62 Pernikahan yang dilakukan dengan adat memiliki perbedaan yang sangat signifikan
dengan pernikahan tanpa adat, dimana pernikahan adat membawa unsur yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat adat Batak yaitu unsur Dalihan Na Tolu dan juga berbagai proses
adat seperti mangulosi memberi ulos, marbagi jambar pembagian jambar dan masih banyak tahapan lain harus dijalani. Sedangkan pernikahan tanpa adat cukup hanya mengandalkan
acara pemberkatan gereja maka pernikahan telah sah adanya. Dalam kehidupan Dalam bersosialisasi dengan masyarakat, menurut pangakuan Bapak Hasan semuanya
baik berjalan dengan lancar.masyarakat sekitar memahami alasan beliau untuk tidak andil dalam “paradatan” orang Batak. Perbedaan antara keluarga yang melakukan pernikahan dengan acara
adat dengan yang tidak, tentunya ada tetapi tidak terlalu mencolok terasa. Pernikahan yang dilakukan dengan adat diakui kepada tujuan mempererat hubungan
kekeluargaan dalam cinta kasih dan kepedulian antara orangtua, saudara dan masyarakat sekitarnya terhadap anak yang dicintainya, hal ini dapat dilihat dari symbol pemberian “ ulos”
pada saat pesta adat. Dalam siklus ruamahtangga yang dijalani sehari-hari, Bapak Pasaribu berpendapat tidak ada kendala maupun perbedaan yang mencolok dirasakan oleh keluarganya,
hanya saja keakraban antara keluarga memang beda bila dibandingkan dengan keluarga- keluarga yang menjalani prosesi adat pada saat pernikahannya.
3. Bapak Hotman Manalu
Beliau adalah penduduk yang telah lama berdomisili di Kelurahan Timbang Deli.Bapak Hotman berusia 64 Tahun.Beliau adalah seorang kepala keluarga yang memiliki enam 6 anak,
yang semuanya telah berumahtangga.Sehari-hari beliau bekerja sebagai supir Bus Makmur Jurusan Medan Pekanbaru.
Universitas Sumatera Utara
63 Adat Batak menurut pandangan beliau adalah sesuatu yang mengikat orang Batak dengan
segala aturan-aturan yang berlaku dalam adatnya, yang bila ditinjau dari berbagai sisi memiliki dampak positif dan dampak negatif.Adat Batak Toba terkadang tidak dapat menjangkau segala
bentuk dari adat Batak tersebut.Menurut beliau dalam pelaksanaan adat Batak dalam kenyataannya memakan biaya yang lumayan besar, termasuk ketika beliau menikah, sehingga
dulu pernikahannya hanya dilaksanakan sebatas pemberkatan.Beliau menjelaskan pernikahannya lebih tepatnya adalah mangalua kawin lari, sehingga adat dalam pernikahannya tidak
mendominasi. . Kalau dulu memang seperti penjelasan sebelumnya dari narasumber bahwa raja parhata
memang menduduki derajat tinggi dalam adat Batak. Fungsi mereka penting dalam memasuki prosesi acara masisesaan bertanya-jawab atau mangkatai membicarakan mas kawin tang
tinggal. Dalam pembicaraan ini pihak perempuan dan pihak laki-laki masing-masing mempunyai raja parhata protokol.Protokol inilah yang langsung bertanya jawab, tetapi bila
ada hal-hal yang sulit baru ditanyakan kepada pihak perempuan dan pihak laki-laki.Inti pembicaraan ini adalah, pihak laki-laki menyampaikan jambar hepeng uang kepada pihak
perempuan.Dengan kemampuan membicara tentang masalah adat Batak Batak Toba maka raja parhata menduduki tingkat tertinggi.Tidak ada perubahan dalam pemilihan raja
parhata.Seseorang mampu memimpin dan pembicara maka dapat pula seorang itu menjadi raja parhata itu menjadi syarat dan indikator seseorang menduduki kedudukan tertinggi dalam hal
adat.Kedudukan terendah diambil oleh para hatoban, dimana dahulu merek tidak memiliki hak atas tana daerah huta, merek golongan masyarakat batak toba pendatang di suatu huta.Kalau
dulu hatoban tapi sekatang dalam acara adat dikenal dengan istilah parhobas.
Universitas Sumatera Utara
64 Belakangan ini, banyak masyarakat Batak Toba yang menganut agama Kristen, sebelum
acara marhata sinamot mas kawin lebih dahulu dilakukan martupolmenandatangani perjanian antara calon suami dengan calon istri di gereja. Tetapi menurut beliau bagi menganut agama
lain maka langsung melakukan acara marhata sinamot merunding mas kawin. Dalam acara ini dongan sabutuha kerabat dekat datang ke rumah pihak perempuan. Dan ini lah salah cara
perundingan sinamot. Beliau lebih lanjut menjelaskan lagi, ketika menikah tanpa adat pun beliau setuju saja.
Menurut pendapat beliau yang terpenting pernikahan anaknya terberkati secara gereja, karena menurut pandangan beliau adat hanya sekedar pemanis dalam perjalanan rumahtangga. Hingga
saat ini, beliau tidak ada membayar adat sama sekali selayaknya tuntutan adat Batak yang seharusnya. Seperti kutipan penulis berikut :
“saya tidak membayar adat kepada keluarga istri saya, saya merasa Cukup dengan saya menunjukkan bahwa saya bertanggungjawab Menafkahi istri dan anak saya, bagi saya itu sudah
lebih dari adat yang Seharusnya saya bayar terhadap keluarga mertua saya” Pada saat orang Batak menjalankan adat atas dasar kemauan dan kemampuannya, itu
merupakan kewajarannya sebagai orang Batak yang baik, tetapi manakala adat itu dijalankan oleh karena paksaan semata dan juga dibawah garis ketidakmampuannya sebagai orang Batak
maka itu menjadi suatu tantangan seseorang dalam memenuhi kebutuhan adat. Ketika masyarakat lebih memilih pernikahan tanpa prosesi adat, itu merupakan hak asasi sebagai
manusia dan hal itu tidak dapat dipaksakan, terlebih apabila keputusan itu diambil berdasarkan alasan tertentu.
Universitas Sumatera Utara
65 Beliau memandang tidak ada yang salah dengan pernikahan tanpa adat, yang terpenting
pasangan tersebut dapat mempertanggungjawabkan pilihannya terhadap manusia terhadap Tuhan hanya.Beliau sangat menyakini tidak ada kendala yang lebih rumit selama semua didasarkan
pada Tuhan.Kendala terbesar dalam kehidupan rumahtangga orang Batak adalah ketika menomorduakan Tuhan. Kendala yang akan terjadi manalaka kepentingan adat lebih diutamakan
dibandingkan kehidupan religinya.
4. Parulian Hutabarat Tiur Sihite