Latar Belakang Masalah Studi fenomenologi mengenai pengalaman narapidana kategori residivis.
Suatu kejahatan tidak semata-mata muncul secara acak, ada sebab yang mengikuti atau melatarbelakangi, pengalaman dan latar belakang seseorang
menjadi hal yang penting untuk diperhatikan. Paul Brantingham and Patricia Brantingham 2008 mengungkapkan jauh sebelum individu memutuskan
untuk melakukan tindakan kriminal, individu tersebut memiliki aktifitas non- kriminal yang kemudian dapat ikut membantu seseorang menciptakan sebuah
keputusan yang berhubungan dengan aktifitas kriminal. Dalam suatu aktifitas yang dilakukan seseorang akan dihadapkan pada sebuah keputusan, keputusan
dalam beraktifitas tersebut membentuk suatu pola rutinitas yang kemudian berubah menjadi kegiatan regular. Aktifitas regular kemudian membentuk
suatu pola abstrak. Pada konteks keputusan berkomitmen pada kegiatan kriminal hal ini disebut sebagai crime template. Brantingham dan
Brantingham, Cornish dan Clarke, Cromwell dalam Wortley, 2008 mengatakan bahwa pengembangan sebuah keputusan rutin, baik kriminal
maupun kriminal melibatkan serangkaian identifikasi keputusan-keputusan yang bekerja. Cusson dalam Wortley, 2008 menjelaskan bahwa hal yang
mempengaruhi keputusan tidak selalu sesuai dengan standar optimal yang objektif, yang utama adalah cukup sesuatu yang diinginkan dapat terpenuhi.
Selain itu, sebuah kejahatan dapat dipicu oleh kemarahan, dendam, atau kebutuhan merasakan sensasi yang sifatnya berbahaya, sama halnya seperti
kebutuhan akan ekonomi atau emosional. Teori tersebut menggambarkan secara general bagaimana seseorang mulai masuk ke dalam suatu tindak
kejahatan yang di awali dari beberapa faktor yang salah satunya sudah disebutkan di atas.
Dalam konteks ilmu psikologi yang mempelajari manusia sebagai individu yang unik beserta juga dengan pengalamannya, kita tidak dapat meninggalkan
ciri khas tersebut dan hanya berpacu pada satu hasil penelitian. Jika dikembalikan lagi kepada diri individu seperti yang diungkapkan oleh
Kierkegaard dalam Zainal, 2007 mengenai analisis eksistensial, bahwa dalam setiap kajian tentang manusia, yang pertama kali harus dilakukan
adalah bagaimana menempatkan subjkektivitas atau pengalaman subjektif manusia sebagai faktor penting yang harus diberi tempat. Tidak semua hal
dari dalam diri manusia dapat dikuantifikasikan ke dalam angka-angka statistik dan pengukuran fisik-mekanistik biologi saja, sebab pada setiap
diri manusia terkandung makna atau nilai personal yang tidak bisa dikuantifikasikan dan tidak bisa dijelaskan secara biologis Zainal, 2007.
Setiap manusia adalah unik beserta dengan pengalamannya akan mengikuti. Kierkergard dalam Zainal, 2000 percaya bahwa pada prinsipnya manusia
bukan makhluk yang selalu rasional, bukanlah robot yang tidak memiliki kehendak dan perasaan tetapisebagai makhluk yang mampu
“merasa” dan “menghendaki” secara bebas. Perilaku dan peristiwa di dalam hidupnya tidak
selalu didasari oleh rasio, tetapi juga pada pilihan bebas dan emosi spontannya. Peneliti melakukan penelitian ini dilakukan bertujuan untuk
melihat fenomena kejahatan repetitif dengan memegang sudut pandang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
manusia adalah makhluk yang unik, setiap peristiwa di dalam pengalamannya berbeda-beda meskipun secara kontekstual hukum dinyatakan perbuatan
kejahatannya sama dengan motif yang kita ketahui sama antara satu dengan yang lainnya.
Penelitian ini menjadi penting untuk diteliti karena selama ini banyak peneliti tidak membahas dari sisi dinamika psikologis atas pengalaman yang
dilalui oleh para narapidana kategori residivis sebagai manusia yang unik bahwa pengalaman-pengalaman signifikan tersebut juga mengandung
dinamika psikologis yang ikut andil dalam mempengaruhi perilaku, keputusan dan kehidupan seseorang. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengambarkan
pola-pola pengalaman serupa dan disertai dengan pola dinamika psikologis yang sama, muncul sebagai akibat dari interaksi pelaku dengan
lingkungannya. Apa yang kemudian membuat para narapidana kategori residivis tidak hanya melakukan kejahatan tetapi tergerak untuk memutuskan
melakukan kejahatan dan melakukan kejahatan berulang, sehingga mudah untuk peneliti yang selanjutnya dan untuk bidang psikologi maupun jajaran
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI merancang sebuah solusi yang tepat guna dalam perbaikan
narapidana ke arah yang lebih baik. Pendekatan kualitatif fenomenologis dipilih peneliti untuk mencapai
tujuan penelitain di atas, fenomenologi sendiri merupakan salah satu cara PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
untuk mencari makna-makna psikologis yang membentuk gejala melalui investigasi dan analisis contoh-contoh gejala yang dialami dalam konteks
kehidupan para informan Smith, 2006. Dengan menggunakan metode kualitatif fenomenologi interpretatif peneliti mencoba memahami pengalaman
informan, pengalaman yang kemudian mencakup persepsi-persepsi, perasaan, ingatan, gambaran, gagasan, dan berbagai hal lainnya yang hadir dalam
kesadaran Henryk, 1973. Husserl dalam Brouwer, 1988 mengungkapkan seseorang dengan pengalamannya belum tentu bahwa orang tersebut tahu
mengenai “Saya apa sebetulnya siapa atau saya bagaimana”.
Kurt Danziger, 1990 dalam Sugiman, Gergen, Wagner, dan Yamada, 2008 menggaris
bawahi “traditional forms of inquiry” dalam psikologi berdasar pada konsepsi individual sebagai manusia. Pada manusia kapasitas
kemampuan kita untuk mengalami dan merespon pengalaman-pengalaman jauh lebih besar daripada kapasitas kita untuk mengetahui sescara persis apa
yang kita lakukan atau mengapa kita melakukannya. Bisa menjadi mungkin bahwa para residivis tidak memahami perbuatan kejahatannya, bisa menjadi
mungkin bahwa para residivis belum merefleksikan pengalaman kejahatannya sehingga ia terus menerus mengulangi perbuatannya. Sesuai dengan maksud
dan tujuan penelitan yang mengkaji tentang pengalaman-pengalaman signifikan serta pola-pola dan dinamika psikologis yang memberikan dampak
pada pemilihan keputusan untuk melakukan aksi kejahatan maka peneliti juga menggunakan sudut pandang eksistensial.
Mungkin saja, faktor penyebab kejahatan di Indonesia dapat terus- menerus berulang pada sebagian narapidana kategori residivis salah satunya
mungkin saja sistem pembinaan yang diberikan kurang tepat karena kurang mempertimbangkan pengalaman dan latar belakang seorang narapidana
sebagai hal yang perlu diperhatikan. Ada banyak hal yang dapat digali melalui pengalaman para narapidana, bagaimana ia memandang dan juga mungkin
memaknai pengalamannya. Sebab setiap perisitiwa, perilaku, dan keputusan ada sebab yang menjadi latar belakang mereka kemudian memilih
berkomitmen dengan dunia kejahatan dan terus menerus mengulangi hal tersebut. Ketika seseorang memilih melakukan suatu perilaku yang
bertentangan dengan moral yang dianut masyarakat umum, akan ada berbagai macam alasan yang berbeda antara orang satu dengan orang lainnya. Kisah
pengalaman pribadi yang diceritakan setiap residivis akan dieksplorasi untuk melihat tindakan-tindakan maupun isi kesadaran dengan objek-objek dan
makna-makna di dalam dunia para informan.