Informan I inisial V, 22

melakukan aksi kejahatan menjadi semakin intensif demi mendapatkan uang untuk membeli narkoba. Hal ini ditunjukkan melalui kutipan informan I 22 : “Tapi terus-terusan.. terus tiap dapet uang kaya gitu untuk beli obat.” Informan I, 161-163 Kebutuhan untuk hidup hedon bersenang-senang, karaoke, beli motor, dll. tersebut tidak didukung dengan uang yang cukup. Informan I 22 memutuskan untuk terus melakukan aksi kejahatan demi memperoleh uang sebanyak-banyaknya, pergaulan di lingkungan yang salah semakin menguatkan dirinya untuk mengambil keputusan melakukan perilaku kejahatan. Setiap kali mendapat ajakan teman-temannya untuk melakukan aksi kejahatan informan I 22 selalu menerima demi mendapatkan uang. Hasil kejahatan demi kejahatan digunakan untuk bersenang-senang bersama dengan teman-teman dan juga untuk memenuhi kebutuhannya. Hal ini ditunjukkan melalui kutipan informan I 22 : “Hah? terlihat masih bingung yaa spontan mbak.. karena terpaksa, nggak punya uang... Duitnya buat beli motor... Iya suka balapan... Buat ya.. yaa yang.. ya buat beli obat. Foya foya, karaokenan.. terus nyewa mobil, untuk main.. untuk bergaya... Kalau naik mobil ya jauh-jauhnya sampe Purwokerto.. Bandung... Liburan.. refresing.” Informan I, 35-37, 67-69, 172-174, 176-177, 179 Saat melakukan kejahatan demi kejahatan informan I 22 tidak merasakan perasaan bersalah atau malu. Hal ini ditunjukkan melalui kutipan informan I 22 : “Biasa saja.” Informan I, 82

2. Informan II inisial S, 39

Melihat paparan informan II 39, tindakan-tindakan kejahatan yang dilakukannya dapat disimak dari ketiga hal yang meliputi motif, lingkungan dan jenis tindakannya. Dinamika ketiga hal tersebut tidak dapat dipisahkan atau dilihat sebagai bagian-bagian yang terpisah. Secara keseluruhan komponen di dalam pengalaman informan II 39 terdiri atas pengalaman psikologis emosi, pikiran, dll yang saling berkaitan. Peneliti akan mengkonstruksikan kembali agar mudah dipahami mengenai apa yang sudah diceritakan oleh informan II 39 seputar pengalaman kejahatannya dari awal melakukan aksi kejahatan hingga saat informan II 39 di wawancarai. Informan II 39 adalah seorang laki-laki berumur 39 tahun yang berasal dari daerah Batang, Alas Roban. Ia sempat bermata pencaharian sebagai seorang supir mobil carteran, telah berkeluarga namun sudah bercerai sebanyak dua kali dan memiliki tiga orang anak. Ketika membangun keluarga dengan istri yang kedua, informan II 39 mengalami banyak konflik. Informan II 39 sudah beberapa kali melakukan aksi kejahatan hingga saat ia diwawancarai oleh peneliti. Kejahatan yang pernah dilakukannya meliputi perampokan dan pencurian secara berkelompok. Informan II 39 sebelumnya pernah nelakukan aksi kejahatan pencurian sebuah toko kelontong dan perampokan sebuah rumah secara berkelompok. Di mulai dari keadaan hubungan interpersonal yang kurang harmonis antara informan II 39 dengan keluarga menjadi satu dari antara faktor PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI penyebab lainnya. Ia merasakan bahwa hubungan interpersonal dengan orang tuanya sejak kecil hingga sekarang kurang dekat, ia merasakan bahwa untuk berbicara pun hanya seperlunya saja. Informan II 39 juga merasa tidak dekat dengan ayahnya, adanya jarak diantara informan II 39 dengan ayahnya, hanya sesekali informan II 39 berkomunikasi dengan ibunya. Sejak kecil informan II 39 tidak tinggal dengan kedua orang tuanya namun ia tinggal dengan kakek dan neneknya. Hal yang sangat dirasakan oleh informan II 39 adalah ia merasa kurang mendapatkan arahan dan bimbingan dari kedua orang tuanya. Hal ini diungkapkan oleh informan II 39 sebagai berikut : “Saya sama nenek sama kakek dulu. Di situ hidup saya nggak pernah ngejelekin orang tua saya enggak. Memang bapak saya jarang bisa dikatakan nggak pernah ngobrol bareng. Dari bujang dulu saya bujang sampe nikah nggak pernah memgarahkan. Kamu harus kesini. Kamu jalannya kesana.. bisa dikatakan nggak pernah. Saya nggak menjelekkan orang tua.. karena memang jauh saya sama orang tua. Sama bapak saya. Jadi jauh untuk komunikasi.. ngobrol pun palling seperlunya. ya klo komunikasi ya sama ibu.. Masih.. Iya masih baik. Kalau misalnya ada apa- apa.. “Nanti kamu jangan ini jangan itu”. Enggak beda rumah.. beda rumah..beda kecamatan. Beda kecamatan cuma ditempuh dengan jalan kaki bisa. Nggak jauh. Cuma beda kecamat an.” Informan II, 717-727, 728-732, 748-750, 735, 737-740, 744 Kurangnya arahan dan bimbingan di dalam situasi lingkungan yang kurang positif membuat informan II 39 akhirnya masuk ke dalam dunia kejahatan. Batang, Alas Roban tempat tinggal asal informan II 39, kebetulan merupakan sebuah daerah yang banyak di antara masyarakatnya hidup dengan melakukan aksi kejahatan. Bagi masyarakat yang tinggal di daerah tersebut, aksi kejahatan perampokan, pencurian dan sebagainya bukan disebut sebagai PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI aksi kejahatan namun oleh masyarakatnya diberi sebuah sebutan sendiri dengan istilah “bekerja” maka pelakunya disebut atau dianggap sebagai “pemain” “Oke.. awalnya sebenarnya bukan profesi saya untuk pekerjaan yang kriminal. Jd awalnya itu.. ya memang daerah saya banyak orang yang pemain kaya gitu. Bisa dikatakan pemainlah mbak, bahasa kita kan pemain, kalau isitilahnya perampok atau apa itu pemain. Motif apa ya.. motif sebenarnya nggak ada. Mungkin dari unsur turun temurun, mungkin dari daerah saya ini, orang netral semua. Orang dijalan kaya saya kerjaan kaya saya ini. Sudah pernah masuk semua.” Informan II, 74-79, 81-84, 685-689, 678-680 Selain relasi dengan kedua orang tuanya yang kurang baik, kurangnya mendapat arahan dan bimbingan, serta keadaan lingkungan tempat tinggal yang kurang mendukung, informan II 39 memilih untuk tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Setelah lulus SD, informan II 39 justru lebih memilih untuk mencari uang daripada harus melanjutkan sekolah. Ia lebih memilih unutk mendengarkan suara hati dan keingiannya untuk mencari uang daripada mendengarkan dan mengindahkan nasihat kakeknya untuk melanjutkan sekolah.Informan II 39 tetap kuat pada pendiriannya untuk tidak melanjutkan sekolah dengan alasan ingin bantu-bantu secara ekonomi. Ada kesenangan tersendiri yang dirasakan informan II 39 ketika dapat menghasilkan uang dengan usaha sendiri di umur belia. Hal ini diungkapkan oleh informan II 39, dalam kutipan sebagai berikut : “Karena saya itu dari dulu nggak pernah berantem nggak pernah apa. Tapi saya disuruh sekolah SD, nggak pernah mau. Saya disuruh sekolah saya nggak mau. Sama kakek saya. Mungkin kalau dari nem saya PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI goblok. Terus pendidikannya sampe pendidikan cuma sampe SD. Iya lulus, nem lulus saya cuma 26, berapa.... Saya dibilang bodoh..Sebenarnya nem dibawah saya ada yang lebih jelek, cuma saya nggak nglanjut. Kalau sekolah saya nggak mau. Dari kecil saya sudah megang duit. Orang-orang masih pada sekolah saya sudah megang duit. Pingin bantu dulu itu.” Informan II, 750-756, 770-773, 775-779, 756- 760, 781 Memiiki beberapa kebutuhan namun tidak dapat ia penuhi sendiri mulai dirasakan oleh informan II 39, untuk pertama kalinya ia menerima tawaran dari saudaranya untuk melakukan aksi kejahatan karena berkeinginan memiliki sebuah motor. Hal ini diungkapkan oleh informan II 39, dalam kutipan sebagai berikut : “Paman saya yang punya kerja terus “Saya tak ikut kerjo pingin punya motor”. Itu jaman tahun 90an.” Informan II, 398-402 Saat membangun keluarga dengan istri yang kedua, informan II 39 memiliki konflik dengan istri keduanya. Akibat dari konflik-konflik tersebut, informan II 39 merasa kesal dan jengah, Keputusan reaktif diputuskan langsung oleh informan II 39, ia berusaha mencari uang yang banyak untuk melampiaskan emosi dengan cara menerima tawaran teman-temannya untuk ikut melakukan aksi kejahatan. Dihasut pun ia merasa,namun hal yang lebih mendorongnya untuk menerima tawaran adalah kebutuhannya untuk melampiaskan emosi. Hal ini diungkapkan oleh informan II 39, dalam kutipan sebagai berikut : “Ada unsur tersendiri mbak.. mungkin karena saya lagi ada masalah sama istri saya. Ada masalah sama istri. Saya pun jarang pulang. Terus dihasut sama kawan.. ya bukan dihasut.. diajaklah wong saya juga mau kok. Iya mau. Saya dapet duit tak pake buat seneng-seneng. Jadi motifnya buat seneng -seneng sama pelampiasan. Bisa karena waktu itu saya memang ya.. waktu itu pas kejadian itu saya dikhianati oleh istri, jadi pemikiran saya kacau. Ada konflik dr istri yang kedua. Terus akhirnya nyuri di toko itu. bagaimana ya kalau ada masalah, diselingkuhin sama pasangan kita, ah gimana caranya saya punya duit saya mau senang- senang, jadi balas dendam.” Informan II, 265-272, 274-277, 284-287, 415-417, 418-422 Informan II 39 merasa sangat kurang mendapatkan arahan dan bimbingan dari kedua orang tua dirinya terjerumus ke dalam dunia kejahatan. Satu sisi informan II 39 menyadari bahwa bukan semata-mata karena kurangnya arahan dan bimbingan dari kedua orang tuanya yang membuat ia kemudian masuk ke dalam dunia kejahatan tetapi memang dari dalam dirinya sendiri secara sadar memutuskan masuk ke dunia kejahatan. Keinginan untuk untuk bisa hidup bebas sesuai dengan pilihannya Hal ini diungkapkan oleh informan II 39 dalam kutipan sebagai berikut : “Emang dari pendirian saya sendiri. Saya kadang ..gimana yaa.. jadi karena jarang pengarahan dari orang tua.. atau gimana.. ya saya nggak nyalahin orang tua.. karena juga kemauan saya.. saya mencari yang lebih bebas.. bisa ngrokok.” Informan II, 806-807, 807-813 Melancarkan aksi kejahatannya, informan II 39 bekerjasama dengan teman-temannya dari satu daerah asal, namun kota yang menjadi sasaran atau lahan menurut mereka bukan di dalam daerah sendiri namun kota lain. Hal ini diungkapkan oleh informan II 39 dalam kutipannya sebagai berikut : “Enggak.. kita berangkatpun dari rumah dari kampung saya sendiri. Karena itu yang tau dapet pertama itu dulu kan personel itu orang daerah saya sendiri. Mungkin untuk lahan... mungkin untuk lahan begitu.. mungkin di Jogja... paling...” Informan II, 663-670 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI