Upaya-Upaya Yang Dilakukan Bank Agar Tidak Dinyatakan Sebagai Bank Gagal Oleh Bank Indonesia

B. Upaya-Upaya Yang Dilakukan Bank Agar Tidak Dinyatakan Sebagai Bank Gagal Oleh Bank Indonesia

Kebijakan pemerintah di sektor perbankan harus diarahkan pada upaya mewujudkan perbankan yang sehat, kuat dan kokoh. 157 Hal ini tidak lagi semata-mata memegang peranan penting dalam pengembangan infrastruktur keuangan dalam rangka mengatasi kesenjangan antara tabungan dan investasi, tetapi juga berperan penting dalam memelihara kestabilan makro melalui keterkaitannya dengan efektivitas kebijakan moneter. 158 Karena perbankan merupakan alat yang sangat vital dalam menyelenggarakan transaksi pembayaran, baik nasional maupun internasional. 159 Oleh karena itu, upaya menjaga kepercayaan masyarakat terhadap perbankan menjadi bagian yang sangat penting untuk dilakukan. 160 Apabila masyarakat sudah tidak percaya pada bank, maka akan menyebabkan terjadinya rush yang menyebabkan kegagalan bank. Adapun upaya-upaya yang dapat dilakukan bank agar tidak dinyatakan sebagai Bank Gagal, antara lain: 1. Penerapan Prinsip Kehati-hatian Prudential Banking Principle 2. Pelaksanaan Good Corporate Governance 3. Melakukan Merger, Konsolidasi dan Akuisisi 157 Adrian Sutedi, Loc.cit. 158 Ibid. sebagaimana dikutip dari Syahril Sabirin, “Upaya Keluar dari Krisis Ekonomi dan Moneter”, Orasi Ilmiah disampaikan pada acara Wisuda Sarjana Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat tanggal 29 September 2001 di Padang, hal.5. 159 Ibid. hal. 130. 160 Ibid. sebagaimana dikutip dari Syahril Sabirin, “Kebijakan Moneter dan Perbankan dalam Mendukung Pembangunan Nasional”, dalam http:www . publikasi BI. go.id. Megawati : Pertanggungjawaban Bank Terhadap Nasabah Dalam Hal Bank Gagal Dihubungkan Dengan Undang- Undang No.24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan, 2009 USU Repository © 2008 Ad.1. Penerapan Prinsip Kehati-hatian Prudential Banking Principle Prinsip kehati-hatian Prudential Banking Principle adalah salah satu azas atau prinsip yang menyatakan bahwa bank dalam menjalankan fungsi dan kegiatan usahanya wajib bersikap hati-hati dalam rangka melindungi dana masyarakat yang dipercayakan padanya. 161 Hal tersebut diatur dalam Pasal 8, 10 dan 11 Undang- Undang Perbankan. Pasal 8 menyatakan: “Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan”. Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit bank harus melakukan penilaian yang saksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha dari nasabah debitur. 162 Hal ini penting mengingat bahwa agunan sebagai salah satu unsur pemberian kredit, maka apabila berdasarkan unsur- unsur lain telah dapat diperoleh keyakinan atas kemampuan nasabah debitur mengembalikan utangnya, agunan dapat hanya berupa barang, proyek, atau hak tagih yang dibayar dengan kredit yang bersangkutan. 163 Pasal 10 Undang-Undang No.7 Tahun 1992 tentang perbankan menyatakan Bank Umum dilarang: 161 Ibid. hal. 161. sebagaimana dikutip dari Anwar Nasution, “Pokok-Pokok Pikiran tentang Pembinaan dan Pengawasan Perbankan”, dalam rangka Pemantapan Kepercayaan Kepada Masyarakat terhadap Industri Perbankan, Makalah disampaikan pada seminar tentang “Pertanggungjawaban Bank Terhadap Nasabah”, Departemen Kehakiman, BPHN, Hotel Indonesia, Jakarta, tanggal 24-25 Juni 1997, hal.2. 162 Lihat penjelasan Pasal 8 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan 163 Ibid. Megawati : Pertanggungjawaban Bank Terhadap Nasabah Dalam Hal Bank Gagal Dihubungkan Dengan Undang- Undang No.24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan, 2009 USU Repository © 2008 a. Melakukan penyertaan modal, kecuali sebagaimana dimaksud Pasal 7 huruf b dan huruf c 164 . b. Melakukan usaha perasuransian c. Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud Pasal 6 dan Pasal 7. Sedangkan Pasal 11 Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan menyatakan bahwa: 1 Bank Indonesia menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, pemberian jaminan, penempatan investasi surat berharga atau hal lain yang serupa, yang dapat dilakukan oleh bank kepada peminjam atau sekelompok peminjam yang terkait termasuk kepada perusahaan- perusahaan dalam kelompok yang sama dengan bank yang bersangkutan 2 Batas maksimum sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 tidak boleh melebihi 30 dari modal bank yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia 3 Bank Indonesia menetapkan ketentuan mengenai pembatasan maksimum pemberian kredit, atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, pemberian jaminan, penempatan investasi surat berharga atau hal lain yang serupa yang dapat dilakukan oleh bank kepada: a. Pemegang saham yang memiliki 10 atau lebih dari modal disetor bank b. Anggota Dewan Komisaris c. Anggota Direksi d. Keluarga dari pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c e. Pejabat bank lainnya f. Perusahaan-perusahaan yang di dalamnya terdapat kepentingan dari pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d dan huruf e 164 Pasal 7 huruf b dan c: b. melakukan kegiatan penyertaan modal pad bank atau perusahaan lain di bidang keuangan seperti sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek, asuransi, serta lembaga kliring penyelesaian dan penyimpangan dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh BI c. melakukan kegiatan penyertaan modal, sementara untuk mengatasi akibat kegagalan kredit, dengan syarat harus menarik kembali penyertaanya dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh BI Megawati : Pertanggungjawaban Bank Terhadap Nasabah Dalam Hal Bank Gagal Dihubungkan Dengan Undang- Undang No.24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan, 2009 USU Repository © 2008 4 Batas maksimum sebagaimana dimaksud dalam ayat 3 tidak boleh melebihi 10 dari modal bank yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia 4A Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, bank dilarang melampaui batas maksimum pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip Syariah sebagaimana diatur dalam ayat 1, ayat 2, ayat 3 dan ayat 4 5 Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dan ayat 3 wajib dilaporkan sesuai dengan ketentuan yang diterapkan oleh Bank Indonesia. Prinsip kehati-hatian juga diatur secara eksplisit dalam Pasal 29 ayat 2 dan 3 Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Pasal 29 ayat 2 menyatakan: “Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian”. Dengan menerapkan prinsip kehati-hatian, tingkat kesehatan bank akan terjaga. Hal tersebut dapat meningkatkan likuiditas bank yang ditandai dengan adanya dana murah yang dapat disalurkan melalui kredit yang sehat dan diharapkan membuat kinerja operasional bank menjadi sehat. 165 Sehingga pemerintah tidak perlu memberikan jaminan terselubung terhadap bank. Pasal 29 ayat 2 tersebut sejalan dengan Pasal 25 Undang-Undang No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang menyatakan bahwa: “Dalam rangka melaksanakan tugas mengatur bank, BI berwenang menetapkan ketentuan-ketentuan perbankan yang memuat prinsip kehati- hatian”. 165 Soetanto Hadinoto, Op. cit. hal. 111. Megawati : Pertanggungjawaban Bank Terhadap Nasabah Dalam Hal Bank Gagal Dihubungkan Dengan Undang- Undang No.24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan, 2009 USU Repository © 2008 BI dalam menerapkan serangkaian aturan yang biasa disebut ketentuan kehati- hatian tersebut mencakup banyak aspek, antara lain aturan mengenai Modal Inti Bank Umum, Kewajiban Penyediaan Modal Minimum KPMM, Batas Maksimum Pemberian Kredit BMPK, Kualitas Aktiva, Penyisihan Penghapusan Aktiva, Giro Wajib Minimum, Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah dan Transparansi Kondisi Keuangan Bank. 166 Hal tersebut menjadi begitu penting untuk diatur oleh BI, karena pengaturan industri perbankan harus dapat menjawab dua masalah fundamental, yaitu luas dan dalamnya materi yang akan diatur dan bentuk pengaturan yang akan diterapkan. 167 Bank wajib memiliki modal inti minimum yang dipersyaratkan untuk mendukung kegiatan usahanya, agar bank siap dan mampu menanggung kemungkinan kerugian yang timbul. 168 Bank juga wajib memenuhi kewajiban KPMM dengan memperhitungkan risiko pasar sebesar 8 baik secara individual danatau secara konsolidasi dengan perusahaan anak. 169 Sedangkan ketentuan BMPK bagi Bank Umum dibedakan menjadi dua macam pihak. Untuk pihak yang tidak terikat dengan bank, penyediaan dana kepada satu peminjam ditetapkan paling tinggi 20 dari modal bank, dan untuk satu kelompok peminjam paling tinggi 25 dari modal bank. Sedangkan untuk pihak yang terkait dengan bank, maka seluruh 166 Awalil Rizky dan Nasyith Majidi, Op.cit. hal. 118. 167 Zulkarnain Sitompul, Lembaga Penjamin Simpanan, Op. cit. hal. 15. 168 Awalil Rizky dan Nasyith Majidi, Loc. cit. 169 Ibid., hal. 119. Megawati : Pertanggungjawaban Bank Terhadap Nasabah Dalam Hal Bank Gagal Dihubungkan Dengan Undang- Undang No.24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan, 2009 USU Repository © 2008 portofolio penyediaan dana ditetapkan paling tinggi 10 dari modal bank. 170 Hal ini dimaksudkan untuk mengatasi lemahnya manajemen pada bank. Dengan adanya ketentuan BMPK, maka pengurus bank tidak akan sembarangan dalam memberikan pinjaman terhadap nasabah debitur. Bank wajib menjaga Kualitas Aktiva dan Penyisihan Penghapusan Aktiva untuk mengelola risiko kredit agar potensi kerugian dapat diminimalisir. 171 Bank Umum juga wajib untuk memelihara GWM dalam rupiah yang ditetapkan sebesar 7 dari dana pihak ketiga dalam rupiah dan untuk bank devisa wajib memelihara GWM dalam valuta asing yang ditetapkan sebesar 3 dari dana pihak ketiga dalam valuta asing. 172 Bank wajib menerapkan prinsip mengenal nasabah karena terkait dengan pemantauan rekening dan transaksi bank. 173 Di samping itu, juga wajib untuk melakukan transparansi kondisi keuangan bank dengan menyusun, menyampaikan ke BI dan mengumumkan kondisi keuangannya kepada masyarakat secara bulanan, triwulan dan tahunan. Hal ini dimaksudkan untuk mengatasi lemahnya pengawasan, dimana masyarakat juga dapat ikut berperan dalam melakukan pengawasan terhadap kinerja bank tersebut. 170 Ibid., hal. 121. 171 Ibid. 172 Ibid., hal. 122. 173 Ibid., hal. 124. Megawati : Pertanggungjawaban Bank Terhadap Nasabah Dalam Hal Bank Gagal Dihubungkan Dengan Undang- Undang No.24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan, 2009 USU Repository © 2008 Eksistensi sektor finansial yang sehat dan kuat merupakan elemen yang penting dan menjadi pelumas bagi perkembangan dunia usaha. 174 Apabila sektor keuangan tidak berfungsi dengan baik, proses kebangkrutan dari perusahaan dalam sektor yang kalah dalam liberalisasi akan menyebabkan efek domino berupa krisis perbankan yang pada gilirannya akan menimbulkan crowding out bagi industri yang seharusnya diuntungkan oleh proses liberalisasi. 175 Oleh karena itu, peraturan kehati- hatian yang disusun secara baik akan mengurangi krisis keuangan dan membantu mengurangi kerapuhan sistem keuangan terhadap gejolak makro ekonomi. 176 Pasal 29 ayat 3 Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Menyatakan: “Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dan melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank.” Mengingat bank terutama bekerja dengan dana dari masyarakat yang disimpan pada bank atas dasar kepercayaan, setiap bank perlu terus menjaga kesehatannya dan memelihara kepercayaan masyarakat padanya. Karena salah satu persyaratan bank yang baik adalah kemampuannya untuk menyediakan mobilitas pada modal yaitu kemampuan untuk menggerakkan kredit dari satu tempat ke tempat lain sesuai dengan variasi persyaratan bisnis. 177 174 Ibid., hal. 106. 175 Ibid. 176 Ibid., hal. 62. sebagaimana dikutip dari V. Sundararajan dan Thomas J.T. Balino ed, Banking Crises: Cases and Issues, Washington, DC:IMF, 1991 ,hal.13-16. 177 Zulkarnain Sitompul, Perlindungan Dana Nasabah Bank, Op.cit. hal. 248. Megawati : Pertanggungjawaban Bank Terhadap Nasabah Dalam Hal Bank Gagal Dihubungkan Dengan Undang- Undang No.24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan, 2009 USU Repository © 2008 Bankir adalah profesi yang dituntut memiliki standar kehati-hatian yang tinggi dalam mengelola bank. 178 Standar kehati-hatian ditetapkan sebagai “the degree of care to which the bank directos were bound is that which ordinarily prudent and diligent persons would exercise under similar sircumstances.” Berdasarkan standar ini pengurus bank wajib menjaga kondisi bank dan melakukan pengawasan dan pemeriksaan yang diperlukan. 179 Untuk itu, pengurus harus menyediakan waktu yang cukup untuk melaksanakan tugas pengawasan terhadap bank. 180 Karena bank sebagai institusi keuangan merupakan jantung perekonomian dan dana yang disalurkan dalam bentuk kredit bukan berasal dari pemilik bank. 181 Hal ini sejalan dengan komentar Hakim Agung Shientag dalam Litwin v. Allen, bahwa standar kehati-hatian yang lebih tinggi dipersyaratkan kepada pengurus bank dibandingkan dengan pengurus perusahaan lain. 182 Oleh karena itu, pengurus bank harus menjalankan bank secara efisien atau menghadapi risiko kebangkrutan. 183 Karena pengalaman menunjukkan dalam setiap kasus kebangkrutan bank, justru pemilik dan penguruslah yang punya andil besar dalam menghancurkan bank tersebut. 184 178 Zulkarnain Sitompul,”Bankir Perlu Berhati-Hati”, Loc. cit. 179 Zulkarnain Sitompul, Perlindungan Dana Nasabah Bank, Loc.cit. 180 Ibid. 181 Zulkarnain Sitompul,”Bankir Perlu Berhati-Hati”, Loc. cit. 182 Zulkarnain Sitompul, Lembaga Penjamin Simpanan, Op. cit. hal. 42. sebagaimana dikutip dari Litwin v. Allen, Supreme Court of New York, 1940,25 N.Y.S.2d 667. 183 Ibid., hal. 275. 184 Zulkarnain Sitompul, Problematika Perbankan, Op. cit. hal. 179. Megawati : Pertanggungjawaban Bank Terhadap Nasabah Dalam Hal Bank Gagal Dihubungkan Dengan Undang- Undang No.24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan, 2009 USU Repository © 2008 Dengan meluasnya kegiatan usaha yang dilakukan bank, semakin besar beban pengaturan bagi bank sehingga semakin besar pula biaya untuk pengawasannya. 185 Oleh karena itu, pengawas disarankan untuk lebih memusatkan perhatian pada kebijakan makroprudensial yaitu mencegah sistem perbankan secara keseluruhan mengalami masalah sehingga mengurangi kerugian terhadap perekonomian. 186 Ad.2. Pelaksanaan Good Corporate Governance Risiko kegiatan usaha perbankan kian beragam. Keadaan tersebut semakin meningkatkan kebutuhan akan praktik tata kelola perusahaan yang baik good corporate governance di bidang perbankan. 187 Hal ini diatur di dalam PBI No.84PBI2006. Pengelolaan bank penting diformulasikan dengan prinsip GCG, agar kualitas pengelolaan bank dapat mendorong jalannya fungsi utama bank tersebut, sekaligus untuk menjaga kepercayaan masyarakat. 188 Penerapan GCG secara konkret memiliki tujuan terhadap perusahaan, antara lain: 189 1. Memudahkan akses terhadap investasi domestik maupun asing

2. Mendapatkan cost of capital yang lebih murah

Dokumen yang terkait

Sistem Koordinasi Antara Otoritas Jasa Keuangan Dengan Lembaga Penjamin Simpanan Dalam Penanganan Bank Gagal Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan

5 79 130

Tinjauan Yuridis Terhadap Peranan Lembaga Penjamin Simpanan Dalam Perlindungannya Terhadap Nasabah Bank.

7 112 101

Pertanggung Jawaban Lembaga Penjamin Simpanan Dalam Hubungannya Terhadap Nasabah Dan Bank.

5 74 107

Penerapan Kelembagaan Kompensasi Dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan.

4 76 91

Analisis yuridis perlindungan nasabah penyimpan dana dalam likuidasi bank ditinjau dari undang undang nomor 24 tahun 2004 tentang lembaga penjamin simpanan

0 8 150

Pembentukan Lembaga Penjamin Simpanan Sebagai Perlindungan Nasabah Bank Dihubungkan Dengan Undang-undang No.24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

0 0 3

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH ATAS PEMBERIAN CASH BACK OLEH BANK UMUM YANG TELAH DILIKUIDASI DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG - UNDANG PERBANKAN DAN UNDANG - UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMB.

0 0 1

Analisis Yuridis Perlindungan Hukum Deposan Dengan Rewards dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 24 tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan.

0 0 2

TINJAUAN YURIDIS PERANAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DALAM UPAYA PENYELAMATAN BANK GAGAL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN.

0 0 14

Sistem Koordinasi Antara Otoritas Jasa Keuangan Dengan Lembaga Penjamin Simpanan Dalam Penanganan Bank Gagal Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan

0 0 12