Fungsi koordinasi Implementasi Kebijakan Luar Negeri.
89
siap untuk menjawab dan berusaha memanfaatkan teknik dan cara-cara baru yang dianggap mampu untuk men-
cegah perang dan menjamin tercapainya perdamaian di masa datang.
Hak penentuan nasib sendiri bagi sesuatu bangsa untuk mencapai kemerdekaan nasional adalah merupakan
hak yang hakiki dan telah tercermin jelas dalam piagam PBB sebagai salah satu prinsip dalam rangka mengem-
bangkan hubungan bersahabat di antara bangsa-bangsa.
Tatkala Piagam PBB ditanda tangani di San Fransisco pada tanggal 26 Juni 1945, hampir seperempat
bangsa di dunia masih hidup dalam penjajahan dari berbagai negara. Piagam itu sendiri mengakui adanya
hak bagi suatu bangsa untuk menentukan nasibnya sendiri, Komitmen semacam itu diberikan oleh masyarakat
internasional dengan menyadari bahwa adanya pen- jajahan yang berkelanjutan, pada hakikatnya bukan
saja akan menghambat kerja sama internasional tetapi juga dapat menghalangi pembangunan ekonomi, sosial
dan budaya suatu bangsa yang masih dalam penjajahan, dan karena itu sangat bertentangan dengan prinsip-
prinsip Piagam PBB.
Oleh karena itu, proses untuk memerdekakan bangsa terjajah proses dekolonisasi merupakan proses
yang tidak dapat dihindarkan, dan dengan sendirinya penjajahan harus segera diakhiri. Bahkan Indonesia
sendiri telah memberikan komitmen politiknya sebelum PBB terbentuk, di mana komitmen itu telah diletakan
sebagai dasar dalam membentuk negara Indonesia. Seperti dinyatakan di dalam Mukadimah UUD 1945,
”Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas
dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan
Implementasi Kebijakan Luar Negeri Indonesia terhadap Masalah Timor-Timur
Implementasi Kebijakan Luar Negeri
90
perikemanusiaan dan perikeadilan”.
Seperti diketahui, sejak tahun 1948 Indonesia menganut Politik Luar Negeri yang bebas aktif. Ini berarti
bahwa dalam persaingan antara dua blok politik yang masing-masing dipimpin oleh Amerika Serikat dan Uni
Soviet, Indonesia memilih untuk menentukan jalannya sendiri.
Politik luar negeri yang bebas aktif mengandung dua unsur pokok. Pertama, bebas biasanya diartikan
tidak terlibat dalam aliansi militer atau pakta pertahanan dengan kekuatan-kekuatan luar yang merupakan ciri
Perang Dingin. Dalam arti lebih luas politik luar negeri yang bebas menunjukkan tingkat nasionalisme yang
tinggi, yang menolak keterlibatan atau ketergantungan terhadap pihak luar yang dapat mengurangi kedaulatan
Indonesia. Kedua, kata aktif menunjukkan bahwa politik luar negeri Indonesia tidaklah pasif dan hanya
mengambil sikap netral dalam menghadapi perma- salahan-permasalahan internasional. Muqadimah UUD
45 secara jelas menuntut Indonesia untuk menentang segala bentuk penjajahan dan ikut memajukan per-
damaian dunia.
Politik luar negeri suatu negara sedikitnya dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu kondisi politik dalam
negeri, kemampuan ekonomi dan militer, serta lingkungan internasionalnya. Politik luar negeri yang “bebas dan
aktif” yang dipahami sebagai sikap dasar RI yang menolak masuk dalam salah satu blok negara-negara
super power, menentang pembangunan pangkalan
Politik Luar Negeri Indonesia
91
militer asing di dalam negeri, serta menolak terlibat dalam pakta pertahanan negara-negara besar. Namun,
RI tetap berusaha aktif terlibat dalam setiap upaya meredakan ketegangan di dunia internasional.
Politik luar negeri suatu negara sesungguhnya merupakan hasil perpaduan dan refleksi dari politik
dalam negeri yang dipengaruhi oleh perkembangan situasi regional maupun internasional. Demikian pula
halnya dengan politik luar negeri Indonesia yang tidak terlepas dari pengaruh beberapa faktor, antara lain:
posisi geografis yang strategis, yaitu posisi silang antara dua benua dan dua samudra; potensi sumber daya alam
dan manusia berikut susunan demografi; dan sistem sosial-politik yang sangat mempengaruhi sikap, cara
pandang serta cara kita memposisikan diri di fora internasional.
Di lingkup internasional, perubahan-perubahan mendasar dalam dinamika internasional dan globalisasi
saat ini bercirikan antara lain: perubahan sistem politik global dari bipolar ke multipolar, menguatnya inter-
linkages antara forum global, interregional, regional, subregional dan bilateral, meningkatnya peranan aktor-
aktor nonnegara dalam hubungan internasional; dan munculnya isu-isu baru di dalam agenda internasional
seperti HAM, demokratisasi, lingkungan hidup dan sebagainya, yang dampak utamanya adalah semakin
kaburnya batas dan kedaulatan negara dalam pergaulan antarbangsa.
Oleh karena itu, pelaksanaan politik luar negeri pun dengan sendirinya diarahkan pada prioritas mengu-
payakan dan mengamankan serta meningkatkan kerja sama dan dukungan negara-negara sahabat serta badan-
badan internasional bagi percepatan pemulihan pereko-
Implementasi Kebijakan Luar Negeri Indonesia terhadap Masalah Timor-Timur
Implementasi Kebijakan Luar Negeri
92
nomian nasional, dan sekaligus mengupayakan pulihnya kepercayaan internasional terhadap tekad dan kemam-
puan Pemerintahan baru untuk mengatasi krisis multi- dimensional yang sedang Indonesia hadapi saat ini.
Dalam kaitan ini, yang perlu diwaspadai adalah muncul- nya pertentangan persepsi di antara komponen-komponen
bangsa mengenai berbagai isu nasional yang bukan hanya memperburuk citra Indonesia di mata dunia, bahkan
dapat mengancam keutuhan bangsa.
Kebijakan umum pemerintah menegaskan bahwa penyelenggaraan hubungan luar negeri dan pelaksanaan
politik luar negeri merupakan salah satu komponen utama dalam memperjuangkan NKRI. Penegasan itu
mencerminkan kebutuhan pengembangan wawasan ke-Indonesiaan, baik dalam konteks kewilayahan mau-
pun kebangsaan. Pada tingkat pelaksanaan, efektivitas penyelenggaraan hubungan luar negeri dan pelaksanaan
politik luar negeri memerlukan sinergi dan keterlibatan di antara seluruh stakeholders yang berwujud pada
diplomasi total.
Interaksi yang diciptakan Indonesia dengan negara-negara tetangga dan negara-negara sahabat
harus bersifat kondusif agar tetap dapat memajukan sikap saling pengertian dan menghormati di antara masyarakat
bangsa-bangsa. Dalam kaitan ini, masyarakat dunia harus dapat menerima realitas kemajemukan dan
kompleksitas Indonesia sebagai daya tarik tersendiri.
Mencuatnya kembali kekuatan Eropa dalam peta politik internasional yang mempengaruhi pola
hubungan trans-atlantik serta menguatnya pengaruh RRC dalam konstelasi global akan memberikan perspektif
baru dalam hubungan internasional menuju konsep multipolar. Kecenderungan ke depan itu, tentu saja
93
membawa dorongan penting dalam upaya penanganan masalah keamanan internasional di samping membuka
alternatif pilihan lebih luas dalam kerja sama antar- negara. Sementara itu, persoalan krusial di kawasan
Timur Tengah dan Semenanjung Korea, isu terorisme internasional dan perlombaan senjata masih tetap
terlihat sebagai tantangan berat dalam upaya memelihara perdamaian dan keamanan internasional. Hak asasi
manusia, liberalisasi perdagangan, tenaga kerja, ketim- pangan pembangunan berkelanjutan, serta masalah-
masalah sosial dan pembangunan merupakan isu negatif yang dinilai masih menonjol di sebagian besar negara
berkembang.
Formulasi kebijakan dalam isu ini menegaskan kembali bahwa terorisme tidak dapat dipisahkan dari
isu radikalisme dan kemiskinan. Karena itu, penanganan isu terorisme mesti menyentuh isu-isu kesejahteraan,
penciptaan kehidupan yang lebih baik dan penyeleng- garaan dialog antaragama yang konstruktif. Dalam hal
ini, Indonesia akan memanfaatkan seluruh potensi dan energi yang dimiliki untuk memajukan langkah-langkah
penyelesaian terhadap akar masalah tersebut seperti, ketimpangan pembangunan yang berakibat pada eskalasi
kemiskinan yang akut di banyak negara berkembang, masa depan Palestina dan Irak, phobia masyarakat
Barat terhadap Islam, serta keseimbangan kebijakan luar negeri Amerika Serikat di Timur Tengah.
Pada dasarnya politik luar negeri RI tidak menga- lami perubahan, yaitu tetap politik luar negeri bebas