Pola Asuh Otoriter dalam Kehidupan Pekerja Anak

Orang-orang di kilang baik-baik kok, Kak.” Hasil wawancara dari informan MR, Desember 2013 Informan VN juga memberikan pernyataan yang sama ketika ditanya perihal hubungannya dengan sesama pekerja anak. Berikut hasil wawancaranya. “Pertamanya aku tahu kerja di kilang dari nenek. Dulu nenek kan kerja di kilang. Jadi, aku bantu-bantu nenek kerja. Habis nenek gak ada, diajak-ajak sama kawan juga. Kerja buat nama sendiri. Kadang kalau gak siap aku, dibantuin sama kawan-kawan.” Hasil wawancara dari informan VN, Januari 2013 Kerja sama dalam bekerja yang terjadi diantara para pekerja anak, akan membantu mereka untuk dapat bermain bersama setelah mereka selesai bekerja. Semakin cepat selesainya pekerjaan yang mereka lakukan, maka semakin cepat pula mereka bisa bermain bersama. Hal inilah yang mengakibatkan para pekerja anak semakin memiliki rasa solidaritas yang baik diantara mereka karena memiliki tujuan dan aktivitas keseharian yang sama.

4.9. Pola Asuh Otoriter dalam Kehidupan Pekerja Anak

Orangtua para pekerja anak cenderung bersikap otoriter terhadap anak. Mereka sangat membatasi anak-anak mereka dalam banyak hal, terkhusus dalam hal waktu bermain yang merupakan salah satu kebutuhan anak. Dalam pola asuh seperti ini, komunikasi yang terjadi hanyalah satu arah, yaitu orang tua pada anak, sedangkan anak tidak diperkenankan mengemukakan pendapat secara leluasa. Universitas Sumatera Utara Orangtua atau keluarga pekerja anak kerap memberikan banyak aturan yang bersifat memaksa dan bila dilanggar akan menerima hukuman. Berikut hasil wawancara dari salah seorang informan yang mengaku pernah diancam orangtuanya ketika tidak mematuhi perintah orangtuanya. “Bapak gak sayang samaku. Nanti disuruhlah awak beli rokok. Pernah disuruh beli rokok tutup kedenya. Terus mana rokoknya kata bapak. Kedenya masih tutup, Pak. Cari rokoknya di kede lain kalau gak “kupites” kau. Untung ada kede lain jalan kaki. Pernah ada pesta aku disuruh pulang malam-malam sendirian. Masa awak jalan sendiri.” Hasil wawancara dari informan DV, Oktober 2013 Hal yang sama juga dialami oleh informan lainnya ketika ditanya perihal kasih sayang yang mereka rasakan dari orangtua mereka. Salah satunya informan VN yang memberikan pernyataan tentang apa yang dirasakannya. Ia menjawab hal tersebut dengan mata yang berkaca-kaca. Berikut hasil wawancaranya. “Aku gak ngerasa bapak sayang. Gak nampak. Aku sering dimarahin bapak. Gara-gara main-main, katanya aku gak pandai kerja. Punya anak kok gak pandai kerja katanya. Udah kerja pun tetap dimarahin. Kalau bapak gada duit pun, marah. Aku gak pernah bilang ini. Takut.”Hasil wawancara dari informan VN, Januari 2013 Para pekerja anak mengaku bahwa bekerja telah menjadi aturan dalam didikan orangtua dan keluarga mereka sehingga menganggap bekerja sebagai bagian yang wajar untuk dilakukan karena merupakan perintah dari orangtua atau keluarga mereka. Aturan seperti ini membuat para anak terbiasa bekerja setelah mereka pulang dari sekolah untuk memperoleh uang sehingga dapat membeli apa Universitas Sumatera Utara yang mereka butuhkan yang tidak diberi oleh orangtua mereka. Berikut hasil wawancara dari seorang anak yang mengaku bekerja karena ajaran orangtuanya. “Mamak nyuruh aku kerja. Nanti kalau di rumah main- main aja kata mamak. Adik kalau main-main di rumah di marahin. Aku pernah kaki sakit. Kata mama, dek kalau nanti kakinya baik, kerja. Uang gajinya kadang ditanya mama. Dapat berapa dek? Lalu dikasi mama dicelengin.” Hasil wawancara dari informan RY, Oktober 2013 Permasalahan ekonomi seringkali mengakibatkan fungsi keluarga tidak berjalan sebagaimana yang seharusnya. Anak dituntut untuk harus bersikap mandiri walaupun pada dasarnya di usia mereka, mereka masih membutuhkan perhatian yang lebih dari orangtua. Hal ini mengakibatkan anak menjadi kurang merasakan perhatian dari orangtua mereka. Berikut hasil wawancara dari informan PI yang mengaku telah merawat informan RH sejak orangtua dari informan RH bercerai dan menitipkan informan RH padanya karena alasan ekonomi dan masalah keluarga. “Mamaknya kan udah sama bapak tirinya. Mana mau dia ikut mamaknya. Mamaknya si Rehi gada kerja. Suaminya mocok-mocok, kerja bangunan apa adanya. Susah. Disini kami tinggal tiga keluarga. Anakku satu keluarga, menantuku, cucuku. Kadang kalau awak ga punya uang, orang ini yang belanja. Listrik pun orang ini. Kata anakku paling kecil sama Rehi, kau itu minta sama mamak kau minta sama bapak tiri kau, enak kali kau. Mamakmu gak da ngasi duit. Kubilang lah heh, diam aja napa. Kadang adiknya si Resti nangis.” Hasil wawancara dari informan PI nenek informan RH, November 2013 Universitas Sumatera Utara Ditemui di tempat dan waktu yang berbeda dengan informan PI, informan RH memberikan penjelasan perihal kedua orangtuanya yang jarang menemuinya di rumah neneknya. Berikut hasil wawancaranya. “Mamak jarang ngasi uang. Kalau datang ngasi, kalau gak datang, gak ngasi. Mamak tau aku kerja di sini. Mamak sama bapak udah pisah. Mamak di Pantai labu. Ayah di Tanjung, jual es. Ayah gak tau aku kerja disini. Orang jarang jumpa. Aku tinggal kan sama nenek.”Hasil wawancara dari informan RH, November 2013 Anak-anak membutuhkan perhatian dan kasih sayang yang penuh dari orangtua mereka. Anak yang kurang merasakan perhatian dan kasih sayang, cenderung akan mencari kesenangan di luar rumah yang dapat berakibat buruk bagi kedewasaan mereka. Demikian pula dengan pola asuh yang bersifat otoriter pada anak akan dapat mengakibatkan anak berkembang dengan tidak baik. Perlakuan yang salah yang dilakukan oleh orangtua dan keluarga merupakan bentuk pelanggaran terhadap hak anak yang mendasar.

4.10. Pekerja Anak Korban dari Kemiskinan Struktural