BAB II KETENTUAN BANK DINYATAKAN SEBAGAI BANK GAGAL OLEH
BANK INDONESIA
A. Faktor-Faktor Penyebab Bank Dinyatakan Sebagai Bank Gagal Oleh Bank Indonesia
Kebijakan moneter dapat dilaksanakan secara efektif untuk mencapai sasaran yang diinginkan apabila didukung oleh adanya lembaga-lembaga dan sarana-sarana
antara lain sistem keuangan.
78
Sistem keuangan meliputi perbankan, perusahaan pembiayaan dan lembaga keuangan lainnya.
79
Sektor perbankan memiliki peranan yang kritikal dalam perekonomian Indonesia karena mendominir sistem finansial.
80
Hal ini dapat dilihat dari fungsi bank tersebut, yaitu sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat.
81
Dana masyarakat biasanya digunakan apabila bank mengalami kesulitan untuk memperoleh dana dari luar.
82
Oleh karena itu, sangat diharapkan peran Bank Indonesia di dalam setiap kegiatan yang dilakukan bank
karena dana yang digunakan bank tersebut berasal dari masyarakat. Sesuai dengan Pasal 8 Undang-Undang No.23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia, BI mempunyai tugas: 1. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter
2. Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran
78
Zulkarnain Sitompul, Perlindungan Dana Nasabah Bank, Op. cit. hal. 246.
79
Ibid.
80
Ibid.
81
Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, Pasal 3.
82
Soetanto Hadinoto, Bank Strategy on Funding and Liability Management, Jakarta: Gramedia,2008, hal. 56.
Megawati : Pertanggungjawaban Bank Terhadap Nasabah Dalam Hal Bank Gagal Dihubungkan Dengan Undang- Undang No.24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan, 2009
USU Repository © 2008
3. Mengatur dan mengawasi bank. Untuk dapat menjalankan tugas tersebut, maka berdasarkan Pasal 26 Undang-
Undang No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, BI juga mempunyai kewenangan, yaitu:
1. Memberikan dan mencabut izin usaha bank 2. Memberikan izin pembukaan, penutupan dan pemindahan kantor bank
3. Memberikan persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan bank 4. Memberikan izin kepada bank untuk menjalankan kegiatan-kegiatan usaha
tertentu. Peran BI dirasakan menjadi begitu penting dalam dunia perbankan, mengingat
dampak dari krisis perbankan yang dimulai tahun 1998 yang menyebabkan 16 bank dinilai oleh otoritas perbankan tidak mungkin lagi dipertahankan eksistensinya
sehingga dinyatakan sebagai Bank Gagal.
83
Hal itu dilakukan untuk membantu menjaga nilai aset bank untuk kepentingan kreditur dan sekaligus dapat menjaga
kredibilitas regulator sehingga pada gilirannya mengurangi risiko systemick risk.
84
Pencabutan ijin usaha bank dan proses likuidasi yang cepat merupakan bukti ketegasan regulator sehingga meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem
perbankan secara keseluruhan.
85
Kecepatan penyelesaian bank bermasalah juga dibutuhkan untuk mencegah terjadinya dampak menular terhadap bank lainnya.
86
83
Adrian Sutedi, Op.cit., hal. 131-132.
84
Zulkarnain Sitompul, Problematika Perbankan, Op. cit. hal. 251.
85
Ibid., hal.233.
86
Ibid., hal. 232.
Megawati : Pertanggungjawaban Bank Terhadap Nasabah Dalam Hal Bank Gagal Dihubungkan Dengan Undang- Undang No.24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan, 2009
USU Repository © 2008
Untuk mengetahui kriteria Bank Gagal dapat dilihat pada penjelasan Pasal 37 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Perbankan, yang menyatakan bahwa:
1 Keadaan suatu bank dikatakan mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya, apabila berdasarkan penilaian BI, kondisi usaha bank
semakin memburuk, antara lain ditandai dengan menurunnya permodalan, kualitas aset, likuiditas dan rentabilitas serta pengelolaan bank yang tidak
dilakukan berdasarkan prinsip kehati-hatian dan asas perbankan yang sehat
2 Kriteria membahayakan sistem perbankan yaitu apabila tingkat kesulitan yang dialami dalam melakukan kegiatan usaha, suatu bank tidak mampu memenuhi
kewajiban-kewajibannya kepada bank lain, sehingga pada gilirannya akan menimbulkan dampak berantai kepada bank-bank lain.
Kriteria Bank Gagal tersebut juga diatur dalam Pasal 5 ayat 2 Peraturan Bank Indonesia No.69PBI2004 tentang Tindak Lanjut Pengawasan dan Penetapan
Status Bank yang menyatakan bahwa: “Bank yang dinilai mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan
usahanya adalah bank yang memenuhi 1 satu atau lebih kriteria sebagai berikut:
a. Rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum kurang dari 8 b. Rasio Giro Wajib Minimum dalam rupiah kurang dari rasio yang
ditetapkan untuk Giro Wajib Minimum Bank, dengan perkembangan yang memburuk dalam waktu singkat atau berdasarkan penilaian BI
mengalami permasalahan likuiditas yang mendasar.”
Dalam hal BI menilai suatu bank mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya, maka bank tersebut ditempatkan dalam pengawasan
khusus
87
BI. Terhadap bank dengan status pengawasan khusus, maka ada beberapa tindakan BI yang diambil, antara lain:
88
1. Memerintahkan bank danatau pemegang saham untuk mengajukan rencana perbaikan permodalan secara tertulis kepada BI
87
Pengawasan khusus yaitu pengawasan terhadap bank yang dinilai mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya.
88
Adrian Sutedi, Op.cit., hal. 150-151.
Megawati : Pertanggungjawaban Bank Terhadap Nasabah Dalam Hal Bank Gagal Dihubungkan Dengan Undang- Undang No.24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan, 2009
USU Repository © 2008
2. Memerintahkan bank untuk memenuhi kewajiban melaksanakan tindakan perbaikan
3. Memerintahkan bank danatau pemegang saham bank untuk melakukan tindakan antara lain:
a. Mengganti dewan komisaris danatau direksi bank b. Menghapusbukukan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip
Syariah yang tergolong macet dan memperhitungkan kerugian bank dengan modal bank
c. Melakukan merger atau konsolidasi dengan bank d. Menjual bank kepada pembeli yang bersedia mengambil alih seluruh
kewajiban bank e. Menyerahkan pengelolaan seluruh atau sebagian kegiatan bank kepada
pihak lain f. Menjual sebagian atau seluruh harta danatau kewajiban bank kepada
bank atau pihak lain g. Membekukan kegiatan usaha tertentu bank
Adapun larangan dan pembatasan bank dalam pengawasan khusus, antara lain:
89
a. Bank dilarang melakukan pembayaran distribusi modal pembagian dividen atau pemberian bonus
89
Ibid., hal. 151.
Megawati : Pertanggungjawaban Bank Terhadap Nasabah Dalam Hal Bank Gagal Dihubungkan Dengan Undang- Undang No.24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan, 2009
USU Repository © 2008
b. Bank dilarang melakukan transaksi dengan pihak terkait atau pihak lain yang ditetapkan oleh BI
c. Bank dikenakan pembatasan pertumbuhan aset d. Bank dilarang melakukan pembayaran terhadap pinjaman subordinasi
e. Bank dikenakan pembatasan kompensasi kepada pihak terkait Apabila bank dalam pengawasan khusus tidak dapat membaik kondisinya,
maka BI akan mencabut izin usaha. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 13 PBI No.69PBI2004 yang menentukan:
a. Bank Indonesia menetapkan bank untuk dicabut izin usahanya apabila memenuhi persyaratan:
1. Kondisi bank menurun sehingga: 1 Memiliki rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum
kurang dari 2 dan dinilai tidak dapat ditingkatkan menjadi 8
2 Memiliki rasio Giro Wajib Minimum dalam rupiah kurang dari 0 dan tidak dapat diselesaikan sesuai peraturan yang
berlaku 2. Rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum kurang dari 8 dan
kondisi bank tidak mengalami perbaikan b. Bank Indonesia menetapkan untuk mencabut izin usaha apabila Komite
Koordinasi merekomendasikan pencabutan izin usaha Bank yang mengalami kegagalan dapat menimbulkan dampak yang luas
mempengaruhi nasabah dan lembaga-lembaga yang menyimpan dananya atau menginvetasikan modalnya di bank.
90
Akan tetapi kegagalan bank merupakan petunjuk sehat yang menggambarkan bahwa inovasi telah mengenyampingkan
perusahaan yang buruk atau kompetisi telah menyebabkan perusahaan yang tidak
90
Awalil Rizky dan Nasyith Majidi, Bank Bersubsidi Yang Membebani, Jakarta: E Publishing Company, 2008, hal. 19.
Megawati : Pertanggungjawaban Bank Terhadap Nasabah Dalam Hal Bank Gagal Dihubungkan Dengan Undang- Undang No.24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan, 2009
USU Repository © 2008
efisien keluar dari pasar.
91
Karena pada dasarnya, ada dua hal yang menyebabkan bank dijauhi oleh nasabah, yaitu ketidakpercayaan pada kemampuan pengurus bank
atau pengawas dalam memprediksi perubahan kualitas pinjaman dan nasabah mempertanyakan kemampuan pengurus bank dalam mengawasi pengambilan risiko
investasi.
92
Jadi, apabila bank yang mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya tidak dapat memenuhi Rasio Kewajiban Penyediaan Modal
Minimum kurang dari 8 dan Rasio Giro Wajib Minimum dalam rupiah kurang dari rasio yang ditetapkan untuk Giro Wajib Minimum Bank, maka bank tersebut
ditempatkan dalam pengawasan khusus BI. Apabila bank dalam pengawasan khusus tersebut tidak dapat membaik kondisinya, maka BI akan mencabut izin usahanya dan
menyerahkan kepada LPS. LPS yang akan memutuskan kebijakan untuk menyelamatkan atau tidak menyelamatkan bank yang di cabut izin usahanya dengan
memperkirakan dampak pencabutan izin usaha bank terhadap perekonomian nasional.
93
Apabila LPS memutuskan untuk menyelamatkan bank yang dicabut izin usahanya, maka bank tersebut dinyatakan sebagai Bank Gagal. Akan tetapi, apabila
LPS memutuskan untuk tidak melakukan penyelamatan terhadap bank yang dicabut izin usahanya, maka bank tersebut dinyatakan sebagai bank likuidasi.
94
91
Zulkarnain Sitompul, Perlindungan Dana Nasabah Bank, Op. cit. hal. 46.
92
Ibid., hal. 276.
93
Penjelasan Undang-Undang No.24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan
94
Imam Subarkah, Wawancara, 10 Juni 2009.
Megawati : Pertanggungjawaban Bank Terhadap Nasabah Dalam Hal Bank Gagal Dihubungkan Dengan Undang- Undang No.24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan, 2009
USU Repository © 2008
BI secara atributif diberi kewenangan oleh undang-undang untuk mencabut ijin usaha bank.
95
Adapun faktor-faktor penyebab bank sebagai bank gagal, antara lain:
1. Adanya jaminan terselubung Implicit Guarantee 2. Lemahnya pengawasan bank
3. Lemahnya manajemen bank
Ad.1. Adanya Jaminan Terselubung Implicit Guarantee
Jaminan terselubung implicit Guarantee adalah bantuan yang diberikan pemerintah terhadap bank-bank yang mengalami kesulitan likuiditas.
96
Hal ini dilakukan karena belum adanya suatu sistem yang jelas mengenai status dana nasabah
apabila bank dilikuidasi yang tentunya berdampak sangat buruk bagi bank, yaitu akan menimbulkan bank panic.
97
Jaminan terselubung tersebut dilakukan dengan memberikan blanket guarantee terhadap bank-bank yang mengalami kesulitan.
Karena tidak adanya jaminan secara eksplisit LPS bagi nasabah penyimpan apabila bank dilikuidasi mengakibatkan munculnya jaminan terselubung.
98
Hal ini mengakibatkan ketidakhati-hatian pengurus dalam mengelola bank.
99
Adanya jaminan terselubung bersama-sama dengan crony capitalism telah menyebabkan
terjadinya pembiayaan investasi yang tidak produktif.
100
Hal ini menyebabkan
95
Adrian Sutedi, Op.cit., hal. 137.
96
Zulkarnain Sitompul, Lembaga Penjamin Simpanan, Bandung: Books Terrace Library, 2007, hal. 47.
97
Ibid.
98
Ibid., hal. 46.
99
Ibid., hal. 47.
100
Ibid., hal. 48.
Megawati : Pertanggungjawaban Bank Terhadap Nasabah Dalam Hal Bank Gagal Dihubungkan Dengan Undang- Undang No.24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan, 2009
USU Repository © 2008
berpalingnya nasabah tradisional bank kepada penerbitan saham dan atau obligasi sebagai sumber pembiayaan yang menyebabkan kegagalan bank.
101
Nasabah bank merupakan salah satu sumber dana bagi bank untuk menjaga kecukupan modal bank tersebut. Dana dari nasabah merupakan sumber dana yang
paling memperoleh perhatian bagi bank, di samping mudah mencarinya juga tersedia banyak di masyarakat.
102
Hal ini menyebabkan bank wajib memiliki modal inti minimum yang dipersyaratkan untuk mendukung kegiatan usahanya, mengingat
kompleksitas kegiatan usaha bank yang semakin meningkat dan berpotensi menyebabkan meningginya risiko yang dihadapi.
103
Modal inti meliputi modal disetor dan modal cadangan tambahan modal.
104
Bank diwajibkan untuk memenuhi rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum KPPM sebesar 8 yang dihitung dari perbandingan antara Modal dengan Aktiva
Tertimbang Menurut Risiko ATMR.
105
Untuk menentukan besarnya Modal Minimum bagi suatu bank dapat dilakukan beberapa tahap, yaitu:
106
1. Menentukan Dasar Perhitungan Kebutuhan Modal 2. Menetapkan Bobot Risiko Aktiva yang terdapat pada Neraca Bank
3. Menetapkan Bobot Risiko Aktiva Administratif.
101
Ibid., hal. 5.
102
Soetanto Hadinoto, Op. cit. hal. 59.
103
Awalil Rizky dan Nasyith Majidi, Op. cit. hal. 118.
104
Ibid.
105
Ibid., hal.119
106
Soetanto Hadinoto, Op. cit. hal. 245.
Megawati : Pertanggungjawaban Bank Terhadap Nasabah Dalam Hal Bank Gagal Dihubungkan Dengan Undang- Undang No.24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan, 2009
USU Repository © 2008
Pada saat ini, bank wajib memenuhi modal inti paling kurang sebesar Rp. 80 Miliar dan pada 31 Desember 2010 wajib memenuhi paling kurang Rp. 100 Miliar.
107
Bank yang tidak dapat memenuhi ketentuan tersebut dapat melakukan tindakan agar pemegang saham menambah modal
108
dengan melakukan merger, konsolidasi maupun akuisisi dengan bank lain. Dan apabila tetap membahayakan sistem
perbankan, maka BI mencabut ijin usaha bank tersebut sehingga menjadi Bank Gagal. Dalam menentukan porsi dana, bank juga harus memperhatikan prinsip-
prinsip sebagai berikut:
109
1. Biaya dana yang rendah dengan mengatur komposisi sumber dana agar cost minimal
2. Sumber dana stabil dan volatilitas rendah untuk mendukung manajemen likuidasi
3. Komposisi sumber dana diprioritaskan untuk membiayai aktiva yang produktif termasuk komitmen pemberian kredit
4. Memenuhi regulasi internal maupun eksternal bank yang ada. Hal tersebut harus menjadi perhatian bank, karena salah satu penyebab bank
dinyatakan sebagai bank gagal juga disebabkan oleh ketidakmampuan bank
107
Ibid. hal. 118.
108
Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Pasal 37 ayat 2 a.
109
Soetanto Hadinoto, Op. cit. hal. 278.
Megawati : Pertanggungjawaban Bank Terhadap Nasabah Dalam Hal Bank Gagal Dihubungkan Dengan Undang- Undang No.24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan, 2009
USU Repository © 2008
mengelola konsentrasi dana dengan efektif.
110
Di samping itu, buruknya kondisi perbankan di Indonesia setidaknya juga disebabkan oleh enam faktor, yaitu:
111
1. Penyaluran kredit yang terlalu ekspansif yang dipicu oleh pemasukan dana luar negeri yang bersifat rentan karena sifatnya jangka pendek.
2. Pemberian kredit tanpa melalui proses analisis kredit yang sehat. 3. Konsentrasi kredit yang berlebihan kepada suatu kelompok usaha atau
individu baik yang terkait dengan bank maupun tidak 4. Moral hazard karena belum tegasnya mekanisme exit policy dan berlarut-
larutnya penyelesaian bank-bank bermasalah 5. Campur tangan pemilik yang berlebihan dalam manajemen bank
6. Lemahnya aspek supervisi dan regulasi perbankan. Oleh karena itu, untuk menjaga dan memelihara kestabilan nilai rupiah yang
secara tegas dinyatakan sebagai single objective dari BI, maka BI harus ketat dalam memantau indikator perbankan yaitu rasio kecukupan modal CAR yang juga
ditentukan oleh perkembangan risiko kredit dan faktor likuiditas di dunia perbankan.
112
Karena dengan permodalan yang kuat bank dapat mengemban risiko yang tinggi.
113
110
Zulkarnain Sitompul, Problematika Perbankan, Op. cit. hal. 95.
111
Zulkarnain Sitompul, Perlindungan Dana Nasabah Bank, Op. cit. hal. 64. sebagaimana dikutip dari Widigdo Sukarman, “Upaya Penyehatan Perbankan dan Sektor Rill,” Bisnis Ekonomi
Politik Quarterly Review of the Indonesia Economy, Vol. 3, No. 1, Januari 1999, hal. 21.
112
Kompas, 24 November 2008, hal.19.
113
Zulkarnain Sitompul, “Merger, Akuisisi dan Konsolidasi Perbankan Relevansinya dengan Kebijakan
Single Presence Policy”, hal. 1. dalam http:zulsitompul.Wordpress.com20080709merger-akuisisi-dan-konsolidasi perbankan.htm.
diakses tanggal 8-10-08 .
Megawati : Pertanggungjawaban Bank Terhadap Nasabah Dalam Hal Bank Gagal Dihubungkan Dengan Undang- Undang No.24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan, 2009
USU Repository © 2008
Ad.2. Lemahnya Pengawasan Bank
Salah satu faktor penyebab Bank Gagal adalah lemahnya pengawasan dari BI.
114
Pengawasan dan pembinaan yang dilakukan oleh BI masih kurang efektif terutama karena lemahnya law enforcement.
115
Hal ini disebabkan pengawasan internal bank dan sistem informasi yang relatif terbatas sehingga memberikan
kontribusi yang cukup besar terhadap penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang pada perbankan yang mendorong peningkatan risiko kegagalan bank.
116
Kelemahan tersebut juga mendorong pemberian kredit yang terkonsentrasi hanya kepada
beberapa debitur, khususnya pada individukelompok usaha yang terkait dengan bank.
117
Padahal pengawasan terhadap bank sangat penting paling tidak karena beberapa alasan, antara lain:
118
1. Untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap integritas industri perbankan dan individual bank
2. Pemeriksaan berkala merupakan langkah terbaik untuk menentukan tingkat kesehatan bank terhadap peraturan perundang-undangan
3. Membantu mencegah munculnya masalah dan memperbaiki suatu masalah sebelum semakin memburuk sehingga biaya penyelamatan tidak menjadi
mahal
114
Adrian Sutedi, Op.cit., hal. 131. sebagaimana dikutip dari Susidarto,”Reposisi Pengawasan Bank”, dalam http:www.Kompas.comKompas-cetak020426opinimenu33.htm.
115
Zulkarnain Sitompul, Perlindungan Dana Nasabah Bank, Op. cit. hal. 66.
116
Ibid., hal. 65
117
Ibid.
118
Zulkarnain Sitompul, Problematika Perbankan, Op. cit. hal. 237.
Megawati : Pertanggungjawaban Bank Terhadap Nasabah Dalam Hal Bank Gagal Dihubungkan Dengan Undang- Undang No.24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan, 2009
USU Repository © 2008
4. Memberikan masukan tentang bentuk, tingkat keseriusan dan akibat dari suatu masalah dan memberikan masukan tentang langkah-langkah perbaikan yang
tepat. Dalam melaksanakan tugas pengawasan bank, BI dapat menggunakan sistem
pengawasannya dengan 2 dua pendekatan, antara lain:
119
1. Pengawasan berdasarkan kepatuhan compliance based supervision yaitu menekankan pada kepatuhan bank untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan
yang terkait dengan operasi dan pengelolaan bank. 2. Pengawasan berdasarkan risiko risk based supervision yaitu pendekatan
pengawasan yang berorientasi ke depan forward looking Lemahnya pengawasan dapat menyebabkan banyaknya Bank Gagal yang
mengakibatkan kerugian pada penyimpan dana, pemegang saham dan dunia usaha.
120
Hal ini semakin diperburuk lagi dengan masih terbatasnya informasi yang tersedia bagi masyarakat mengenai kondisi keuangan suatu bank sehingga kontrol masyarakat
terhadap perkembangan perbankan tidak berjalan dengan semestinya.
121
Kondisi ini menyebabkan rapuhnya kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan.
122
Oleh karena itu, BI selaku lembaga yang mempunyai wewenang pengawasan dalam rangka menjaga kelangsungan usaha bank harus tegas di dalam mengawasi
jalannya industri perbankan. Karena pada dasarnya pengawasan bank dimaksudkan
119
Awalil Rizky dan Nasyith Majidi, Op.cit. hal. 109.
120
Zulkarnain Sitompul, “Pentingnya Keberadaan Lembaga Penjamin Simpanan Dalam Sistem Perbankan”, Op.cit., hal. 12.
121
Zulkarnain Sitompul, Perlindungan Dana Nasabah Bank, Loc. cit.
122
Ibid.
Megawati : Pertanggungjawaban Bank Terhadap Nasabah Dalam Hal Bank Gagal Dihubungkan Dengan Undang- Undang No.24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan, 2009
USU Repository © 2008
untuk mencapai 4 tujuan yaitu kompetisi dan efisiensi operasional, keamanan dan kesehatan, kebijakan moneter dan efisiensi alokasi serta melindungi nasabah kecil.
123
Pengawasan merupakan
instrumen penting untuk menekan bank dalam
pengambilan risiko, bila hal ini tidak dijalankan sebagaimana mestinya akan dapat mengancam stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan.
124
Di samping itu, pengawasan juga harus dilengkapi dengan disiplin internal dan eksternal dari
perbankan.
125
Dengan melibatkan internal governance, pendekatan pengawasan memasukkan dan memelihara praktik manajemen yang sehat.
126
Pengawasan internal terkait erat dengan pola dan struktur kepemilikan bank. Hal ini merupakan sesuatu yang sangat kritis dalam mencapai praktek perbankan
yang sehat. Karena kepemilikan secara mayoritas memungkinkan timbulnya campur tangan pemilik secara berlebihan dalam kepengurusan bank.
127
Oleh karena itu, BI selaku pengawas eksternal harus mengefektifkan pengawasan sebagai upaya
meningkatkan kesehatan perbankan.
128
Tingkat kesehatan bank dinilai dengan pendekatan kuantitatif yang dilakukan dengan penilaian terhadap faktor-faktor permodalan, kualitas, aktiva produktif,
manajemen, rentabilitas, dan likuidasi yang disingkat dengan CAMEL.
129
Penilaian tingkat kesehatan bank dilakukan dengan mengkuantifikasi komponen dari masing-
123
Ibid. hal. 252.
124
Zulkarnain Sitompul, “Pentingnya Keberadaan Lembaga Penjamin Simpanan Dalam Sistem Perbankan”, Op.cit., hal. 10.
125
Ibid. hal. 1.
126
Ibid.
127
Zulkarnain Sitompul, Problematika Perbankan, Op. cit. hal. 112.
128
Zulkarnain Sitompul, Perlindungan Dana Nasabah Bank, Op.cit. hal. 256.
129
Rachamadi Usman, Op. cit. hal. 130.
Megawati : Pertanggungjawaban Bank Terhadap Nasabah Dalam Hal Bank Gagal Dihubungkan Dengan Undang- Undang No.24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan, 2009
USU Repository © 2008
masing faktor.
130
Hasil kuantifikasi dari komponen tersebut dinilai lebih lanjut dengan memperhatikan informasi dan aspek-aspek lain yang secara materil
berpengaruh terhadap kondisi dan perkembangan masing-masing faktor.
131
Kemudian faktor dan komponen diberikan bobot sesuai dengan besarnya pengaruh terhadap
kesehatan bank, dan penilaiannya dilakukan dengan “reward system” yang dinyatakan dalam nilai kredit 0 sampai 100.
132
Atas dasar penilaian tersebut ditetapkan empat golongan predikat tingkat kesehatan bank, yaitu sehat, cukup sehat,
kurang sehat dan tidak sehat.
133
Pendekatan tersebut diharapkan dapat membantu BI di dalam menilai apakah suatu bank masih layak untuk dipertahankan atau tidak. Karena salah satu penyebab
ambruknya bank swasta antara lain disebabkan oleh lemahnya sistem pengawasan BI terhadap operasi perbankan nasional.
134
Di samping itu, kecepatan proses penyelesaian bank bermasalah merupakan salah satu kunci efektifitas pengawasan
dan dapat mengurangi biaya yang akan ditanggung pemerintah.
135
Ad.3. Lemahnya Manajemen Bank
Faktor lain penyebab Bank Gagal yaitu lemahnya manajemen bank.
136
Hal ini telah mengakibatkan penurunan kualitas aset produkif dan peningkatan risiko yang
130
Ibid.hal. 131.
131
Ibid.
132
Ibid.
133
Ibid.
134
Zulkarnain Sitompul, Lembaga Penjamin Simpanan, Op. cit. hal. 80.
135
Zulkarnain Sitompul, Problematika Perbankan, Op. cit. hal. 231.
136
Ibid. hal. 115.
Megawati : Pertanggungjawaban Bank Terhadap Nasabah Dalam Hal Bank Gagal Dihubungkan Dengan Undang- Undang No.24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan, 2009
USU Repository © 2008
dihadapi bank.
137
Buruknya kondisi perbankan di Indonesia juga disebabkan campur tangan pemilik yang berlebihan dalam manajemen bank, bahkan tidak sedikit pemilik
yang merangkap jabatan sebagai pengurus bank.
138
Hal ini menyebabkan perilaku para pengelola dan pemilik bank yang cenderung mengeksploitasi dan atau
mengabaikan prinsip kehati-hatian dalam berusaha.
139
Seharusnya pengurus bank wajib mematuhi semua aturan main agar bank terhindar dari kemungkinan kerugian yang dapat mengancam kelangsungan usahanya
dan pada gilirannya merugikan masyarakat.
140
Hal ini penting untuk diperhatikan, karena penyebab utama Bank Gagal di Indonesia adalah kelalaian pengurus bank
serta penipuan dan penggelapan yang mereka lakukan karena nasabah sangat sulit untuk mendeteksinya.
141
Sedangkan kegagalan terbesar dari pengurus bank adalah kegagalan dalam mengurus resiko yang pada dasarnya akan selalu dihadapi bank.
142
Menurut Timoty W Koch, resiko dasar dari bank yaitu credit risk, liquidity risk, interest rate risk, operational risk dan capital or solvency risk.
143
137
Burhanuddin Abdullah, “Peran Kebijakan Moneter Dan Perbankan Dalam Mengatasi Krisis Ekonomi Di Indonesia”, disampaikan pada Kursus Reguler Angkatan XXXVI Lemhanas,
Jakarta, tanggal 13 Januari 2003, hal. 7.
138
Zulkarnain Sitompul, Problematika Perbankan, Op. cit. hal. 111-112.
139
Adrian Sutedi, Loc.cit.
140
Zulkarnain Sitompul, Problematika Perbankan, Op. cit. hal. 101.
141
Zulkarnain Sitompul, Perlindungan Dana Nasabah Bank, Op.cit. hal. 5-6.
142
Gunarto Suhardi, Usaha Meningkatkan Kinerja Kepatuhan Perbankan Di Indonesia, Yogyakarta: Andi Offset, 2004, hal. 3.
143
Ibid., sebagaimana dikutip dari Timoty W Koch, Bank Management, New York: The Dryden Press, 1992, hal. 111. Credit risk adalah resiko yang paling besar karena aktiva bank dengan
penghasilan bunga yang terbesar ditempatkan pada pemberian kredit kepada para nasabah debitur. Liquidity risk adalah keseimbangan antara kebutuhan likuiditas dan penempatan alat likuid. Gagal
dalam menjaga keseimbangan tersebut berarti gagal memperoleh pendapatan yang mencukupi atau gagal dalam meberikan pelayanan kepada para nasabahnya dan runtuhlah kepercayaan masyarakat
kepada banknya. Interest rate risk, naik turunnya suku bunga menimbulkan resiko bagi bank karena
Megawati : Pertanggungjawaban Bank Terhadap Nasabah Dalam Hal Bank Gagal Dihubungkan Dengan Undang- Undang No.24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan, 2009
USU Repository © 2008
Kelemahan internal industri perbankan terutama juga disebabkan oleh rendahnya kualitas pengelolaan internal yang tercermin dari konsentasi kredit yang
berlebihan pada satu grup atau individu, serta campur tangan pemilik yang berlebihan dalam manajemen bank.
144
Sedangkan bank memperoleh dana dari masyarakat yang biasanya digunakan apabila bank mengalami kesulitan untuk memperoleh dana dari
luar.
145
Dana ini dapat disalahgunakan oleh pemilik dengan memberikan pinjaman kepada orang dalam.
146
Hal ini merupakan faktor penyebab utama terjadinya Bank Gagal di banyak negara.
147
Manajemen bank merupakan hal yang paling penting dan menduduki posisi sentral.
148
Karena manajemen yang efektif dan efisien dapat meningkatkan kapabilitas sekaligus kelancaran keadaan finansial dari suatu perusahaan yang
berjalan aktif.
149
Oleh karena itu, harus menghilangkan benturan kepentingan antara pemegang saham dan atau pengurus bank.
150
terdapat perbedaan durasi penempatan dana dengan perolehan dana dari pihak ketiga. Hal ini mengakibatkan ketidakseimbangan antara pendapatan bunga dengan biaya bunga yang dapat
membawa kerugian pada bank. Operational risk merupakan resiko yang terjadi karena keharusan diserapnya berbagai biaya tambahan baik karena biaya operasional personil, peralatan, sistim dan
lain-lain maupun biaya-biaya yang terjadi karena kecurangan pegawai atau nasabah dari bank tersebut. Capital or solvensy risk karena akumulasi dari berbagai resiko tersebut yang tidak dapat
diatasi oleh pengurus bank, sebagai akibat selanjutnya bank menjadi insolvent dan akhirnya bangkrut. Hal ini merupakan tahap terakhir dari kegagalan pengurus bank baik karena kesengajaan ataupun
karena kelalaian atau bahkan karena kurang pengetahuannya.
144
Zulkarnain Sitompul, Lembaga Penjamin Simpanan, Op. cit. hal. 21.
145
Soetanto Hadinoto, Op. cit. hal. 56.
146
Zulkarnain Sitompul, “Merger, Akuisisi dan Konsolidasi Perbankan Relevansinya dengan Kebijakan Single Presence Policy”, Op.cit. hal.2.
147
Ibid.
148
Zulkarnain Sitompul, Problematika Perbankan, Op. cit. hal. 224.
149
Indra Surya Ivan Yustiavandana, Penerapan Good Corporate Governance Mengesampingkan Hak-Hak Istimewa Demi Kelangsungan Usaha, Jakarta: Fajar Interpratama Offset,
2008, hal. 97.
150
Zulkarnain Sitompul, Problematika Perbankan, Op. cit. hal. 113.
Megawati : Pertanggungjawaban Bank Terhadap Nasabah Dalam Hal Bank Gagal Dihubungkan Dengan Undang- Undang No.24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan, 2009
USU Repository © 2008
Di Amerika Serikat sistem pengelolaan perusahaan dilakukan oleh outsiderarm’s length, yaitu pengelolaan yang dilakukan oleh orang luar
perusahaan.
151
Pemisahan antara kepemilikan dan pengelolaan merupakan sistem yang menguntungkan karena pengurus dapat dipekerjakan semata-mata berdasarkan
atas kompetensi yang mereka miliki.
152
Pengurus bank adalah mereka yang profesional dan memiliki keahlian dalam bidang usaha perbankan yang berarti
memenuhi karakteristik tentang kepengurusan oleh organ tertentu yang bukan pemilik saham.
153
Pembatasan kepemilikan bank juga dimaksudkan untuk membatasi risiko kegagalan bank, menghindari benturan kepentingan dan mencegah pemusatan
kekuasaan keuangan.
154
Hal ini dapat dilakukan dengan membatasi jumlah pemilik saham oleh individu atau lembaga dengan maksud mencegah dominasi pemilik atas
pengurus dan membatasi kepemilikan berdasarkan kriteria pemilik.
155
Uraian tersebut juga sesuai dengan kriteria yang dibuat oleh BI. Agar dapat menjadi pemilik bank, para pihak tidak termasuk dalam daftar orang yang dilarang
menjadi pemegang saham dan yang menurut penilaian BI yang bersangkutan memiliki integritas yang baik.
156
Apabila hal ini dapat diterapkan, maka manajemen perbankan akan berjalan dengan baik.
151
Ibid., hal. 115.
152
Ibid.
153
Gunarto Suhardi, Usaha Meningkatkan Kinerja Kepatuhan Perbankan Di Indonesia, Op. cit. hal. 18.
154
Zulkarnain Sitompul, Problematika Perbankan, Op. cit. hal. 118.
155
Ibid.
156
Awalil Rizky dan Nasyith Majidi, Op.cit. hal. 115.
Megawati : Pertanggungjawaban Bank Terhadap Nasabah Dalam Hal Bank Gagal Dihubungkan Dengan Undang- Undang No.24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan, 2009
USU Repository © 2008
B. Upaya-Upaya Yang Dilakukan Bank Agar Tidak Dinyatakan Sebagai Bank Gagal Oleh Bank Indonesia