Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

11

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Perkebunan merupakan salah satu warisan masa kolonial Indonesia yang masih dipertahankan keberadaannya sampai saat ini oleh pemerintah. Perkebunan adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah danatau media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai; mengolah, dan memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut, dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi, permodalan serta manajemen untuk mewujudkan kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan dan masyarakatUU No. 18 Tahun 2014 mengenai Perkebunan. Tanaman yang dibudidayakan pada perkebunan merupakan tanaman yang menjadi komoditas ekspor, atau tanaman keras yang memiliki nilai jual tinggi di pasar lokal maupun pasar global, hal inilah yang membedakan dengan usaha ladang dan hortikultura sayur mayur dan bunga, meski usaha penanaman pohon buah masih disebut usaha perkebunan. Tanaman yang ditanam umumnya berukuran besar dengan waktu penanaman yang relatif lama, dan masa tumbuh serta produksi antara tiga sampai dua puluh lima tahun. Salah satu perusahaan milik pemerintah Indonesia yang diperuntukan mengelola perkebunan adalah PT. Perkebunan Nusantara IV, atau yang lebih dikenal dengan PTPN IV. PTPN IV merupakan perusahaan perkebunan yang mengalami penggabungan merger dengan beberapa PTPN lain, diantaranya PTP VI, PTP VII, PTP VIII sejak mulai berdiri pada tahun 1996 profil perusahaan, 2003. Universitas Sumatera Utara 12 Pengelolaan perkebunan di Indonesia tidak hanya dilakukan oleh pemerintah, namun juga oleh pihak swasta. Pengelolaan perkebunan oleh swasta tidak lepas dari sejarah pendirian perkebunan pertama kali di Indonesia. Perkebunan merupakan salah satu institusi ekonomi warisan kolonial Belanda yang masih dipertahankan pemerintah sampai saat ini. Perkebunan di Sumatera Utara Sumatera Timur sudah ada sejak tahun 1908. VOC mendirikan perkebunan sebagai sebuah solusi ekonomi mengisi kekosongan kas negara akibat konflik politik dan kalah perang menghadapi Kerajaan Inggris Raya. Salah satu perusahaan Perkebunan Swasta warisan Kolonial yang masih ada sampai saat ini adalah PT Perusahaan Perkebunan London Sumatera Indonesia, didirikan pertama kali pada tahun 1906 atas inisiatif Harrisons Crosfield Plc, perusahaan perkebunan dan perdagangan yang berbasis di London. Pada awal berdiri perusahaan ini melakukan penanaman karet,teh dan kakao. Pada tahun 1945, awal kemerdekaan Indonesia, Lonsum lebih fokus pada usaha tanaman karet. Lalu pada 1980 beralih ke kelapa sawit. Di akhir dekade ini komoditas kelapa sawit menjadi yang utama menggantikan karet profil perusahaan Lonsum, 2011. Di tahun 1994, perusahaan yang mempunyai visi menjadi perusahaan agribisnis terkemuka yang berkelanjutan dalam Ha hektar tanaman-biaya- lingkungan 3C yang berbasis penelitian dan pengembangan ini diambil alih oleh pengusaha Indonesia dan menjadi anak perusahaan dibawah perusahaan Salim Ivomas Pratama Tbk SIMP, dimana SIMP memiliki 59,48 saham yang ditempatkan dan disetor penuh Lonsum, dari Harrison and Crossfield, sedangkan induk usaha terakhir dari Lonsum adalah First Pacific Company Limited, Hong Kong.Pada September 1995, Lonsum mulai mengembangkan perkebunan kelapa Universitas Sumatera Utara 13 sawit di Sumatera Selatan.Tahun selanjutnya, perusahaan ini tercatat di Bursa Efek Jakarta dan Surabaya.Lonsum sendiri mempunyai 38 perkebunan inti dan 13 perkebunan plasma di Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Sulawesi, yang memanfaatkan keunggulan perusahaan di bidang penelitian dan pengembangan, keahlian di bidang agro-manajemen, serta tenaga kerja yang terampil dan profesional. Perusahaan tersebut juga berkembang menjadi salah satu industri perkebunan terkemuka di dunia. Lonsum memiliki lebih dari 100.000 hektar perkebunan kelapa sawit, karet, kakao dan teh di empat pulau di Indonesia profil perusahaan Lonsum, 2011 Perkebunan sendiri biasanya didirikan di daerah pegunungan, atau biasa dikenal dengan istilah ”frontier “ atau daerah perbatasan. Perkebunan dibedakan dari agroforestri dan silvikultur budidaya hutan karena sifat intensifnya. Lokasi pembukaan kebun dari sebuah perkebunan biasanya berada pada garis terluar dari desa terdekat, hal sesuai dengan Peraturan Mentri Pertanian No. 26PermentanOT.14022007 Tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan Undang-undang mengenai Perkebunan Tahun 2004. Lahan perkebunan sendiri bisa didapat melalui proses penyewaan tanah adat masyarakat asli daerah yang akan dijadikan perkebunan atau dengan penerbitan surat ijin pengelolaan hutan produksi oleh negara melalui Menteri Kehutanan. Perkebunan biasanya menyediakan fasilitas perumahan sebagai tempat tinggal buruh kasar dan karyawan menengah atasnya. Perumahan ini dilengkapi dengan sarana dan prasarana pendukung yang bersifat eksklusif bagi kalangan perkebunan sendiri, walau pada beberapa perkebunan milik negara sarana dan prasarana tersebut dapat juga dipakai oleh kelompok masyarakat sekitar Perkebunan. Sarana dan prasarana Universitas Sumatera Utara 14 yang disediakan meliputi sarana ibadah, sarana kesehatan, sarana pendidikan, taman bermain, dan prasarana hiburan masyarakat berupa “ pasar malam “ atau “ organ tunggal “ yang dikenal dengan istilah pentas kibot oleh masyarakat Sumatera Utara. Perumahan yang sediakan oleh perkebunan sebenarnya sudah menyerupai sebuah perkampungan dalam arti sebenarnya, yang membedakan dengan perkampuan desa sekitar adalah asal mula dan ikatan anggota masyarakatnya, termasuk masalah kemajemukan struktur masyarakatnya. Pada masyarakat desa yang bukan merupakan perkampungan Perkebunan, anggota masyarakatnya kebanyakan berasal dari silsilah kesejarahan yang sama, memiliki hubungan kekerabatan yang kuat, dan homogen dari konteks etnis dan agama. Masyarakat perkebunan sendiri berasal dari latar belakang yang berbeda, bukan dari satu etnis, suku, agama, atau akar kebudayaan yang sama. Pada periode awal perusahaan perkebunan tahun 1863, pimpinan dipegang oleh seorang planter yang merangkap fungsi sebagai perintis, pengelola dan kepala komunitas perkebunan. Pada masa itu lingkungan masyarakat perkebunan yang terbatas masih dikuasai oleh hubungan patrimonial, sehingga masih ada suasana keakraban dan kekeluargaan. Bahkan pada awal penempatan tenaga kerja tahun 1864, pekerja, pengawas, dan tuan kebun Jacobus Nienhuys tinggal dalam satu atap karena belum tersedianya pemukiman Breman, 1997. Seiring dengan berkembangnya perusahaan-perusahaan berskala besar, muncul juga kebutuhan akan manajemen yang rasional dan efisien sesuai dengan tujuan peningkatan produktivitas setinggi-setingginya. Sejak masa perintisan perkebunan pertama, orang Eropa berkedudukan dilapisan atas berdasarkan peranannya sebagai pengambil prakarsa, penanam Universitas Sumatera Utara 15 modal, pengelola, atau selaku pengusaha utama. Tenaga kerja yang didatangkan dari luar daerah diperlakukan sebagai faktor dalam sistem produksi. Proses pengolahan bahan mentah banyak memerlukan tenaga manusia, diantaranya tenaga pribumi, Cina, dan Keling yang ditempatkan pada lapisan paling bawah. Sedikit perbedaan terjadi pada masyarakat perkebunan modern. Peran kelompok masyarakat Eropa digantikan oleh manajeman atas perkebunan yang biasanya berasal dari rekruitmen manajemen perusahaan dengan memperhatikan aspek pendidikan calon karyawan. Rekruitmen yang berasal dari tingkat pendidikan terendah akan menempati posisi sebagai kuli buruh kasar. Rekruitmen yang berasal dari tingkat pendidikan menengah akan menempati jabatan struktural menengah seperti mandor ophizier. Rekruitmen yang berasal dari jenjang pendidikan perguruan tinggi dan universitas akan menduduki jabatan yang paling strategis dan tinggi secara hierarkhi organisasi perkebunan. Manajer, asisten kebun, bendahara, krani, adalah contoh jabatan yang diberikan pada rekruitment yang memiliki jenjang pendidikan tinggi. Secara substantif hal ini tidak berbeda dengan yang terjadi pada masyarakat perkebunan masa kolonial Belanda maupun Inggris.Hubungan industrial antara masyarakat lapis atas dan lapis bawah membutuhkan perantara. Pada masa kolonial perantara biasanya diambil dari pihak Eropa yang bertugas sebagai tenaga pembantu asisten dan pengawas opzichter. Pembagian tugas pekerjaan dibeda-bedakan menurut pengalaman kerja, pengetahuan, dan lamanya pengabdian dalam perusahaan. Para asisten muda ada di bawah asisten senior dengan masa kerja 6 tahun lebih, sedang semua asisten di bawah pengawas. Pimpinan umum dipegang oleh administrator, suatu jabatan tertinggi di Universitas Sumatera Utara 16 perkebunan. Tugas administrator perkebunan adalah merancang sistem produksi baru, dan mengganti metode produksi yang telah usang. Administrator juga mempunyai kewajiban memeriksa surat-surat masuk, pembukuan, dan uang kas perusahaan. Tugas sehari-hari administrator perkebunan dibantu oleh asisten perkebunan. Tenaga kerja perkebunan yang pada jamannya disebut kuli, dikelompokkan ke dalam regu-regu ploeg yang masing-masing diawasi oleh seorang mandor. Beberapa mandor ada di bawah mandor kepala dan mereka semua diawasi oleh para asisten dan pengawas opzichter. Regu-regu merupakan unit kerja yang terdiri atas unsur-unsur etnis tertentu, tidak ada percampuran antara unsur-unsur etnis. Hal ini bertujuan supaya tidak terjalin ikatan solidaritas di antara mereka. Para pekerja Cina yang datang ke perkebunan berada di bawah pimpinan kepala suku dan bekerja diperintah langsung oleh kepala sukunya. Pengusaha perkebunan hanya berhubungan dengan para pimpinan kepala suku orang-orang Cina dalam melaksanakan tugas-tugas pekerjaan di perkebunan. Kedudukan pimpinan kepala suku sebagai mandor atau pengawas bagi para pekerja Cinadisebut dengan “tandil“. “Tandil“ bertanggung jawab atas keamanan, ketertiban, mengawasi pekerjaan para pekerja, dan menjadi penghubung antara para pekerja dan pengusaha perkebunan kondisi sosial ekonomi pekerja perkebunan tahun 1870- 1930,. Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa dalam masyarakat perkebunan tidak hanya berlaku struktur sosial tetapi juga terdapat struktur kekuasaan beserta hirarkhinya. Mengingat bahwa lingkungan serta suasana pekerjaan bercirikan daerah frontier, maka tuntutan produktivitas Universitas Sumatera Utara 17 perusahaan hanya dapat dipenuhi apabila ada kekuasaan yang dapat menanamkan disiplin kerja yang ketat, untuk menjamin eksploitasi yang kontinyu serta intensif. Kondisi seperti ini menyebabkan kekuasaan otokratislah yang mampu mendisiplinkan tenaga kerjanya. Uraian diatas inilah yang menjadi alasan menarik bagi saya untuk melakukan penelitian sosiologis dan membandingkan kondisi sosial buruh perkebunan pada dua perkebunan besar yang berdomisili di Sumatera utara. Saya tertarik meneliti apakah ada perbedaan karakteristik kondisi socialantara buruh perkebunan yang berbeda penguasaan secara hukum buruh PT. PP. Lonsum Divisi 03 Sei Bejangkar Kab. Batubara dengan buruh PTPN IV Unit Padang Matinggi, sebab secara teori perusahaan yang dijalankan Pemerintah bukan hanya berorientasi terhadap keuntungan perusahaan, namun juga sebagai sarana meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui pembukaan lapangan kerja. Perusahaan swasta merupakan bentuk badan usaha yang sepenuhnya berorientasi pada keuntungan perusahaan, maka wajar apabila ada indikasi bahwa pekerbunan swasta lebih melakukan pengetatan dan sistematis dalam mengelola perusahaan, mulai dari kondisi sosial buruh perkebunan itu sendiri, dan menyadari sepenuhnya bahwa perkebunan merupakan warisan kolonial yang berorientasi pada maksimalisasi laba perusahaan. Dengan ini peneliti ingin mengetahui bagaimana hubungan yang terjalin di antara para buruh; buruh professional dengan buruh kasar, hubungan ke sesama buruh professional, dan hubungan ke sesama buruh kasar. Baik itu buruh di PT. PP. Lonsum maupun buruh di PTPN IV, apakah ada perbedaan secara kasat mata yang terjadi di antara kedua PT tersebut. Hal inilah yang menjadi alasan bagi peneliti untuk tertarik melakukan penelitian mengenai perbandingan kondisi sosial pada dua perusahaan perkebunan Universitas Sumatera Utara 18 yang berbeda pengelolaan dan tujuan tersebut. Untuk itu saya mengangkat judul “Perbandingan Kondisi Sosial Buruh PT PP Lonsum dan PT Perkebunan Nusantara IV” judul skripsi peneliti sebagai syarat dalam menyelesaikan proses pendidikan S1 peneliti di Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

1.2. Rumusan Masalah

Dokumen yang terkait

Analisis Sistem Pemasaran Wortel (Studi Kasus : Desa Sukadame, Kec. Tigapanah, Kab. Karo)

1 24 71

Buruh Nyerep Perempuan di Perkebunan Kelapa Sawit (Studi kasus pada buruh nyerep di Afdeling V Unit Usaha Padang Matinggi PT Perkebunan Nusantara IV Kabupaten Simalungun)

0 30 91

Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Semangat Kerja Karyawan di Kantor PT. Perkebunan Nusantara IV Unit Usaha Padang Matinggi Kab. Simalungun

2 18 116

Buruh Nyerep Perempuan di Perkebunan Kelapa Sawit (Studi kasus pada buruh nyerep di Afdeling V Unit Usaha Padang Matinggi PT Perkebunan Nusantara IV Kabupaten Simalungun)

0 0 10

Buruh Nyerep Perempuan di Perkebunan Kelapa Sawit (Studi kasus pada buruh nyerep di Afdeling V Unit Usaha Padang Matinggi PT Perkebunan Nusantara IV Kabupaten Simalungun)

0 1 8

Buruh Nyerep Perempuan di Perkebunan Kelapa Sawit (Studi kasus pada buruh nyerep di Afdeling V Unit Usaha Padang Matinggi PT Perkebunan Nusantara IV Kabupaten Simalungun)

0 1 10

Buruh Nyerep Perempuan di Perkebunan Kelapa Sawit (Studi kasus pada buruh nyerep di Afdeling V Unit Usaha Padang Matinggi PT Perkebunan Nusantara IV Kabupaten Simalungun)

0 1 2

Buruh Nyerep Perempuan di Perkebunan Kelapa Sawit (Studi kasus pada buruh nyerep di Afdeling V Unit Usaha Padang Matinggi PT Perkebunan Nusantara IV Kabupaten Simalungun)

0 1 5

Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Semangat Kerja Karyawan di Kantor PT. Perkebunan Nusantara IV Unit Usaha Padang Matinggi Kab. Simalungun

0 0 8

Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Semangat Kerja Karyawan di Kantor PT. Perkebunan Nusantara IV Unit Usaha Padang Matinggi Kab. Simalungun

0 0 1