33 ‘ Manat mardongan tubu’ bersikap hati-hati, saling menjaga terhadap saudara
Semarga ‘ Somba marhula-hula’hormat kepada hula-hula
‘Elek marboru’membujuk kepada pihak boru Richard, 2007:25 Sistem kekerabatan ini akan diterangkan satu persatu seperti berikut:
a. Manat mardongan tubu
Hubungan dalam intern kelompok ini sering diungkapkan seperti ungkapan di bawah ini: “molo naeng sangap ho, manat ma ho mardongan tubu”. Artinya – jika kamu ingin terhormat,
hati-hati dan cermatlah kau dalam bergaul dengan pihak keluarga semarga. Rambu-rambu yang diungkapkan dalam “ manat mardongan tubu” menuntut suatu Sikap
yang senantiasa cermat dan waspada dalam menelusuri kedudukan dalam hirarki pertuturan dan selanjutnya berperan pula sesuai dengan hak-hak dan kewajiban yang melekat pada istilah
kekerabatan yang digunakan. Pentingnya saudara semarga dalam seluruh struktur kehidupan orang Batak yang diatur oleh sistem patrilineal, dinyatakan oleh Vergouwen bahwa “sejak zaman
purba”, lingkungan kekerabatan agnate istilah lain untuk menyebutkan consanguini – kerabat satu keturunan darah ditetapkan sebagai sisada sipanganon makan bersama dalam satu piring,
sisada sinamot satu dalam kemakmuran, sisada hasangapon satu dalam kemuliaan dan sisada hailaon satu dalam kenistaan” Vergouwen, 1986:50
Pentingnya kebersamaan ini tidak hanya berlaku di lingkungan kerabat agnate di tempat asal mereka. Bagi mereka yang merantau jauh ke seberang lautan kekerabatan itu tetap dituntut,
seperti tertulis dalam ungkapan berikut:
Universitas Sumatera Utara
34 “
tali paput, tali pangongan” “taripar laut tinanda rupa ni dongan”
Artinya, sekalipun di seberang lautan, kita harus saling mengenal saudara. Bagi kalangan perantau, terutama yang jauh dari tempat asal, seseorang dituntut agar
peka mengenal dongan sabutuhanya saudara semarga. Rasa persaudaraan dengan teman satu marga di perantauan harus lebih kuat lagi dari pada di dareah asalnya Depdikbud. 1978:34
b. Somba Marhula – hula
Seorang boru harus bersikap menyembah terhadap hula-hulanya.Hula-hula di tanggapi sebagai saluran berkat, mampu memantulkan kesemarakan dan kemuliaan bariborunya.
Vergouwen mengungkapkan seperti di bawah ini :
“hula-hula adalah sumber adikodrati, daya hidup bagi masing-masing borunya. Boru memandang anggota hula-hulanya sebagai orang yang dikaruniai dengan sahala, yaitu
kekuasaan istimewa yang dianggap sebagai suatu daya yang dahsyat, melebihi kekuatan terpendam biasa yang ada pada tondi roh.Sahala ini dapat memancarkan pengaruh yang faedah
dan menyelamatkan bagi boru, tetap dalam pada itu, kekuasaannya menciptakan rasa takut dan hikmat kepadanya. Ini berarti boru harus menghindar dari perbuatan yang dapat merugikan atau
menyinggung hula – hula, dan boru tidak pernah lalai menunjukkan rasa syukur terhadap kebaikan yang diperolehnya dari hula – hulannya Vergouwen, 1986:62
Masyarakat Batak yang memandang berketurunan adalah tujuan utama menjalin tali pernikahan, maka akan sangat mengerikanlah apabila sepasang suami istri tidak memiliki
keturunan, maka sangat ditekankanlah untuk menghormati hula – hula agar hagabeon memiliki banyak keturunan dapat tercapai. Doa dari hula – hula sangat diharapkan oleh borunya dan
Universitas Sumatera Utara
35 keyakinan sangat berkuasa untuk mengetuk pintu hati Debata Mulajadi Na Bolon.
Jhon.2002:25 Berkat dari hula – hula ini bukan saja hanya dalam hal keturunan saja, tetapi mencakup
pula perlindungan dari mara bahaya seperti ungkapan : “Obuk do jambulan na nidandan bahen samara,
Pasu – pasu ni hula –hula pitu sundut so ada marga” Artinya rambut di dandan menjadi busana, berkat dari hula – hula melindungi selama
tujuh keturunan tanpa mara bahaya. Oleh karena anggapan – anggapan inilah maka dalam masyarakat Batak wajib untuk
senantiasa menjaga nama baik dan menghormati hula – hulanya, ini biasanya dibuktikan dengan membawa makanan berupa ikan mas na ni arsik.
c. Elek Marboru