commit to user 55
tamat SMP sebanyak 9 responden atau sebesar 22,5 persen termasuk dalam kategori sedang, tamat SMA sebanyak 7 responden atau sebesar
17,5 persen termasuk dalam kategori tinggi, dan tidak sekolah sebanyak 3 responden atau sebesar 7,5 persen termasuk dalam kategori sangat rendah.
Tingkat pendidikan formal responden akan mempengaruhi pemikiran petani terhadap pengelolaan usahataninya dan permasalahan yang
dihadapi. Kondisi responden yang sebagian besar berpendidikan formal tamat SD akan cenderung memiliki pola pikir yang sederhana dalam
mengelola usahatani. Rendahnya tingkat pendidikan responden tidak terlepas dari kurang memperhatikan pentingnya pendidikan, serta tidak
mempunyai biaya untuk meneruskan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Namun, untuk mengembangkan dan membudidayakan komoditas
garut tidak membutuhkan pendidikan formal yang tinggi, karena pada umumnya petani garut berpedoman dari pengalaman bertani dan
pendidikan non formal yang diikuti oleh petani garut tersebut.
3. Pendidikan Non Formal
Pendidikan non formal menurut Suhardiyono 1992, pendidikan non formal adalah pengajaran sistematis yang diorganisir di luar sistem
pendidikan formal bagi sekelompok orang untuk memenuhi keperluan khusus. Pendidikan non formal yang diukur dari penelitian ini meliputi,
frekuensi mengikuti kegiatan penyuluhan dan pelatihan di bidang pertanian dalam satu tahun terakhir. Kegiatan penyuluhan dan pelatihan
dapat membantu petani responden dalam meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan, khususnya dalam memperoleh informasi serta inovasi baru
untuk diterapkan pada kegiatan usahatani khususnya usahatani garut. Distribusi pendidikan non formal responden dapat dilihat pada Tabel 5.4.
commit to user 56
Tabel 5.4. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Non Formal
Pendidikan Non Formal Skor
Jumlah orang
Persentase a.
Pelatihan ·
Tidak pernah ·
1 kali ·
2 kali ·
3 kali ·
4 kali 1
2 3
4 5
2 6
14 13
5 5
15 35
32,5 12,5
Jumlah 40
100 b.
Penyuluhan ·
Tidak pernah ·
1-2 kali ·
3-4 kali ·
5-6 kali ·
6 kali 1
2 3
4 5
3 4
13 11
9 7,5
10 32,5
27,5 22,5
Jumlah 40
100 Pendidikan
non formal
pelatihan dan penyuluhan: ·
Sangat rendah ·
Rendah ·
Sedang ·
Tinggi ·
Sangat tinggi 2-3
4-5 6-7
8-9
10-11 1
8 9
22 -
2,5 20
22,5 55
- Jumlah
40 100
Sumber : Analisis Data Primer
Keterangan: Keterangan:
Skor 1 : sangat rendah Skor 2 : rendah
Skor 3 : sedang Skor 4 : tinggi
Skor 5 : sangat tinggi
Tabel 5.4 menunjukkan bahwa sebanyak 14 orang petani responden atau sebesar 35 persen mengikuti kegiatan pelatihan yang berhubungan
dengan kegiatan budidaya garut dan pengembangan budidaya garut dalam satu tahun sebanyak 2 kali dalam satu tahun terakhir dan termasuk dalam
kategori sedang. Sedangkan, sebanyak 13 responden atau sebesar 32,5 persen responden mengikuti kegiatan pelatihan sebanyak 3 kali termasuk
dalam kategori tinggi, sebanyak 6 responden atau sebesar 15 persen mengikuti 1 kali pelatihan termasuk dalam kategori rendah, sebanyak 5
responden atau sebesar 12,5 persen mengikuti 4 kali pelatihan termasuk
commit to user 57
dalam kategori sangat tinggi dan sebanyak 2 responden atau sebesar 5 persen tidak pernah mengikuti pelatihan selama satu tahun teakhir
termasuk dalam kategori sangat rendah. Biasanya kegiatan pelatihan yang terkait dengan pengembangan komoditas garut diselenggarakan oleh
pemerintah, penyuluh pertanian dan lembaga swasta yaitu JARPETO. Kegiatan pelatihan dilaksanakan disesuaikan dengan kebutuhan petani dan
sesuai dengan program yang dibuat oleh pemerintah, penyuluh ataupun JARPETO. Pelatihan yang dilaksanakan yaitu tentang pengolahan
komoditas garut dan juga dalam kegiatan pelatihan ini petani memperoleh materi tentang pemasaran.
Menurut Kartasapoetra 1991, penyuluhan merupakan suatu sistem pendidikan yang bersifat non formal atau sistem pendidikan di luar sistem
persekolahan yang biasa dimana orang ditunjukkan cara-cara mencapai sesuatu dengan memuaskan sambil orang itu kerap mengerjakan sendiri,
jadi belajar dengan mengerjakan sendiri. Adanya kegiatan penyuluhan dapat membantu petani responden dalam meningkatkan pengetahuan dan
ketrampilan khususnya dalam memperoleh informasi serta inovasi baru untuk diterapkan pada kegiatan usahataninya. Melalui kegiatan
penyuluhan petani dapat melihat dan mencoba secara langsung inovasi- inovasi yang ditawarkan.
Kegiatan penyuluhan tergolong dalam kategori sedang, karena sebanyak 13 orang atau sebesar 32,5 persen petani responden mengikuti
penyuluhan yang berhubungan dengan pengembangan komoditas garut dalam satu tahun 3-4 kali. Kegiatan penyuluhan tentang komoditas garut
biasanya dilaksanakan setiap 40 hari sekali. Materi yang disampaikan berbeda-beda setiap pertemuan sesuai dengan kebutuhan petani misalnya,
materi tentang pemasaran garut dan materi tentang cara mengolah garut menjadi tepung garut. Dalam penelitian ini juga diperoleh data sebanyak
11 responden atau sebesar 27,5 persen mengikuti kegiatan penyuluhan sebanyak 5-6 kali termasuk dalam kategori tinggi dan juga terdapat
sebanyak 9 responden atau sebesar 22,5 persen mengikuti kegiatan
commit to user 58
penyuluhan sebanyak lebih dari 6 kali termasuk dalam kategori sangat tinggi. Sebanyak 4 responden atau sebesar 10 persen mengikuti kegiatan
penyuluhan sebanyak 1-2 kali termasuk dalam kategori rendah dan terdapat 3 responden atau sebesar 7,5 persen tidak pernah mengikuti
kegiatan penyuluhan yang berhubungan dengan pengembangan komoditas garut dalam waktu satu tahun terakhir termasuk dalam kategori sangat
rendah. Kegiatan pelatihan maupun penyuluhan sangat penting, karena
melalui pertemuan tersebut petani dapat bertukar pikiran dalam memecahkan masalah yang dihadapi secara bersama-sama, memperoleh
informasi yang berguna bagi usahataninya, bimbingan, saran bahkan petunjuk yang berkaitan dengan budidaya dan pengembangan komoditas
garut, sehingga dapat meningkatkan ketrampilan dalam mengelola usahataninya. Berdasarkan Tabel 5.4 pendidikan non formal responden
secara keseluruhan berada dalam kategori tinggi yaitu sebanyak 22 responden atau 55 persen, yang artinya minat dan kesadaran petani
terhadap kegiatan pelatihan maupun penyuluhan tergolong tinggi. Sedangkan, sebanyak 9 responden atau sebesar 22,5 persen termasuk
dalam kategori sedang, sebanyak 8 responden atau sebesar 20 persen termasuk dalam kategori rendah dan sebanyak 1 responden atau sebesar
2,5 persen termasuk dalam kategori sangat rendah.
4. Pengalaman