain memiliki aturan sendiri yang ditentukan oleh permainan;

g. Bermain dengan aktif; h. Bermain bersifat fleksibel. 4. Tahapan bermain

Rubin, Fein, Vandenberg dan Smilansky (Tedjasaputra, 2001: 28-30), tahapan bermain anak adalah sebagai berikut:

a. Bermain fungsional

Kegiatan ini dilakukan dengan atau tanpa alat permainan. Tahap bermain ini berupa gerakan yang bersifat sederhana dan berulang-ulang. Bermain seperti ini biasanya tampak pada usia 1-2 tahun.

b. Bermain membangun (Constructive play)

Dalam kegiatan bermaian ini anak-anak berbentuk sesuatu, menciptakan bangunan tertentu dengan alat yang tersedia.

c. Bermain pura-pura (make-believe play)

Kegiatan bermain pura-pura mulai banyak dilakukan anak berusia 3-7 tahun. Dalam permainan ini, anak-anak menirukan kegiatan orang yang pernah dilihatnya dalam kehidupan anak. Dapat juga anak-anak bermain peran imajinatif misalnya peran tokoh dalam film atau kartun.


(47)

d. Bermain dengan peraturan (games with rules)

Dalam kegiatan bermain ini anak-anak sudah dapat memahami dan bersedia mematuhi aturan permainan. Aturan permainan pada awalnya diikuti anak berdasarkan yang diajarkan orang lain. Kemudian anak memahami bahwa aturan itu dapat diubah sesuai kesepakatan orang-orang yang terlibat dalam permaianan.

Dalam penelitian ini peneliti memfokuskan pada tahap bermain dengan peraturan (games with rules) dan tahap bermain (play stage). Hal ini dikarenakan permainan yang dikreasikan peneliti mempunyai tujaun yaitu agar anak dapat mengenal simbol huruf dan bunyinya. Agar tujuan tersebut dapat terlaksana dengan baik maka dibutuhkan aturan dalam permainan ini. Selain itu permainan ini juga membutuhkan alat untuk mendukung terlaksananya permainan.

5. Jenis-jenis permainan

Kegiatan bermain menurut jenisnya terdiri atas bermain aktif dan bermain pasif. Kegiatan bermain aktif adalah kegiatan yang memberikan kesenangan dan kepuasan pada anak melalui aktivitas yang mereka lakukan sendiri. Kegiatan bermain aktif juga dapat diartikan sebagai kegiatan yang melibatkan banyak aktifitas tubuh atau gerakan-gerakan tubuh. Ragam bermain aktif adalah bermain bebas dan spontan, bermain konstruktif, mengumpulkan benda-benda (collecting), melakukan penjelajahan (eksplorasi), permainan (games) dan olah raga (sport), musik dan melamun.

Jenis bermain pasif biasanya lebih disukai oleh anak-anak usia remaja. Hiburan merupakan salah satu bentuk bermain pasif. Bermain pasif dapat


(48)

diartikan sebagai kegiatan yang tidak terlalu banyak melibatkan aktivitas fisik. Ragam kegiatan bermain pasif adalah membaca, menonton film, mendengarkan radio, mendengarkan musik. Dalam permainan bola huruf yang dikreasikan oleh peneliti, jenis kegiatan bermain ini termasuk dalam permainan aktif. Dalam permainan ini, anak melibatkan anggota tubuhnya secara aktif.

6. Kelebihan dan kekurangan metode bermain

Teori kognitif menurut Piaget dalam Suratno (2005: 76) menyampaikan tentang arti penting bermain bagi anak. Bermain tidak hanya mengembangkan kemampuan kognisi semata, tetapi juga mengembangkan aspek lainnya terutama aspek social, dan emosi anak.

Suratno (2005: 76) juga menyampaikan bahwa bermain merupakan aktivitas anak yang paling dominan dan paling banyak diinginkan anak. Bermain erat kaitannya dengan tumbuhnya kemampuan untuk menciptakan gagasan baru, bersuka cita terhadap hal-hal baru, dan menciptakan suatu keadaan yang baru.

Keunggulan metode bermain menurut Griggs (2012: 68), yakni games have continued to be presented as a medium through which knowledge, understanding and the application of skills can be learn. Dengan demikian permainan perlu dilanjutkan dengan penyajian sebagai media yang memungkinkan pengetahuan, pemahaman, dan penerapan ketrampilan yang dapat dipelajari. Pendapat tersebut menyatakan bahwa aktivitas bermain yang mencakup pengetahuan, pemahaman konsep dan dapat digunakan untuk meningkatkan ketrampilan dalam suatu kegiatan permainan sekaligus.


(49)

Vera (2012: 128-130) juga menyampaikan bahwa penggunaan metode bermain dalam kegiatan belajar-mengajar diluar kelas dapat menjabarkan pengertian konsep dalam bentuk praktik, dapat menanamkan nilai kejujuran pada diri siswa, bisa menanamkan semangat dalam memecahkan masalah, dapat membangkitkan minat siswa terhadap pelajaran yang diajarkan, dan mampu mengembangkan kreativitas siswa.

Setiap metode pembelajaran memiliki kelemahan dan kelebihan masing-masing. Beberapa kelemahan yang ada pada metode bermain adalah sebagai berikut:

a. Tidak semua topik dapat disajikan dengan metode permainan. b. Dapat memakan waktu yang lama dalam proses pembelajaran.

c. Permainan dapat mengakibatkan kelas gaduh sehingga dapat menggaanggu ketenangan kelas sekitarnya (Nikmah, 2012: 8).

Wardah (2014: 1) menyampaikan bahwa metode bermain juga memiliki kelemahan sebagai berikut:

a. Apabila metode ini dilakukan tanpa persiapan yang matang, maka ada kemungkinan tujuan-tujuan pembelajaran tidak tercapai secara maksimal sebab anak terlalu larut dalam proses bermain apabila misalnya guru kurang memperhatikan tahapan-tahapan pembelajaran melalui metode ini.

b. Metode ini biasanya memerlukan strategi dan media pembelajaran yang disiapkan secara baik. Oleh karena itu ketersediaan media bermain merupakan syarat diterapkannya metode ini.


(50)

Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa penggunaan metode bermain selain memiliki manfaat yang banyak, metode tersebut juga memiliki kelemahan dalam proses pelaksanaanya. Apabila metode tersebut tidak direncanakan dengan matang dan tidak disesuaikan dengan baik, maka hasil yang diperoleh dari pembelajaran dengan metode tersebut juga tidak akan maksimal.

7. Permainan bola

Bermain bersifat menyenangkan karena anak diikat oleh sesuatu yang menyenangkan, dengan tidak banyak memerlukan pemikiran. Bermain memberikan suatu karena dimana anak masuk atau terlibat untuk menghilangkan dirinya, namun terkadang anak menemukan dirinya melalui bermain. Menurut Loy, Mcpherson, dan Kenyon (Furqon Hidayatullah, 2008: 5) menyebut permainan adalah berbagai bentuk kompetisi bermain penuh yang hasilnya ditentukan oleh: ketrampilan fisik, strategi, kesempatan yang dilakukan sacara perorangan atau gabungan.

Sementara itu Morris dan Stiehl (Furqon Hidayatullah, 2008: 5) menyebutkan bahwa permainan adalah sukarela yang didasari peraturan dan tujuan-tujuan yang dinyatakan dengan jelas. Sementara itu Bettelheim (Tedjasaputra 2001: 60) permainan dan olah raga adalah kegiatan yang ditandai oleh aturan serta persyaratan-persyaratan yang disetujui bersama dan ditentukan dari luar untuk melakukan kegiatan dalam tindakan yang bertujuan. Dalam permainan mengandung aturan yang harus diikuti.

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia bola adalah benda atau barang bulat yang terbuat dari karet dan digunakan untuk bermain-main. Dari berbagai definisi


(51)

diatas dapat disimpulkan bahwa permainan bola adalah kegiatan yang menyenangkan bagi anak dan dilakukan karena keinginan bukan karena tuntutan yang mengandung aturan untuk tujuan tertentu dengan menggunakan bola sebagai medianya.

Naluri bermain dalam diri anak merupakan kebutuhan yang tak ubahnya seperti kebutuhan dasar lainnya. Kebutuhan ini bermanfaat untuk menyalurkan potensi anak agar fisik, mental, emosional dan social dapat tumbuh dan berkembang. Menurut Toho Cholik M (1997: 69-74) jenis-jenis permainan tersebut adalah:

a. Permainan kecil

Permainan kecil adalah suatu jenis permainan yang tidak mempunyai peraturan-peraturan yang baku, baik peraturan tentang fasilitas dan perlengkapan maupun peraturan permainan dan perwasitan. Jenis permainan ini antara lain: permainan meniru gerakan binatang, permainan meniru gerakan orang dan permainan untuk meningkatkan ketangkasan.

b. Permainan besar

Permainan besar adalah permainan yang mempunyai peraturan-peraturan baku, baik peraturan tentang fasilitas dan perlengkapan maupun peraturan permainan dan perwasitan. Jenis permainan ini mempunyai induk organisasi. Jenis permainan ini adalah; bola voli, sepak bola dan bola basket.

Kedua jenis permainan di atas merupakan pengolongan permainan berdasarkan peraturan. Dalam permainan besar sudah memiliki aturan baku yang diatur dalam sebuah organisasi. Sedangkan dalam permainan kecil tidak


(52)

memiliki aturan yang baku. Dalam permainan kecil memiliki aturan yang fleksibel dimana peraturan dibuat oleh pemain saat itu.

Dalam penelitian ini permainan bola huruf termasuk dalam permainan kecil. Hal ini dikarenakan aturan yang dibuat menyesuaikan bentuk permainan yang akan dilakukan. Peraturan yang dibuat bukan peraturan yang baku sehingga sangat fleksibel.

c. Permainan bola kecil

Dalam permainan bola kecil dan bola besar yang membedakannya adalah jenis bola yang digunakannya, yakni besar dan kecilnya bola. Yang termasuk permainan bola kecil adalah : kasti, rounders, kippers, bola bakar, tenis meja, sof ball, dan sebagainya.

d. Permainan bola kecil dan bola besar merupakan penggolongan permainan berdasarkan ukuran bola yang dilakukan. Dalam penelitian ini menggunakan bola kecil. Hal ini menyesuaikan usia subjek yang akan diteliti. Bola kecil yang dipilih adalah bola yang berwarna dan terbuat dari plastik. Bola ini dipilih karena ringan dan warnanya menarik bagi anak.

8. Permainan bola huruf

Permainan bola huruf adalah permainan yang menggunakan media bola sebagai alat permainan. Pada permainan ini simbol-simbol huruf ditempelkan pada bola yang selanjutnya dilakukan permainan dengan tantangan menemukan bola dengan huruf tertentu. Permainan dengan media bola ini selain disukai oleh anak-anak juga dapat membantu anak tersebut mengenali dan memperhatikan


(53)

huruf yang ada pada bola. Dengan permainan ini diharapkan dapat membantu anak mengenali huruf sebagai metode pembelajaran membaca permulaan.

Bentuk permainannya sendiri dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan kegemaran anak. Permainan ini misalnya memancing bola huruf. Dalam permainan ini dibutuhkan alat sebagai pendukung berupa kail yang ujungnya terdapat magnet, bola bermagnet yang terdapat symbol huruf tertentu pada permukaannya, dan kolam atau tempat memancing yang memberikan area tertentu pada permainan.

Prosedur pelaksanaan dalam permainan ini meliputi: a. Jumlah pemain

Dalam setiap permainan ini terdapat tiga kesempatan main. Dengan demikian permainan ini dilakukan oleh tiga anak dalam satu waktu.

b. Alat/media permainan

Media utama dalam permainan ini adalah bola huruf. Sedangkan media pendukungnya menyesuaikan bentuk permainan ynag akan dilaksanakan seperti: pancing dan kail, jaring, keranjang dan sebagainya.

c. Aturan bermain

Aturan bermain ini berfokus pada keharusan anak dalam mengambil bola huruf sesuai dengan perintah guru. Kemudian anak diharuskan menyebutkan huruf-huruf yang sudah diambilnya secara mandiri maupun terbimbing. d. Jalannya permainan

Anak-anak dibagi menjadi 3-4 kelompok. Pada saat satu kelompok melakukan permainan bola huruf maka kelompok yang lainnya melakukan


(54)

kegiatan pendukung yang lain. Anak-anak yang melakukan permainan bola huruf diharapkan dapat mengambil bola huruf sesuai perintah guru. Selanjutnya anak-anak menyebutkan huruf-huruf yang sudah diambilnya baik secara mandiri maupun terbimbing. Pada tahap permainan akhir anak-anak diharapkan merangkai huruf-huruf tersebut menjadi sebuah kata.

9. Kelebihan dan kekurangan permainan bola huruf

Berdasarkan uraian tentang manfaat bermain yang dijabarkan Andang Ismail (2005:18), peneliti mengambil kesimpulan tentang kelebihan permainan bola huruf yaitu:

a. Anak dapat saling mengenal dan bersosialisasi saat permainan bola huruf berlangsung.

b. Mengenalkan anak pada permainan bola huruf. c. Memberikan kesempatan bagi anak untuk berfantasi.

d. Melatih diri anak untuk dapat mengendalikan emosi pada saat mengikuti permainan.

e. Memberikan suasana kegembiraan bagi anak pada saat permainan bola huruf. f. Melatih anak untuk dapat mematuhi peraturan permainan.

Selanjutnya peneliti menambahkan kelebihan permainan bola huruf berdasarkan uraian manfaat bermain menurut Nakita dalam Kamtini dan Husni Wardi Tanjung (2005: 55) pada ranah kognisi yaitu anak belajar perbendaharan kata, bahasa dan komunikasi timbal balik. Terkait dengan membaca permulaan anak dapat memperluas kosakata, anak dapat berbahasa dengan jelas dan lancar


(55)

serta anak dapat berkomunikasi timbal balik atau tanya jawab langsung pada saat permainan.

Berdasarkan uraian tentang kelemahan metode bermain yang dijabarkan Nikmah (2012: 8), peneliti mengambil kesimpulan tentang kekurangan permainan bola huruf yaitu:

a. Tidak semua ragam kegiatan pembelajaran diberikan melalui permainan. b. Dalam pelaksanannya membutuhkan waktu yang lama.

c. Permainan yang dilakukan didalam kelas dapat mengganggu kelas yang lain karena situasi kelas yang gaduh jika guru tidak dapat mengkondisikan anak.

D.Kajian Anak Usia Dini 1. Pengertian anak usia dini

Anak usia dini adalah anak usia 0-8 tahun dimana pada usia ini anak merupakan periode diletakkan dasar struktur kepribadian yang dibangun untuk sepanjang hidupnya atau yang biasa disebut masa emas (golden age). Pada masa ini anak-anak mudah mempelajari suatu keterampilan tertentu. Hal ini dikarenakan anak-anak senang mengulang-ulang suatu aktifitas sampai mereka terampil melakukannya. Anak-anak mudah dan cepat belajar karena tubuh mereka yang lentur. Dan keterampilan yang dimiliki masih sedikit sehingga keterampilan yang baru dikuasai tidak menggangu keterampilan yang sudah ada.

Marjory (Aswarni Sudjud, 1998: 5), mengatakan bahwa anak usia dini adalah anak usia nol sampai delapan tahun. Usia ini merupakan usia kritis bagi perkembangan anak. Anak usia dini memiliki keterampilan dan kemampuan


(56)

meskipun belum sempurna sebagai manusia. Masa-masa semenjak kelahiran hingga 3 tahun merupakan masa yang special dalam kehidupan anak-anak, masa dengan pertumbuhan yang paling hebat. Taman Kanak-Kanak merupakan salah satu pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 17 Tahun 2010 pasal 1 ayat 4 pendidikan Taman Kanak-Kanak secara spesifik menangani anak-anak usia 6 tahun. Usia 4-6 tahun tersebut dikelompokkan menjadi dua yaitu anak kelompok A dengan rentang usia 4-5 tahun dan kelompok anak B dengan rentang usia 5-6 tahun.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa anak usia dini adalah anak yang berada pada rentang usia 0-8 tahun yang memiliki potensi yang dapat dikembangkan melalui iteraksi dengan lingkungannya. Dalam penelitian ini, yang subjek penelitian adalah anak Kelompok A dengan rentang usia 4-5 tahun.

2. Karakteristik anak usia dini

Anak usia dini adalah individu yang unik yang memiliki karakteristik sebagai ciri khasnya. Menurut Richard D. Kellogh (Sofia Hartati, 2005: 8) karakteristik anak usia dini adalah sebagai berikut:

a. Anak itu bersifat egosentris, ia cenderung melihat dan memahami dari sudut pandang dan kepentingannya sendiri.

b. Anak memiliki rasa ingin tahu yang besar, menurut persepsi anak, dunia ini penuh dengan hal-hal yang menarik.

c. Anak adalah makhluk social, anak senang diterima dan berada dengan teman sebayanya. Anak membangun konsep diri melalui interaksi sosial.


(57)

d. Anak bersifat unik, anak merupakan individu yang unik dimana memiliki sitat bawaan, minat, dan latar belakang kehidupan yang berbeda satu sama lain.

e. Anak kaya dengan fantasi, anak senang dengan hal-hal yang imajinatif, sehingga pada umumnya ia kaya akan fantasi.

f. Anak memiliki daya konsentrasi yang pendek, anak sulit berkonsentrasi pada suatu kegiatan dalam jangka waktu yang lama. Ia terlalu cepat mengalihkan perhatian pada kegiatan lain , kecuali memang kegiatan tersebut selain menyenangkan, juga bervariasi dan tidak membosankan. g. Anak merupakan masa belajar yang paling potensial, masa anak usia dini

disebut sebagai masa golden age atau magic years. Hal ini disebabkan bahwa selama rentang waktu usia dini mengalami berbagai pertumbuhan dan perkembangan yang sangat cepat dan pesat pada berbagai aspek.

Anak usia dini mengalami proses perkembangan yang sangat berpengaruh bagi kehidupan selanjutnya dengan memiliki sejumlah potensi fisik-biologis, kognitif maupun sosial-emosional dan karakteristik tertentu. Tingkat pencapaian perkembangan menggambarkan pertumbuhan dan perkembangan yang diharapkan dicapai pada rentang usia tertentu. Perkembangan anak berlangsung secara berkesinambungan yang berarti bahwa tingkat perkembangan yang dicapai pada suatu tahap diharapkan meningkat baik secara kwantitatif maupun kwalitatif pada tahap selanjutnya (Depdikbud, 2009: 2).


(58)

Terkait dengan karakteristik membaca, kemampuan membaca permulaan pada anak usia 4-5 tahun tercantum dalam permendiknas 58 tahun 2009 dapat digambarkan pada tingkat pencapaian berikut ini:

Tabel 1. Tingkat pencapaian perkembangan anak usia 4-5 tahun Lingkup

Perkembangan

Tingkat Pencapaian Perkembangan Bahasa

1. Menerima bahasa

Menyimak perkataan orang lain (bahasa ibu atau bahasa lainnya)

Mengerti dua perintah yang diberikan secara bersamaan

Memahami cerita yang dibacakan

Mengenal perbendaharaan kata mengenai kata sifat (nakal, pelit, baik hati, berani, jelek, dsb.)

2. Mengungkapkan bahasa

Mengulang kalimat sederhana Menjawab pertanyaan sederhana

Mengungkapkan perasaan dengan kata sifat (baik, senang, nakal, pelit, baik hati, berani, jelek, dsb.) Menyebutkan kata-kata yang dikenal

Mengutarakan pendapat kepada orang lain

Menyatakan alasan terhadap sesuatu yang diinginkan atau ketidaksetujuan

Menceritakan kemabali cerita atau dongeng yang pernah didengar

Keaksaraan Mengenal simbol-simbol

Mengenal suara-suara hewan atau benda yang ada di sekitarnya

Membuat coretan yang bermakna Meniru huruf

Pada permainan bola huruf ini dapat mengembangkan aspek kognitif, sosial emosiaonal, motorik dan bahasa. Hal ini menyesuaikan bentuk permainan yang dilakukan. Pada permainan ini peneliti membatasi pada pengembangan aspek bahasa saja. Terkait dengan kemampuan membaca permulaan melalui permainan bola huruf, kemampuan anak yang dapat tersimulasi adalah sebagai berikut: (a) kempuan menerima bahasa yang meliputi mengerti dua perintah yang diberikan


(59)

bersamaan; (b) mengungkapkan bahasa yang meliputi menjawab pertanyaan sederhana, menyebutkan kata-kata yang dikenal, menceritakan kembali cerita atau dongeng yang pernah didengar; (c) keaksaraan yang meliputi mengenal simbol-simbol dan meniru huruf.

3. Prinsip pembelajaran anak usia dini

Pembelajaran di Taman Kanak-kanak perlu memperhatikan prinsip belajar yang berorientasi pada perkembangan anak dan dengan metode permainan yang menyenangkan, didasarkan pada minat dan pengalaman anak, mendorong terjadinya komunikasi baik individu maupun kelompok, dan bersifat fleksibel. Solehuddin (Masitoh, 2005: 6) mengungkapkan prinsip dasar pembelajaran anak usia dini sebagai berikut:

a. Anak aktif melakukan sesuatu atau bermain dalam situasi menyenangkan. b. Kegiatan pembelajaran dibangun berdasarkan pengalaman dan minat.

c. Mendorong terjadinya berkomunikasi dan belajar secara bersama dan individual.

d. Mendorong anak belajar dari resiko dan belajar dari kesalahan. e. Memperhatikan variasi perkembangan anak.

f. Bersifat fleksibel.

Peran guru dalam pembelajaran di Taman Kanak-kanak lebih bersifat sebagai pembimbing, motivator dan fasilitator. Guru perlu menyiapkan lingkunngan, bahan-bahan, kegiatan yang menantang dan dapat menstimulasi anak. Menurut Muslihatun (Masitoh, 2005: 6) ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran di Taman Kanak-kanak yaitu:


(60)

a. Taman Kanak-kanak perlu menciptakan situasi pendidikan yang memberikan rasa aman dan menyenangkan;

b. Sifat kegiatan belajar adalah pembentukan perilaku melalui pembiasaan yang terwujud dalam kegiatan sehari-hari;

c. Sifat kegiatan merupakan pengembangan berbagai kemampuan dasar anak.

E.Kerangka Pikir

Membaca merupakan salah satu aspek keterampilan dalam berbahasa. Kemampuan berbahasa yang baik akan sangat dibutuhkan anak dalam berkomunikasi. Seperti halnya berbahasa, membaca sangat dibutuhkan dalam menangkap pikiran dan perasaan orang lain dengan perantara tulisan. Tahapan membaca awal tidak saja akan menentukan kemampuan membaca pada tahap berikutnya, tetapi juga akan menimbulkan minat baca pada anak-anak. Oleh Karena itu sangatlah penting pada saat membaca awal, anak-anak dikenalkan apda kata-kata yang bermakna. Selain itu, dalam membaca juga diperlukan pengulangan huruf-huruf yang sudah dikenal.

Pembelajaran membaca dapat mengembangkan nilai-nilai moral, pengembangan nalar dan penumbuhan kreatifitas. Pembelajaran membaca sangat membutuhkan perhatian, karena jika tidak maka anak-anak akan mengalami kesulitan untuk memiliki kemampuan membaca yang baik. Pada tahap membaca awal, sangat penting diperhatikan tentang penguatan ingatan akan simbol-simbol huruf. Hal ini akan membantu anak dalam memahami lambang-lambang visual yang merupakan langkah awal dalam pembelajaran membaca pada anak.


(61)

Metode pembelajaran membaca awal yang menarik pada anak sangat penting guna menarik perhatian anak sehingga perhatian anak tetap tertuju pada materi pembelajaran. Dengan metode yang menyenangkan, anak juga tidak merasa terbebani dengan materi pembelajaran. Pembelajaran yang menarik akan membuat anak antusias dalam mengikuti proses pembelajaran. Salah satu kegiatan yang menarik bagi anak adalah pemainan. Dengan menerapkan pembelajaran dengan metode bermain, anak-anak akan merasa senang, terhibur dan nyaman dalam belajar. Dengan bermain, diharapkan anak-anak dapat menyalurkan hasrat akan gerak, menciptakan suasana kesenangan dan kegembiraan. Permainan anak melibatkan semua aspek perkembangan anak. Dengan bermain, anak berkembang secara optimal. Tanpa bermain, anak-anak dapat mengalami berbagai kesulitan di kemudian hari.

Perkembangan membaca awal pada anak TK merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan dan dikembangkan. Oleh karena itu perlu suatu metode yang tepat dalam menstimulasi perkembangan membaca anak agar dapat optimal dalam pembelajaran. Perkembangan membaca awal akan terlihat jelas dengan menggunakan metode permainan yang melibatkan seluruh panca indera anak.

Salah satu permainan yang digemari anak-anak adalah permainan bola. Permainan bola tersebut agar mempunyai nilai edukatif maka dimodifikasi sedemikian rupa sehingga memiliki nilai lebih dalam permainan tersebut. Dalam hal ini, tujuan utama yang ingin dicapai dalam pembelajaran adalah pengenalan simbol huruf dalam membaca permulaan pada anak. Oleh karena itu maka


(62)

permainan bola dijadikan sebagai media pembelajaran membaca permulaan pada anak. Dengan memberikan simbol-simbol huruf pada bola, diharapkan anak dapat memperhatikan dan mengingat simbol huruf pada bola yang sedang ia mainkan.

Dengan melakukan permainan bola huruf diharapkan dapat meningkatkan membaca awal pada anak kelompok A2 TK. Masjid Syuhada dengan baik. Peningkatan kemampuan membaca awal pada anak usia dini ini sangat penting bagi perkembangan membaca selanjutnya. Kemampuan membaca permulaan akan berkembang baik apabila didukung dengan penerapan metode, pemilihan media yang tepat serta langkah-langkah kegiatan yang juga tersusun dengan baik.

F. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian teoritis dan kerangka piker tersebut, dapat diajukan hipotesis tindakan sebagai berikut:

Melalui permaianan bola huruf dapat meningkatkan kemampuan membaca permulaan pada anak kelompok A2 TK Masjid Syuhada Yogyakarta.


(63)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research) yang dilakukan secara kolaboratif dan partisipatif. Dalam hal ini penulis tidak melakukan penelitian sendiri, namun bekerjasama dengan guru kelas yang lain. Secara partisipatif bersamam-sama dengan mitra, peneliti akan melaksanakan penelitian langkah demi langkah (Sumarsih Madya, 2006: 51-52). Peneliti akan mengkreasi kolaborasi atau partisipasi antara peneliti dan guru pendamping. Dalam hal ini, peneliti terlibat langsung dalam penelitian sejak awal sampai dengan mendapatkan hasil penelitian berbentuk laporan. Penelitian tindakan kelas ini menggunakan siklus yang terdiri dari empat tahap yaitu: perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi (Suharsimi, 2006: 16). Dengan demikian sejak perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi, peneliti senantiasa terlibat langsung. Selanjutnya peneliti memantau dan mengumpulkan data, kemudian menganalisa serta terakhir dengan melaporkan hasil penelitian.

B. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah anak-anak kelompok A2 TK Masjid Syuhada Yogyakarta. Jumlah keseluruhan dari kelompok ini adalah sebanyak 11 anak, yang terdiri dari 5 anak laki-laki dan 6 anak perempuan.


(64)

C. Setting Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di lembaga pendidikan TK Masjid Syuhada Yogyakarta. Lembaga ini beralamat di Jl. Dewa Nyoman Oka No 13, Kotabaru, Yogyakarta.

D. Tahap Penelitian

Tahap penelitian yang lazim digunakan dalam penelitian tindakan kelas ini yaitu perencanaan (planning), pelaksanaan tindakan (acting), pengamatan (observing), dan refleksi (reflecting) (Suharsimi Arikunto, 2006: 17). Adapun skenario penelitian tindakan kelas yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Perencanaan

Perencanaan adalah langkah yang akan dilakukan oleh guru ketika akan memulai tindakan. Perencanaan tindakan-tindakan ini dilakukan secara rinci dan operational. Perencanaan berisi tentang rencana tindakan yang akan dilakukan untuk menigkatkan kemampuan membaca permulaan melalui permainan bola huruf.

2. Pelaksanaan tindakan

Pelaksanaan adalah implementasi dari perencanaan yang sudah dibuat. Hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan tindakan adalah kesesuaian antara pelaksanaan dengan perencanaan, proses tindakan yang dilakukan, situasi proses tindakan dan bagaimana hasil keseluruhan dari tindakan.


(65)

3. Pengamatan (observasi)

Pengamatan adalah proses mencermati jalannya pelaksanaan tindakan. Hal-hal yang perlu diamati adalah Hal-hal-Hal-hal yang disebutkan dalam pelaksanaan. Keberadaan format pengamatan merupakan hal yang sangat penting dan mutlak harus ada dalam penelitian tindakan kelas.

4. Refleksi

Refleksi atau juga yang dikenal dengan dengan peristiwa perenungan adalah langkah mengingat kembali kegiatan yang sudah lampau yang dilakukan oleh guru. Tahapan ini adalah mengkaji dan membahas secara menyeluruh tindakan yang telah dilaksanakan berdasarkan data yang telah terkumpul yang selanjutnya melakukan evaluasi guna menyempurnakan tindakan yang berikutnya. Evaluasi tersebut berkaitan dengan apakah tindakan yang telah dilakukan sudah sesuai dengan, apakah ada tindakan baru yang tidak tercatat dan selanjutnya melakukan perbaikan, dan dievaluasi tentang tindakan yang perlu dilanjutkan.

Secara rinci, tahapan penelitian ini dapat dapat dijabarkan sebagai berikut: 1. Rencana Pra Tindakan

Pada tahap ini anak belum melakukan pembelajaran dengan menggunakan permainan huruf. Tahap ini merupakan pra siklus, berupa tahapan observasi untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan anak dalam mengenal huruf.


(66)

2. Siklus 1

a. Tahap perencanaan

Setelah dilaksanakan kegiatan pra tindakan, peneliti berencana berdiskusi dengan kolaborator untuk merencanakan tindakan yang akan dilakukan. Perencanaan dalam siklus ini adalah:

1) Melakukan pertemuan dengan guru kelompok A2 untuk membicarakan periapan kegiatan pembelajaran membaca permulaan melalui permainan bola huruf.

2) Mendiskusikan dan menyusun rencana kegiatan harian (RKH) membaca permulaan dengan permainan bola huruf sebagai tindakan penelitian

3) Membuat instrument penelitian yang akan digunakan untuk mengukur hasil belajar.

4) Mempersiapkan sarana dan prasarana yang diperlukan dalam proses pembelajaran. Memberitahu dan melatih guru sebagai praktisi penelitian, tentang tindakan yang harus dilasanakan saat pembelajaran sesuai dengan rencana kegiatan harian.

b. Pelaksanaan tindakan

1) Melaksanakan langkah-langkah sesuai rencana kegiatan harian nyang telah disusun.

2) Melaksanakan permainan bola huruf sesuai dengan rencana yang dibahas bersama guru untuk meningkatkan kemampuan membaca permulaan anak. Prosedur pelaksanaan dalam permainan ini meluputi:


(67)

(1) Jumlah pemain

Dalam permainan ini terdapat tiga kesempatan main. Dengan demikian permainan ini dilakukan oleh tiga anak dalam satu waktu.

(2) Alat/media permainan

Media utama dalam permainan ini adalah bola huruf. Sedangkan media pendukungnya menyesuaikan bentuk permainan yang akan dilaksanakan seperti: pancing dan kail, jaring, keranjang, dan sebagainya.

(3) Aturan bermain

Aturan bermain ini difokuskan kepada keharusan anak mengambil bola huruf sesuai dengan perintah guru. Selanjutnya anak diharuskan menyebutkan huruf-huruf yang sudah diambilnya secara mandiri maupun terbimbing. (4) Jalannya permainan

Anak-anak dibagi menjadi 3-4 kelompok. Pada saat salah satu kelompok melakukan permainan bola huruf, maka kelompok yang lain melakukan kegiatan pendukungnya. Anak-anak yang melakukan permainan bola huruf diharapkan dapat mengambil bola huruf sesuai dengan perintah guru. Selanjutnya anak-anak menyebutkan huruf-huruf pada bola yang sudah diambilnya baik secara mandiri maupun terbimbing. Pada tahapan akhir permainan, anak-anak diharapkan dapat merangkai huruf-huruf tersebut tersebut menjadi sebuah kata.

c. Observasi

1) Melakukan pemantauan atau observasi terhadap setiap langkah sesuai perencanaan.


(68)

2) Melakukan pengamatan proses permainan bola huruf dengan sasaran pemantauan sesuai instrument penelitian.

3) Mencatat setiap kegiatan dan perubahan yang terjadi pada setiap langkah. d. Refleksi

1) Mengkaji dan merenungkan kembali hasil observasi bersama dengan kolaborator.

2) Mengkaji data yang terkumpul secara komprehensif.

3) Melakukan diskusi dengan guru serta menganalisis kelemahan dan kelebihan guru dalam penerapan permainan bola huruf untuk meningkatkan kemampuan membaca permulaan.

4) Menganalisis hasil peningkatan kemampuan anak membaca permulaan. 5) Hasil refleksi dijadikan bahan untuk merevisi rencana tindakan selanjutnya. 6) Kolaborator memberikan masukan dan bersama-sama dengan peneliti

melakukan langkah-langkah perbaikan untuk dilaksanakan pada siklus berikutnya.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan wawancara, observasi dan dokumentasi.

1. Wawancara/interview

Esteberg dalam Sugiono (2012: 231) mendefinisikan interview sebagai berikut: “a meeting of two persons to exchange information and idea trough question and responses, resulting in communication and join construction of


(1)

169

Hasil penghitungan lembar observasi Siklus 2 Pertemuan 3

Ketepatan Bunyi Huruf

No Nama Anak Huruf skor akhir

a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z

1 DAS 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 78

2 SFR 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 104

3 RHM 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 104

4 FLS 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 104

5 NBL 3 3 2 2 3 2 2 2 3 2 2 2 2 2 3 1 1 1 1 1 3 2 2 2 2 2 53

6 ARA 3 3 2 2 3 2 2 2 3 2 2 2 2 2 3 1 1 1 1 1 3 1 1 1 1 1 48

7 FRA 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 104

8 AZN 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 104

9 ZDA 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 104

10 RDN 0

11 FDL 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 2 2 2 2 4 2 2 2 2 2 84

Skor Keseluruhan 887

Skor Maksimal 1040


(2)

170

Hasil Rekapitulasi Penghitungan Lembar Observasi SIKLUS 2

Intonsai Bunyi Huruf Kelancaran Bunyi Huruf Kejelasan Bunyi Huruf Ketepatan Bunyi Huruf

No Nama Pertemuan SA Pertemuan SA Pertemuan SA Pertemuan SA

1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3

1 DAZ 42 42 61 145 33 55 66 154 33 52 66 151 33 45 61 139

2 SFR 89 79 104 272 104 92 99 295 89 94 104 287 104 94 104 302

3 RHM 89 69 87 245 95 86 87 268 89 94 104 287 89 82 88 259

4 FLS 69 42 89 200 83 61 89 233 83 94 95 272 69 60 96 225

5 NBL 42 42 52 136 33 44 47 124 33 42 47 122 33 42 47 122

6 ARA 42 42 26 110 28 42 26 96 28 42 26 96 28 42 26 96

7 FRA 104 104 104 312 104 104 104 312 104 104 104 312 104 104 104 312

8 AZN 104 89 89 282 104 95 95 294 104 104 104 312 104 88 96 288

9 ZDA 89 89 56 234 89 95 95 279 89 104 104 297 89 94 26 209

10 RDN 42 42 0 84 27 42 0 69 36 52 0 88 42 44 0 86


(3)

171

Hasil Penghitungan Lembar Observasi Siklus 2

Kemampuan Membaca Permulaan Anak A2 TK Masjid Syuhada Yogyakarta

No Pertemuan INDIKATOR (%)

A B C D E F G H I

1 1 81,73 80 80 80,76 83,17 81,15 81,05 80,57 80,96

2 2 82,40 83,03 87,5 84,61 82,59 81,82 80 80,86 82,59

3 3 84,40 85,53 91,5 82,90 85,19 83,84 82,69 82,40 85,28

Total 248,53 248,56 259 248,27 250,95 246,81 243,74 243.83 248,88

Rata-rata 82,84 82,85 86,33 82,75 83,65 82,27 81,24 81,27 82,94


(4)

172

Lampiran 6

Foto Kegiatan


(5)

(6)

Dokumen yang terkait

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN ANAK USIA DINI MELALUI PERMAINAN MEMANCING HURUF PADA KELOMPOK Meningkatkan Kemampuan Membaca Permulaan Anak Usia Dini Melalui Permainan Memancing Huruf Pada Kelompok A TK Aisyiyah 3 Bustanul Athfal Sepat Masa

0 5 14

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN MELALUI PERMAINAN KARTU BERGAMBAR PADA ANAK Upaya Meningkatkan Kemampuan Membaca Permulaan Melalui Permainan Kartu Bergambar Pada Anak Kelompok B TK Pertiwi I Karangjati Kecamatan Blora Kabupaten Blora Tahun

0 2 16

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN MELALUI PERMAINAN KARTU HURUF PADA ANAK KELOMPOK A Upaya Meningkatkan Kemampuan Membaca Permulaan Melalui Permainan Kartu Huruf Pada Anak Kelompok A Di TK Pertiwi II Karangmalang Kecamatan Masaran Sragen Tah

0 1 15

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN MELALUI PERMAINAN KARTU HURUF PADA ANAK KELOMPOK A Upaya Meningkatkan Kemampuan Membaca Permulaan Melalui Permainan Kartu Huruf Pada Anak Kelompok A Di TK Pertiwi II Karangmalang Kecamatan Masaran Sragen Tah

0 2 11

UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAANMELALUI PERMAINAN KARTU HURUF Upaya Peningkatan Kemampuan Membaca Permulaan Melalui Permainan Kartu Huruf Pada Anak Kelompok B TK Pertiwi II Sumberejo Kabupaten Klaten Tahun 2013/2014.

0 3 14

UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAANMELALUI PERMAINAN KARTU HURUF Upaya Peningkatan Kemampuan Membaca Permulaan Melalui Permainan Kartu Huruf Pada Anak Kelompok B TK Pertiwi II Sumberejo Kabupaten Klaten Tahun 2013/2014.

0 3 13

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN MELALUI PERMAINAN F/ D CARD PADA ANAK KELOMPOK A Upaya Meningkatkan Kemampuan Membaca Permulaan Melalui Permainan F/D Card Pada Anak Kelompok A Di TK Pertiwi Karanganyar, Plupuh, Sragen Tahun Ajaran 2011/ 2

0 1 15

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN MELALUI PERMAINAN KARTU HURUF DI KELOMPOK B Upaya Meningkatkan Kemampuan Membaca Permulaan Melalui Permainan Kartu Huruf Di Kelompok B TK Cempaka Kebon Gulo Musuk Tahun Ajaran 2012/2013.

0 1 15

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN MELALUI PERMAINAN Upaya Meningkatkan Kemampuan Membaca Permulaan Melalui Permainan Kartu Bergambar Pada Anak Kelompok B Tk Kenari III Musuk Boyolali Tahun Pelajaran 2012/2013.

0 0 17

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN MELALUI PERMAINAN Upaya Meningkatkan Kemampuan Membaca Permulaan Melalui Permainan Kartu Bergambar Pada Anak Kelompok B Tk Kenari III Musuk Boyolali Tahun Pelajaran 2012/2013.

0 1 15