Hubungan Kebiasaan Menabur Bubuk Abate dengan Kejadian DBD

menyadari pentingnya menutup tempat penampungan air, diharapkan perkembangbiakan nyamuk dapat ditekan dan jumlah kejadian DBD juga dapat dikurangi bahkan diberantas.

5.4.3 Hubungan Kebiasaan Menabur Bubuk Abate dengan Kejadian DBD

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pada kelompok kasus dan kontrol mayoritas tidak memiliki kebiasaan menabur bubuk abate, yaitu masing- masing sebesar 95,3 82 orang dan 91,9 79 orang. Uji statistik chi-square menunjukkan nilai p =0,350 p0,05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kebiasaan menabur bubuk abate dengan kejadian DBD dan kebiasaan menabur bubuk abate bukan sebagai determinan kejadian DBD di Kecamatan Medan Tembung. Keadaan ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Warsito 2005 yang menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara praktik abatisasi dengan kejadian DBD dengan nilai p=0,001. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak adanya perbedaan risiko antara yang memiliki kebiasaan menabur bubuk abate dengan yang tidak memiliki kebiasaan menabur bubuk abate karena baik pada kelompok kasus maupun kelompok kontrol sebagian besar tidak tertarik untuk melakukan kebiasaan ini. Beberapa alasan yang disampaikan oleh responden antara lain karena mereka harus mengeluarkan biaya untuk memperoleh bubuk abate, keraguan mereka akan keamanan abate apabila dicampur ke dalam air yang akan digunakan untuk minum dan MCK mandi, cuci, kakus, ada pula yang mengaku timbul reaksi alergi pada kulit akibat penggunaan bubuk abate pada air yang mereka gunakan. Hal ini tentu saja terkait dengan kurangnya pengetahuan atau informasi responden tentang penggunaan bubuk abate. Cara memotong rantai penularan penyakit DBD masih dengan cara membasmi vektor karena belum ditemukan vaksin atau obat yang dapat membunuh virus dengue. Cara yang tepat guna adalah dengan membasmi jentik nyamuk yang ada di tempat perkembangbiakannya Nadesul, 2004. Salah satu cara memberantas jentik nyamuk Aedes aegypti adalah dengan menggunakan racun pembasmi jentik larvasidasi yang dikenal dengan istilah Abatisasi. Larvasida yang biasa digunakan adalah formulasi temephos. Abatisasi dengan temephos ini mempunyai efek residu 3 bulan. Racun pembasmi jentik ini aman meskipun digunakan di tempat penampungan air yang airnya jernih untuk mencuci atau air minum sehari-hari Tim Pembina UKS, 1999. Pemberian larvasida kimiawi abate biasanya terbatas pada wadah air yang digunakan di rumah tangga yang tidak dapat dihancurkan, dimusnahkan, ataupun dikelola. Penggunaan larvasida kimiawi untuk jangka waktu lama sangat mahal dan sulit. Penggunaan larvasida kimiawi paling baik digunakan dalam situasi saat hasil surveilans penyakit atau vektor menunjukkan adanya periode tertentu yang memiliki risiko tinggi dan tempat dengan KLB mungkin akan terjadi WHO, 2004.

5.4.4 Hubungan Kebiasaan Menggantung Pakaian dengan Kejadian DBD