Simulasi dan Analisis Keberlanjutan Pengelolaan Sumberdaya Scylla

base case scenario menguraikan perilaku sistem pada tahun mendatang tahun 2009-2029 dipengaruhi oleh unjuk kerja parameter dengan sensitif tinggi, yaitu luasan mangrove dan pendapatan dari Scylla serrata. Parameter lainnya yang memiliki sensitif sedang dan rendah diasumsikan tidak mengalami perubahan dari tahun 2009. Analisis perilaku dinamik memungkinkan bagi pengguna model untuk merubah nilai parameter. Meskipun analisis base case scenario run penting sebagai cerminan dari kondisi aktual di lapangan, namun pengambilan keputusan dalam pengelolaan Scylla serrata pada tahun-tahun yang akan datang perlu meramalkan kondisi mendatang berdasarkan cerminan kondisi aktual tersebut. Perubahan nilai parameter dibagi kedalam tiga skenario, yaitu skenario agresif optimis, moderat dan lambat pesimis. Ketiga skenario secara berturut- turut pemodel sebut dengan scenario run 1 SR1, scenario run 2 SR2 dan scenario run 3 SR3. Skenario pengelolaan disusun berdasarkan perubahan nilai parameter yang dilakukan secara apriori oleh peneliti dalam proyeksi 20 tahun mendatang. Keberlanjutan pengelolaan mangrove melalui optimasi pemanfaatan sumberdaya kepiting bakau Scylla serrata, selanjutnya akan dianalisis secara statistik multivariate dengan pendekatan Multidimensional Scaling MDS. Analisis multidimensi menurut Bengen 2000 merupakan analisis data yang menggambarkan karakter-karakter kuantitatif dan kualitatif suatusekumpulan individu yang disusun berdasarkan suatu orde dan tidak dapat dilakukan operasi aljabar sehingga cenderung lebih dekat pada statistik deskriptif dari pada statistik inferensial. Analisis keberlanjutan pengelolaan sylvofishery kepiting bakau ini ditujukan untuk mengetahui kemungkinan keberlanjutan pengelolaan kawasan konservasi mangrove melalui pemanfaatan sylvofishery kepiting bakau. Keberlanjutan pengelolaan sylvofishery kepiting bakau di kawasan mangrove TNK dianalisis menggunakan metode Rap-CRASYMAN Rapid Assesment Techniques for Crab Sylvofishery Management . Metode Rap-CRASYMAN merupakan modifikasi dari metode RAPFISH Rapid Assessment Techniques for Fisheries yang dikembangkan oleh Fisheries Center, University of British Columbia, Kanada, untuk menilai status keberlanjutan perikanan tangkap. Hasil analisis ini dinyatakan dalam bentuk Indeks Keberlanjutan Pengelolaan Sylvofishery Kepiting Bakau. Analisis keberlanjutan dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu: 1 Penentuan atribut pengelolaan berkelanjutan sylvofishery kepiting bakau yang meliputi empat dimensi, yaitu dimensi ekologi, dimensi ekonomi, dimensi sosial, dan dimensi hukum-kelembagaan. 2 penilaian skoring setiap atribut dalam skala ordinal berdasarkan kriteria keberlanjutan setiap dimensi. Mengacu pada teknik RAPFISH, maka skor yang diberikan berupa nilai “buruk” bad yang mencerminkan kondisi pengelolaan yang paling tidak menguntungkan, dan juga berupa nilai “baik” good yang mencerminkan kondisi pengelolaan yang paling menguntungkan. Diantara dua nilai yang ekstrim ini terdapat satu atau lebih nilai antara. Mengacu pada pendekatan yang digunakan oleh Good et al. dan Heershman et al . dalam Laapo 2010, maka jumlah peringkat yang diberikan secara konsisten pada setiap atribut yang dievaluasi sebanyak 3 tiga yakni nilai buruk diberi skor 0 nol, nilai antara diberi skor 1 satu dan nilai baik diberi skor 2 dua. 3 Penyusunan indeks dan status keberlanjutan pengelolaan sylvofishery kepiting bakau. Penilaian status keberlanjutan berdasarkan indeks setiap dimensi dikategorikan menurut Kavanagh 1999 sebagai berikut: - nilai indeks 0-24.99 kategori tidak berkelanjutan - nilai indeks 25-49.99 kategori kurang berkelanjutan - nilai indeks 50-74.99 kategori cukup berkelanjutan dan - nilai indeks 75-100 kategori berkelanjutan. Melalui metode MDS, maka posisi titik keberlanjutan dapat divisualisasikan melalui sumbu horisontal dan sumbu vertikal dengan proses rotasi. Posisi titik dapat divisualisasikan pada sumbu horisontal dengan nilai indeks keberlanjutan diberi nilai skor 0 buruk dan 100 baik. Jika sistem yang dikaji mempunyai nilai indeks keberlanjutan lebih besar atau sama dengan 50, maka sistem dikatakan berkelanjutan sustainable. Sistem tidak akan berkelanjutan jika nilai indeks kurang dari 50. 4 Analisis sensitivitas Analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat atribut apa yang paling sensitif memberikan kontribusi terhadap indeks keberlanjutan pengelolaan sylvofishery kepiting bakau. Peran masing-masing atribut terhadap nilai indeks dianalisis dengan “attribute leveraging”, sehingga terlihat perubahan ordinasi apabila atribut tertentu dihilangkan dari analisis. Peran pengaruh setiap atribut dilihat dalam bentuk perubahan Root Mean Square RMS ordinasi khususnya pada sumbu-x. Atribut-atribut yang memiliki tingkat kepentingan sensitivitas tinggi dari hasil analisis ini, dianggap sebagai faktor pengungkit, yang apabila dilakukan perbaikan pada atribut tersebut maka akan berpengaruh besar dalam mengungkit nilai indeks keberlanjutan menjadi lebih baik. Perbaikan terhadap atribut sensitif, yang merupakan faktor pengungkit tersebut, akan menjadi salah satu pertimbangan dalam menyusun rekomendasi dalam pengelolaan sumberdaya Scylla serrata di kawasan mangrove TNK. 4 KONDISI UMUM TAMAN NASIONAL KUTAI 4.1 Sejarah Kawasan TNK Kawasan TNK pada awalnya berstatus sebagai Hutan Persediaan dengan luas 2 000 000 ha berdasarkan Surat Keputusan SK Pemerintah Belanda GB Nomor: 3843AZ1934, yang kemudian oleh Pemerintah Kerajaan Kutai ditetapkan menjadi Suaka Margasatwa Kutai melalui SK ZB Nomor: 8022- ZB1936 dengan luas 306 000 ha TNK 2005. Sejak keberadaannya, TNK tidak pernah lepas dari konflik kepentingan. Berdasarkan data yang ada, dalam kurun waktu 63 tahun terakhir terhitung sejak tahun 1934 sampai tahun 1997 kawasan ini terus mengalami pengurangan luas secara drastis seperti tersaji dalam Tabel 4. Tabel 4 Sejarah status kawasan Taman Nasional Kutai. Institusi Keputusan Status Luas ha Keterangan Pemerintah Hindia Belanda SK GB No. 3843Z1934 Hutan Persediaan 2 000 000 Pemerintah Kerajaan Kutai SK ZB No. 8022-B1936 Suaka Margasatwa 306 000 Ditetapkan menjadi Suaka Margasatwa Menteri Pertanian SK No. 110UN 1957, tanggal 14 Juni 1957 Suaka Margasatwa Kutai 306 000 Menteri Pertanian SK No. 30Kpts Um61971, tanggal 23 Juli 1971 Suaka Margasatwa Kutai 200 000 Dilepas 106 000 ha, 60 000 ha yang masih asli untuk HPH PT kayu Mas dan sisanya untuk perluasan Industri pupuk dan gas alam. 100 000 ha yang dikelola oleh HPH pada tahun 1969 kemudian dikembalikan ke SMK Menteri Pertanian SK No. 736 MentanX 1982 Taman Nasional Kutai 200 000 Dideklarasikan pada Kongres Taman Nasional III Sedunia di Bali sebagai satu dari 11 calon TN Menteri Kehutanan SK No. 435Kpts-XX 1991 Taman Nasional Kutai 198 629 Luasnya dikurangi 1 371 ha untuk perluasan Bontang dan PT Pupuk Kaltim Menteri kehutanan SK Menhut No. 325Kpts- II1995 Taman Nasional Kutai 198 629 Perubahan fungsi dan penunjukan SMK menjadi Taman Nasional Kutai Menteri Kehutanan Surat No. 997 Menhut-VII 1997 Taman Nasional Kutai 198 629 Izin prinsip pelepasan kawasan TNK seluas 25 ha untuk keperluan pengembangan fasilitas pemerintah daerah Bontang Sumber: TNK 2005

4.2 Letak Geografis dan Topografi TNK

TNK membentang di sepanjang garis khatulistiwa mulai dari pantai Selat Makassar sebagai batas bagian timur menuju arah daratan sepanjang kurang dari 65 km. Kawasan ini juga dibatasi Sungai Sangatta di sebelah utara, sebelah selatan dibatasi Hutan Lindung Bontang dan HPH PT Surya Hutani Jaya, dan sebelah barat dibatasi ex HTI PT Kiani Lestari dan HPH PT Surya Hutani Jaya. Tabel 5 Deskripsi penutupan lahan TNK. Kategori Penutupan lahan Luas ha Persentase Kawasan Keterangan Hutan primer 59 202.14 29.81 Terdapat di bagian tengah kawasan dan menyebar ke arah barat sampai utara Hutan sekunder 85 931.03 43.27 Terdapat di bagian barat kawasan yang berbatasan dengan wilayah konsesi HPH Belukar 28 952.26 14.58 Akibat aktivitas pembalakan, pemukiman, dan kegiatan pertanian lahan kering oleh masyarakat dan bencana kebakaran Semak 2 452.68 1.23 Alang-alang 705.47 0.36 Rawa 4 712 2.37 Belukar rawa 1 802.88 0.91 Mangrove 5 131.55 2.48 Formasi yang masih utuh terdapat di Desa Teluk Pandan hingga Teluk Kaba. Sedangkan di pesisir Desa Singa Geweh sangat rentan terhadap degradasi Konversi mangrove menjadi lahan terbuka 1 205.53 0.61 Terdapat di pesisir bagian selatan Dusun Kanimbungan dan bagian tengah Desa Sangkima Tambak 155.81 0.08 Muara S. Sangatta, Muara S. Sangatta Tua, Teluk LombokTeluk Perancis, Muara Sungai Sangkima, Teluk Pandan Tanah terbuka 329.38 0.17 Pertanian campuran 6 935.36 3.49 Lahan terbangun 577.94 0.29 Tubuh air 73.08 0.04 Tidak ada data 636.01 0.32 Jumlah 198 605.21 100.00 Sumber : TNK 2005 TNK secara geografis berada di 0 ° 7’54”-0 ° 33’53”LU dan 116 ° 58’48”- 117 ° 35’29”BT, sedangkan secara administrasi pemerintahan, kawasan dengan luas 198 629 ha ini terletak di Kabupaten Kutai Timur ± 80, Kabupaten Kutai Kartanegara ± 17.48 dan Kota Bontang ± 2.52. Buku data dasar TNK 2005 menyatakan bahwa secara umum TNK memiliki topografi datar yang tersebar hampir di seluruh luasan kawasan 92 dan topografi bergelombang hingga berbukit-bukit tersebar pada bagian tengah kawasan yang membentang arah utara selatan 8. Sebagian besar kawasan memiliki kelas ketinggian antara 0 – 100 m dpl 61 yang tersebar pada bagian timur dan barat kawasan. Tingkat ketinggian bagian tengah kawasan antara 100 – 250 m dpl 39. Deskripsi penutupan lahan menurut buku data dasar TNK disajikan pada Tabel 5. Berdasarkan hasil pengolahan Citra Terra Aster tahun 2005, diperoleh informasi yang sedikit berbeda dalam luas penutupan lahan Tabel 6. Tabel 6 Deskripsi penutupan lahan hasil interpretasi citra Terra-Aster 2005. Kategori Penutupan Lahan Luas ha luas areal kota Bontang 77.854 0.04 areal pertamina 282.836 0.14 areal perusahaanindustri 790.249 0.40 areal terbuka 5 533.383 2.79 Danau 72.248 0.04 genangan air laut 209.129 0.11 hutan primer 28 375.278 14.33 hutan sekunder 40 658.373 20.53 hutan terdegradasi berat 66 274.775 33.46 hutan terdegradasi sedang 40 979.635 20.69 Mangrove 5 277.779 2.66 Nipah 182.086 0.09 padang alang-alang, rumput 3 094.044 1.56 pemukiman, kebun 5 600.646 2.83 Tambak 644.702 0.33 JUMLAH 198 053.017 100.00 Sumber: Pengolahan Data Citra Terra ASTER tahun 2005