Kerangka Tunggal WTO Implementasi Kebijakan Luar Negeri.

Implementasi Kebijakan Luar Negeri 88

A. Pendahuluan

Banyak negara mengalami konfrontasi karena adanya dilema dan tantangan di semua bidang dalam kegiatan umat manusia. Di pihak lain meningkatnya kebersamaan dari negara-negara dan timbulnya perbe- daan-perbedaan yang cukup besar telah pula mengakibat- kan percaturan dalam bidang diplomasi semakin mening- kat, yang ternyata telah membawa manfaat yang besar karena sangat diperlukan. Diplomasi telah menjadi satu bagian yang vital dalam kehidupan negara, dan merupakan sarana utama guna menanggani masalah-masalah internasional agar dapat dicapai suatu perdamaian dunia. Diplomasi yang merupakan proses politik tersebut, terutama dimaksud- kan untuk memelihara kebijakan luar negeri suatu pemerintah dalam mempengaruhi kebijakan dan sikap pemerintah negara lainnya. Sebagai proses politik, diplomasi juga merupa- kan bagian dari usaha saling mempengaruhi yang sifatnya sangat luas dan berbelit-belit dalam kegiatan inter- nasional yag dilakukan oleh pemerintah maupun organisasi internasional untuk meningkatkan sasarannya melalui saluran diplomatik. Setiap negara, apakah negara maju atau negara berkembang, dengan sendirinya memberikan dukungan di mana efektivitas dan nilai prinsip-prinsip diplomasi dapat diuji dengan hasil yang beragam. Oleh karena itu, praktik diplomasi menjadi semakin penting dalam setiap masa dan sejarah. Sejarah telah mengungkapkan, bahwa kapan saja sebuah atau sekelompok negara mengalami kehancuran karena adanya perang, para negarawan maupun pimpinannya yang berkuasa telah 89 siap untuk menjawab dan berusaha memanfaatkan teknik dan cara-cara baru yang dianggap mampu untuk men- cegah perang dan menjamin tercapainya perdamaian di masa datang. Hak penentuan nasib sendiri bagi sesuatu bangsa untuk mencapai kemerdekaan nasional adalah merupakan hak yang hakiki dan telah tercermin jelas dalam piagam PBB sebagai salah satu prinsip dalam rangka mengem- bangkan hubungan bersahabat di antara bangsa-bangsa. Tatkala Piagam PBB ditanda tangani di San Fransisco pada tanggal 26 Juni 1945, hampir seperempat bangsa di dunia masih hidup dalam penjajahan dari berbagai negara. Piagam itu sendiri mengakui adanya hak bagi suatu bangsa untuk menentukan nasibnya sendiri, Komitmen semacam itu diberikan oleh masyarakat internasional dengan menyadari bahwa adanya pen- jajahan yang berkelanjutan, pada hakikatnya bukan saja akan menghambat kerja sama internasional tetapi juga dapat menghalangi pembangunan ekonomi, sosial dan budaya suatu bangsa yang masih dalam penjajahan, dan karena itu sangat bertentangan dengan prinsip- prinsip Piagam PBB. Oleh karena itu, proses untuk memerdekakan bangsa terjajah proses dekolonisasi merupakan proses yang tidak dapat dihindarkan, dan dengan sendirinya penjajahan harus segera diakhiri. Bahkan Indonesia sendiri telah memberikan komitmen politiknya sebelum PBB terbentuk, di mana komitmen itu telah diletakan sebagai dasar dalam membentuk negara Indonesia. Seperti dinyatakan di dalam Mukadimah UUD 1945, ”Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan Implementasi Kebijakan Luar Negeri Indonesia terhadap Masalah Timor-Timur