Bahan Nabati Kelas 10 SMA Prakarya dan Kewirausahaan Guru

Prakarya dan Kewirausahaan 109 Seperti halnya sayuran, buah-buahan juga dapat digolongkan dalam dua golongan berdasarkan iklim, yaitu buah-buahan iklim panas atau tropis dan buah-buahan iklim sedang atau subtropis. Buah-buahan yang tumbuh di daerah tropis contohnya nanas, pisang, pepaya, avokad, mangga, rambutan, duren. Buah-buahan yang tumbuh di daerah iklim sedang dan subtropis contohnya anggur, apel, jeruk, dan berbagai jenis berry. Fisiologi buah-buahan sangat penting diketahui untuk tujuan penanganan dan pengolahan. Tahap-tahap proses pertumbuhan buah pada umumnya meliputi: pembelahan sel, pendewasaan sel maturation, pematangan ripening, kelayu- an senescene dan pembusukan deterioration. Buah-buahan mengalami keru- sakan melalui proses respirasi dan aktivitas enzim. Proses respirasi tidak hanya terjadi pada waktu buah masih berada di pohon, tetapi setelah dipanen, buah-buahan masih melakukan proses respirasi. Respirasi adalah proses biolo- gis, di mana oksigen diserap untuk digunakan pada proses pembakaran yang menghasilkan energi dan diikuti oleh pengeluaran sisa pembakaran dalam bentuk CO2 dan air. Aktivitas ini ditujukan untuk memenuhi kebutuhan energi sel agar tetap hidup. Komoditi dengan laju respirasi tinggi menunjukkan kecenderungan lebih cepat rusak. Tidak hanya proses respirasi, tetapi etilen juga yang merupakan suatu gas yang dalam kehidupan tanaman dapat digolongkan sebagai hormon yang aktif dalam proses pertumbuhan dan pematangan buah. Berdasarkan pola respirasi dan produksi etilen selama pendewasaan dan pematangan, produk nabati dibedakan menjadi klimakterik dan nonklimakterik. Buah klimakterik dapat dipanen sebelum waktunya dan masih dapat melanjut- kan proses pematangan meskipun sudah dipetik atau dipanen dari pohonnya. Contoh buah klimakterik adalah jambu, pisang, mangga, apel, avokad, tomat dan pepaya. Buah nonklimakterik matang di pohon dan tidak mampu melan- jutkan proses pematangan setelah dipanen dari pohonnya, contohnya adalah melon, strawberry, ketimun, jeruk dan nanas. Transpirasi adalah pengeluaran air dari dalam jaringan produk nabati. Laju transpirasi dipengaruhi oleh faktor internal morfologis, rasio permukaan terhadap volume, kerusakan fisik, umur panen dan faktor eksternal suhu, kelembapan dan tekanan atmosfer. Transpirasi yang berlebihan menyebabkan produk mengalami pengurangan berat, daya tarik karena layu, perubahan tekstur, dan nilai gizi. Ekspose komoditi pada suhu yang tidak sesuai akan menyebabkan kerusakan fisiologis yang bisa berupa : a. Freezing injury karena produk disimpan di bawah 0o C Buku Guru Kelas X SMAMASMKMAK 110 b. Chilling injury yang umum terjadi pada produk tropis yang disimpan pada suhu di bawah 10 C, bergantung pada sensitivitas komoditi. Buah yang mengalami chilling injury menunjukkan kurangnya kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungan bersuhu rendah seperti pisang yang dima- sukkan kedalam lemari pendingin akan mengalami pencokelatan dan melu- naknya tekstur daging buah. c. Heat injuries terjadi karena ekspose sinar matahari atau panas yang berlebihan. Kerusakan produk nabati dapat terjadi karena aktivitas bakteri atau jamur yang terjadi akibat penanganan yang tidak tepat yang pada akhirnya dapat juga memicu pertumbuhan mikroorganisme, misalnya pepaya yang baru dipanen saat penanganannya dilempar-lempar hingga memar bahkan membelah, saat itu pun bakteri pembusuk dapat masuk ke dalam jaringan pepaya tersebut dan berkembang biak, dan akhirnya mempercepat pembusukan. Setelah dipanen komposisi kimiawi komoditi nabati terus berubah bergantung pada jenis komoditi. Beberapa perubahan memang dikehendaki, namun seba- gian besar tidak. Perubahan tersebut antara lain terjadi pada : b. karbohidrat konversi pati menjadi gula, dan konversi pati + gula menjadi air + co d. pelunakan tekstur daging buah. Perubahan kimia dan enzimatik menyebabkan pelunakan jaringan, kehilangan pigmen atau warna, penurunan aroma, dan penurunan keseluruhan dalam nilai gizi dan rasa. Pelunakan jaringan dapat disebabkan oleh hidrolisis pati dan selulosa oleh amilase dan enzim selulosa, degradasi pektin oleh pektinase. Aktivitas enzim pektin dapat mengurangi dampak kemampuan pembentukan gel yang diperlukan untuk produksi selai buah. Dalam kondisi alkali kuat, pektin juga dapat dikonversi menjadi asam pektinik yang menyebabkan pelunakan. Buah dan sayuran mengandung beberapa jenis senyawa fenolik yang akan menghasilkan reaksi pencokelatan yang dikatalis oleh enzim. Memotong atau melukai jaringan buah akan menghasilkan pencokelatan pada permukaan yang dipotong karena oksidasi enzimatis senyawa fenolik. Dengan keberadaan oksigen, phenolase mengoksidasi fenol menjadi benzoquinones, yang lebih lanjut akan dikonversi menjadi pigmen atau warna cokelat pada buah-buahan dan sayuran kentang, jamur, apel, dan pisang. Prakarya dan Kewirausahaan 111 Jika kita perhatikan jenis buah-buahan, meskipun dari satu jenis buah misalnya mangga, terdapat banyak jenis mangga. Masing-masing mempunyai sifat khas misalnya manga harum manis, indramayu, manalagi, gincu, gedong, kweni, golek dan mangga apel. Untuk tujuan pengolahan, misalnya untuk manisan mangga dan sari buah mangga, dibutuhkan sifat mangga yang berbeda. Manisan mangga membutuhkan mangga mentah sampai setengah masak. Buah mangga yang sudah masak tidak cocok untuk jenis pengolahan ini. Sebaliknya, untuk sari buah, dibutuhkan mangga dengan kematangan penuh sehingga menghasilkan aroma dan cita rasa yang optimal. Contoh lain adalah pisang. Terdapat berbagai jenis pisang, yaitu ambon, raja, tanduk, kapas, sereh, emas, kepok, pisang nangka, muli dan pisang susu. Seperti halnya mangga, pisang pun untuk tujuan pengolahan tertentu, dibutuhkan jenis dengan sifat pisang tertentu pula.

2. Bahan Hewani

Bahan pangan hewani yaitu bahan pangan yang berasal dari hewanternak ikan dan sejenis hewan lainnya. Beberapa jenis bahan pangan yang masuk dalam kategori hewani, di antaranya adalah daging, ikan, telur, dan lainnya, seperti pada Gambar 3.4

a. Daging

Daging dapat dideskripsikan sebagai sekumpulan otot yang melekat pada kerangka. Bagian-bagian lain dari tubuh hewan seperti hati, ginjal, otak, dan jaringan-jaringan otot lainnya yang dapat dimakan masih tergolong dalam pengertian daging. Beberapa jenis hewan yang secara umum dikenal sebagai penghasil daging konsumsi meliputi sapi, kerbau, kambing, domba, unggas, dan babi. Hewan lainnya adalah kelinci, rusa, dan kalkun. Daging secara umum sangat baik sebagai sumber protein asam amino esensial, lemak, mineral, dan vitamin. Namun, kandungan gizi masing- masing berbeda yang disebabkan oleh beberapa faktor seperti bagian daging paha, dada, dll., umur daging dari hewan pada saat disembelih, lingkungan tempat hewan diternak, rekayasa, spesies, pakan, tingkat stress, dan umur. Gambar 3.4 Contoh bahan pangan hewani Buku Guru Kelas X SMAMASMKMAK 112 Sifat morfologi daging berkaitan dengan bentuk, ukuran, warna, sifat permukaan, dan susunan. Bentuk daging sekaligus dapat dikaitkan dengan bentuk karkas dan ukurannya. Warna daging dipengaruhi oleh kandungan mioglobin. Mioglobin merupakan pigmen yang menentukan warna daging segar. Kandungan mioglobin yang tinggi menyebabkan warna daging lebih merah dibandingkan dengan warna daging yang mempunyai kandungan mioglobin rendah. Kadar mioglobin pada daging berbeda-beda dipen- garuhi oleh spesies, umur, kelamin, dan akitivitas fisik. Faktor utama kerusakkan pada daging disebabkan oleh mikroorganisme. Daging segar yang rusak akan mengeluarkan bau busuk, terjadi perubahan warna, dan berlendir. Faktor tersebut didukung oleh sanitasi lokasi penyem- belihan, kondisi penyimpanan, dan distribusi. Lokasi penyembelihan harus selalu terjaga kebersihannya untuk mengurangi kontaminasi mikroba. Darah dari rangkaian proses penyembelihan harus semaksimal mungkin dikeluarkan dari daging, karena darah dapat memicu timbulnya kontaminasi mikroba. Sifat fisiologis daging pascapenyembelihan terjadi dalam tiga tahapan proses, yaitu proses awal dikenal dengan istilah prerigor, kemudian diikuti rigor mortis, dan diakhiri dengan postrigor atau pascarigor. Setelah disem- belih, proses awal yang terjadi pada daging adalah prerigor. Setelah hewan mati, metabolisme yang terjadi tidak lagi sabagai metabolisme aerobik, tapi menjadi metabolisme anaerobik karena tidak ada sirkulasi darah ke jaringan otot. Kondisi ini menyebabkan terbentuknya asam laktat yang makin lama makin menumpuk sehingga pada tahap ini tekstur daging lentur dan lunak. Daging prerigor memiliki kapasitas menahan air yang tinggi dan memiliki sifat mengemulsi lemak lebih baik, yang membuatnya lebih cocok untuk produk daging olahan seperti sosis. Tahap selanjutnya yang dikenal sebagai tahap rigor mortis. Pada tahap ini, terjadi perubahan tekstur pada daging. Jaringan otot menjadi keras dan kaku. Kondisi daging pada fase ini perlu diketahui kaitannya dengan proses pengolahan karena daging pada fase ini jika diolah akan menghasilkan daging olahan yang keras dan alot, baik digunakan untuk produk dendeng. Kekerasan daging selama rigor mortis disebabkan terjadinya perubahan struktur serat-serat protein. Kekakuan yang terjadi juga dipicu terhentinya respirasi. Melunaknya kembali tekstur daging menandakan dimulainya fase postrigor atau pascarigor. Melunaknya kembali tekstur daging disebabkan terjadinya penurunan pH.