19
Implementasi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Terhadap Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia TKI Human Trafficking
dan Pelanggaran HAM TKI di Malaysia
Jika tidak, bangsa kita dapat dikategorikan sebagai pelanggar Deklarasi Umum HAM 1948, Konvensi
Pencegahan Perdagangan Manusia dan Eksploitasi Pelacur 1949, Konvensi Menentang Penyiksaan dan
Perlakuan atau Hukum lain yang Kejam, Tidak Manusiawi dan Merendahkan Martabat Manusia 1984, dan Kon-
vensi Hak Anak 1989 karena Indonesia termasuk negara yang ikut menandatangani semua konvensi
tersebut, dan bahkan sebagian sudah diratifikasi menjadi undang-undang.
Pengiriman tenaga kerja dari suatu negara ke negara lain yang sebagian besar mendorong munculnya
perdagangan manusia human trafficking memang telah cukup lama menjadi masalah nasional dan inter-
nasional bagi berbagai bangsa di dunia, termasuk Indonesia. Isu perdagangan manusia khususnya anak
dan perempuan mulai menarik perhatian banyak pihak di Indonesia tatkala ESCAP Komite Sosial Ekonomi
PBB untuk Wilayah Asia-Pasifik mengeluarkan per- nyataan yang menempatkan Indonesia bersama 22
negara lainnya pada peringkat ke-tiga atau terendah dalam merespon isu ini. Negara dalam peringkat ini
dikategorikan sebagai negara yang tidak mempunyai standar pengaturan tentang tenaga kerja dan per-
dagangan manusia serta tidak mempunyai komitmen untuk mengatasi masalah ini.
Tidak sebatas pernyataan, ESCAP kemudian bersama organisasi perburuhan internasional ILO telah
mengeluarkan ancaman untuk memberikan sanksi
F. Indonesia belum serius
Implementasi Kebijakan Luar Negeri
20
yang berat bagi Indonesia apabila hingga tahun 2003 tidak mengeluarkan langkah apa pun. Ancaman serupa
datang pula dari pemerintah Amerika Serikat yang akan mencabut fasilitas GSP fasilitas umum per-
dagangan bagi negara berkembang bagi negara- negara yang bermasalah dengan pengiriman tenaga
kerja dan human trafficking, termasuk Indonesia.
Trafficking in Persons Report June 2001 yang diterbitkan oleh Departemen Luar Negeri Amerika
Serikat juga menempatkan Indonesia pada peringkat ke-tiga dalam upaya penanggulangan perdagangan
anak. Negara-negara dalam peringkat ini dikategori- kan sebagai: 1 negara yang memiliki korban dalam
jumlah yang besar, 2 pemerintahannya belum sepe- nuhnya menerapkan standar-standar minimum, serta
3 tidak atau belum melakukan usaha-usaha yang berarti dalam memenuhi standar pencegahan dan
penanggulangan perdagangan anak.
Menanggapi desakan-desakan internasional tersebut, pemerintah Indonesia kemudian berupaya
keras merespon dan mengambil langkah-langkah untuk mengatasi masalah TKI di Malaysia serta berbagai
kasusnya, terutama perdagangan manusia. Kebijakan penting yang dihasilkan kemudian adalah munculnya
Keputusan Presiden No 88 Tahun 2003 tentang Rencana Aksi Nasional RAN Penghapusan Perdagangan
Trafficking Perempuan dan Anak yang di tanda tangani pada tanggal 30 Desember 2002 oleh Presiden Megawati
Soekarnoputri. Di sisi lain, kalangan masyarakat sipil terutama LSM mulai aktif melakukan langkah-langkah
untuk turut menangani persoalan ini. Peran media massa yang banyak mengungkap kasus perdagangan
manusia turut memberikan kontribusi penting atas
21
Implementasi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Terhadap Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia TKI Human Trafficking
dan Pelanggaran HAM TKI di Malaysia
tersosialisasinya isu ini. Pada bulan Februari 2004 di Pulau Batam, terjadi
pertemuan empat negara yaitu Amerika Serikat AS, Indonesia, Malaysia dan Singapura. Pertemuan itu mem-
bahas tentang upaya memerangi kejahatan kemanusiaan bersindikat internasional, yaitu pengiriman tenaga
kerja ilegal, perdagangan manusia human trafficking, eksploitasi tenaga kerja dll. Pertemuan itu diprakarsai
langsung oleh pemerintah Indonesia bekerja sama dengan AS dan lembaga swadaya masyarakat LSM
internasional. AS mengajak tiga negara di kawasan Asia Tenggara, yakni Indonesia, Malaysia, dan Singapura
untuk tidak mentoleransi pengiriman tenaga kerja ilegal dan perdagangan manusia.
AS juga meminta agar semua negara tidak menjadikan perempuan, seks, dan perbudakan sebagai
objek penghasil uang. Tujuan pertemuan tersebut tidak lain adalah untuk merumuskan tiga agenda aksi
yang harus dilakukan LSM dan aparat penegak hukum dalam memerangi tenaga kerja ilegal dan human
trafficking, yaitu penanggulangan korban, pencegahan- nya, dan penegakkan hukum kasus-kasus trafficking.
Di atas semua itu, yang tak kalah penting bahwa salah satu butir rekomendasi konferensi, menjadikan Batam
sebagai pelopor memerangi kasus-kasus perdagangan manusia. Mengingat daerah ini sebagai tempat transit
sebagian besar perempuan dan anak yang akan diperdagangkan ke luar negeri.
Namun dalam perjalanannya, ternyata Indonesia dinilai masih belum serius dalam menangani
dan mencegah terjadinya pengiriman tenaga kerja secara ilegal. Hal itu menyusul menurunnya peringkat
Indonesia menjadi tingkat dua Daftar Pengamatan
Implementasi Kebijakan Luar Negeri
22
Khusus. Peringkat itu dikeluarkan US Departement of State pada 5 Juni 2006 lalu. Departemen yang langsung
dibawahi Gedung Putih tersebut melakukan investigasi ke berbagai daerah di Indonesia. Pemeringkatan ter-
sebut, menyebabkan posisi Indonesia sama dengan Malaysia dan Kamboja. Indonesia diturunkan peringkat-
nya karena dianggap gagal oleh Pemerintah Amerika Serikat dalam memberikan bukti terhadap adanya
peningkatan usaha-usaha untuk memerangi pengiriman TKI ilegal dan perdagangan manusia, yaitu salah
satunya perangkat hukum yang bisa mengancam para pelaku perdagangan manusia.
Ada dua UU yang paling relevan dalam kejahatan ini, yaitu UU KUHP Pasal 297 dan UU Perlindungan Anak
tahun 2002 Pasal 83. Hanya saja, ke dua UU ini tidak memberi definisi perdagangan manusia. Ketiadaan
definisi membawa masalah serius dalam penerapan kedua UU itu dalam kasus yang seharusnya dikategori-
kan sebagai perdagangan manusia. Problem ini ditemu- kan, misalnya, dalam kasus sindikat perdagangan
perempuan di bawah umur asal Nusa Tenggara Timur dan Jawa Timur di Tanjung Pinang, Kepulauan Riau.
Dalam kasus ini ternyata pelaku hanya dituntut dengan tuduhan mempekerjakan anak di bawah umur, menipu
data tenaga kerja, atau menganiaya calon tenaga kerja wanita TKW. Ancaman hukumannya 2,8 tahun
penjara. Hukuman ini terlampau ringan dibanding- kan bila menggunakan Pasal 297 KUHP yang berbunyi
Perdagangan wanita dan perdagangan anak laki-laki yang belum cukup umur, dipidana dengan pidana
penjara selama-lamanya enam tahun.
Dalam hubungan ini, Kementerian Pember- dayaan Perempuan telah membuat kebijakan nasional