Informan IV inisial R , 24

“Aaa... nek itu cuma satu kok mbak. Itu aja yang nyuri khan temen, saya jadi di motor. Teman saya lari, saya di pegang dimotor itu.” Informan IV, 140-143 Informan IV 24 merasa bahwa ia tidak tahu apa-apa dan juga tidak merasa melakukan suatu perbuatan yang buruk. Kasus perampokan tersebut menjadi pengalaman pertama dan pintu masuk ia terjun ke dalam dunia kejahatan. Setelah bebas dari hukuman pidana penjara, informan IV 24 berteman dengan teman-teman baru yang dulunya adalah bekas narapidana, dengan intensitas pertemuan dan perasaan senasib membuat keduanya akhirnya memiliki gagasan untuk melakukan aksi kejahatan. Keadaan sama-sama jauh dari kedua orang tua dan harus menghidupi diri sendiri diyakini dan dijadikan oleh informan IV 24 sebagai pembenaran atas perbuatan kejahatan yang ia lakukan bersama dengan teman- temannya. Hal ini diungkapkan informan IV 24 dalam kutipannya sebagai berikut : “Ya, satu... karena kita khan udah jauh dari orang tua semua khan mbak. Disini khan kita juga istilahnya kaya hidup sendiri tu lho, tanpa tanggungan kedua orang tua atau saudara gitu. Makan sendiri, nyari uang sendiri. Ya udah itu karena kebutuhan ekonomi.” Informan IV, 231-238 Dengan menganalisa data dari sisi psikologis informan IV 24, maka dapat ditarik sebuah benang merah, bagaimana informan IV 24 berusaha memaknai penglaman kejahatannya. Didapatkan suatu makna yang melatar belakangi informan IV 24 masuk ke dalam dunia kejahatan, yaitu berawal dari sebuah pengalaman kurang menyenangkan yang ia dapatkan ketika umurnya masih belia. Kedua orang tuanya memutuskan untuk bercerai. Hal ini menjadi titik awal dimana kehidupan informan IV 24 berubah drastis. Informan IV 24 memilih untuk tidak hidup bersama bapak atau ibunya, ia lebih memilih solitare dan hidup bebas sesuai keinginanya. Pada satu titik ia mulai merasa kesepian dan membutuhkan dukungan dari orang lain selain itu informan IV 24 memiliki kebutuhan untuk tetap berada di dalam suatu kelompok masyarakat. Menghidupi diri sendiri menjadi hal yang berat untuk informan IV 24, ia belum siap untuk menghidupi dirinya sendiri dan mandiri, ketidaksiapan tersebut mengantarkannya dalam pembenaran- pembenaran perilaku kejahatan dan bertemunya ia dengan teman-teman baru yang membawanya masuk ke dalam dunia kejahatan. Hal ini yang menjadi dasar dari sebuah pengalaman kejahatan dan juga kronologi penglaman kejahatan yang dialami oleh informan IV 24. Berikut di bawah adalah analisis dari keseluruhan data mengenai pengalaman kejahatan informan IV 24 yang saling berkaitan, dilihat dari berbagai macam hal yang kemudian membentuk suatu kronologis pengalaman kejahatan berulang informan IV 24. Informan IV 24 mulai masuk ke dalam dunia kejahatan dimulai dari pertemuannya dengan teman-teman baru diluar sanggar. Pengalaman pertama melakukan aksi kejahatan tidak disadari oleh informan IV 24, hal ini disebabkan karena ketidaktahuan Informan IV 24 atas apa yang dilakukan oleh rekannya. Berikut kutipan yang diungkapkan oleh informan IV 24 : “He eh. Jadi temen saya masuk ke rumah, nyuri dirumah itu, saya juga nggak tahu kalau diajak mencuri, orang pas 2013 itu khan saya belum pernah kaya gitu mbak. Masih aktif di kegiatan ngamen itu. Saya disuruh nunggu dimotor, nggak tahu temen saya masuk kerumah, keluar kok diteriakin maling.” Informan IV, 330-339 Informan menyadari bahwa dirinya mulai mengenal dan masuk ke dalam dunia kejahatan setelah bertemu dengan teman-teman di luar sanggar, teman- teman yang ia sendiri beri istilah sebagai orang yang benar-benar hidup di jalan. Selain itu, informan IV 24 menyadari bahwa lingkungan pergaulannya merupakan sebab akibat dirinya masuk ke dunia kejahatan. Informan IV 24 bersama dengan teman- temannya sering “nongkrong” bersama, kehidupan hedonis di dalam pergaulan tersebut mulai muncul dengan adanya peningkatan intensitas pengkonsumsian minuman beralkohol. Bagi Informan IV 24 dan teman-temannya minuman alkohol digunakan sebagai alat untuk menambah keberanian mereka secara psikologis dalam nantinya melaksanakan aksi kejahatan. Hal ini diungkapkan oleh informan IV 24 : “Ya karena pergaulan itu, pergaulan di... kenal sama orang-orang yang istilahnya dijalan gitu, yang bener-bener dijalan tu lho. Lain dari luar anak sanggar itu, khan seneng kerja yang kaya gitu-kaya gitu. Akhirnya saya juga ikut. Saya ikutlah dari anak minuman itu, dari alkohol, terpengaruhi. Ya dari temen ke temen. Iya, namanya orang sabar kan mesti kan banyak saling cerita temen-temen yang kenal disitu, akhirnya ya udah. Awalnya cuma nongkrong aja. Nongkrong, nongkrong terus ya udah minum-minum gitu, terus ya kaya gitu. Dan terpengaruhnya juga PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI dari minuman- minuman.” Informan IV, 92-100, 103, 105-108, 121, 123- 125, 175-177 Informan IV 24 menggambarkan dirinya tidak memiliki perasaan takut dan semakin merasa memiliki perasaan tertantang ketika melakukan aksi kejahatan. Kurangnya perasaan takut tersebut dipengaruhi oleh minuman alkohol yang ia dan teman-temannya konsumsi. Selain itu yang membuat ia dan teman-temannya tidak takut karena mereka belum memiliki gambaran atau pikiran kedepannya akan bagaimana jika nantinya tertangkap. Hal ini diungkapkan informan IV 24 sebagai berikut : “Ya kalau takutnya itu enggake mbak. Nggak takut.Ya awalnya dari pertama kita nongkrong-nongkrong gitu, lihat toko-toko yang malem masih buka itu khan. Namanya kalau orang udah punya... orang udah kena alkohol, terpengaruh alkohol, obat-obatan tu kan nggak punya itu... nggak punya rasa takut khan mbak. Yang penting kita bisa nguasain barangnya gitu. Akhirnya sudah, habis itu kita beli... beli minuman di Indomaret itu. Lebih seneng diajak itu, maksudnya kan posisinya juga kita kan ya memang udah nggak tau mbak, namanya udah nggak punya pikiran gimana kalau ketangkep itu. Kaya udah nggak punya pikiran gitu. Yang penting kita untuk hari besok senang dan senang, gitu aja.” Informan IV, 213-223, 298, 300, 302-309 Ditambah setelah berhasil melakukan aksi kejahatan tidak ada perasaan malu terhadap lingkungan sosial. Karena merasa dengan menggunakan atribut untuk menyamar, ia merasa aman dan tidak merasa malu. Hal ini diungkapkan oleh informan IV 24 sebagai berikut : “Nggak mbak. Nggak ada. Iya. Biasa aja. Soalnya juga kita melakukan kayak gitu kan tidak dengan... apa... transparan itu lho mbak. Dengan masker, dengan tertutup gitu mbak.” Informan IV, 399, 401, 412-416 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Hal yang kemudian dirasakan dan disadari oleh informan IV 24 kenapa memlilih masuk ke dalam dunia kejahatan adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup dan kebutuhan untuk memiliki uang yang banyak. Hal lain yang mendukung kebutuhan-kebutuhan informan IV 24 adalah karena di antara mereka sendiri sudah jauh dari orang tua. Secara mental informan IV 24 sama sekali belum siap untuk hidup mandiri. Sehingga ia melakukan pembenaran rasionaliasi keputusan melakukan kejahatan dengan alasan pemenuhan kebutuhan. Lingkungan pergaulannya pun menjadi penguat untuk dirinya semakin yakin memutuskan melakukan kejahatan. Hal ini ditunjukkan dalam ungkapan oleh informan IV 24 sebagai berikut : “Ya ngajak... sebenernya namanya kita diluar juga khan pengen punya uang gede khan mbak. Pengen punya uang banyak khan ya. Ya, satu... karena kita khan udah jauh dari orang tua semua khan mbak. Disini khan kita juga istilahnya kaya hidup sendiri tu lho, tanpa tanggungan kedua orang tua atau saudara gitu. Makan sendiri, nyari uang sendiri. Ya udah itu karena kebutuhan ekonomi. He em.” Informan IV, 171-174, 231-238, 317 Hal lain yang mendorong informan IV 24 memilih untuk melakukann aksi kejahatan adalah sikap hedon dari ingkungan tempat ia bergaul, yang lebih menginginkan kesenangan dan hal-hal lain yang berhubungan dengan kesenangan.Hal ini diungkapkan oleh informan IV 24 sebagai berikut : “Lebih seneng diajak itu, maksudnya kan posisinya juga kita kan ya memang udah nggak tau mbak, namanya udah nggak punya pikiran gimana kalau ketangkep itu. Kaya udah nggak punya pikiran gitu. Yang penting kita untuk hari besok senang dan senang, gitu aja. Iya. Ya buat seneng-seneng, buat beli keperluan sehari-hari. Seneng-senengnya cuma... ya main ke cafe, udah itu. Ho oh beli minum paling, karaoke, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI dugem, udah itu.” Informan IV, 302-309, 295, 582-583, 586-587, 593- 594 Keadaan lain yang membuat informan IV 24, memilih untuk masuk ke dalam dunia kejahatan adalah karena dirinya merupakan korban perceraian kedua orang tuanya, sehingga ia harus hidup dengan membiayai dirinya sendiri. Informan IV 24 belum siap dengan keadaan yang berubah begitu cepat. Hal ini diungkapkan oleh informan IV 24 sebagai berikut : “Ya, satu... karena kita khan udah jauh dari orang tua semua khan mbak. Disini khan kita juga istilahnya kaya hidup sendiri tu lho, tanpa tanggungan kedua orang tua atau saudara gitu. Kalau... khan orang tua saya pisahan mbak. Bapak-ibu khan udah cerai. Hmm... kalau yang tau cuma bapak, keluarga dari bapak. Kalau keluarga dari ibu nggak ada yang tahu. Sejak 2008, kelas dua SMA. Saya SMA disana, putus, lalu saya ke Jogja, kesini. Ya itu, nyari keluarga, nyari bapak saya to. Iya. Udah sendiri. Bapak juga udah sama istrinya sendiri to, udah sama istri barunya.” Informan IV, 231-236, 264-268, 276-279, 269, 288-289 Adanya kesenangan tersendiri yang diperoleh ketika melakukan aksi kejahatan ketika berhasil atau sukses dalam menjalankan aksi kejahatan. Hal ini diungkapkan oleh informan IV 24 sebagai berikut : “Yang saya rasain ya... ya itu mbak... apa... seneng gitu.Yang... ya itu mbak yang didapet kebanggaan itu, senang.” Informan IV, 350-251, 359- 361 Kesenangan yang dimaksud oleh informan IV 24 adalah kebanggaan karena ia berhasil mendapatkan sesuatu yang sebelumnya belum pernah ia dan teman-temannya miliki. Hal ini diuangkapkan oleh informan IV 24 sebagai berikut : PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI “Iya. He eh. Ya kebanggaan seperti... ya namanya khan kita kayanya nggak pernah punya kaya gitu khan mbak, jadi pas punya kaya gitu rasanya seneng itu.” Informan IV, 351, 368, 351-354 Setelah informan IV 24 tertangkap dan masuk ke lembaga pemasyarakatan, mulailah informan IV 24 merasa malu. Secara sadar informan IV 24 merasa bahwa dirinya kurang memiliki prinsip dan belum bisa memperbaiki hidupnya. Hal ini diungkapkan oleh informan IV 24 sebagai berikut : “Ya kalau sesudah ketangkepnya gini juga malu, kalau sebelumnya ya... Ya sangat inilah mbak... ya gimana ya... saya belum bisa inie. Soalnya saya juga belum bisa berubah to? Belum bisa menyikapi prinsip saya. Atau saya menyikapinya sih paling ya kejahatan kan dimata orang pasti kan ya... cenderung negatif lah. Kalau saya bel um bisa menyikapi.” Informan IV, 409-410, 356-363

D. Dinamika Pengalaman

1. Informan I 22

Perceraian kedua orang tua menjadi pengalaman yang membuat informan I 22 merasakan stress dan marah, Ia pun tidak melanjutkan pendidikannya hingga selesai. Sullivan menyebutkan terdapat dua jenis ketegangan, yaitu kebutuhan dan kecemasan. Ketegangan yang dirasakan oleh informan I 22 mungkin adalah kecemasan. Ketegangan sendiri adalah potensi tindakan yang mungkin atau tidak mungkin dialami dalam kesadaran Sullivan dalam Feist Feist, 2010. Ia menyalahkan perceraian kedua orang tuanya sebagai penyebab ia mulai masuk ke dalam dunia kejahatan, bergaul dengan orang- orang yang salah dan menjadi tidak terarah. Manusia secara naluriah akan berusaha untuk terus mengurangi ketegangan-ketegangan yang ada di dalam dirinya. Pengalaman yang tidak menyenangkan tersebut direpresi informan I 22 dengan cara dilupakan dan tidak dihiraukannya secara tidak sadar. Seperti kehilangan arah dan tidak memiliki prinsip, informan I 22 terus menerus mencari kesenangan-kesenangan untuk membuatnya keluar dari perasaan penat. Bergaul dengan banyak orang dan terpengaruh oleh konformitas kelompok, mungkin merupakan salah satu cara informan I 22 menemukan identitas diri dan prinsip di dalam situasinya yang tidak terarah dan ambigu. Lingkungan menjadi salah satu pengaruh informan I 22 semakin jauh masuk ke dalam dunia kejahatan. Pengaruh negatif yang diterima dari lingkungan pergaulannya membawanya masuk ke dalam kehidupan hedonis, mengkonsumsi narkoba, bersenang-senang dan membeli sepeda motor untuk balap semakin memperburuk keadaannya. Keadaan ekonomi informan I 22 tidak mampu untuk terus menerus memenuhi semua kebutuhannya tersebut. Bersama dengan teman-temannya memutuskan untuk terus melakukan aksi kejahatan demi mendapatkan uang yang banyak dan semua kebutuhan pun dapat terpenuhi.

2. Informan II 39

Analisis pengalaman kejahatan pada informan II 39, ditemukan sebab- sebab yang membuat informan II 39 akhirnya memutuskan untuk berkomitmen pada dunia kejahatan dan melakukan kejahatan berulang. Hal lain yang membuat informan II 39 masuk ke dalam dunia kejahatan adalah sejak kecil ia sudah tidak tinggal dengan kedua orang tuanya, hubungan interpersonal dengan kedua orang tuanya kurang harmonis, kurangnya arahan dan perhatian dari kedua orang tuanya kemudian timbulah perasaan marah dan kecewa. Secara tidak langsung informan II 39 menyalahkan kedua orang tuanya karena dianggap tidak bertanggung jawab atas dirinya. Kurangnya arahan dan bimbingan dari orang tua pada situasi lingkungan yang kurang positif membuat informan II 39 akhirnya masuk ke dalam dunia kejahatan. Tempat tinggal asal informan II 39 sejak awal memiliki kebiasaan tersendiri yang secara turun temurun yang menerus berlanjut di Alas Roban. Masyarakat di Alas Roban banyak yang melakukan perbuatan kejahatan seperti pencurian, perampokan, dll. Melakukan perbuatan tersebut bukan merupakan aksi kejahatan namun oleh masyarakatnya diberi nama dengan istilah “bekerja”, sedangkan masyarakat yang melakukan aksi kejahatan tersebut diberi istilah sebagai “pemain”. Sudah menjadi turun temurun bagi masyarakat Batang, Alas Roban untuk hidup mencari uang dengan cara melakukan tindakan kejahatan dan sebagian dari mereka yang menjadi “pemain” tercatat sudah pernah masuk ke lembaga pemasyarakatan. Secara otomatis kebiasaan tersebut membuat informan II 39 terbiasa dngan keadaan yang tidak seharusnya bagi masyarakat umum, tinggal di dalam lingkungan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI dengan tingkat kriminalitas yang tinggi memberikan peluang yang besar kepada informan II 39 masuk ke dalam dunia kejahatan. Selain relasi dengan kedua orang tuanya yang kurang baik, kurangnya mendapat arahan dan bimbingan, serta keadaan lingkungan tempat tinggal yang kurang mendukung, informan II memilih untuk tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Ia lebih memilih suara hati dan keinginannya untuk bisa menghasilkan uang, adanya kesenangan yang ia dapatkan ketika mampu menghasilkan uang sendiri di umur yang masih belia. Memiliki beberapa kebutuhan mulai dirasakan oleh informan II namun tidak dapat ia penuhi sendiri. Sejak awal sikap dan mental informan II sudah terbentuk oleh pengalaman-pengalaman kurang baik yang diterimanya, untuk pertama kalinya ia pun dengan mudah menerima tawaran dari saudaranya untuk melakukan aksi kejahatan karena menginginkan sebuah sepeda motor. Keadaan emosi yang tidak stabil menjadi alasan informan II menerima tawaran melakukan kejahatan, konflik dengan istrinya memberikan tekanan psikis sendiri pada dirinya, perasaan kesal dan jengah membuat informan II mencari tempat pelampiasan yang salah. Informan II 39 menjadi terbiasa mencari uang dan mengatasi ketegangan-ketegangan dengan melakukan kejahatan, Informan II 39 merasa bahwa kurangnya arahan dan bimbingan dari kedua orang tuanya membuat dirinya terjun ke dalam dunia kejahatan, namun di sisi lain ia juga menyadari bahwa keputusan untuk terjun ke dalam dunia kejahatan dipilih atas kesadarannya sendiri. Kebebasanlah yang diinginkannya pada saat itu. Setiap akan melakukan aksi kejahatan, sistem orang kepercayaan digunakan informan II 39 dan teman-temannya dalam mengumpulkan anggota. Informan II 39 dianggap sudah memiliki track reccord yang baik oleh teman-temannya. Suatu ketika ia sudah menolak tawaran untuk melakukan aksi kejahatan, namun rayuan teman-teman dan track reccord yang baik di dunia kejahatan kembali menyeretnya ke dalam dunia kejahatan. Hanya orang-orang yang dipercaya dan memegang kepercayaan saja yang akan diajak melakukan tindakan kriminal. Selain itu, karena kondisi ekonomi yang kurang mendukung Melakukan kejahatan untuk memenuhi kebutuhn keluarga karena secara ekonomi kurang mendukung.

3. Informan III 37

Pengalaman kurang menyenangkan semasa remaja menjadi akar yang melatarbelakangi informan III 37 mulai melakukan kejahatan. Pengalaman mendapatkan perlakuan yang tidak adil memberikan ketidaknyamanan tersendiri bagi informan III 37, perasaan tertindas membuat informan III 37 kehilangan kesabarannya. Terus menerus dituduh membuat informan III 37 merasa kesal, tidak terima, dan jenuh, serta hilang kesabaran, atau singkat kata ia merasa frustasi akibat perlakuan tidak adil yang diterimanya, sehingga mendorong informan III 37 memunculkan sisi agresif yang selama ini