“Dia kerja karna nggak sekolah lagi sejak tinggal 2 tahun di kelas 2. Biar ada main-mainannya. Jumpa sama kawan-
kawannya. Gajinya, dia mau ngasi samaku. Aku pun kalau gajian kukasi juga.” Hasil wawancara dari informan AS,
Oktober 2013
Jadi, selain pengaruh yang berasal dari keluarga, pengaruh teman sebaya yang bekerja di kilang juga mendorong anak-anak untuk terlibat
bekerja. Adanya pekerja anak yang terlibat dalam ekonomi guna memenuhi kebutuhannya, mengakibatkan anak-anak lain yang berada di wilayah yang
sama dan juga berasal dari keluarga miskin juga melakukan hal yang sama sehingga menjadikan bekerja di kilang sebagai bagian dalam kebudayaan
mereka sebagai keluarga yang miskin.
4.11.2. Rendahnya Kualitas Belajar Pada Anak
Anak yang bekerja di sekitar kilang dan memiliki teman-teman sebaya yang juga bekerja sebagai penyusun batu bata, cenderung lebih menyukai
bekerja daripada sekolah walaupun orangtua mereka merasa masih mampu menyekolahkan anak mereka. Hal ini dibuktikan dari hasil wawancara
dengan informan AS yang merupakan orang tua dari informan DV, informan RI dan informan YP.
“Yang sekolah dari anak-anakku nggak ada lagi. Dipaksa pun nggak mau. Dia, karena lihat kawan-kawannya kerja,
dia kerja.” Hasil wawancara dari informan AS, Oktober 2013
Universitas Sumatera Utara
Hasil wawancara tersebut diperkuat dengan pernyataan dari informan DV yang merupakan anak dari informan AS, yang lebih menyukai bekerja
daripada sekolah karena menganggap bahwa teman-temannya di kilang lebih baik dari teman-temannya yang ada di sekolah. Ia akhirnya
memutuskan untuk tidak lagi melanjutkan sekolahnya. Berikut hasil wawancara dengan informan ketika ditanya perihal putus sekolah.
“Aku nggak mau sekolah lagi. Guru-gurunya jahat-jahat. Kawan-kawanku jahat. Nanti ada PR kawan-kawanku
nyembunyikan bukuku. Aku dihukum disuruh berdiri. Kalo kawanku di kilang baek-baek, Kak.” Hasil wawancara dari
informan DV, Oktober 2013
Pekerja anak penyusun batu bata yang masih duduk di bangku sekolah, cenderung memiliki kualitas belajar yang rendah. Dampak negatif dari
bekerja juga dirasakan oleh informan MR yang harus bekerja pada pagi hari hingga siang hari dan setelahnya harus berangkat sekolah. Berikut hasil
wawancaranya. “Aku kerja pagi, sejak jam tujuh sampai tengah dua belas.
Habis itu, pulang, makan, mandi ke sekolah dari jam tengah dua sampai jam enam lima belas. Kalau ada PR
ngerjakannya malam. Mamak ada waktu menemani belajar. Tapi mamak kan gak tau ngajari, karena mamak hanya
tamat SD. Bapak juga tamat SD. Capek sih Kak, tapi mau gimana lagi. Kalau malam mau main, ya waktunya cuman
sedikit paling 5 menit.” Hasil wawancara dari informan MR, Desember 2013
Pekerja anak juga merasakan kurangnya pendampingan orang tua ketika mereka belajar. Pendidikan orangtua yang rendah dan kesibukan
Universitas Sumatera Utara
orangtua mereka membuat mereka sadar bahwa mereka harus belajar dan berusaha sendiri. Hal ini didapat berdasarkan hasil wawancara berikut.
“Mamak nggak pernah ada waktu ngajar-ngajari aku di rumah. Kami ada delapan orang. Abangku putus sekolah.
Kakakku juga masih sekolah sekarang dia tinggal sama keluarga. Adikku ada lima orang masih kecil-kecil. Kalau
gak tau ngerjain PR, nyontek lihat sama kawan, Kak. Bapak pun nggak ada waktunya. Bapak kan supir. Pagi
pergi. Siang pergi lagi. Malam pergi antar orang juga. Kadang pulang jam 2, jam 3 pagi.” Hasil wawancara dari
informan VN, Januari 2014
Pendidikan yang tinggi tidak lagi menjadi hal yang terutama bagi pekerja anak sehingga prestasi belajar tidak menjadi bagian penting yang
harus dicapai. Bekerja dan menghasilkan uang lebih baik untuk menjadi tujuan utama dalam kesehariannya. Berikut hasil wawancara dengan pekerja
dewasa yang pernah menjadi pekerja anak. “Anak-anak disini ada bandal-bandalnya. Anak-anak disini
paling bisa baca tulis udah syukurlah. Supaya gak ditokoh- tokohi.”Hasil wawancara dari Informan AD, Desember
2013
Anggapan bahwa pendidikan bukan hal yang utama dalam kehidupan keluarga pekerja anak, mengakibatkan pekerja anak tidak dapat terlepas
dalam dunia kerja sehingga bekerja merupakan suatu kewajaran di dalam keluarga miskin. Bagi mereka, bekerja di kilang berarti mempersiapkan diri
anak untuk terbiasa bekerja di luar kilang.
Universitas Sumatera Utara
4.11.3. Bekerja Sebagai Suatu kebutuhan