Hakikat Manusia MANUSIA DAN PENDIDIKAN
3
Ada beberapa term untuk mengungkapkan kodrat manusia : al-Insan
1
, an- naas
2
, unas
3
, al-ins
4
. Kata Insan berasal dari akar kata uns artinya jinak, harmonis dan nampak. Insan yang yang berasal dari kata nasiya, artinya lupa. Insan
yang berasal dari kata nasa artinya berguncang. Deskripsi Al-Quran Tentang Manusia
a. Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah yang terdiri dari unsur materi
dan immateri. Unsur materi manusia seperti air
5
, tanah
6
, debu
7
, tanah liat
8
, sari pati tanah
9
, sari pati air yang hina
10
, tanah hitam seperti tembikar
11
. Dari berbagai perspektif ayat tersebut dapat dipahami bahwa unsur materi yang
menjadi asal kejadian manusia adalah dua unsur yaitu tanah dan air.
12
b. Manusia adalah makhluk Allah yang terdiri dari dimensi materi
13
dan ruhani.
c. Manusia memiliki fitrah, yaitu adanya kecenderungan menuju jalan keimanan tauhid.
d. Manusia dibekali dengan berbagai kelebihan. e. Manusia memiliki kelemahan-kelemahan.
Mutahhari memformulasikan eksistensi manusia sebagai makhluk serba dimensi, diantaranya:
Dimensi pertama: secara fisik manusia hampir sama dengan hewan. Dimensi kedua : manusia memiliki ilmu dan pengetahuan.
Dimensi ketiga: manusia bersinergi atas kebajikan etis. Dimensi keempat: manusia mempunyai kecenderungan keindahan.
Dimensi kelima: manusia mempunyai kecenderungan dalam hal pemujaan dan pengkudusan.
1
Lihat QS Al-Insan, 76:1
2
Lihat QS An-Nas, 114:1-6
3
Lihat QS Al-Baqoroh 2:60
4
Lihat QS Adz-Dzariyat 51:56
5
Lihat QS Al- Anbiya‘ 21:30
6
Lihat QS Nuh, 71: 17-18
7
Lihat QS Al-Haj, 22:5
8
Lihat QS As-Sajdah, 32:7
9
Lihat QS Al-Mukminun, 23:22
10
Lihat QS As-Sajdah, 32: 8
11
Lihat QS Ar-Rahman,55:14
12
Air yang dimaksud adalah air yang merupakan sari pati tanah melalui makanan yang dikonsumsi manusia yang berasal dari dan mengandung unsur-unsur tanah yang ada dalam
tubuh manusia.
13
Dimensi materi nampak dalam kesempurnaan organ tubuh manusia seperti kepala, mata, hidung, dll. Dalam dimensi ruhani terdapat potensi-potensi ruhaniah yang terdiri dari ruh, nafs
jiwa, akal, qolbo dan hati nurani.
4
Dimensi keenam: manusia adalah makhluk serba bisa. Dimensi ketujuh: manusia memiliki pengetahuan diri.
Dimensi kedelapan: manusia mempunyai pengembangan bakat.
Tujuan fungsional antara manusia dan alam semesta adalah untuk menciptakan sinergi bagi kemaslahatan manusia itu sendiri. Untuk itu, alam
semesta diciptakan Allah bukan dengan main-main dan tanpa tujuan. Karena manusia merupakan satu sub sistem dengan alam semesta sebagai satu tujuan
dan orientasi. Oleh karena itu, satu-satunya tujuan penciptaan manusia adalah untuk beribadah. Ibadah berasal dari bahasa Arab, al-
‗ibadah yang menundukkan atau merendahkan diri. Hakikat ‗ibadah, terkandung 2 makna :
1. Al- „ubudiyyah Lillah di dalam jiwa.
2. Semua aktivitas hidup manusia hanya berorientasi kepada Allah. Persoalan manusia merupakan tema sentral dan titik tolak dalam memaknai
pendidikan karena pendidikan pada dasarnya ingin mengantarkan manusia menuju kemanusiaan sejati. Sayangnya, persoalan manusia kurang mendapat
perhatian dalam pemikiran pendidikan. Kalaupun ada kajian-kajian mengenai manusia sejauh ini belum ditemukan pandangan dasar kemanusiaan secara
holistik. Kajian mengenai manusia masih sering terjebak pada pandangan dikotomik yang merupakan warisan dari corak pemikiran tipikal Yunani
tentang realitas, yang mencapai puncaknya pada zaman Plato dan Aristoteles.
5
Menurut kedua filosof besar Yunani tersebut, realitas difahami sebagai kenyataan
yang bersifat
dualisme-dikotomik. Plato,
misalnya mempertentangkan antara kenyataan ide yang absolut dan abadi dengan
kenyataan indrawi yang relatif. Sementara apa yang disebut dengan kenyataan dalam pandangan Aristoteles terdiri dari kenyataan potensial yang berbentuk
matter dan kenyataan aktual dalam bentuk form. Akibat gelombang Hellenisme,
pemikiran pendidikan kita tidak dapat menghindari bias pemikiran dari arus utama mainstream filsafat Yunani tersebut. Kecenderungan ini tampak
menonjol dalam karya-karya klasik mengenai manusia, seperti yang dilakukan oleh Ibnu Sina, al-Farabi, dan al-Ghazali. Ibnu Sina membuat pemilahan
manusia secara dikotomik ke dalam dua bagian, badan dan jiwa. Oleh karena itu, menurut al-Farabi terdapat pekerjaan badan dan jiwa. Sementara al-Ghazali
memandang pribadi manusia sebagai kombinasi ruh dan badan yang memiliki dunianya sendiri-sendiri.
14
Al-Ghazali mendasarkan teorinya tentang penciptaan manusia dari ayat al- Quran, Ketika Aku sempurnakan kejadian manusia, Aku tiupkan ruh-Ku ke dalam
tubuhnya Lihat 15:29; 38:72. Pertemuan antara ruh dan badan inilah yang
kemudian membentuk manusia Lih. Nasution, 1988. Gejala yang sama juga dijumpai dalam pemikiran pendidikan yang masih berkutat dalam perdebatan
klasik tentang eksistensi manusia dalam proses pendidikan. Dapat diduga yang menjadi acuan normatifnya adalah tiga aliran mainstream pendidikan yang
notabene
dikembangkan oleh tokoh-tokoh Barat. Acuan yang dimaksud adalah aliran nativisme, empirisme, dan konvergensi yang dikembangkan oleh John
Locke 1632-1704, William Stern 1871-1928, dan Schoupenheuer 1788-1860. Mengikuti pola sintetik, pemikiran pendidikan ditempatkan dalam arus
pemikiran konvergensi. Mengambil referensi hadits Nabi yang terkenal, Setiap anak dilahirkan dalam keadaan sud, fitrah. Akan tetapi, kedua orang tuanyalah yang
bisa merubah anak itu menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi
HR Bukhari, para pakar pendidikan Islam melegitimasi bahwa Islam mengakui eksistensi internal
setiap manusia fitrah, faktor dasar. Namun, fitrah yang masih potensial itu perlu dikembangkan melalui pengembangan lingkungan yang kondusif yakni
pendidikan faktor ajar.
Pandangan demikian tidak dapat disalahkan sepenuhnya. Namun, berhenti pada pandangan ini tidak akan diperoleh pandangan yang memuaskan tentang
manusia. Bertolak dari keadaan ini, tanpa menafikan pemikiran para filosof besar muslim dan pakar pendidikan, untuk kepentingan pemikiran pendidikan
sekarang, perlu dibangun pandangan kemanusiaan yang utuh, holistik, yang tidak secara simplifikatif terpola ke dalam pandangan dualisme-dikotomik atau
pemihakan.
14
Abdul Rahmat. Pengantar Pendidikan: Teori, Konsep, dan Aplikasi. Bandung: Manajemen Qolbun Salim, 2010, h. 2
6