Marhusip Marhata Sinamot Prosesi Adat Dalam Perkawinan Masyarakat Batak Toba

77

3. Marhusip

Setelah acara tukar menukar cincin, langkah berikutnya dengan meresmikan secara adat. Pihak keluarga laki-laki mengutus menantunya parboru yang akan diterima oleh pihak perempuan melalui pihak menantunya juga. Proses musyawarah antara kedua belah pihak ini disebut “marhusip”. Marhusip merupakan acara pendahuluan dalam memberikan beberapa hal. Misalnya tanggal dan hari meminang, jumlah “ sinamot” yang akan diserahkan. Sinamot adalah mas kawin atau mahar beserta ulos. Cara pemberian melalui kumpulan orang atau individu. Juga membicarakan jenis hewan yang akan menjadi menu santapan undangan, jumlah ulos dan lain sebagainya. Hasil dari marhusip ini dilaporkan kepada kedua belah pihak.Fungsi menantu ini, atau parboru dalam sebuah acara perkawinan sangat jelas sebagai penghubung.Hasil dari pembicaraan tersebut dikonfirmasi kembali dalam sebuah acara yang disebut “marhata sinamot”.Biasanya dalam perkawinan adat Batak Toba perbandingan besarnya biaya pesta yang ditanggung adalah 2:1, maksudnya dari laki-laki 23 bagian dari biaya pesta, sedangkan pihak perempuan menanggung sebanyak 13 dari seluruh biaya pesta.

4. Marhata Sinamot

Pertemuan lanjutnya dalam marhata sinamot membicarakan hal-hal sebagai berikut: d. Jenis pesta yang akan dilakukan, pesta ditaruhon jual pesta diadakan di tempat laki- laki atau pesta alap jual pesta diadakan di tempat perempuan atau bentuk kesederhanaan adatnya. e. Kepastian jumlah mas kawin atau mahar f. Pembayaran bohi ni sinamot atau uang muka mahar g. Jenis hewan panjuhuti untuk menu Universitas Sumatera Utara 78 h. Jumlah ulos yang akan diberikan pihak perempuan kepada laki-laki i. Waktu dan tanggal pesta perkawinan, dan lain-lain. Pemberian mahar kepada perempuan dilakukan dengan memberikannya kepada pihak perempuan melalui orangtua kandung yang disebut “ suhut parboru”. Salah satu dari saudara laki-laki pihak perempuan disebut “ Simoholon”, salah satu saudara laki-laki dari ayah pihak perempuan disebut “Pamarai”. Salah satu dari saudara perempuan pihak perempuan disebut “ pariban”, salah satu dari saudara laki-laki dari ibu pengantin perempuan disebut “ tulang” atau “ hula-hula”.Ini disebut dalam istilah adat Batak Toba “ suhi ni ampang na opat”Rajamarpodang, 1992:300. Kesemuanya yang disebut diatas mendapatkan bagian jambarsecara bertingkat sesuai dengan kedudukan adatnya.

5. Paulak Une