commit to user 28
2. Pengukuran Variabel
a. Faktor Pembentuk Persepsi
Tabel. 2.1 Faktor-Faktor Pembentuk Persepsi
Variabel Indikator
Kategori Skor
1. Umur 2.Pendidikan
Formal 3.Pendidikan
Non Formal 4 . Pengalaman
Usia responden pada saat dilakukan penelitian tahun
Tingkat
pendidikan formal
yang ditempuh
a. Pelatihan
b. Penyuluhan
a. Lama Budidaya
b. Lama
Mengembangkan garut
c. Pengalaman
mengolah garut
d. Kesulitan
dalam mengolah garut
25-35 tahun 36-46 tahun
47-57 tahun 58-68 tahun
69-79 tahun Tamat D3S1
Tamat SMA Tamat SMP
Tamat SD Tidak Sekolah
4 kali 3 kali
2 kali 1 kali
Tidak pernah 6 kali
5-6 kali 3-4 kali
1-2 kali Tidak pernah
8 tahun 7-8 tahun
5-6 tahun 3-4 tahun
1-2 tahun 8 tahun
7-8 tahun 5-6 tahun
3-4 tahun 1-2 tahun
Sangat sering Sering
Cukup sering Kurang sering
Tidak pernah Tidak mengalami kesulitan
Mengalami sedikit kesulitan Cukup mengalami kesulitan
5 4
3 2
1 5
4 3
2 1
5 4
3 2
1 5
4 3
2 1
5 4
3 2
1 5
4 3
2 1
5 4
3 2
1 5
4 3
commit to user 29
4. Pendapatan 6. Motivasi
Jumlah nominal
yang diperoleh
petani dari
mengembangkan garut setiap musim tanam
Dorongan yang menjadikan petani membudidayakan dan
mengembangkan garut Sulit mengolah garut
Sangat sulit mengolah garut 1.500.001-2.000.000
1.000.001-1.500.000 500.001-1.000.000
100.000-500.000 100.000
Atas kesadaran diri sendiri Terpengaruh lingkungan
Mengikuti yang lain Bujukan orang lain
Karena paksaan dari orang lain 2
1 5
4 3
2 1
5 4
3 2
1
commit to user 30
b. Persepsi Petani Terhadap Pengembangan Komoditas Garut
1 Persepsi Petani Terhadap Ketersediaan Sarana Produksi
Tabel 2.2 Persepsi Petani terhadap Ketersediaan Sarana Produksi
Variabel Indikator
Kriteria Skor
1. Bibit
2. Pupuk
a. Kemudahan
memperoleh bibit
b. Kesesuaian
harga bibit a.
Kemudahan memperoleh
pupuk b.
Kesesuaian harga pupuk
a. Bibit sangat mudah diperoleh
b. Bibit mudah diperoleh
c. Bibit cukup mudah diperoleh
d. Bibit sulit diperoleh
e. Bibit sangat sulit diperoleh
a. Harga bibit yang tersedia sangat
murah b.
Harga bibit yang tersedia murah c.
Harga bibit yang tersedia cukup murah
d. Harga bibit yang tersedia mahal
e. Harga bibit yang tersedia sangat
mahal a.
Pupuk sangat mudah diperoleh b.
Pupuk mudah diperoleh c.
Pupuk cukup mudah diperoleh d.
Pupuk sulit diperoleh e.
Pupuk sangat sulit diperoleh a.
Harga pupuk yang tersedia sangat murah
b. Harga pupuk yang tersedia
murah c.
Harga pupuk yang tersedia cukup murah
d. Harga pupuk yang tersedia
mahal e.
Harga pupuk yang tersedia sangat mahal
5 4
3 2
1
5 4
3 2
1
5 4
3 2
1
5 4
3 2
1
commit to user 31
2 Persepsi Petani terhadap Budidaya Garut
Tabel 2.3 Persepsi Petani terhadap Budidaya Garut
Variabel Indikator
Kriteria Skor
1. Pengolahan
tanah
2. Pemilihan
Bibit
3. Penanaman
4. Pemeliharaan
5. Panen
Kemudahan cara
pengolahan tanah dalam budidaya garut
Kemudahan
dalam pemilihan bibit garut yang
baik untuk dibudidayakan. Kemudahan terhadap cara-
cara yang dilakukan dalam menanam garut.
Kemudahan
saat pemeliharaan
yang dilakukan saat budidaya
garut. Kemudahan
saat panen
yang dilakukan
dalam budidaya gatrut
a. Pengolahan
tanah sangat
mudah b.
Pengolahan tanah mudah, c.
Pengolahan tanah
cukup mudah
d. Pengolahan tanah sulit
e. Pengolahan tanah sangat sulit
a. Pemilihan bibit sangat mudah
b. Pemilihan bibit mudah
c. pemilihan bibit cukup mudah
d. Pemilihan bibit sulit
e. Pemilihan bibit sangat sulit
a. Penanaman
garut sangat
mudah b.
Penanaman garut mudah, c.
Penanaman garut
cukup mudah
d. Penanaman garut sulit
e. Penanaman garut sangat sulit
a. Pemeliharaan
garut sangat
mudah b.
Pemeliharaa garut mudah, c.
Pemeliharaan garut
cukup mudah,
d. Pemeliharaan garut sulit,
e. Pemeliharaan
garut sangat
sulit a.
panen garut sangat mudah b.
panen garut mudah c.
panen garut cukup mudah d.
panen garut sulit e.
panen garut sangat sulit 5
4 3
2 1
5 4
3 2
1
5 4
3 2
1 5
4 3
2 1
5 4
3 2
1
commit to user 32
3 Persepsi Petani terhadap Pengolahan Hasil Budidaya Garut
Tabel 2.4 Persepsi Petani terhadap Pengolahan Hasil Budidaya Garut
Variabel Indikator
Kriteria Skor
1. Kemudahan
dalam pengolahan
tepung garut
2. Kemudahan
dalam pengolahan
emping garut Pendapat petani
terhadap proses pengolahan tepung
garut Pendapat petani
terhadap proses pengolahan emping
garut a.
Sangat Mudah b.
Mudah c.
Cukup mudah d.
Sulit e.
Sangat Sulit a.
Sangat Mudah b.
Mudah c.
Cukup mudah d.
Sulit e.
Sangat Sulit 5
4 3
2 1
5 4
3 2
1
commit to user 33
4 Persepsi Petani terhadap Pemasaran Garut
Tabel 2.5 Persepsi Petani terhadap Pemasaran Garut
Variabel Indikator
Kriteria Skor
1. Kemudahan
pemasaran garut
2. Kesesuaian harga
3. Ketersediaan Pasar
Mudah atau tidak garut di pasarkan
Harga garut di pasar Permintaan
masyarakat terhadap garut
a. Pemasaran garut sangat
mudah b.
Pemasaran garut mudah c.
Pemasaran garut cukup mudah
d. Pemasaran garut kurang
mudah e.
Pemasaran garut tidak mudah
a. Harga garut di pasar
sangat mahal b.
Harga garut di pasar mahal
c. Harga garut di pasar
cukup murah d.
Harga garut di pasar kurang murah
e. Harga garut di pasar
murah a.
Selalu tersedia
permintaan untuk garut b.
Tersedia permintaan
untuk garut c.
Cukup tersedia
permintaan untuk garut d.
Tidak selalu
tersedia permintaan untuk garut
e. Tidak ada permintaan
untuk garut 5
4 3
2 1
5 4
3 2
1 5
4 3
2 1
commit to user 34
BAB III METODE PENELITIAN
A. Metode Dasar Penelitian
Metode dasar penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif yaitu metode penelitian yang berusaha menuturkan pemecahan masalah yang ada
sekarang berdasarkan data-data, sehingga penelitian ini juga menyajikan data, menganalisis, dan menginterpretasi Achmadi dan Narbuko, 2003.
Penelitian ini menggunakan analisa kuantitatif yaitu penelitian yang melibatkan lima komponen informasi ilmiah yaitu teori, hipotesis, observasi,
generalisasi empiris dan penerimaan atau penolakan hipotesis. Mengandalkan adanya populasi dan teknik penarikan sampel. Kemudian menggunakan
kuisioner untuk mengumpulkan datanya. Selanjutnya mengemukakan variabel penelitian dalam analisis datanya dan yang terakir berusaha menghasilkan
kesimpulan secara umum, baik yang berlaku untuk populasi danatau sampel yang diteliti Singgih, 2006.
Teknik pelaksanaan penelitian dilakukan dengan teknik survei. Adapun penelitian survei adalah penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi
dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data yang pokok. Salah satu keuntungan utama dari penelitian ini adalah mungkinnya pembuatan
generalisasi untuk populasi yang besar Singarimbun dan Effendi, 2006.
B. Metode Penentuan Lokasi
Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja
purposive
yaitu berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu disesuaikan dengan tujuan
penelitian Singarimbun dan Effendi, 1995. Lokasi penelitian yang dipilih adalah Kecamatan Polokarto Kabupaten Sukoharjo dengan pertimbangan
bahwa Kecamatan Polokarto memiliki luas lahan untuk budidaya garut terluas di Kabupaten Sukoharjo. Data tentang luas lahan untuk budidaya garut di
Kabupaten Sukoharjo dapat dilihat pada Tabel 3.1.
34
commit to user 35
Tabel 3.1. Data Luas Lahan Tanaman Garut Irut di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2010
No Kecamatan
Luas Lahan GarutHa
1 2
3 4
5 6
7 8
9
10 11
12 Bulu
Bendosari Grogol
Kartasuro Sukoharjo
Weru Tawangsari
Mojolaban Baki
Gatak Polokarto
Nguter -
8 -
- -
- -
- -
-
18
-
Jumlah 26
Sumber : Data Primer
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua petani yang membudidayakan garut yang berada di Kecamatan Polokarto Kabupaten
Sukoharjo. Terdapat sekitar 138 petani yang membudidayakan garut di Kecamatan
Polokarto Kabupaten
Sukoharjo. Petani
yang membudidayakan garut di Kecamatan Polokarto tersebar di tiga desa yaitu
di Desa Polokarto, Desa Genengsari dan Desa Bulu. 2.
Sampel Adapun jumlah sampel adalah sebanyak 40 responden. Penentuan
jumlah sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode
proportional random sampling
yaitu pengambilan responden dengan menetapkan jumlah tergantung besar kecilnya sub populasi atau
kelompok yang akan diwakilinya Mardikanto, 2006. Sedangkan untuk pengambilan sampel dari jumlah sampel yang telah diperoleh dilakukan
dengan cara
random
atau secara acak. Penentuan jumlah sampel dengan metode
proportional random sampling
diperoleh sebanyak 40 responden dengan menggunakan rumus:
commit to user 36
ni =
n N
nk
Dimana : ni
: Jumlah sampel dari masing-masing desa nk
: Jumlah petani dari masing-masing desa yang menanam garut N
: Jumlah populasi atau jumlah petani yang membudidayakan garut n
: Jumlah petani responden yang diambil sebanyak 40 petani garut Data tentang jumlah responden dari masing-masing desa dapat
dilihat pada tabel 3.2 di bawah ini : Tabel 3.2. Data Jumlah Responden Masing-Masing Desa
Kecamatan Desa
Jumlah Petani Garut Jumlah Responden
Polokarto Polokarto
60 17
Genengsari 27
8 Bulu
51 15
Jumlah 138
40
Sumber : Data Primer
D. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data pokok dan data pendukung. Menurut cara memperolehnya dibedakan menjadi:
1. Data primer
Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari obyek penelitian dan pengamatan langsung di lapang. Data primer dalam
penelitian ini diperoleh melalui wawancara dengan petani yang membudidayakan garut di Desa Polokarto, Desa Genengsari dan Desa
Bulu Kecamatan Polokarto Kabupaten Sukoharjo. 2.
Data sekunder Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari instansi atau
lembaga yang ada kaitannya dengan penelitian ini. Data sekunder diperoleh dengan cara mencatat secara langsung dari instansi atau lembaga
yang terkait dengan penelitian ini. Data sekunder berasal dari Kecamatan Polokarto dalam angka dan data dari BPP Kecamatan Polokarto.
Sedangkan menurut sifatnya dibedakan menjadi :
commit to user 37
1. Data kuantitatif, yaitu data yang berbentuk angka atau data kualitatif yang diangkakan dengan cara skoring.
2. Data kualitatif, yaitu data yang dinyatakan dalam bentuk kata, kalimat dan gambar. Agar lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 3.3. Data yang digunakan dalam penelitian
No. Data yang digunakan
Sifat Data Sumber
Data Pr
Sk Kn
Kl
Data Pokok :
1. Identitas responden
X Petani
2. Faktor pembentuk persepsi
a. Umur
b. Pendidikan formal
c. Pendidikan non formal
d. Pengalaman
e. Pendapatan
f. Motivasi
X X
X X
X X
X X
X X
X X
Petani Petani
Petani Petani
Petani Petani
3. Persepsi
Petani Terhadap
Pengembangan Komoditas Garut a.
Ketersediaan Sarana Produksi b.
Budidaya Garut c.
Pengolahan Hasil Budidaya Garut d.
Pemasaran X
X X
X Petani
Petani Petani
Petani
Data pendukung :
1. Keadaan Alam
X X
Instansi 2.
Keadaan Penduduk X
X Instansi
Keterangan : Pr = Primer Sk = Sekunder Kn = Kuantitatif Kl = Kualitatif
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1.
Wawancara, merupakan suatu proses interaksi dan komunikasi antara pewawancara dengan responden untuk mendapatkan informasi dengan
bertanya secara langsung Singarimbun dan Effendi, 2006. Wawancara dilakukan dengan petani-petani sebagai responden dalam penelitian ini dan
pihak lain yang terlibat. 2.
Observasi, pengertian observasi menurut Gulo 2002 adalah teknik
pengumpulan data dimana peneliti mencatat informasi sebagaimana yang mereka saksikan selama penelitian. Penyaksian perisiwa-peristiwa bisa
dengan melihat, mendengarkan, merasakan, yang kemudian dicatat
commit to user 38
seobyektif mungkin. Dilakukan untuk memahami data yang berbentuk kegiatan atau perilaku.
3. Pencatatan, teknik pencatatan dilakukan dengan mencatat hasil wawancara
pada kuisioner dan mencatat data sekunder dari instansi yang terkait dengan penelitian.
F. Metode Analisis Data
Faktor-faktor pembentuk persepsi dengan persepsi petani terhadap pengembangan komoditas garut di Kecamatan Polokarto Kabupaten
Sukoharjo dibagi menjadi 5 kategori, yaitu sangat baik, baik, cukup baik, kurang baik dan tidak baik. Kategori pengukurannya dengan menggunakan
rumus lebar interval kelas, yaitu:
Kelas kategori
:
kelas jumlah
terendah nilai
tertinggi nilai
-
Sedangkan untuk mengetahui derajat tingkat hubungan antara faktor- faktor yang membentuk persepsi dengan persepsi petani terhadap
pengembangan komoditas garut di sentra produksi garut Kecamatan Polokarto Kabupaten Sukoharjo digunakan analisis korelasi untuk mencari keeratan
hubungan antara dua variabel. Uji korelasi menggunakan Rank Spearman
rs
yang didukung dengan program SPSS versi 17 for windows. Menurut Siegel 1988, rumus koefisien korelasi jenjang sperman rs
adalah :
r
s
= 1 -
N N
di
N i
-
å
= 3
1 2
6
Keterangan :
r
s
= koefisien korelasi rank spearman N
= jumlah sampel petani di = selisih ranking antara faktor-faktor pembentuk persepsi
dengan persepsi
petani terhadap
pengembangan komoditas garut
commit to user 39
Untuk menguji tingkat signifikansi hubungan digunakan uji t karena sampel yang diambil lebih dari 10 N10 dengan tingkat kepercayaan 95
dengan rumus Siegel, 1988 : t=
r
s 2
1 2
rs N
- -
Kesimpulan : 1.
Jika t hitung ³ t tabel a = 0,05 berarti Ho ditolak, artinya ada hubungan yang signifikan antara faktor-faktor pembentuk persepsi dengan persepsi
petani terhadap pengembangan komoditas garut di Kecamatan Polokarto Kabupaten Sukoharjo.
2. Jika t hitung t tabel a = 0,05 berarti Ho diterima, artinya tidak ada
hubungan yang signifikan antara antara faktor-faktor pembentuk persepsi dengan persepsi petani terhadap pengembangan komoditas garut di
Kecamatan Polokarto Kabupaten Sukoharjo.
commit to user 40
BAB IV KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN
A. Keadaan Geografis
Kecamatan Polokarto merupakan salah satu Kecamatan dari 12 Kecamatan yang ada di Kabupaten Sukoharjo. Kecamatan Polokarto
merupakan Kecamatan terluas di Kabupaten Sukoharjo. Luas wilayah Kecamatan Polokarto adalah 6.218 Ha yang terdiri dari 2.576 Ha merupakan
lahan sawah dan 3.642 Ha merupakan lahan bukan sawah. Jarak Ibu kota Kecamatan dengan Desa sangat bervariasi dan yang terdekat adalah dengan
Desa Mranggen yaitu ± 1 Km dan jarak terjauh adalah Desa Pranan ± 10 Km. adapun jarak pusat administrasi dari Kecamatan Polokarto adalah sebagai
berikut: Jarak dari Ibu Kota KabupatenKotamadya : 15 Km
Jarak dari Ibu Kota Provinsi : 127 Km Secara administrasi batas wilayah Kecamatan Polokarto adalah sebagai
berikut : Sebelah Utara
: Kecamatan Mojolaban Sebelah Timur
: Kabupaten Karanganyar Sebelah Selatan
: Kecamatan Bendosari Sebelah Barat
: Kecamatan Grogol Secara umum Kecamatan Polokarto sebagian merupakan dataran
rendah dan sebagian merupakan daerah bergelombang dengan ketinggian 96 meter diatas permukaan laut. Temperatur rata-rata Kecamatan Polokarto
adalah 28
o
C dengan rata-rata curah hujan dalam 1 tahun 167 mm pada tahun 2008.
Secara administrasi Kecamatan Polokarto terbagi menjadi 17 Desa yaitu Desa Pranan, Desa Bugel, Desa Karangwuni, Desa Ngombakan, Desa
Bakalan, Desa Godog, Desa Kemasan, Desa Kenokorejo, Desa Tepisari, Desa Bulu, Desa Rejosari, Desa Polokarto, Desa Mranggen, Desa Wonorejo, Desa
Jatisobo, Desa Kayuapak dan Desa Genengsari. Desa yang terluas adalah Desa
40
commit to user 41
Polokarto yaitu sebesar 824 Ha 13,25 , sedangkan yang memiliki luas paling kecil adalah Desa Bugel sebesar 154 Ha 2,48 dari luas
Kecamatan
Polokarto.
B. Keadaan Penduduk
Keadaan penduduk di suatu daerah menggambarkan kondisi sosial ekonomi penduduk di daerah tersebut. Berikut ini adalah data keadaan
penduduk di Kecamatan Polokarto Kabupaten Sukoharjo berdasarkan pada data Kecamatan Polokarto dalam angka tahun 2008.
1. Keadaan Penduduk menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin
Penduduk merupakan salah satu sumber daya dari suatu daerah yang berhubungan dengan tenaga kerja. Tersedianya tenaga kerja yang besar
merupakan peluang bagi pengembangan berbagai macam usaha. Menurut Triyono 2009, penduduk diklasifikasikan sebagai usia belum produktif
0-14 tahun, usia produktif 15-64 tahun, dan usia tidak produktif lebih dari 65 tahun. Jumlah Penduduk di
Kecamatan
Polokarto pada tahun 2008 yaitu 74.173 jiwa. Jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur dan jenis
kelamin di
Kecamatan
Polokarto dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Penduduk Kecamatan Polokarto menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2008
Kelompok UmurTahun
Laki-laki Jiwa
Perempuan Jiwa
Jumlah Jiwa
0-4 2.458
2.297 4755
5-9 2.886
2.799 5685
10-14 3.152
2.984 6136
15-19 3.315
3.050 6365
20-24 3.503
3.498 7001
25-29 3.427
3.530 6957
30-34 3.054
3.095 6149
35-39 2.723
2.858 5581
40-44 2.567
2.666 5233
45-49 2.300
2.234 4534
50-54 1.861
1.768 3629
55-59 1.437
1.448 2885
60-64 1.218
1.322 2540
65-69 1.065
1.229 2294
70-74 873
1.048 1921
75 1.150
1.358 2508
Jumlah 36.989
37.184 74.173
Sumber : Data Kecamatan Polokarto dalam Angka Tahun 2008
commit to user 42
Dari Tabel 4.1 dapat diketahui penduduk laki-laki di
Kecamatan
Polokarto berjumlah 36.989 jiwa dan penduduk perempuan berjumlah 37.184 jiwa. Data komposisi jumlah penduduk pada Tabel 4.1 dapat
digunakan untuk menghitung nilai
Sex Ratio
SR serta Angka Beban Tanggungan ABT.
SR =
100 x
perempuan penduduk
Jumlah laki
laki penduduk
Jumlah -
SR =
100 184
. 37
989 .
36 x
SR = 99,47 Berdasarkan Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa jumlah penduduk
Laki-laki lebih sedikit daripada penduduk Perempuan. Sex ratio penduduk sebesar 99,47 jiwa, artinya tiap 100 orang penduduk perempuan terdapat
kurang lebih 99 orang penduduk laki-laki. Apabila angka SR
sex ratio
di bawah 100, dapat menimbulkan berbagai masalah, karena ini berarti di wilayah tersebut kekurangan
penduduk laki-laki, sehingga berakibat terjadinya kekurangan tenaga kerja laki-laki untuk melaksanakan pembangunan, atau masalah lain yang
berhubungan dengan perkawinan. Hal ini dapat terjadi apabila di suatu daerah banyak penduduk laki-laki yang meninggalkan daerah atau
kematian banyak terjadi pada penduduk laki-laki Mantra, 2007. Jumlah penduduk usia non produktif antara 0-14 tahun dan lebih dari
65 tahun adalah 23.299 jiwa dan penduduk usia produktif antara 15-64 tahun adalah 50.874 jiwa orang. Perhitungan ABT dapat diketahui dengan
rumus:
100 Pr
Pr x
oduktif udukUsia
JumlahPend oduktif
n udukUsiaNo
JumlahPend ABT =
8 ,
45 100
874 .
50 299
. 23
= =
x
commit to user 43
Hal tersebut menunjukkan bahwa ABT di
Kecamatan
Polokarto sebanyak 45,8 jiwa, yang berarti bahwa setiap 100 jiwa penduduk usia
produktif menanggung kurang lebih 46 jiwa penduduk usia non produktif. Menurut Mantra 2007, tingginya ABT merupakan faktor penghambat
pembangunan ekonomi, karena sebagian dari pendapatan yang diperoleh oleh golongan produktif, terpaksa harus dikeluarkan untuk memenuhi
kebutuhan mereka yang belum produktif atau sudah tidak produktif. 2.
Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan formal menggambarkan pengetahuan dan
ketrampilan yang dimiliki oleh penduduk berdasarkan jenjang pendidikan yang diselesaikannya. Pendidikan merupakan faktor penting dalam
menunjang kelancaran pembangunan. Masyarakat yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi akan mudah untuk mengadopsi suatu inovasi
baru sehingga akan memperlancar proses pembangunan. Jadi, tingkat pendidikan digunakan sebagai parameter kemampuan sumber daya
manusia dan kemajuan suatu wilayah. Untuk mengetahui keadaan penduduk menurut tingkat pendidikan di
Kecamatan
Polokarto dapat dilihat dalam Tabel 4.2.
Tabel 4.2. Keadaan penduduk menurut tingkat pendidikan di
Kecamatan
Polokarto tahun 2008
Tingkat Pendidikan Jumlah
Jiwa
Buta Huruf Tidak Belum pernah sekolah
Tidak Tamat SD Tamat SD MI
Tamat SLTP MTS Tamat SLTA MA
Tamat Akademi Tamat Perguruan Tinggi
1.395 14.019
10.711 21.978
10.350 11.330
3.805 585
1,88 18,90
14,44 29,63
13,95 15,28
5,13 0,79
Jumlah 74.173
100 Sumber data : Kecamatan Polokarto dalam Angka tahun 2008
Berdasarkan Tabel 4.2 menunjukkan bahwa prosentase tingkat pendidikan penduduk Kecamatan Polokarto tertinggi yaitu tamat SDMI
commit to user 44
sejumlah 21.978 jiwa atau 29,63 persen, kedua adalah tidak atau belum pernah sekolah sejumlah 14.019 jiwa atau 18,90 persen. Prosentase tingkat
pendidikan terendah yaitu tamat Perguruan Tinggi yaitu sejumlah 585 jiwa atau 0.79 persen. Tingkat pendidikan di Kecamatan Polokarto yang
penduduknya mayoritas tamat SDMI tersebut sangat mempengaruhi kemampuan penduduk dalam menyerap berbagai pengetahuan dan inovasi
yang ada.. Hal ini juga dapat disebabkan oleh keadaan ekonomi yang tidak memungkinkan untuk melanjutkan kejenjang yang lebih tinggi,
sehingga berdampak pada pembangunan daerah kurang bisa berkembang dan penduduk akan sulit menerima inovasi baru. Selain itu, kesadaran
akan pentingnya pendidikan masih kurang khususnya pada penduduk yang tinggal di desa karena informasi dan pengetahuan tentang pendidikan
masih terbatas. 3.
Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian Mata pencaharian penduduk di suatu wilayah menunjukkan struktur
perekonomian yang ada pada wilayah tersebut. Kecamatan Polokarto merupakan daerah yang penduduknya mempunyai berbagai macam jenis
pekerjaan heterogen, baik di sektor pertanian maupun di sektor non petanian. Adapun jumlah penduduk menurut mata pencaharian di
Kecamatan Polokarto dapat dilihat pada Tabel 4.3. Tabel 4.3.
Keadaan penduduk menurut mata pencaharian di Kecamatan Polokarto tahun 2008
No. Mata Pencaharian
Jumlah Jiwa
1. 2.
3. 4.
5. 6.
7. TNI
Buruh Tani Petani
Pengusaha PNS
Jasa Perorangan Karyawan Swasta
110 17.105
12.320 1.587
1.070 4.663
4.849 0,26
41,02 29,54
3,8 2,57
11,18 11,63
Jumlah 41.704
100 Sumber data : Kecamatan Polokarto dalam Angka tahun 2008
commit to user 45
Berdasarkan Tabel 4.3 dapat diketahui bahwa sebagian besar sekita 70,56 persen penduduk Kecamatan Polokarto bekerja pada sektor
pertanian, baik sebagai petani maupun buruh tani. Jenis pekerjaan lain memiliki persentase yang lebih kecil berturut-turut yaitu; karyawan swasta
11,63 persen, jasa perorangan 11,18 persen, pengusaha 3,8 persen, Pegawai Negri Sipil PNS 2,57 persen, dan TNI 0,26 persen. Berdasarkan
persentase tersebut, dapat disimpulkan bahwa mata pencaharian dalam sektor pertanian masih memegang peranan utama bagi masyarakat di
Kecamatan Polokarto dalam mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari.
C. Keadaan Pertanian
Sektor pertanian di wilayah Kecamatan Polokarto masih memegang peranan penting sebagai penyedia sumber pangan atau bahan pangan. Keadaan
pertanian di suatu wilayah akan berjalan dengan baik apabila didukung dengan teknologi, lahan potensial dan kualitas sumber daya manusia yang baik dan
mendukung. Sektor pertanian di wilayah Kecamatan Polokarto mempunyai potensi yang baik karena sebagian besar penduduknya bekerja di sektor
pertanian. Hal ini akan berjalan lebih baik lagi apabila masyarakat petani di Kecamatan Polokarto mampu meningkatkan pengetahuan dan kemampuan
yang dimiliki didalam kegiatan berusahatani, sehingga nantinya dari sektor pertanian khususnya, mampu meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat.
1. Luas areal panen dan produksi tanaman pangan
Tanaman pangan merupakan tanaman utama yang kebanyakan dibudidayakan oleh petani di suatu wilayah dan berfungsi sebagai sumber
makanan pokok bagi penduduk di wilayah tersebut. Luas areal panen dan produksi tanaman pangan dapat menggambarkan potensi dan kemampuan
yang dimiliki suatu daerah dalam menghasilkan makanan pokok bagi penduduk di daerah tersebut. Berikut adalah gambaran luas areal panen
dan produksi tanaman pangan di Kecamatan Polokarto pada tahun 2008 :
commit to user 46
Tabel 4.4. Luas Areal Panen dan Produksi Tanaman Pangan di Kecamatan Polokarto tahun 2008
No. Jenis
Komoditi Luas Panen
ha Produksi
ton Rata-rata
tonha
1. Padi
5.771 40.566
7,03 2.
Jagung 496
3.045 6,14
3. Kacang Tanah
1.378 2.146
1,6 4.
Kedelai 11
21 1,9
Sumber : Kecamatan Polokarto dalam Angka tahun 2008 Berdasarkan Tabel 4.4, maka dapat diketahui bahwa komoditas yang
paling banyak dibudidayakan dan memiliki potensi paling besar adalah komoditas padi. Hal itu terjadi karena dalam waktu satu tahun budidaya
dapat dihasilkan 40.566 ton pada lahan seluas 5.771 ha, dengan produktivitas sebesar 7,03 tonha padi. Hasil produksi padi tersebut
tercapai selain karena potensi wilayah Kecamatan Polokarto yang mendukung, tetapi juga karena adanya keadaan saluran irigasi yang
memadai serta adanya luas lahan pertanian yang mendukung. Berdasarkan Tabel 4.4 diatas tidak terdapat data mengenai komposisi
garut, hal ini disebabkan karena selama ini garut tergolong tanaman yang tidak dibudidayakan secara khusus hanya sebagai tanaman yang ditanam
untuk mendapatakan tambahan pendapatan keluarga. Garut tidak ditanam pada satuan luas tertentu tetapi hanya ditanam pada sela-sela tanaman lain
maupun hanya di pekarangan rumah petani yang tidak tumbuh dengan jarak tanam yang teratur.
2. Potensi produksi ternak
Salah satu manfaat dengan adanya ternak bagi masyarakat di suatu wilayah yaitu sebagai sumber pendapatan atau sebagai tambahan
penghasilan secara ekonomis. Jenis ternak yang diusahakan masyarakat di wilayah Kecamatan Polokarto adalah ternak besar yaitu sapi dan kerbau,
ternak kecil yaitu kambing dan domba serta ternak unggas yaitu ayam kampung dan itik atau angsa. Berikut ini adalah gambaran potensi ternak
di Kecamatan Polokarto :
commit to user 47
Tabel 4.5 Jumlah Ternak di Kecamatan Polokarto tahun 2008
No. Jenis Ternak Jumlah ekor
1. Sapi
4.175 2.
Kerbau 118
3. Kambing
2.891 4.
Domba 3.677
5. Ayam Kampung
38.691 6.
Itik atau angsa 8.202
Sumber : Kecamatan Polokarto dalam Angka tahun 2008 Berdasarkan Tabel 4.5 mengenai jumlah hewan ternak tersebut dapat
diketahui bahwa jumlah hewan ternak yang terdapat di Kecamatan Polokarto cukup banyak dan beragam. Ayam kampung paling banyak di
pelihara di Kecamatan Polokarto yaitu sebanyak 38.691 ekor. Banyaknya hewan ternak yang terdapat di Kecamatan Polokarto dapat dimanfaatkan
kotorannya untuk pembuatan pupuk kandang atau pupuk organik. Penggunaan pupuk kandang untuk kebutuhan budidaya garut adalah salah
satu kegiatan yang dilakukan oleh petani yang membudidayakan garut di Kecamatan Polokarto untuk mengembalikan kesuburan tanah yang
semakin menurun akibat penggunaan bahan-bahan kimia. Pupuk kandang yang digunakan oleh petani garut untuk membudidayakan garutnya
menggunakan hasil dari kotoran ternak kambing dan domba.
D. Keadaan Sarana Perekonomian
Sarana dan prasarana perekonomian yang ada mempunyai peranan penting dalam menunjang kegiatan ekonomi dari suatu wilayah. Sarana
perekonomiam yang ada di Kecamatan Polokarto dapat dilihat pada Tabel 4.6 .
Tabel 4.6. Sarana Perekonomian di Kecamatan Polokarto tahun 2008
No Sarana Perekonomian
Jumlah
1. 2.
3. 4.
Pasar Umum Mini Market
Toko Kelontong Kedai Makan
2 1
436 181
Sumber : Kecamatan Polokarto dalam Angka Tahun 2008 Berdasarkan Tabel 4.6 diketahui bahwa sarana perekonomian yang ada
di Kecamatan Polokarto antara lain: pasar umum, mini market, toko
commit to user 48
kelontong, dan kedai makan. Sarana perekonomian terbanyak di Kecamatan Polokarto adalah toko kelontong. Adanya sarana perekonomian tersebut dapat
membantu masyarakat di Kecamatan Polokarto dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, kebutuhan sarana produksi dan pemasaran hasil produksi.
E. Pengembangan Komoditas Garut
Tanaman garut merupakan tanaman tumbuhan herba merumpun dan menahun. Batangnya tumbuh tegak yang merupakan kumpulan pelepah daun
saling tumpang tindih secara teratur, sehingga disebut batang semu. Program pengembangan budidaya tanaman garut telah dicanangkan oleh pemerintah
melalui Menteri Pangan dan Hortikulturadan Menteri Pertanian pada tahun 19981999. Pencanangan budidaya tanaman garut dilakukan sebagai upaya
pengembangan potensi lokal yang belum termanfaatkan, padahal potensi yang dimiliki sangat besar manfaatnya bagi petani secara ekonomi.
Berdasarkan potensi ekonominya, tanaman garut dapat diolah menjadi tepung garut dan emping garut yang dapat menambah pendapatan masyarakat
khususnya petani. Tepung garut dapat mensubtitusi tepung terigu yang biasa digunakan dalam industri makanan. Sehingga, impor terhadap tepung terigu
dapat ditekan sekecil mungkin yang dapat mengurangi beban pemerintah. Tepung garut yang dihasilkan oleh umbi garut mengandung karbohidrat yang
cukup tinggi serta zat-zat gizi lainnya, seperti disajikan pada Tabel berikut: Tabel 4.7. Kandungan Gizi Tepung Garut dan Tepung Terigu dalam tiap
100gram
No Kandungan Gizi
Tepung Garut Tepung Terigu
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
Kalori Kal Protein g
Lemak g Karbohidrat g
Kalsium mg Fosfor mg
Zat Besi mg Vitamin B
1
mg Air g
Bagian dapat dimakan Bdd 355,00
0,70 0,20
85,20 8,00
22,00 1,50
0,09 12,00
100,00 365,00
8,90 1,30
77,30 16,00
106,00 1,20
0,12 12,00
100,00
Sumber : Direktorat Gizi Depkes Republik Indonesia 1981
commit to user 49
Berdasarkan Tabel 4.7, dapat diketahui bahwa kandungan karbohidrat garut lebih tinggi dibandingkan dengan yang terkandung dalam tepung terigu. Hal
ini menunjukkan bahwa tepung garut memiliki potensi tinggi untuk menggantikan tepung terigu.
Data tentang perkembangan produksi dan produktivitas garut di Kabupaten Sukoharjo dapat dilihat pada tabel 4.8.
Tabel 4.8. Data Produksi Tanaman Garut Irut Kabupaten Sukoharjo
No Tahun
Luas Ha Produktivitas
KuHa Produksiton
1 2005
5 102
51 2
2006 5
170 85
3 2007
19 205,263
390 4
2008 20
329,5 659
5 2009
28 387,857
1086
Sumber: Data Primer Berdasarkan Tabel 4.8 diketahui bahwa jumlah produksi dan produktivitas
garut meningkat dari tahun 2005 hingga tahun 2009. Hal tersebut menunjukkan bahwa tanaman garut mulai berkembang di Kabupaten
Sukoharjo dan sudah mulai banyak petani yang tertarik membudidayakan garut. Garut biasa dibudidayakan di pekarangan dan tegalan milik petani.
Tanaman garut sejak zaman dahulu sebenarnya sudah ada tetapi belum dikembangkan sepenuhnya sehingga dianggap sebagai tanaman liar. Padahal,
dari tanaman garut terdapat kandungan gizi tinggi yang mampu mensubtitusi beras sebagai makanan pokok. Selain itu, tepung garut dapat menggantikan
tepung terigu untuk pembuatan beraneka macam kue. Dalam rangka merealisasikan hal tersebut pada tahun 2006 pemerintah Kabupaten Sukoharjo
mengadakan survey untuk mencari daerah yang memiliki potensi untuk ditanami garut. Hasilnya Kecamatan Polokarto dipilih menjadi daerah yang
cocok untuk budidaya tanaman garut dan diadakan kegiatan pengembangan komoditas garut. Pada saaat itu pemerintah Kabupaten Sukoharjo mengadakan
kegiatan pengembangan dengan membuat program pengembangan komoditas garut. Program tersebut dilaksanakan tepatnya di Desa Polokarto Kecamatan
Polokarto. Kegiatan yang dilakukan adalah meliputi kegiatan sosialisasi dan pelatihan. Wilayah Kecamatan Polokarto dipilih menjadi sasaran program
commit to user 50
dikarenakan memiliki potensi lahan kering yang bagus yang cocok untuk ditanami garut. Selain itu, petani di daerah tersebut sebelumnya juga telah
membudidayakan garut tetapi belum secara intensif sehingga manfaatnya belum dapat dirasakan oleh petani.
Program pengembangan komoditas garut juga dilatar belakangi oleh adanya lahan non produktif petani yang tidak dimanfaatkan. Melalui program
tersebut, lahan yang non produktif dapat ditanami dengan tanaman garut sehingga lebih berdaya guna. Setelah empat tahun program selesai
dilaksanakan sekarang pengembangan komoditas garut meluas tidak hanya di Desa Polokarto akan tetapi juga di Desa Bulu dan Desa Genengsari. Petani
memperoleh informasi tentang pengembangan komoditas garut melalui petani- petani di Desa Polokarto selain itu juga melalui penyuluh pertanian di Desa
tersebut serta peran dari pengurus dan anggota JARPETO atau Jaringan Petani Organik di Kabupaten Sukoharjo.
JARPETO merupakan suatu lembaga swadaya masyarakat yang tujuan utamanya adalah mengembangkan pertanian organik di Kabupaten Sukoharjo.
JARPETO atau Jaringan Petani Organik memiliki banyak kegiatan yaitu salah satu kegiatannya adalah pengembangan tanaman garut yang ada di Kecamatan
Polokarto. JARPETO membantu petani untuk memanfaatkan potensi lokal yang dimiliki. Di Kecamatan Polokarto JARPETO membantu memanfaatkan
tanaman garut yang sudah ada untuk lebih dikembangkan lagi sehingga memiliki nilai lebih untuk dipasarkan. JARPETO telah mengadakan pelatihan
dan penyuluhan di Kecamatan Polokarto terkait dengan pengembangan komoditas garut. JARPETO juga ikut membantu petani dalam penyediaan
sarana produksi dan proses pemasaran produk hasil budidaya garut.
commit to user 51
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Individu Responden
Karakteristik individu responden yang diteliti dalam penelitian ini meliputi umur, jenis kelamin dan tingkat pendidikan. Adapun identitas
responden dapat dilihat pada Tabel berikut: Tabel 5.1 Karakteristik Individu Responden Penelitian
No. Karakteristik Responden Jumlah
orang Presentase
1. Umur
a. Produktif 15-64 tahun
b. Non produktif
≥65 tahun 38
2 95
5 Jumlah
40 100
2. Jenis kelamin
a. Laki-laki
b. Perempuan
24 16
60 40
Jumlah 40
100 3.
Tingkat pendidikan a.
Tidak sekolah b.
Tamat SD c.
Tamat SMP d.
Tamat SMA e.
Tamat PT DiplomaS1 3
21 9
7 -
7,5 52,5
22,5 17,5
- Jumlah
40 100
Sumber: Analisis Data Primer 1.
Umur Umur responden merupakan lama responden hidup hingga
penelitian dilakukan. Berdasarkan Tabel 5.1 diketahui bahwa sebagian besar yaitu sebanyak 38 responden atau sebesar 97,5 persen responden
tergolong dalam umur produktif, sedangkan sisanya sebanyak 2 responden atau sebesar 2,5 persen responden tergolong umur non produktif. Umur
mempengaruhi seseorang dalam merespon sesuatu yang baru, selain itu umur juga mempengaruhi kondisi fisik seseorang. Petani yang tergolong
umur non produktif cenderung sulit menerima inovasi baru dan lebih kolot, begitu juga sebaliknya petani yang berumur produktif cenderung
lebih mudah apabila diberikan pengetahuan baru. Golongan umur 51
commit to user 52
produktif lebih terbuka akan kemajuan. Pada umumnya responden yang memiliki umur produktif memiliki semangat yang lebih tinggi. Hal
tersebut sejalan dengan yang dikemukakan oleh Soekartawi 1988 bahwa semakin muda petani, biasanya mempunyai semangat untuk ingin tahu apa
yang belum mereka ketahui. Dengan demikian mereka akan berusaha untuk lebih cepat melakukan adopsi inovasi walaupun sebenarnya mereka
masih belum berpengalaman dalam adopsi inovasi tersebut. Sedangkan menurut Lionberger
dalam
Mardikanto 2007, menyatakan bahwa semakin tua di atas 50 tahun umur seseorang, biasanya semakin lamban
mengadopsi inovasi, dan cenderung hanya melaksanakan kegiatan- kegiatan yang sudah biasa diterapkan oleh warga masyarakat setempat.
2. Jenis Kelamin
Berdasarkan Tabel 5.1 dapat dilihat bahwa jenis kelamin responden sebagian besar adalah laki-laki yaitu sebesar 24 orang atau sebesar 60
persen sedangkan kaum perempuan sebanyak 16 responden atau sebesar 40 persen. Garut dibudidayakan serta dikembangkan oleh petani yang
sebagian besar merupakan kaum laki-laki serta dalam kelompok tani juga kaum laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan kaum perempuan. Hal
ini menunjukkan bahwa dalam kegiatan usahatani, laki-laki lebih banyak berperan. Laki-laki juga dianggap sebagai pemimpin sehingga dalam
keputusan usahatani pun lebih dominan daripada perempuan. Selain itu juga responden laki-laki lebih berperan aktif dalam membudidayakan dan
mengembangkan komoditas garut. 3.
Tingkat Pendidikan Pendidikan responden dalam penelitian ini beragam mulai dari SD
hingga SMA. Sebagian besar 21 responden atau sebesar 52,5 persen responden menempuh pendidikan hingga tamat SD. Sebesar 9 responden
atau sebesar 22,5 persen responden lulusan SMP, sebesar 7 responden atau sebesar 17,5 persen lulusan SMA, dan sisanya sebanyak 3 responden atau
sebesar 7,5 persen tidak sekolah. Tingkat pendidikan responden tergolong rendah dan meskipun sebagian besar hanya lulusan SD namun responden
commit to user 53
aktif dalam mengikuti kegiatan yang diadakan oleh pemerintah, kelompok tani maupun lembaga swasta seperti JARPETO. Tingkat pendidikan
responden sangat mempengaruhi kemampuan responden untuk menerima inovasi yang diberikan. Pengetahuan yang diperoleh selama menempuh
pendidikan dapat digunakan sebagai pendukung dalam menjalankan usahatani.
B. Faktor-Faktor Pembentuk Persepsi
1. Umur
Umur merupakan lamanya waktu hidup petani responden sampai pada saat penelitian dilakukan. Umur seseorang akan mempengaruhi
kemampuan fisik manusia yang berhubungan dengan kekuatan dalam melakukan suatu pekerjaan maupun dalam menggunakan akal pikir.
Distribusi responden berdasarkan umur dapat dilihat pada Tabel 5.2. Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Umur
Jumlah Kategori Umur
Skor Responden orang
Persentase a.
69-79 tahun b.
58-68 tahun c.
47-57 tahun d.
36-46 tahun e.
25-35 tahun 1
2 3
4 5
2 2
4 15
17 5
5 10
37,5 42,5
40 100
Sumber: Analisis Data Primer
Keterangan: Skor 1 : sangat rendah
Skor 2 : rendah Skor 3 : sedang
Skor 4 : tinggi Skor 5 : sangat tinggi
Berdasarkan Tabel 5.2 diketahui bahwa mayoritas umur petani responden dalam penelitian ini antara 25-35 tahun, yaitu sebanyak 17
responden atau sebesar 42,5 persen termasuk dalam kategori sangat tinggi. Sedangkan, umur 36-46 tahun sebanyak 16 responden atau sebesar 40
persen termasuk dalam kategori tinggi, umur 47-57 tahun sebanyak 4 responden atau sebesar 20 persen termasuk dalam kategori sedang dan
umur 58-68 tahun sebanyak 2 orang atau sebesar 5 persen termasuk dalam
commit to user 54
kategori rendah. Tingkat umur 69-79 tahun dimana terdapat 2 responden atau sebesar 5 persen yang termasuk dalam kategori sangat rendah.
Menurut Hernanto 1984, umur petani sangat mempengaruhi pengetahuan fisik dalam merespon terhadap hal-hal yang baru dalam menjalankan
usahatani. Tingkat umur tersebut dapat mempengaruhi responden dalam merespon suatu informasi atau inovasi yang diterimanya, serta aktifitas
dalam berusaha tani. Petani responden dalam penelitian ini sebagian besar tergolong dalam usia produktif, sehingga masih secara aktif melakukan
usahatani yaitu salah satunya membudidayakan dan mengembangkan komoditas garut.
2. Pendidikan Formal