Sifat Bahan Pangan Secara umum, bahan hasil pertanian setelah dipanen atau ditangkap atau

Prakarya dan Kewirausahaan 99 Bahan pangan umumnya tersusun atas air, protein, karbohidrat, lemak, vitamin, serat dan mineral. Dengan kemajuan ilmu dan teknologi pangan, berbagai jenis makanan dapat dibuat lebih awet, lebih menarik penampilannya, lebih aman, lebih enak serta lebih praktis bagi konsumen masalah keamanan pangan merupakan faktor penting di pemilihan makanan. 3. Definisi Pengolahan dan Pengawetan Bahan Pangan Pengolahan dan pengawetan pangan dalam kehidupan sehari-hari adalah ketika kita akan mengawetkan suatu bahan pangan seperti daging yang cepat rusak jika disimpan pada suhu ruang dengan cara memasukkannya ke dalam lemari pembeku atau diolah menjadi dendeng. Ketika daging tersebut diolah menjadi dendeng, kita telah melakukan pengolahan daging menjadi bentuk yang berbeda dengan bahan bakunya. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa kita telah melakukan upaya pengawetan daging dengan mengolahnya menjadi bentuk lain dengan cara pengeringan dan pemberian bumbu. Proses pengawetan pangan adalah suatu cara untuk menjadikan hasil pertanian yang awalnya bersifat mudah rusak menjadi produk makanan atau minuman pangan yang lebih awet dengan sebisa mungkin tetap mempertahankan sifat fisik testur, warna dan zat gizinya. Pengolahan pangan adalah cara untuk mengubah bahan mentah menjadi pangan atau mengubah pangan menjadi bentuk lain, untuk dapat dikonsumsi manusia. Pada praktiknya, pengolahan bisa sekaligus berfungsi sebagai pengawetan, contohnya susu bubuk, minuman kaleng, dan manisan buah. Akan tetapi, ada juga pengolahan yang tidak bersifat mengawetkan seperti pada roti manis, kue serabi, dan nasi. Tujuan utama pengolahan pangan adalah membuat produk baru bisa bersifat mengawetkan. Tujuan utama pengawetan pangan adalah memperpanjang masa simpan. Contohnya adalah pembuatan ikan asap atau ikan asin yang tujuannya adalah membuat produk baru, tetapi sekaligus menjadikan ikan lebih awet. Setiap metode pengawetan pangan hanya efektif selama mekanisme pengawetannya tepat dan sesuai. Bahan pangan hasil pertanian masing- masing mempunyai sifat yang berbeda, yaitu sifat-sifat yang terkandung secara alami yang penting untuk diketahui untuk digunakan sebagai dasar saat proses penanganan dan pengolahan. Dengan mengetahui sifat setiap bahan pangan, diharapkan proses penanganan dan pengolahan akan tepat dan sesuai. Buku Guru Kelas X SMAMASMKMAK 100 4. Perkembangan Pengolahan dan Pengawetan di Indonesia Pemilihan makanan terjadi jika ketersediaan bahan pangan cukup atau berlebih. Faktor-faktor pertimbangan pemilihan antara lain adalah tingkat perkembangan teknologi dan komunikasi, sosial, ekonomi, budaya, tradisi dan persepsi individu; serta media massa, industri makanan, dan iklan. Fungsi makanan bagi masyarakat Indonesia tidak saja sekadar kumpulan zat-zat gizi, tetapi makanan memiliki fungsi sosial, budaya, dan religi erat kaitannya dengan tradisi setempat sebelum pemilihan berdasarkan gizi, konsumen lebih dulu tertarik pada warna, rasa, tekstur, dan hedonisme mendapatkan kenikmatan semata-mata. Di bidang grastonomi, pertimbangan pemilihan makanan adalah tidak sekadar mengutamakan kesegaran dan kelezatan, tetapi cara penampilan penyajian dan keeksotikan. Pengolahan dan pengawetan pangan telah dimulai dari Zaman Prasejarah saat manusia memproses bahan mentah menjadi berbagai jenis masakan dengan cara pemanggangan di atas api, pengasapan, perebusan, fermentasi, pengeringan dengan matahari dan penggaraman. Pangan yang diawetkan dengan cara ini sudah dikenal secara luas oleh prajurit dan pelaut. Teknik pengolahan dan pengawetan bahan pangan mengalami perkembangan sangat pesat setelah Nicolas Appert berhasil mengembangkan proses pembo- tolan vakum untuk keperluan pasukan di tentara Perancis. Teknik ini dikem- bangkan lebih lanjut menjadi teknologi pengalengan pangan oleh Peter Durand pada tahun 1810. Pada abad ke-19, teknologi pengolahan pangan modern sebagian besar masih dikembangkan untuk melayani kebutuhan militer. Pada awal abad ke-20, terjadi perubahan kebiasaan makan. Tutuntan konsumen di negara maju mendorong pengembangan teknologi pengolahan dan pengawetan pangan yang ditandai dengan makin dikenalnya teknologi pengeringan semprot spray dryer dan drum dryer untuk menghasilkan produk seperti susu bubuk, makanan bayi, teknik evaporasi menghasilkan jus konsen- trat, sterilisasi dengan teknik ultra hight temperature menghasilkan berbagai produk dalam kemasan tetra pack susu, saribuah. Di akhir abad ke-20 dan awal abad ke-21 teknologi pengolahan dan pengawetan telah menghasilkan berb- agai produk seperti sup kering instan, keripik buah, freeze dried fruits, nasi instant, mie instan, dan masih banyak produk lainnya. Proses Pembelajaran Siswa akan diberikan pemahaman akan manfaat dari pengawetan bahan nabati dan hewani. Pemahaman tentang pengawetan dilengkapi dengan pengenalan terhadap sebab-sebab kerusakan atau ketidakawetan bahan pangan nabati dan hewani. Prakarya dan Kewirausahaan 101 Informasi untuk Guru Informasi di bawah ini untuk memberikan gambaran yang lengkap kepada guru. Informasi ini dapat disampaikan kepada peserta didik sebagai pengayaan dari materi yang ada di buku siswa tentang faktor-faktor penyebab kerusakan. Faktor-Faktor Penyebab Kerusakan Bahan Pangan Nabati dan Hewani Pada dasarnya, bahan pangan bersifat mudah rusak atau dikenal dengan istilah perishable. Misalnya, sayuran yang dihasilkan oleh petani, jika tidak dilakukan pengolahan, sayuran tersebut hanya bisa awet beberapa hari saja, bahkan seperti bayam atau kangkung hanya bisa disimpan 1-2 hari saja. Kerusakan bahan pangan ini, bergantung pada jenis bahan pangan. Kerusakan dapat berlangsung secara lambat, misalnya pada biji-bijian atau kacang-kacangan atau dapat berlangsung secara sangat cepat, misalnya pada susu, ikan, dan daging. Kerusakan bahan pangan dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu sebagai berikut. 1 pertumbuhan dan aktivitas mikroba yaitu bakteri, khamir dan kapang, 2 aktivitas enzim-enzim di dalam bahan pangan, 3 serangga, parasit dan tikus, 4 suhu termasuk suhu pemanasan dan pendinginan, dan 5 kadar air, udara terutama oksigen; sinar dan jangka waktu penyimpanan.

1. Bakteri, Kapang, dan Khamir

Mikroba penyebab kebusukan pangan dapat ditemukan di mana saja, baik di tanah, air, udara, di atas kulit atau bulu ternak dan di dalam usus. Beberapa mikroba juga ditemukan di atas permukaan kulit buah-buahan, sayur-sayuran, biji-bijian, dan kacang-kacangan. Bakteri mempunyai beberapa bentuk: bulat, batang, dan spiral dengan ukuran panjang sel 1 sampai beberapa mikron 1 mikron = 11000 mm. Gambar X dapat dilihat beberapa bentuk bakteri. Gambar X.C.1. bentuk Coccus Contohnya Staphylococus aureus ditemukan pada pada kulit, saluran pernafasan, dan saluran pencernaan makanan pada manusia. Bakteri ini juga ditemukan di udara dan ling- kungan sekitar. Bakteri ini bersifat patogen Buku Guru Kelas X SMAMASMKMAK 102 Khamir mempunyai ukuran panjang sel 20 mikron atau lebih. Sebagian besar khamir berbentuk bulat dan lonjong seperti dapat dilihat pada Gambar 3.1 Jika dibandingkan dengan bakteri dan khamir, kapang berukuran lebih besar dan lebih kompleks. Beberapa kapang tumbuh seperti bulu atau rambut yang disebut “mycelia” dan pada ujungnya berbentuk seperti buah yang disebut konidia dan mengandung spora kapang. Kapang mempunyai spora yang berwarna khas, misalnya berwarna hijau atau hitam pada roti busuk, berwarna merah jingga pada oncom, atau berwarna putih dan hitam pada tempe. Perbe- daan warna ini disebabkan karena perbedaan warna konidia atau sporanya seperti dapat dilihat pada Gambar 3.2 Gambar 3.1 Khamir Gambar X,C.2. Bakteri bentuk batang Contoh: Bacillus cereus, bakteri ini dapat ditemukan di berbagai makanan, seperti , saus, sup, nasi, dan makanan olahan lainnya yang dibiarkan terlalu lama pada suhu kamar dapat menyebabkan diare Gambar X.C.3. Bakteri bentuk melengkung Contoh: Vibrio cholera,bakteri ini banyak ditemui di air yang terce- mar oleh kotoran, makanan yang tidak dijaga kebersihannya. Dapat menyebabkan penyakit kolera