53 daerah tersebut. Demikian halnya dengan tata cara adat perkawinan yang terjadi di Kelurahan
Timbang Deli juga mempunyai perbedaan dan tata cara adat perkawinan masyarakat Batak Toba di daerah lain. Perbedaan yang terjadi di Kelurahan Batak Toba yang menetap di Kelurahan
Timbang Deli disebabkan masyarakat Batak Toba yang menetap di kelurahan ini berasal dari berbagai daerah dengan kebiasaan adat yang berbeda pula, tingkat pendidikan semakin tinggi
dan pergeseran pandangan terhadap adat perkawinan tersebut. Salah satu pergeseran pandangan masyarakat Batak Toba di Kelurahan Timbang Deli
terhadap pelaksanaan adat perkawinan ditandai dengan adanya penyesuaian masyarakat dengan kepentingan mereka sendiri, salah satu bentuk penyesuaian tersebut adalah efisien
waktu.Masyarakat Batak Toba yang menetap di Kelurahan Timbang Deli umumnya mempunyai kesibukan yang padat, sehingga waktu menjadi sangat penting dalam pembinaan kehidupan.
Artinya masyarakat Batak Toba Kelurahan Timbang Deli akan memprioritaskan kebutuhan ekonomi rumah tangga dibandingkan dengan hal-hal lain termasuk adat-istiadat dan pergaulan
sosial lainnya.
4.6 Profil Informan
Dalam penelitian ini terdapat beberapa informan yang mengetahui banyak hal mengenai permasalahan yang ingin diungkapkan dalam penelitian ini.Para informan ini mempunyai
keterlibatan langsung didalam tradisi adat Batak.
A. Informan Yang Menikah Tanpa Adat
1. Keluarga Bapak Oner Simbolon Ibu Netty Hutapea
Bapak Oner Simbolon 43 tahun serta Ibu Netty Hutapea 42 tahun, pasangan
Universitas Sumatera Utara
54 ini menikah pada tahun 1981 dan memiliki 6 anak. Bapak Simbolon bekerja sebagai supir,
sementara ibu Hutapea sebagai ibu rumah tangga juga bertani.Keluarga ini sudah tinggal di Kelurahan Timbang Deli, jalan Balai Desa sejak tahun 1983.
Menurut Bapak Simbolon, perkawinan adalah satu ikatan yang menyatukan dua hati manusia dalam ikatan suci, yang tidak bisa dipisah oleh hal-hal duniawi dan memiliki tujuan
yang sama, dan tujuan itu ada janji untuk selalu bersama. Beliau menyampaikan pendapat tentang pembagian tingkatan sosial dalam masyarakat
Batak Toba, yang menjadi kedudukan teratas dalam masyarakat adat Batak Toba terletak pada Raja Parhata, dimana mempunyai peran penting dalam segala prosesi acara adat. Stratifikasi
pada lapisan atas ini menurutnya sebagai contoh dalam kehidupan adat. Seorang raja parhata sosok figur yang sangat dihormati dikarenakan kemampuan dalam menghubungkan fungsi adat
itu dari jaman nenek moyang dulu hingga saat ini, dan merekalah yang akan mewarisi kemampuan adat Batak kepada generasi selanjutnya.
Status sosial paling atas masyarakat Batak selain dilihat dari kemampuan dalam pengetahuannya tentang adat Batak.beliau juga lebih menghargai jika seorang Batak saat ini
menduduki atau menyelesaikan sekolah yang lebih tinggi. Menurutnya bila seorang Batak telah menyelesaikan pendidikan tinggi maka ia telah mencapai suatu keberhasilan dan telah mencapai
satu syarat kesuksesan karena dengan pendidikan seseorang akan mendapatkan skill atau kemampuan yang khusus daripada individu yang lain. Menurut beliau dengan pencapaian
tersebut memungkinkan seseorang akan memiliki kekayaan hamoraon, dengan cara itu ia akan mendapatkan pekerjaan yang baik dengan gaji yang tinggi pula. Pentingnya pendidikan dapat
dilihat dengan beliau menyekolahkan kedua orang putri dan satu putra di perguruan tinggi,
Universitas Sumatera Utara
55 menurutnya dengan pendidikan anak-anak muda Batak dapat memilih pekerjaan yang bagus dan
mampu membiayai hidup terkhusus mampu melaksanakan acara adat perkawinan mengingat biaya pernikahan Batak Toba yang cukup mahal
Stratifikasi menurutnya masih melekat dalam masyarakat Batak, dan masih berjalan hingga saat ini.Dimana seorang raja parhata menduduki sangat penting dalam ruanglingkup
kehidupan masyarakat Batak Toba yang masih menghargai adat.Menurutnya ada pergeseran sedikit dalam stratifikasi sosial dalam mengisi tingkatan-tingkatan sosial masyarakat.Bila dilihat
dari jaman sekarang, beliau menjelaskan pendidikan yang utama dalam memandang seseorang menduduki tingkat tertinggi.Hal ini dilihat dengan pandangan masyarakat secara luas,
Keberhasilan ini dapat dilihat dari multietnis dan tidak hanya oleh masyarakat Batak Toba, sedangkan raja parhata kedudukan tertinggi itu hanya dilihat oleh Batak Toba saja.
Saat ini bila dilihat dari perkembangan jaman dan aturan dari suatu acara di dalam masyarakat Batak Toba, beliau berpendapat bahwa perubahan tidak ada dalam penempatan
seseorang raja parhata diposisikan dalam tingkatan sosial paling tinggi.Beliau menjelaskan, hanya saja pendidikan saat ini penting bagi seorang untuk menduduki tingkatan sosial yang lebih
tinggi, dimana dapat dilihat dari seluruh masyarakat. Indikator dari Batak Toba dalam melihat seseorang jika ditelusuri dari segi adat raja parhata yang menduduki tingkatan tertinggi dalam
acara adat dan sangat dihormati, disebabkan mereka yang biasanya mengambil keputusan hal-hal yang menyangkut adat. Mereka memberikan pencerahan, pengarahan kepada setiap orang Batak
yang hadir dalam suatu acara adat, dan dengan kemampuan mereka dalam mengetahui adat adalah indikatornya dalam menentukan apakah dia layak menjadi parhata atau bukan, tidak ada
pergeseran indikator tersebut..
Universitas Sumatera Utara
56 Kalau jaman dulu menurutnya yang menduduki tingkat terbawa adalah mereka yang
tidak memiliki apa-apa di suatu perkampungan, biasanya mereka pendatang.Karena dalam suatu kampung atau huta ditempati oleh marga asli huta tersebut. Jadi bila keluarga yang datang ke
kampung yang tidak sesuai dengan kampung mereka akan secara otomatis tidak mempunyai kedudukan dalam hak atas tanah maupun adat kerena yang menempati huta tersebut merupakan
keturunan marga dari nenek moyang pertama sekali yang mendiami huta. Kalau dahulu hatoban menurut beliau menduduki status sosial dalam masyarakat Batak, namun saat ini namanya
diganti menjadi parhobas, dimana tugas mereka melayani para tamu pesta. Perundingan
dalam sinamot biasanya dilakukan di rumah kediaman pihak perempuan.
Didalam suatu perundingan mengenai sinamot dibahas pula ada kaitanya dengan waktu, tempat dan juga jumlah hewan yang akan turut serta dalam pelaksanaan pesta adat. Pembahasan
disaksikan dan dihadiri oleh kedua pihak bila terjadi perselisihan mengenai pembiayaan sinamot perundingan sangat dipentingkan oleh kedua belah pihak, dimana bila tidak terjadi titik temu dari
sebuah permasalahan maka besar kemungkinan acara adat tidak jadi dilaksanakan. Setelah menikah, Bapak Simbolon membawa istrinya untuk mengadu nasib mencari
nafkah di Medan.Tumbuh dalam darah Batak yang sangat kental dan dibesarkan dalam lingkungan adat Batak yang kuat tidak membuat Bapak Simbolon paham penuh tentang adat
Batak yang sesungguhnya. Beliau sangat paham dalam perkawinan orang Batak akan sangat lebih baik bila perkawinan itu dilaksanakan dalam ritual adat yang umumnya yakni perkawinan
dengan prosesi adat yang berlaku di lingkungan Batak juga lingkungan tempat tinggalnya. Namun seperti telah disebutkan beliau sebelumnya bahwa perkawinan merupakan ikatan suci
yang tidak bisa dipisah oleh hal-hal duniawi sehingga perkawinan itu tetap akan pada maknanya walaupun tanpa prosesi adat, karena menurut beliau adat itu adalah hal yang sangat duniawi.
Universitas Sumatera Utara
57 Bapak Simbolon menjelaskan bahwa beliau tidak mempertentangkan adat dan juga tidak
sepenuhnya mengakui keberhakannya terhadap adat tetapi lebih kepada menetralisir adat dalam kehidupan rumahtangganya.
Alasan yang membuat beliau menikah tanpa adat lebih cenderung kepada alasan keuangan yang tidak mencukupi dan keadaan yang tidak mendukungnya untuk melakukan
perkawinan dengan prosesi adat. Beliau berpendapat bila perkawinan itu dilaksanakan dengan adat maka kemungkinan yang terjadi adalah kehidupan rumahtangganya sampai beberapa tahun
kedepan akan dikelilingi dengan nama “ utang”. Pendapat beliau mengatakan bahwa adat Batak khususnya adat perkawinan menelan biaya yang sangat tinggi, bisa hingga berpuluh juta dan
beliau tidak mampu untuk mengambil resiko tersebut. Kedua belah pihak keluarga sebenarnya tidak setuju dengan keputusan pernikahan tanpa adat tersebut, banyak kendala yang harus
dihadapi oleh beliau terutama dari pihak keluarga istri karena dalam lingkungan Batak bila perkawinan itu dilaksanakan tanpa prosesi adat maka dianggap mengabaikan yang namanya
hula-hula dang di pasangap hula-hula. Banyak pertentangan yang terjadi manakala perkawinan itu dilaksanakan tanpa adat tetapi karena adanya yang namanya musyawarah
keluarga maka keputusan itu pun disetujui berdasarkan alasan-alasan yang dapat diterima oleh kedua belah pihak keluarga
Beliau menjelaskan, bahwa setelah pernikahannya semua berjalan dengan baik terutama dalam keluarganya.Hubungan kekeluargaan menurut beliau normal saja.Beliau menjelaskan
belum ada kendala sangat rumit yang dihadapinya setelah menikah, tetapi beliau juga berpendapat bahwa kemungkinan untuk mendapatkan kendala itupun pasti ada tetapi kabur
keberadaannya.
Universitas Sumatera Utara
58 Beliau berpendapat bahwa pernikahan yang dilakukan dengan adat adalah sebuah
pernikahan yang melibatkan tradisi budaya Batak Toba, yakni pernikahan proses adat. Dimana, prosesi adat itu harus melewati beberapa tahap termasuk yang disebut dengan Martandang,
Manjalo Tanda, Marhusip, Marhata, Sinamot, PaulakUne dan lain sebagainya dan tidak bisa dipungkiri pernikahan dengan adat dengan adat akan banyak sekali mengeluarkan materi,
sementara pernikahan tanpa adat lebih kepada pernikahan yang sederhana, yang tidak membutuhkan materi yang berlebihan.
Dalam lingkungan kehidupan sehari-hari yang dijalani beliau, semua sangat wajar kondisinya.Tidak ada masalah dalam kehidupan sosialisasinya.Semua berjalan dengan
baik.Hanya saja para tetangga selalu mengusulkan bila sudah memiliki rejeki agar segera menggelar acara adat perkawinannya, dengan alasan supaya lebih nyaman dan lebih kepada
menghargai keluarga pihak istri saja.
2. Bapak Hasan Pasaribu Ibu Uli Aritonang