The systematicd action research model

104

BAB IX MODEL PENGELOLAAN SEKOLAH KONTEMPORER

A. Komparasi Model MBS a. Model MBS di Hongkong

Di Hongkong, Manajemen Berbasis Sekolah MBS disebut dengan The School Management Initiative SMI atau Inisiatif Manajemen Sekolah IMS. Diterapkannya MBS di Hongkong karena kondisi pendidikan yang kurang baik sehingga diperlukan perbaikan. Problem pendidikan di Hongkong yang mendorong timbulnya MBS karena struktur dan proses manajemen yang tidak memadai, peran dan tanggung jawab masing-masing pihak kurang dijabarkan secara jelas, kurang memadainya alat pengukuran prestasi, saat itu masih dipentingkan kontrol secara ketat namun kurangnya kerangka kerja tanggung jawab dan akuntabilitas, dan lebih mementingkan kontrol pembiayaan daripada efektivitas pembiayaan. Sistem sekolah terdiri dari tiga sektor yang berbeda yaitu sekolah negeri, sekolah bersubsidi, dan sekolah suasta. Sektor terbesar adalah sekolah bersubsidi. Sektor ini menyediakan 80 tempat, sedangkan sekolah negeri dan suasta masing-masing menyediakan 7 dan 13. Reformasi pendidikan yang pertama dipusatkan pada perluasan sistem, dan peningkatan fasilitas belajar- mengajar. Pada 1991, suatu laporan dari Departemen Pendidikan tentang ‘inisiatif manajemen sekolah IMS, mencatat beberapa problem pendidikan sebagai berikut: a struktur dan proses manajemen tidak memadai; b peran dan tanggungjawab kurang dijabarkan; c tidak adanya atau tidak memadainya pengukuran kinerja; d penekanan lebih pada pengawasan yang terinci, ketimbang pada kerangka tanggungjawab dan akuntabilitas; dan e penekanan lebih pada pengawasan pembiayaan atas aspek-aspek anggaran, ketimbang pada efektifitas pembiayaan dan nilai keuangan. Prinsip-prinsip MBS di Hongkong yang diusulkan adalah: 1 perlunya telaah ulang secara terus-menerus terhadap pembelanjaan anggaran pemerintah, 2 perlunya evaluasi secara sistematis terhadap hasil, definisi yang lebih baik tentang tanggung jawab, 3 hubungan yang erat antara tanggung jawab sumber daya dan tanggung jawab manajemen, 4 perlu adanya organisasi dan kerangka kerja yang sesuai, hubungan yang jelas antara pembuat kebijakan dengan agen-agen pelaksana. Prinsip-prinsip utama MBS di Hongkong menurut Arcaro adalah: 1 telaah ulang review terus menerus terhadap dasar belanja publik; 2 evaluasi sistematis terhadap hasil; penegasan tanggungjawab lebih baik; 3 pertautan lebih erat antara tanggungjawab sumberdaya dan tanggungjawab manajemen; 4 kerangka manajemen dan organisasi yang sesuai; dan 5 hubungan 105 ditetapkan secara jelas antara para pembuat kebijakan dan pelaksananya. IMS menetapkan peran-peran mereka yang bertanggungjawab dalam mengatur sekolah, terutama sekali para sponsor, pengelola dan kepala sekolah. Ia memberikan partisipasi lebih besar kepada para guru, orangtua, dan alumni dalam manajemen dan pembuatan keputusan sekolah; mendorong perencanaan lebih sistematis dan evaluasi terhadap aktivitas sekolah; dan memberikan fleksibilitas lebih besar kepada sekolah dalam pemanfaatan sumberdayanya. IMS menekankan manajemen bersama sebagai prinsip dasar administrasi sekolah serta mendorong partisipasi para guru, orangtua, dan peserta didik dalam administrasi sekolah. Kerangka ini terdiri dari lima kelompok kebijakan: peran dan hubungan baru bagi Departemen Pendidikan; peran baru bagi komite manajemen sekolah, para sponsor, pengawas, dan kepala sekolah; fleksibilitas lebih besar dalam keuangan sekolah; partisipasi dalam pembuatan keputusan; dan kerangka akuntabilitas. Sebanyak 21 sekolah bersubsidi ikut serta dalam fase pertama skema IMS, yang dimulai pada September 1991. Pada 1997, semua sekolah negeri dan beberapa sekolah bersubsidi ikut serta dalam skema ini. Adopsi pemerintah terhadap sebuah strategi implementasi yang bersandarkan pada pilihan sukarela dari sekolah memperlihatkan preferensinya untuk meningkatkan keanggotaan karena persuasi, dan bukan karena paksaan legislatif. Kerangka akuntabilitas membicarakan aspek individu dan aspek sekolah. Untuk tingkat individual, suatu sistem pelaporan atau penilaian direkomendasikan dan sekolah-sekolah diminta berkonsultasi dengan komite sekolah, serta melihat bentuk penilaian yang dimiliki Departemen Pendidikan sebagai suatu permulaan yang memungkinkan. Yang menarik, tidak ada persyaratan bagi sekolah untuk memiliki prosedur- prosedur formal apa pun dalam mengevaluasi kinerja staf. Untuk tingkat sekolah ditekankan pada akuntabilitas sekolah secara keseluruhan. Masing-masing sekolah diharuskan membuat perencanaan tahunan sekolah yang menggariskan tujuan dan kegiatan tahun berikutnya. Perencanaan semacam ini memungkinkan sekolah menentukan prioritas, mengalokasikan anggaran, dan memberikan informasi mengenai arah sekolah kepada masyarakat. Sekolah juga diharuskan menyiapkan profil tahunan sekolah meliputi kegiatan-kegiatan pada tahun sebelumnya. Profil ini bertujuan untuk pemetaan kinerja sekolah yang mencakup: 1 prestasi peserta didik, 2 kegiatan-kegiatan non-akademis, 3 profil staf, 4 kualifikasi dan kompetensi staf, 5 pekerjaan orangtua, dan 6 kondisi rumah tempat tinggal mereka.