Proses enkulturasi yang terjadi di dalam masyarakat di sekitar kilang batu bata mengakibatkan para anak lebih sering bekerja daripada belajar di rumah.
Orangtua akhirnya menjadikan hal ini sebagai suatu kewajaran. Bahkan mereka mengizinkan anak-anak mereka lebih banyak bermain di luar rumah setelah
bekerja, daripada belajar di rumah karena merasa bahwa anak-anak mereka sudah banyak membantu orangtua dan telah lelah bekerja. Proses enkulturasi yang
terjadi juga mengakibatkan para pekerja anak cenderung lebih menyukai bekerja daripada belajar di sekolah. Hal ini disebabkan karena dengan bekerja mereka
mendapatkan uang yang mereka harapkan yang tidak sebanding dengan uang yang mereka terima dari orangtua mereka.
Bagi pekerja anak, bekerja di kilang itu juga berarti bertemu dengan teman- teman sebaya mereka sehingga mereka juga bisa bermain di kala jam istirahat
bekerja. Kebiasaan ini berlangsung secara berulang-ulang sehingga anak-anak menjadikan bekerja di kilang adalah bagian dari kebudayaan yang menyenangkan
di tempat tinggal mereka.
4.4. Kehidupan Pekerja Anak di Kilang Batu Bata
Pekerja anak yang bekerja di kilang sangat identik dengan penampilan yang kotor dan berdebu akibat debu tanah yang berasal dari batu bata. Bahkan tidak
sedikit dari pekerja anak yang bekerja tanpa menggunakan alas kaki. Kondisi kilang yang berdebu akan disiram dengan air sehingga tidak menggangu
kesehatan para pekerja di dalamnya.
Universitas Sumatera Utara
Para pekerja anak menjadikan bekerja di kilang sebagai suatu kebanggaan dalam diri mereka. Mereka menganggap bahwa dengan bekerja mencari uang
berarti mereka telah membantu perekonomian orangtua mereka. Bahkan beberapa anak menganggap bahwa hal ini adalah suatu hal yang positif karena bisa belajar
hidup mandiri tanpa bergantung penuh dari orangtua. Hal ini pada umumnya diperoleh dari hasil didikan orangtua mereka yang telah membiasakan mereka
untuk bisa mencari uang untuk ditabung membeli keperluan sekolah mereka, “jajan” mereka dan hal-hal lainnya yang mereka inginkan.
Para pekerja anak lebih suka bekerja di kilang, daripada berdiam diri di rumah. Hal ini dibuktikan dengan adanya pekerja anak yang bekerja karena keingianan
sendiri karena melihat mayoritas teman-teman sebayanya yang bekerja di kilang dan memiliki uang lebih untuk bisa membeli apa yang mereka inginkan yang
tidak bisa mereka peroleh jika memintanya dari orangtua mereka. Dari banyak dampak positif yang diharapkan oleh orangtuakeluarga dan para
pekerja anak dengan bekerja di kilang, dampak negatiflah yang seringkali lebih banyak diperoleh pekerja anak tersebut. Hal ini juga dirasakan oleh mereka.
Namun, kemiskinan akhirnya menjadi sebuah alasan yang tidak dapat diganggu gugat.
Dari hasil temuan di lapangan, terdapat ada beberapa anak yang putus sekolah karena alasan malas sekolah dan lebih suka bekerja di kilang untuk mencari uang.
Pendidikan dan ekonomi orangtua yang rendah akhirnya mendukung adanya dari pekerja anak yang putus sekolah. Tidak sedikit dari keluarga dan orangtua pekerja
anak yang tidak tamat pendidikan di tingkat SMP bahkan juga di tingkat SD.
Universitas Sumatera Utara
Orangtua dari pekerja anak tidak mampu mendidik anak-anak mereka dengan maksimal akibat kesibukan dan beratnya pekerjaan yang harus mereka lakukan.
Hal ini juga berpengaruh pada kurangnya perhatian yang dirasakan oleh pekerja anak dari orangtua mereka. Demikianlah proses ini terjadi hingga melahirkan
suatu istilah yang disebut kemiskinan struktural. Bagan yang menunjukkan semua proses dan dampak pekerja anak tersebut dapat dilihat di halaman selanjutnya.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.1. Bagan Proses dan Dampak Pekerja Anak Hasil dari Lapangan
OrangtuaKeluarga Bekerja di Kilang
KEMISKINAN EKONOMI
Anak Dibawa Menolong OrangtuaKeluarga
Interaksi Anak-anak yang Berada di Kilang
Anak-anak Mulai Bekerja Sama dalam Menyusun Batu Bata Atas
Nama Mereka Sendiri
Mengajak Teman Sebaya Bekerja di Kilang
Adanya Pekerja Anak yang Putus
Sekolah
PEKERJA ANAK
Proses Enkulturasi
Kualitas Belajar Anak Rendah
Anak Lebih Suka Bekerja daripada
Sekolah
KEMISKINAN STRUKTURAL
1. Sosialisasi
orangtua terhadap anak
tentang cara menyusun batu
2. Pola asuh
otoriter: adanya cap bahwa anak
yang tidak bekerja
dianggap pemalas
Muncul solidaritas
dalam pergaulan
anak di kilang Adanya Pekerja
Anak yang Putus Sekolah
Bekerja Menjadi Kebutuhan Anak
Universitas Sumatera Utara
4.5. Kesehatan Pekerja Anak