Informan II inisial S, 39

motifnya buat seneng -seneng sama pelampiasan. Bisa karena waktu itu saya memang ya.. waktu itu pas kejadian itu saya dikhianati oleh istri, jadi pemikiran saya kacau. Ada konflik dr istri yang kedua. Terus akhirnya nyuri di toko itu. bagaimana ya kalau ada masalah, diselingkuhin sama pasangan kita, ah gimana caranya saya punya duit saya mau senang- senang, jadi balas dendam.” Informan II, 265-272, 274-277, 284-287, 415-417, 418-422 Informan II 39 merasa sangat kurang mendapatkan arahan dan bimbingan dari kedua orang tua dirinya terjerumus ke dalam dunia kejahatan. Satu sisi informan II 39 menyadari bahwa bukan semata-mata karena kurangnya arahan dan bimbingan dari kedua orang tuanya yang membuat ia kemudian masuk ke dalam dunia kejahatan tetapi memang dari dalam dirinya sendiri secara sadar memutuskan masuk ke dunia kejahatan. Keinginan untuk untuk bisa hidup bebas sesuai dengan pilihannya Hal ini diungkapkan oleh informan II 39 dalam kutipan sebagai berikut : “Emang dari pendirian saya sendiri. Saya kadang ..gimana yaa.. jadi karena jarang pengarahan dari orang tua.. atau gimana.. ya saya nggak nyalahin orang tua.. karena juga kemauan saya.. saya mencari yang lebih bebas.. bisa ngrokok.” Informan II, 806-807, 807-813 Melancarkan aksi kejahatannya, informan II 39 bekerjasama dengan teman-temannya dari satu daerah asal, namun kota yang menjadi sasaran atau lahan menurut mereka bukan di dalam daerah sendiri namun kota lain. Hal ini diungkapkan oleh informan II 39 dalam kutipannya sebagai berikut : “Enggak.. kita berangkatpun dari rumah dari kampung saya sendiri. Karena itu yang tau dapet pertama itu dulu kan personel itu orang daerah saya sendiri. Mungkin untuk lahan... mungkin untuk lahan begitu.. mungkin di Jogja... paling...” Informan II, 663-670 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Suatu ketika informan II 39 mendapat ajakan dari temannya untuk ikut melakukan aksi kejahatan, ia sudah berusaha menolak ajakan tersebut, namun didesak terus menerus oleh teman-temannya, tidak lagi mampu menolakakhirnya informan II 39 menerima ajakan tersebut. Sistem orang kepercayaan digunakan oleh mereka mencari teman untuk melakukan tindakan kriminal tersebut bukan asal pilih sembarang orang, teman-teman informan II 39 paham keahlian dan track record yang ia miliki selama menjalani kehidupan di dunia kejahatan. Hanya orang-orang yang dipercaya dan memegang kepercayaan saja yang akan diajak melakukan tindakan kriminal. Ketika melaksanakan aksi kejahatan informan II 39 berperan sebagai sopir atau dalam bahasa mereka adalah “pilot”. Hal ini diungkapkan oleh informan II 39 dalam kutipannya sebagai berikut : “Pas malam kebetulan itu saya ditawarin sama kawan saya. Ya di situ rombongan ada 4 orang jadi 1 rombongan pemain ada 4 orang. Jadi salah satu personel ada yang istirahat. Mau ada hajatan keluarganya.. nah salah satu orang di antara mereka bertiga nawari saya. Ayo tak ajak mangkat kerjo.. udah tak tolak.. udah tak tolak.. dia masih ngejar lagi besoknya. Terus kita berangkat. Ya dia nawari nggak sembarang orang, dia nawarin orang kerja kaya gitu kan.. dulu pernah saya kena masalah di Jakarta. Tapi tahun dulu tahun 97. Ya mungkin dia kan terus tau kalau pak slamet kan pernah kerja kaya gini kaya gini, tak ajak mau. Akhirnya saya mau diajak kerja. Ini ya bekerja bahasa kita.. kalau bahasa kita bukan merampok. memegang keeprcayaan ya.. biasanya 4 orang. Bukan bisa ganti ganti. Misal kalau saya capek saya ganti. Waktu itu status saya sebagai sopir, pilot. Dipercaya temen-temen untuk jadi pilot. Milotin mobil itu. Saya nggak turun.. Intinya saya statusnya di mobil.” Informan II, 85-108, 131-135, 172-176, 179-180 Seringnya keluar masuk lembaga pemasyarakatan membuat informan II 39 harus mengeluarkan biaya yang jumlahnya tidak sedikit. Informan II bahkan harus menjual salah satunya warisan yang berupa ladang dan sawah untuk membayar semua keperluan saat ia masuk ke lembaga pemasyarakatan dan membayar rumah sakit saat kakinya ditembak dan patah. Hal ini membuat informan II 39 merasa harus dan bertanggung jawab untuk mengembalikan lagi semua yang sudah ia ambil, karena seharusnya warisan tersebut dapat dinikmati oleh anak-anaknya. Keinginan untuk bisa mengembalikan semua yang sudah ia ambil membuat dirinya mau menerima sebuah gambaran untuk merampok sebuah rumah yang ia dapatkan dari temannya sesama narapidana. Hal ini diungkapkan oleh informan II 39 dengan kutipan sebagai berikut : “Terus saya bebas, waktu saya bebas kemarin itu saya mikir gini mbak, banyak yang dikeluarkan untuk ke kepolisian, pengadilan. Masuk lapas ini kan lumayan. Saya berpikir bagaiamana cara untuk mengembalikan barang yang hilang kemarin. Terus saya dikasih gambaran sama kawan, ya uda dah kerja. Siapa tau dapet rejeki, buat nambal yg kemarin sudah hilang itu. Ee besoknya dapat rejeki malah masuk sini. Apa ya? Sawah rata-rata jadinya punya orng lama. Peninggalan orang lama, peninggalan mbah-mbah tu kan ada. Kaya sawah terus ladang. Tapi akhirnya habis juga mba. Nggak sampai anak saya. Dihabisin saya.” Informan II, 548- 560, 603-609 Hal lain yang kemudian mendorong informan II 39 untuk memilih masuk ke dunia kejahatan adalah karena ia membutuhkan uang untuk memenuhi kebutuhan istri dan anak-anaknya. Hal ini diungkapkan oleh informan II 39 dalam kutipannya sebagai berikut : “Eehm yang pertama itu untuk kebutuhan.. jujur ya untuk kebutuhan. Kepingin bangun bisnis, pingin bikinn rumah anak. Yang pertama dulu untuk diri sendiri, unsurnya dendam sama istri saya”. Informan II, 835- 838, 842-844 Mendapatkan sebuah gambaran dari seorang teman saat sama-sama sedang menjalani hukuman pidana penjara, kemudian diberi gambaran sebuah rumah dan kondisinya untuk nantinya dilaksanakan aksi merampok. Tawaranpun diterima oleh informan II 39 dengan kondisi pada saat itu, ia sedang banyak masalah. Setelah aksi perampokan tersebut dilaksanakan dan informan II 39 tertangkap, ia mendapat kabar bahwa ternyata ia hanya dimanfaatkan oleh teman yang memberi gambaran tersebut. Informan II 39 merasa dirinya telah dihasut, sebab temannya memberikan gambaran adalah karena adanya motif balas dendam dari temannya kepada orang yang menjadi sasaran perampokan. Hal ini diungkapkan oleh informan II 39 dalam kutipannya sebagai berikut : “Lumayannya beda kasus. Oo beda kasus. Jadi dulu saya kanal kawan disini.. udah lama disini. Waktu pas sek itar tahun 2012. Awal-awal saya masuk ada orang bareng 1 kamar sama saya. Cerita ini itu.. intinya menceritakan dia ngasih gambaran saya punya tetangga, tetangga saya orang kaya.. silakan kalau mau dirampok. Bener…habis saya bebas saya punya kawan disini.. bukan kawan saya yang dulu yang tak ajak kerja.. nggak.. bahkan malah orang sini.. daerah sini. Tak ajak berangkat kerja ini itu.. sekarang kasusnya masukya 65 perampokan.. korbannya tak iket. Saya pun jarang pulang. Terus dihasut sama kawan.. ya bukan dihasut.. diajaklah wong saya juga mau kok.” Informan II, 225-243, 269-272 Adanya harapan-harapan dari informan II 39 setelah nantinya ia keluar dari lembaga pemasyarakatan. Informan II 39 memiliki keinginan untuk bisa menyenangkan anak dan cucunya dengan cara yang lebih baik, karena selama ini informan II 39 sadar bahwa ia mencari rejeki dengan cara yang salah. Dengan satu-satunya keahlian yang ia miliki, informan II 39 akan melanjutkan bekerja menjadi sopir setelah nanti keluar dari lembaga pemasyarakatan. Selain itu informan berharap bahwa perbuatan kejahatan kali ini, menjadi yang terakhir. Hal ini diungkapkann oleh informan II 39 dalam kutipannya sebagai berikut : “Mudah-mudahan ini yang terakhir. Pingin nyenengin anak cucu. Ya pinginnya yang namanya orang tua buat anak sama cucu.. pingin buatin rumah buat anak. Saya punya tujuan itu. Cuma cara saya nyari rejekinya yang salah. Saya ada kepikiran habis bebas ini saya tetep mungkin melakukan pekerjaan sebagai sopir, yang pernah dijalani dulu, taun-taun ini, saya mau nyopir kayanya, Mungkin cuma itu salah satu kepanjangan saya. Saya nggak punya kepanjangan lain.” Informan II, 335-336, 343, 348-352, 635-642

3. Informan III inisial B, 37

Melihat paparan informan III 37, tindakan-tindakan kejahatan yang dilakukannya dapat disimak dari ketiga hal yang meliputi motif, lingkungan dan jenis tindakannya. Dinamika ketiga hal tersebut tidak dapat dipisahkan atau dilihat sebagai bagian-bagian yang terpisah. Secara keseluruhan komponen di dalam pengalaman informan III 37 terdiri atas pengalaman psikologis emosi, pikiran, dll yang saling berkaitan. Peneliti akan mengkonstruksikan kembali agar mudah dipahami mengenai apa yang sudah PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI diceritakan oleh informan III 37 seputar pengalaman kejahatannya dari awal melakukan aksi kejahatan hingga saat informan III 37 di wawancarai. Informan III 37 adalah seorang laki-laki berusia 37 tahun, berstatus kawin dan sudah dikaruniai 2 buah hati. Istri informan III 37 adalah seorang ibu rumah tangga dan membuka sebuah usaha warung kecil di rumahnya. Informan III 37 merupakan warga asli kota Yogya, lahir di Kricak Kidul, Bluwahrejo. Informan III 37 sudah menjadi seorang yatim piatu sejak ia berumur 16 tahun setelah ditinggal wafat kedua orang tuanya, informan III 37 diasuh oleh paman dan bibinya namun keduanya tinggal di rumah masing-masing. Pada saat itu informan III 37 tinggal di rumah peninggalan kedua orang tuanya sedangkan paman bibinya tinggal dirumah pribadinya. Sejak ditinggal wafat kedua orang tuanya, informan III 37 tidak menamatkan pendidikan SMP-nya sama sekali. Sempat disekolahkan oleh seorang bapak kepala sekolah di suatu SMU, namun informan III 37 tidak menamatkan pendidikannya, ia merasa sungkan karena terus menerus menjadi tanggungan bagi orang lain, semasa sekolah informan III 37 juga mengisi waktunya dengan bekerja. Ia memilih sekolah sambil bekerja agar tidak terus menerus merepotkan orang lain. Semakin hari informan III 37 merasa semakin tidak enak dan sungkan karena merepotkan orang lain, hingga akhirnya informan III 37 memilih untuk memisahkan dirinya dan mencari pekerjaan hingga ia menikah. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Setelah keluar dari lembaga pemasyarakatn ia sempat bekerja menjadi seorang supir di suatu perusahaan di tahun yang sama, yaitu tahun 2014 hingga akhirnya kembali lagi melakukan aksi kejahatan. Kembali masuk ke dalam lembaga pemasyarakatan karena kasus pencurian handphone yang tidak secara langsung melibatkan informan III 37. Selama hidup di dunia kejahatan ia pernah terlibat aksi kejahatan dan keluar masuk lembaga pemasyarakatan sebanyak lebih dari 5 kali dan dengan berbagai macam jenis kasus kejahatan, yang di antaranya perampokan, pencurian, dan penganiayaan selama 21 tahun sejak tahun 1994. Dalam melaksanakan aksi kejahatannya informan III 37 bekerjasama dengan 3 sampai 4 orang temannya, dalam sekali pelaksanaan aksi pencurian setiap orangnya akan dapat mengantongi uang sekitar 5 sampai 10 juta rupiah. Beberapa waktu sebelumnya informan III 37 bersama 3 orang temannya berhasil merampok sebuah toko kelontong distributor di daerah jalan paris dan mengantongi sekitar 1 miliar 80 puluh ribu rupiah. Di balik seluruh alasan ada satu atau dua pengalaman yang sering tidak disadari oleh pemilik pengalaman yang kemudian menjadi latar belakang ia mengambil sebuah keputusan. Setelah berhasil melakukan analisis, peneliti mendapatkan hasil sebagai berikut, sebuah peristiwa menjadi awal permulaan informan III 37 masuk ke dalam dunia kejahatan, pengalaman kurang menyenangkan yang ia dapatkan semasa SMU menjadi akar yang melatar belakangi informan III 37 masuk ke dalam dunia kejahatan dengan lebih jauh. Pengalaman mendapatkan perlakuan yang tidak adil memberikan ketidaknyaman tersendiri bagi informan III 37, perasaan tertindas membuat informan III 37 kehilangan kesabarannya. Memunculkan sisi agresif yang selama ini berusaha dikelola oleh informan III 37 dengan cukup baik. Peristiwa ini akhirnya yang membuat informan III 37 masuk ke dalam lembaga pemasyarakatan dan berujung pada perkenalannya dengan teman- teman narapidana serta berlanjutnya petualangannya di dunia kejahatan. Penganiayaan menjadi pengalaman pertama kejahatan bagi informan III 37, kejahatan yang dilakukannya adalah memukul salah satu guru di sekolahnya ketika SMU yang berawal dari ketidakterimaan dan kejenuhan informan III 37 karena sering di panggil ke ruang BP. Merasa tidak pernah membuat ulah namun terus menerus dimarahi, informan III 37 melakukan pemberontakan dengan cara memukul salah satu gurunya, ia pun mendapatkan sanksi hukuman pidana penjara selama 3 bulan. Hal ini diungkapkan informan III 37 dalam kutipannya sebagai berikut : “Penganiayaan. Iya. Masih SMP karena saya sering di BePa-BP BePa- BP, terus jengkel to terus mukulin guru. Hehehe... Ya karena khan saya merasa... mungkin saya dari nurani juga berontak ya, saya merasa nggak pernah bikin ulah kok saya terus yang di... yang di... apa... marahin terus gitu lho.” Informan III, 78, 83-85, 102-107 Pada peristiwa penganiayaan tersebut informan III 37 benar-benar mengungkapkan bahwa ia sangat kesal, tidak terima dan jenuh dengan semua perlakuan tidak adil yang diterimanya. Informan III 37 mencoba untuk sabar dan mengalah ketika mendapat perlakuan yang kurang menyenangkan tersebut, perlahan informan III 37 kehilangan kesabaran, ia memberontak dan terjadilah peristiwa penganiayaan guru oleh informan III 37. Hal ini ditunjukkan oleh informan III 37, dalam kutipannya sebagai berikut : “Tapi khan mungkin nggak tahu terus saya yang kena, kemudian diemin sekali, dua kali, tiga kali. Lha ter us terjadilah kaya gitu.” Informan III, 114-117, 115-117 Setelah kejadian penganiayaan informan III 37 semakin sering keluar masuk lembaga pemasyarakatan, selama menjadi narapidana di dalam lembaga pemasyarakatan ia berkenalan dengan banyak teman sesama narapidana, relasi terbangun hingga hingga ia keluar dari lembaga pemasyarakatan. Setelah keluar dari lembaga pemasyarakatan beberapa saat kemudian beberapa teman datang ke rumah informan III 37 dan mulai menawarkan untuk ikut melakukan aksi kejahatan. Hal ini ditunjukkan oleh informan III 37, dalam kutipannya sebagai berikut : “Ceritanya dari teman, khan saya juga... khan saya sliweran masuk, pas kemarin keluar saya ditawarin sama temen kerja, saya kerja. Setelah itu khan ada temen pada dateng semua dari mantan-mantan sini khan, terus... Ya khan saya keluar terus pernah dia datang aja.” Informan III, 22-27, 158-165 Informan III 37 menyadari semenjak ia memiliki banyak kenalan sesama narapidana, ia menjadi sering keluar masuk ke dalam lembaga pemasyarakatan. Kutipan di bawah ini menunjukkan bagaimana informan III 37 menyadari secara utuh :