Informan III 37 Dinamika Pengalaman

jalan apapun ia pun melakukan justifikasi moral. Informan III 37 menjadikan tindakan yang tercela tersebut menjadi cara untuk mencapai tujuan yang lebih luhur sehingga perbuatannya dibenarkan olehnya. Di dalam hati ia berharap memiliki pekerjaan yang baik karena khawatir kepada anakya anaknya mengikuti jejak menjadi seorang pelaku kejahatan dan ia pun juga merasa malu telah memilih keputusan sebagai pelaku kejahatan. Sudah sejak lama informan III 37 ingin mengakhiri hidupnya di dunia kejahatan namun sulit baginya untuk keluar dari lingkungan tersebut, sebab bukan kenyamanan yang ia rasakan. Informan III 37 sudah merasa jenuh, lelah, dan bosan, serta pengalaman kekerasan dan ketidakadilan yang ia terima. Beberapa usaha sudah ditempuh namun masih terus belum membuahkan hasil. Usaha untuk menjauh dari duna kejahatan pun gagal, ia merasa kecewa dan marah pada dirinya sendiri. Perlahan informan III 37 mulai merefleksikan seluruh pengalaman pribadinya terkait pengalaman kejahatan dan juga pengalaman di sekelilingnya dan ia sadar bahwa semua keputusan kembali lagi ke diri sendiri dalam menyikapi sebuah keadaan, bagaimana hati nurani manusia memiliki peran dalam menentukan sebuah keputusan.

4. Informan IV 24

Pada informan IV 24 ditemukan hal mendasar yang membuat informan IV 24 kemudian memutuskan berkomitmen ke dalam dunia kejahatan adalah karena pengalaman kurang menyenangkan semasa remaja, dimana orang tua PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI informan IV 24 bercerai. Pada umurnya yang masih belia hal ini menjadi sebuah goncangan yang kemudian membuat informan IV 24 memilih untuk hidup solitare dan memilih hidup bebas sesuai dengan keinginannya bahkan memilih untuk tidak menyelesaikan pendidikannya sebagai salah satu bentuk pemberontakan atas pengalaman tersebut. Perlman dan Peplau dalam Sears, Peplau, Taylor, 2009 mengungkapkan ketika hubungan sosial seseorang kekurangan beberapa aspek penting, orang tersebut akan merasakan sebah penderitaan personal dari situasi loneliness kesepian. Hal tersebut yang perlahan dirasakan oleh informan IV 24 dan kurang mampu untuk hidup solitare muncul di dalam diri informan IV 24, secara psikis dan mental ia belum siap untuk hidup solitare dan mandiri, bagaimana ia harus menghidupi dirinya sendiri secara mandiri. Ketidaksiapan mental untuk hidup mandiri dan merasakan perasaan kesepian mengantarkan informan IV 24 pada keputusan untuk merantau ke Yogyakarta dengan harapan mencari perlindungan dan dukungan hidup dari saudaranya. Datang ke Yogyakarta tanpa membawa bekal pengalaman yang cukup dan kurang memiliki kepekaan terhadap lingkungan sekitarnya menjerumuskan informan IV 24 ke dalam dunia kejahatan. Ketidaktahuan dan ketidakpekaannya membuat dirinya terlibat dalam kasus pencurian yang sebenarnya tidak melibatkannya secara langsung. Kebutuhan untuk menjalin hubungan sosial adalah bagian dari warisan evolusi manusia Berscheid Regan, dalam Sears, Peplau, Taylor, 2009. Di sepanjang hidup, seseorang terus mencari pertemanan, sahabat, dan ingin menjalin ikatan erat dengan orang yang peduli dan menerima kita. Kebutuhan diterima merupakan sebuah elemen universal dalam diri manusia sama seperti kebutuhan untuk makan dan minum Baumeister Leary dalam Sears, Peplau, Taylor, 2009. Adanya kebutuhan untuk terus berada di dalam suatu kelompok sosial dirasakan informan IV 24 setelah keluar dari lembaga pemasyarakatan, kemudian ia mulai bergaul dengan teman-teman di dalam lingkungan yang selama ini terbiasa hidup di dunia jalanan yang mengarah pada kehidupan kriminal. Sering berkumpul bersama, mendapatkan pengaruh konformitas berupa gaya hidup hedonis, setiap hari mengkonsumsi minuman alkohol dan mencari kesenangan-kesenangan lainnya. Minuman alkohol pun dijadikan sebuah alat untuk menambah keberanian mereka secara mental ketika melaksanakan aksi kejahatan. Ketika seseorang yang tenang diprovokasi untuk melakukan sebuah agresi, ia akan mampu menahan dirinya dan memikirkan kemungkinan niat sang provokator dan kemungkinan balas dendam, sedangkan seseorang yang mabuk lebih tidak memperhatikan konsekuensi dari tindakannya Zeichner dan Phil, 1979 dalam Sears, Peplau, Taylor, 2009. Secara khusus alkohol cenderung menaikkan respon agresif terhadap provokasi, seperti ancaman, frustasi, dan niat jahat Sears, Peplau, Taylor, 2009. Tidak ada perasaan takut membuat informan IV 24 malah semakin merasa tertantang di bawah pengaruh alkohol tanpa memikirkan dan memperhatikan konsekuensi dari tindakannya. Ketidaksiapan informan IV 24 untuk hidup mandiri pemenuhan kebutuhan hidup dan hidup sendiri menjadi pembenaran rasionalisasi bagi dirinya melakukan aksi kejahatan. Terbawa oleh suasana dan perasaan senasib serta konformitas di dalam kelompok membuat dirinya semakin yakin atas alasan pembenaran tersebut. Kebutuhan untuk hidup hedon, mencari kesenangan pun menjadi alasan informan IV 24 berkomitmen di dalam dunia kejahatan. Lingkungan pergaulan memberikan pengaruh yang besar dalam pemilihan keputusan informan untuk berkomitmen dengan dunia kejahatan. Berhasil melaksanakan aksi kejahatan menjadi sebuah kesenangan tersendiri bagi informan IV 24 dan teman-temannya, kesenangan yang didapat adalah rasa bangga karena mampu memiliki barang-barang yang sebelumnya belum pernah ia miliki. Perasaan malu dengan lingkungan sosial pun tidak dirasakannya, ia merasa aman karena sudah menggunakan atribut penyamaran, ketiadaan perasaan malu tersebut semakin menguat karena informan IV 24 sama sekali belum memikirkan dan mempertimbangkan konsekuensi ke depan bagaimana jika nantinya tertangkap. Setelah tertangkap untuk yang kedua kalinya informan IV 24 mulai merasa malu bahkan ia pun mulai menyadari bahwa ia belum memiliki prinsip hidup dan masih merasa belum bisa memperbaiki hidupnya.

E. Pola Pengalaman

Hasil yang didapat setelah melakukan proses analisis dari keempat informan adalah terdapat beberapa pola pengalaman yang sama dan juga ditemukan pola pengalaman yang berbeda. Pengalaman tiap informan memberikan temuan yang bersifat personal dan unik. Setiap kejadian memiliki penyebab yang memberikan pengaruh dan akibat kepada hal-hal lainnya sehingga antara peristiwa saat ini dan penyebab di masa sebelumnya menjadi suatu hubungan relasional yang tidak dapat dilihat secara terpisah antara hal- hal yang ada di dalam diri dan hal-hal yang ada diluar diri individu lingkungan,keluarga, dll Gergen, 2009. Pengalaman-pengalaman unik dan signifikan dari keempat informan menjadi dasar mengapa mereka memutuskan untuk masuk ke dalam dunia kejahatan dan terus berulang melakukan kejahatan. A. Pengalaman serupa yang membentuk pola Ditemukan pola pengalaman serupa yang menjadi dasar keempat informan memutuskan untuk terjun ke dalam dunia kejahatan, pola pengalaman serupa meliputi sebagai berikut: 1. Pengalaman kurang menyenangkan a. Perceraian kedua orang tua Pada informan I 22 dan IV 24 kedua orang tua mereka memutuskan bercerai saat umur mereka masih sangat belia, keadaan tersebut menyebabkan tekanan psikologis seperti stress, terguncang