Pengukuran Variabel Umur PERSEPSI PETANI TERHADAP PENGEMBANGAN KOMODITAS GARUT (Maranta arundinacea L) DI KECAMATAN POLOKARTO KABUPATEN SUKOHARJO

commit to user 28

2. Pengukuran Variabel

a. Faktor Pembentuk Persepsi

Tabel. 2.1 Faktor-Faktor Pembentuk Persepsi Variabel Indikator Kategori Skor

1. Umur 2.Pendidikan

Formal 3.Pendidikan Non Formal 4 . Pengalaman Usia responden pada saat dilakukan penelitian tahun Tingkat pendidikan formal yang ditempuh a. Pelatihan b. Penyuluhan a. Lama Budidaya b. Lama Mengembangkan garut c. Pengalaman mengolah garut d. Kesulitan dalam mengolah garut 25-35 tahun 36-46 tahun 47-57 tahun 58-68 tahun 69-79 tahun Tamat D3S1 Tamat SMA Tamat SMP Tamat SD Tidak Sekolah 4 kali 3 kali 2 kali 1 kali Tidak pernah 6 kali 5-6 kali 3-4 kali 1-2 kali Tidak pernah 8 tahun 7-8 tahun 5-6 tahun 3-4 tahun 1-2 tahun 8 tahun 7-8 tahun 5-6 tahun 3-4 tahun 1-2 tahun Sangat sering Sering Cukup sering Kurang sering Tidak pernah Tidak mengalami kesulitan Mengalami sedikit kesulitan Cukup mengalami kesulitan 5 4 3 2 1 5 4 3 2 1 5 4 3 2 1 5 4 3 2 1 5 4 3 2 1 5 4 3 2 1 5 4 3 2 1 5 4 3 commit to user 29 4. Pendapatan 6. Motivasi Jumlah nominal yang diperoleh petani dari mengembangkan garut setiap musim tanam Dorongan yang menjadikan petani membudidayakan dan mengembangkan garut Sulit mengolah garut Sangat sulit mengolah garut 1.500.001-2.000.000 1.000.001-1.500.000 500.001-1.000.000 100.000-500.000 100.000 Atas kesadaran diri sendiri Terpengaruh lingkungan Mengikuti yang lain Bujukan orang lain Karena paksaan dari orang lain 2 1 5 4 3 2 1 5 4 3 2 1 commit to user 30

b. Persepsi Petani Terhadap Pengembangan Komoditas Garut

1 Persepsi Petani Terhadap Ketersediaan Sarana Produksi Tabel 2.2 Persepsi Petani terhadap Ketersediaan Sarana Produksi Variabel Indikator Kriteria Skor 1. Bibit 2. Pupuk a. Kemudahan memperoleh bibit b. Kesesuaian harga bibit a. Kemudahan memperoleh pupuk b. Kesesuaian harga pupuk a. Bibit sangat mudah diperoleh b. Bibit mudah diperoleh c. Bibit cukup mudah diperoleh d. Bibit sulit diperoleh e. Bibit sangat sulit diperoleh a. Harga bibit yang tersedia sangat murah b. Harga bibit yang tersedia murah c. Harga bibit yang tersedia cukup murah d. Harga bibit yang tersedia mahal e. Harga bibit yang tersedia sangat mahal a. Pupuk sangat mudah diperoleh b. Pupuk mudah diperoleh c. Pupuk cukup mudah diperoleh d. Pupuk sulit diperoleh e. Pupuk sangat sulit diperoleh a. Harga pupuk yang tersedia sangat murah b. Harga pupuk yang tersedia murah c. Harga pupuk yang tersedia cukup murah d. Harga pupuk yang tersedia mahal e. Harga pupuk yang tersedia sangat mahal 5 4 3 2 1 5 4 3 2 1 5 4 3 2 1 5 4 3 2 1 commit to user 31

2 Persepsi Petani terhadap Budidaya Garut

Tabel 2.3 Persepsi Petani terhadap Budidaya Garut Variabel Indikator Kriteria Skor 1. Pengolahan tanah 2. Pemilihan Bibit 3. Penanaman 4. Pemeliharaan 5. Panen Kemudahan cara pengolahan tanah dalam budidaya garut Kemudahan dalam pemilihan bibit garut yang baik untuk dibudidayakan. Kemudahan terhadap cara- cara yang dilakukan dalam menanam garut. Kemudahan saat pemeliharaan yang dilakukan saat budidaya garut. Kemudahan saat panen yang dilakukan dalam budidaya gatrut a. Pengolahan tanah sangat mudah b. Pengolahan tanah mudah, c. Pengolahan tanah cukup mudah d. Pengolahan tanah sulit e. Pengolahan tanah sangat sulit a. Pemilihan bibit sangat mudah b. Pemilihan bibit mudah c. pemilihan bibit cukup mudah d. Pemilihan bibit sulit e. Pemilihan bibit sangat sulit a. Penanaman garut sangat mudah b. Penanaman garut mudah, c. Penanaman garut cukup mudah d. Penanaman garut sulit e. Penanaman garut sangat sulit a. Pemeliharaan garut sangat mudah b. Pemeliharaa garut mudah, c. Pemeliharaan garut cukup mudah, d. Pemeliharaan garut sulit, e. Pemeliharaan garut sangat sulit a. panen garut sangat mudah b. panen garut mudah c. panen garut cukup mudah d. panen garut sulit e. panen garut sangat sulit 5 4 3 2 1 5 4 3 2 1 5 4 3 2 1 5 4 3 2 1 5 4 3 2 1 commit to user 32 3 Persepsi Petani terhadap Pengolahan Hasil Budidaya Garut Tabel 2.4 Persepsi Petani terhadap Pengolahan Hasil Budidaya Garut Variabel Indikator Kriteria Skor 1. Kemudahan dalam pengolahan tepung garut 2. Kemudahan dalam pengolahan emping garut Pendapat petani terhadap proses pengolahan tepung garut Pendapat petani terhadap proses pengolahan emping garut a. Sangat Mudah b. Mudah c. Cukup mudah d. Sulit e. Sangat Sulit a. Sangat Mudah b. Mudah c. Cukup mudah d. Sulit e. Sangat Sulit 5 4 3 2 1 5 4 3 2 1 commit to user 33

4 Persepsi Petani terhadap Pemasaran Garut

Tabel 2.5 Persepsi Petani terhadap Pemasaran Garut Variabel Indikator Kriteria Skor 1. Kemudahan pemasaran garut 2. Kesesuaian harga 3. Ketersediaan Pasar Mudah atau tidak garut di pasarkan Harga garut di pasar Permintaan masyarakat terhadap garut a. Pemasaran garut sangat mudah b. Pemasaran garut mudah c. Pemasaran garut cukup mudah d. Pemasaran garut kurang mudah e. Pemasaran garut tidak mudah a. Harga garut di pasar sangat mahal b. Harga garut di pasar mahal c. Harga garut di pasar cukup murah d. Harga garut di pasar kurang murah e. Harga garut di pasar murah a. Selalu tersedia permintaan untuk garut b. Tersedia permintaan untuk garut c. Cukup tersedia permintaan untuk garut d. Tidak selalu tersedia permintaan untuk garut e. Tidak ada permintaan untuk garut 5 4 3 2 1 5 4 3 2 1 5 4 3 2 1 commit to user 34

BAB III METODE PENELITIAN

A. Metode Dasar Penelitian

Metode dasar penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif yaitu metode penelitian yang berusaha menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang berdasarkan data-data, sehingga penelitian ini juga menyajikan data, menganalisis, dan menginterpretasi Achmadi dan Narbuko, 2003. Penelitian ini menggunakan analisa kuantitatif yaitu penelitian yang melibatkan lima komponen informasi ilmiah yaitu teori, hipotesis, observasi, generalisasi empiris dan penerimaan atau penolakan hipotesis. Mengandalkan adanya populasi dan teknik penarikan sampel. Kemudian menggunakan kuisioner untuk mengumpulkan datanya. Selanjutnya mengemukakan variabel penelitian dalam analisis datanya dan yang terakir berusaha menghasilkan kesimpulan secara umum, baik yang berlaku untuk populasi danatau sampel yang diteliti Singgih, 2006. Teknik pelaksanaan penelitian dilakukan dengan teknik survei. Adapun penelitian survei adalah penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data yang pokok. Salah satu keuntungan utama dari penelitian ini adalah mungkinnya pembuatan generalisasi untuk populasi yang besar Singarimbun dan Effendi, 2006.

B. Metode Penentuan Lokasi

Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja purposive yaitu berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu disesuaikan dengan tujuan penelitian Singarimbun dan Effendi, 1995. Lokasi penelitian yang dipilih adalah Kecamatan Polokarto Kabupaten Sukoharjo dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Polokarto memiliki luas lahan untuk budidaya garut terluas di Kabupaten Sukoharjo. Data tentang luas lahan untuk budidaya garut di Kabupaten Sukoharjo dapat dilihat pada Tabel 3.1. 34 commit to user 35 Tabel 3.1. Data Luas Lahan Tanaman Garut Irut di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2010 No Kecamatan Luas Lahan GarutHa 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Bulu Bendosari Grogol Kartasuro Sukoharjo Weru Tawangsari Mojolaban Baki Gatak Polokarto Nguter - 8 - - - - - - - - 18 - Jumlah 26 Sumber : Data Primer

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah semua petani yang membudidayakan garut yang berada di Kecamatan Polokarto Kabupaten Sukoharjo. Terdapat sekitar 138 petani yang membudidayakan garut di Kecamatan Polokarto Kabupaten Sukoharjo. Petani yang membudidayakan garut di Kecamatan Polokarto tersebar di tiga desa yaitu di Desa Polokarto, Desa Genengsari dan Desa Bulu. 2. Sampel Adapun jumlah sampel adalah sebanyak 40 responden. Penentuan jumlah sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode proportional random sampling yaitu pengambilan responden dengan menetapkan jumlah tergantung besar kecilnya sub populasi atau kelompok yang akan diwakilinya Mardikanto, 2006. Sedangkan untuk pengambilan sampel dari jumlah sampel yang telah diperoleh dilakukan dengan cara random atau secara acak. Penentuan jumlah sampel dengan metode proportional random sampling diperoleh sebanyak 40 responden dengan menggunakan rumus: commit to user 36 ni = n N nk Dimana : ni : Jumlah sampel dari masing-masing desa nk : Jumlah petani dari masing-masing desa yang menanam garut N : Jumlah populasi atau jumlah petani yang membudidayakan garut n : Jumlah petani responden yang diambil sebanyak 40 petani garut Data tentang jumlah responden dari masing-masing desa dapat dilihat pada tabel 3.2 di bawah ini : Tabel 3.2. Data Jumlah Responden Masing-Masing Desa Kecamatan Desa Jumlah Petani Garut Jumlah Responden Polokarto Polokarto 60 17 Genengsari 27 8 Bulu 51 15 Jumlah 138 40 Sumber : Data Primer

D. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data pokok dan data pendukung. Menurut cara memperolehnya dibedakan menjadi: 1. Data primer Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari obyek penelitian dan pengamatan langsung di lapang. Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui wawancara dengan petani yang membudidayakan garut di Desa Polokarto, Desa Genengsari dan Desa Bulu Kecamatan Polokarto Kabupaten Sukoharjo. 2. Data sekunder Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari instansi atau lembaga yang ada kaitannya dengan penelitian ini. Data sekunder diperoleh dengan cara mencatat secara langsung dari instansi atau lembaga yang terkait dengan penelitian ini. Data sekunder berasal dari Kecamatan Polokarto dalam angka dan data dari BPP Kecamatan Polokarto. Sedangkan menurut sifatnya dibedakan menjadi : commit to user 37 1. Data kuantitatif, yaitu data yang berbentuk angka atau data kualitatif yang diangkakan dengan cara skoring. 2. Data kualitatif, yaitu data yang dinyatakan dalam bentuk kata, kalimat dan gambar. Agar lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 3.3. Data yang digunakan dalam penelitian No. Data yang digunakan Sifat Data Sumber Data Pr Sk Kn Kl Data Pokok : 1. Identitas responden X Petani 2. Faktor pembentuk persepsi a. Umur b. Pendidikan formal c. Pendidikan non formal d. Pengalaman e. Pendapatan f. Motivasi X X X X X X X X X X X X Petani Petani Petani Petani Petani Petani 3. Persepsi Petani Terhadap Pengembangan Komoditas Garut a. Ketersediaan Sarana Produksi b. Budidaya Garut c. Pengolahan Hasil Budidaya Garut d. Pemasaran X X X X Petani Petani Petani Petani Data pendukung : 1. Keadaan Alam X X Instansi 2. Keadaan Penduduk X X Instansi Keterangan : Pr = Primer Sk = Sekunder Kn = Kuantitatif Kl = Kualitatif

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Wawancara, merupakan suatu proses interaksi dan komunikasi antara pewawancara dengan responden untuk mendapatkan informasi dengan bertanya secara langsung Singarimbun dan Effendi, 2006. Wawancara dilakukan dengan petani-petani sebagai responden dalam penelitian ini dan pihak lain yang terlibat. 2. Observasi, pengertian observasi menurut Gulo 2002 adalah teknik pengumpulan data dimana peneliti mencatat informasi sebagaimana yang mereka saksikan selama penelitian. Penyaksian perisiwa-peristiwa bisa dengan melihat, mendengarkan, merasakan, yang kemudian dicatat commit to user 38 seobyektif mungkin. Dilakukan untuk memahami data yang berbentuk kegiatan atau perilaku. 3. Pencatatan, teknik pencatatan dilakukan dengan mencatat hasil wawancara pada kuisioner dan mencatat data sekunder dari instansi yang terkait dengan penelitian.

F. Metode Analisis Data

Faktor-faktor pembentuk persepsi dengan persepsi petani terhadap pengembangan komoditas garut di Kecamatan Polokarto Kabupaten Sukoharjo dibagi menjadi 5 kategori, yaitu sangat baik, baik, cukup baik, kurang baik dan tidak baik. Kategori pengukurannya dengan menggunakan rumus lebar interval kelas, yaitu: Kelas kategori : kelas jumlah terendah nilai tertinggi nilai - Sedangkan untuk mengetahui derajat tingkat hubungan antara faktor- faktor yang membentuk persepsi dengan persepsi petani terhadap pengembangan komoditas garut di sentra produksi garut Kecamatan Polokarto Kabupaten Sukoharjo digunakan analisis korelasi untuk mencari keeratan hubungan antara dua variabel. Uji korelasi menggunakan Rank Spearman rs yang didukung dengan program SPSS versi 17 for windows. Menurut Siegel 1988, rumus koefisien korelasi jenjang sperman rs adalah : r s = 1 - N N di N i - å = 3 1 2 6 Keterangan : r s = koefisien korelasi rank spearman N = jumlah sampel petani di = selisih ranking antara faktor-faktor pembentuk persepsi dengan persepsi petani terhadap pengembangan komoditas garut commit to user 39 Untuk menguji tingkat signifikansi hubungan digunakan uji t karena sampel yang diambil lebih dari 10 N10 dengan tingkat kepercayaan 95 dengan rumus Siegel, 1988 : t= r s 2 1 2 rs N - - Kesimpulan : 1. Jika t hitung ³ t tabel a = 0,05 berarti Ho ditolak, artinya ada hubungan yang signifikan antara faktor-faktor pembentuk persepsi dengan persepsi petani terhadap pengembangan komoditas garut di Kecamatan Polokarto Kabupaten Sukoharjo. 2. Jika t hitung t tabel a = 0,05 berarti Ho diterima, artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara antara faktor-faktor pembentuk persepsi dengan persepsi petani terhadap pengembangan komoditas garut di Kecamatan Polokarto Kabupaten Sukoharjo. commit to user 40

BAB IV KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

A. Keadaan Geografis

Kecamatan Polokarto merupakan salah satu Kecamatan dari 12 Kecamatan yang ada di Kabupaten Sukoharjo. Kecamatan Polokarto merupakan Kecamatan terluas di Kabupaten Sukoharjo. Luas wilayah Kecamatan Polokarto adalah 6.218 Ha yang terdiri dari 2.576 Ha merupakan lahan sawah dan 3.642 Ha merupakan lahan bukan sawah. Jarak Ibu kota Kecamatan dengan Desa sangat bervariasi dan yang terdekat adalah dengan Desa Mranggen yaitu ± 1 Km dan jarak terjauh adalah Desa Pranan ± 10 Km. adapun jarak pusat administrasi dari Kecamatan Polokarto adalah sebagai berikut: Jarak dari Ibu Kota KabupatenKotamadya : 15 Km Jarak dari Ibu Kota Provinsi : 127 Km Secara administrasi batas wilayah Kecamatan Polokarto adalah sebagai berikut : Sebelah Utara : Kecamatan Mojolaban Sebelah Timur : Kabupaten Karanganyar Sebelah Selatan : Kecamatan Bendosari Sebelah Barat : Kecamatan Grogol Secara umum Kecamatan Polokarto sebagian merupakan dataran rendah dan sebagian merupakan daerah bergelombang dengan ketinggian 96 meter diatas permukaan laut. Temperatur rata-rata Kecamatan Polokarto adalah 28 o C dengan rata-rata curah hujan dalam 1 tahun 167 mm pada tahun 2008. Secara administrasi Kecamatan Polokarto terbagi menjadi 17 Desa yaitu Desa Pranan, Desa Bugel, Desa Karangwuni, Desa Ngombakan, Desa Bakalan, Desa Godog, Desa Kemasan, Desa Kenokorejo, Desa Tepisari, Desa Bulu, Desa Rejosari, Desa Polokarto, Desa Mranggen, Desa Wonorejo, Desa Jatisobo, Desa Kayuapak dan Desa Genengsari. Desa yang terluas adalah Desa 40 commit to user 41 Polokarto yaitu sebesar 824 Ha 13,25 , sedangkan yang memiliki luas paling kecil adalah Desa Bugel sebesar 154 Ha 2,48 dari luas Kecamatan Polokarto.

B. Keadaan Penduduk

Keadaan penduduk di suatu daerah menggambarkan kondisi sosial ekonomi penduduk di daerah tersebut. Berikut ini adalah data keadaan penduduk di Kecamatan Polokarto Kabupaten Sukoharjo berdasarkan pada data Kecamatan Polokarto dalam angka tahun 2008. 1. Keadaan Penduduk menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Penduduk merupakan salah satu sumber daya dari suatu daerah yang berhubungan dengan tenaga kerja. Tersedianya tenaga kerja yang besar merupakan peluang bagi pengembangan berbagai macam usaha. Menurut Triyono 2009, penduduk diklasifikasikan sebagai usia belum produktif 0-14 tahun, usia produktif 15-64 tahun, dan usia tidak produktif lebih dari 65 tahun. Jumlah Penduduk di Kecamatan Polokarto pada tahun 2008 yaitu 74.173 jiwa. Jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin di Kecamatan Polokarto dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1. Penduduk Kecamatan Polokarto menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2008 Kelompok UmurTahun Laki-laki Jiwa Perempuan Jiwa Jumlah Jiwa 0-4 2.458 2.297 4755 5-9 2.886 2.799 5685 10-14 3.152 2.984 6136 15-19 3.315 3.050 6365 20-24 3.503 3.498 7001 25-29 3.427 3.530 6957 30-34 3.054 3.095 6149 35-39 2.723 2.858 5581 40-44 2.567 2.666 5233 45-49 2.300 2.234 4534 50-54 1.861 1.768 3629 55-59 1.437 1.448 2885 60-64 1.218 1.322 2540 65-69 1.065 1.229 2294 70-74 873 1.048 1921 75 1.150 1.358 2508 Jumlah 36.989 37.184 74.173 Sumber : Data Kecamatan Polokarto dalam Angka Tahun 2008 commit to user 42 Dari Tabel 4.1 dapat diketahui penduduk laki-laki di Kecamatan Polokarto berjumlah 36.989 jiwa dan penduduk perempuan berjumlah 37.184 jiwa. Data komposisi jumlah penduduk pada Tabel 4.1 dapat digunakan untuk menghitung nilai Sex Ratio SR serta Angka Beban Tanggungan ABT. SR = 100 x perempuan penduduk Jumlah laki laki penduduk Jumlah - SR = 100 184 . 37 989 . 36 x SR = 99,47 Berdasarkan Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa jumlah penduduk Laki-laki lebih sedikit daripada penduduk Perempuan. Sex ratio penduduk sebesar 99,47 jiwa, artinya tiap 100 orang penduduk perempuan terdapat kurang lebih 99 orang penduduk laki-laki. Apabila angka SR sex ratio di bawah 100, dapat menimbulkan berbagai masalah, karena ini berarti di wilayah tersebut kekurangan penduduk laki-laki, sehingga berakibat terjadinya kekurangan tenaga kerja laki-laki untuk melaksanakan pembangunan, atau masalah lain yang berhubungan dengan perkawinan. Hal ini dapat terjadi apabila di suatu daerah banyak penduduk laki-laki yang meninggalkan daerah atau kematian banyak terjadi pada penduduk laki-laki Mantra, 2007. Jumlah penduduk usia non produktif antara 0-14 tahun dan lebih dari 65 tahun adalah 23.299 jiwa dan penduduk usia produktif antara 15-64 tahun adalah 50.874 jiwa orang. Perhitungan ABT dapat diketahui dengan rumus: 100 Pr Pr x oduktif udukUsia JumlahPend oduktif n udukUsiaNo JumlahPend ABT = 8 , 45 100 874 . 50 299 . 23 = = x commit to user 43 Hal tersebut menunjukkan bahwa ABT di Kecamatan Polokarto sebanyak 45,8 jiwa, yang berarti bahwa setiap 100 jiwa penduduk usia produktif menanggung kurang lebih 46 jiwa penduduk usia non produktif. Menurut Mantra 2007, tingginya ABT merupakan faktor penghambat pembangunan ekonomi, karena sebagian dari pendapatan yang diperoleh oleh golongan produktif, terpaksa harus dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan mereka yang belum produktif atau sudah tidak produktif. 2. Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan formal menggambarkan pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki oleh penduduk berdasarkan jenjang pendidikan yang diselesaikannya. Pendidikan merupakan faktor penting dalam menunjang kelancaran pembangunan. Masyarakat yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi akan mudah untuk mengadopsi suatu inovasi baru sehingga akan memperlancar proses pembangunan. Jadi, tingkat pendidikan digunakan sebagai parameter kemampuan sumber daya manusia dan kemajuan suatu wilayah. Untuk mengetahui keadaan penduduk menurut tingkat pendidikan di Kecamatan Polokarto dapat dilihat dalam Tabel 4.2. Tabel 4.2. Keadaan penduduk menurut tingkat pendidikan di Kecamatan Polokarto tahun 2008 Tingkat Pendidikan Jumlah Jiwa Buta Huruf Tidak Belum pernah sekolah Tidak Tamat SD Tamat SD MI Tamat SLTP MTS Tamat SLTA MA Tamat Akademi Tamat Perguruan Tinggi 1.395 14.019 10.711 21.978 10.350 11.330 3.805 585 1,88 18,90 14,44 29,63 13,95 15,28 5,13 0,79 Jumlah 74.173 100 Sumber data : Kecamatan Polokarto dalam Angka tahun 2008 Berdasarkan Tabel 4.2 menunjukkan bahwa prosentase tingkat pendidikan penduduk Kecamatan Polokarto tertinggi yaitu tamat SDMI commit to user 44 sejumlah 21.978 jiwa atau 29,63 persen, kedua adalah tidak atau belum pernah sekolah sejumlah 14.019 jiwa atau 18,90 persen. Prosentase tingkat pendidikan terendah yaitu tamat Perguruan Tinggi yaitu sejumlah 585 jiwa atau 0.79 persen. Tingkat pendidikan di Kecamatan Polokarto yang penduduknya mayoritas tamat SDMI tersebut sangat mempengaruhi kemampuan penduduk dalam menyerap berbagai pengetahuan dan inovasi yang ada.. Hal ini juga dapat disebabkan oleh keadaan ekonomi yang tidak memungkinkan untuk melanjutkan kejenjang yang lebih tinggi, sehingga berdampak pada pembangunan daerah kurang bisa berkembang dan penduduk akan sulit menerima inovasi baru. Selain itu, kesadaran akan pentingnya pendidikan masih kurang khususnya pada penduduk yang tinggal di desa karena informasi dan pengetahuan tentang pendidikan masih terbatas. 3. Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian Mata pencaharian penduduk di suatu wilayah menunjukkan struktur perekonomian yang ada pada wilayah tersebut. Kecamatan Polokarto merupakan daerah yang penduduknya mempunyai berbagai macam jenis pekerjaan heterogen, baik di sektor pertanian maupun di sektor non petanian. Adapun jumlah penduduk menurut mata pencaharian di Kecamatan Polokarto dapat dilihat pada Tabel 4.3. Tabel 4.3. Keadaan penduduk menurut mata pencaharian di Kecamatan Polokarto tahun 2008 No. Mata Pencaharian Jumlah Jiwa 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. TNI Buruh Tani Petani Pengusaha PNS Jasa Perorangan Karyawan Swasta 110 17.105 12.320 1.587 1.070 4.663 4.849 0,26 41,02 29,54 3,8 2,57 11,18 11,63 Jumlah 41.704 100 Sumber data : Kecamatan Polokarto dalam Angka tahun 2008 commit to user 45 Berdasarkan Tabel 4.3 dapat diketahui bahwa sebagian besar sekita 70,56 persen penduduk Kecamatan Polokarto bekerja pada sektor pertanian, baik sebagai petani maupun buruh tani. Jenis pekerjaan lain memiliki persentase yang lebih kecil berturut-turut yaitu; karyawan swasta 11,63 persen, jasa perorangan 11,18 persen, pengusaha 3,8 persen, Pegawai Negri Sipil PNS 2,57 persen, dan TNI 0,26 persen. Berdasarkan persentase tersebut, dapat disimpulkan bahwa mata pencaharian dalam sektor pertanian masih memegang peranan utama bagi masyarakat di Kecamatan Polokarto dalam mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari.

C. Keadaan Pertanian

Sektor pertanian di wilayah Kecamatan Polokarto masih memegang peranan penting sebagai penyedia sumber pangan atau bahan pangan. Keadaan pertanian di suatu wilayah akan berjalan dengan baik apabila didukung dengan teknologi, lahan potensial dan kualitas sumber daya manusia yang baik dan mendukung. Sektor pertanian di wilayah Kecamatan Polokarto mempunyai potensi yang baik karena sebagian besar penduduknya bekerja di sektor pertanian. Hal ini akan berjalan lebih baik lagi apabila masyarakat petani di Kecamatan Polokarto mampu meningkatkan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki didalam kegiatan berusahatani, sehingga nantinya dari sektor pertanian khususnya, mampu meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat. 1. Luas areal panen dan produksi tanaman pangan Tanaman pangan merupakan tanaman utama yang kebanyakan dibudidayakan oleh petani di suatu wilayah dan berfungsi sebagai sumber makanan pokok bagi penduduk di wilayah tersebut. Luas areal panen dan produksi tanaman pangan dapat menggambarkan potensi dan kemampuan yang dimiliki suatu daerah dalam menghasilkan makanan pokok bagi penduduk di daerah tersebut. Berikut adalah gambaran luas areal panen dan produksi tanaman pangan di Kecamatan Polokarto pada tahun 2008 : commit to user 46 Tabel 4.4. Luas Areal Panen dan Produksi Tanaman Pangan di Kecamatan Polokarto tahun 2008 No. Jenis Komoditi Luas Panen ha Produksi ton Rata-rata tonha 1. Padi 5.771 40.566 7,03 2. Jagung 496 3.045 6,14 3. Kacang Tanah 1.378 2.146 1,6 4. Kedelai 11 21 1,9 Sumber : Kecamatan Polokarto dalam Angka tahun 2008 Berdasarkan Tabel 4.4, maka dapat diketahui bahwa komoditas yang paling banyak dibudidayakan dan memiliki potensi paling besar adalah komoditas padi. Hal itu terjadi karena dalam waktu satu tahun budidaya dapat dihasilkan 40.566 ton pada lahan seluas 5.771 ha, dengan produktivitas sebesar 7,03 tonha padi. Hasil produksi padi tersebut tercapai selain karena potensi wilayah Kecamatan Polokarto yang mendukung, tetapi juga karena adanya keadaan saluran irigasi yang memadai serta adanya luas lahan pertanian yang mendukung. Berdasarkan Tabel 4.4 diatas tidak terdapat data mengenai komposisi garut, hal ini disebabkan karena selama ini garut tergolong tanaman yang tidak dibudidayakan secara khusus hanya sebagai tanaman yang ditanam untuk mendapatakan tambahan pendapatan keluarga. Garut tidak ditanam pada satuan luas tertentu tetapi hanya ditanam pada sela-sela tanaman lain maupun hanya di pekarangan rumah petani yang tidak tumbuh dengan jarak tanam yang teratur. 2. Potensi produksi ternak Salah satu manfaat dengan adanya ternak bagi masyarakat di suatu wilayah yaitu sebagai sumber pendapatan atau sebagai tambahan penghasilan secara ekonomis. Jenis ternak yang diusahakan masyarakat di wilayah Kecamatan Polokarto adalah ternak besar yaitu sapi dan kerbau, ternak kecil yaitu kambing dan domba serta ternak unggas yaitu ayam kampung dan itik atau angsa. Berikut ini adalah gambaran potensi ternak di Kecamatan Polokarto : commit to user 47 Tabel 4.5 Jumlah Ternak di Kecamatan Polokarto tahun 2008 No. Jenis Ternak Jumlah ekor 1. Sapi 4.175 2. Kerbau 118 3. Kambing 2.891 4. Domba 3.677 5. Ayam Kampung 38.691 6. Itik atau angsa 8.202 Sumber : Kecamatan Polokarto dalam Angka tahun 2008 Berdasarkan Tabel 4.5 mengenai jumlah hewan ternak tersebut dapat diketahui bahwa jumlah hewan ternak yang terdapat di Kecamatan Polokarto cukup banyak dan beragam. Ayam kampung paling banyak di pelihara di Kecamatan Polokarto yaitu sebanyak 38.691 ekor. Banyaknya hewan ternak yang terdapat di Kecamatan Polokarto dapat dimanfaatkan kotorannya untuk pembuatan pupuk kandang atau pupuk organik. Penggunaan pupuk kandang untuk kebutuhan budidaya garut adalah salah satu kegiatan yang dilakukan oleh petani yang membudidayakan garut di Kecamatan Polokarto untuk mengembalikan kesuburan tanah yang semakin menurun akibat penggunaan bahan-bahan kimia. Pupuk kandang yang digunakan oleh petani garut untuk membudidayakan garutnya menggunakan hasil dari kotoran ternak kambing dan domba.

D. Keadaan Sarana Perekonomian

Sarana dan prasarana perekonomian yang ada mempunyai peranan penting dalam menunjang kegiatan ekonomi dari suatu wilayah. Sarana perekonomiam yang ada di Kecamatan Polokarto dapat dilihat pada Tabel 4.6 . Tabel 4.6. Sarana Perekonomian di Kecamatan Polokarto tahun 2008 No Sarana Perekonomian Jumlah 1. 2. 3. 4. Pasar Umum Mini Market Toko Kelontong Kedai Makan 2 1 436 181 Sumber : Kecamatan Polokarto dalam Angka Tahun 2008 Berdasarkan Tabel 4.6 diketahui bahwa sarana perekonomian yang ada di Kecamatan Polokarto antara lain: pasar umum, mini market, toko commit to user 48 kelontong, dan kedai makan. Sarana perekonomian terbanyak di Kecamatan Polokarto adalah toko kelontong. Adanya sarana perekonomian tersebut dapat membantu masyarakat di Kecamatan Polokarto dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, kebutuhan sarana produksi dan pemasaran hasil produksi.

E. Pengembangan Komoditas Garut

Tanaman garut merupakan tanaman tumbuhan herba merumpun dan menahun. Batangnya tumbuh tegak yang merupakan kumpulan pelepah daun saling tumpang tindih secara teratur, sehingga disebut batang semu. Program pengembangan budidaya tanaman garut telah dicanangkan oleh pemerintah melalui Menteri Pangan dan Hortikulturadan Menteri Pertanian pada tahun 19981999. Pencanangan budidaya tanaman garut dilakukan sebagai upaya pengembangan potensi lokal yang belum termanfaatkan, padahal potensi yang dimiliki sangat besar manfaatnya bagi petani secara ekonomi. Berdasarkan potensi ekonominya, tanaman garut dapat diolah menjadi tepung garut dan emping garut yang dapat menambah pendapatan masyarakat khususnya petani. Tepung garut dapat mensubtitusi tepung terigu yang biasa digunakan dalam industri makanan. Sehingga, impor terhadap tepung terigu dapat ditekan sekecil mungkin yang dapat mengurangi beban pemerintah. Tepung garut yang dihasilkan oleh umbi garut mengandung karbohidrat yang cukup tinggi serta zat-zat gizi lainnya, seperti disajikan pada Tabel berikut: Tabel 4.7. Kandungan Gizi Tepung Garut dan Tepung Terigu dalam tiap 100gram No Kandungan Gizi Tepung Garut Tepung Terigu 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Kalori Kal Protein g Lemak g Karbohidrat g Kalsium mg Fosfor mg Zat Besi mg Vitamin B 1 mg Air g Bagian dapat dimakan Bdd 355,00 0,70 0,20 85,20 8,00 22,00 1,50 0,09 12,00 100,00 365,00 8,90 1,30 77,30 16,00 106,00 1,20 0,12 12,00 100,00 Sumber : Direktorat Gizi Depkes Republik Indonesia 1981 commit to user 49 Berdasarkan Tabel 4.7, dapat diketahui bahwa kandungan karbohidrat garut lebih tinggi dibandingkan dengan yang terkandung dalam tepung terigu. Hal ini menunjukkan bahwa tepung garut memiliki potensi tinggi untuk menggantikan tepung terigu. Data tentang perkembangan produksi dan produktivitas garut di Kabupaten Sukoharjo dapat dilihat pada tabel 4.8. Tabel 4.8. Data Produksi Tanaman Garut Irut Kabupaten Sukoharjo No Tahun Luas Ha Produktivitas KuHa Produksiton 1 2005 5 102 51 2 2006 5 170 85 3 2007 19 205,263 390 4 2008 20 329,5 659 5 2009 28 387,857 1086 Sumber: Data Primer Berdasarkan Tabel 4.8 diketahui bahwa jumlah produksi dan produktivitas garut meningkat dari tahun 2005 hingga tahun 2009. Hal tersebut menunjukkan bahwa tanaman garut mulai berkembang di Kabupaten Sukoharjo dan sudah mulai banyak petani yang tertarik membudidayakan garut. Garut biasa dibudidayakan di pekarangan dan tegalan milik petani. Tanaman garut sejak zaman dahulu sebenarnya sudah ada tetapi belum dikembangkan sepenuhnya sehingga dianggap sebagai tanaman liar. Padahal, dari tanaman garut terdapat kandungan gizi tinggi yang mampu mensubtitusi beras sebagai makanan pokok. Selain itu, tepung garut dapat menggantikan tepung terigu untuk pembuatan beraneka macam kue. Dalam rangka merealisasikan hal tersebut pada tahun 2006 pemerintah Kabupaten Sukoharjo mengadakan survey untuk mencari daerah yang memiliki potensi untuk ditanami garut. Hasilnya Kecamatan Polokarto dipilih menjadi daerah yang cocok untuk budidaya tanaman garut dan diadakan kegiatan pengembangan komoditas garut. Pada saaat itu pemerintah Kabupaten Sukoharjo mengadakan kegiatan pengembangan dengan membuat program pengembangan komoditas garut. Program tersebut dilaksanakan tepatnya di Desa Polokarto Kecamatan Polokarto. Kegiatan yang dilakukan adalah meliputi kegiatan sosialisasi dan pelatihan. Wilayah Kecamatan Polokarto dipilih menjadi sasaran program commit to user 50 dikarenakan memiliki potensi lahan kering yang bagus yang cocok untuk ditanami garut. Selain itu, petani di daerah tersebut sebelumnya juga telah membudidayakan garut tetapi belum secara intensif sehingga manfaatnya belum dapat dirasakan oleh petani. Program pengembangan komoditas garut juga dilatar belakangi oleh adanya lahan non produktif petani yang tidak dimanfaatkan. Melalui program tersebut, lahan yang non produktif dapat ditanami dengan tanaman garut sehingga lebih berdaya guna. Setelah empat tahun program selesai dilaksanakan sekarang pengembangan komoditas garut meluas tidak hanya di Desa Polokarto akan tetapi juga di Desa Bulu dan Desa Genengsari. Petani memperoleh informasi tentang pengembangan komoditas garut melalui petani- petani di Desa Polokarto selain itu juga melalui penyuluh pertanian di Desa tersebut serta peran dari pengurus dan anggota JARPETO atau Jaringan Petani Organik di Kabupaten Sukoharjo. JARPETO merupakan suatu lembaga swadaya masyarakat yang tujuan utamanya adalah mengembangkan pertanian organik di Kabupaten Sukoharjo. JARPETO atau Jaringan Petani Organik memiliki banyak kegiatan yaitu salah satu kegiatannya adalah pengembangan tanaman garut yang ada di Kecamatan Polokarto. JARPETO membantu petani untuk memanfaatkan potensi lokal yang dimiliki. Di Kecamatan Polokarto JARPETO membantu memanfaatkan tanaman garut yang sudah ada untuk lebih dikembangkan lagi sehingga memiliki nilai lebih untuk dipasarkan. JARPETO telah mengadakan pelatihan dan penyuluhan di Kecamatan Polokarto terkait dengan pengembangan komoditas garut. JARPETO juga ikut membantu petani dalam penyediaan sarana produksi dan proses pemasaran produk hasil budidaya garut. commit to user 51

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Individu Responden

Karakteristik individu responden yang diteliti dalam penelitian ini meliputi umur, jenis kelamin dan tingkat pendidikan. Adapun identitas responden dapat dilihat pada Tabel berikut: Tabel 5.1 Karakteristik Individu Responden Penelitian No. Karakteristik Responden Jumlah orang Presentase

1. Umur

a. Produktif 15-64 tahun b. Non produktif ≥65 tahun 38 2 95 5 Jumlah 40 100 2. Jenis kelamin a. Laki-laki b. Perempuan 24 16 60 40 Jumlah 40 100 3. Tingkat pendidikan a. Tidak sekolah b. Tamat SD c. Tamat SMP d. Tamat SMA e. Tamat PT DiplomaS1 3 21 9 7 - 7,5 52,5 22,5 17,5 - Jumlah 40 100 Sumber: Analisis Data Primer 1. Umur Umur responden merupakan lama responden hidup hingga penelitian dilakukan. Berdasarkan Tabel 5.1 diketahui bahwa sebagian besar yaitu sebanyak 38 responden atau sebesar 97,5 persen responden tergolong dalam umur produktif, sedangkan sisanya sebanyak 2 responden atau sebesar 2,5 persen responden tergolong umur non produktif. Umur mempengaruhi seseorang dalam merespon sesuatu yang baru, selain itu umur juga mempengaruhi kondisi fisik seseorang. Petani yang tergolong umur non produktif cenderung sulit menerima inovasi baru dan lebih kolot, begitu juga sebaliknya petani yang berumur produktif cenderung lebih mudah apabila diberikan pengetahuan baru. Golongan umur 51 commit to user 52 produktif lebih terbuka akan kemajuan. Pada umumnya responden yang memiliki umur produktif memiliki semangat yang lebih tinggi. Hal tersebut sejalan dengan yang dikemukakan oleh Soekartawi 1988 bahwa semakin muda petani, biasanya mempunyai semangat untuk ingin tahu apa yang belum mereka ketahui. Dengan demikian mereka akan berusaha untuk lebih cepat melakukan adopsi inovasi walaupun sebenarnya mereka masih belum berpengalaman dalam adopsi inovasi tersebut. Sedangkan menurut Lionberger dalam Mardikanto 2007, menyatakan bahwa semakin tua di atas 50 tahun umur seseorang, biasanya semakin lamban mengadopsi inovasi, dan cenderung hanya melaksanakan kegiatan- kegiatan yang sudah biasa diterapkan oleh warga masyarakat setempat. 2. Jenis Kelamin Berdasarkan Tabel 5.1 dapat dilihat bahwa jenis kelamin responden sebagian besar adalah laki-laki yaitu sebesar 24 orang atau sebesar 60 persen sedangkan kaum perempuan sebanyak 16 responden atau sebesar 40 persen. Garut dibudidayakan serta dikembangkan oleh petani yang sebagian besar merupakan kaum laki-laki serta dalam kelompok tani juga kaum laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan kaum perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa dalam kegiatan usahatani, laki-laki lebih banyak berperan. Laki-laki juga dianggap sebagai pemimpin sehingga dalam keputusan usahatani pun lebih dominan daripada perempuan. Selain itu juga responden laki-laki lebih berperan aktif dalam membudidayakan dan mengembangkan komoditas garut. 3. Tingkat Pendidikan Pendidikan responden dalam penelitian ini beragam mulai dari SD hingga SMA. Sebagian besar 21 responden atau sebesar 52,5 persen responden menempuh pendidikan hingga tamat SD. Sebesar 9 responden atau sebesar 22,5 persen responden lulusan SMP, sebesar 7 responden atau sebesar 17,5 persen lulusan SMA, dan sisanya sebanyak 3 responden atau sebesar 7,5 persen tidak sekolah. Tingkat pendidikan responden tergolong rendah dan meskipun sebagian besar hanya lulusan SD namun responden commit to user 53 aktif dalam mengikuti kegiatan yang diadakan oleh pemerintah, kelompok tani maupun lembaga swasta seperti JARPETO. Tingkat pendidikan responden sangat mempengaruhi kemampuan responden untuk menerima inovasi yang diberikan. Pengetahuan yang diperoleh selama menempuh pendidikan dapat digunakan sebagai pendukung dalam menjalankan usahatani.

B. Faktor-Faktor Pembentuk Persepsi

1. Umur

Umur merupakan lamanya waktu hidup petani responden sampai pada saat penelitian dilakukan. Umur seseorang akan mempengaruhi kemampuan fisik manusia yang berhubungan dengan kekuatan dalam melakukan suatu pekerjaan maupun dalam menggunakan akal pikir. Distribusi responden berdasarkan umur dapat dilihat pada Tabel 5.2. Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Umur Jumlah Kategori Umur Skor Responden orang Persentase a. 69-79 tahun b. 58-68 tahun c. 47-57 tahun d. 36-46 tahun e. 25-35 tahun 1 2 3 4 5 2 2 4 15 17 5 5 10 37,5 42,5 40 100 Sumber: Analisis Data Primer Keterangan: Skor 1 : sangat rendah Skor 2 : rendah Skor 3 : sedang Skor 4 : tinggi Skor 5 : sangat tinggi Berdasarkan Tabel 5.2 diketahui bahwa mayoritas umur petani responden dalam penelitian ini antara 25-35 tahun, yaitu sebanyak 17 responden atau sebesar 42,5 persen termasuk dalam kategori sangat tinggi. Sedangkan, umur 36-46 tahun sebanyak 16 responden atau sebesar 40 persen termasuk dalam kategori tinggi, umur 47-57 tahun sebanyak 4 responden atau sebesar 20 persen termasuk dalam kategori sedang dan umur 58-68 tahun sebanyak 2 orang atau sebesar 5 persen termasuk dalam commit to user 54 kategori rendah. Tingkat umur 69-79 tahun dimana terdapat 2 responden atau sebesar 5 persen yang termasuk dalam kategori sangat rendah. Menurut Hernanto 1984, umur petani sangat mempengaruhi pengetahuan fisik dalam merespon terhadap hal-hal yang baru dalam menjalankan usahatani. Tingkat umur tersebut dapat mempengaruhi responden dalam merespon suatu informasi atau inovasi yang diterimanya, serta aktifitas dalam berusaha tani. Petani responden dalam penelitian ini sebagian besar tergolong dalam usia produktif, sehingga masih secara aktif melakukan usahatani yaitu salah satunya membudidayakan dan mengembangkan komoditas garut.

2. Pendidikan Formal