Population Attributable Risk HASIL PENELITIAN

X 2 = Non TPA, koefisien regresi 1,612 X 3 = Tanaman hiastumbuhan, koefisien regresi 0,744 X 4 = Kebiasaan tidur, koefisien regresi 0,946 X 5 = Menggunakan anti nyamukrepellent, koefisien regresi 1,422 X 1 =X 2 =X 3 =X 3 =X 3 =1, karena variabel tersebut berisiko untuk terjadinya DBD 1 P = 1 + e –[-3,491 + 1,204 X 1 + 1,612 X 2 + 0,744 X 3 + 0,946 X 4 + 1,422 X 5 ] 1 P = 1 + 2,71 –[-3,491 + 1,204 1 + 1,612 1 + 0,744 1 + 0,946 1 + 1,422 1] 1 P = 1 + 2,71 –2,437 1 P = 1,0881 P = 0,919 = 91,9 Dengan demikian, penderita DBD bila tata rumahnya tidak baik, terdapat non TPA di sekitar rumahnya, terdapat tanaman hiastumbuhan di sekitar rumahnya, memiliki kebiasaan tidur antara pukul 08.00-17.00 WIB, dan tidak memiliki kebiasaan menggunakan anti nyamukrepellent pukul 08.00-17.00 WIB maka mempunyai probabilitas kejadian DBD sebesar 91,9.

4.5 Population Attributable Risk

Population Attributable Risk PAR digunakan untuk memperkirakan risiko atribut pada masyarakat yang dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut Budiarto, 2003 : Keterangan : PAR = Population Attributable Risk p = Proporsi kelompok yang terpajan r = Odds Ratio = 5,102 variabel keberadaan non TPA . . . Berdasarkan hasil perhitungan PAR yang diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa apabila dilakukan tindakan pencegahan terhadap keberadaan non TPA misalnya dengan melakukan reuse, reduse, dan recycle terhadap barang-barang bekas, kegiatan 3M Plus, dan menggalakkan kembali kegiatan Jumat Bersih maka kejadian DBD dapat diturunkan sebesar 63,27.

BAB 5 PEMBAHASAN

5.1 Distribusi Proporsi Karakteristik Subjek Studi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi kelompok umur tertinggi pada kelompok kasus dan kontrol adalah 1 - 8 tahun sehingga diketahui bahwa kasus DBD paling banyak terjadi pada kelompok umur bayi, balita, dan anak-anak. Berdasarkan data tersebut maka dapat disimpulkan bahwa agent penyebab kejadian DBD di Kecamatan Medan Tembung masih merupakan virus dari serotipe yang sama dengan kejadian sebelumnya. Oleh karena pada kelompok umur bayi, balita, dan anak-anak belum terbentuk antibodi terhadap virus tersebut maka mereka lebih mudah mengalami DBD sedangkan pada orang dewasa kemungkinan besar sudah pernah terpapar agent tersebut dan telah terbentuk antibodi bagi jenis virus yang sama dalam tubuhnya. Namun apabila agent berasal dari serotipe yang berbeda, tidak menutup kemungkinan jumlah kasus pada orang dewasa juga akan tinggi. Berdasarkan teori, virus dengue mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang bersangkutan tetapi tidak untuk serotipe lain. Dengan kata lain, infeksi oleh satu serotipe virus dengue menimbulkan imunitas protektif terhadap s erotipe virus tersebut, tetapi tidak ada ”cross protective” terhadap serotipe virus yang lain Soegijanto, 2006.