Hubungan Kebiasaan Menggunakan Obat Anti Nyamuk Repellent

5.4.6 Hubungan Kebiasaan Menggunakan Obat Anti Nyamuk Repellent

dengan Kejadian DBD Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa kelompok kasus yang tidak memiliki kebiasaan menggunakan anti nyamukrepellent sebesar 80,7 78 orang sedangkan kelompok kontrol yang tidak memiliki kebiasaan menggunakan anti nyamukrepellent sebesar 79,1 68 orang. Dengan demikian, tidak memiliki kebiasaan menggunakan anti nyamukrepellent lebih banyak pada kelompok kasus dibanding kontrol. Hasil uji chi-square diperoleh nilai p=0,033 p0,05 menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan menggunakan anti nyamukrepellent dengan kejadian DBD di Kecamatan Medan Tembung. Terbukti dengan hasil uji statistik diperoleh nilai OR sebesar 2,581 95 CI= 1,056 - 6,310 yang berarti bahwa penderita DBD tidak memiliki kebiasaan menggunakan anti nyamukrepellent 2,581 kali lebih besar dibanding dengan yang tidak menderita DBD. Keadaan ini sejalan dengan hasil penelitian Andini 2011 yang menyatakan bahwa salah satu variabel yang berhubungan dengan kejadian DBD adalah penggunaan obat nyamuk pada siang dan sore hari dengan nilai p0,05; OR=2,875 95 CI= 1,190 - 6,946. Nyamuk Aedes aegypti betina mempunyai dua periode puncak aktivitas menggigit dan menghisap darah, yaitu antara pukul 08.00-12.00 dan 15.00-17.00 WIB Soegijanto, 2006. Salah satu upaya pencegahan DBD yang dapat dilakukan adalah melindungi diri dari gigitan nyamuk dengan menggunakan obat anti nyamukrepellent terutama pada waktu-waktu nyamuk aktif menggigit. Akan tetapi, sebagian besar responden jarang sekali menggunakan obat anti nyamukrepellent di siang hari. Kebanyakan dari mereka menyatakan bahwa obat anti nyamukrepellent lebih sering digunakan pada malam hari, khususnya menjelang tidur. Padahal untuk langkah pencegahan penyakit DBD, obat anti nyamukrepellent seharusnya digunakan pada pukul 08.00-17.00 WIB yang merupakan waktu periode puncak aktivitas nyamuk Aedes aegypti. Apalagi terkait dengan hasil penelitian tentang adanya pengaruh variabel kebiasaan tidur terhadap kejadian DBD. Tindakan pencegahan ini sangat bermanfaat bagi mereka yang memiliki kebiasaan tidur pada pukul 08.00-17.00 WIB sebagai kelompok yang lebih berisiko. 5.5 Faktor yang Paling Dominan Hasil analisis uji regresi logistik berganda menunjukkan bahwa variabel yang paling dominan memengaruhi kejadian DBD di Kecamatan Medan Tembung adalah variabel non TPA. Variabel tersebut memiliki pengaruh yang paling signifikan terhadap kejadian DBD di Kecamatan Medan Tembung. Variabel non TPA bernilai positif menunjukkan bahwa variabel tersebut mempunyai hubungan yang searah positif terhadap kejadian DBD. Jadi dapat ditafsirkan secara teoritis bahwa kejadian DBD akan meningkat jauh lebih banyak pada mereka yang terdapat non TPA di sekitar rumahnya. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti, memang banyak terdapat benda-benda non TPA di sekitar rumah responden di Kecamatan Medan Tembung. Padahal jika tidak dilakukan manajemen yang baik, benda-benda tersebut sangat potensial menjadi tempat perkembangbiakan bagi nyamuk penular penyakit DBD. Berdasarkan teori, tempat-tempat perkembangbiakan utama bagi vektor penyakit DBD adalah tempat-tempat penampungan air berupa genangan air yang tertampung di suatu tempat di dalam atau di sekitar rumah, biasanya tidak melebihi jarak 500 meter dari rumah. Nyamuk ini biasanya tidak dapat berkembangbiak di genangan air yang langsung berhubungan dengan tanah Depkes RI, 2007. Menurut WHO 2004, hampir di seluruh negara Asia Tenggara, tempat perkembangbiakan Aedes aegypti paling banyak ditemukan di wadah air buatan manusia. Salah satu jenis tempat perkembangbiakan nyamuk tersebut adalah tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari, seperti vaspot bunga, perangkap semut, tempat minum burung, talang air, dan barang-barang bekas ban, kaleng, botol plastik, dan lain-lain. Vektor DBD telah tersebar luas di seluruh wilayah di Indonesia. Keberadaan benda-benda non TPA seperti yang telah disebutkan, semakin menambah peluang bagi nyamuk untuk berkembangbiak dan memperbanyak populasinya. Semakin banyak populasi nyamuk penular DBD ini, semakin besar pula kemungkinan berjangkitnya DBD di masyarakat. Oleh karena itu, salah satu program pemerintah dalam menanggulangi permasalahan DBD adalah dengan melakukan kegiatan 3M. Salah satu unsur penting dari kegiatan tersebut adalah mengubur, menyingkirkan, atau memusnahkan barang- barang bekas Depkes RI, 2007. Untuk vaspot bunga dapat dilubangi sebagai saluran keluar air. Wadah penampungan hasil kondensasi di kulkas dan pendingin udara Air ConditionerAC, serta penampungan air pada dispenser harus diperiksa, dikeringkan, dan dibersihkan secara teratur. Ban bekas dapat diisi tanah atau beton dan digunakan sebagai wadah tanaman atau pembatas jalan, dijadikan karang buatan untuk mengurangi erosi pantai akibat gelombang ombak, atau didaur ulang menjadi sandal, keset, sikat industri, dan tempat sampah. Jebakan semut yang biasanya dipasang di kaki meja atau kursi dapat ditambahkan garam dapur atau minyak. Talang air yang dapat tersumbat sehingga menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk perlu diperiksa secara berkala terutama saat musim hujan WHO, 2004. Hal-hal tersebut dilakukan untuk mengurangi benda-benda non TPA dapat menjadi tempat perindukan nyamuk. Dengan demikian, diharapkan kejadian DBD dapat dicegah dan ditanggulangi. 5.6 Keterbatasan Penelitian Penelitian ini tidak terlepas dari berbagai keterbatasan antara lain sebagai berikut : 5.5.1 Penelitian ini menggunakan desain case control sehingga determinan penyakit dicari setelah kasus terjadi pada saat penelitian yang memungkinkan adanya perubahan. Untuk itu, kasus yang diambil adalah kasus terbaru mulai dari penelitian dilakukan hingga jumlah sampel yang dibutuhkan terpenuhi sebagai usaha mengurangi bias. 5.5.2 Data dan informasi mengenai determinan variabel bebas dalam penelitian ini diperoleh dengan mengandalkan daya ingat responden terhadap kejadian yang telah lama terjadi sedangkan data yang berasal dari rekam medis sering kali tidak lengkap. Oleh karena itu, mungkin saja terjadi recall bias dan bias dalam interpretasi hasil penelitian. 5.2.3 Saat penelitian dilakukan, kadang-kadang sulit untuk mendapatkan kasus dan kontrol yang benar-benar sebandingsetara dalam berbagai karakteristiknya. 5.2.4 Tidak semua faktor yang memengaruhi kejadian DBD diteliti, misalnya sosiodemografi, mobilitas, daya tahan tubuh seseorang, atau jenis dan virulensi agent DBD. 5.2.5 Penegakan diagnosis DBD di Indonesia termasuk di Dinas Keshatan Kota Medan umumnya berasal dari hasil pemeriksaan trombosit dan hematokrit sehingga jumlah penderita yang terdiagnosis menjadi lebih sedikit dan tidak dapat diketahui jenis virus penyebabnya. Padahal jika dilakukan pemeriksaan serologis, jumlah penderita yang terdiagnosis menjadi lebih banyak dan dapat diketahui jenis virus penyebabnya sehingga dapat dianalisis lebih lanjut mengenai tingkat virulensi agent.

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 6.1.1 Proporsi tertinggi pada kelompok kasus adalah umur 1-8 tahun 29,1, jenis kelamin perempuan 53,5, pendidikan TK-SD 32,6, dan pekerjaan pelajarmahasiswa 39,6. 6.1.2 Nilai House Index pada kelompok kasus dan kontrol masing-masing sebesar 19,77 dan 8,14. Nilai Container Index pada kelompok kasus dan kontrol masing-masing sebesar 2,91 dan 2,35. 6.1.3 Keberadaan jentik, tata rumah, keberadaan non TPA, keberadaan tanaman hiastumbuhan, kebiasaan membersihkanmenguras TPA, kebiasaan menggantung pakaian, kebiasaan tidur, dan kebiasaan menggunakan anti nyamukrepellent merupakan deteminan kejadian DBD. 6.1.4 Keberadaan TPA, keberadaan TPA alami, keberadaan kawat kasa pada ventilasi, kebiasaan menutup TPA, dan kebiasaan menabur bubuk abate bukan merupakan deteminan kejadian DBD. 6.1.5 Faktor yang paling dominan memengaruhi kejadian DBD adalah keberadaan non TPA.

6.2 Saran